Anda di halaman 1dari 51

Prinsip ke 01

IDENTITAS DAN KARAKTERISTIK UMAT ISLAM


Umat Islam adalah umat yang moderat. Hal ini sebagaimana yang
Allah gambarkan dalam Alquran,

Demikianlah Kami telah menjadikan kalian (umat Islam) umat yang


moderat agar kalian menjadi saksi atas (perbuatan) manusia (Q.S.
al-Baqarah: 143)
Ia adalah umat penggenggam akidah dan risalah; bukan umat
rasisme yang berafiliasi kepada suku bangsa dan ras tertentu;
bukan umat yang dibatasi oleh ruang lingkup teritorial yang
berafiliasi kepada negara atau wilayah tertentu entah di Barat
atau di Timur; serta bukan pula umat yang dibatasi oleh
bahasa dengan berafiliasi kepada bahasa tertentu.
Akan tetapi, ia adalah umat yang berskala global yang meski
berbeda suku bangsa, tanah air, bahasa, dan ras, namun
disatukan oleh akidah, syariah, nilai, dan kiblat yang sama.
Walaupun bahasa umat ini berbeda sesuai dengan daerahnya,
namun ia memiliki satu bahasa bersama; yaitu bahasa Arab.
Bahasa Arab menjadi bahasa komunikasi  antar kaum
muslimin. Ia merupakan bahasa ibadah dan kebudayaan
Islam. Ia juga merupakan bahasa peradaban Islam yang
dikuasai secara baik oleh sejumlah orang cerdas yang
sebagian besarnya berasal dari luar Arab.
Dalam tubuh umat ini terdapat bangsa Arab dan non-Arab,
kulit putih dan hitam, orang Barat dan Timur, orang Afrika,
Eropa, Asia, Amerika, dan Australia. Mereka semua
disatukan oleh Islam di atas kalimat yang sama. Seluruh
perbedaan yang ada di antara mereka; entah itu ras, warna
kulit, bahasa, teritorial, atau status sosial telah lebur.
Seluruhnya menjadi satu umat yang diikat oleh persaudaraan
mendalam berdasarkan keimanan kepada Tuhan, kitab suci,
rasul, dan konsep yang sama yang menghimpun
keseluruhannya sekaligus menguatkan ikatannya. Allah
befirman,
Jalanku ini adalah jalan yang lurus. Karena itu, ikutilah ia. Jangan kalian mengikuti
jalan-jalan yang lain sebab akan membuat kalian menyimpang dari jalan-Nya. (Q.S. al-
An’âm: 153).
Islam membolehkan seseorang mencintai tanah air dan negaranya serta merasa bangga
dengannya selama hal itu tidak bertentangan dengan kecintaan dan kebanggaannya
terhadap agama serta tidak menghambat terwujudnya persatuan umat Islam. Islam selalu
terbuka bagi seluruh ikatan kemanusiaan entah itu berupa kebangsaan, nasionalisme,
ataupun yang lain. Persoalan baru muncul ketika substansi ikatan kemanusiaan tadi
bertentangan dengan Islam atau ketika ia sudah mengarah kepada sikap fanatisme
kelompok.
Rasulullah saw. berhasil membangun umat ini sebagaimana yang Allah
gambarkan dalam Alquran,
Umat terbaik yang dikeluarkan bagi manusia.(Q.S. Ali Imrân: 110.)
Ia adalah umat yang tidak lahir untuk kepentingan dirinya sendiri. Akan
tetapi, ia dimunculkan untuk manusia, untuk memberi manfaat, untuk
memberi petunjuk, serta untuk membahagiakan umat manusia. Kebaikan
umat ini terletak pada gambaran Allah sebagai berikut,

Kalian melakukan amar ma’ruf dan nahi mungkar, serta beriman kepada
Allah. Q.S. Ali Imrân: 110
Ia adalah umat penggenggam risalah yang bersifat rabbani, manusiawi,
bermoral, dan universal yang terangkum dalam dua hal:
Pertama, keimanan kepada Allah semata. Ini mencakup tiga unsur fundamental:
(1) hanya bertuhan kepada Allah; (2) hanya berlindung kepada Allah, serta (3)
hanya berhukum kepada Allah. Ia merupakan tiga unsur tauhid yang menjadi
landasan akidah pada seluruh madzhab Islam.
Kedua, ia menyeru manusia kepada kebenaran, kebaikan, dan contoh mulia di
mana Alquran melukiskannya dengan amar ma’ruf dan nahi mungkar. Ma’ruf
adalah satu kata yang mencakup segala makna kebenaran dalam hal akidah,
kejujuran dalam berbicara, kelurusan pandangan, serta kebaikan dalam tindakan.
Sementara, kata mungkar bermakna sebaliknya. Ia mencakup keyakinan yang
batil, ucapan dusta, pandangan keliru, perbuatan jahat, dan sikap yang
menyimpang.
Umat dituntut untuk melaksanakan tugas tersebut sehingga mereka bisa meluruskan sesuatu
yang bengkok, serta memperbaiki apa yang rusak dari segala persoalan hidup. Allah befirman,

Hendaknya ada segolongan orang dari kalian yang menyeru kepada kebaikan, menyuruh
kepada yang ma’ruf, serta melarang kemungkaran. Mereka itulah orang yang beruntung
(Q.S. Ali Imrân: 104)
Dalam perjalanan sejarahnya umat ini menghadapi banyak ujian, cobaan, fitnah, dan serangan,
entah dari Timur seperti pasukan Mongol atau dari Barat seperti pasukan salib. Semua itu
nyaris melenyapkan eksistensinya. Namun dengan cepat Allah memunculkan sejumlah tokoh
yang membelanya seperti Imaduddin, Nuruddin, dan Sholahuddin. Mereka menghidupkan
umat ini kembali dari kematian, serta menyatukannya dari yang tadinya berserakan. Maka,
umat inipun memiliki vitalitas dan kekuatan, mampu mengusir para agresor, dan kembali ke
dalam kancah kehidupan.
Saat ini umat Islam menghadapi berbagai serangan dengan format baru.
Umat ini hendak dirubah dari dalam lewat tangan para pemeluknya
sendiri dengan cara merubah identitasnya, akidahnya, serta
pandangannya terhadap agama, kehidupan, individu, masyarakat,
makhluk, Khaliq, dunia, akhirat, manusia, dan alam semesta.
Umat tidak dapat melawan sang thogut baru ini kecuali dengan
berpegang kepada tali Tuhan yang tidak pernah lekang; yaitu tali Islam,
seraya mengucap seperti yang dikatakan Umar ibn al-Khattab,
“Tadinya kita adalah kaum yang paling hina. Kemudian Allah
muliakan kita dengan Islam. Maka kalau kita mencari kemuliaan
dengan selainnya, niscaya Allah menghinakan kita.”
Ia juga harus berpegang kepada ucapan Anas ibn Mâlik, “Generasi
akhir umat ini tidak akan menjadi baik kecuali dengan sesuatu yang
menjadikan generasi pertama baik.” Tidaklah generasi pertama berada
dalam kebaikan kecuali dengan berpegang kepada kitab Allah dan
sunnah Rasul saw. Kemudian yang harus menjadi semboyannya adalah,

Berpeganglah kalian semua kepada tali Allah dan jangan berpecah


belah!
Q.S. Ali Imrân: 103
Prinsip ke 02
UMAT YANG BERIMAN KEPADA ALLAH YANG
SATU
Landasan pertama di mana umat tegak di atasnya dan dengannya
adalah akidah Islam.
APA ITU AQIDAH ?
Yang sering didengar oleh tholabul ilm adalah kata-kata Manhaj,
Aqidah dan Tauhid.  Ada yang mau mencoba menjawab
Karena itu, tugas umat ini adalah menanamkan akidah, memeliharanya,
mengokohkannya, melindunginya, serta membentangkan cahayanya ke
seluruh penjuru dunia.
Akidah Islam tercermin dalam keimanan kepada Allah, malaikat, kitab
suci, para rasul, dan hari akhir.
Rasul telah beriman kepada Alquran yang diturunkan kepadanya dari
Tuhan. Demikian pula orang-orang yang beriman, semuanya beriman
kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan rasul-rasul-
Nya. (Mereka berkata), “Kami tidak membeda-bedakan antara seorang
rasul dengan rasul-rasul-Nya yang lain.” Mereka juga berkata, “Kami
mendengar dan kami taat.” (Mereka berdoa), “Ampunilah kami wahai
Tuhan kami dan kepada Engkaulah tempat kembali.” Q.S. al-Baqarah:
285
Ia adalah akidah yang membangun bukan menghancurkan serta
menyatukan bukan memecah belah. Pasalnya, ia tegak di atas
peninggalan seluruh risalah Tuhan dan tegak di atas keimanan pada
seluruh rasul-Nya.
Kami tidak membeda-bedakan antara seorang rasul dengan yang rasul-
rasul-Nya yang lain.

Barangsiapa yang kafir kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-


kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari kemudian, sesungguhnya orang
itu telah sesat sejauh-jauhnya. Q.S. al-Nisâ: 136
As-Sunnah menambah kelima rukun iman yang terdapat dalam Alquran
dengan iman kepada qadar. Ia termasuk dalam aspek keimanan kepada
Allah Swt. karena terkait dengan ilmu, kehendak, dan kekuasaan-Nya.
Seluruh yang terjadi di alam ini terwujud dengan takdir dan pengaturan
Allah; bukan terjadi begitu saja.

Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut ketentuan


yang telah ditetepkan. Q.S. al-Qamar: 49
Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada
dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam Kitab (Lauhul Mahfuzh)
sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu
adalah mudah bagi Allah. (Kami jelaskan yang demikian itu) supaya
kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan
supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya
kepadamu. Q.S. al-Hadîd: 23
Akidah ini memiliki simbol yang merangkumnya atau lambang yang
menjadi penjelasan darinya. Yaitu syahadat kesaksian bahwa tiada Tuhan
selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah.
Akidah ini mencerminkan sudut pandang kaum muslimin terhadap dunia,
Tuhan, materi, alam immateri, kehidupan, apa yang ada di balik
kehidupan, alam kasat mata, dan alam yang tak terlihat oleh mata.
Dengan kata lain, ia merupakan sudut pandang kaum muslimin terhadap
Khalik dan makhluk, dunia dan akhirat, serta alam nyata dan alam gaib.
Siapa yang tidak mengenal hakikat ini di dunia, tirainya akan tersingkap
di akhirat. Ia akan melihatnya secara jelas sejelas mentari di waktu dhuha.
Tidak ada seorangpun di langit dan di bumi, kecuali akan datang
kepada Tuhan Yang Maha Pemurah sebagai seorang hamba. Allah
telah menentukan jumlah mereka dan menghitung mereka dengan
hitungan yang teliti. Tiap-tiap mereka akan datang kepada Allah pada
hari kiamat dengan sendiri-sendiri.
Q.S. Maryam: 93-95
Inilah pengertian dari tiada Tuhan selain Allah. Artinya, tidak ada yang
layak disembah selain-Nya. Ketundukan hanya tertuju kepada-Nya.

Hanya Engkaulah yang kami sembah dan hanya kepada Engkaulah


kami meminta pertolongan. Q.S. al-Fatihah: 5
Hanya kepada-Nya kepala ini tunduk, kepada keagungan-Nya kening
ini bersujud, dengan memuji-Nya lisan ini bertasbih, dan kepada
hukum-Nya hati, akal, dan tubuh taat serta patuh.
Hanya kepada-Nya seluruh hati tertuju dengan penuh cinta. Hanya Dia
yang Maha Sempurna. Kesempurnaan tentu saja dicintai demikian pula
dengan Pemiliknya. Dia adalah sumber segala keindahan. Seluruh
keindahan yang terdapat di alam ini adalah berasal dari-Nya.
Keindahan tentu saja dicintai demikian pula dengan Pemiliknya. Dia
pemberi seluruh nikmat dan sumber segala kebaikan.

Seluruh nikmat yang ada pada kalian berasal dari Allah. Q.S. al-Nahl:
53
Kebaikan tentu saja dicintai. Demikian pula dengan nikmat dan
Pemiliknya.
Makna kalimat ”tiada Tuhan selain Allah” adalah menolak ketundukan dan
pengabdian kepada seluruh kekuasaan selain kekuasaan-Nya, semua
hukum selain hukum-Nya, setiap perintah selain perintah-Nya, serta hanya
menunjukkan loyalitas dan cinta kepada-Nya.
Kalimat yang baik ini sama seperti pohon yang baik yang akarnya kokoh
dan cabangnya menjulang ke langit di mana ia menghasilkan buah setiap
waktu dengan ijin Tuhannya.
Di antara buahnya yang paling nikmat adalah merdekanya pikiran dan
perasaan dari rasa takut dan tunduk kepada siapapun; merdeka dari segala
bentuk kesombongan dan kelaliman; merasa sama dengan yang lain tanpa
ada yang menjadi Tuhan bagi lainnya. Bahkan, pada dasarnya mereka
bersaudara dengan berasal dari ayah dan ibu yang sama.
Karena itu, seluruh surat Rasul saw. kepada para kaisar dan pimpinan
yang berasal dari ahlul kitab ditutup dengan ayat berikut,

Katakanlah, “Wahai ahlul kitab, marilah (berpegang) kepada suatu


kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kalian,
bahwa kita tidak menyembah kecuali Allah; kita tidak mempersekutukan
Dia dengan sesuatupun; serta tidak (pula) sebagian kita menjadikan
sebagian yang lain sebagai Tuhan selain Allah. Q.S. Ali Imrân: 64
Kita meyakini bahwa Islam tidak mengenal adanya perdukunan dan golongan dukun
yang memonopoli agama, mengendalikan jiwa, dan menutup pintu Allah di hadapan
manusia kecuali lewat jalur mereka di mana larangan dan pengampunan bersumber
dari mereka. Sementara, dalam Islam setiap orang menjadi pimpinan bagi agama
mereka. Seseorang tidak membutuhkan perantara antara diri dan Tuhannya. Dia lebih
dekat kepadanya daripada urat nadi. Setiap muslim dapat melaksanakan salat dan
kewajibannya kepada Tuhan di tempat manapun juga sebagaimana sabda Rasul saw.,

”Seluruh bumi dijadikan untukku sebagai masjid yang suci. Karena itu, siapapun dari
umatku yang kedatangan waktu salat, hendaknya ia salat”.
H.R. al-Bukhârî,  Abi Dawud, dan Ahmad
Imam dalam shalat adalah pemimpin, bukan orang suci. Setiap muslim
bisa saja menjadi imam selama memenuhi syarat-syarat agama.
Setiap muslim bisa menjalankan berbagai kewajibannya tanpa
perantara. Sangkaan manusia akan keharusan adanya pembimbing
dalam haji misalnya sama sekali tidak mempunyai landasan dalam
agama. Dalam haji tidak ada sesuatu yang mengharuskan keberadaan
pembimbing. Cukuplah seorang muslim memperlajari bagaimana cara
menunaikan ibadahnya sehingga bisa menunaikan seperti yang Allah
perintahkan.
Kalaupun ada di antara kaum muslim yang melakukan dosa kecil atau
dosa besar, Allah berikan untuknya sejumlah hal yang bisa menjadi
pembersih dan penghapusnya. Entah itu wudhu, shalat, puasa, sedekah,
zikir, ujian dan cobaan yang menimpa, serta istigfar dan tobat. Ia tidak
membutuhkan keberadaan orang suci guna yang mengakui dosa di
hadapannya seraya memintanya untuk menjadi perantara baginya di 
sisi Allah.

Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka


(jawablah), bahwa Aku adalah dekat. Q.S. al-Baqarah: 186
Katakanlah, “Wahai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas
terhadap diri mereka sendiri, janganlah kalian berputus asa dari
rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni semua dosa. Dia-lah
yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
Q.S. al-Zumar: 53
Ulama agama dalam Islam adalah pewaris nabi sekaligus pimpinan
umat. Mereka merupakan para ahli dalam bidang spesialisasi mereka
yang menjadi rujukan sebagaimana para pemilik ilmu lain.
Maka tanyakanlah (tentang Allah) kepada yang lebih mengetahui (Muhammad) tentang Dia. Q.S. al-Furqân: 59

Tidak ada yang dapat memberi keterangan kepadamu seperti yang diberikan oleh yang Maha Mengetahui.
Q.S. Fâthir: 14

Maka, bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui. Q.S. al-Nahl: 43
Setiap muslim kalau ia mau bisa menjadi ulama agama dengan cara belajar dan mengambil spesialisasi; bukan
dengan pewarisan, dengan gelar, pakaian, dan monopoli.
Islam menolak adanya pemilahan ilmu kepada yang bersifat agama dan bukan agama. Sehingga tidak ada
keterpisahan antara manusia, pengajaran, hukum, dan lembaga. Semuanya harus dalam rangka memperjuangkan
Islam.
Prinsip ke 03
Keimanan terhadap Hari Akhir
Kita beriman bahwa kematian bukan akhir perjalanan dan bahwa manusia
diciptakan untuk kekal selamanya. Akan tetapi, kematian memindahkan manusia
dari satu tempat ke tempat lain; dari negeri ujian ke negeri balasan. Hari ini adalah
kerja tidak ada hisab. Sementara, esok adalah hisab tidak ada kerja. Di akhirat
seluruh jiwa diberi balasan sesuai dengan amal yang ia lakukan dan abadi menurut
amal yang telah dikerjakan.

Pada hari itu manusia ke luar dari kuburnya dalam keadaan bermacam-macam,
supaya diperlihatkan kepada mereka (balasan) pekerjaan mereka. Barangsiapa
yang mengerjakan kebaikan meski  seberat biji atom, niscaya dia akan melihat
(balasan)nya. Serta barangsiapa yang mengerjakan kejahatan meski sebesar biji
atom, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula Q.S. al-Zalzalah: 6-8.
Risalah Islam yang menjadikan masalah kebangkitan sebagai salah satu
tema utama Alquran sekaligus mendebat kaum musyrikin yang
mengingkari keberadaannya. Alquran menjelaskan kepada mereka
bahwa Allah adalah:

Dialah yang menciptakan (manusia) dari permulaan kemudian


mengembalikan (menghidupkan)nya kembali. Menghidupkan kembali
adalah lebih mudah bagi-Nya.
Q.S. al-Rûm: 27
Alquran memandang bahwa penciptaan manusia akan menjadi sia-sia tanpa tujuan
dan hikmah jika ia tidak dibangkitkan lagi setelah mati guna mendapatkan balasan
yang setimpal. Inilah sangkaan kaum materialis atau atheis yang berkata, ”Kami
mati dan hidup tanpa ada yang membinasakan kami kecuali perjalanan masa.
Manusia dilahirkan oleh rahim dan ditelan oleh bumi. Tidak ada lagi selain itu.”
Betapa hina dan naifnya kehidupan jika berakhir semacam itu.
Alquran membantah kaum musyrikin yang mengingkari hari kebangkitan di mana
dengan sombong mereka meminta agar Allah menghidupkan tulang-belulang yang
telah hancur. Alquran juga membantah mereka yang tidak memahami keadilan dan
kebijaksanaan-Nya dengan menyangka bahwa lembaran kehidupan ini akan segera
dilipat sementara orang yang baik tidak mendapat balasan kebaikannya dan orang
jahat tidak mendapat balasan dari kejahatannya. Seolah-olah tidak ada Tuhan yang
mengatur alam ini. 
Di samping itu, Alquran membantah orang-orang yang mengira bahwa di akhirat nanti
akan berguna syafaat sejumlah orang yang bisa memberikan syafaat dan syafaat orang-
orang yang dengan pengaruhnya bisa menggugurkan prinsip keadilan. Alquran
membantah  bahwa sejumlah orang yang melakukan berbagai kezaliman dan dosa bisa
diberi syafaat oleh tuhan-tuhan yang mereka sembah selain Allah, atau oleh para dukun
yang dijadikan sebagai perantara antara mereka dan Tuhan. Begitulah sangkaan kaum
musyrikin dan sangkaan sebagian ahlul kitab. Alquran menyanggah semua klaim palsu
tersebut dengan tegas dan jelas,

Siapa yang mengerjakan amal  saleh maka (pahalanya) untuk dirinya sendiri.  Dan siapa
yang mengerjakan perbuatan jahat, maka (dosanya) untuk dirinya sendiri. Sekali-kali
Rabb-mu tidak pernah berbuat aniaya kepada para hamba.
Q.S. Fushshilat: 46.
Siapa yang berbuat sesuai dengan petunjuk (Allah), maka hal itu untuk
(keselamatan) dirinya sendiri. Dan siapa yang sesat sesungguhnya ia
akan merugi sendiri. Seorang yang berdosa tidak memikul dosa orang
lain. Q.S. al-Isrâ: 15.

Tiada yang dapat memberi syafaat di sisi Allah kecuali dengan ijin-Nya.
Q.S. al-Baqarah: 255.
Alquran menegaskan bahwa syafaat hanya diberikan sesudah Allah memberikan ijin.
Sementara, tidak ada seorang malaikat atau rasulpun yang bisa memaksa-Nya untuk
memberikan syafaat.
Juga telah digariskan bahwa syafaat tidak diberikan kepada setiap orang. Siapa yang
mati dalam kondisi menyekutukan Allah dan mengingkari-Nya, Allah tidak akan
mengijinkan seorangpun untuk memberikan syafaat padanya. Meskipun ada yang
memberinya syafaat, maka syafaat tersebut tertolak. Pasalnya, syafaat hanya berguna
bagi kalangan beriman dan bertauhid yang melakukan kesalahan.
Di akhirat catatan amal akan dihamparkan, timbangan akan ditegakkan sehingga setiap
orang bisa membaca kitab miliknya,

Bacalah kitabmu! Cukuplah dirimu sendiri pada waktu ini sebagai penghisab atasmu
Dan diletakkanlah kitab. Lalu kamu akan melihat orang-orang
bersalah ketakutan terhadap isinya. Mereka berkata, “Sungguh celaka
kami. Kitab apakah ini yang tidak meninggalkan yang kecil dan tidak
(pula) yang besar, melainkan ia mencatat semuanya?!” Mereka melihat
seluruh amal yang telah mereka kerjakan ada di dalamnya. Tuhanmu
tidak pernah berbuat aniaya terhadap siapapun.
Q.S. al-Kahfi: 49.
Pada hari ketika tiap-tiap diri mendapati segala kebajikan dihadirkan di
hadapannya. Begitu (juga) kejahatan yang telah dikerjakan. Ia ingin
kalau kiranya antara ia dan hari itu ada masa yang jauh. Q.S. Ali Imran:
30.

Inilah Kitab (catatan) kami yang menuturkan terhadapmu dengan benar


Q.S. al-Jâtsiyah: 28.
Demikianlah kitab catatan tersebut menuturkan tentang manusia lalu timbangan datang sebagai
pemutus perkara secara adil.

Kami akan memasang timbangan yang adil pada hari kiamat. Maka, tidak ada yang dirugikan
barang sedikitpun. Jika (amalan itu) hanya seberat biji sawi sekalipun pasti Kami
mendatangkan pahalanya. Cukuplah Kami sebagai pembuat perhitungan. Q.S. al-Anbiyâ: 47.
Lalu, situasi ini berakhir dengan terbaginya manusia menjadi tiga kelompok:
• Kelompok cekatan yang berada dekat dengan-Nya.
• Kelompok kanan.
• Kelompok kiri.
Inilah yang Allah sebutkan dalam surat al-wâqi’ah,
Adapun jika dia termasuk orang-orang yang didekatkan (kepada Allah)
maka dia memperoleh ketenteraman dan rizki serta sorga yang penuh
dengan kenikmatan. Jika dia termasuk golongan kanan, maka
keselamatanlah bagimu karena kamu dari golongan kanan. Adapun
jika dia termasuk golongan yang mendustakan lagi sesat maka dia
mendapat hidangan air yang mendidih, dan dibakar di dalam
jahannam.Sesungguhnya (yang disebutkan ini) adalah suatu keyakinan
yang benar. Q.S. al-Sajadah: 17
Prinsip ke 20
ISLAM DAN PERADABAN
Kita meyakini bahwa peradaban Islam adalah peradaban yang
menghubungkan antara  bumi dan langit, mengikat antara nilai-nilai
ketuhanan dan kemanusiaan. Kemurnian Islam dan spirit modernitas
tampak di dalamnya. Terhimpun pula di dalamnya antara ilmu dan
iman, serta antara kebenaran dan kekuatan. Di sana terdapat
keseimbangan antara materialistik dan ketinggian akhlak. Di
dalamnya terjadi persaudaraan antara akal dan wahyu.
Sebuah peradaban yang menonjolkan nilai-nilai dan karakter Islam.
Di dalamnya bersatu padu antara tujuan dan manhaj Islam dalam
membina individu, membentuk keluarga, mengokohkan masyarakat,
mendirikan negara, dan menuntun manusia ke jalan yang lurus.
Sebuah peradaban yang berbeda dengan peradaban
komunis materialistis dan ateis. Juga ia berbeda
dengan peradaban kapitalis oportunis sekuler. Sebuah
peradaban yang tidak  condong ke kanan dan kiri.
Akan tetapi, ia adalah peradaban yang condong
kepada Islam semata. Kepada Islam ia bersandar,
bergantung, dan menuju. Dengan Islam ia bergerak
dan bertolak. Serta, dalam Islam ia muncul dan
nampak.
Dengan segala keistimewaannya, ia yakin mampu berinteraksi dengan
berbagai kebudayaan, berdialog dengan berbagai peradaban yang ada,
berkenalan dengan bangsa-bangsa lain, serta menjalin persaudaraan
dengan orang lain di manapun mereka berada. Allah befirman.

Kami telah menjadikan kalian berbangsa-bangsa dan bersuku-suku


supaya kalian saling mengenal. (QS. Al-Hujurat ayat 13)
Akan tetapi, peradaban Islam enggan untuk lebur dengan
yang lain dan kehilangan jati diri. Oleh sebab itu, peradaban
Islam menolak segala bentuk perang kebudayaan,
perampasan peradaban, agresi pihak asing. Islam menentang
berbagai cara tersembunyi yang dipergunakan oleh musuh
pada era sekarang ini guna menghapus orisinalitas
peradaban Islam, menghilangkan karakteristiknya, serta
merusak aqidah Islam yang menjadi ciri utamanya atas
nama kebudayaan global. Ini adalah kolonialisme baru yang
tidak sesuai dengan agama.
Kita menolak peradaban Barat yang sekarang telah
menghegemoni, dimana sebagian pengikutnya cenderung
kepada:
1. Filsafat permisivisme yang tegak di atas prinsip kenikmatan,
dan kesenangan materi, tanpa menghiraukan masalah agama dan
akhlak. Dengan dasar pemikiran ini, peradaban Barat
membolehkan sesuatu yang diharamkan oleh agama-agama
langit, seperti zina dan penyimpangan seksual.
Kita menolak peradaban Barat yang sekarang telah
menghegemoni, dimana sebagian pengikutnya cenderung
kepada:
2. Fillsafat materialistik yang tidak meyakini kecuali yang
nampak dan konkret. Ia tidak meyakini hal gaib sehingga Allah
Swt tidak mendapat tempat dalam paradigma mereka. Hal ini
sebagaimana yang dikatakan oleh Leopold Fish (M. Asad),
”Selama Allah Swt gaib, persoalan hari pertemuan, hisab, dan
balasan-Nya di akhirat, tidak akan disebut dalam ilmu
pengetahuan dan kebudayaan mereka.”
Kita menolak peradaban Barat yang sekarang telah
menghegemoni, dimana sebagian pengikutnya cenderung
kepada:
3. Filsafat oportunisme yang mengingkari nilai-nilai luhur dan
akhlak-akhlak mulia. Falsafah ini berpendapat bahwa akhlak
bersifat relatif. Ia tidak komprehensif, tidak tetap, dan tidak abadi.
Sesuatu yang baik pada hari kemarin, boleh jadi buruk pada hari
ini. Sebaliknya, sesuatu yang hina pada hari ini, merupakan
sesuatu yang mulia di esok hari.
Kita menolak peradaban Barat yang sekarang telah
menghegemoni, dimana sebagian pengikutnya cenderung
kepada:
4. Konsep rasisme. Yaitu yang membedakan manusia karena jenis dan
warna kulit. Mereka berpendapat bahwa orang kulit putih adalah
pemimpin dunia. Bangsa eropa diciptakan untuk memimpin dan
menguasai, sementara bangsa-bangsa bumi yang lain tercipta untuk
dikuasai dan dipimpin. Konsep ini dibangun di atas teori kemuliaan
ras; bukan berdasarkan ilmu ataupun agama. Adapaun menurut Islam,
manusia adalah sama seperti gigi sisir, Tuhan mereka satu dan bapak
mereka satu.
Kita menolak peradaban Barat yang sekarang telah
menghegemoni, dimana sebagian pengikutnya cenderung
kepada:
5. Ini adalah bagian dan sekaligus merupakan buah dari rasisme. Yaitu ambisi untuk
menguasai dunia dan memonopoli bahan mentah untuk kepentingannya, menguasai
sumber alam dan potensi lainnya, serta mengurasnya demi untuk kemaslahatan
bangsanya. Oleh sebab itu terjadilah penjajahan masa lalu yang merampas dunia
untuk kepentingan Eropa. Sekarang muncul perjajahan baru yang berusaha
menundukkan seluruh dunia untuk kepentingan Amerika. Lebih-lebih dunia Islam
yang dijadikan musuh oleh Amerika sebagai pengganti dari Uni Soviet. Para filosof
ahli strategi yang menganut konsep benturan peradaban berkata, ”Peradaban Islam
adalah peradaban pertama yang bisa mengancam masa depan peradaban Barat.
Oleh sebab itu, wajib waspada dan berhati-hati kepadanya.”
Kita memandang bahwa Islam tidak ingin umatnya hanya
menyenandungkan peradaban masa lalunya yang bersinar. Akan
tetapi, mereka harus bekerja untuk mewujudkan peradaban modern,
dengan mengambil apa yang baik dari peradaban sekarang, dari
unsur ilmu pengetahuannya, teknologi, administrasi dan sistemnya,
sebagaimana Eropa dahulu mengambil dari peradaban kita. Karena
secara alami, ilmu bersifat universal, tidak berbeda lantaran
perbedaan agama, tanah, dan ras. Akan tetapi peradabanlah yang
berbeda sesuai dengan perbedaan bangsa, agama, peninggalan, dan
filsafatnya dalam kehidupan.
Peradaban Islam saat ini melakukan berbagai kreasi dan
penemuan dengan bertolak dari pengetahuan dan budaya
Islam yang bersandar kepada akal manusia dengan dibimbing
oleh petunjuk Ilahi. Karena itu, ia memberikan corak
kehidupan baru bagi manusia, mewujudkan kebahagiaan di
dunia dengan maknanya yang luas, membantu manusia untuk
menjalankan misi dan kepentingannya, serta memberikan
kontribusi bersama yang lain dalam meletakkan pondasi
yang kokoh untuk kedamaian dunia yang berdiri di atas dasar
kebenaran dan keadilan.

Anda mungkin juga menyukai