Kalian melakukan amar ma’ruf dan nahi mungkar, serta beriman kepada
Allah. Q.S. Ali Imrân: 110
Ia adalah umat penggenggam risalah yang bersifat rabbani, manusiawi,
bermoral, dan universal yang terangkum dalam dua hal:
Pertama, keimanan kepada Allah semata. Ini mencakup tiga unsur fundamental:
(1) hanya bertuhan kepada Allah; (2) hanya berlindung kepada Allah, serta (3)
hanya berhukum kepada Allah. Ia merupakan tiga unsur tauhid yang menjadi
landasan akidah pada seluruh madzhab Islam.
Kedua, ia menyeru manusia kepada kebenaran, kebaikan, dan contoh mulia di
mana Alquran melukiskannya dengan amar ma’ruf dan nahi mungkar. Ma’ruf
adalah satu kata yang mencakup segala makna kebenaran dalam hal akidah,
kejujuran dalam berbicara, kelurusan pandangan, serta kebaikan dalam tindakan.
Sementara, kata mungkar bermakna sebaliknya. Ia mencakup keyakinan yang
batil, ucapan dusta, pandangan keliru, perbuatan jahat, dan sikap yang
menyimpang.
Umat dituntut untuk melaksanakan tugas tersebut sehingga mereka bisa meluruskan sesuatu
yang bengkok, serta memperbaiki apa yang rusak dari segala persoalan hidup. Allah befirman,
Hendaknya ada segolongan orang dari kalian yang menyeru kepada kebaikan, menyuruh
kepada yang ma’ruf, serta melarang kemungkaran. Mereka itulah orang yang beruntung
(Q.S. Ali Imrân: 104)
Dalam perjalanan sejarahnya umat ini menghadapi banyak ujian, cobaan, fitnah, dan serangan,
entah dari Timur seperti pasukan Mongol atau dari Barat seperti pasukan salib. Semua itu
nyaris melenyapkan eksistensinya. Namun dengan cepat Allah memunculkan sejumlah tokoh
yang membelanya seperti Imaduddin, Nuruddin, dan Sholahuddin. Mereka menghidupkan
umat ini kembali dari kematian, serta menyatukannya dari yang tadinya berserakan. Maka,
umat inipun memiliki vitalitas dan kekuatan, mampu mengusir para agresor, dan kembali ke
dalam kancah kehidupan.
Saat ini umat Islam menghadapi berbagai serangan dengan format baru.
Umat ini hendak dirubah dari dalam lewat tangan para pemeluknya
sendiri dengan cara merubah identitasnya, akidahnya, serta
pandangannya terhadap agama, kehidupan, individu, masyarakat,
makhluk, Khaliq, dunia, akhirat, manusia, dan alam semesta.
Umat tidak dapat melawan sang thogut baru ini kecuali dengan
berpegang kepada tali Tuhan yang tidak pernah lekang; yaitu tali Islam,
seraya mengucap seperti yang dikatakan Umar ibn al-Khattab,
“Tadinya kita adalah kaum yang paling hina. Kemudian Allah
muliakan kita dengan Islam. Maka kalau kita mencari kemuliaan
dengan selainnya, niscaya Allah menghinakan kita.”
Ia juga harus berpegang kepada ucapan Anas ibn Mâlik, “Generasi
akhir umat ini tidak akan menjadi baik kecuali dengan sesuatu yang
menjadikan generasi pertama baik.” Tidaklah generasi pertama berada
dalam kebaikan kecuali dengan berpegang kepada kitab Allah dan
sunnah Rasul saw. Kemudian yang harus menjadi semboyannya adalah,
Seluruh nikmat yang ada pada kalian berasal dari Allah. Q.S. al-Nahl:
53
Kebaikan tentu saja dicintai. Demikian pula dengan nikmat dan
Pemiliknya.
Makna kalimat ”tiada Tuhan selain Allah” adalah menolak ketundukan dan
pengabdian kepada seluruh kekuasaan selain kekuasaan-Nya, semua
hukum selain hukum-Nya, setiap perintah selain perintah-Nya, serta hanya
menunjukkan loyalitas dan cinta kepada-Nya.
Kalimat yang baik ini sama seperti pohon yang baik yang akarnya kokoh
dan cabangnya menjulang ke langit di mana ia menghasilkan buah setiap
waktu dengan ijin Tuhannya.
Di antara buahnya yang paling nikmat adalah merdekanya pikiran dan
perasaan dari rasa takut dan tunduk kepada siapapun; merdeka dari segala
bentuk kesombongan dan kelaliman; merasa sama dengan yang lain tanpa
ada yang menjadi Tuhan bagi lainnya. Bahkan, pada dasarnya mereka
bersaudara dengan berasal dari ayah dan ibu yang sama.
Karena itu, seluruh surat Rasul saw. kepada para kaisar dan pimpinan
yang berasal dari ahlul kitab ditutup dengan ayat berikut,
”Seluruh bumi dijadikan untukku sebagai masjid yang suci. Karena itu, siapapun dari
umatku yang kedatangan waktu salat, hendaknya ia salat”.
H.R. al-Bukhârî, Abi Dawud, dan Ahmad
Imam dalam shalat adalah pemimpin, bukan orang suci. Setiap muslim
bisa saja menjadi imam selama memenuhi syarat-syarat agama.
Setiap muslim bisa menjalankan berbagai kewajibannya tanpa
perantara. Sangkaan manusia akan keharusan adanya pembimbing
dalam haji misalnya sama sekali tidak mempunyai landasan dalam
agama. Dalam haji tidak ada sesuatu yang mengharuskan keberadaan
pembimbing. Cukuplah seorang muslim memperlajari bagaimana cara
menunaikan ibadahnya sehingga bisa menunaikan seperti yang Allah
perintahkan.
Kalaupun ada di antara kaum muslim yang melakukan dosa kecil atau
dosa besar, Allah berikan untuknya sejumlah hal yang bisa menjadi
pembersih dan penghapusnya. Entah itu wudhu, shalat, puasa, sedekah,
zikir, ujian dan cobaan yang menimpa, serta istigfar dan tobat. Ia tidak
membutuhkan keberadaan orang suci guna yang mengakui dosa di
hadapannya seraya memintanya untuk menjadi perantara baginya di
sisi Allah.
Tidak ada yang dapat memberi keterangan kepadamu seperti yang diberikan oleh yang Maha Mengetahui.
Q.S. Fâthir: 14
Maka, bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui. Q.S. al-Nahl: 43
Setiap muslim kalau ia mau bisa menjadi ulama agama dengan cara belajar dan mengambil spesialisasi; bukan
dengan pewarisan, dengan gelar, pakaian, dan monopoli.
Islam menolak adanya pemilahan ilmu kepada yang bersifat agama dan bukan agama. Sehingga tidak ada
keterpisahan antara manusia, pengajaran, hukum, dan lembaga. Semuanya harus dalam rangka memperjuangkan
Islam.
Prinsip ke 03
Keimanan terhadap Hari Akhir
Kita beriman bahwa kematian bukan akhir perjalanan dan bahwa manusia
diciptakan untuk kekal selamanya. Akan tetapi, kematian memindahkan manusia
dari satu tempat ke tempat lain; dari negeri ujian ke negeri balasan. Hari ini adalah
kerja tidak ada hisab. Sementara, esok adalah hisab tidak ada kerja. Di akhirat
seluruh jiwa diberi balasan sesuai dengan amal yang ia lakukan dan abadi menurut
amal yang telah dikerjakan.
Pada hari itu manusia ke luar dari kuburnya dalam keadaan bermacam-macam,
supaya diperlihatkan kepada mereka (balasan) pekerjaan mereka. Barangsiapa
yang mengerjakan kebaikan meski seberat biji atom, niscaya dia akan melihat
(balasan)nya. Serta barangsiapa yang mengerjakan kejahatan meski sebesar biji
atom, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula Q.S. al-Zalzalah: 6-8.
Risalah Islam yang menjadikan masalah kebangkitan sebagai salah satu
tema utama Alquran sekaligus mendebat kaum musyrikin yang
mengingkari keberadaannya. Alquran menjelaskan kepada mereka
bahwa Allah adalah:
Siapa yang mengerjakan amal saleh maka (pahalanya) untuk dirinya sendiri. Dan siapa
yang mengerjakan perbuatan jahat, maka (dosanya) untuk dirinya sendiri. Sekali-kali
Rabb-mu tidak pernah berbuat aniaya kepada para hamba.
Q.S. Fushshilat: 46.
Siapa yang berbuat sesuai dengan petunjuk (Allah), maka hal itu untuk
(keselamatan) dirinya sendiri. Dan siapa yang sesat sesungguhnya ia
akan merugi sendiri. Seorang yang berdosa tidak memikul dosa orang
lain. Q.S. al-Isrâ: 15.
Tiada yang dapat memberi syafaat di sisi Allah kecuali dengan ijin-Nya.
Q.S. al-Baqarah: 255.
Alquran menegaskan bahwa syafaat hanya diberikan sesudah Allah memberikan ijin.
Sementara, tidak ada seorang malaikat atau rasulpun yang bisa memaksa-Nya untuk
memberikan syafaat.
Juga telah digariskan bahwa syafaat tidak diberikan kepada setiap orang. Siapa yang
mati dalam kondisi menyekutukan Allah dan mengingkari-Nya, Allah tidak akan
mengijinkan seorangpun untuk memberikan syafaat padanya. Meskipun ada yang
memberinya syafaat, maka syafaat tersebut tertolak. Pasalnya, syafaat hanya berguna
bagi kalangan beriman dan bertauhid yang melakukan kesalahan.
Di akhirat catatan amal akan dihamparkan, timbangan akan ditegakkan sehingga setiap
orang bisa membaca kitab miliknya,
Bacalah kitabmu! Cukuplah dirimu sendiri pada waktu ini sebagai penghisab atasmu
Dan diletakkanlah kitab. Lalu kamu akan melihat orang-orang
bersalah ketakutan terhadap isinya. Mereka berkata, “Sungguh celaka
kami. Kitab apakah ini yang tidak meninggalkan yang kecil dan tidak
(pula) yang besar, melainkan ia mencatat semuanya?!” Mereka melihat
seluruh amal yang telah mereka kerjakan ada di dalamnya. Tuhanmu
tidak pernah berbuat aniaya terhadap siapapun.
Q.S. al-Kahfi: 49.
Pada hari ketika tiap-tiap diri mendapati segala kebajikan dihadirkan di
hadapannya. Begitu (juga) kejahatan yang telah dikerjakan. Ia ingin
kalau kiranya antara ia dan hari itu ada masa yang jauh. Q.S. Ali Imran:
30.
Kami akan memasang timbangan yang adil pada hari kiamat. Maka, tidak ada yang dirugikan
barang sedikitpun. Jika (amalan itu) hanya seberat biji sawi sekalipun pasti Kami
mendatangkan pahalanya. Cukuplah Kami sebagai pembuat perhitungan. Q.S. al-Anbiyâ: 47.
Lalu, situasi ini berakhir dengan terbaginya manusia menjadi tiga kelompok:
• Kelompok cekatan yang berada dekat dengan-Nya.
• Kelompok kanan.
• Kelompok kiri.
Inilah yang Allah sebutkan dalam surat al-wâqi’ah,
Adapun jika dia termasuk orang-orang yang didekatkan (kepada Allah)
maka dia memperoleh ketenteraman dan rizki serta sorga yang penuh
dengan kenikmatan. Jika dia termasuk golongan kanan, maka
keselamatanlah bagimu karena kamu dari golongan kanan. Adapun
jika dia termasuk golongan yang mendustakan lagi sesat maka dia
mendapat hidangan air yang mendidih, dan dibakar di dalam
jahannam.Sesungguhnya (yang disebutkan ini) adalah suatu keyakinan
yang benar. Q.S. al-Sajadah: 17
Prinsip ke 20
ISLAM DAN PERADABAN
Kita meyakini bahwa peradaban Islam adalah peradaban yang
menghubungkan antara bumi dan langit, mengikat antara nilai-nilai
ketuhanan dan kemanusiaan. Kemurnian Islam dan spirit modernitas
tampak di dalamnya. Terhimpun pula di dalamnya antara ilmu dan
iman, serta antara kebenaran dan kekuatan. Di sana terdapat
keseimbangan antara materialistik dan ketinggian akhlak. Di
dalamnya terjadi persaudaraan antara akal dan wahyu.
Sebuah peradaban yang menonjolkan nilai-nilai dan karakter Islam.
Di dalamnya bersatu padu antara tujuan dan manhaj Islam dalam
membina individu, membentuk keluarga, mengokohkan masyarakat,
mendirikan negara, dan menuntun manusia ke jalan yang lurus.
Sebuah peradaban yang berbeda dengan peradaban
komunis materialistis dan ateis. Juga ia berbeda
dengan peradaban kapitalis oportunis sekuler. Sebuah
peradaban yang tidak condong ke kanan dan kiri.
Akan tetapi, ia adalah peradaban yang condong
kepada Islam semata. Kepada Islam ia bersandar,
bergantung, dan menuju. Dengan Islam ia bergerak
dan bertolak. Serta, dalam Islam ia muncul dan
nampak.
Dengan segala keistimewaannya, ia yakin mampu berinteraksi dengan
berbagai kebudayaan, berdialog dengan berbagai peradaban yang ada,
berkenalan dengan bangsa-bangsa lain, serta menjalin persaudaraan
dengan orang lain di manapun mereka berada. Allah befirman.