Anda di halaman 1dari 88

MATERI INTI 1

PENCEGAHAN dan
PENGENDALIAN PPOK
PENDAHULUAN
TRANSISI EPIDEMIOLOGI
• Kematian akibat penyakit tidak menular semakin meningkat
• Tren ini kemungkinan akan berlanjut seiring dengan perubahan perilaku
hidup (pola makan dengan gizi tidak seimbang, kurang aktifitas fisik,
merokok, dll)

Saat ini PTM menjadi Beban Penyakit Utama

1990 2000 2010 2015


Penyakit Cedera Cedera
Cedera Menular
Penyakit 9% 13%
43% Tidak Cedera
7% 8%
Menular Penyaki
49% t Menu-
lar Penyakit
33% Menular
30%
Penyak
it Tidak Penyak Penyaki
Penyaki Menu- it t Tidak
t Menu- lar Tidak Menu-
lar 37% Menu- lar
56% lar
57%
58%

Keterangan: Pengukuran beban penyakit dengan Disability-adjusted Life Years (DALYs) 


hilangnya hidup dalam tahun akibat kesakitan dan kematian prematur
Sumber : Double Burden of Diseases & WHO NCD Country Profiles (2014)
PERUBAHAN BEBAN PENYAKIT
• Tahun 1990: penyakit menular (ISPA, TB, Diare, dll) menjadi penyebab kematian & kesakitan
terbesar
• Sejak Tahun 2010: PTM menjadi penyebab terbesar kematian & kecacatan (stroke, kecelakaan,
jantung, kanker, diabetes)
• Tanpa upaya kuat, tren peningkatan PTM ke depan masih terjadi
Peringkat Tahun 1990 Tahun 2010 Tahun 2015
1 ISPA 1 Stroke 1 Stroke
2 Tuberkulosis 2 Tuberkulosis 2 Kecelakaan Lalin
3 Diare 3 Kecelakaan Lalin 3 Jantung Iskemik
4 Stroke 4 Diare 4 Kanker
5 Kecelakaan Lalin 5 Jantung Iskemik 5 Diabetes Melitus
6 Komplikasi Kelahiran 6 Diabetes Melitus 6 Tuberkulosis

7 Anemia Gizi Besi 7 Low Back Pain 7 ISPA


8 Malaria 9 ISPA 8 Depresi
13 Jantung Iskemik 12 Komplikasi Kelahiran 9 Asfiksia dan Trauma
Kelahiran
16 Diabetes Melitus 26 Malaria 10 Penyakit Paru Obstruksi
Sumber data: Global burden of diseases (2010) dan Health Sector Review (2014) Kronik
SEPULUH PENYEBAB KEMATIAN UTAMA
(SEMUA UMUR) SAMPLE REGISTRATION SYSTEM (SRS)
INDONESIA, 2014

No Penyebab Kematian %
1 Stroke (I60 - I69) 21.1
2 Penyakit Jantung Koroner (I20 – I25) 12.9
3 Diabetes mellitus dengan komplikasi (E10 – E14) 6.7
4 Tuberkulosis Paru (A15 – A16) 5.7
5 Hipertensi dengan komplikasi (I11 – I13) 5.3
6 Penyakit Paru Obstruksi Kronis (J40-J47) 4.9
7 Penyakit Hati (K70 – K76) 2.7
8 Kecelakaan lalu lintas (V01– V99) 2.6
9 Pneumonia (J12 – J18) 2.1
10 Diare dan penyakit infeksi saluran pencernaan lain 1.9
(A09)
Prevalensi PPOK
 Perkiraan prevalensi global 11.7% (95% CI 8.4%–15.0%).
 Asia Pacific COPD Roundtable Group 2006 COPD
prevalence 6,3%  Indonesia 5,6%
 BIOMASS study 2013: Prevalensi PPOK pada bukan
perokok di Indonesia 6,3% (Urban 5,4% & Rural 7,2%)
 Indonesia (SKRT 2005)Peningkatan kasus PPOK
 Peningkatan angka harapan hidup
 Prevalensi merokok yg tinggi
 Peningkatan polusi udara
Prevalensi PPOK
di Indonesia

Sumber: Riskesdas, 2013


KOMPETENSI DOKTER DAN PERAWAT
DI FKTP
(ASMA dan PPOK)
Pengelolaan Asma dan PPOK
di FKTP disesuaikan dengan
standar kompetensi Dokter Kompetensi tenaga
Indonesia (SKDI) Nomor 11 perawat dalam
tahun 2012 yaitu: pemberian pelayanan
keperawatan dalam kasus
• Asma tingkat Kompetensi Asma dan PPOK di fasilitas
4A, dokter mampu membuat
pelayanan kesehatan
diagnosis & tatalaksana scr
tingkat pertama harus
mandiri serta tuntas
mampu melakukan
• PPOK  tingkat pemenuhan kebutuhan
Kompetensi 3B, dokter terutama oksigen secara
mampu membuat diagnosis komprehensif dan
klinik, terapi pendahuluan melakukan deteksi dini
saat gawat darurat dan serta meningkatkan
rujukan ke FKRTTL serta kemampuan klien dalam
menerima rujuk balik melakukan penanganan
keperawatan secara
mandiri
PENGERTIAN PPOK
• Penyakit Paru Obstruktif kronik (PPOK) adalah
– penyakit paru kronik yang umumnya dapat dicegah dan
diobati ditandai dengan adanya keterbatasan aliran udara
dalam saluran napas yang persisten dan progresif, yang
berhubungan dengan meningkatnya respon inflamasi kronik
pada saluran napas dan parenkim paru karena paparan
partikel atau gas berbahaya.

• Partikel atau gas berbahaya yang utama adalah asap rokok.


Gas berbahaya lainnya adalah debu, bahan kimia di tempat
kerja, asap dapur. PPOK timbul pada usia pertengahan (di
atas 40 tahun) akibat kebiasaan merokok dalam jangka
waktu yang lama
Pathogenesis of
Cigarette smoke
Biomass particles
COPD
Particulates
Host factors
Amplifying mechanisms

LUNG INFLAMMATION
Anti-oxidants Anti-proteinases

Oxidative
stress Proteinases

Repair
mechanisms

COPD PATHOLOGY
Source: Peter J. Barnes, MD
Changes in Lung Parenchyma in
COPD

Alveolar wall destruction

Loss of elasticity

Destruction of pulmonary
capillary bed

↑ Inflammatory cells
macrophages, CD8+ lymphocytes

Source: Peter J. Barnes, MD


Disease Trajectory of COPD

Symptoms

Exacerbations

Exacerbations
Deterioration
Exacerbations

End of Life

Adapted from Editorials British Journal of General Practice, Dec 2004


TUJUAN UTAMA TATALAKSANA PPOK STABIL

- Mengurangi gejala
- Meningkatkan toleransi latihan MENGURANGI GEJALA
- Meningkatkan kualitas hidup

- Mencegah perburukan penyakit


- Mencegah dan mengobati
eksaserbasi MENGURANGI RISIKO
- Menurunkan angka mortalitas
FAKTOR RISIKO
FAKTOR RISIKO

 Pajanan (Exposure)
 Kebiasaan merokok
 Debu & bahan kimia dari
lingkungan kerja
 Polusi udara
 Infeksi
 Status sosial ekonomi
FAKTOR RISIKO PPOK
Faktor genetik pejamu dan atau • Penyakit penyerta (komorbiditas)
individu • Riwayat infeksi pernapasan berat
• Usia sejak usia dini, berulang dan tidak
• Jenis kelamin tuntas mempunyai rlsiko terjadinya
• Defisiensi a-1 antitripsin, PPOK melalui penurunan faal paru
• Gangguan pengeluaran hasil • Stress oksidatif, sebagai respons
metabolisme, tubuh terhadap hasil pajanan
• Gangguan bersihan mukosilier, polutan.
• Respons imunologis individu
• Pertumbuhan dan perk.embangan
paru dikaitkan dengan masa
kehamilan,
• berat badan lahir dan pajanan masa
anak
FAKTOR RISIKO PPOK
Perilaku individu kebiasaan
merokok
Sebatang rokok terdapat sekitar 4000
zat kimia berbahaya keluar melalui asap
rokok tersebut, antara lain aseton (bahan
cat), amenia (pembersih lantai), arsen
(racun), butane (bahan baker ringan},
kadmium (aki kendaraan), karbon
monoksida (asap knalpot), DDT
(insektisida), hidrogen sianida (gas
beracun), methanol (bensin roket),
naftalen (kamper), toluene (pelarut
industri), dan vinil klorida (plastik).

4000 zat kimia


Angka Prevalensi Merokok di Asia

Country Population % Men % Men Smoker


(Source: WHO) (Source: WHO) (Source: WHO)

China 958,295,000 51.1% 53.4%

India 671,017,000 51.6% 29.4%

Indonesia 146,860,000 49.9% 69.0%


Thailand 46,063,000 48.5% 39.3%
WHO report on the global epidemic of tobacco, 2003
Polusi dalam ruangan

Indoor
Pollution
Polusi di luar ruangan
PENCEGAHAN PPOK
Pencegahan timbulnya PPOK

• Tidak merokok
• Berhenti merokok
• Hindari polusi yang mempengaruhi saluran
napas yang terus menerus
UPAYA PROMOTIF PADA PPOK
EDUKASI
Karena keterbatasan obat-obatan
yang tersedia dan masalah
PENGURANGAN
sosiokultural lainnya, seperti
keterbatasan tingkat pendidikan PAJANAN FAKTOR RISIKO
dan pengetahuan, keterbatasan Pengurangan pajanan asap
ekonomi dan sarana kesehatan, rokok, debu pekerjaan, bahan
maka edukasi di Puskesmas kimia, dan polusi udara
ditujukan untuk mencegah indoor maupun outdoor,
bertambah beratnya penyakit termasuk asap dari memasak
dengan cara mengunakan obat merupakan tujuan penting
yang tersedia dengan tepat, untuk mencegah timbul dan
menyesuaikan keterbatasan perburukan PPOK
aktivitas, serta mencegah
eksaserbasi
UPAYA PROMOTIF PADA PPOK
Berhenti Merokok
• Berhenti Merokok merupakan intervensi yang paling efektif
untuk mengurangi risiko pengembangan PPOK, maka nasihat
berhenti merokok dari para profesional bidang kesehatan
membuat pasien lebih yakin untuk berhenti merokok
• Praktisi pelayanan primer memiliki banyak kesempatan kontak
dengan pasien untuk mendiskusikan berhenti merokok,
meningkatkan motivasi untuk berhenti merokok, dan
mengidentifikasi kebutuhan obat/farmakologi yang
mendukung.
DETEKSI DINI FAKTOR
RISIKO PPOK
Masalah dalam Deteksi Dini
• Underdiagnosis PPOK merupakan masalah di
Indonesia namun saat ini tidak ada metode deteksi
yang tersedia untuk menyaring pasien berisiko tinggi
untuk spirometri.
• Pasien juga secara umum tidak akan mengunjungi
fasilitas kesehatan untuk diagnosis PPOK sampai
muncul masalah serius (misalnya eksaserbasi) dan
• Spiromteri tidak tersedia di semua fasilitas kesehatan
seperti klinik maupun rumah sakit.
DETEKSI DINI PADA PPOK
1. Kelompok individu berlsiko 2. Kelompok Masyarakat

a. Mempunyai riwayat pajanan: rokok, Kelompok masyarakal yang bekerja


polusi udara, lingkungan tempat atau tinggal di daerah pertambangan
kerja (batu. batu bara, asbes), pabrik (bahan
b. Usia pertangahan baku asbes, baja, mesin, perkakas
c. Mempunyai gejala dan keluhan logam keras, tekstil, kapas, semen,
batuk berdahak, sesak nafas, bahan kimia}, penghalusan batu,
gejala berlangsung lama umumnya
penggerlndaan logam kera.s,
semakin memberat.
penggergajian kayu, daerah pasca
Termasuk ibu rumah tangga
erupsi gunung berapi, daerah
yang memasak dengan
menggunakan kayu bakar atau kebakara.n hutan dan pekeda khusus
kompor minyak tanah dengan (salon, cat, foto copy}, polantas,
ventilasi ruangan yang kurang baik. karyawan penjaga pintu to!, dan lain-
lain.
Deteksi Dini menggunakan
Kuesioner PUMA
• Kuesioner PUMA study (4 Neg Amerika Latin) : 7 pertanyaan,
deteksi ps terduga PPOK yg asimtomatik di layanan primer.
PENGENDALIAN TERPADU
PPOK DI FKTP
Bagan. Gejala gangguan pernapasan
Bagan: Alur diagnosis PPOK
DIAGNOSIS PENYAKIT PARU
OBSTRUKTIF KRONIK
(PPOK)
DIAGNOSIS PPOK
Anamnesis
 Gejala batuk-batuk, berdahak dan sesak napas
 Gejala berlangsung lama, makin memberat
 Sesak napas bertambah saat beraktivitas
 Ada riwayat merokok atau pajanan polusi
PEMERIKSAAN FISIS

 Pada awalnya pemeriksaan fisik bisa normal


 Tahap lanjut, tanda-tanda hiperinflasi
~ Dada cembung → dada tong
~ Sela iga melebar
~ Hipersonor
~ Suara napas melemah
~ Sianosis, jari tabuh
PEMERIKSAAN RADIOLOGI

• Pada awalnya pemeriksaan bisa normal


• Tahap lanjut, tanda-tanda hiperinflasi
`~ Paru lebih lusen
~ Sela iga melebar
~ Diafragma mendatar
~ Jantung menggantung/pendulum (tear
drop appearance)
Normal Emphysema
Global Strategy for Diagnosis, Management
and Prevention of COPD
Diagnosis of COPD

FAKTOR RISIKO
GEJALA
Sesak napas Rokok
Batuk kronik Pekerjaan
Sputum Polusi di dalam dan
r
luar ruangan
è

SPIROMETRI: Diperlukan untuk


menegakan diagnosis
GOLD 2017
PEMERIKSAAN FAAL PARU

 Pemeriksaan spirometri adalah baku emas


 Tanda-tanda obstruksi
 Pemeriksaan berguna untuk :
~ Menunjang diagnosis
~ Melihat laju perjalanan penyakit
~ Menentukan prognosis
SPIROMETRY IN
COPD

Normal

COPD
Diagnosis Banding PPOK
• Asma
• Bronkiektasis
• Tuberkulosis
• Sindrom Pasca TB Paru
• Penyakit Interstisial Paru
• Panbronkiolitis luas dan lainnya

Dalam pelaksanaan di lapangan terutama fasilitas layanan primer,


sering tidak mudah membedakan PPOK dengan asma, karena
keduanya mempunyai gejala pernapasan kronik, terdapat obstruksi
saluran napas dan gambaran foto toraks yang dapat normal.
Perbedaan Klinis Antara PPOK Dan Asma
  PPOK Asma
Usia onset penyakit Biasanya > 40 tahun Biasanya < 40 tahun
Riwayat merokok Biasanya > 200 indeks Umumnya tidak
brinkman (jumlah rata-rata merokok
batang rokok/ hari kali lama
merokok dalam tahun)

Produksi Sering Jarang


Sputum/berdahak
Alergi Jarang Ada

Perjalanan penyakit Progresif memburuk (dengan Stabil (dengan


eksaserbasi) eksaserbasi)
Spirometri Dapat membaik tetapi tidak Dapat normal
normal
Gejala klinis Persisten Intermiten/ episodik dan
variabel
Penentuan Diagnosis
• Diagnosis PPOK saat ini dinilai berdasarkan
komponen-komponen berikut :
Keterbatasan aliran udara pada jalan napas atau fungsi
paru yang dinilai berdasarkan spirometri
Gejala sesak , yang dinilai berdasarkan :
COPD Assesment Test (CAT) score , atau
Modified Medical Research Council Questionaire for Assessing
the severity of Breathlessness (mMRC)
Eksaserbasi yang dinilai berdasarkan jumlah eksaserbasi
dalam 1 tahun terakhir
ABCD Assessment Tool

© Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease


Pemeriksaan penunjang
• CAT (COPD Assessment Test)

• mMRC (Modified Medical Research Council


Questionaire for Assessing the severity of
Breathlessness )

• Spirometri

• Uji jalan 6 menit

• Pemeriksaan penunjang lain : (Diff count, Foto


thorax bila tersedia)
mMRC Dyspnoe scale
(modified Medical Research Council)

Tingkat Tidak terganggu oleh sesak napas kecuali


0 saat olah-raga berat.

Tingkat Terganggu dengan sesak napas ketika


terburu-buru berjalan di tanah yang datar
1
atau mendaki tanjakan.

Berjalan lebih lambat pada permukaan


yang datar dibandingkan orang seusia
Tingkat karena sesak napas atau harus berhenti
2 untuk bernapas ketika berjalan pada
kecepatan sendiri di permukaan yang
datar.

Tingkat Berhenti untuk bernapas setelah berjalan


90 meter atau setelah beberapa menit di
3
permukaan yang datar

Terlalu sesak untuk meninggalkan rumah


Tingkat
4 atau sesak saat berpakaian atau berganti
pakaian.
JENIS ALAT
SPIROMETRI
 Umur
 Tinggi badan
 Jenis kelamin
 Etnik
Hasil spirometri
• Normal
• Obstruksi
• Restriksi
• Kombinasi Obstruksi dan Restriksi
Uji Jalan 6 menit
• Latihan sederhana yang dapat mengakses
status fungsional penderita PPOK.
• Uji ini mengevaluasi secara global dan
terintegrasi respon paru, kardiovaskular, dan
sistem muskular yang mencerminkan
tingkatan dari kemampuan aktivitas fisik
sehari-hari.
Foto toraks
Apakah foto toraks
membantu?

• Adanya hiperinflasi, emfisema


dan hipertensi pulmoner
• Berguna untuk menyingkirkan
kemungkinan penyakit lain
• Menilai adanya pneumonia saat
terjadi eksaserbasi
Normal Hyperinflation

Air trapping
TATALAKSANA DAN
PENGENDALIAN PENYAKIT PARU
OBSTRUKTIF KRONIK
(PPOK)
PENATALAKSANAAN PPOK

 Menilai dan memonitor penyakit

 Mengurangi faktor risiko

 Penanganan PPOK stabil

 Penanganan eksaserbasi
TUJUAN
PENATALAKSANAAN PPOK
 Mencegah progresivitas penyakit
 Menghilangkan gejala
 Memperbaiki toleransi exercise
 Memperbaiki status kesehatan
 Mencegah dan mengobati komplikasi
 Mencegah dan mengobati eksaserbasi
 Mengurangi mortalitas
TUJUAN PENATALAKSANAAN
PPOK di Puskesmas

 Mengurangi laju beratnya penyakit


 Mempertahankan PPOK yang stabil
 Mengatasi eksaserbasi ringan
 Merujuk ke spesialis paru atau
rumah sakit
 Melanjutkan pengobatan dari spesialis
paru atau rumah sakit rujukan
Age 40-50 50-55 55-60 60-70
100
Susceptible
80 Smokers
Not Susceptible

60 Symptoms
40 Disability Stopped smoking
at 45 (mild COPD)
20 Death Stopped smoking
at 65 (severe COPD)
0
20 30 40 50 60 70 80 90
Age (years)Courtesy of D. O’Donnell.
Adapted from Fletcher CM, Peto R. BMJ 1977
PENATALAKSANAAN PPOK
STABIL di Puskesmas

 Obat-obatan
 Edukasi
 Nutrisi
 Rehabilitasi
 Rujukan ke spesialis paru/RS
PENATALAKSANAAN
PPOK STABIL
 Pengobatan tergantung derajat berat
penyakit
 Edukasi berperan, terutama berhenti
merokok (evidence A)
 Obat-obatan berguna untuk mengurangi
gejala dan komplikasi
 Bronkodilator obat utama dalam
penatalaksanaan (evidence A)
 Bronkodilator diberikan untuk mencegah
atau mengurangi gejala
 Bronkodilator utama agonis beta-2,
antikolinergik, teofilin atau kombinasi
obat tersebut (evidence A)
Kortikosteroid, gunakan dalam bentuk
inhalasi
Jenis Obat-obatan yang digunakan untuk PPOK
Beta2-agonists
Short-acting beta2-agonists (SABA)
Long-acting beta2-agonists (LABA)
Anticholinergics
Short-acting anticholinergics (SAMA)
Long-acting anticholinergics (LAMA)
Combination short-acting beta2-agonists + anticholinergic in one inhaler
Methylxanthines
Inhaled corticosteroids
Combination long-acting beta2-agonists + corticosteroids in one inhaler
Systemic corticosteroids
Phosphodiesterase-4 inhibitors

Sumber : Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease- updated 2014
OBAT-OBATAN LAIN

 Vaksin
 Mukolitik
 Antioksidan
 Antitusif
 Training exercise bermanfaat
memperbaiki toleransi exercise, gejala
sesak dan kelelahan (evidence A)
 Oksigen jangka panjang (> 15 jam/hari)
pada penderita gagal napas kronik
meningkatkan survival (evidence A)
 Rehabilitasi
~ mengurangi gejala
~ memperbaiki kualiti hidup
~ meningkatkan kondisi fisik dan emosi
Rehabilitasi:
Latihan bernapas dengan pursed-lips
Latihan ekpektorasi
Latihan otot pernapasan dan ekstremitas
Pencegahan timbulnya PPOK

• Tidak merokok
• Berhenti merokok
• Hindari polusi yang mempengaruhi saluran
napas yang terus menerus
Pencegahan Progresivitas

• Berhenti merokok
• Mengobati PPOK stabil secara tepat
• Mencegah terjadinya eksaserbasi/infeksi ( semakin
sering eksaserbasi, semakin cepat progresifitasnya)
• Mengobati infeksi eksaserbasi akut dengan obat
yang tepat
• Rehabilitasi Medik
• Vaksinasi
Komplikasi
Komplikasi pada PPOK merupakan bentuk perjalanan
penyakit yang progresif dan tidak sepenuhnya
reversibel, diantaranya :
Gagal napas (gagal napas kronik, gagal napas akut pada
gagal napas kronik)
Gagal napas kronik ditandai dengan hasil analisis gas darah
PO2 < 60 mmHg, dan PCO2 > 60 mmHg, serta pH normal.
Hipertensi pulmonal
PPOK yang ditandai oleh P pulmonal pada EKG, hematokrit
> 50% dapat disertai gagal jantung kanan.
Infeksi berulang / eksaserbasi
RUJUKAN PENYAKIT PARU
OBSTRUKTIF KRONIK
(PPOK)
Melakukan Rujukan PPOK
Rujukan PPOK :
a.Rujukan klinis (untuk diagnosis dan terapi)
b.Rujukan balik
PPOK eksaserbasi
PPOK Eksaserbasi
 Eksaserbasi pada PPOK berarti timbulnya perburukan
gejala dibandingkan dengan kondisi sebelumnya.
 Eksaserbasi dapat disebabkan infeksi atau faktor
lainnya seperti polusi udara, kelelahan atau timbulnya
komplikasi.
 3-6% pasien PPOK eksaserbasi membutuhkan
perawatan di rumah sakit dengan angka mortaliti antara
3-10%.
 Jika pasien membutuhkan ICU maka mortality rate
dapat menjadi 30% pada pasien usia >65 th.
Gejala eksaserbasi:

 Sesak bertambah
 Produksi sputum meningkat
 Perubahan warna sputum (sputum
menjadi purulen)
Prinsip tatalaksana
eksaserbasi ppok

 Mengatasi segera eksaserbasi yang terjadi


dan mencegah terjadinya gagal napas.
Tatalaksana PPOK eksaserbasi
• Bronkodilator kerja singkat
• Kortikosteroids
• Antibiotik
• Oksigen

• Ventilasi noninvasif (NIV BIPAP)


• Ventilasi mekanis (INTUBASI)
• Tatalaksana gagal jantung (bila ada)
Antibiotik pada PPOK eksaserbasi

Diberikan bila :

1. Terdapat 2-3 tanda spesifik


(cardinal sign):
- Peningkatan sesak
- Peningkatan produksi sputum
- Peningkatan purulensi sputum
2. Bila memerlukan ventilasi mekanis
© 2013 Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease
ANTIBIOTIK untuk atasi
eksaserbasi
 Lini I : Amoksisilin
Makrolid
 Lini II : Amoksisilin dan
asam klavulanat
Sefalosporin
Kuinolon
Makrolid baru
Tatalaksana PPOK eksaserbasi dengan gejala: sesak yang bertambah,

SERANGAN
produksi sputum/dahak yang bertambah, perubahan
warna sputum (kuning, kehijauan atau purulen)

PPOK
EKSASERBASI Eksaserbasi ringan
(terdapat 1 gejala
disertai keluhan lain
Eksaserbasi sedang
(terdapat 2 dari 3 gejala
diatas)
Eksaserbasi berat
(memiliki 3 gejala diatas)

 Pasang infus (IV line)


misal demam) Dapat diberikan obat sistemik
(injeksi) kemudian
dilanjutkan dengan oral:  Jika sesak napas berat
Dapat diberikan: dan pulse oxymetri
 Salbutamol nebulisasi rendah (<90%)
2,5 µg, diulang setiap 20
 Salbutamol inhalasi,
menit (3x dalam 1 jam),
dapat  Kombinasi ipratropium
dapat dikombinasi dg
ipratropium bromida bromida solution 10-20
diulang setiap 20 menit
inhalasi solution 10-20 tetes inhalasi atau 2 ml
(3x dalam 1 jam) tetes/satu kali nebilisasi ipratropium solution +
salbutamol 2,5 µg
 Berikan kortikosteroid
 Nebulisasi 2,5 µg atau sistemik, injeksi (IV) untuk nebulisasi, dapat
alternatif IDT dengan 1 mg/kgBB/hari diulang setiap 20 menit
spacer 400 µg metilprednisolone atau selama 1 jam
analognya dexamethasone
5-10 mg/kali pemberian,
metilprednisolone oral  Kortikosteroid injeksi
 Mukolitik bila perlu
20-40 mg/hr, prednisone
oral 1 mg/kgBB, selama  Jika suhu >380C dan
 Jika suhu >38 0C dan 5 hari atau sputum yang
atau sputum yang purulen, berikan
 Jika suhu >380C dan atau
purulen, berikan sputum yang purulen, eritromisin 250-500
eritromisin atau berikan antibiotika mg/6 jam atau
(eritromisin atau amoksisilin dengan
amoksisilin dengan amoksisilin dengan asam asam klavulanat 250-
asam klavulanat klavulanat)
500 mg/8jam
 Nilai ulang respon terhadap
pengobatan dalam 1 jam  Rujuk RS

Nilai respon terhadap pengobatan


Nilai respon terhadap pengobatan

SERANGAN
PPOK
EKSASERBASI
Respon baik Respon buruk: jika APE menurun,
atau turun kesadaran, atau sesak
 APE meningkat, frekuensi napas yang memberat
napas berkurang (normal < Rujuk segera
20 x/menit)
Tidak ada respon setelah 2 jam
 Diperbolehkan pulang: nilai dalam pengobatan dengan salbutamol
ulang dalam 1 minggu Rujuk

 Pastikan pasien Sambil menunggu transport ke


menggunakan salbutamol tempat rujukan:
 Pasang oksigen (30% masker atau
inhaler dirumah:
O2 4 ltr/menit nasal prongs) untuk
perintahkan 2 puff, setiap 4
menjaga saturasi >90%, jika
jam, untuk sesak napas atau
memungkinkan
mengi
 Lanjutkan salbutamol nebulisasi,

 Resepkan prednisone oral 40 jika memungkinkan


 1-2 mL salbutamol setiap 20 menit
mg, 1 x/hari selama 7 hari
atau kontiyu, jika terjadi distress
pernapasan berat

Follow up setelah 1 minggu:

 Nilai gejala (sesak napas, mengi) dan tanda (frekuensi napas, pemeriksaan
paru, pulse oxymetri)
 Jika tidak ada perubahan, tatalaksana sebagai eksaserbasi sedang/berat (lihat
di atas), jika tidak ada respon terhadap pengobatan Rujuk
 Jika respon baik, lanjutkan pengobatan jangka panjang dan follow up
Tatalaksana PPOK eksaserbasi
di Puskesmas
Untuk serangan berat
 Obat diberikan IV utk kemudian dirujuk ke RS
setelah kondisi darurat nya teratasi

Obat-obatan pada eksaserbasi akut:


• Tingkatkan dosis dan frekuensi pemberian
bronkodilator jika berat obat diberikan scr injeksi,
subkutan, IV atau perdrip.
• Kortikosteroid
• Antibiotik bila ada tanda infeksi.
• Diuretika   diberikan pada PPOK sedang-berat dg
gagal jantung kanan atau kelebihan cairan
• Cairan, pemberiannya harus seimbang krn PPOK
sering disertai kor pulmonale
Indikasi Perawatan
 Peningkatan intensitas gejala, spt masih
sesak saat istirahat
 PPOK derajat berat
 Onset tanda klinis baru (sianosis, edema
perifer)
 Gagal respons dengan terapi awal
 Terdapatnya komorbid yang serius
 Eksaserbasi yang sering/berulang
 Usia lanjut
 Tidak tersedia perawatan di rumah
© 2013 Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease
RUJUKAN
 Tujuan rujuk dan rujuk balik PPOK:
 Menilai faal paru dan derajat berat PPOK melalui
rujukan rutin
 Menegakkan diagnosis dan optimalisasi terapi dg
meninjau ulang tingkat keparahan obstruksi saluran
napas
 Menurunkan angka morbiditas dan mortalitas pasien
PPOK yg memenuhi kriteria perawatan intensif di FKTL
melalui rujukan urgent dan emergency
 Memberikan kemudahan, efisiensi dan pelayanan
berkelanjutan yg komprehensif dlm jangka panjang bagi
pasien PPOK melalui rujuk balik
Terima kasih

Anda mungkin juga menyukai