Anda di halaman 1dari 10

HUKUM KHITAN BAGI LAKI-

LAKI DAN PEREMPUAN


KELOMPOK 2:
ARIFAH NUR ISLAMIA
ARYANTI
HANIFAH HUWAIDA
PUPUT AGUSTIN
SAPUTRA FEBRIYAN PRATAMA
SILVIA SUSILAWATI SAPUTRI
SITI KHADIJAH
PENGERTIAN KHITAN

Khitan menurut bahasa berasal dari akar kata arab khatana, yakhtanu, khatnan
yang berarti “memotong”. Berdasarkan ilmu syar’i, pengertian khitan berbeda
untuk laki-laki dan perempuan. Khitan bagi laki-laki adalah memotong kulit
yang menutupi hasyafah (kepala kemaluan), sehingga menjadi terbuka.
Sedangkan khitan bagi perempuan adalah membuang bagian dalam faraj yaitu
kelentit atau gumpalan jaringan kecil yang terdapat pada ujung lubang vulva
bagian atas kemaluan perempuan. Khitan bagi laki-laki dinamakan juga I’zar
dan bagi perempuan disebut khafd. Namun keduanya lazim disebut khitan.
MANFAAT KHITAN

1. Khitan merupakan pangkal fitrah, syiar Islam dan syari’at


2. Khitan merupakan salah satu masalah yang membawa kesempurnaan
3. Khitan itu membedakan kaum muslimin daripada pengikut agama
lain
4. Khitan merupakan pernyataan Ubudiyah terhadap Allah swt,
ketaatan melaksanakan perintah, hukum dan kekuasaannya
HUKUM KHITAN MENURUT IMAM MAZHAB
Hukum dasar khitan menurut beberapa mazhab berbeda-beda. Menurut beberapa fuqaha mengenai hukum
dasar khitan adalah sebagai berikut:
1. Mazhab Syafi’i. Menurut mazhab Syafi’i, khitan bagi laki-laki dan perempuan hukumnya wajib. Hal ini
didasarkan pada Al Qur’an, surah An Nahl : 123. Dalam ayat tersebut yang dimaksud dengan millah
Nabi Ibrahim as, salah satunya adalah berkhitan. Dan berdasarkan hadits Rasulullah saw yakni, dari
Aisyah ra, bahwa Rasulullah bersabda, “Potonglah rambut kufur darimu dan berkhitanlah” (HR
Muslim)
2. Mazhab Hambali. Menurut mazhab Hambali, khitan bagi laki-laki hukumnya wajib dan khitan
memuliakan bagi perempuan. Hal ini sebagaimana hadits Rasulullah saw, “Khitan itu sunah buat laki-
laki dan memuliakan buat wanita” (Ahmad dan Baihaqi).
3. Mazhab Maliki dan Hanafi. Menurut kedua mazhab ini hukum khitan adalah sunnah muakkad bagi laki-
laki dan perempuan, dalilnya: Dari Anas Ibn Malik R.a, bahwa Nabi Muhammad SAW memerintahkan
kepada Ummu Athiyyah, tukang khitan perempuan di Madinah: “Sentuhlah sedikit saja dan jangan
berlebihan, karena hal itu adalah bagian kenikmatan perempuan dan kecintaan suami.” (HR Abu
Dawud)
KHITAN BAGI LAKI-LAKI

Khitan pada anak laki-laki dilakukan dengan cara memotong kulup


(qalfah/preputium) atau kulit yang menutupi ujung zakar. Minimal
menghilangkan apa yang menutupi ujung zakar, dan disunnahkan untuk
mengambil seluruh kulit di ujung zakar tersebut.
Al-Imam al-Mawardi telah menjelaskan, untuk melaksanakan khitan ada dua
waktu, waktu yang wajib dan waktu yang mustahab (sunnah). Waktu yang
wajib adalah ketika seorang anak mencapai baligh, sedangkan waktu mustahab
sebelum baligh. Boleh pula melakukannya pada hari ketujuh setelah kelahiran.
Juga disunnahkan untuk tidak mengakhirkan pelaksanaan khitan dari waktu
mustahab kecuali karena ada uzur.
KHITAN BAGI PEREMPUAN
Khitan bagi perempuan adalah memotong sedikit kulit (selaput) yang menutupi ujung
klitoris (preputium clitoris) atau membuang sedikit dari bagian klitoris (kelentit) atau
gumpalan jaringan kecil yang terdapat pada ujung lubang vulva bagian atas kemaluan
perempuan. Khitan bagi laki-laki dinamakan juga I’zar dan bagi perempuan disebut
khafd.
Bagi wanita fungsi khitan adalah (di antaranya) untuk menstabilkan rangsangan
syahwatnya. Jika dikhitan terlalu dalam bisa membuat dia tidak memiliki hasrat sama
sekali, sebaliknya, jika kulit yang menonjol ke atas vaginanya (Klitoris) tidak dipotong
bisa berbahaya, karena kalau tergesek atau tersentuh sesuatu dia cepat terangsang. Maka
Rasululloh Shallallahu alaihi wa Salam bersabda kepada tukang khitan wanita (Ummu
A'Thiyyah), yang artinya: "Janganlah kau potong habis, karena (tidak dipotong habis) itu
lebih menguntungkan bagi perempuan dan lebih disenangi suami." (HR: Abu Dawud)
HUKUM KHITAN

1. Ulama-Ulama Yang Mengatakan Wajib


Imam Nawawi (al-Majmu’ (1/301) mengatakan bahwa jumhur atau mayoritas
ulama menetapkan khitan itu wajib bagi laki-laki dan perempuan. Imam Nawawi
menekankan bahwa jumhur itu mewakili mazhab Syafi’i, Hanabilah dan sebagian
Malikiah. Pendapat ini turut didukung oleh Syaikh Muhammad Mukhtar al-
Syinqithi (Ahkamul Jiraha wa Tibbiyah (168)) dan salafi Syam pimpinan al-Albani.
Kalau menurut Imam Ibn Qudamah (al-Mughni 1/85) malah lain lagi. Menurut
beliau jumhur menetapkan bahwa khitan wajib bagi laki-laki tapi dianjurkan
(mustahab) bagi perempuan. Imam Qudamah malah mendakwa bahwa jumhur itu
mewakili sebagian Hanbilah, sebagian Maliki dan Zahiri. Pendapat Ibn Qudamah
disetujui oleh Syaikh Ibn Uthaimiin.
Disini kita bisa melihat bahwa istilah jumhur (mayoritas) itu sendiri tidak sama
antara Imam Ibn Qudamah dan Imam Nawawi. Dalil-dalil yang mereka pakai
untuk menyatakan bahwa khitan itu hukumnya wajib adalah sebagai berikut.
a.Dalil dari Al’Quran
a).Dan (ingatlah), ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat
(perintah dan larangan), lalu Ibrahim menunaikannya (Al’Quran 2:124). Menurut
Tafsir Ibn Abbas, khitan termasuk ujian ke atas Nabi Ibrahim dan ujian ke atas
Nabi adalah dalam hal-hal yang wajib (al-Fath, 10:342).
b).Kemudian Kami wahyukan kepadamu (Muhammad): “Ikutilah agama Ibrahim
seorang yang hanif” dan bukanlah dia termasuk orang-orang yang
mempersekutukan Tuhan (Al’Quran 16:123). Menurut Ibn Qayyim (Tuhfah,
101), khitan termasuk dalam ajaran Ibrahim yang wajib diikuti sehingga ada dalil
yang menyatakan sebaliknya.
b.Dalil Hadith
a).Dari Utsaim bin Kulaib dari ayahnya dari datuknya, bahwa dia datang menemui
RasuluLlah S.A.W dan berkata, “Aku telah memeluk Islam. Maka Nabi pun bersabda,
“Buanglah darimu rambut-rambut kekufuran dan berkhitanlah.” [HR Ahmad, Abu Daud
dan dinilai Hasan oleh al-Albani]. Hadith ini dinilai dha’if oleh manhaj mutaqaddimin.
b).Dari az-Zuhri, bahwa Nabi saw bersabda, “Barangsiapa masuk Islam, maka berkhitanlah
walaupun sudah dewasa.” Komentar Ibn Qayyim yang memuatkan hadith di atas dalam
Tuhfah, berkata walaupun hadith itu dha’if, tapi ia dapat dijadikan penguat dalil.
c.Atsar Salaf
a).Kata Ibn Abbas, ” al-Aqlaf (orang belum khitan) tidak diterima solatnya dan tidak
dimakan sembelihannya.” (Ibn Qayyim, Tuhfah) dalam versi Ibnu Hajar “Tidak diterima
syahadah, solat dan sembelihan si Aqlaf (org belum khitan)”.
Itulah dalil-dalil yang dipegang oleh mayoritas fuqaha yang menyatakan khitan itu wajib.
2. Ulama-Ulama Yang Mengatakan Sunnah
Pendapat ini didukung oleh Hanafiah dan Imam Malik. Syeikh al-Qardhawi menyetujui
pendapat ini dan berkata, “Khitan bagi lelaki cuma sunnah syi’ariyah atau sunnah yang
membawa syi’ar Islam yang harus ditegakkan. Ini juga pendapat al-Syaukani. (Fiqh
Thaharah)
a.Dalil Hadisth
a).Dari Abu Hurayrah ra: “Perkara fitrah ada lima: berkhitan….” (Sahih Bukhari-Muslim).
Oleh kerana khitan dibariskan sekali dengan sunan alfitrah yang lain, maka hukumnya
adalah sunat juga. (al-Nayl oleh Syaukani).
b).“Khitan itu sunnah bagi kaum lelaki dan kehormatan bagi kaum wanita.” (HR Ahmad,
dinilai dha’if oleh mutaqaddimin dan mutaakhirin seperti al-Albani). Jika hadith ini sahih
barulah isu hukum wajib dan sunat dapat diselesaikan secara muktamad. Sayangnya
hadith yang begini jelas adalah dha’if.

Anda mungkin juga menyukai