Anda di halaman 1dari 45

HUKUM

PERIKATAN
PERBUATAN MELAWAN HUKUM
Team Teaching Bagian Keperdataan
1. ARTI ISTILAH PMH
 Istilah perbuatan melanggar hukum menurut sistem KUH Perdata tidak
dimasukkan kedalam Hukum Perjanjian (Verbintenissenrecht).
 istilah Hukum Perjanjian hanya untuk menyebut hal-hal perikatan yang
bersumber pada persetujuan (overeenkomsten) dan pada suatu perbuatan
tak melanggar hukum (rechtmatige daad)
 Wirjono Prodjodikoro, perikatan yang bersumber dari perbuatan
melanggar hukum tidak mengandung “unsur janji”.
 Kata “perbuatan” dalam rangkaian perbuatan melanggar hukum tidak
selalu berarti positif, tetapi juga negatif. Seperti halnya orang diam saja
dapat dibilang melanggar hukum, dalam seseorang itu menurut hukum
harus berbuat.
 perbuatan dalam arti positif, yaitu perbuatan yang menyalurkan alam
pikiran orang ke arah sesuatu hal menggerakkan badan.
 Perbuatan yang berarti negatif, haruslah bersifat aktif (bukan pasif),
artinya: orang yang diam saja, baru dapat dikatakan melakukan
perbuatan melanggar hukum, kalau ia sadar, bahwa ia dengan diam saja
adalah melanggar hukum.
2. PENGERTIAN PMH
 Vollenhoven, perbuatan melanggar hukum dikatakan sebagai “perbuatan
yang tidak diperbolehkan”;
 ketentuan Pasal 1365 KUH Perdata , mengenai perbuatan melanggar
hukum (onrechtmatige daad), bagi yang takluk terhadap KUH Perdata
berlakulah suatu Hukum Perdata yang tertulis;
 Akan tetapi mula-mula “onrechtmatige daad”, diartikan secara sempit,
yaitu mengingat perkataan “onrechtmatige”, sebagai hanya mengenai
perbuatan yang langsung melanggar suatu pe;raturan hukum
 Contohnya sebagai berikut:
 Bhw di negeri Belanda hampir semua rumah penduduk berloteng
(bertingkat), bagian rumah yang berada di bawahnya ditempati oleh keluarga
lain dari pada bagian rumah yang berada di atasnya.
 Bhw di kota Zuphen, pernah terjadi pipa saluran air dari rumah bagian
bawah di musim dingin mengalami pecah dan air keluar, kemudian masuk
ke dalam kamar-kamar rumah bagian bawah.
 Bhw kran yang dapat menghentikan masuknya air dari luar rumah ke dalam
rumah itu, berada di rumah bagian atas.
 Akan tetapi seorang pemakai rumah bagian atas tidak mau menutup kran itu,
meskipun sudah diminta oleh pemakai rumah bagian bawah dan semua isi
kamar-kamar itu menjadi rusak dan sangat merugikan pemakai rumah
bagian bawah.
 Bhw pemakai rumah bagian atas digugat, oleh pemakai rumah bagian bawah
di Pengadilan, berdasarkan atas suatu perbuatan melanggar hukum, seperti
yang disebutkan dalam Pasal 1401 BW Belanda,
 tetapi gugatannya ditolak, dengan alasan bahwa tiada pasal tertentu dari
suatu undang-undang yang menyuruh pemakai rumah bagian atas untuk
menutup kran air itu.
 Bila memperhatikan contoh tersebut di atas, tampak sekali keganjilan
jurisprudensi lama di negeri Belanda itu.
 Putusan Hoge Raad ini mengalami perdebatan di kalangan ahli hukum
Belanda.
 Perdebatan berlangsung bertahun-tahun, dan memperlihatkan suatu
usaha yang hebat dari yang kontra untuk mengemukakan, bahwa rasa
keadilan di kalangan masyarakat diperkosa oleh jurisprudensi lama ini,
Kecuali itu, betul-betul dirasakan ganjil, bila seorang yang melakukan
perbuatan yang terang dianggap tidak pantas oleh masyarakat, dan
dengan perbuatan itu merugikan orang lain, hanya dapat ditegur untuk
memberikan ganti kerugian, jika ia melanggar langsung suatu pasal dari
undang-undang tertentu.
 Baru sejak tahun 1919, yang dipelopori oleh Hoge Raad dalam
arrestnya tanggal 31 Januari 1919, yang termuat dalam majalah
“Nederlandche Jurisprodentie” 1919 – 101, istilah “onrechtmatige
daad”, ditafsirkan secara luas, sehingga meliputi juga suatu perbuatan,
yang bertentangan dengan suatu kesusilaan atau dengan yang dianggap
pantas dalam pergaulan hidup masyarakat
 Ada dua kantor percetakan buku milik Cohen dan Lindenbauw.
 Kedua kantor percetakan itu sedang bersaing, sehingga pada suatu hari,
seorang pegawai Cohen, membujuk pegawai Lindenbauw dengan bermacam
hadiah dan kesanggupan, agar memberitahukan turunan dari penawaran
yang dilakukan Lindenbauw kepada khalayak, dan memberitahukan pula
nama-nama dari orang yang melakukan pesanan di kantor Lindenbauw atau
yang minta harga-harga cetak.
 Dengan perbuatan tersebut, Cohen bermaksud akan menggunakan
keterangan atau informasi yang diperolehnya dari pegawai Lindenbauw itu
untuk menetapkan suatu siasat agar khalayak lebih suka mendatangi
kantornya dari pada ke kantor Lindenbauw.
 Tindakan Cohen diketahui oleh Lindenbauw dan merasa dirugikan oleh
Cohen karenanya. Untuk itu Lindenbauw menggugat Cohen di
Pengadilan Amsterdam.
 Lindenbauw menamakan tindakan Cohen itu sebagai suatu perbuatan
melanggar hukum berdasarkan Pasal 1401 BW Belanda (= Pasal 1365
KUH Perdata ), dan minta ganti kerugian.
 Pemeriksaan tk. I: Cohen dikalahkan;
 Pemeriksaan tk. Banding: Lindenbauw dikalahkan;
 berdasarkan atas jurisprudensi lama Belanda, yaitu tindakan Cohen
tidak dianggap sebagai perbuatan melanggar hukum, karena tidak dapat
ditunjuk pasal dari undang-undang yang telah dilanggar oleh Cohen.
 Lindenbauw mengajukan kasasi ke Hoge Raad, dan akhirnya Lindenbauw
yang dimenangkan,
 dengan menyatakan bahwa dalam pengertian perbuatan melanggar hukum
yang diatur dalam Pasal 1401 BW Belanda itu,
 termasuk suatu perbuatan yang memperkosa suatu hak hukum orang lain,
atau yang bertentangan dengan kewajiban hukum si pembuat, atau
bertentangan dengan kesusilaan (goede zeden), atau dengan suatu
kepantasan dalam masyarakat perihal memperhatikan kepentingan orang
lain;
3. UNSUR-UNSUR PMH
1. Harus ada perbuatan;
2. Yang melawan hukum;
3. Harus ada hubungan sebab & akibat, antara perbuatan melawan
hukum dengan kerugian;
4. Harus ada kesalahan;
5. Harus ada kerugian.
A. HARUS ADA PERBUATAN
 “perbuatan” dalam melawan hukum itu melekat sifat aktif dan pasif dari
suatu perbuatan.
 Sifat aktif dapat dilihat, apabila dengan sengaja melakukan suatu
perbuatan, yang menimbulkan suatu kerugian pada orang lain.
 Jadi, sengaja melakukan gerakan, sehingga tampak dengan jelas sifat
aktifnya dari istilah “melawan” itu.
 Perbuatan “berlawanan” harus dibuktikan oleh penggugat, kecuali
terhadap beberapa kejadian saja, undang-undang mensyaratkan bahwa
kesalahan harus dibuktikan oleh tergugat.
 Dalam keputusan pada umumnya tanggung gugat berdasarkan risiko,
sedangkan Pasal 1365 KUH Perdata , tanggunggugat berdasarkan
kesalahan.
B. APA ARTI “MELAWAN
HUKUM”
 Dalam menjawab pertanyaan ini, terdapat 2 (dua) ajaran sebagai
berikut:
 Ajaran Sempit :
 Sebelum tahun 1919, Hoge Raad berpendapat dan menafsirkan
permuatan melawan hukum secara sempit, yang menyatakan bahwa
sebagai perbuatan atau tidak berbuat sesuatu yang melanggar hak orang
lain, atau bertentangan dengan kewajiban hukum pelaku yang telah
diatur oleh undang-undang.
 Jadi, perbuatan melawan hukum adalah perbuatan melawan undang-undang.
Banyak gugatan pada waktu itu berdasarkan perbuatan melawan hukum
gagal, karena perbuatan sebagai dasar gugatannya itu tidak diatur dalam
undang-undang.
 Contoh lain, ajaran sempit dari perbuatan melawan hukum adalah, dimuat
dalam arrestnya Hoge Raad tanggal 10 Juni 1910, mengenai perbuatan yang
positif, yaitu ada seorang yang menjual mesin jahit singer, dengan
menuliskan pada tokonya “menjual MESIN JAHIT SINGER yang telah
diperbaiki”. Kata-kata yang telah diperbaiki ditulis dengan huruf kecil,
sehingga yang menonjol yang tertulis besar dan tebal itu yakni “MESIN
JAHIT SINGER”. Pabrik mesin jahit singer, kemudian menggugat
berdasarkan perbuatan melawan hukum, tetapi gagal karena tidak diatur
dalam undang-undang.
 Ajaran Luas:
 Pendapat Hoge Raad yang demikian itu dapat dijumpai dalam arrestnya
tanggal 31 Januari 1919, tentang perkara perbuatan melawan hukum
dalam arti luas mengenai perkara Cohen yang menyuap karyawan
percetakan Lendenbaum, agar memberitahukan segala keadaan kantor
Lendenbaum, sehingga percetakan Lendenbaum menderita kerugian.
C. TEORI RELATIVITAS
 Teori relativitas (Shutnormtheorie) berasal dari Jerman adalah suatu
ajaran yang membatasi pelaksanaan perbuatan melawan hukum dalam
ajaran luas.
 Schutnormtheorie mengandung suatu relativitas dari perbuatan melawan
hukum, dengan pengertian bahwa perbuatan tertentu dari A melawan
hukum terhadap B, tetapi tidak melawan hukum terhadap C. Namun ada
kemungkinan C menderita rugi, karena perbuatan A tersebut, tetapi ia
tidak dapat menuntut ganti rugi kepada A, karena perbuatan melawan
hukum dari A itu terhadap B.
D. HARUS ADA HUBUNGAN
SEBAB-AKIBAT
 Ketentuan Pasal 1365 KUH Perdata tidak mengatur secara tegas
mengenai sebab dan akibat dari suatu perbuatan itu. Hanya ada kalimat
“orang karena salahnya menimbulkan kerugian”.
 Solusi dalam praktik menerapkan pasal-pasal dari wanprestasi secara
analogis, seperti Pasal 1248 KUH Perdata yang mengatur antara lain
kerugian yang doideritanya merupakan akibat langsung dan seketika
dari tidak dipenuhinya perikatan itu.
 Begitu juga ketentuan Pasal 1243 KUH Perdata , digunakan untuk
pemecahannya.
E. HARUS ADA KERUGIAN
 Dalam pengganti kerugian yang disebutkan sebelumnya itu meliputi
biaya, kerugian dan bunga.
 Pasal 1246 KUH Perdata yang mengatakan bahwa “biaya, rugi dan
bunga yang olehnya si berpiutang boleh dituntut akan penggantiannya,
terdirilah pada umumnya atas rugi yang telah diderita dan untung yang
sedianya harus dapat dinikmatinya, ...”.
 ketentuan Pasal 1243 KUH Perdata mengatakan bahwa “penggantian
biaya, rugi dan bunga, karena tak dipenuhinya suatu perikatan, barulah
mulai diwajibkan, apabila si berutang setelah dinyatakan lalai
memenuhi perikatan, ...”
 pengganti kerugian dalam perbuatan melawan hukum yang disebutkan
dalam perbuatan melawan hukum tidak diatur oleh undang-undang.
F. PERBUATAN MELAWAN
HUKUM OLEH BADAN HUKUM
 Perbuatan melawan hukum tidak hanya dilakukan olehnya sendiri,
tetapi juga oleh para wakilnya.
 Di dalam badan hukum adanya wakil yang khusus disebut “organ” (atau
perlengkapan), yang memegang peranan penting dalam badan hukum
menurut anggaran dasar atau peraturan lain dari badan hukum itu.
 Organ adalah pengurus dari suatu perkumpulan atau yayasan, direksi,
komisaris dan RUPS dari suatu perseroan terbatas (PT).
 Perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh organ (pengurus dalam
lingkungan formal dari kewenangannya berdasarkan atas ketentuan
Pasal 1365 KUH Perdata, sedangkan perbuatan melawan hukum dari
bawahannya badan hukum itu akan bertanggung gugat berdasarkan
Pasal 1367 ayat (3) KUH Perdata yang berbunyi “majikan-majikan dan
mereka yang mengangkat orang-orang lain untuk mewakili urusan-
urusan mereka, adalah bertanggungjawab tentang kerugian yang
diterbitkan oleh pelayan-pelayan atau bawahan-bawahan mereka
didalam melakukan pekerjaan untuk mana orang-orang ini dipakainya”.
G. PERBUATAN MELAWAN
HUKUM OLEH PENGUASA
 Perbuatan melawan hukum dari penguasa harus ditangani secara khusus
oleh hakim karena untuk penguasa berlaku peraturan-peraturan yang
menyimpang diakibatkan dari sifat melawan hukum itu yang
mempunyai ukuran lain daripada orang-orang biasa.
 Bagaimanapun juga perbuatan dari orang biasa untuk kepentingan
sendiri, sedangkan untuk tindakan penguasa (pemerintah) untuk
kesejahteraan umum dalam hal ini penguasa kadang-kadang terpaksa
mengorbankan kepentingan orang-perorang dan kepentingan golongan
tertentu.
 Dalam sisi lain apabila penguasa mengambil bagian atas dasar yang
sama sebagai orang biasa maka ia dapat dipertanggungkan berdasarkan
Pasal 1365 KUH Perdata .
 Misalnya perjanjian jual beli, sewa menyewa, dan lain-lain. Tindakan
penguasa hanya dapat disebut sebagai perbuatan penguasa bila menurut
sifatnya memang hanya dapat dilakukan oleh penguasa.
GANTI RUGI
 Pengertian Kerugian:
 Pengertian kerugian menurut R. Setiawan, adalah kerugian
nyata yang terjadi karena wanprestasi. Adapun besarnya
kerugian ditentukan dengan membandingkan keadaan
kekayaan setelah wanprestasi dengan keadaan jika
sekiranya tidak terjadi wanprestasi.
 Pengertian kerugian yang hampir sama dikemukakan pula
oleh Yahya Harahap, ganti rugi ialah “kerugian nyata” atau
“fietelijke nadeel” yang ditimbulkan perbuatan wanprestasi
LANJUTAN

 Pengertian kerugian yang lebih luas dikemukakan oleh Mr.


J. H. Nieuwenhuis sebagaimana yang diterjemahkan oleh
Djasadin Saragih, pengertian kerugian adalah berkurangnya
harta kekayaan pihak yang satu, yang disebabkan oleh
perbuatan (melakukan atau membiarkan) yang melanggar
norma oleh pihak yang lain

 Kerugian dalam KUHPerdata dapat bersumber dari


Wanprestasi sebagaimana diatur dalam Pasal 1238 Juncto
Pasal 1243 dan Perbuatan Melawan Hukum sebagaimana
diatur dalam Pasal 1365
UNSUR-UNSUR GANTI RUGI
 Dalam pasal 1246 KUHPerdata menyebutkan :
“biaya, rugi dan bunga yang oleh si berpiutang
boleh dituntut akan penggantiannya, terdirilah
pada umumnya atas rugi yang telah dideritanya
dan untung yang sedianya harus dapat
dinikmatinya, dengan tak mengurangi
pengecualian-pengecualian serta perubahan-
perubahan yang akan disebut di bawah ini.”
UNSUR-UNSUR GANTI RUGI
 Menurut Abdulkadir Muhammad, dari pasal 1246
KUHPerdata tersebut, dapat ditarik unsur-unsur
ganti rugi adalah sebagai berikut :
 (a)Ongkos-ongkos atau biaya-biaya yang telah
dikeluarkan (cost), misalnya ongkos cetak, biaya
meterai, biaya iklan.
 (b)Kerugian karena kerusakan, kehilangan atau
barang kepunyaan kreditur akibat kelalaian debitur
(damages). Kerugian di sini adalah yang sungguh-
sungguh diderita.
UNSUR-UNSUR GANTI RUGI
 (c) Bunga atau keuntungan yang diharapkan
(interest). Karena debitur lalai, kreditur kehilangan
keutungan yang diharapkannya.
 Misalnya A akan menerima beras sekian ton
dengna harga pembelian Rp. 250,00 per kg.
Sebelum beras diterima, kemudian A menawarkan
lagi kepada C dengan harga Rp. 275,00 per kg.
Setelah perjanjian dibuat, ternyata beras yang
diharapkan diterima pada waktunya tidak dikirim
oleh penjualnya. Di sini A kehilangan keutungan
yang diharapkan Rp. 25,00 per kg
UNSUR-UNSUR GANTI RUGI
 Satrio melihat bahwa unsur-unsur ganti rugi adalah :
 a. Sebagai pengganti daripada kewajiban prestasi
perikatannya; untuk mudahnya dapat kita sebut “prestasi
pokok” perikatannya, yaitu apa yang ditentukan dalam
perikatan yang bersangkutan, atau
 b. Sebagian dari kewajiban perikatan pokoknya, seperti
kalau ada prestasi yang tidak sebagaimana mestinya, tetapi
kreditur mau menerimanya dengan disertai penggantian
kerugian, sudah tentu dengan didahului protes atau disertai
ganti rugi atas dasar cacat tersembunyi ;
UNSUR-UNSUR GANTI RUGI
 c. Sebagai pengganti atas kerugian yang diderita
oleh kreditur oleh karena keterlambatan prestasi
dari kreditur, jadi suatu ganti rugi yang dituntut
oleh kreditur di samping kewajiban perikatannya ;
 d. Kedua-duanya sekaligus; jadi sini dituntut baik
pengganti kewajiban prestasi pokok perikatannya
maupun ganti rugi keterlambatannya.
HUBUNGAN SINE QUA NON
(VON BURI)
 Syarat pertama untuk membebankan kerugian pada
orang lain adalah bahwa telah terjadi pelanggaran
norma yang dapat dianggap sebagai condicio sine
qua non kerugian tersebut.
 Menurut teori ini suatu akibat ditimbulkan oleh
berbagai peristiwa yang tidak dapat ditiadakan
untuk adanya akibat tersebut. Berbagai peristiwa
tersebut merupakan suatu kesatuan yang disebut
“sebab”.
HUBUNGAN ADEQUAT (VON
KRIES)
 Kerugian adalah akibat adequat pelanggaran norma apabila
pelanggaran norma demikian meningkatkan kemungkinan
untuk timbulnya kerugian demikian. Inilah inti ajaran
penyebab yang adequat.
 Teori ini berpendapat bahwa suatu syarat merupakan sebab,
jika menurut sifatnya pada umumnya sanggup untuk
menimbulkan akibat. Selanjutnya Hoge Raad memberikan
perumusan, bahwa suatu perbuatan merupakan sebab jika
menurut pengalaman dapat diharapkan / diduga akan
terjadinya akibat yang bersangkutan. Ajaran ini mencampur
adukkan antara causalitet dan pertanggunganjawaban.
WUJUD GANTI RUGI
 Pada umumnya ganti rugi diperhitungkan dalam sejumlah
uang tertentu.
 Hoge Raad malahan berpendapat, bahwa penggantian
“ongkos, kerugian, dan bunga” harus dituangkan dalam
sejumlah uang tertentu.
 Namun jangan menjadi rancu; kreditur bisa saja menerima
penggantian in natura dan membebaskan debitur. Yang tidak
dapat adalah bahwa debitur menuntut kreditur agar
menerima ganti rugi dalam wujud lain daripada sejumlah
uang.
BENTUK-BENTUK GANTI
RUGI
 Bentuk-bentuk kerugian dapat kita bedakan atas dua bentuk
yakni :
 a. Kerugian materiil
 b. Kerugian immaterii

 Undang-undang hanya mengatur penggantian kerugian yang


bersifat materiil. Kemungkinan terjadi bahwa kerugian itu
menimbulkan kerugian yang immateriil, tidak berwujud,
moril, idiil, tidak dapat dinilai dengan uang, tidak ekonomis,
yaitu berupa sakitnya badan, penderitaan batin, rasa takut,
dan sebagainya.
BENTUK-BENTUK GANTI
RUGI
 Contoh kasus:
 Si A berjanji kepada si B untuk menjual cincin berlian
sekian karat. Ternyata berlian itu palsu yang mengakibatkan
kegoncangan dan penderitaan batin bagi si B. Bagaimana
memperhitungkan kerugian penderitaan batin dimaksud?
BENTUK BUNGA GANTI RUGI
 J.Satrio, ada tiga jenis bunga yaitu:

1. Bunga Moratoir, yaitu bunga yang terhutang karena


Debitur terlambat memenuhi kewajiban membayar
sejumlah uang;
2. Bunga Konventional, yaitu bunga yang disepakati para
pihak; dan
3. Bunga Kompensatoir, yaitu semua bunga, di luar bunga
yang diperjanjikan.
BENTUK BUNGA GANTI RUGI
 J.Satrio, ada tiga jenis bunga yaitu:

1. Bunga Moratoir, yaitu bunga yang terhutang karena Debitur


terlambat memenuhi kewajiban membayar sejumlah uang;
2. Bunga Konventional, yaitu bunga yang disepakati para pihak; dan
3. Bunga Kompensatoir, yaitu semua bunga, di luar bunga yang
diperjanjikan.

Berdasarkan pengertian di atas Bunga Moratoir merupakan Bunga


Kompensatoir, sehingga dalam pengertiannya terdapat Bunga Moratoir
Kompensatoir, Bunga Konventional dan Bunga Kompensatoir bukan
Moratoir, berikut penjelasan dan perbedaan dari 3 hal tersebut.
A. BUNGA MORATOIR
KOMPENSATOIR
 Bunga Moratoir merupakan ganti rugi dalam wujud
sejumlah uang, sebagai akibat dari tidak atau terlambat
dipenuhinya perikatan yang berisi kewajiban pembayaran
sejumlah uang oleh debitur. Hal ini diatur khusus
pada Pasal 1250 paragraf (1) KUHPerdata
 Bunga yang ditentukan berdasarkan undang-undang adalah
bunga sebesar 6% (enam) persen setahun, hal ini dilihat dari
S.1848: No. 22.
 Kesimpulan dari Bunga Moratoir adalah bunga yang
diharapkan menjadi keuntungan atas akibat kelalaian
pelaksanaan suatu prestasi Debitur
B. BUNGA KONVENTIONAL
 Bunga Konventional adalah bunga yang diperjanjikan oleh
para pihak dalam suatu perjanjian, sebagaimana dinyatakan
dalam Pasal 1767 KUHPerdata, dan karenanya tidak ada
sangkut pautnya dengan masalah ganti rugi. Bunga ini
diberikan bukan sebagai ganti rugi, tetapi karena disepakati
oleh para pihak dan karenanya mengikat para pihak. Hal ini
didasari pada asas kebebasan berkontrak yang tercantum
pada Pasal 1338 KUHPerdata 
 Mengenai besaran Bunga Konventional ini, karena bunga
ini timbul berdasarkan kesepakatan para pihak, maka
besarannya dapat ditentukan bersama oleh para pihak
dengan mengenyampingkan besaran bunga menurut
undang-undang.
C. BUNGA KOMPENSATOIR
BUKAN MORATOIR
 Bunga Kompensatoir adalah semua bunga yang
bukan Bunga Konvensional dan bukan Bunga
Moratoir. Yang membedakan antara Bunga
Kompensatoir dengan Bunga Moratoir adalah
kepentingan perlunya pembuktian atas kerugian.
  Bunga Kompensatoir ini pada dasarnya diberikan
untuk mengganti kerugian atau pembayaran bunga-
bunga yang telah dikeluarkan oleh Kreditur sebagai
akibat dari wansprestasinya debitur.
SELESAI

Anda mungkin juga menyukai