Anda di halaman 1dari 66

Akad dan

Transaksi
dalam Bisnis
Pertemuan 3 & 4
Akuntansi Syariah : Program S1 FE-UNSADA
Saminem, SE.,MBA
 Lafal akad berasal dari lafal Arab al-’aqd yang berarti
perikatan, perjanjian atau permufakatan al-ittifaq.
Secara terminologi fiqih, akad didefinisikan sebagai
pertalian ijab (pernyataan melakukan ikatan) dan qabul
(pernyataan menerima ikatan) sesuai dengan kehendak
syariat yang berpengaruh pada obyek perikatan
(Haroen, 2000)
 Pengertian :
suatu perikatan, perjanjian yang ditandai adanya

AKAD pernyataan melakukan ikatan (ijab) dan pernyataan


menerima ikatan (qabul) sesuai dengan syariah
Islamiyah yang mempengaruhi obyek yang diperikatkan
oleh pelaku perikatan.
 Rukun :
1. Pernyataan untuk mengikatkan diri ( sighat al-’aqd );
2. Pihak-pihak yang berakad ( al-muta’aqidain );
3. Obyek akad ( al-ma‘qud‘alaih ).
Jenis Akad dalam Syariah
JENIS-JENIS AKAD
Akad tabarru’  transaksi kebajikan, terdiri dari : qardh,
rahn, hawalah, wakalah, wadi’ah, kafalah, wakaf.
Akad tijarah  transaksi komersial, terdiri dari :
1. Natural Certainty Contracts  akad bai’ (bai’ al-murabahah, bai’ as-salam,
dan bai’ al-istishna), ijarah dan ijarah muntahiyah bitamliik, sharf, dan
barter.
2. Natural Uncertainty Contracts  musyarakah (musyarakah muwafadhah,
musyarakah al-inan, musyarakah abdan, dan musyarakah wujuh),
mudharabah (mudharabah muthlaqah dan mudharabah muqayyadah),
muzara’ah, musaqah, dan mukhabarah.
Akad Tabarru’
Jenis-jenis Akad:
1.Qardh
2.Rahn
3.Hawalah
4.Wakalah
5.Kafalah
6.Wadi’ah
7.Wakaf
AKAD QARDH
Qardh adalah meminjamkan tanpa  Skema :
mengharap imbalan.
Institusi pengelola :
Bait al-Mal, Bait al-Zakah,
organisasi sosial, bank syariah,
dan individual.
Rukun :
1. Muqridh (pemilik barang)
2. Muqtaridh (peminjam)
3. Ijab qabul
4. Qardh (barang yang dipinjam)
AKAD RAHN
 Rahn adalah menahan salah satu harta  Skema :
milik si peminjam sebagai jaminan atas
pinjaman yang diterimanya.
 Institusi pengelola:
pegadaian, koperasi, dan owner
operators.
 Rukun :
1. Pihak yang menggadaikan (raahin);
2. Pihak yang menerima gadai
(murtahin);
3. Obyek yang digadaikan (marhun);
4. Hutang (marhun bih);
5. Ijab qabul (sighat).
AKAD HAWALAH
 Hawalah adalah pengalihan utang dari orang
 Skema :
yang berhutang kepada orang lain yang
wajib menanggungnya.
 Institusi pengelola :
Bank syariah
 Rukun :
1. pihak yang berutang (muhil);
2. pihak yang berpiutang (muhal);
3. pihak yang berutang dan berkewajiban
membayar utang kepada muhal (muhal
„alih);
4. utang muhil kepada muhal (muhal bih);
5. utang muhal alaih kepada muhil;
6. ijab qabul (sighat).
AKAD WAKALAH
 Wakalah  penyerahan, pendelegasian  Skema :
atau pemberian mandat.
 Transaksi wakalah ini dapat dijumpai
pada perbankan, seperti transaksi
penagihan, pembayaran, agency,
administrasi dan lain-lain.
 Rukun :
1. Pihak pemberi kuasa (muwakkil);
2. Pihak penerima kuasa (wakil);
3. Obyek yang dikuasakan (taukil);
4. Ijab qabul (sighat).
AKAD WADI’AH
 Wadi’ah adalah titipan murni dari satu pihak ke pihak lainnya baik individu maupun
badan hukum yang harus dijaga dan dikembalikan kapan saja si penitip menghendaki.
 Transaksi wadi‘ah banyak dijumpai di perbankan syariah, yaitu adanya jasa
penghimpunan dana wadi‘ah dari nasabah dalam bentuk trustee depository dan
guarantee depository.
 Rukun :
1. Barang/uang yang disimpan/dititipkan (wadi’ah);
2. Pemilik barang/uang yang bertindak sebagai pihak yang meniitipkan (muwaddi’);
3. Pihak yang menyimpan atau memberikan jasa custodian (mustawda’);
4. Ijab qabul (sighat).
 Jenis wadi’ah : wadi’ah yad amanah & wadi’ah yad dhamanah
AKAD WADI’AH
WADI’AH YAD AMANAH

Akad penitipan barang/uang dimana pihak penerima titipan tidak


diperkenankan menggunakan barang/uang yang dititipkan dan tidak
bertanggung jawab atas kerusakan atau kehilangan barang titipan yang
bukan diakibatkan perbuatan atau kelalaian si penerima titipan.

WADI’AH YAD DHAMANAH

 Akad penitipan barang/uang dimana pihak penerima titipan dengan atau tanpa izin pemilik
barang/uang dapat memanfaatkan barang/uang titipan dan harus bertanggung jawab atas
kerusakan atau kehilangan barang titipan. Semua manfaat dan keuntungan yang diperoleh
dalam penggunaan barang/uang tersebut menjadi hak penerima titipan.
AKAD WADI’AH

WADI’AH YAD AMANAH WADI’AH YAD DHAMANAH

 Skema :  Skema :
 Kafalah adalah jaminan yang diberikan AKADKAFALAH
Skema :
oleh penanggung kepada pihak ke tiga
untuk memenuhi kewajiban pihak ke dua
atau yang ditanggung.
 Akad kafalah di perbankan syariah :
Personal guarantee, jaminan pembayaran
utang, performance bonds (jaminan
prestasi).
 Rukun :
1. Pihak penjamin (kaafil);
2. Pihak yang dijamin (makful);
3. Obyek penjamianan (makful alaih);
4. Ijab qabul (sighat).
 Transaksi wakaf timbul jika salah
satu pihak memberikan suatu obyek
yang berbentuk uang ataupun obyek
lainnya tanpa disertai kewajiban
mengembalikan. Transaksi ini
biasanya dikelola oleh suatu
AKAD WAKAF
lembaga yang sering disebut Badan
Wakaf. Obyek tersebut digunakan
untuk kegiatan kemaslahatan
masyarakat dan tidak untuk
diperjual belikan.
Akad Tijarah
Jenis-jenis Akad:
1.Natural Certainty Contracts: - bai’ al murabahah, salam,
istishna’, - Ijarah, - Ijarah Muntahiya bit Tamlik, - Sharf, -
barter
2.Natural Uncertainty Contracts: - Syirkah ( Mudharabah,
Musyarakah)
AKAD TIJARAH
 Kontrak/akad untuk transaksi yang berorientasi
laba

 Sifat dasarnya, transaksi dan kontrak dalam ekonomi syariah dapat dikategorikan menjadi dua :

1. Kontrak yang secara alamiah mengandung kepastian (natural


certainty contract – NCC )
2. Kontrak yang secara alamiah mengandung ketidakpastian
(natural uncertainty contract - NUC).
NATURAL CERTAINTY CONTRACT (NCC)
Adalah suatu jenis kontrak
transaksi dalam bisnis yang
memiliki kepastian keuntungan dan
pendapatannya baik dari segi
jumlah dan waktu penyerahannya.
Sifat transaksinya adalah pasti dan
dapat ditentukan besarannya.
Objek pertukarannya :
1. Ayn (Harta Nyata)
2. Dayn (Harta Keuangan)
NATURAL CERTAINTY CONTRACT
(NCC)

Waktu Pertukarannya :

1. Naqdan
(immediate delivery = penyerahan segera).

2. Ghairu Naqdan
(deferred delivery = penyerahan tangguh).
MATRIX PERTUKARAN
JENIS-JENIS
NATURAL CERTAINTY CONTRACT

1. Akad bai’ ( akad jual-beli )


a. bai’ al-murabahah,
b. bai’ as-salam,
c. bai’ al-istishna,
2. Ijarah dan ijarah muntahiyah bitamliik
3. Sharf;
4. Barter.
AKAD BAI’ (AKAD JUAL – BELI)
 Al bai‟ dalam istilah fiqih berarti menjual,
mengganti, dan menukar sesuatu dengan sesuatu
yang lain.
 Dalam akad bai‟ harga dan keuntungan sudah
bersifat pasti (certaint).
 Dalil : Al Baqarah : 275

An Nisa : 29
HR Al bazar & Al
Hakim
HR Ibnu Majah
AKAD BAI’ (AKAD JUAL – BELI)

Rukun Jual-Beli ( Bai‟)


1. penjual (bai‟);
2. pembeli (musytari‟);
3. barang/obyek (mabi‟);
4. harga (tsaman);
5. ijab qabul (sighat);
BAI’ AL-MURABAHAH

Jual beli dimana harga jualnya terdiri dari harga


pokok barang yang dijual ditambah dengan
sejumlah keuntungan (ribhun) yang disepakati
oleh kedua belah pihak, pembeli dan penjual.
Penyerahan Barang pada saat transaksi
Pembayaran tunai, tangguh atau cicilan.
BAI’ AS-SALAM
(JUAL BELI PESANAN)

Menjual suatu barang yang penyerahannya ditunda, atau menjual


suatu barang yang ciri-cirinya jelas dengan pembayaran modal
lebih awal, sedangkan barangnya diserahkan kemudian hari”
(Haroen, 2000).

Menurut Ulama Syafi‘iyah dan Hanabilah :


“Akad yang disepakati untuk membuat sesuatu dengan ciri-ciri
tertentu dengan membayar harganya dahulu, sedangkan
barangnya diserahkan (kepada pembeli) kemudian hari”.
 Dalil Al Qur’an

Surat Al Baqarah : 282, Allah


berfirman;
“Hai orang-orang yang beriman,
apabila kamu bermuamalah tidak
BAI’ AS- secara tunai untuk waktu yang
SALAM ditentukan, maka hendaklah kamu
menuliskannya…”
(HR. al-Bukhari, Musylim, Abu
Daud, an-Nasa‟I at-Tirmidzi, dan
Ibn Majah dari Ibnu „Abbas)
(HR. Thabrani).
Jual beli yang penyerahannya
dilakukan kemudian, tetapi
penyerahan uangnya/
pembayarannya dapat dilakukan
BAI’ AL-ISTISHNA secara cicilan atau
ditangguhkan.
Landasan Al Quran & Hadist
sama dengan Bai” As Salam.
Akad pemindahan hak guna atau
manfaat atas barang atau jasa
melalui upah sewa tanpa diikuti
pemindahan hak kepemilikan atas
barang itu sendiri.
IJARAH
(SEWA-MENYEWA)
Dalil Al Qur’an tentang Ijarah ;
Al Baqarah : 233
HR. Bukhari dan Muslim
HR.Ibnu Majah
IJARAH (SEWA-MENYEWA)

Rukun Ijarah
1. penyewa (musta‟jir);
2. pemberi sewa (mu‟ajir);
3. obyek sewa (ma‟jur);
4. harga sewa (ujrah);
5. manfaat sewa (manfaah);
6. ijab qabul (sighat).
IJARAH (SEWA-MENYEWA)

Ijarah Muntahiyah Bitamliik (IMBT) adalah


transaksi ijarah yang diikuti dengan proses
perpindahan hak kepemilikan atas barang itu sendiri .
Proses perpindahan kepemilikan obyek IMBT :
 Hibah
 Janji untuk menjual
Transaksi pertukaran dayn (mata
uang) dengan dayn (mata uang)
yang berbeda atau jual beli mata
uang yang berbeda.
Harus Tunai (naqdan).

SHARF
Dalil Hadist :
HR Muttafaqun Alaihi
HR. Ahmad, Muslim dan Nasa‘I
HR. Muslim
HR. Buchari-Muslim
Rukun Sharf
1. penjual (bai‟);
2. pembeli (musytari‟);
SHARF
3. mata uang yang diperjual
belikan (sharf);
4. nilai tukar (si‟rus sharf);
5. ijab qabul (sighat).
BARTER
(PERTUKARAN BARANG DENGAN BARANG)

Transaksi pertukaran kepemilikan antara dua barang yang berbeda jenis.


Informasi tentang harga harus diketahui.

Dalil transaksi Barter :


Dari Ubadah bin Shamit ra., Nabi Muhammad SAW bersabda, ”Emas
dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, syair dengan
syair, kurma dengan kurma, garam dengan garam, hendaklah sama
banyaknya, tunai dan timbang terima. Apabila berlainan jenisnya bolehlah
kamu jual sekehendakmu asal tunai” (Muttafaqun ‗Alaihi)
Rukun Barter
1. penjual (bai‟);
2. pembeli (musytari‟);
BARTER 3. barang yang
dipertukarkan (mabi‟);
4. ijab qabul (sighat).
NATURAL UNCERTAINTY CONTRAC (NUC)

Kontrak atas transaksi yang secara alamiah


mengandung ketidakpastian, yang merupakan
percampuran antara obyek, ‘ayn, dayn ataupun suatu
aset lain seperti keahlian yang disebut dengan “asy-
syirkah” atau perkongsian antara dua belah pihak atau
lebih.
 “Suatu keizinan untuk bertindak secara hukum
bagi dua orang yang bekerjasama terhadap
harta mereka”. (ulama Malikiyah - Haroen
(1999))

 “Hak bertindak hukum bagi dua orang atau


lebih pada sesuatu yang mereka sepakati”
DEFINISI (ulama Syafi‘iyah & Hanabilah)
ASY-SYIRKAH  “Akad yang dilakukan oleh orang-orang yang
bekerjasama dalam modal dan keuntungan”
(ulama Hanafiyah).

 Ikatan kerjasama yang dilakukan dua orang atau


lebih dalam perdagangan
JENIS-JENIS SYIRKAH

SYIRKAH

MUSYARAKAH MUDHARABAH

1. MUAFADHAH 1.MUTLAQAH
2. AL-INAN 2.MUQAYYADAH
3. ABDAN
4. WUJUH

MUSAQAH MUZARA’AH MUKHABARAH


Definisi
MUSYARAKAH
Musyarakah adalah akad kerjasama atau percampuran antara dua pihak
atau lebih untuk melakukan suatu usaha tertentu yang halal dan
produktif dengan kesepakatan bahwa keuntungan akan dibagikan sesuai
dengan nisbah yang disepakati dan risiko akan ditanggung sesuai
dengan porsi kerjasama.

Rukun Musyarakah
1. para pihak yang bersyirkah;
2. porsi kerjasama;
3. proyek /usaha (masyru‟);
4. ijab qabul (sighat);
5. nisbah bagi hasil.
MUSYARAKAH
Landasan Syariah – Al Qur’an
QS. An-Nisaa‘: 12, ”…maka mereka berserikat dalam sepertiga harta…”
QS. Shaad: 24, “ …dan sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang
berserikat itu sebagian mereka berbuat zalim kepada sebagian yang lain,
kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal sholeh, dan
amat sedikit mereka ini…” .
Landasan Syariah – Al Hadits:
“Aku (Allah) merupakan orang ketiga dalam perserikatan antara dua orang,
selama salah seorang di antara keduanya tidak melakukan pengkhianatan
terhadap yang lain. Jika seseorang melakukan pengkhianatan terhadap yang
lain, Aku keluar dari perserikatan antara dua orang itu (HR. Abu Daud dan al-
Hakim dari Abu Hurairah).
“Allah akan ikut membantu do‘a untuk orang yang berserikat, selama diantara
mereka tidak saling mengkhianati “
(HR. al-Bukhari).
MUSYARAKAH MUFAWADHA
 Kerjasama dua orang atau lebih pada suatu obyek
dengan syarat tiap-tiap pihak memasukkan modal
yang sama jumlahnya, melakukan tindakan hukum
(kerja) yang sama, sehingga tiap-tiap pihak dapat
melakukan perbuatan hukum atas nama orang-orang
yang berserikat/ kerjasama itu.

Landasan Syariah
 ”Jika kamu melakukan mufawadhah, maka
lakukanlah dengan cara yang baik…dan lakukanlah
mufawadhah, karena akad seperti ini membawa
berkah” (HR. Ibnu Majah).

 ”Tiga (bentuk usaha) yang mengandung berkat,


yaitu jual beli yang pembayarannya boleh ditunda,
mufawadhah, dan mencampur gandum dengan jelai
(untuk dimakan) bukan untuk diperjualbelikan” (HR.
Ibnu Majah)
MUSYARAKAH AL-INAN

 Perserikatan dalam modal (harta)


dalam suatu perdagangan yang
dilakukan dua orang atau lebih,
dengan jumlah modal yang tidak
harus sama porsinya keuntungan
dibagi bersama

Landasan Syariah
Kaidah para ulama fiqh (Haroen,
1999):
“ Keuntungan dibagi sesuai
kesepakatan dan kerugian sesuai
dengan modal masing-masing
pihak”.
MUSYARAKAH WUJUH
 Kerjasama/percampuran antara pemilik dana
dengan pihak lain yang memiliki kredibilitas
ataupun kepercayaan.

 Orang yang memiliki kredibilitas, khususnya


kredibilitas dalam bisnis, tetapi tidak memiliki
modal finansial, bekerjasama dengan pihak yang
memiliki modal finansial untuk melakukan
kegiatan usaha bersama, misalnya, dalam bisnis
perdagangan barang.

 Keuntungan usaha bersama akan dibagi antara


mitra yang memiliki kredibilitas dan yang
memiliki modal finansial tersebut sesuai dengan
rasio bagi hasil yang disepakati bersama
MUSYARAKAH ABDAN (A’MAL)

 Perserikatan yang dilaksanakan oleh


dua pihak atau lebih untuk menerima
suatu pekerjaan, mis. laundry,
tukang jahit, dsb. Hasil atau imbalan
yang diterima dari pekerjaan itu
dibagi bersama sesuai dengan
kesepakatan.

Dengan kata lain, syirkah al-abdan


adalah kerjasama atau pencampuran
tenaga atau profesionalisme antara
dua pihak atau lebih (kerjasama
profesi).
 Definisi
Akad kerjasama antara pemilik dana (shahibul maal)
dengan pengusaha (mudharib) untuk

mengelola uang pemilik dana


dan melakukan suatu usaha bersama. Atau
perdagangan tertentu. Keuntungannya dibagi sesuai
MUDHARABA dengan kesepakatan bersama, sedangkan kerugian
H yang diderita menjadi tanggungan pemilik modal.
MUDHARABAH

JENIS MUDHARABAH
Mudharabah Mutlaqah
Dimana pemilik (shahibul maal) dana memberikan keleluasaan
penuh kepada kepada pengelola (mudharib) untuk mempergunakan
dana tersebut dalam usaha yang dianggapnya baik dan
menguntungkan. Namun pengelola tetap bertanggung jawab untuk
melakukan pengelolaan sesuai dengan praktek kebiasaan usaha
normal yang sehat (uruf)
Mudharabah Muqayyadah
Dimana pemilik dana menentukan syarat dan pembatasan kepada
pengelola dalam penggunaan dana tersebut dengan jangka waktu,
tempat, jenis usaha dan sebagainya.
MUDHARABAH - SKEMA

70% 30%

Laba

Profesionalisme
Dana / Modal

Shahibul maal Kemitraan usaha Mudharib

Rugi

100% 0%
TRANSAKSI DALAM BISNIS SYARIAH
Kategori Transaksi dalam Islam Cara Halal Cara Haram

Transaksi Halal
Obyek
Transaksi Haram Halal

Kriteria Penentuan Halal Haram


obyek yang dijadikan transaksi Obyek
Haram
apakah obyek halal atau obyek haram
(madiyah)
cara bertransaksi apakah cara
bertransaksi halal atau bertansaksi
haram (adabiyah)
Transaksi Yang Dilarang

Semua aktifitas investasi dan perdagangan atas barang dan jasa


yang diharamkan Allah
Riba
Penipuan
Perjudian
Transaksi yang mengandung ketidakpastian Gharar
Penimbunan Barang/Ihtikar
Monopoli
Rekayasa Permintaan (Bai’ An najsy)
Suap (Risywah)
Ta’alluq
pembelian kembali oleh penjual dari pihak pembeli (bai’ al inah)
Talaqqi al-Rukban
Semua aktifitas investasi dan perdagangan
atas barang dan jasa yang diharamkan
Allah

 Contoh: perdagangan babi, khamr atau minuman yang


memabukkan, NAZA.
“Sesungguhnya Allah hanya Mengharamkan atasmu
bangkai, darah, daging babi dan (hewan) yang disembelih
dengan (menyebut nama) selain Allah, tetapi barang siapa
terpaksa (memakannya) bukan karena menginginkannya
dan tidak pula melampaui batas, maka sungguh Allah Maha
Pengampun, maha Penyayang” (QS 16:115)
”Sesungguhnya Allah dan Rasul Nya telah mengharamkan
memperdagangkan khamr/minuman keras, bangkai, babi,
dan patung.”” (HR Bukhari Muslim)
”Sesungguhnya Allah apabila mengharamkan sesuatu juga
mengharamkan harganya” (HR Ahmad dan Abu Dawud)
Bahasa: tambahan (Al-Ziyadah),
berkembang (An-Nuwuw),
meningkat (Al-Irtifa’), & membesar
(Al-’uluw)
tambahan yang disyaratkan dalam
transaksi bisnis tanpa adanya
padanan (’iwad) yang dibenarkan
Riba syari’ah atas penambahan
tersebut.
Larangan Riba sebenarnya tidak
hanya berlaku untuk agama Islam,
melainkan juga diharamkan oleh
seluruh agama samawi (Yahudi
dan Nasrani)
4 (empat) Tahap Larangan riba
 Tahap 1: QS 30: 39
Ayat periode Makkah ini, manusia diberi peringatan bahwa pada hakekatnya riba tidak
menambah kebaikan disisi Allah, belum berupa larangan yang keras.
 Tahap 2: QS 4:161
Ayat periode Madinah ini memberikan pelajaran kepada kita mengenai perjalanan hidup
orang yahudi yang melanggar larangan Allah berupa riba kemudian diberi siksa yang
pedih.
 Tahap 3: QS 3: 130
Walaupun pelarangan masih terbatas pada riba yang berlipat ganda, ayat di atas
memberikan pelajaran kepada kita tentang pengharaman riba secara lebih jelas.
 Tahap 4: QS 2: 278-280
Ayat di atas merupakan tahapan terakhir riba yaitu ketetapan yang menyatakan dengan
tegas dan jelas bahwa semua praktek riba itu dilarang (haram), tidak peduli pada besar
kecilnya tambahan yang diberikan karena Allah hanya membolehkan pengembalian
sebesar pokoknya saja.
“… Yang demikian itu karena mereka berkata bahwa jual beli itu sama dengan riba. Padahal
Allah telah Menghalalkan jual beli dan Mengharamkan riba. Barang siapa mendapat peringatan
dari Tuhan-NYA lalu dia berhenti, maka apa yang telah diperolehnya dahulu menjadi miliknya
dan urusannya (terserah) kepada Allah.............. (QS 2:275)
“Riba itu mempunyai 73 pintu (tingkatan), yang paling rendah (dosanya) sama dengan seorang
yang melakukan zina dengan ibunya.” (Ibnu Mas’ud)
Dalil riba’
Jabir berkata : ”bahwa Rasulullah SAW mengutuk orang yang menerima riba, orang yang
membayarnya, dan orang yang mencatatnya dan dua orang saksinya, kemudian beliau bersabda,
“mereka itu semua sama.” (HR Muslim).
1. Riba Nasiah (bersumber
dari Al Quran)
a) Riba Qardh, suatu tambahan
atau tingkat kelebihan tertentu
yang disyaratkan terhadap
yang berutang .
Jenis Riba b) Riba Jahiliyyah, hutang yang
dibayar melebihi dari pokok
pinjaman, karena si peminjam
tidak mampu mengembalikan
dana pinjaman pada waktu
yang telah ditetapkan.
2. Riba Fadhl (bersumber dari Al Hadist)

suatu penambahan pada salah satu


dari benda yang dipertukarkan dalam
jual beli benda ribawi yang sejenis
Jenis Riba (benda yang secara kasat mata tidak
dapat dibedakan), atau perbedaan,
perubahan atau tambahan antara
barang yang diserahkan saat ini dan
barang yang diserahkan kemudian.
 Peminjam jatuh miskin karena
dieksploitasi
 menghalangi orang untuk
melakukan usaha karena pemilik
dapat menambah hartanya
dengan transaksi riba baik secara
Pengaruh Riba tunai maupun berjangka
pada manusia  terputusnya hubungan baik antar
masyarakat dalam bidang pinjam
meminjam
 memberikan jalan bagi orang kaya
untuk menerima tambahan harta
dari orang miskin yang lemah.
 Penipuan terjadi apabila salah satu
pihak tidak mengetahui informasi yang
diketahui pihak lain dan dapat terjadi
dalam empat hal, yakni dalam kuantitas,
kualitas, harga dan waktu penyerahan
Penipuan “Dan janganlah kamu campur adukkan
kebenaran dan kebatilan, dan
(janganlah) kamu sembunyikan
kebenaran, sedangkan kamu
mengetahui (QS.2: 42)
Perjudian
Berjudi atau Maisir dalam bahasa Arab arti harfiahnya
adalah memperoleh sesuatu atau mendapat
keuntungan dengan sangat mudah tanpa kerja keras
atau mendapat keuntungan tanpa bekerja.
“Wahai orang orang yang beriman, sesungguhnya
minuman keras, berjudi, berkurban (untuk berhala) dan
mengundi nasib dengan anak panah , adalah
perbuatan keji dan termasuk perbuatan setan. Maka
jauhilah perbuatan perbuatan itu agar kamu beruntung”
(QS 5 :90)
Transaksi yang mengandung
Gharar terjadiketidakpastian/ Ghararinformation,
ketika terdapat incomplete
sehingga ada ketidakpastian antara dua belah pihak
yang bertransaksi.
Ketidak jelasan ini dapat menimbulkan pertikaian antara
para pihak dan ada pihak yang dirugikan.
Ketidakjelasan dapat terjadi dalam lima hal, yakni
dalam kuantitas, kualitas, harga, waktu penyerahan dan
akad.
“Bagaimana pendapatmu jika Allah mencegah biji itu
untuk menjadi buah, sedang salah seorang dari kamu
menghalalkan (mengambil) harta saudaranya?” (HR
Bukhari)
 Membeli sesuatu yang dibutuhkan
masyarakat, kemudian
menyimpannya, sehingga barang
tersebut berkurang di pasaran dan
mengakibatkan peningkatan harga.
Penimbunan/
ihtikar ”Siapa yang merusak harga pasar,
sehingga harga tersebut melonjak
tajam, maka Allah akan
menempatkannya di neraka pada
hari kiamat ( HR At-Tabrani)
Monopoli

 Monopoli, biasanya dilakukan dengan membuat entry barrier,


untuk menghambat produsen atau penjual masuk ke pasar
agar ia menjadi pemain tunggal di pasar dan dapat
menghasilkan keuntungan yang tinggi
”wahai Rasulullah saw, harga-harga naik, tentukanlah harga
untuk kami. Rasulullah lalu menjawab: ”Allahlah yang
sesungguhnya penentu harga, penahan, pembentang dan
pemberi rezeki. Aku berharap agar bertemu dengan Allah, tak
ada seorang pun yang meminta padaku tentang adanya
kezholiman dalam urusan darah dan harta.” (HR.Ashabus
sunan)
An-Najsy termasuk dalam
kategori penipuan (tadlis),
karena merekayasa
permintaan, dimana satu pihak
berpura-pura mengajukan
Larangan penawaran dengan harga yang
Rekayasa tinggi, agar calon pembeli
Permintaan tertarik dan membeli barang
(Bai’ An najsy) tersebut dengan harga yang
tinggi.
“Janganlah kamu sekalian
melakukan penawaran barang
tanpa maksud untuk membeli ”
(HR Turmidzi)
 Suap dilarang karena karena suap dapat merusak sistem
yang ada di dalam masyarakat, sehingga menimbulkan
ketidakadilan sosial dan persamaan perlakuan. Pihak yang
SUAP/
membayar suap pasti akan diuntungkan dibandingkan yang
tidakRISYWAH
membayar.
… dan janganlah kamu menyuap dengan harta itu kepada
para hakim…. (QS 2:188)
“Rasulullah SAW melaknat penyuap, penerima suap dan
orang yang menyaksikan penyuapan.” (HR. Ahmad,
Thabrani, Al-Bazar dan Al-Hakim)
 Ta’alluq terjadi apabila ada dua akad
saling dikaitkan di mana berlakunya
akad pertama tergantung pada akad
kedua. Misalkan A menjual barang X
seharga Rp. 120 juta secara cicilan
kepada B, dengan syarat bahwa B
harus kembali menjual barang X
TA’ALLUQ tersebut kepada A secara tunai
seharga Rp.100 juta (bai’ al-‘inah).
 Transaksi tersebut haram, karena
ada persyaratan bahwa A bersedia
menjual barang X ke B asalkan B
kembali menjual barang tersebut
kepada A.
 Sama dengan Riba
 A menjual secara kredit pada B
kemudian A membeli kembali
barang yang sama dari B secara
Pembelian tunai.Kita lihat ada dua pihak
kembali oleh yang seolah olah melakukan jual
penjual dari
pihak pembeli beli; namun tujuannya bukan
(bai’ al inah) untuk mendapatkan barang
melainkan A mengharapkan
untuk mendapatkan uang tunai
sedangkan B mengharapkan
kelebihan pembayaran.
 Jual beli dengan cara mencegat atau
menjumpai pihak penghasil atau
pembawa barang perniagaan dan
membelinya, dimana pihak penjual tidak
mengetahui harga pasar atas barang
dagangan yang dibawanya sementara
pihak pembeli mengharapkan
keuntungan yang berlipat dengan
Talaqqi al- memanfaatkan ketidaktahuan mereka.
Rukban. “Janganlah kamu mencegat
kafilah/rombongan yang membawa
dagangan di jalan, siapa yang
melakukan itu dan membeli darinya,
maka jika pemilik barang tersebut tiba di
pasar (mengetahui harga), ia boleh
berkhiar” (HR Muslim).
1. Pelarangan Riba
2. Pembagian Risiko
3. Tidak menganggap Uang
sebagai modal potensial
Prinsip Sistem
Keuangan 4. Larangan melakukan
Syariah kegiatan spekulatif
5. Kesucian Kontrak
6. Aktivitas Usaha harus
sesuai Syariah

Anda mungkin juga menyukai