Anda di halaman 1dari 22

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN

NOMOR:

TENTANG

TATA CARA PENGANGKUTAN DAN PENANGANAN BARANG KHUSUS DAN BARANG


BERBAHAYA DI PELABUHAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang: a. bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 44 Undang-Undang


Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran;
b. bahwa melaksanakan ketentuan Pasal 190 Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2010 tentang Angkutan di Perairan;
c. memberikan pedoman pelaksanaan pengangkutan barang berbahaya
sesuai International Convention for safety of life at sea, 1974 (SOLAS 74)
on Chapter VII of Carriage of Dangerous Goods;
d. memberikan pedoman pelaksanaan pencegahan pencemaran dari
barang berbahaya dalam kemasan yang diangkut melalui laut sesuai
International Convention for prevention of pollution from ship, 1973 and
protocol of 1978 relating thereto (MARPOL 73/78) annex III of the
Prevention of pollution by harmfull substances carried by se in package
form;
e. memberikan pedoman pelaksanaan pengangkutan barang berbahaya
sesuai International Maritime Dangerous Goods (IMDG) Code beserta
perubahanya;
f. memberikan pedoman pelaksanaan pengangkutan barang curah sesuai
International Maritime Solid bulk Cargo (IMBSC) Code dan International
Bulk Chemical (IBC) Code;
g. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a
sampai dengan f, perlu menetapkan Peraturan Menteri Perhubungan
Tata Cara Pengangkutan dan Penanganan Barang Khusus Dan Barang
Berbahaya Di Pelabuhan.

Mengingat: 1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran (Lembaran


Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 64, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4849);

2. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2010 tentang Angkutan Di


Perairan;

3. Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang Organisasi


Kementerian Negara;

4. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas


dan Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisasi, Tugas dan
Fungsi Eselon I Kementerian Negara sebagaimana telah diubah terakhir
dengan Peraturan Presiden Nomor 17 Tahun 2014;
5. Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2015 tentang Kementerian
Perhubungan;

6. Keputusan Presiden Nomor 65 Tahun 1980 tentang Mengesahkan


"International Convention For The Safety Of Life At Sea 1974" Sebagai
Hasil Konferensi Internasional Tentang Keselamatan Jiwa Di Laut 1974,
Yang Telah ditandatangani Oleh Delegasi Pemerintah Republik
Indonesia, Di London, PadaTanggal 1 Nopember 1974, Yang Merupakan
Pengganti "International Convention For The Safety Of Life At Sea,
1960"; (beserta amandement)

7. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM. 122 Tahun 2015 tentang


Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Perhubungan;

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : TATA CARA PENGANGKUTAN DAN PENANGANAN BARANG


KHUSUS DAN BARANG BERBAHAYA DI PELABUHAN

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan :

1. Barang Berbahaya (Dangerous Goods) adalah barang yang berpotensi dapat


membahayakan terhadap kesehatan, keselamatan, harta benda, dan lingkungan yang
diatur berdasarkan IMDG Code.

2. Barang Khusus adalah

3. Penanganan Barang Berbahaya adalah suatu proses, cara, perbuatan dalam


menangani Barang Berbahaya yang dilakukan oleh Operator Pelabuhan, Perusahaan
bongkar muat, Perusahaan angkutan laut, Agen perusahaan angkutan laut, Freight
Forwarder, Pengirim Barang Berbahaya, dan Setiap orang atau badan usaha lainnya
yang terlibat dalam kegiatan barang berbahaya pada pelayaran di Indonesia.

4. International Maritime Dangerous Goods (IMDG Code) adalah koda International yang di
gunakan oleh pengangkutan pelayaran dan juga semua pihak yang berkaitan dengan
dunia “Shipping”, di mana kapal tersebut memuat barang-barang berbahaya atau yang
bisa menimbulkan bencana.

5. Otoritas yang berkompeten (Competent authority) adalah Direktorat Jenderal


Perhubungan Laut yang menjadi penanggung jawab pelaksanaan kegiatan dan
administrasi Pemerintah pada Organisasi Maritim Internasional.
6. Pengawasan Barang Berbahaya adalah suatu kegiatan penilikan dalam penanganan
Barang Berbahaya yang dilaksanakan oleh UPT Ditjen Hubla di wilayah pelabuhan.

7. Pelabuhan adalah tempat yang terdiri atas daratan dan/atau perairan dengan batas-
batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan pengusahaan yang
dipergunakan sebagai tempat kapal bersandar, naik turun penumpang, dan/ atau
bongkar muat barang, berupa terminal dan tempat berlabuh kapal yang dilengkapi
dengan fasilitas keselamatan dan kcamanan pelayaran dan kegiatan penunjang
pelabuhan serta sebagai tempat perpindahan intradan antarmoda transportasi.

8. Identifikasi Barang Berbahaya yang selanjutnya disebut sebagai Identifikasi adalah


suatu kegiatan mengidentifikasi barang-barang berbahaya untuk pengiriman melalui laut
yang dapat dilakukan dengan cara menggunakan suatu nama yang diakui oleh Koda
IMDG untuk suatu zat atau artikel (Proper Shipping Names), atau nomor United Nation
(UN) yang berasosiasi dengannya. Nomor UN memberikan rujukan yang kebal terhadap
persoalan terjemahan, tetapi harus dipergunakan dalam kaitan dengan Proper Shipping
Name (PSN) untuk menghindari isu identifikasi yang keliru karena kesalahan tipografi.
Sebagai hasilnya, kedua metoda identifikasi (Nomor UN dan PSN) dipergunakan dalam
dokumen yang disiapkan untuk mendampingi barang-barang tersebut dan juga
dipergunakan sebagai tanda (marking) pada paket–paket atau tanki-tanki yang berisikan
Barang Berbahaya.

9. Kemasan (Packaging) adalah satu wadah atau lebih dengan komponen dan bahan
lainnya yang diperlukan sebagai kemasan untuk melindungi barang tersebut yang
berfungsi sebagai keselamatan lainnya, sesuai jumlah volume berdasarkanIMDG Code.
10. Package
11. Packing
12. Consignment
13. Tanda atau marking = marka atau tanda yang dipasang pada kemasan barang
berbahaya
14. Label = kertas bergambar / bertuliskan yang menggambarkan barang berbahaya,
bahayanya dan cara penangananya

15. Cargo Transport Unit (CTU) adalah Kendaraan angkutan barang di darat yang terdiri
dari gerbong kereta barang, peti kemas, Truk Tangki, gerbong kereta api atau tangki
portable

16. Intermediate Bulk Carrier Countainers (IBCs) adalah kemasan portable atau rigid yang
memenuhi persyaratan volume dan kapasitas berdasarkan IMDG Code

17. Portable Tank adalah tanki portable termasuk tanki container, truk tanki dan lain
sebagainya yang memiliki volume berdasarkan IMDG Code;

18. Prosedur Penanganan Barang Berbahaya selanjutnya disebut sebagai Prosedur adalah
pengaturan mengenai struktur, tanggung jawab, tugas, fungsi, dan tata kerja organisasi
operasional, sistem pelaporan, komunikasi dan pedoman teknis penanganan barang
berbahaya.

19. Kapal adalah kendaraan air dengan bentuk dan jenis tertentu yang digerakkan dengan
tenaga angin, tenaga mekanik, energi lainnya, ditarik atau ditunda, termasuk kendaraan
yang berdaya dukung dinamis, kendaraan di bawah permukaan air, serta alat apung dan
bangunan terapung yang tidak berpindah-pindah.

20. Auditor (tambahkan pengertian)

21. Pengawas Barang Berbahaya (Inspector Dangerous Goods) adalah aparatur sipil
negara dilingkungan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut yang diberi tugas dan
kewenangan untuk melakukan pengawasan penanganan barang berbahaya di
Pelabuhan.

22. Sertifikat Penanganan Barang Berbahaya selanjutnya disebut sebagai Sertifikat adalah
surat tanda pernah mengikuti latihan dan dinyatakan lulus oleh Lembaga Pelatihan yang
ditunjuk oleh Otoritas yang berkompeten (Competent authority).

23. Latihan Penanganan Barang Berbahaya yang selanjutnya selanjutnya disebut Latihan
adalah kegiatan yang dilakukan untuk meningkatkan kemampuan dan/atau keahlian
personil dalam rangka melaksanakan pengawasan Penanganan Barang Berbahaya.

24. Lembaga Pelatihan Penanganan Barang Berbahaya selanjutnya disebut sebagai


Lembaga Pelatihan adalah lembaga yang ditunjuk oleh Direktorat Jenderal
Perhubungan Laut selaku Otoritas yang berkompeten (Competent authority) untuk
melaksanakan kegiatan Latihan Penanganan Barang Berbahaya.

25. Pelabuhan adalah tempat yang terdiri atas daratan dan/atau perairan dengan batas
batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan pengusahaan yang
dipergunakan sebagai tempat kapal bersandar, naik turun penumpang, dan/atau
bongkar muat barang, berupa terminal dan tempat berlabuh kapal yang dilengkapi
dengan fasilitas keselamatan dan keamanan pelayaran dan kegiatan penunjang
pelabuhan serta sebagai tempat perpindahan intra-dan antar moda transportasi.

26. Terminal Khusus adalah terminal yang terletak di luar Daerah Lingkungan Kerja (DLKp)
dan Daerah Lingkungan Kepentingan pelabuhan (DLKp) yang merupakan bagian dari
lingkungan pelabuhan yang merupakan bagian dari pelabuhan terdekat untuk melayani
kepentingan sendiri dengan usaha pokoknya

27. Unit Pelaksana Teknis (UPT) adalah Unit Pelaksana Teknis di lingkungan Direktorat
Jenderal Perhubungan Laut yang menjalankan tugas dan fungsi bidang keselamatan
dan keamanan pelayaran.

28. Setiap orang adalah orang perseorangan atau korporasi.

29. Badan usaha adalah badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, atau badan
hukum Indonesia yang khusus didirikan untuk Pelayaran.

30. Direktorat adalah Direktorat yang menjalankan tugas dan fungsi bidang pengawasan
penanganan barang berbahaya di pelabuhan.

31. Direktorat Jenderal adalah Direktorat Jenderal Perhubungan Laut.

32. Menteri adalah Menteri Perhubungan.


BAB II
RUANG LINGKUP

Pasal

(1) Peraturan Menteri ini mengatur mengenai:


a. Pemberlakukan
b. Pengangkutan dan Penanganan Barang khusus dan Barang Berbahaya.
c. Pelaksanaan IMDG Code dan IMSBC Code.
d. Persetujuan pengakutan dan penanganan barang khusus dan barang berbahaya

(2) Peraturan Menteri ini sebagaimana dimaksud pada ayat 1 berlaku untuk:
a. semua kapal penumpang berbendera Indonesia dengan tonase kotor GT 500 (lima
ratus) atau lebih yang berlayar di perairan Indonesia;
b. semua ukuran kapal barang berbendera Indonesia yang berlayar di perairan
Indonesia atau Internasional;
c. semua ukuran kapal berbendera Indonesia yang berlayar di perairan Indonesia atau
Internasional dan mengangkut zat, bahan atau barang yang berpotensi
menimbulkan pencemaran di laut;
d. Mobile Offshore Drilling Units (MODU) termasuk Floating Storage Units (FSU),
Floating Production Storage and Offloading Units (FPSO) dan sejenis lainnya;
e. semua sarana angkut yang digunakan sebagai transportasi dalam memindahkan
muatan untuk dimuat keatas kapal;
f. Pemilik/operator kapal dan/atau agen perusahaan angkutan laut yang mengangkut
barang khusus dan barang berbahaya;
g. Badan Usaha Pelabuhan dan Unit Penyelenggara Pelabuhan yang menyediakan
tempat penyimpanan atau penumpukan barang khusus dan barang berbahaya.

(3) Selain pemberlakuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Peraturan Menteri ini
memberlakukan:
a. the International Maritime Solid Bulk Cargoes (IMSBC) Code beserta suplemen
dengan perubahan terbarunya sesuai naskah asli Bahasa Inggris sebagai pedoman
pengangkutan, penanganan dan pengawasan bongkar muat barang curah pada
kegiatan pelayaran di Indonesia sebagaimana tercantum dalam lampiran yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini;
b. the International Maritime Dangerous Goods (IMDG) Code beserta suplemen
dengan perubahan terbarunya sesuai naskah asli Bahasa Inggris sebagai pedoman
pengangkutan, penanganan dan pengawasan bongkar muat barang berbahaya
pada kegiatan pelayaran di Indonesia sebagaimana tercantum dalam lampiran yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

BAB III
PENGANGKUTAN DAN PENANGANAN BARANG KHUSUS DAN BARANG
BERBAHAYA

Pasal 4
(1) Pengangkutan barang berbahaya dan barang khusus wajib memenuhi persyaratan :
a. Pengemasan, penumpukan dan penyimpanan di pelabuhan, penanganan bongkar
muat, serta penumpukan dan penyimpanan selama berada di kapal;
b. Keselamatan sesuai dengan peraturan dan standar, baik nasional maupun
internasional bagi kapal khusus pengangkut barang berbahaya; dan
c. Pemberian tanda tertentusesuai dengan barang berbahaya yang diangkut.

BAGIAN KESATU
BARANG KHUSUS

Paragraf 1
Jenis Barang Khusus

Pasal 3

(1) Barang khusus sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri ini,dapat berupa:
a. Barang curah;
b. Kayu gelondongan ( logs)
c. Rel; dan
d. Ternak.

(2) Barang khusus yang berupa barang curah sebagaimana dimaksud ayat (1) a meliputi;
a. Barang curah padat
b. Barang curah cair
c. barang curah gas

(2) Barang curah padat sebagaimana dimaksud ayat (2) a terdiri dari :
a. Grup A ,yaitu muatan curah padat yang dapat mencair apabila moisture content (MC)
saat dimuat melebihi Transportable Moisture Limit (TML).
b. Grup B ,yaitu muatan curah padat yang memiliki bahaya kimia yang dapat
menimbulkan situasi berbahaya di atas kapal.
c. Grup C , yaitu muatan selain grup A atau grup B.

(3) Barang curah cair sebagaimana dimaksud ayat (2) b terdiri dari :

(4) Barang curah gas sebagaimana dimaksud ayat (2) c terdiri dari :

Paragraf 2
Curah Padat

Pasal
(1) Pengangkutan barang khusus curah padat harus dilaksanakan oleh kapal khusus yang
memenuhi persyaratan kontruksi dan perlengkapan sebagaimana dimaksud dalam IMSBC
Code.
(2) Sebelum dilaksanakan bongkar/muat barang khusus curah padat, bahwa kapal harus
mempunyai :
a. Sertifikat Document of Complience for ships carrying dangerous gods in bulk.
b. Loading dan Unloading Plan.
c. Ship/Shore checklist for loading/unloading Dry Bulk Cargo Carries.
Pasal
(1) Setiap muatan curah padat yang akan diangkut , harus telah dilaksanakan uji laboratorium
yang meliputi
a. Tingkat kelembaban (MC)
b. TML (Transportable Moisture Limit)
(2) Uji laboratorium sebagaimana ayat 1, dilaksanakan oleh laboratorium yang telah
mendapatkan pengesahan dari competent authority

Pasal
(1) Setiap pengangkutan barang curah padat wajib melengkapi dokumen informasi kargo yang
meliputi :
a. BCSN bila kargo tersebut sudah masuk dalam daftar muatan curah padat pada buku
IMSBC Code
b. Grup dari kargo tersebut (A dan B, A , B, atau C).
c. IMO Class dari kargo tersebut, jika ada.
d. UN number, jika ada.
e. Jumlah muatan.
f. Stowage Factor
g. Kebutuhan trim dan prosedur trim, jika dibutuhkan.
h. Kemungkinan shifting, termasuk sudut kemiringan, jika dibutuhkan
i. Informasi tambahan pada form sertifikat kandungan kelembapan muatan dan TML
(Transportable Moisture Limit), untuk muatan yang dapat mencair.
j. Formasi kemungkinan wet base .
k. Racun atau gas yang mudah terbakar yang mungkin dihasilkan oleh muatan , jika
dibutuhkan.
l. Tingkat mudah terbakar, tingkat racun, tingkat korosif dan kecenderungan habisnya
oksigen di dalam muatan, jika dibutuhkan.
m. Sifat pemanasan sendiri muatan dan kebutuhan trim , jika dibutuhkan
n. Sifat emisi dari gas yang mudah terbakar apabila terkena air , jika dibutuhkan.
o. Apakah muatan tersebut mempunyai sifat marine pollutant atau tidak.
p. Informasi lain yang dibutuhkan otoritas setempat.

(2) Dokumen informasi kargo sebagaimana dimaksud pada ayat 1, wajib diserahkan oleh
pengirim barang kepada nakhoda atau yang mewakilinya sebelum pemuatan dimulai
dengan melampirkan hasil pengujian dan atau sertifikat (MC) dan (TML).
(3) Sertifikat (MC) dan (TML) hanya dapat diterbitkan oleh laboratorium yang telah
mendapatkan surat pengesahan persetujuan dari competent authority.

(4) Ketentuan lebih lanjut untuk mendapatkan pengesahan sebagaimana dimaksud pada ayat
2, akan diatur lebih lanjut dengan peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Laut.

Pasal

Muatan curah padat dengan grup A atau A dan B harus dimuat dalam kondisi tertutup
sehingga tidak memungkinkan masuknya air laut ataupun hujan.

Pasal
Ketentuan dan pesryaratan pengangkutan barang khusus curah padat lebih lanjut harus
mengacu pada ketentuan IMSBC Code.
Paragraf 3
CURAH CAIR

Pasal
Setiap pengangkutan barang khusus curah cair harus mengacu pada ketentuan IBC code

Paragraf 4
CURAH GAS

Pasal
Setiap pengangkutan barang khusus curah gas harus mengacu pada ketentuan IGC code

BAGIAN KEDUA
BARANG BERBAHAYA

Paragraf 1
Jenis barang berbahaya

Pasal

(1) Barang berbahaya , sebagaimana dimaksud dalam peraturan ini berbentuk; Bahan
cair,bahan padat, dan bahan gas.
(2) Barang berbahaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa barang berbahaya dalam
kemasan;

Pasal

(1) Barang berbahaya sebagaimana yang dimaksud dalam pasal (3) diklasifikasikan sebagai
berikut :
a. Kelas 1 : Bahan atau barang peledak/ explosives
b. Kelas 2 : Gas–Gas / Gases
c. Kelas 3 : Cairan-cairan yang mudah menyala
d. Kelas 4 : Bahan padat yang mudah menyala
e. Kelas 5 : Bahan-bahan yang oksidator dan peroksida organik mengoksida
f. Kelas 6 : Bahan / zat-zat beracun dan bahan yang menginfeksi
g. Kelas 7 : Bahan / zat radio aktif
h. Kelas 8 : Bahan / zat yang mengakibatkan korosi
i. Kelas 9 : Bahan/ zat berbahaya lainnya

(2) Bahan atau barang peledak/ explosives sebagaimana ayat 1a terdiri dari ;
a. Divisi  1.1:  Zat dan artikel yang memiliki bahaya ledakan massa
b. Divisi 1.2: Zat dan artikel yang memiliki bahaya proyeksi tapi tidak bahaya ledakan
massa
c. Divisi 1.3: Zat dan artikel yang memiliki bahaya kebakaran dan bahaya ledakan baik
kecil atau bahaya proyeksi kecil atau keduanya
d. Divisi 1.4: Zat dan artikel yang menyajikan tidak ada bahaya yang signifikan, hanya
bahaya kecil dalam hal pengapian atau inisiasi selama transportasi dengan efek
apapun sebagian besar terbatas pada paket
e. Divisi 1.5: zat yang sangat sensitif yang memiliki bahaya ledakan massa
f. Divisi 1.6: artikel sangat sensitif yang tidak memiliki bahaya ledakan massa
(3) Gas–Gas / Gases sebagaimana dimaksud pada ayat 1 b terdiri dari :
a. Divisi 2.1: Gas yang mudah terbakar
b. Divisi 2.2: Gas yang tidak-mudah terbakar, tidak beracun
c. Divisi 2.3: Gas beracun

(4) Bahan padat yang mudah menyala sebagaimana dimaksud pada ayat 1 d terdiri dari :
a. Divisi 4.1: padatan yang mudah terbakar
b. Divisi 4.2: Zat yang dapat terbakar spontan
c. Divisi 4.3: Zat yang, kontak dengan air akan mengeluarkan gas yang mudah
terbakar

(5) Bahan-bahan yang oksidator dan peroksida organik mengoksida sebagaimana dimaksud
pada ayat 1 e terdiri dari :
a. Divisi 5.1: zat pengoksidasi
b. Divisi 5.2: Peroksida organik

(6) Bahan / zat-zat beracun dan bahan yang menginfeksi sebagaimana dimaksud pada ayat 1
f terdiri dari :
a. Divisi 6.1: Zat beracun
b. Divisi 6.2: zat Infeksi

(2)Zat, produk dan material yang tidak termasuk dalam kelas 1 sampai dengan kelas 8 namun
memiliki potensi pencemaran laut harus dianggap sebagai marine pollutant berdasarkan
aturan yang berlaku baik Nasional ataupun International. termasuk UN.3077
ENVIRONMENTALLY HAZARDOUS SUBSTANCE, SOLID, N.O.S dalam bentuk padat dan
UN.3082 ENVIRONMENTALLY HAZARDOUS SUBSTANCE , LIQUID, N.O.S dalam bentuk
cair kecuali ada keterangan khusus di kelas 9

(3)Marine Pollutant berdasarkan ketentuan Marpol Annex III beserta amandement yang berlaku
adalah zat, produk dan material yang termasuk kelas 1 sampai dengan kelas 9 yang
barang-barang berbahaya IMDG Code

Paragraf 2
Kemasan Barang Berbahaya

Pasal 5

(1) Pengangkutan barang berbahaya sebagaimana dimaksud dalam peraturan ini wajib
menggunakan kemasan yang memenuhi ketentuan spesifikasi dan lulus uji kemasan
berdasarkan persyaratan IMDG Code serta mendapatkan pengesahan dari Competent
authority;
(2) Pengujian kemasan sebagaimana dimaksud pada ayat 1, dilakukan oleh laboratorium uji
kemasan yang ditunjuk oleh competent authority.
(3) tata cara pengujian kemasan dan penunjukan laboratorium uji kemasan akan diatur lebih
lanjut dengan peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Laut.
Pasal 6

(1) Kemasan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) meliputi:
a. Conventional Packaging
b. Large Packaging
c. IBCs
d. Tanks
e. Bulk Container
(2) Setiap kemasan Conventional harus memenuhi ketentuan spesifikasi dan lulus uji serta
mendapatkan approval dari competent authority sebagaimana diatur dalam aturan 6.1
IMDG Code
(3) Setiap kemasan Large Packaging harus memenuhi persyartan dan lulus uji serta
mendapatkan approval dari competent authority sebagaimana diatur dalam 6.6 IMDG Code
(4) Setiap Kemasan IBCs ( Intermediate Bulk Container ) harus memenuhi persyaratan dan
lulus uji serta mendapatkan approval dari competent authority sebagaimana diatur dalam
6.5 IMDG Code
(5) Setiap kemasan Tank harus memenuhi persyaratan dan lulus uji serta mendapatkan
approval dari competent authority sebagaimana diatur dalam aturan 6.7 IMDG Code
(6) Setiap kemasan Bulk Container harus memenuhi persyaratan dan lulus uji serta
mendapatkan approval dari competent authority sebagaimana diatur dalam 6.9 IMDG Code
(7) Pengangkutan multimoda, dalam kemasan Cargo Transport Unit (CTU), dan Road Tank
Vehicle (RTV) harus memenuhi persyaratan dan lulus uji serta mendapatkan approval dari
competent authority sebagaimana diatur dalam 6.8 IMDG Code
(8) Untuk barang berbahaya clas 6.2 harus menggunakan kemasan khusus yang diatur dalam
6.3 IMDG Code
(9) Untuk barang berbahaya Radioaktif harus menggunakan kemasan khusus yang diatur
dalam 6.4 IMDG Code
Pasal
(1) Pengangkutan multimoda, dalam kemasan Cargo Transport Unit (CTU), dan Road Tank
Vehicle (RTV) harus memenuhi persyaratan dan lulus uji serta mendapatkan approval dari
competent authority sebagaimana diatur dalam 6.8 IMDG Code
(2) Setiap kendaraan Pengangkut barang berbahaya di wilayah pelabuhan wajib telah memiliki
ijin pengangkutan barang berbahaya dari instansi yang berwenang

Pasal

Setiap kemasan barang berbahaya yang telah lulus uji sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
harus mencantumkan UN approval mark dari competent authority.

Pasal
Barang berbahaya dapat menggunakan Kemasan yang telah mendapat pengesahan dari
competent authority negara lain yang terdaftar dalam buku IMDG Code, dapat digunakan dalam
pengangkutan barang berbahaya dengan melaporkan terlebih dahulu kepada competent
authority.

Pasal

Untuk barang berbahaya yang diangkut dengan jumlah terbatas (Limited Quantity)
sebagaimana dimaksud dalam IMDG Code dikecualikan dari pengesahan kemasan dari
Competent authority
Pasal 6

Kemasan barang berbahaya dalam keadaan kosong yang belum dibersihkan (empty unclean)
harus tetap mengikuti persyaratan sebagaimana pemberlakuan muatan barang berbahaya.

Paragraf 3
Pelabelan dan Penandaan barang berbahaya

Pasal 7

(1) Setiap kemasan barang berbahaya wajib diberikan label dan tanda
(2) Pelabelan dan penandaan barang berbahaya sebagaimana pada ayat (1), harus memenuhi
syarat :
a. Mudah terlihat dan terbaca;
b. Dapat terbaca jika kemasan terendam dalam air laut minimal 3 (tiga) Bulan;
c. Ditempatkan pada latar belakang berwarna kontras / mencolok;
d. Tidak terhalang / tertumpuk oleh tanda lain
(3) Dalam hal barang berbahaya yang diangkut dengan Cargo Transport Unit (CTU) atau bulk
Container wajib menggunakan placard yang sesuai dengan IMDG Code.
(4) Barang berbahaya dengan limited quantity harus di berikan tanda limited quantity.

Paragraf 4
Tempat Penyimpanan dan Penumpukan

Pasal
(1) Badan Usaha Pelabuhan dan Unit Penyelenggara Pelabuhan harus menyediakan tempat
penyimpanan atau penumpukan barang khusus dan barang berbahaya untuk menjamin
keselamatan dan kelancaran arus lalu lintas barang di pelabuhan serta bertanggung jawab
terhadap penyusunan sistem dan prosedur penanganan barang khusus dan barang
berbahaya di pelabuhan.

Pasal
(1) Setiap barang berbahaya yang akan dimuat ke atas kapal atau yang telah dibongkar dari
kapal dapat disimpan pada tempat penyimpanan atau penumpukan di pelabuhan yang
terpisah dari muatan lain ,kecuali barang berbahaya kelas 1.
(2) Tempat penyimpanan atau penumpukan sebagaimana dimaksud dalam pasal .. harus
mendapat persetujuan dan pengesahan dari competent authority.

Paragraf 4
Pemuatan (Stowage) Muatan Barang Berbahaya

Pasal

(1) Setiap orang atau Badan Usaha yang melakukan kegiatan penanganan pemuatan
(Stowage) Barang Berbahaya wajib menyampaikan keterangan gambar serta perencanaan
penataan muatannya di kapal berdasarkan IMDG Code;
(2) Pengaturan Pemuatan barang berbahaya dilakukan sesuai perencanaan pemuatan
(stowage plan) dengan muatan lain, berdasarkan quantity dan karakteristik muatan.
.
Paragraf
Pemisahan (Segregation) Barang Berbahaya

Pasal

(1) Setiap orang atau Badan Usaha yang melakukan kegiatan penanganan barang berbahaya
wajib mengikuti petunjuk tentang Pemisahan (segregation) menurut klasifikasi dan jenis
muatan berdasarkan IMDG Code;

(2) Pemisahan (segregation) yang dimaksud dalam ayat (1) disesuaikan dengan karakteristik
barang, alat angkut, dan jenis kapal;

(3) Alat angkut yang dimaksud dalam ayat (2) adalah Cargo Transport Unit (CTU);

(4) Jenis kapal yang dimaksud dalam ayat (2) adalah angkutan laut dan angkutan perairan
yang terdapat dalam ketentuan pemisahan (segregation) IMDG Code meliputi:
a. container ship;
b. roro ship;
c. general cargo ship;
d. shipborne barges on barge - carrying ships.

Setiap kendaraan Pengangkut barang berbahaya di wilayah pelabuhan wajib telah memiliki ijin
pengangkutan barang berbahaya dari instansi yang berwenang

Paragraf 6
Dokumentasi Barang Berbahaya

Pasal
Pemilik, operator, dan/atau agen perusahaan angkutan laut yang mengangkut barang khusus
dan barang berbahaya, wajib menyampaikan pemberitahuan kepada Syahbandar sebelum
kapal pengangkut barang khusus dan/atau barang berbahaya tiba di pelabuhan.

Pasal
Setiap kapal yang mengangkut barang berbahaya wajib memiliki Document of Compliance for
carrying Dangerous Goods sebagaimana diatur dalam SOLAS 1974 Chapter II-2 regulation 19

Pasal

(1) Setiap orang atau Badan Usaha yang mengirim barang berbahaya harus melampirkan
dokumen barang berbahaya yang meliputi;
a. Lembar data Keselamatan Bahan (Material Safety Data Sheet/MSDS) yang berisi
informasi tentang Nomor Kode PBB (UN Number), Nama pengapalan (Proper
Shipping Name/PSN), klasifikasi bahaya (hazard class) atau Manifest Limbah Bassel
Convention;
b. Multimodal Dangerous Goods Form;
c. Packaging certificate;
d. Container (vehicle) packing certificate; (RSO)
e. Informasi prosedur penanganan keadaan darurat dan mencantumkan nomor kontak
yang dapat dihubungi 24 jam dalam keadaan darurat;
f. Manifest for DG;
g. Approval document ( bila ada );
h. Exemption document ( bila ada );
i. Dokumen pendukung lainya dari Instansi terkait;

Paragraf 7
Pendidikan Dan Pelatihan

Pasal
Penanganan pengangkutan, penumpukan, penyimpanan, dan bongkar muat barang khusus
dan barang berbahaya dari dan ke kapal dilakukan oleh tenaga kerja yang memiliki kompetensi
dan dilengkapi dengan fasilitas keselamatan.

Pasal
(1) Setiap orang atau badan usaha yang melakukan kegiatan muatan barang berbahaya harus
mempunyai ketrampilan dan telah mengikuti pendidikan dan pelatihan pengangkutan dan
penanganan barang berbahaya yang dibuktikan dengan sertifikat.
(2) Sertifikat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib diperbarui setiap 5 tahun.
(3) Pendidikan dan pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh
lembaga pendidikan dan pelatihan yang mendapat approval dari Competent authority
(4) Lembaga pendidikan dan pelatihan sebagaimana maksud pada ayat (2) mencakup ;
a. jenis dan klasifikasi
b. pengemasan
c. penandaan dan pelabelan atau placard
d. Bongkar dan muat CTU
e. dokumentasi
f. penempatan dan pemisahan
g. emergency schedule
(5) untuk mendapatkan approval, lembaga pendidikan dan pelatihan sebagaimana dimaksud
ayat (2) harus mengajukan permohonan kepada Competent authority.
(6) Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud ayat (4), maka Competent authority
melaksanakan verifikasi dan audit.
(7) Verfikasi dan audit sebagaimana dimaksud pada ayat (6) , wajib dilaksanakan paling
lambat setiap 2 tahun.

BAGIAN KETIGA
TANGGUNG JAWAB

Paragraf 1
Tanggung Jawab Pengirim

Pasal 30

(1) Setiap orang atau Badan Usaha yang mengirim barang berbahaya bertanggung jawab atas:
a. personel yang menangani telah tersertifikasi;
b. Identifikasi barang yang dikirim;
c. pengemasan, pelabelan dan penandaan berdasarkan IMDG Code;
d. keabsahan dokumen barang berbahaya dan dokumen lainnya;
e. moda transportasi yang digunakan untuk mengangkut dari dan ke pelabuhan dilengkapi
dengan dokumen kelaik jalan;
f. Memberikan informasi prosedur penanganan keadaan darurat dan mencantumkan nomor
kontak yang dapat dihubungi 24 jam dalam keadaan darurat;

(2) Dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d berupa data yang wajib dilampirkan
meliputi:
a. Lembar data Keselamatan Bahan (Material Safety Data Sheet/MSDS) yang berisi
informasi tentang Nomor Kode PBB (UN Number), Nama pengapalan (Proper Shipping
Name/PSN), klasifikasi bahaya (hazard class);
b. Shipper Decleration of Dangerous Goods;
c. Daftar muatan barang berbahaya (Dangerous Goods List);
d. persetujuan dari instansi berwenang terhadap klasifikasi bahaya;
e. asuransi muatan;

(3) Dokumen sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (2) dibuat menggunakan dalam 2 (dua)
Bahasa yakni bahasa Indonesia dan bahasa Inggris.

(4) Pengirim sebagaimana dimaksud pada butir (1) harus mempunyai personel yang memiliki
kompetensi dan lisensi.

Paragraf 2
Tanggung Jawab Penerima

Pasal

(1) Setiap orang atau Badan Usaha yang menerima barang berbahaya di Pelabuhan wajib:
a. memastikan barang kiriman disertai dengan dokumen pengangkutan;
b. memeriksa dan mengkonfirmasi barang berbahaya yang di terima sesuai prosedur
penerimaan;

(2) Pemilik Kapal wajib menyusun prosedur penerimaan, penyimpanan sementara (gudang),
pemuatan, penempatan dan tanggap darurat barang berbahaya.

(3) Pemilik kapal harus memastikan kemasan barang berbahaya yang mengalami kerusakan
atau kebocoran tidak dimuat dalam kapal.

(4) Setiap orang atau badan usaha yang mengetahui terjadinya insiden atau accident yang
melibatkan barang berbahaya wajib melaporkan ke syahbandar setempat;

(5) Dalam hal kemasan barang berbahaya yang telah dimuat di dalam kapal mengalami
kerusakan atau kebocoran, Nakhoda Kapal wajib melakukan langkah - langkah berdasarkan
IMDG Code;

(6) Nakhoda wajib melakukan pengawasan terhadap kegiatan bongkar/muat barang berbahaya;
(7) Nakhoda wajib memastikan bahwa kapalnya dapat mengangkut barang berbahaya yang
sesuai sertifikat kapal pengangkut barang berbahaya;

(8) Apabila dalam pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) ditemukan kerusakan
atau kebocoran, maka area penempatan barang berbahaya atau unit loading device di Kapal
harus dilakukan pemeriksaan terhadap kerusakan atau kontaminasi.

(9) Pemilik Kapal dilarang mengoperasikan Kapal yang terkontaminasi sebelum ada penetapan
dan petunjuk teknis keselamatan oleh Competent authority:

(10) Barang berbahaya yang dapat bereaksi berbahaya antara satu dengan yang lain harus
ditempatkan pada posisi yang tidak dapat berinteraksi antara satu dengan lainnya apabila
terjadi kebocoran;

(11) Paket bahan yang mengandung racun (toxic) dan bahan yang terinfeksi (infectious
substances) harus ditempatkan dalam Kapal sesuai petunjuk teknis keselamatan
pengangkutan barang berbahaya;

(12) Pemilik Kapal wajib memastikan barang berbahaya terhindar dari kerusakan dan menjamin
penempatan barang berbahaya pada posisi yang tepat;

(13) Pemilik Kapal bertanggung jawab terhadap keamanan barang berbahaya yang sedang
ditanganinya.

Paragraf 3
Pendataan dan Pelaporan

(1) Setiap orang atau badan usaha yang telah mendapatkan persetujuan untuk melakukan
kegiatan penanganan pengangkutan barang berbahaya wajib melakukan Pendataan dan
Pelaporan Barang Berbahaya kepada Direktur Jenderal melalui Unit Pelaksana Teknis;
(2) Pendataan dan Pelaporan Barang Berbahaya sebagaimana dimaksud ayat (1), berupa
laporan yang berbasis Teknologi Informasi (IT);
(3) Pendataan dan pelaporan paling tidak memuat :
a. Nama Kapal;
b. IMO Number;
c. Call Sign;
d. Voyage Number:
b. Flag State of ship
e. Port of loading
f. Port of discharge
g. Booking/Reference Number
h. Marks & Numbers Container Id. No(s). Vehicle Reg. No(s).
i. Number and kind of packages
j. Proper Shipping Name
k. Name of master
l. Place and date
m. Class
n. UN No
o. Packing Group
p. etc
(4) Pendataan dan Pelaporan Barang Berbahaya sebagaimana dimaksud ayat (1), sesuai
dengan format pada Lampiran I (terlampir).

BAB V
PELAKSANAAN IMDG CODE DAN IMSBC CODE.

BAGIAN KESATU
COMPETENT AUTHORITY

Pasal
Direktorat Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai sebagai Competent authority yang menjadi
penanggung jawab pelaksanaan kegiatan pengangkutan dan penanganan barang khusus dan
barang berbahaya melaksanakan pengawasan terhadap peraturan menteri ini.

Pasal

Otoritas yang berkompeten (Competent Authority) mempunyai tugas sebagai berikut:


a. Menetapkan dan mengawasi Kegiatan Penanganan Barang Berbahaya pada
Lapangan Penumpukan, Gudang Penyimpanan dan area alih muat dari dan ke kapal
(ship to ship);
b. Memberikan pelatihan bagi personel yang mengawasi dan menangani barang
berbahaya yang diuji oleh Competent Authority;
c. Melaksanakan verifikasi dan evaluasi terhadap setiap kegiatan barang berbahaya
selaku Auditor barang berbahaya;
d. Menyiapkan Pendataan dan Pelaporan Barang Berbahaya berbasis Teknologi
Informasi;
e. Memastikan setiap orang yang melakukan kegiatan penanganan barang berbahaya
telah mengikuti pelatihan dan tersertifikasi

Pasal

Otoritas yang berkompeten (Competent Authority), mempunyai kewenangan:


a. Mengangkat dan mengukuhkan pengawas barang berbahaya (Inspector Dangerous
Goods) di Unit Pelaksana Teknis Ditjen Hubla;
b. Menetapkan persyaratan dan menyelenggarakan pelatihan penanganan barang
berbahaya;
c. Menetapkan klasifikasi barang berbahaya;
d. Menetapkan pelabelan barang berbahaya;
e. Mengesahkan kemasan barang berbahaya;
f. Memberikan pengesahan terhadap persyaratan barang berbahaya;
g. Memberikan pembebasan terhadap persyaratan barang berbahaya.

BAGIAN KEDUA
PEJABAT PEMERIKSA BARANG BERBAHAYA

Pasal
(1) Pejabat pemeriksa barang berbahaya diangkat dan dikukuhkan oleh Direktur Jenderal
setelah memenuhi persyaratan kompetensi.
(2) Pejabat pemeriksa barang berbahaya terdiri dari :
a. Auditor Barang Berbahaya
b. Inspektur Barang Berbahaya

Tugas, Fungsi, Dan Kewenangan

Pasal
(1) Pejabat pemeriksa barang berbahaya melaksanakan tugas, fungsi, dan kewenangan
sebagai pejabat pemeriksa barang berbahaya setelah memperoleh kartu identitas.

(2) Tugas, fungsi, dan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh:
a. auditor barang berbahaya di Direktorat yang membidangi tugas pengawasan
penanganan barang berbahaya;
b. Inspektur barang berbahaya di UPT yang bertugas dibidang pengawas penanganan
barang berbahaya;
c. Asisten Inspektur barang berbahaya (Inspektur Barang berbahaya yang belum
dikukuhkan)

(3) Auditor barang berbahaya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) butir a, melaksanakan
tugas fungsi, dan kewenangan sebagai berikut:
a. Sebagai pengawas barang berbahaya di seluruh pelabuhan Indonesia;
b. Sebagai pengawasan barang berbahaya dalam pelaksanaan perencanaan kerja dan
koordinasi terhadap instansi berwenang;
c. Melakukan monitoring, evaluasi dan pelaporan terhadap kegiatan pengawasan barang
berbahaya di UPT Direktorat Jenderal;
d. Melaksanakan pengawasan terhadap kegiatan pelatihan penanganan barang
berbahaya;
e. Melaksanakan pengujian terhadap peserta pelatihan penanganan barang berbahaya;
f. Melaksanakan verifikasi terhadap setiap orang atau badan usaha yang melakukan
kegiatan penanganan barang berbahaya;

(4) Inspektur barang berbahaya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) butir b, melaksanakan
tugas, fungsi, dan kewenangan sebagai berikut:
a. Sebagai pengawas barang berbahaya di wilayah UPT;
b. Sebagai mentor barang berbahaya terhadap petugas pengawas yang belum
dikukuhkan;
c. Melaksanakan pemeriksaan terhadap dokumen barang berbahaya;
d. Melaksanakan pengawasan kegiatan pengangkutan dan penanganan barang
berbahaya;
e. Membuat laporan dan menandatangani hasil pemeriksaan barang berbahaya;
f. Membantu pelakasanaan pengawasan kegiatan pelatihan penanganan barang
berbahaya;
g. Membantu pelaksanaan pengujian terhadap peserta pelatihan penanganan barang
berbahaya;
h. Membantu pelaksanaan verifikasi terhadap setiap orang atau badan usaha yang
melakukan kegiatan penanganan barang berbahaya;
i. Membuat laporan setiap kegiatan pengawasan barang berbahaya kepada Direktur
Jenderal

(5) Dalam melaksanakan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) butir f,g,h ditunjuk
oleh Direktur Jenderal;

(6) Asisten Inspektur barang berbahaya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) butir c
melaksanakan tugas, fungsi, dan kewenangan sebagai berikut:
a. Membantu pengawasan barang berbahaya di Direktorat Jenderal dan/atau wilayah
UPT;
b. Membantu melaksanakan pemeriksaan terhadap dokumen barang berbahaya;
c. Membantu melaksanakan pengawasan bongkar / muat barang berbahaya;
d. Membantu membuat laporan dan menandatangani hasil pemeriksaan barang
berbahaya;

Pasal
(1) Kartu identitas sebagaimana dimaksud dalam pasal (….) ayat (1), diperoleh setelah
mengikuti pengukuhan oleh Direktorat Jenderal .
(2) Kartu identitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berlaku selama 3 (tiga) tahun dan
dapat diperbaharui setelah mengikuti Penyegaran.

(3) Selama melakukan pemeriksaan barang berbahaya sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), Inspektur barang berbahaya wajib menggunakan kartu identitas yang dimiliki.

(4) Kartu identitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), mencantumkan di bagian depan
nama Inspektur, nomor, masa berlaku, foto, lambang burung garuda, logo Inspektur
barang berbahaya dan bertuliskan “Dangerous Goods” serta alamat kantor untuk
korespondensi yang mudah dihubungi, sedangkan di bagian belakang menjelaskan
aturan bagi pemegang kartu identitas lengkap dengan tempat, tanggal, bulan dan tahun
penandatanganan oleh Direktur Jenderal.
(5) Dalam penandatanganan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Direktur Jenderal
melimpahkan kepada Direktur yang membidangi pengawasan barang berbahaya.

(6) Nomor kartu identitas terdiri atas tulisan “Inspektur barang berbahaya” diikuti 2 (dua) digit
belakang tahun pengeluaran dan 3 (tiga) digit angka pengenal seperti contoh berikut
“Inspektur barang berbahaya 17XXX”.

(7) Bentuk dan warna kartu identitas sebagaimana dimaksud pada ayat (3), tercantum dalam
Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. (dasar
warna merah).
Pasal
(1) Untuk memastikan selalu memperoleh informasi dan pengetahuan terkini sesuai dengan
perubahan ketentuan konvensi, maka Inspektur barang berbahaya wajib mengikuti
Penyegaran yang dilaksanakan oleh Direktorat yang membidangi pengawasan
penanganan barang berbahaya.
(2) Persyaratan untuk mengikuti Penyegaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
melampirkan:
a. surat usulan dari Pimpinan;
b. kartu identitas yang asli;
c. sehat jasmani dengan bukti surat keterangan sehat dari dokter Pemerintah;
d. bebas narkoba dan obat terlarang dengan bukti surat keterangan dari instansi
berwenang;
e. tidak sedang terkena sanksi disiplin kepegawaian;
bukti laporan jumlah barang berbahaya yang telah diperiksa selama kurun waktu 2 (dua)
tahun.

Paragraf 3
Peralatan dan Perlengkapan

Pasal

(1) Untuk mencegah resiko yang mungkin terjadi selama penanganan barang berbahaya,
pengawas wajib melengkapi Alat Pelindung Diri (APD) dengan peralatan dan perlengkapan
keselamatan perorangan;

(2) Peralatan dan perlengkapan keselamatan perorangan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), wajib disediakan oleh setiap orang atau Badan Usaha yang melakukan kegiatan
penanganan barang berbahaya sesuai dengan Klasifikasi bahaya berdasarkan IMDG
Code;

(3) Peralatan dan perlengkapan keselamatan perorangan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2), antara lain:
a. pelindung kepala berupa helm keselamatan kerja (safety helmet) sesuai Standar
Nasional Indonesia (SNI);
b. pelindung kaki berupa sepatu keselamatan kerja (safety shoes);
c. pelindung tangan berupa sarung tangan keselamatan kerja (safety gloves);
d. pelindung mata berupa kaca mata keselamatan kerja (safety goggles);
e. pelindung telinga berupa sumbat telinga (safety ear plugs);
f. rompi kerja (working vest);
g. pakaian kerja lapangan yang telah ditentukan;
h. alat bantu pendeteksi gas berbahaya (multi gas detector) yang tidak menyebabkan
ledakan;
i. alat bantu penerangan berupa senter yang terbuat dari bahan yang aman terhadap
gas-gas mudah meledak (explosive proof);
j. alat komunikasi radio jinjing jika diperlukan; dan
k. alat bantu perekam berupa kamera, audio atau video recorder yang tidak
menyebabkan ledakan;
l. Perlengkapan Khusus sesuai Klasifikasi bahaya berdasarkan IMDG Code

Pasal 24

(1) Helm keselamatan kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (3) huruf a, berwarna
orange dilengkapi logo Petugas / Pengawas Penanganan Barang Berbahaya di depan dahi
kepala helm dan tulisan “Inspector DG” di sebelah kiri dan nama Inspector Barang
Berbahaya (Dangerous Goods) disebelah kanan.

(2) Rompi kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (3) huruf f, berwarna dasar
merah yang dilengkapi retro reflector tape dengan tulisan “Inspector DG” (Inspector barang
berbahya) di bagian punggung dan logo Inspector DG di bagian dada kiri dan nama
Inspector DG disebelah kanan.

(3) Pakaian kerja lapangan berlengan panjang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat
(2) huruf g, berbahan dasar kain berwarna biru tua menyatu antara bagian atas dan celana
dengan atribut lengkap terdiri atas:
a. badge bendera Indonesia di lengan kanan;
b. tulisan “Inspector DG” di lengan kiri;
c. nama Inspector DG di bagian dada sebelah kanan;
d. badge logo Inspector di bagian dada kiri;
e. logo IMO diatas tulisan “Inspector Dangerous Goods” dibagian punggung.

(4) Bentuk dan warna perlengkapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat
(3), tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
Menteri ini

BAB VI
PERSETUJUAN PENGANGKUTAN DAN PENANGANAN BARANG KHUSUS DAN BARANG
BERBAHAYA

Pasal
Setiap orang atau Badan usaha yang akan melaksanakan kegiatan barang berbahaya harus
mendapatkan persetujuan dari competent authority.

Pasal
Persetujuan sebagaimana dimaksud dalam pasal di atas adalah
a. Laboratorium uji muatan curah
b. Laboratorium uji kemasan barang berbahaya
c. Lembaga pendidikan dan pelatihan barang berbahaya
d. Persetujuan Badan Usaha / Perusahaan yang melaksanakan kegiatan pengangkutan
dan penanganan barang berbahaya ;
e. Pengecualian dan pembebasan berdasarkan kelas dan jenis barangnya wajib
mencantumkan kelas, jenis, sifat, dan kuantitas.

Pasal
(1) Kegiatan Barang Berbahaya di Pelabuhan meliputi seluruh proses pengawasan,
penanganan, dan pengangkutan yaitu:
a. Identifikasi;
b. Pengemasan;
c. Penandaan dan Pelabelan;
d. Dokumentasi;dan
e. Proses Penanganan (proses penerimaan muatan barang berbahaya, bongkar /
muat, penyimpanan, penempatan diatas kapal, pengamanan, tanggap darurat, dan
proses penanganan lainnya).

(2) Setiap orang dan/atau Badan Usaha yang melakukan kegiatan penanganan barang
berbahaya di pelabuhan wajib memenuhi ketentuan sebagaimana tercantum pada
Peraturan Menteri ini.

(3) Setiap orang dan/atau Badan Usaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), meliputi :
a. Badan Usaha Pelabuhan;
b. Operator Pelabuhan / Terminal;
c. Perusahaan bongkar / muat;
d. Perusahaan angkutan laut / Agen pelayaran;
e. Freight Forwarder;
f. Pengirim (Shipper) Barang Berbahaya;
g. Setiap orang atau Badan Usaha lainnya yang terlibat dalam penanganan barang
berbahaya di pelabuhan.

Bagian Kedua
Laboratorium Pengujian

Pasal

(1) Direktur Jenderal menunjuk dan mengesahkan laboratorium yang melakukan pengujian
kemasan dan pengujian barang yang diduga mengandung unsur bahaya serta pengujian
barang dalam rangka pengecualian berdasarkan dengan IMDG Code.
(2) Untuk mendapatkan persetujuan laboratorium yang melakukan pengujian yang dimaksud
dalam ayat (1), Laboratorium wajib :
a) Mengajukan surat permohonan kepada Direktur Jenderal;
b) Melampirkan persyaratan dokumen sebagai berikut :
1) Akte pendirian perusahaan yang berbadan hukum Indonesia;
2) sertifikat personil yang melaksanakan pengujian Laboratorium;
3) Akreditasi dari Badan Akreditasi Nasional.
c) Telah terverifikasi kesesuaian persyaratan oleh Direktorat Jenderal.
(3) Penunjukan dan pengesahan laboratorium berlaku tidak lebih dari 5 (lima) tahun dan
dapat diperpanjang setelah melaksanakan verifikasi.
(4) Laboratorium wajib melaksanakan verifikasi antara (intermediate) setiap 30 (tiga puluh)
bulan dilaksanakan oleh Inspector Barang Berbahaya (Dangerous Goods) dengan
mengajukan surat permohonan kepada Direktur Jenderal;
(5) Dalam keadaan tertentu Inspector Barang Berbahaya (Dangerous Goods) dapat
melakukan verifikasi terhadap laboratorium;
(6) Direktur Jenderal memberikan sanksi adiministratif berupa pencabutan penunjukan dan
pengesahan terhadap laboratorium yang tidak mengikuti ketentuan yang berlaku.

Pasal

(1) Setiap orang yang melaksanakan dalam kegiatan pengujian beserta petugas pendukung
lainnya wajib mendapat pengesahan dari Direktur Jenderal.
(2) Laboratorium dalam melaksanakan pengujian wajib melaporkan hasilnya kepada Direktur
Jenderal selaku Competent Authority (CA).
(3) Laboratorium sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), setelah mendapatkan hasil
pengujian wajib menerbitkan lembar data keselamatan bahan (MSDS / Material Safety
Data Sheet).
(4) Laboratorium harus memenuhi standar peralatan dan prosedur pengujian Internasional
yang diakui oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa.
(5) Laboratorium yang ditunjuk adalah laboratorium yang telah mendapat Akreditasi (Komite
Akreditasi Nasional).

Anda mungkin juga menyukai