Anda di halaman 1dari 31

PAJAK PENGHASILAN

PASAL 21
KELOMPOK 2

http://www.free-powerpoint-templates-design.com
ANGGOTA KELOMPOK

1. Muhamammad Kevin Bryanvitama (12401193098)


2. Ellyvia Handre Santika (12401193102)
3. Rosa Silmi Diana Saputri (12401193111)
4. Triyaning Pratiwi (12401193115)
5. Tiara Amelia Kusumaningtyas (12401193130)
6. Tri Iman Nur Jannah (12401193144)
PEMBAHASAN

01 Pemotongan PPh Pasal 21

02 Wajib Pajak PPh Pasal 21

03 Tarif Pajak dan Penerapan PPh Pasal 21

04 Kasus dan Pembahasan PPh Pasal 21


PEMOTONGAN PPH
PASAL 21
adalah wajib pajak orang pribadi atau badan termasuk Bentuk Usaha Tetap yang
mempunyai kewajiban pemotongan pajak atas penghasilan sehubungan dengan
pekerjaan, jasa, dan kegiatan.
Pemberi kerja yang terdiri atas
a.Orang pribadi dan badan,
b.Cabang, perwakilan, dan unit, dalam hal yang melakukan sebagian atau
seluruh administrasi yang terkait dengan pembayaran gaji, upah, honorar-
ium, tunjangan, dan pembayaran lain adalah cabang, perwakilan, dan unit
resebut.
Pemotongan PPh Bendahara atau pemegang kas pemerintah
pasal 21 sesuai • termasuk bendahara atau pemegang kas kepada Pemerintah Pusat terma-
dengan Peraturan suk institusi TNI/POLRI, Pemerintah Daerah, instansi atau lembaga pe-
merintah, lembaga-lembaga negara lainnya, dan Kedutaan Besar Repub-
Dirjen Pajak Nomor lik Indonesia di luar negeri yang membayarkan gaji, upah, honorarium,
PER-16/PJ/2016 : tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun
sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan

Dana pensiun
• badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja, dan badan-badan lain
yang membayar uang pensiun dan tunjangan hari tua atau jaminan hari
tua
Orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas serta
badan yang membayar
a. Honorarium, komisi, fee, atau pembayaran lain sebagai imbalan se-
hubungan dengan jasa dan atau kegiatan yang dilakukan oleh orang prib-
adi dengan status. Subjek Pajak dalam negeri termasuk dalam jasa tenaga
ahli yang melakukan pekerjaan bebas dan bertindak untuk dan atas na-
manya sendiri, bukan untuk atas nama persekutuannya.
b. Honorarium, komisi, fee, atau pembayaran lain sebagai imbalan se-
hubungan dengan kegiatan dan jasa yang dilakukan oleh orang pribadi
dengan status Subjek Pajak luar negeri.
c. Honorarium, komisi, fee, atau imbalan lin kepada peserta pendidikan,
pelatihan, dan pegawai magang.

Penyelenggara kegiatan

Termasuk badan pemerintah, organisasi yang bersifat nasional dan interna-


sional, perkumpulan, orang pribadi serta lembaga lainnya yang menye-
lenggarakan kegiatan, yang membayar honorarium, hadiah, atau peng-
hargaan dalam bentuk apapun kepada Wajib Pajak orang pribadi dalam
negeri berkenaan dengan suatu kegiatan.
Tidak termasuk sebagai pemberi kerja yang mempunyai kewajiban untuk melakukan pemoton-
gan pajak adalah

Kantor perwakilan negara asing

Organisasi-organisasi internasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3


ayat (1) huruf c Undang-Undang Pajak Penghasilan, yang telah ditetapkan
oleh Menteri Keuangan .

Pemberi kerja orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau
pekerjaan bebas yang semata-mata memperkerjakan orang pribadi untuk
melakukan pekerjaan rumah tangga atau pekerjaan bukan dalam rangka
melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.

Jika organisasi internasional tidak memenuhi ketentuan tersebut, organisasi


internasional dimaksud merupakan pemberi kerja yang berkewajiban
melakukan pemotongan pajak.
WAJIP PAJAK PPH
PASAL 21
.
Penerimaan Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 adalah orang pribadi dengan status
subjek pajak dalam negeri yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan den-
gan pekerjaan, jasa, dan kegiatan, termasuk penerima pensiun.
Wajib Pajak PPh 21 terdiri atas:
Insert Your Image
1. Pegawai, yang dimaksud pegawai situ endiri, yaitu merupakan orang pribadi yang bekerja pada
pemberi kerja. Pegawai itu sendiri terbagi menjadi dua, yaitu:
a. Pegawai tetap
b. Pegawai tidak tetap atau pekerja lepas,

2. Penerima uang pesangon, pension atau uang manfaat pension, tunjangan hari tua (THT) atau
jaminan hari tua (JHT), termasuk ahli warisnya.

3. Bukan pegawai. Yang termasuk bukan pegawai, yaitu:

a. Tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yaitu pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsulen,
notaris, penilai, aktuaris.
b. Pemain music, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang sinetron, bintang iklan,
sutradara, kru film, foto model, peragawan atau peragawati, pemain drama, penari, pemahat, dan
seniman lainnya. Insert Your Image

c. Olahragawan.
d. Penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, moderator.
e. Pengarang, peneliti, dan penerjemah.
f. Pemberi jasa dalam segala bidang
g. Agen iklan.
h. Pengawas atau pengelola proyek.
i. Pembawa pesanan atau yang menemukan langganan atau yang menjadi perantara.
j. Petugas penjaja barang dagangan.
k. Petugas dinas luar asuransi.
l. Distributor perusahaan multilevel marketing atau direct selling dan kegiatan sejenis lainnya.
4. Anggota dewan komisaris atau dewan pengawas yang tidak merangkap sebagai pegawai tetap
Insert Your Image
oerusahaan yang sama.
5. Mantan pegawai.

6. Peserta kegiatan yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan keikutser-
taannya dalam suatu kegiatan, seperti:
a. Peserta perlombaan dalam segala bidang, seperti perlombaan olahraga, seni, ketangkasan,
ilmu pengetahuan, dan perlombaan lainnya.
b. Peserta rapat, konferensi, siding, pertemuan, atau kunjungan kerja.
c. Peserta atau anggota dalam suatu kepanitiaan sebagai penyelenggara kegiatan tertentu.
d. Peserta pendidikan dan penelitian.
e. Peserta kegiatan lainnya.
TARIF PAJAK
DAN PENERAPANNYA
Tarif pajak yang berlaku beserta penerapannya menurut ketentuan dalam Pasal 21
Undang-Undang Pajak Penghasilan adalah sebagai berikut:

1. Tarif berdasarkan pasal 17 UU PPh, diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak


dari:
a) Pegawai tetap,
b)Penerima pensiun berkala yang dibayarkan secara bulanan,
c) Pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas yang dibayarkan secara bulanan,
d) Bukan pegawai yang menerima imbalan yang bersifat berkesinambungan

Tarif pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 :


Lapisan penghasilan kena pajak Tarif pajak
Rp 0 s.d. Rp 50.000.000 5%
Diatas Rp 50.000.000 s.d. Rp 250.000.000 15%
Diatas Rp 250.000.000 s.d. Rp 25%
500.000.000
Diatas Rp 500.000.000 30%
• Untuk Pegawai Tetap ( penghasilan neto-PTKP), penghasilan bruto dikurangi dengan:

a) Biaya jabatan, sebesar 5% dari penghasilan bruto, dengan ketentuan maksimum Rp 6.000.000,- setahun atau
Rp 500.000,- sebulan).
b) Iuran pensiun dan iuran jaminan hari tua (JHT)/THT (yang dibayar sendiri), dikurangi Penghasilan Tidak
Kena Pajak (PTKP).

PPh Pasal 21 = (Penghasilan neto-PTKP) x Tarif pasal 17 UU PPh


= (penghasilan bruto-biaya jabatan-iuran pensiun dan iuran THT/JHT
yang dibayar sendiri-PTKP) x tarif Ps 17 UU PPh

• Untuk Penerima Pensiun Berkala (penghasilan neto dikurangi PTKP), penghasilan bruto
dikurangi biaya pensiun
(Biaya pensiun ditetapkan sebesar 5% dari penghasilan bruto, maksimum Rp 2.400.000,-
setahun atau Rp 200.000,- sebulan).
Dapat digambarkan sebagai berikut:
PPh Pasal 21 = (Penghasilan neto-PTKP) x Tarif pasal 17 UU PPh
= (penghasilan bruto-biaya pensiun-PTKP) x tarif Ps 17 UU PPh
• Bagi pegawai tidak tetap yang dibayar secara bulanan:

Penghasilannya dibayar secara bulanan atau jumlah kumulatif penghasilan yang diterima selama
1 bulan kalender telah melebihi Rp 4.500.000, besarnya Penghasilan Kena Pajak dihitung sebesar
penghasilan bruto dikurangi PTKP
PPh Ps 21= (Penghasilan bruto-PTKP) x tarif Ps 17 UU PPh

2. Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas
berupa upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan, dan uang saku harian,
sepanjang penghasilan tidak dibayarkan secara bulanan, tarif lapisan pertama pasal 17 UU PPh
(5%) diterapkan atas:
1) Jumlah penghasilan bruto sehari yang melebihi Rp 450.000, atau
2) Jumlah penghasilan bruto dikurangi PTKP yang sebenarnya dalam hal jumlah penghasilan kumulatif
dalam satu bulan kalender telah melebihi Rp 4.500.000
3. Tarif berdasarkan pasal 17 UU PPh, diterapkan atas jumlah kumulatif dari:
1) Penghasilan Kena Pajak sebesar jumlah penghasilan bruto dikurangi PTKP, yang diterima atau
diperoleh bukan pegawai (selain tenaga ahli), yang menerima imbalan yang bersifat berkesinambungan
yang memenuhi ketentuan: a) yang bersangkutan telah mempunyai NPWP, b) Hanya memperoleh
penghasilan dari hubungan kerja dengan pemotong PPh pasal 21, c) Tidak memperoleh penghasilan
lainnya
PPh pasal 21 = (penghasilan bruto-PTKP) x tarif Ps 17UU PPh
Apabila tidak memenuhi syarat-syarat tersebut maka yang dijadikan dasar adalah jumlah penghasilan
bruto. PPh pasal 21 = penghasilan bruto x tarif Ps 17 UU PPh

2) 50% dari jumlah penghasilan bruto yang diterima atau diperoleh tenaga ahli yang melakukan
pekerjaan bebas, yang terdiri dari pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai, dan
aktuaris.
PPh pasal 21 = (50% x penghasilan bruto) x tarif Ps 17 UU PPh
3) Jumlah penghasilan bruto berupa honorarium atau imbalan yang bersifat tidak teratur yang diterima
atau diperoleh anggota dewan komisaris atau dewan pengawas yang tidak merangkap sebagai pegawai
tetap pada perusahaan yang sama.
PPh pasal 21 = penghasilan bruto x tarif Ps 17 UU PPh
4) Jumlah penghasilan bruto berupa jasa produksi, tantiem, gratifikasi, bonus atau imbalan lain yang
bersifat tidak teratur yang diterima atau diperoleh mantan pegawai.
PPh pasal 21 = penghasilan bruto x tarif Ps 17 UU PPh
5) Jumlah penghasilan bruto berupa penarikan dana pensiun oleh peserta program pensiun yang masih
berstatus sebagai pegawai, dari dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh menteri keuangan

PPh pasal 21 = penghasilan bruto x tarif Ps 17 UU PPh


4. Tarif berdasarkan pasal 17 UU PPh, diterapkan atas jumlah penghasilan bruto:
1) Untuk setiap pembayaran imbalan kepada bukan pegawai yang tidak bersifat berkesinambungan.
2) Untuk setiap kali pembayaran yang bersifat utuh dan tidak dipecah, yang diterima oleh peserta
kegiatan.

5. Tarif PPh pasal 21 atas honorarium atau imbalan lain dengan nama apa pun yang menjadi
beban APBN atau APBD adalah sebagai berikut:

1) Sebesar 0% dari penghasilan bruto bagi PNS Golongan 1 dan Golongan 2, Anggota TNI dan Anggota
POLRI Golongan Pangkat Tamtama dan Bintara, dan Pensiunannya.
2) Sebesar 5% dari penghasilan bruto bagi PNS Golongan 3, Anggota TNI dan Anggota POLRI
Golongan Pangkat Perwira Pertama, dan Pensiunannya.
3) Sebesar 15% dari penghasilan bruto bagi Penjabat Negara, PNS Golongan 4, Anggota TNI dan
Anggota POLRI Golongan Pangkat Perwira Menengah dan Perwira Tinggi, dan Pensiunannya.

Catatan: dalam hal jumlah penghasilan bruto dibayarkan kepada dokter yang melakukan praktik
di rumah sakit dan/atau klinik maka besarnya jumlah penghasilan bruto adalah sebesar jasa dokter yang
dibayar oleh pasien melalui rumah sakit dan/atau klinik sebelum dipotong biaya-biaya atau bagi hasil
oleh rumah sakit dan/atau klinik.
Besarnya PTKP WP Orang Pribadi yaitu:

Jumlah tanggungan   Status Pernikahan  

  Tidak Kawin (TK) Kawin (K) Istri bekerja (K/I)

- Rp 54.000.000 Rp 58.500.000 Rp 112.500.000

1 Rp 58.500.000 Rp 63.000.000 Rp 117.000.000

2 Rp 63.000.000 Rp 67.500.000 Rp 121.500.000

3 Rp 67.500.000 Rp 72.000.000 Rp 126.000.000


Tarif Pemotongan Pph Pasal 21 Bagi Penerima Penghasilan Yang Tidak Mempunyai
NPWP
• Dikenakan pemotongan PPh pasal 21 dengan tarif yang lebih tinggi 20% daripada tarif
yang diterapkan kepada Wajib Pajak yang memiliki NPWP.
• Artinya jumlah PPh pasal 21 yang harus dipotong adalah sebesar 120% dari jumlah PPh
pasal 21 yang seharusnya diporong dalam hal yang bersangkutan memiliki NPWP.
Pemotongan PPh pasal 21 seperti ini hanya berlaku untuk pemotongan PPh pasal 21
yang bersifat tidak final

Saat Terutang
Saat terutang PPh pasal 21 dibagi menjadi 2 yaitu bagi penerima penghasilan dan
pemotong penghasilan. Bagi penerima penghasilan adalah pada saat dilakukan
pembayaran atau pada saat terutangnya penghasilan yang bersangkutan, sedangkan
bagi pemotong PPh pasal 21 adalah akhir bulan dilakukannya pembayaran atau pada
akhir bulan terutangnya penghasilan yang bersangkutan.
KASUS DAN PEMBA-
HASAN PPH PASAL 21
Kasus 1
(Pegawai tetap dengan gaji bulanan (wanita, suami berpenghasilan)

• Firma Utami karyawati dengan status sudah menikah dan mempunyai tiga anak bekerja pada
PT Unggul Farmindo. Suami Firma bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil di Dinas Pendidikan
Kabupaten Sleman. Firma Utami menerima gaji RP 3.000.000 sebulan. PT Unggul Farmindo
mengikuti program pensiun dan Jamsostek. Perusahaan membayar iuran pensiun kepada dana
pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh menteri keuangan, sebesar RP 40.000 sebulan.

• Firma Utami juga membayar iuran pensiun sebesar RP 30.000 sebulan. Disamping itu,
perusahaan membayarkan iuran jaminan Hari Tua Karyawannya setiap bulannya sebesar
3,70% dari gaji, sedangkan Firma Utami membayar iuran Jaminan Hari Tuan setiap bulan
sebesar 2% dari gaji. PT Unggul Farmindo mengikuti program BPJS Ketenagakerjaan. Premi
Jaminan kecelakaan dan Jaminan Kematian dibayar oleh pemberi kerja dengan jumlah
masing-masing sebesar 1% dan 0,30% dari gaji. Pada bulan Juli 2016, disamping menerima
pembayaran gaji,
Firma juga menerima uang lembur (overtime) sebesar RP 2.000.000.
Penyelesaian

Perhitungan PPh pasal 21 bulan Juli 2016 adalah:

Gaji sebulan Rp.3.000.000

Lembur (overtime) Rp.2.000.000

Premi Jaminan Kecelakaan Kerja: 1% x Rp.3.000.000 Rp. 30.000

Premi Jaminan Kematian: 0,3 x Rp.3.000.000 Rp. 9.000

Penghasilan bruto sebulan Rp.5.039.000

Pengurangan:

1. Biaya jabatan: 5% x Rp. 3. 000.000 Rp.251.950

2. Iuran pensiun Rp. 30.000

3. Iuran Jaminan Hari Tua: 2% x Rp. 3.000.000 Rp. 60.000

Rp. 341.950

Penghasilan neto sebulan Rp.4.697.050


Penyelesaian
lanjutan
Penghasilan neto setahun: 12 x Rp.4.697.050 Rp.56.364.600

PTKP (TK/0):

- Untuk WP sendiri Rp.54.000.000

Penghasilan Kena Pajak Setahun Rp. 2.364.600

Pembulatan Rp. 2.364.000

PPh Pasal 21 setahun: 5% x Rp.2.364.000 Rp.118.230

PPh Pasal 21 sebulan: Rp.118.230 ÷ 12 Rp. 9.852

Catatan:

Karena suami Firma Utami menerima atau memperoleh penghasilan, besarnya PTKP
Firma Utami adalah PTKP untuk dirinya sendiri.
Kasus 2
(PPh Pasal 21 yang pensiun bulanan pada tahun pertama)

Raden Suryaman berstatus menikah dengan 2 orang anak yang masih men-
jadi tanggungan. Ia bekerja sebagai pegawai tetap di PT Indah Rejo Abadi
dengan gaji sebulan sebesar RP 12.500.000. Raden Suryaman setiap bulan
membayar iuran pensiun sebesar RP 250.000 ke Dana Pensiun Swadhana
Utama yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan.
Berdasarkan ketentuan yang berlaku di PT Indo Rejo Abadi terhitung
sejak 1 Juli 2013. Raden Suryaman akan memasuki masa pen-
siun.
Penyelesaian

Perhitungan PPh Pasal 21 sebulan:

Gaji sebulan Rp.12.500.000

Pengurangan:

1. Biaya jabatan: 5% x Rp.12.500.000

maksimum dapat dikurangkan Rp. 500.000

2. Iuran pensiun Rp. 250.000

Rp. 750.000

Penghasilan neto sebulan Rp.11.750.000

Penghasilan neto 6 bulan (masa bekerja Januari s.d. Juni 2016) Rp.70.500.000

Rp.11.750.000 x 6
lanjutan Penyelesaian
PTKP

- Untuk WP sendiri Rp.54.000.000

- Tambahan karena menikah Rp. 4.500.000

- Tambahan untuk dua orang anak Rp. 9.000.000

Rp.67.500.000

Penghasilan Kena Pajak Rp. 3.000.000

PPh Pasal 21 terutang: 5% x Rp.3.000.000 Rp. 150.000

PPh Pasal 21 terutan sebulan: Rp.150.000 ÷ 6 Rp. 25.000

Saat Raden Suryaman berhenti bekerja dan memasuki masa pensiun maka pemberi kerja
memberikan bukti pemotongan PPh Pasal 21 (Form 1721-A1) dengan data sebagai berikut:

Gaji selama 6 bulan: 6 x Rp.12.500.000 Rp.75.000.000

Pengurangan:

1. Biaya jabatan: 5% x Rp.75.000.000 Rp. 3.750.000

2. Iuran pensiun: 6% x Rp. 250.000 Rp. 1.500.000

Rp. 5.250.000

Penghasilan neto selama 6 bulan Rp.69.750.000


lanjutan Penyelesaian
PTKP

- Untuk WP sendiri Rp.54.000.000

- Tambahan karena menikah Rp. 4.500.000

- Tambahan untuk dua orang anak Rp. 9.000.000

Rp.67.500.000

Penghasilan Kena Pajak Rp. 2.250.000

PPh Pasal 21 terutang (5% x Rp.2.250.000) Rp. 112.500

PPh Pasal 21 telah dipotong (6 x Rp.25.000) Rp. 150.000

PPh Pasal 21 (lebih) dipotong Rp. 37.500

Apabila pemotongan PPh Pasal 21 setiap bulan didasarkan pada penghasilan yang disetahunkan, karena pada saat
perhitungan belum diketahui secara pasti saat pensiun atau berhenti bekerja maka pada saat perhitungan PPh Pasal
21 terutang untuk masa terakhir (saat pensiun atau berhenti bekerja) akan terjadi kelebihan pemotongan PPh Pasal
21 atas penghasilan pegawai yang bersangkutan. Kelebihan pemotongan PPh Pasal 21 tersebut harus dikembalikan
oleh pemotong pajak kepada pegawai yang bersangkutan
Kasus 3
(Upah sehari tidak melebihi RP 450.000 dan jumlah kumulatif sebulan tidak melebihi
RP 4.500.000)
Sentot berstatus belum menikah. Pada Juli 2016, ia bekerja sebagai buruh harian di PT Harapan Sentosa. Dia
bekerja selama 10 hari dan menerima upah harian sebesar RP 450.000.

Penyelesaian
Sentot menerima upah sehari tidak melebihi RP 450.000, dan upah dalam bulan Januari sebesar 10 x RP
450.000= RP 4.500.000 (tidak melebihi RP 4.500.000). Jadi, Sentot tidak dikenakan PPh Pasal 21 atas upah
yang di terimanya.

Hitungan 3b. Jika upah/uang saku harian atau rata-rata upah/uang saku harian telah melebihi RP 450.000
dan jumlah kumulatif yang diterima atau diperoleh dalam satu bulan kalender yang bersangkutan tidak
melebihi RP 4.500.000, PPh Pasal 21 yang harus dipotong adalah:

PPh Pasal 21 sehari = Tarif 5% x Upah kena pajak sehari


Upah kena pajak sehari = Upah sehari – Rp.450.000
Kasus 4
(Mantan pegawai yang menerima jasa produksi, gratifikasi, dan bonus atau imbalan
lain yang teratur)

Victoria Endah bekerja di PT Fajar Wisesa. Pada 1 Januari 2016, ia berhenti bekerja di
perusahaan tersebut karena pensiun. Pada Maret 2016, Victoria Endah menerima bonus
tahun 2015 dari PT Fajar Wisesa sebesar RP 25.000.000.

Penyelesaian
Perhitungan PPh Pasal 21 yang dipotong:

5% x Rp.25.000.000 Rp.1.250.000

15% x Rp.10.000.000 Rp.1.500.000

PPh Pasal 21 dipotong Rp.2.750.000


Thank you

Insert Your Image

Anda mungkin juga menyukai