Anda di halaman 1dari 34

Tenaga Kesehatan Mulia,

hanya dengan Islam


Syaharudin
Helpsharia
Pentingnya ilmu Kedokteran (kesehatan)

Imam Syafi’i:

“Ilmu agama yang paling utama adalah ilmu fiqih dan ilmu dunia yang
paling utama adalah ilmu kedokteran.”

‫ال أعلم علما بعد الحالل والحرام أنبل من الطب إال أن أهل الكتاب قد غلبونا عليه‬.
“Saya tidak mengetahui sebuah ilmu -setelah ilmu hala dan haram- yang
lebih berharga yaitu ilmu kedokteran, akan tetapi ahli kitab telah
mengalahkan kita”
‫ وال طبيب ينبئك عن أمر بدنك‬،‫ال تسكنن بلدا ال يكون فيه عالم يفتيك عن دينك‬

Janganlah sekali-kali engkau tinggal di suatu negeri yang tidak ada di


sana ulama yang bisa memberikan fatwa dalam masalah agama, dan
juga tidak ada dokter yang memberitahukan mengenai keadaan
(kesehatan) badanmu.”
Imam Asy-Syafi’i  rahimahullahu :

َ َّ‫ث ال ِع ْل ِم َو َو َكلُوهُ إِلَى اليَه ُْو ِد َوالن‬


.‫صا َرى‬ َ ُ‫ضيَّعُوا ثُل‬
َ •
“Umat Islam telah menyia-nyiakan sepertiga Ilmu dan meyerahkannya
kepada umat Yahudi dan Nasrani.” [Siyar A’lam An-Nubala  Adz-
Dzahabi 8/258, Darul Hadits, Koiro, 1427 H]
• Imam Syafi’i sangat kecewa atas sikap kaum Muslim yang mengabaikan
dunia kedokteran. Menurutnya, dengan begitu mereka telah
meninggalkan sepertiga ilmu dan menyerahkannya kepada orang-orang
lain.” (Tariq suwaidan, silsilah al-aimmah al-musyawwarah.)

Meskipun Imam Syafi’i tidak sempat mendalami ilmu kedokteran, tapi
cia menganjurkan kaum Muslimin mempelajari dan mendalami bidang
kedokteran. Al-Rabi’ ibn Sulaiman bertutur, “Aku mendengar Syafi’i
berkata, ‘ilmu itu ada dua: ilmu fikih atau ilmu agama dan ilmu medis-
fisiologis
Diriwayatkan dari Abi al-Hushain al-Mashri, ia menuturkan, “Aku
mendengar ada seorang dokter di Mesir.” Ia menambahkan, “Syafi’i datang
ke Mesir, lalu mampir di tempatku. Di sana ia berdiskusi denganku tentang 
kedokteran hingga aku mengira seorang dokter Irak telah datang ke negeri
kami. 
Kataku kepada Syafi’i, ‘Apa engkau mau aku bacakan buku Hipokrates-
seorang tokoh dan bapak kedokteran Eropa-kepadamu?’ Syafi’i lantas
menunjuk buku itu dan berkata dengan lirih, ‘Mereka tidak merelakan aku
untuk mempelajarinya’.” 
Menolong orang sakit
Rasulullah X‫م‬X‫ و سل‬X‫ عليه‬XXX‫ىهللا‬X‫ صل‬bersabda:

َ ‫صلَّى َعلَ ْي ِه َس ْبع ُْو َن أَ ْل‬


‫ف َملَ ٍك َحتَّى‬ َ ‫ فَإ ِ ْن َك‬،ُ‫س َغ َم َر ْتهُ الرَّحْ َمة‬
َ ً‫ان ُغ ْد َوة‬ َ ِ‫إِ َذا َعا َد ال َّر ُج ُل أَ َخاهُ ْال ُم ْسلِ َم َم َشى فِ ْي ِخ َرافَ ِة ْال َجنَّ ِة َحتَّى يَجْ ل‬
َ َ‫س فَإِ َذا َجل‬
‫ف َملَ ٍك َحتَّى يُصْ بِ َح‬ َ ‫صلَّى َعلَ ْي ِه َس ْبع ُْو َن أَ ْل‬ َ ‫ان َم َسا ًء‬َ ‫ َوإِ ْن َك‬،‫يُ ْم ِس َي‬

“Apabila seseorang menjenguk saudaranya yang muslim (yang sedang sakit), maka (seakan-akan) dia
berjalan sambil memetik buah-buahan Surga sehingga dia duduk, apabila sudah duduk maka
diturunkan kepadanya rahmat dengan deras. Apabila menjenguknya di pagi hari maka tujuh puluh
ribu malaikat mendo’akannya agar mendapat rahmat hingga waktu sore tiba. Apabila menjenguknya
di sore hari, maka tujuh puluh ribu malaikat mendo’akannya agar diberi rahmat hingga waktu pagi
tiba.” (HR. at-Tirmidzi, Ibnu Majah dan Imam Ahmad dengan sanad shahih)
Menolong sesame lebih mulia dari I’tikaf di
Masjid Nabawi sebulan penuh
• “Manusia yang paling dicintai oleh Allah adalah manusia yang paling
banyak bermanfaat dan berguna bagi manusia yang lain. Sedangkan
perbuatan yang paling dicintai Allah adalah memberikan kegembiraan
kepada orang lain atau menghapus kesusahan orang lain, atau
melunasi utang orang yang tidak mampu untuk membayarnya, atau
memberi makan kepada mereka yang sedang kelaparan dan jika
seseorang itu berjalan untuk menolong orang yang sedang kesusahan
itu lebih aku sukai daripada beri’tikaf di masjidku ini selama satu
bulan.” (HR. Thabrani).
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Barang siapa yang melepaskan satu kesusahan seorang mukmin, pasti


Allah akan melepaskan darinya satu kesusahan pada hari kiamat.
Barang siapa yang menjadikan mudah urusan orang lain, pasti Allah
akan memudahkannya di dunia dan di akhirat. Allah senantiasa
menolong hamba Nya selama hamba Nya itu suka menolong
saudaranya”. (HR. Muslim)
Kita diamanahi memelihara kehidupan
Allah berfirman:

َ ‫يرا ِّم ْنهُم بَ ْع َد ٰ َذ ِل‬


‫ك ِفى‬ ِ َ‫اس َج ِمي ًعا ۚ َولَقَ ْد َجٓا َء ْتهُ ْم ُر ُسلُنَا بِ ْٱلبَيِّ ٰن‬
ً ِ‫ت ثُ َّم إِ َّن َكث‬ َ َّ‫َو َم ْن أَحْ يَاهَا فَ َكأَنَّ َمٓا أَحْ يَا ٱلن‬
َ ُ‫ْرف‬
‫ون‬ ِ ‫ض لَ ُمس‬ ِ ْ‫ٱأْل َر‬

“Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka


seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya.” (QS.
Al Maidah: 32)
Hadits Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam :

ُ‫ فَ َّر َج هللا‬، ‫ َو َم ْن فَ َّر َج َع ْن ُم ْسلِ ٍم‬، ‫ان هللاُ ِف ْي َحا َجتِ ِه‬ َ ‫ َك‬، ‫ـي َحا َج ِة أَ ِخ ْي ِه‬ ْ َ‫ اَل ي‬ ، ‫اَ ْلـ ُم ْسلِ ُم أَ ُخ ْو ْالـ ُم ْسلِ ِم‬
َ ‫ َو َم ْن َك‬، ُ‫ظلِ ُمهُ َواَل يُ ْسلِ ُمه‬
ْ ‫ان ِف‬
‫ َستَ َرهُ هللاُ يَ ْو َم ْالقِيَا َم ِة‬، ‫ َو َم ْن َستَ َر ُم ْسلِ ًمـا‬، ‫ب يَ ْو ِم ْالقِيَا َم ِة‬
ِ ‫ َع ْنهُ ُكرْ بَةً ِم ْن ُك َر‬.

Seorang Muslim adalah saudara orang Muslim lainnya. Ia tidak boleh menzhaliminya dan tidak
boleh membiarkannya diganggu orang lain (bahkan ia wajib menolong dan membelanya).
Barangsiapa membantu kebutuhan saudaranya, maka Allâh Azza wa Jalla senantiasa akan
menolongnya. Barangsiapa melapangkan kesulitan orang Muslim, maka Allâh akan
melapangkan baginya dari salah satu kesempitan di hari Kiamat dan barangsiapa menutupi
(aib) orang Muslim, maka Allâh menutupi (aib)nya pada hari Kiamat.
۟ ُ‫وا َعلَى ٱإْل ْث ِم َو ْٱل ُع ْد ٰ َون ۚ َوٱتَّق‬
ِ ‫وا ٱهَّلل َ ۖ إِ َّن ٱهَّلل َ َش ِدي ُد ْٱل ِعقَا‬
‫ب‬ ۟ ُ‫وا َعلَى ْٱلب ِّر َوٱلتَّ ْق َو ٰى ۖ َواَل تَ َعا َون‬
۟ ُ‫َوتَ َعا َون‬
ِ ِ ِ

“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebaikan dan


takwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan
permusuhan. Bertakwalah kepada Allâh, sungguh, Allâh sangat berat
siksa-Nya.” [al-Mâidah:2]
Pekerja Medis adalah tenaga dengan
kompetensi Ilmu

“Barangsiapa menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allâh


mudahkan baginya jalan ke surga.”
‫ت‌ؕ َوهّٰللا ُ بِ َما تَ ۡع َملُ ۡو َن َخبِ ۡي ٌر‬ ٰ
‫ج‬ ‫ر‬ ‫د‬ ‫م‬
ٍ َ َ َ ِ‫ل‬ۡ ‫ع‬ ۡ
‫ال‬ ‫وا‬ُ ‫ت‬‫و‬ۡ ُ ‫ا‬ ‫ن‬ ۡ
‫ي‬ ‫ذ‬
َ ِ ََّ ‫ال‬ ‫و‬ ۙ ۡ‫م‬ ُ
‫ك‬ ۡ
‫ن‬ ‫م‬ ‫ا‬ ‫و‬ ُ ‫ن‬‫م‬‫ا‬ٰ ‫ن‬ ‫ي‬ ‫ذ‬َّ
ِ َ َ ِ ُ ‫يَ ۡرفَ ِع‬
ۡ ۡ ‫ال‬ ‫هّٰللا‬

“….Niscaya Allah Swt. akan mengangkat (derajat) orang-orang yang


beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa
derajat. Allah Swt. Mahateliti apa yang kamu kerjakan.” (Surah al-
Mujadalah/58: 11)
Rasulullah SAW bersabda:

‫ط ِريقًا يَ ْلتَ ِمسُ ِفي ِه ِع ْل ًما َسهَّ َل هَّللا ُ لَهُ بِ ِه طَ ِريقًا إِلَى ْال َجنَّ ِة‬
َ ‫ك‬
َ َ‫َو َم ْن َسل‬

"Siapa yang menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan
mudahkan baginya jalan menuju surga." (HR. Muslim)
Kapan amal bisa berbuah pahala
1. Niat ikhlas dan motivasinya benar
2. Caranya benar :
- Tidak melanggar kaidah agama
- Kompeten, sesuai kaidah ilmu.
َ ‫ت ْال ِج َّن َواإْل ِ ْن‬
ِ ‫س إِاَّل ِليَ ْعبُ ُد‬
‫ون‬ ُ ‫َو َما َخلَ ْق‬

“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
beribadah kepada-Ku.” (QS. Adz Dzariyat: 56)
‫ من األقوال واألعمال الباطنة والظاهرة‬،‫ هي اسم جامع لكل ما يحبه هللا ويرضاه‬:‫العبادة‬

Ibadah adalah segala sesuatu yang mencakup semua hal yang dicintai
dan diridhai Allah Ta’ala, baik berupa ucapan dan amalan, yang nampak
dan yang tersembunyi.
Allah Ta’ala berfirman:

َ ‫ان أَ ْن يُ ْت َر‬
‫ك ُس ًدى‬ ُ ‫أَيَحْ َسبُ اإْل ِ ْن َس‬

“Apakah manusia mengira, bahwa ia akan dibiarkan begitu saja (tanpa


pertanggungjawaban)?” (QS. Al Qiyamah: 36).
Niat, identik dengan motivasi
 Imam Nawawi:
“niat adalah bermaksud untuk melakukan sesuatu dan bertekad bulat
untuk mengerjakannya.”
Hadits :

‫ت وإ&نما ل&كل ا&مرئما ن&وى‬


، ‫ب&&ا&&نيا‬
‫إ&نما ا&أل عما&ل ل‬

"Sesungguhnya amalan itu tergantung niatnya dan seseorang akan


mendapatkan sesuai dengan apa yang ia niatkan" (HR Bukhari &
Muslim).
Motivasi/tujuan amal adalah menggapai ridho Allah SWT:

‫ين‬ُ ‫صالةَ َويُ ْؤتُوا ال َّز َكاةَ َو َذلِ َك ِد‬


َّ ‫ين ُحنَفَا َء َويُقِي ُموا ال‬
َ ‫ين لَهُ ال ِّد‬
َ ‫ص‬ِ ِ‫َو َما أُ ِم ُروا إِال ِليَ ْعبُ ُدوا هَّللا َ ُم ْخل‬
‫ا ْلقَيِّ َم ِة‬

"Padahal mereka tidak disuruh, kecuali supaya menyembah Allah


dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya, dalam (menjalankan)
agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan
menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus." (QS.
Al Bayyinah/98:5).
• Motivasi : dorongan untuk melakukan suatu aktivitas hingga mencapai
tujuan.

• Motivasi dalam pengobatan adalah : kemanusiaan.

•  Niat : merealisasikan nilai/qimah al insaniyah (menolong sesama


manusia)
Kompetensi:
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

َ ‫َّب َولَ ْم يُ ْعلَ ْم ِم ْنهُ ِطبٌّ قَب َْل َذ ِل‬


َ ‫ك فَهُ َو‬
‫ضا ِم ٌن‬ َ ‫طب‬َ َ‫• َم ْن ت‬

“Barang siapa yang melakukan pengobatan dan dia tidak mengetahui


ilmunya sebelum itu maka dia yang bertanggung jawab.” [HR. An-
Nasa’i, Abu Daud, Ibnu Majah dan yang  lain, hadits hasan no. 54  kitab
Bahjah Qulub Al-Abrar]
Ibnu Qayyim Al-Jauziyah rahimahullahu:
،‫• فإيجابُ الضمان على الطبيب الجاهل‬
ِّ ‫• فإذا تعاطى ِعل َم ال‬
‫ ولم يتقدم له به معرفة‬،‫طب وعمله‬
“Maka wajib mengganti rugi [bertanggung jawab] bagi dokter yang
bodoh jika melakukan praktek kedokteran dan tidak
mengetahui/mempelajari ilmu kedokteran sebelumnya” [Thibbun
Nabawi hal. 88, Al-Maktab Ats-Tsaqafi, Koiro]
Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di rh:

‫أنه ال يحل ألحد أن يتعاطى صناعة من الصناعات‬ •


، ‫ سواء كان طبا أو غيره‬، ‫وهو ال يحسنها‬ •
‫ وما ترتب على عمله‬. ‫ فهو آثم‬، ‫وأن من تجرأ على ذلك‬ •
‫ فهو ضامن له‬، ‫من تلف نفس أو عضو أو نحوهما‬ •

“Tidak boleh bagi seseorang melakukan suatu praktek pekerjaan dimana ia tidak mumpuni
dalam hal tersebut. Demikian juga dengan praktek kedokteran dan lainnya. Barangsiapa
lancang melanggar maka ia berdosa. Dan apa yang ditimbulkan dari perbuatannya berupa
hilangnya nyawa dan kerusakan anggota tubuh atau sejenisnya, maka ia harus bertanggung
jawab.” [Bahjah Qulubil Abrar hal. 155, Dar Kutub Al-‘Ilmiyah, Beirut, cet-ke-1, 1423 H]
• Al-khathabi rahimahullahu:
ُ‫ف المريض‬ َ ِ‫ فتَل‬،‫ال أعلم خالفا ً فى أن المعالِج إذا تع َّدى‬ •
،‫ والمتعاطى علما ً أو عمالً ال يعرفه متعد‬،ً‫كان ضامنا‬ •
،‫ وسقط عنه القَو ُد‬،‫فإذا تولَّد من فعله التلف ضمن الدية‬ •
‫ألنه ال يستبِ ُّد بذلك بدون إذن المريض وجنايةُ ال ُمتطبب‬ •
‫فى قول عامة الفقهاء على عاقِلَتِه‬ •
“Saya tidak mengetahui adanya perselisihan dalam pengobatan apabila seseorang
melakukan kesalahan, sehingga menimbulkan mudharat pada pasien, maka ia harus
menanggung ganti rugi. Orang yang melakukan praktek [kedokteran] yang tidak
mengetahui ilmu dan terapannya, maka ia adalah orang yang melampui batas. Apabila
terjadi kerusakan akibat perbuatannya, maka ia harus bertanggung jawab dengan
mennganti diyat.” [” [Thibbun Nabawi hal. 88, Al-Maktab Ats-Tsaqafi, Koiro]
Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di rh:,
، ‫أن الطبيب الحاذق ونحوه إذا باشر ولم تجن يده‬ •
‫ فليس بضامن ؛ ألنه مأذون فيه‬، ‫وترتب على ذلك تلف‬ •
، ‫ فكل ما ترتب على المأذون فيه‬. ‫من المكلف أو وليه‬ •
‫فهو غير مضمون‬ •
“Dokter yang mahir, jika melakukan [praktek kedokteran] dan tidak melakukan
kesalahan, kemudian terjadi dalam prakteknya kerusakan/bahaya. Maka ia tidak
harus mengganti rugi. Karena ia mendapat izin dari pasien atau wali pasien. Dan
segala kerusakan yang timbul dalam perbuatan yang mendapat izin, maka tidak
harus mengganti rugi.” [Bahjah Qulubil Abrar hal. 156, Dar Kutub Al-‘Ilmiyah,
Beirut, cet-ke-1, 1423 H]
kaidah fiqhiyah:
‫ و العكس بالعكس‬,‫• ما ترتب على المأذون فهو غير مضمون‬
“Apa-apa [kerusakan] yang timbul dari sesuatu yang mendapat izin,
maka tidak harus mengganti rugi, dan kebalikannya” [Al-Qawaaidul
Ushuul Jaami’ah hal. 21, Darul Wathan, Riyadh, cet. Ke-2, 1422 H]
Bagaimana dengan kita saat ini…?
Bagaimana Islam merealisasikan semuanya
1. Islam meletakkan pelayanan kesehatan, sebagai hak social dasar rakyat untuk
semua kalangan, sebagaimana pendidikan dan keamanan.

2. Karena kesehatan adalah hak dasar, sebagaimana rasa aman, maka rakyat tidak
boleh mengeluarkan kompensasi apapun untuk menikmati hak-haknya tersebut.

3. Artinya, pekerja kesehatan tidak mendapatkan imbalan langsung dari penikmat jasa
pelayanannya, tetapi mendapatkan kompensasi sebagai pelayan rakyat dari Negara.
4. Tenaga Medis bekerja tanpa memikirkan lagi kompensasi dan jasa dari pasien untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya, maka motivasi pelayanannya murni nilai
kemanusiaan.
Kapan ini bias terjadi…….

Anda mungkin juga menyukai