Anda di halaman 1dari 12

PARADIGMA-PARADIGMA

RISET SOSIAL
PARADIGMA SOSIOLOGI
PEMIKIR TIGA PARADIGMA SOSIAL
George Ritzer Fakta sosial Definisi sosial Perilaku sosial
(A Multiple Paradigm Science,
1980)
Ilyas Ba Yunus &Farid Ahmad Struktural Interaksi Simbolik Struktural
(Sosiologi Islam dan Fungsional Konflik,
Masyarakat Kontemporer,
1990)

Jürgen Habermas Positivis Interpretatif Kritis


(Kritik Ideologi; Menyingkap
Kepentingan Pengetahuan
bersama Jurgen Habermas,
2003)

Poloma Naturalis Interpretatif Evaluatif


(Sosiologi Kontemporer,
cetakan kelima: 2003)
MAZHAB FRANKFRUT (KEPENTINGAN ILMU SOSIAL)
PARADIGM AKAR FILOSOFI KEPENTINGAN & PENDEKATAN &
A ORIENTASI METODE
Positivis filsafat rasionalisme Teknis Obyektif, Empiris-
(Plato) yang Prediktif, Kontrol, analitis, Logika deduksi,
dipadukan Dominatif, Teknik-teknik penelitian
empirisme Keteraturan survai, Statistika, dan
(Aristoteles). Berbagai teknis studi
kuantitatif.
Interpretatif Humanisme Praktis Subyektif, Historis-
transedental Memahami dan hermeneutis; Konstruksi
(Immanuel Kant) mendeskripsikan, sosial, Logika induktif,
Keteraturan Metode penelitian
kualitatif
Kritis Felix Weil, Freiderick Kritis Subyektif,
Pollock, Carl Perubahan Sosial Emansipatorik;
Grudenberg, Karl transformatif Transformatif,
Wittgovel, Henry Penelitian partisipatorik
Grossman, dan (dialog & refleksi kritis)
Mazhab Frankfurt dan metode kualitatif.
Asal Muasal Positivisme
• Plato: a priori
• bahwa pengetahuan murni dapat diperoleh dari rasio
itu sendiri . Gagasan ini diimami & dikembangkan Rene
Descartes.
• Aristoteles: aposteriori
– menganggap empiris berperan besar terhadap obyek
pengetahuan. Filsafat empirisme lalu dikembangkan
Thomas Hobbes dan John Locke.
• Rasionalisme dan empirisme ini berpengaruh
besar terhadap perkembangan ilmu alam murni.
Dengan menjadikan ilmu alam sebagai pure
science, ilmu alam dapat melepaskan diri dari
kepentingan-kepentingan, sehingga menjadi
obyektif.
Asal Muasal lanjutan……

• Auguste Comte (1798-1857) mengadopsi saintisme ilmu alam ke


dalam ilmu sosial.
• Gagasannya tentang fisika sosial yang berlanjut ke penemuan
istilah ilmu sosiologi melahirkan positivisme dalam ilmu sosial.
Sosiologi yang bebas nilai adalah ciri utama pemikiran Comte.
• Positivisme lalu mensyaratkan ilmu harus bebas nilai, obyektif,
terlepas dari praktik sosial dan moralitas. Ilmu pengetahuan harus
terlepas dari kepentingan praktis. Teori untuk teori –bukan
praksis.
• Dengan terpisahnya teori dari praksis, ilmu pengetahuan akan
menjadi suci dan universal, dan tercapailah pengetahuan yang
excellent bisa diberlakukan dimanapun, maka lahirlah syarat
berikutnya: generalisasi.
• Durkheim (1858-1917) kemudian mengembangkan lebih lanjut
pijakan sosiologi positivistik, dengan teorinya tentang fakta sosial.
• W.L. Resee (1980) menyatakan bahwa pemikran positivisme
berpijak pada logiko empirisme, realitas obyektif, reduksionisme,
determinisme, dan asumsi bebas nilai.
Asal Muasal Interpretif (Humanisme)
• Jika positivisme berusaha memproduksi hukum sosial yang berlaku
abadi & universal, paradigma interpretatif yang diilhami filsafat
humanis berusaha memahami tindakan sosial pada level makna.
• Makna dari tindakan sosial itu sifatnya relatif, plural, dan dinamis.
Menolak paham fisika sosialnya Comte dengann mengatakan ilmu
sosial harus berusaha menemukan makna yang dijalin orang melalui
tindakan mereka sehari-hari.
• Pandangan ini berakar dari epistemologi Kant yang menjelaskan
bahwa pengetahuan, perkataan dan tindakan manusia adalah subyek
yang mengetahui, berbicara dan bertindak.
• Karenanya, dunia adalah suatu kejadian-kejadian yang tak pernah
diketahui arahnya mengikuti konteks dan proses historis tertentu.
Inilah yg disebut dunia subyektif.
• Interpretif (humanisme) menolak rumusan positivisme yang
mengasumsikan masyarakat sebagai benda yang diamati (obyek).
• Perjuangan menentang obyektivisme ini dipelopori Max Weber dan
Wilhelm Dilthey, lalu disusul Alfred Schutz dengan sosiologi
fenomenologinya.
Asal Muasal Interpretif ……

• Weber meyakini adanya fenomena ‘spiritual’ atau ‘ideal’ manusia, yang


merupakan khas manusia, dan tak dapat dijangkau oleh ilmu-ilmu alam, dan
menjadikan dunia sosial itu unik dan kompleks.
• Karena itu, ilmu sosial harus menekuni realitas kehidupan manusia, dengan
cara memahami dan menafsirkan atau verstehen.
• Sedangkan Dilthey memusatkan perhatiannya pada usaha menemukan struktur
simbolis atau makna dari produk-produk manusiawi, seperti; sejarah sosial dan
interaksi.
• Sementara Schutz menekuni pada pengalaman manusia dalam kehidupan
sehari-hari.
• Dunia sehari-hari adalah dunia yang terpenting dan paling fundamental bagi
manusia, sekaligus sebagai realitas yang memiliki makna subyektif.
• Perkembangan fenomenologi Schutz inilah yang kemudian membidani lahirnya:
• Etnometodologi (Harold Garfinkel),
• Interaksionisme simbolik (Herbert Blumer),
• Dramaturgi (Erving Goffman), dan
• Konstruksi sosial (Peter L. Berger).15
Asal Muasal Paradigma Kritis
• Kunci utama teori kritis terletak pada upaya pembebasan
(pencerahan).
• Tidak pantaslah Ilmuwan mengacuhkan masyarakat –demi
mengejar obyektivitas ilmu ataupun deskripsi-deskripsi
makna sosialnyaIlmuwan haruslah menyadari posisi dirinya
sebagai aktor perubahan sosial. .
• Teori kritis menolak tegas positivisme, dan ilmuwan sosial
wajib mengkritisi masyarakat, serta mengajak masyarakat
untuk kritis. Sehingga, teori kritis bersifat emansipatoris.
• Emansipatari diperlukan, untuk membebaskan masyarakat
dari struktur yang menindas. “Kesadaran palsu” senantiasa
ada dalam masyarakat, dan itu harus diungkap dan
diperangi.
• Keyaninannya akan kemajemukan sosial mensyaratkan
studi-studi kritis dilakukan dengan pendekatan:
interdispliner.
Asal Muasal Paradigma Kritis……

Ciri-ciri teori kritik al:


1. berlawanan dengan positivisme. Pengetahuan bukanlah
refleksi atas dunia statis “di luar sana”, tetapi konstruksi
aktif oleh ilmuwan dan teori yang membuat asumsi tertentu
tentang dunia yang mereka pelajari sehingga tidak
sepenuhnya bebas nilai. Selain itu, jika positivis
mengharuskan untuk menjelaskan hukum alam, maka kritis
percaya bahwa masyarakat akan terus mengalami
perubahan.
2. teori sosial kritis membedakan masa lalu dan masa kini, yang
secara umum ditandai oleh dominasi, eksploitasi, dan
penindasan. Oleh karena itu, ilmuwan kritis harus
berpartisipasi untuk mendorong perubahan.
3. teori kritis berasumsi bahwa dominasi bersifat struktural.
Tugas teori sosial kritis adalah mengungkap struktur itu,
guna membantu masyarakat dalam memahami akar global
dan rasional penindasan yang mereka alami.
4 pada level struktur itu, teori sosial kritis yakin bahwa
struktur didominasi oleh kesadaran palsu manusia,
dilanggengkan oleh ideologi (Marx), reifikasi (Lukacs),
hegemoni (Gramsci), pemikiran satu dimensi (Marcuse),
dan metafisika keberadaan (Derrida).
5 teori sosial kritis berkeyakinan bahwa perubahan dimulai
dari rumah, pada kehidupan sehari-hari manusia,
misalnya; seksualitas, peran keluarga, dan tempat kerja.
Disini, teori sosial kritis menghindari determinisme dan
mendukung voluntarisme.
6 mengikuti pemikiran Marx, teori sosial kritis
menggambarkan hubungan antara struktur manusia
secara dialektis.
7 teori sosial kritis menolak asumsi bahwa kemajuan adalah
ujung jalan panjang yang dapat dicapai dengan
mengorbankan kebebasan dan hidup manusia. Di sisi lain,
kritis juga menolak pragmatisme revolusioner.
• Teori kritik secara tegas menjelaskan
masyarakat memiliki ”kesadaran palsu” –yang
mesti dilawan dan dihancurkan.
Metodologi
• Epistemologi yang berbeda menjadikan setiap aliran memiliki metodologi
yang berbeda.
• Secara kasar; positivis menggunakan teknik-teknik kuantitatif, interpretatif
dengan kualitatif, dan kritis dengan kualitatif-emansipatorik.
• Dalam metodologi, ilmu sosial positivisme menggunakan metode empiris-
analitis; menggunakan logika deduksi, teknik-teknik penelitian survai,
statistika, dan berbagai teknis studi kuantitatif. Interpretif (Humanisme) ilmu
sosial menggunakan metode historis-hermeneutis; mencakup logika induktif,
dan metode penelitian kualitatif. Ilmu sosial kritis mencakup pendekatan
emansipatorik; penelitian partisipatorik dan metode kualitatif.
• Secara spesifik masing-masing keilmuan sosial memiliki penekanan yang
berbeda-beda –walau masuk dalam satu aliran. Terlebih dalam humanisme
dan kritik. Walaupun sama-sama menekuni makna, Garfinkel menggunakan
etnometodologi yang memiliki perbedaan dengan fenomenologi Schutz.
Berger, yang membidik makna dalam skala lebih luas, menggunakan studi
sejarah sebagai bagian dari metodologinya.

Anda mungkin juga menyukai