AGUSTINA INDRIANI
Page 1
• Pengertian Kompensasi Kerugian Menurut Pajak dan Akuntansi
• Metode Penerapan Kompensasi Kerugian
Page 2
BAGI wajib pajak badan maupun orang pribadi yang menyelenggarakan pembukuan
atas kegiatan usahannya dan kemudian mengalami kerugian dalam suatu tahun
pajak, maka kerugian tersebut dapat digunakan untuk menutupi keuntungan pada
tahun-tahun berikutnya. Dengan demikian, pada tahun-tahun berikutnya pajak
penghasilan (PPh) yang terutang akan menjadi lebih kecil atau tidak terutang sama
sekali.
Ketentuan pajak ini disebut dengan kompensasi kerugian (carrying loss) yang diatur
dalam Pasal 6 ayat (2) Undang-Undang (UU) PPh yang berbunyi: “Apabila
penghasilan bruto setelah pengurangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
didapat kerugian, kerugian tersebut dikompensasikan dengan penghasilan mulai
tahun pajak berikutnya berturut-turut sampai dengan 5 (lima) tahun”.
3
Dasar Hukumnya
Dasar hukum kompensasi kerugian fiskal ada pada UU No. 36 Tahun 2008 Pasal 6
ayat 2 tentang Pajak Penghasilan (PPh). Dalam UU tersebut disebutkan bahwa:
4
Adapun arti dari pengurangan pada ayat (1) adalah sebagai berikut:
1.Pengurangan biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kegiatan usaha.
2.Penyusutan atas pengeluaran agar memperoleh harta berwujud dan amortisasi atas pengeluaran untuk
mendapatkan hak dan atas biaya lain yang memiliki masa manfaat lebih dari 1 tahun.
3.Iuran ke dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan.
4.Kerugian yang terjadi akibat penjualan dan pengalihan harta yang dimiliki dan digunakan dalam perusahaan
terkait.
5.Kerugian yang disebabkan oleh selisih kurs mata uang asing.
6.Pengurangan atas biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia.
7.Biaya beasiswa, pelatihan, dan magang.
8.Piutang yang ternyata tidak dapat ditagih.
9.Bentuk sumbangan yang dialokasikan dalam rangka penanggulangan bencana nasional yang mana
ketentuannya diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP).
10.Biaya sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan yang dilakukan di Indonesia yang mana
ketentuannya juga diatur dengan PP.
11.Biaya pembangunan infrastruktur sosial yang ketentuannya juga diatur dengan PP.
12.Sumbangan untuk fasilitas pendidikan yang ketentuannya diatur dalam PP.
13.Sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga yang ketentuannya diatur dengan PP.
5
Terdapat beberapa catatan penting mengenai penggunaan fasilitas kompensasi kerugian ini. Pertama, istilah
kerugian merujuk kepada kerugian fiskal, bukan kerugian komersial. Kerugian atau keuntungan fiskal adalah
selisih antara penghasilan bruto dan biaya-biaya yang telah memperhitungkan ketentuan PPh (biaya yang
boleh dibebankan secara fiskal).
Umumnya, suatu perusahaan memiliki dua jenis akuntansi keuangan, yakni akuntansi komersial dan akuntansi
fiskal. Akuntansi komersial merupakan aktivitas untuk menyediakan informasi keuangan yang diperoleh
melalui suatu proses akuntansi secara umum. Sedangkan akuntansi fiskal merupakan bagian dari akuntansi
keuangan yang menekankan pada penyusunan laporan perpajakan (surat pemberitahuan/SPT) dan
pertimbangan konsekuensi perpajakan terhadap transaksi atau kegiatan perusahaan.
Karenanya, penghitungan fiskal bertujuan untuk menyediakan informasi keuangan perusahaan yang ditujukan
secara khusus kepada otoritas pajak sebagai salah satu pemenuhan kepatuhan pajak (tax compliance). Dari
hasil penghitungan fiskal ini, nantinya akan diketahui apakah wajib pajak tersebut mengalami kerugian fiskal
atau tidak. Kedua, kompensasi kerugian hanya diperkenankan selama 5 tahun ke depan secara berturut-turut.
Apabila pada akhir tahun kelima ternyata masih ada kerugian yang tersisa maka sisa kerugian tersebut tidak
dapat lagi dikompensasikan.
6
Ketiga, kompensasi kerugian hanya untuk wajib pajak badan dan orang pribadi yang
melakukan kegiatan usaha (wajib pembukuan). Perlu dicatat bahwa kompensasi kerugian
tersebut tidak berlaku bagi wajib pajak yang keseluruhan penghasilannya bersifat final,
menggunakan norma penghitungan, dan/atau bukan merupakan objek pajak. Keempat,
kerugian usaha di luar negeri tidak bisa dikompensasikan dengan penghasilan dari dalam
negeri.
Dengan kata lain, kompensasi kerugian merupakan suatu skema ganti rugi yang bisa
diterapkan oleh wajib pajak badan ataupun orang pribadi yang telah melakukan pembukuan
apabila berdasarkan SPT tahunan PPh (self assessment) atau berdasarkan ketetapan pajak
atau putusan hukum dinyatakan mengalami kerugian fiskal.
7
Contoh Kasus
PT A dalam tahun 2015 menderita kerugian fiskal sebesar Rp1,2 miliar. Dalam lima tahun
berikutnya laba rugi fiskal PT A adalah sebagai berikut:
8
9
Insentif pajak
Dari Wikipedia bahasa Indonesia
Insentif pajak mengacu pada upaya yang dilakukan suatu negara untuk menarik investor dalam rangka mendorong
aktivitas ekonomi. Hal ini juga menjadikan kompetisi antar negara untuk meyakinkan investor masuk dan menanamkan
modal di negaranya serta tidak berpindah ke negara lain. Insentif pajak yang diberikan bisa berupa pengecualian,
pengurangan dasar pengenaan pajak, pengurangan tarif pajak, maupun penangguhan pajak.
Dalam pelaksanaannya, pemberian insentif pajak bisa memberikan dampak positif dan negatif tergantung bagaimana
perhitungan dan pelaksanaannya. Para pembuat kebijakan harus mempertimbangkan biaya dan manfaat serta
memperhitungkan apakah manfaat yang akan didapat lebih besar daripada biaya yang dikeluarkan atau kesempatan
yang hilang untuk menarik pajak dari kegiatan ekonomi yang ditetapkan.[
Ada beberapa hal yang menjadi fokus atas biaya yang disebabkan dari insentif pajak:
•Pendapatan yang hilang atas kegiatan ekonomi yang dikenakan.
•Alokasi sumber daya
•Biaya atas penegakan dan kepatuhan.
•Kurangnya transparansi apabila syarat yang dibuat didasarkan pada subjektifitas dan diskresioner sehingga rawan
disalahgunakan.
10
LATAR BELAKANG
“
Dampak pandemik COVID-19 ini
telah memperlambat ekonomi
dunia secara masif dan
signifikan, termasuk terhadap
perekonomian Indonesia. Untuk
itu, pemerintah telah dan terus
melakukan langkah-langkah
cepat untuk mengantisipasi
beberapa dampak ini.
TUJUAN
*) sesuai KLU yang tercantum & dilaporkan pemberi kerja dalam SPT Tahunan PPh Tahun 2018
dan Surat Keterangan Terdaftar (SKT) untuk WP yang terdaftar setelah 2018
PPh PASAL
21
PEMBERIAN INSENTIF
▪ Melampirkan Keputusan
Menkeu mengenai penetapan
Perusahaan yang mendapat
fasilitas KITE (khusus WP KITE)
21
yang memanfaatkan insentif
PPh Pasal 21 DTP
22
IMPOR
PENERIMA INSENTIF
*) sesuai KLU yang tercantum & dilaporkan Wajib Pajak dalam SPT Tahunan PPh Tahun 2018
PENGAJUAN SKB PPh PASAL
▪ melampirkan Keputusan
Menkeu mengenai penetapan
Perusahaan yang mendapat
fasilitas KITE (khusus WP KITE)
3
apabila WP memenuhi kriteria
HARI Surat Penolakan
KERJA apabila WP tidak memenuhi kriteria
PPh PASAL
Kewajiban Wajib Pajak yang
22
mendapatkan pembebasan
PPh Pasal 22 Impor
IMPOR
▪ Wajib Pajak harus menyampaikan
Laporan Realisasi Pembebasan
PPh Pasal 22 Impor setiap 3 bulan
kepada Kepala KPP
25
PENERIMA INSENTIF
*) sesuai KLU yang tercantum & dilaporkan Wajib Pajak dalam SPT Tahunan PPh Tahun 2018
PEMBERITAHUAN PENGURANGAN PPh PASAL
25
memanfaatkan pengurangan
besarnya angsuran PPh Pasal 25
31
PPh Pasal 21
Perubahan yang paling terlihat dalam PMK 44/2020 terkait insentif PPh Pasal
21 adalah adanya penambahan jangka waktu insentif PPh Pasal 21 ditanggung
pemerintah (DTP). Sebelumnya, PMK 44/2020 mengatur insentif PPh Pasal 21
DTP diberikan sejak masa pajak April 2020 sampai dengan masa pajak
September 2020. Sementara sesuai dengan PMK 86/2020, insentif PPh Pasal
21 DTP diberikan sejak masa pajak April 2020 sampai dengan masa pajak
Desember 2020. Artinya, ada penambahan tiga bulan.
Selanjutnya, dalam PMK 86/2020 terdapat ketentuan baru yang belum diatur
dalam PMK 44/2020. Dalam PMK 86/2020, kewajiban pemberitahuan
pemanfaatan insentif PPh Pasal 21 DTP untuk wajib pajak berstatus pusat
yang memiliki cabang dilakukan oleh wajib pajak berstatus pusat.
32
PPh bagi Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu
Sama seperti insentif PPh Pasal 21 DTP, insentif PPh bagi wajib pajak yang memiliki
peredaran bruto tertentu ditanggung pemerintah (PPh final UMKM DTP) juga
diperpanjang hingga masa pajak Desember 2020.
Di samping itu, terdapat klasul baru dalam PMK 86/2020 yang menyatakan
penyampaian laporan realisasi bagi wajib pajak yang belum memiliki Surat Keterangan,
dapat diperlakukan sebagai pengajuan Surat Keterangan untuk mendapatkan insentif
PPh final UMKM DTP. Terhadap wajib pajak tersebut, selanjutnya dapat diterbitkan Surat
Keterangan sepanjang memenuhi persyaratan untuk memperoleh Surat Keterangan.
33
PPh Pasal 22 Impor
Sama seperti insentif yang telah disebutkan di atas, dalam PMK 86/202, insentif
pembebasan PPh Pasal 22 impor juga ditambah durasinya, yang berlaku hingga
masa pajak Desember 2020. Di samping itu, ada satu hal yang menarik tentang
menyampaikan laporan realisasi pembebasan PPh Pasal 22 impor.
Jika sebelumnya wajib pajak menyampaikan laporan realisasi pembebasan PPh
Pasal 22 impor setiap tiga bulan, dalam PMK 86/2020, aturan tersebut berubah.
Wajib pajak menyampaikan laporan realisasi pembebasan PPh Pasal 22 impor
setiap satu bulan sekali, paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya setelah masa
pajak berakhir.
34
PPh Pasal 25
Sama seperti insentif yang telah disebutkan di atas, dalam PMK 86/2020
insentif pengurangan angsuran PPh Pasal 25 sebesar 30% juga ditambah
durasinya, yang berlaku hingga masa pajak Desember 2020.
Di samping itu, jika sebelumnya wajib pajak menyampaikan laporan realisasi
pengurangan angsuran PPh Pasal 25 setiap tiga bulan, dalam PMK 86/2020
aturan tersebut berubah juga. Wajib pajak menyampaikan laporan realisasi
pengurangan angsuran PPh Pasal 25 setiap satu bulan sekali, paling lambat
tanggal 20 bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
35
Restitusi PPN Dipercepat
36
Pengaruh insentif pajak terhadap penghasilan dan Terhadap Penerimaan
Negara
Https://money.Kompas.Com/read/2020/04/27/132421526/ada-insentif-pajak-penghasilan-apa-dampaknya-untuk-
pekerja?Page=all
https://www.pajak.go.id/id/artikel/mengenal-insentif-pajak-di-tengah-wabah-covid-19
37
TERIMA KASIH
38