Anda di halaman 1dari 25

Pengaruh Terapi

Okupasi Pada Pasien


Halusinasi
Contents

01 Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan
02 Tinjauan Pustaka
2.1 Konsep Halusinasi
2.2 Konsep Terapi
Okupasi
1.4 Manfaat

03 Analisa Data dan Hasil


04 Pembahasan

05 Kesimpulan dan Saran


01
Pendahuluan
Latar Belakang
● Kesehatan jiwa merupakan salah satu dari empat masalah kesehatan utama di negara-negara maju. Kesehatan jiwa individu bisa
dilihat melalui beberapa hal, seperti individu berada dalam kondisi fisik, sosial dan mental yang terbebas dari gangguan (penyakit)
sehingga memungkinkan individu untuk mampu melakukan hubungan sosial yang memuaskan dan hidup sebagai manusia yang
produktif (Utami, 2022).
● Prevalensi gangguan jiwa di seluruh dunia menurut data WHO (World Health Organization) pada tahun 2019 terdapat 264 juta
orang mengalami depresi, 45 juta orang menderita gangguan bipolar, 50 juta orang mengalami demensia, dan 20 juta orang jiwa
mengalami skizofrenia. Berdasarkan National Institute of Mental Health (NIMH), skizofrenia merupakan salah satu dari 15
penyebab besar kecacatan di seluruh dunia, orang dengan skizofrenia memiliki kecenderungan lebih besar peningkatan resiko
bunuh diri (NIMH, 2019). Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mencatat selama pandemi covid-19 hingga Juni 2020, ada sebanyak
277 ribu kasus kesehatan jiwa di Indonesia. Adapun yang tercatat diwilayah aglomerasi Surabaya Raya yaitu jumlah ODGJ berat di
Kota Surabaya pada 2019 tercatat 5.503 orang dan 2020 sebanyak 5.519 orang. Dari jumlah tersebut sebanyak 93,4 persen
tertangani atau mendapat pelayanan kesehatan
Latar Belakang
● Menurut Stuart & Sundeen (2007) halusinasi adalah gangguan penerimaan (persepsi) panca indera tanpa adanya rangsangan dari luar yang
dapat meliputi semua sistem penginderaan yang terjadi pada saat kesadaran individu itu penuh/baik. Pasien yang mengalami halusinasi
disebabkan karena ketidakmampuan pasien dalam menghadapi stresor dan kurangnya kemampuan dalam mengenal dan cara mengontrol
halusinasi sehingga menimbulkan suatu gejala diantaranya bicara sendiri, senyum sendiri, tertawa sendiri, menarik diri dari orang lain,
tidak dapat membedakan yang nyata dan tidak nyata.
● Halusinasi dapat ditangani dengan melakukan kombinasi psikofarmakologi dan intervensi psikososial seperti psikoterapi, terapi keluarga,
dan terapi okupasi yang memperlihatkan hasil yang baik (Candra & Rikayanti, 2011). Tindakan keperawatan pada pasien dengan
halusinasi difokuskan pada aspek fisik, intelektual, emosional dan sosio spiritual. Satu diantaranya penanganan pasien dengan halusinasi
adalah terapi okupasi.
● Hasil penelitian yang dilakukan oleh Candra dkk. (2011) menunjukkan ada pengaruh yang sangat signifikan pemberian terapi okupasi
aktivitas menggambar terhadap perubahan halusinasi pada pasien skizofrenia. Pemberian terapi okupasi aktivitas menggambar dapat
menurunkan gejala halusinasi pada pasien skizofrenia. Harapan peneliti pada pemberian terapi okupasi untuk mengatasi gangguan
persepsi sensori pada pasien dengan halusinasi ini dapat memberikan manfaat bagi pasien untuk mengatasi halusinasinya
Rumusan masalah
Tujuan

Melakukan telaah ilmiah pengaruh terapi okupasi pada pasien halusinasi.

Membuat usulan program terapi okupasi pada pasien halusinasi.


02
Tinjauan Pustaka
Konsep Dasar Gangguan Persepsi
Sensori: Halusinasi
Menurut Keliat dalam Zelika (2015), halusinasi adalah salah satu gejala gangguan
sensori persepsi yang dialami oleh pasien gangguan jiwa. Pasien merasakan sensasi
berupa suara, penglihatan, pengecapan, perabaan, atau penghiduan tanpa stimulus
yang nyata.
Tahapan terjadinya halusinasi terdiri dari 4 fase menurut Stuart dan Laraia (2001)
dalam Prabowo (2014), dan setiap fase memiliki karakteristik yang berbeda, yaitu:
Fase I
Pasien mengalami perasaan mendalam seperti ansietas, kesepian, rasa bersalah dan
takut serta mencoba untuk berfokus pada pikiran yang menyenangkan untuk
meredakan ansietas.
Fase II
Pasien asyik dengan pengalaman sensori dan kehilangan kemampuan untuk
membedakan halusinasi dengan realita.
Konsep Dasar Gangguan Persepsi
Sensori: Halusinasi
Fase III
Pasien berhenti menghentikan perlawanan terhadap halusinasi dan menyerah pada
halusinasi tersebut.
Fase IV
Pengalaman sensori menjadi mengancam jika pasien mengikuti perintah
halusinasi.

Menurut Hamid yang dikutip oleh Jallo (2008) dalam Prabowo (2014), dan Menurut
Keliat dikutip oleh Syahbana (2009), perilaku pasien yang berkaitan dengan
halusinasi adalah sebagai berikut :
Bicara, senyum, dan ketawa sendiri, respon verbal yang lambat, menarik diri dari
orang lain, dan berusaha untuk menghindari diri dari orang lain. Tidak dapat
membedakan antara keadaan nyata dan keadaan yang tidak nyata. Dan lain
sebagainya.
Konsep Dasar Gangguan Persepsi
Sensori: Halusinasi
Klien yang mengalami halusinasi dapat kehilangan control dirinya sehingga bisa
membahayakan diri sendiri, orang lain maupun merusak lingkungan (resiko
mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan). Hal ini terjadi jika halusinasi
sudah sampai fase ke IV, dimana klien mengalami panic dan perilakunya
dikendalikan oleh isi halusinasinya. Dalam situasi ini klien dapat melakukan
bunuh diri, membunuh orang lain bahkan merusak lingkungan. . Tanda dan
gejalanya adalah muka merah, pandangan tajam, otot tegang, nada suara tinggi,
berdebat dan sering pula tampak klien memaksakan kehendak: merampas
makanan, memukul jika tidak senang.
Pohon masalah
Terapi Okupasi
Terapi okupasi merupakan suatu ilmu dan seni untuk mengarahkan partisipasi
seseorang dalam melaksanakan suatu tugas terpilih yang telah ditemukan, dengan
maksud mempermudah belajar fungsi dan keahlian yang dibutuhkan dalam proses
penyesuaian diri dengan lingkungan. Hal yang perlu ditekankan dalam terapi
okupasi adalah bahwa pekerjaan atau kegiatan yang dilaksanakan oleh klien bukan
sekedar memberi kesibukan pada klien saja, akan tetapi kegiatan atau pekerjaan
yang dilakukan dapat menyalurkan bakat dan emosi klien, mengarahkan kesuatu
pekerjaan yang berguna sesuai kemampuan dan bakat, serta meningkatkan
produktifitas (Kusumawati, F & Hartono, Y. 2010, hlm.149).
Terapi Okupasi
Proses Terapi Okupasi
Setelah pasien berada di unit terapi okupasi, maka terapis akan bertindak sebagai
berikut.
1. Koleksi data
2. Analisa data dan identifikasi masalah
3. Penentuan tujuan
4. Penentuan aktivitas
5. Evaluasi
Terapi Okupasi
Pelaksanaan
Berikut tata cara melakukan terapi okupasi:
1. Metode
a. Metode individu
1). Pasien baru yang betujuan untuk mendapatkan lebih banyak informasi dan sekaligus untuk
evaluasi pasien.
2). Pasien yang belum dapat atau mampu berinteraksi dengan cukup baik didalam suatu
kelompok
3). Pasien yang sedang menjalani latihan kerja
b. Metode kelompok
Metode kelompok ditujukan untuk pasien lama atas dasar seleksi dengan masalah atau
hampir bersamaan.
2. Waktu
Terapi okupasi dilakukan anatara 1-2 jam setiap sesi baik yang individu maupun kelompok
setiap hari atau 2-3 kali dalam seminggu.
3. Terminasi
Kegiatan okupasi dapat diakhiri dengan dasar bahwa pasien :
a. Dianggap telah mampu mengatasi persoalannya.
b. Dianggap tidak akan berkembang lagi.
c. Dianggap perlu mengikuti program lainnya sebelum terapi okupasi.
03
Analisa dan Hasil
ANALISIS SEBELUM PEMBERIAN TERAPI OKUPASI PADA PASIEN
HALUSINASI
Peneliti/Penulis Hasil
Halusinasi pendengaran sebagian besar
Niken Yuniar Sari, dkk
dalam kategori sedang (14 responden
2019
51,9%)
Sebelum pemberian terapi Okupasi perilaku
Dedy Purwito, dkk
positif mean (4,66), Perilaku negatif mean
2020
(3,19), kemampuan pasien mean (2,19).
Pada kelompok intervensi sebelum terapi
Muhamad Ilham Nurhidayat, dkk
Okupasi mean 13,50 pada kelompok kontrol
2021
mean 11,30

Sebelum di berikan terapi Okupasi, hampir


Heru Wahyudi, dkk setengahnya memiliki skor halusinasi
2020 pendengaran sebesar 5 dengan jumlah 6
responden (30%)

Sebelum di berikan terapi Okupasi, sebagian


Jufri Hidayat, dkk
besar memiliki 15 gejala halusinasi (7
2021
responden 46,7%)
ANALISIS SESUDAH PEMBERIAN TERAPI OKUPASI PADA PASIEN
HALUSINASI
Peneliti/Penulis Hasil

Halusinasi pendengaran sebagian besar dalam


Niken Yuniar Sari, dkk
kategori ringan (12 responden 44,4%)
2019

Sebelum pemberian terapi Okupasi perilaku


positif mean (4,09), Perilaku negatif mean
Dedy Purwito, dkk
(3,91), kemampuan pasien mean (2,94).
2020

Pada kelompok intervensi sesudah terapi


Muhamad Ilham Nurhidayat, dkk Okupasi mean 7,10 pada kelompok kontrol
2021 mean 9,70
Sebagian besar memiliki skor halusinasi
pendengaran sebesar 1 dengan jumlah 12
Heru Wahyudi, dkk
responden (60%)
2020

Sebagian besar mengalami penurunan gejala


Jufri Hidayat, dkk
halusinasi (80%)
2021
PENGARUH TERAPI OKUPASI TERHADAP PASIEN HALUSINASI
PENDENGARAN

Peneliti/Penulis Hasil

Terdapat pengaruh terapi Okupasi dengan p


Niken Yuniar Sari, dkk value 0,00 < 0,05
2019

Terdapat pengaruh terapi Okupasi pada


aspek perilaku positif p value 0,0001, aspek
Dedy Purwito, dkk
perilaku negatif p value 0,0049, kemampuan
2020
pasien 0,037

Terdapat pengaruh terapi Okupasi dengan p


Muhamad Ilham Nurhidayat, dkk
value 0,00 < 0,05
2021

Terdapat pengaruh terapi Okupasi dengan p


Heru Wahyudi, dkk
value 0,00 < 0,05
2020

Terdapat pengaruh terapi Okupasi dengan p


Jufri Hidayat, dkk
value 0,013 < 0,05
2021
04
Pembahasan
Menurut penelitian dari (Muhamad Ilham Nurhidayat, dkk, 2021)
Terapi Okupasi membatik merupakan kegiatan yang menggunakan kemampuan
Membatik menggambar dan mewarnai, yang dapat digunakan sebagai terapi bagi
pasien skizofrenia karena bisa memberikan efek menenangkan dan
meningkatkan rasa percaya diri.

Terapi Okupasi Menurut Penelitian (Niken Yuniar Sari, dkk, 2020) aktivitas menanam
yang dilakukan bertujuan untuk meminimalisasi interaksi pasien dengan
Bercocok Tanam dunianya yang tidak nyata, mengeluarkan pikiran, perasaan, atau emosi
yang selama ini mempengaruhi perilaku yang tidak disadarinya,
memberi motivasi dan memberikan kegembiraan, hiburan, serta
mengalihkan perhatian pasien dari halusinasi yang dialami sehingga
pikiran pasien tidak terfokus dengan halusinasinya khusus nya pada
pasien halusinasi pendengaran.
05
Kesimpulan dan Saran
KESIMPULAN DAN SARAN
KESIMPULAN
a. Hasil analisa pemberian terapi okupasi terhadap
penderita halusinasi dari ketiga artikel didapatkan
bahwa sebelum dilakukan terapi okupasi pada pasien
halusinasi, dimana tanda gejala yang di alami pasien
halusinasi yaitu pasien sering bicara sendiri, tertawa
sendiri, dan tidak adanya kontak mata dengan perawat.
b. Hasil analisa pemberian terapi okupasi terhadap
penderita halusinasi dari ketiga artikel didapatkan
bahwa sesudah dilakukan terapi okupasi pada pasien
halusinasi adanya penurunan tanda dan gejala
halusinasi pada pasien halusinasi pendengaran.
Dimana para responden sudah mulai tenang, tidak
tertawa senidri, berbicara sendir dan adanya kontak
mata dengan perawat.
c. Hasil analisa seluruh artikel menunjukkan adanya
pengaruh yang signifikan terhadap pengaruh okupasi
pada pasien halusinasi.
SARAN
1. Bagi Klien
Terapi okupasi dapat di gunakan sebagai terapi
tambahan bagi pasien halusinasi yang bisa di
lakukan tiap hari dan dimanapun tempatnya.
2. Bagi Tenaga Kesehatan
Menjadikan terapi tambahan yaitu terapi okupasi
sebagai terapi tambahan yang dapat di gunakan
sebagai slah satu cara mengontor agar halusinasi
tidak muncul.
THANK’S

Anda mungkin juga menyukai