Anda di halaman 1dari 22

KASUS BEDAH ANAK

ANAK LAKI-LAKI 8 TAHUN DENGAN UNDESCENSUS TESTIS BILATERAL POST ORCHIDOPEKSI

Oleh : Dimas Yuliar Sevanto G9911112055

Pembimbing : Dr. Guntur Surya Alam, Sp BA

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR MOEWARDI SURAKARTA 2012

PRESENTASI KASUS

I.

IDENTITAS PENDERITA Nama No. CM Umur Jenis kelamin Nama Ayah Pekerjaan Ayah Agama Nama Ibu Pekerjaan Ibu Alamat : An. A : 01139519 : 8 tahun : Laki-laki : Tn. B :Swasta : Islam : Ny. D : Ibu rumah tangga : Kratonan RT 2/1 Serengan, Surakarta

II.

ANAMNESIS A. Keluhan Utama Nyeri pada perut bawah saat BAK dan tidak mempunyai buah pelir kanan maupun kiri

B. Riwayat Penyakit Sekarang Alloanamnesis dengan orang tua pasien : Sejak lahir pasien tidak mempunyai buah pelir kanan maupun kiri. Terdapat benjolan di perut bawah, benjolan tersebut tidak bertambah besar. 4 hari SMRS pasien mengeluh nyeri pada perut bawah saat BAK. Gangguan BAK (-), gangguan BAB (-), kencing batu (-), demam (-), riwayat infeksi di saluran kencing (-).

C. Riwayat Penyakit Dahulu - Riwayat sakit serupa : (-)

- Riwayat pertumbuhan terlambat : (-) D. Riwayat Penyakit Keluarga dan Lingkungan - Riwayat keluarga sakit serupa - Riwayat lingkungan diare : (-) : (-)

- Riwayat alergi obat dan makanan : (-) E. Riwayat Penyakit yang Pernah Diderita - Faringitis - Bronkitis : (-) : (-) - Enteritis - Disentri basiler - Disentri amoeba - Thypus - Cacing - Operasi - Geger Otak - Fraktur : (-) : (-) : (-) : (-) : (-) : (-) : (-) : (-)

- Pneumonia : (-) - Morbili - Pertusis - Difteri - Varicella - Malaria : (-) : (-) : (-) : (-) : (-)

F. Riwayat Kelahiran Pasien lahir saat usia kandungan 9 bulan, lahir per vaginam Berat badan saat lahir 3,1 kg G. Riwayat Imunisasi Riwayat imunisasi sesuai dengan KMS H. Riwayat Makan Minum Anak Pasien diberi ASI Eksklusif sampai usia 6 bulan kemudian diberi makanan pendamping ASI, makanan, dan ASI sampai usia 2 tahun.

III. Pemeriksaan Fisik (pada tanggal 25 Juli 2012, post OP) A. Keadaan Umum - Keadaan umum : sedang

- Derajat kesadaran : compos mentis - Derajat gizi : gizi normal

B. Tanda vital - Frekuensi nadi - Frekuensi pernafasan - Suhu : 100x/menit rguler : 22x/menit : 37,5 C

C. Kulit Kulit sawo matang, kering (-),ujud kelainan kulit (-),hiperpigmentasi (-)

D. Kepala Mesocephal

E. Wajah Oedema (-), wajah orang tua (-)

F. Mata Cekung (-/-), air mata(+/+), konjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik(-/-)

G. Hidung Nafas cuping hidung (-), sekret (-/-), darah (-/-), deviasi (-/-)

H. Mulut Mukosa basah (+), sianosis (-), pucat (-), kering (-)

I. Telinga Daun telinga dalam batas normal, sekret (-)

J. Tenggorok Uvula di tengah, mukosa pharing hiperemis (-), tonsil T1-T1

K. Leher Bentuk normocolli, limfonodi tidak membesar, glandula thyroid tidak membesar, kaku kuduk (-), gerak bebas, deviasi trakhea (-)

L. Thoraks Bentuk Cor : normochest, retraksi (-), gerakan dinding dada simetris : Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi Pulmo : Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi : iktus kordis tidak tampak : iktus kordis tidak kuat angkat : batas jantung kesan tidak melebar : BJ I-II intensitas normal, reguler, bising (-) : Pengembangan dada kanan=kiri : Fremitus raba kanan=kiri : Sonor di seluruh lapang paru : Suara dasar vesikuler (+/+) Suara tambahan (-/-)

M. Abdomen Inspeksi : perut distended (-), darm contour (-), darm stifung (-), tampak luka operasi tertutup verban di regio lumbalis dextra dan lumbalis sinistra. Auskultasi : bising usus (+) Perkusi Palpasi : timpani : supel, massa (-), nyeri tekan (-)

N. Ekstremitas
Oedema -

Akral dingin -

O. Genital Tampak luka operasi tertutup verban di skrotum. Testis teraba di skrotum. Meatus uertra externum terletak di glans penis.

IV. ASSESSMENT 1 Suspect undescensus testis bilateral

V.

PLANNING 1 Cek laboratorium darah rutin USG urologi

VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan Laboratorium tanggal 14 Juli 2012 Hemoglobin Hematokrit Eritrosit Trombosit Leukosit : 11,0 g/dL : 33 % : 6,5 ribu/uL : 248 ribu/uL : 4,03 ribu/uL

Gula darah puasa

: 97 mg/dl

Pemeriksaan Laboratorium tanggal 23 Juli 2012 PT APTT Albumin Kreatinin Ureum Natrium Kalium Klorida Hasil USG Urologi Undescensus testiculorum bilateral : 12,2 detik : 29,6 detik : 4,3 g/dl : 0,5 mg/dl : 39 mg/dl : 141 mmol/L : 3,7 mmol/L : 106 mmol/L

VII. ASSESSMENT 2 Undescensus testis bilateral

VIII. PLANNING 2 - Konsul Anestesi - Pro Orchidopeksi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi
Undescended testis (UDT) adalah suatu kondisi dimana testis tidak dijumpai pada tempat yang semestinya yaitu di dalam skrotum. Dalam hal ini mungkin testis tidak mampu mencapai skrotum tetapi masih berada pada jalurnya yang normal, keadaan ini disebut kriptorkismus, atau pada proses desensus, testis tersesat (keluar) dari jalurnya yang normal, keadaan ini disebut sebagai testis ektopik. 1,2

2. Epidemiologi
UDT merupakan kelainan genitalia kongenital tersering pada anak laki-

laki. Pada bayi prematur sekitar 30,3% dan sekitar 3,4% pada bayi cukup bulan. Bayi dengan berat lahir < 900 gram seluruhnya mengalami UDT, sedangkan dengan berat lahir <1800 gram sekitar 68,5 % UDT. Dengan bertambahnya umur menjadi 1 tahun, insidennya menurun menjadi 0,8 %, angka ini hampir sama dengan populasi dewasa.1,2,6 Tabel 1. Data prevalensi UDT berdasarkan umur

Dua pertiga kasus mengalami UDT unilateral dan sisanya UDT bilateral. Dengan bertambahnya usia, testis mengalami desensus secara spontan sekitar 70-77% biasanya pada usia 3 bulan, sehingga pada saat usia 1 tahun angka kejadian UDT turun menjadi 1% dibandingkan saat lahir 3,7%. Setelah usia 1 tahun, testis yang letaknya abnormal jarang dapat mengalami desensus testis secara spontan.1,2 3. Embriologi dan Proses Penurunan Testis Pada minggu keenam umur kehamilan primordial germ cells mengalami migrasi dari yolk sac ke-genital ridge. Dengan adanya gen SRY (sex determining region Y), maka akan berkembang menjadi testis pada minggu ke-7. Testis yg berisi prekursor sel-sel Sertoli besar (yang kelak menjadi tubulus seminiferous dan sel-sel Leydig kecil) dengan stimulasi FSH yang dihasilkan pituitary mulai aktif berfungsi sejak minggu ke-8 kehamilan dengan mengeluarkan MIF (Mllerian Inhibiting Factor), yang menyebabkan involusi ipsilateral dari duktus mullerian. MIF juga meningkatkan reseptor androgen pada membran sel Leydig. Sel- Pada minggu ke-1011 kehamilan, akibat stimulasi chorionic gonadotropin yang dihasilkan plasenta dan LH dari pituitary sel-sel Leydig akan mensekresi testosteron yang sangat esensial bagi diferensiasi duktus Wolfian menjadi epididimys, vas deferens, dan vesika seminalis.1,6,7 Penurunan testis dimulai pada sekitar minggu ke-10. Walaupun mekanismenya belum diketahui secara pasti, namun para ahli sepakat bahwa terdapat beberapa faktor yang berperan penting, yakni: faktor endokrin, mekanik (anatomik), dan neural. Terjadi dalam 2 fase yang dimulai sekitar minggu ke-10 kehamilan segera setelah terjadi diferensiasi seksual. Fase transabdominal dan fase inguinoscrotal. Keduanya terjadi dibawah kontrol hormonal yang berbeda. 1,6,7 Fase transabdominal terjadi antara minggu ke-10 dan 15 kehamilan, di mana testis mengalami penurunan dari urogenital ridge ke regio inguinal. Hal ini terjadi karena adanya regresi ligamentumsuspensorium cranialis dibawah pengaruh androgen (testosteron), disertai pemendekan gubernaculum (ligamen yang melekatkan bagian inferior testis ke-segmen bawah skrotum) di bawah pengaruh MIF.Dengan perkembangan yang cepat dari regio abdominopelvic maka testis akan terbawa turun ke daerah inguinal anterior. Pada bulan ke-3 kehamilan terbentuk processus vaginalis yang secara bertahap berkembang ke-arah skrotum. Selanjutnya fase ini akan menjadi tidak aktif sampai bulan ke-7 kehamilan. 1,6,7

Gambar 2. Skema penurunan testis menurut Hutson. Keterangan gambar :Antara minggu ke- 815 gubernaculum (G) berkembang pada laki-laki, mendekatkan testis (T) ke-inguinal. Ligamentum suspensorium cranialis (CSL) mengalami regresi. Migrasi gubernaculum ke-skrotum terjadi pada minggu ke- 28 35. B:Peranan gubernaculum dan CSL pada diferensiasi seksual rodent. Pada jantan CSL mengalami regresi dan gubernaculum mengalami perkembangan; sebaliknya pada betina CSL menetap, dan gubernaculum menipis dan memanjang. Fase inguinoscrotal terjadi mulai bulan ke-7 atau minggu ke-28 sampai dengan minggu ke-35 kehamilan. Testis mengalami penurunan dari regio inguinal ke-dalam skrotum dibawah pengaruh hormon androgen. Mekanismenya belum diketahui secara pasti, namun diduga melalui mediasi pengeluaran calcitonin gene-related peptide (CGRP). Androgen akan merangsang nervus genitofemoral untuk mengeluarkan CGRP yang menyebabkan kontraksi ritmis dari gubernaculum.Faktor mekanik yang turut berperan pada fase ini adalah tekanan abdominal yang meningkat yang menyebabkan keluarnya testis dari cavum abdomen, di samping itu tekanan abdomen akan menyebabkan terbentuknya ujung dari processus vaginalis

melalui canalis inguinalis menuju skrotum.Proses penurunan testis ini masih bisa berlangsung sampai bayi usia 9-12 bulan. 1,6,7 4. Etiologi Mekanisme terjadinya UDT berhubungan dengan banyak faktor (multifaktorial) yaitu (1) Perbedaaan pertumbuhan relatif tubuh terhadap funikulus spermatikus atau gubernakulum, (2) peningkatan tekanan abdomen, (3) faktor hormonal: testosteron, MIS, and extrinsic estrogen, (4) Perkembangan epididimis, (5) Perlekatan gubernakular (6) Genito femoral nerve/calcitonin gene-related peptide (CGRP), (7) Sekunder pasca-operasi inguinal yang menyebabkan jaringan ikat.1,2,3 UDT juga dapat terjadi karena adanya kelainan pada (1) gubernakulum testis, (2) kelainan intrinsik testis, atau (3) defisiensi hormon gonadotropin yang memacu proses desensus testis. Beberapa penelitian telah mengidentifikasi kelompok bayi baru lahir yang beresiko mengalami UDT untuk mencari riwayat alami dan faktorfaktor yang mempengaruhi desensus setelah lahir. Penelitian ini menemukan bahwa UDT secara signifikan lebih banyak ditemukan pada bayi prematur, kecil untuk masa kehamilan, berat bayi baru lahir yang rendah, dan kembar.1,2 UDT dapat merupakan kelainan tunggal yang berdiri sendiri (isolated anomaly), ataupun bersamaan dengan kelainan kromosom, endokrin, intersex, dan kelainan bawaan lainnya. Bila disertai dengan kelainan bawaan lain seperti hipospadia kemungkinan lebih tinggi disertai dengan kelainan kromosom (sekitar 12 25 %).1,6 Terdapat faktor keturunan terjadinya UDT pada kasus-kasus yang isolated, di samping itu testis sebelah kanan lebih sering mengalami UDT. Sekitar 4,0 % anakanak UDT mempunyai ayah yang UDT, dan 6,29,8% mempunyai saudara laki-laki UDT; atau secara umum terdapat risiko 3,6 kali terjadi UDT pada laki-laki yang mempunyai anggota keluarga UDT dibanding dengan populasi umum.1,2,6 5. Klasifikasi UDT dikelompokkan menjadi 3 tipe: a. UDT sesungguhnya (true undescended): testis mengalami penurunan parsial melalui jalur yang normal, tetapi terhenti. Dibedakan menjadi teraba (palpable) dan tidak teraba (impalpable). b. Testis ektopik: testis mengalami penurunan di luar jalur penurunan yang normal.

c. Testis retractile: testis dapat diraba/dibawa ke-dasar skrotum tetapi akibat refleks kremaster yang berlebihan dapat kembali segera ke-kanalis inguinalis, bukan termasuk UDT yang sebenarnya. Pembagian lain membedakan true UDT menurut lokasi terhentinya testis, menjadi: abdominal, inguinal, dan suprascrotal (gambar 2).Gliding testis atau sliding testis adalah istilah yang dipakai pada keadaan UDT dimana testis dapat dimanipulasi hingga bagian atas skrotum, tetapi segera kembali begitu tarikan dilepaskan.1,2,6 Gliding testis harus dibedakan dengan testis yang retraktil, gliding testis terajadi akibat tidak adanya gubernaculum attachment, dan mempunyai processus vaginalis yang lebar sehingga testis sangat mobile dan meningkatkan risiko terjadinya torsi.Dengan melakukan overstrecht selama 1 menit pada saat pemeriksaan fisik (untuk melumpuhkan refleks cremaster), testis yang retraktil akan menetap di dalam skrotum, sedangkan gliding testis akan tetap kembali ke-kanalis inguinalis.1,2,6

Gambar 3. Kemungkinan lokasi testis pada true UDT dan ektopik testis.

6. Patogenesis dan Patofisiologi Suhu di dalam rongga abdomen kurang lebih 1-20C lebih tinggi daripada suhu di dalam skrotum, sehingga testis abdominal selalu mendapatkan suhu yang lebih tinggi daripada testis normal; hal ini mengakibatkan kerusakan sel-sel germinal testis. 1,2 Pada usia 2 tahun, sebanyak 1/5 bagian dari sel-sel germinal testis telah mengalami kerusakan, sedangkan pada usia 3 tahun hanya 1/3 sel-sel germinal yang masih normal. Kerusakan ini makin lama makin progresif dan akhirnya testis menjadi mengecil. Karena sel-sel Leydig sebagai penghasil hormon androgen tidak ikut rusak, maka potensi potensi seksual tidak mengalami gangguan. Akibat lain yang ditimbulkan dari letak testis yang tidak berada di skrotum adalah mudah terpluntir (torsio), mudah terkena trauma, dan lebih mudah mengalami degenerasi maligna.1-3 7. Diagnosis 7.1. Anamnesis Pada anamnesis, tentukan apakah testis pernah teraba di skrotum, riwayat operasi daerah inguinal, riwayat prenatal: terapi hormonal pada ibu untuk reproduksi, kehamilan kembar, prematuritas, riwayat keluarga: UDT, hipospadia, infertilitas, intersex, pubertas prekoks. Pada anamnesis juga, yang harus digali adalah tentang prematuritas penderita (30% bayi prematur mengalami UDT), penggunaan obat-obatan saat ibu hamil (estrogen), riwayat operasi inguinal. Harus dipastikan juga apakah sebelumnya testis pernah teraba di skrotum pada saat lahir atau tahun pertama kehidupan (testis retractile akibat refleks cremaster yang berlebihan sering terjadi pada umur 4-6 tahun). Perlu juga digali riwayat perkembangan mental anak, dan pada anak yang lebih besar bisa ditanyakan ada tidaknya gangguan penciuman (biasanya penderita tidak menyadari). Riwayat keluarga tentang UDT, infertilitas, kelainan bawaan genitalia, dan kematian neonatal.1,2 Inspeksi pada regio skrotum terlihat hipoplasia kulit skrotum karena tidak pernah ditempati oleh testis. Pada palpasi, testis tidak teraba di kantung skrotum, melainkan berada di inguinal atau di tempat lain. Pada saat melakukan palpasi untuk mencari keberadaan testis, jari tangan pemeriksa harus dalam keadaan hangat.1,2

Jika kedua buah testis tidak diketahui tempatnya, harus dibedakan dengan anorkismus bilateral (tidak mempunyai testis). Untuk itu perlu dilakukan pemeriksaan hormonal antara lain hormon testosteron, kemudian dilakukan uji dengan pemberian hormon hCG (human chorionic gonadotropin). 1,2

7.2. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan sebaiknya dilakukan di ruangan yang tenang dan hangat. Pemeriksaan secara umum harus dilakukan dengan mencari adanya tanda-tanda sindrom tertentu, dismorfik, hipospadia, atau genitalia ambigua. 1,2,6 Pemeriksaan testis sebaiknya dilakukan pada posisi terlentang dengan frog leg position dan jongkok. Dengan 2 tangan yang hangat dan akan lebih baik bila menggunakan jelly atau sabun, dimulai dari SIAS menyusuri kanalis inguinalis ke-arah medial dan skrotum. Bila teraba testis harus dicoba untuk diarahkan keskrotum, dengan kombinasi menyapu dan menarik terkadang testis dapat didorong ke-dalam skrotum. Dengan mempertahankan posisi testis didalam skrotum selama 1 menit, otot-otot cremaster diharapkan akan mengalami fatigue; bila testis dapat bertahan di dalam skrotum, menunjukkan testis yang retractile sedangkan pada UDT akan segera kembali begitu testis dilepas. Tentukan lokasi, ukuran dan tekstur testis.1,2,6 Testis yang atropi atau vanishing testis dapat dijumpai pada jalur penurunan yang normal. Kemungkinan etiologinya adalah iskemia masa neonatal akibat torsi. Testis kontra lateralnya biasanya mengalami hipertrofi.Lokasi UDT tersering terdapat pada kanalis inguinalis (72%), diikuti supraskrotal (20%), dan intra-abdomen (8%). Sehingga pemeriksaan fisik yang baik dapat menentukan lokasi UDT tersebut. 1,2,6 Adanya UDT bilateral yang tidak teraba gonad/testis apalagi disertai hipospadia dan virilisasi, harus dipikirkan kemungkinan intersex, individu dengan kromosom XX yang mengalami female pseudo-hermaphroditism yang berat; atau Anorchia kongenital sebagai akibat torsi testis in utero.3,13,15 Sedangkan simple UDT merupakan hal yang seringkali dijumpai terutama pada bayi yang prematur, akan tetapi masih dapat terjadi penurunan testis dalam tahun pertama kehidupannya. 1,2,6

7.3. Pemeriksaan Laboratorium Pada anak dengan UDT unilateral tidak memerlukan pemeriksaan laboratorium lebih lanjut.Sedangkan pada UDT bilateral tidak teraba testis dengan disertai hipospadia dan virilisasi, diperlukan pemeriksaan analisis kromosom dan hormonal (yang terpenting adalah 17 hydroxyprogesterone) untuk menyingkirkan kemungkinan intersex.1,2,6 Setelah menyingkirkan kemungkinan intersex, pada penderita UDT bilateral dengan usia < 3 bulan dan tidak teraba testis, pemeriksaan LH, FSH, dan testosteron akan dapat membantu menentukan apakah terdapat testis atau tidak. Bila umur telah mencapai di atas 3 bulan pemeriksaan hormonal tersebut harus dilakukan dengan melakukan stimulasi test menggunakan hCG (human chorionic gonadotropin hormone). Ketiadaan peningkatan kadar testosteron disertai peningkatan LH/FSH setelah dilakukan stimulasi mengindikasikan anorchia.1,2,6 Prinsip stimulasi test dengan hCG atau hCG test adalah mengukur kadar hormon testosteron pada keadaan basal dan 24-48 jam setelah stimulasi. Respon testosteron normal pada hCG test sangat tergantung umur penderita. Pada bayi, respon normal setelah hCHG test bervariasi antara 2-10x bahkan 20x. Pada masa kanak-kanak, peningkatannya sekitar 5-10x. Sedangkan pada masa pubertas, dengan meningkatnya kadar testosteron basal, maka peningkatan setelah stimulasi hCG hanya sekitar 2-3x. 1,2,6 7.4. Pemeriksaan Radiologi USG hanya dapat membantu menentukan lokasi testis terutama di daerah inguinal, di mana hal ini akan mudah sekali dilakukan perabaan dengan tangan.3 Pada penelitian terhadap 66 kasus rujukan dengan UDT tidak teraba testis, USG hanya dapat mendeteksi 37,5% (12 dari 32) testis inguinal; dan tidak dapat mendeteksi testis intra-abdomen.17 Hal ini tentunya sangat tergantung dari pengalaman dan kwalitas alat yang digunakan.1,6 CT scan dan MRI mempunyai ketepatan yang lebih tinggi dibandingkan USG terutama diperuntukkan testis intra-abdomen (tak teraba testis). MRI mempunyai sensitifitas yang lebih baik untuk digunakan pada anak-anak yang lebih besar (belasan tahun).3,4,5 MRI juga dapat mendeteksi kecurigaan keganasan testis.5 Baik USG, CT scan maupun MRI tidak dapat dipakai untuk mendeteksi vanishing testis ataupun anorchia.1,6

Dengan ditemukannya metode-metode yang non-invasif maka penggunaan angiografi (venografi) untuk mendeteksi testis yang tidak teraba menjadi semakin berkurang. Metode ini paling baik digunakan untuk menentukan vanishing testis ataupun anorchia.Dengan metode ini akan dapat dievaluasi pleksus

pampiniformis, parenkim testis, dan blind-ending dari vena testis (pada anorchia).5 Kelemahannya selain infasif, juga terbatas pada umur anak-anak yang lebih besar mengingat kecilnya ukuran vena-vena gonad. 1,6 7.5. Laparoskopi Metode laparoskopi pertama kali digunakan untuk mendeteksi UDT tidak teraba testis pada tahun 1976. Metode ini merupakan metode infasif yang cukup aman oleh ahli yang berpengalaman. Sebaiknya dilakukan pada anak yang lebih besar dan setelah pemeriksaan lain tidak dapat mendeteksi adanya testis di inguinal. 1,6 Beberapa hal yang dapat dievaluasi selama laparoskopi adalah: kondisi cincin inguinalis interna, processus vaginalis (patent atau non-patent), testis dan vaskularisasinya serta struktur wolfian-nya.6 Tiga hal yang sering dijumpai saat laparoskopi adalah: blind-ending pembuluh darah testis yang mengindikasikan anorchia (44%), testis intra-abdomen (36%), dan struktur cord (vasa dan vas deferens) yang keluar ke-dalam cincin inguinalis interna. 1,6 8. Diagnosis Banding Seringkali dijumpai testis yang biasanya berada di kantung skrotum tiba-tiba berada di daerah inguinal dan pada keadaan lain kembali ke tempat semula. Keadaan ini terjadi karena reflek otot kremaster yang terlalu kuat akibat cuaca dingin, atau setelah melakukan aktifitas fisik. Hal ini disebut sebagai testis retraktil atau kriptorkismus fisiologis dan kelainan ini tidak perlu diobati. Selain itu UDT perlu dibedakan dengan anorkismus, yaitu testis memang tidak ada. Hal ini bias terjadi secara congenital memang tidak terbentuk testis, atau testis yang mengalami atrofi akibat torsio in utero atau torsio pada saat neonatus.1,2

9.

Penatalaksanaan Tujuan terapi UDT yang utama dan dianut hingga saat ini adalah memperkecil risiko terjadinya infertilitas dan keganasan dengan melakukan reposisi testis kedalam skrotum baik dengan menggunakan terapi hormonal ataupun dengan cara pembedahan (orchiopexy).1,6 Penatalaksanaan yang terlambat pada UDT akan menimbulkan efek pada testis di kemudian hari. Dengan asumsi bahwa jika dibiarkan testis tidak dapat turun sendiri setelah usia 1 tahun, sedangkan setelah usia 2 tahun terjadi kerusakan testis yang cukup bermakna, maka saat yang tepat untuk melakukan terapi adalah pada usia 1 tahun. Pada prinsipnya testis yang tidak berada di skrotum harus diturunkan ke tempatnya, baik dengan cara medikamentosa maupun pembedahan. 1,6 UDT meningkatkan risiko infertilitas dan berhubungan dengan risiko tumor sel germinal yang meningkat 3-10 kali. Atrofi testis terjadi pada usia 5-7 tahun, akan tetapi perubahan morfologi dimulai pada usia 1-2 tahun. Risiko kerusakan histologi testis juga berhubungan dengan letak abnormal testis. Pada awal pubertas, lebih dari 90% testis kehilangan sel germinalnya pada kasus intraabdomen, sedangkan pada kasus testis inguinal dan preskrotal, penurunan sel geminal mencapai 41% dan 20%.1,2

Gambar 4. Penatalaksanaan kriptorkismus yang didapat.

Gambar 5. Penatalaksanaan kriptorkismus Kongenital.

9.1. Terapi Hormonal Terapi hormonal primer lebih banyak digunakan di Eropa. Hormon yang diberikan adalah hCG, gonadotropinreleasinghormone (GnRH) atau LHreleasing hormone (LHRH). Terapi hormonal meningkatkan produksi testosteron dengan menstimulasi berbagai tingkat jalur hipotalamus-pituitarygonadal. Terapi ini berdasarkan observasi bahwa proses turunnya testis berhubungan dengan androgen. Tingkat testosteron lebih tinggi bila diberikan hCG dibandingkan GnRH. Semakin rendah letak testis, semakin besar kemungkinan keberhasilan terapi hormonal.1,2,5 International Health Foundation menyarankan dosis hCG sebanyak 250 IU/ kali pada bayi, 500 IU pada anak sampai usia 6 tahun dan 1000 IU pada anak lebih dari 6 tahun. Terapi diberikan 2 kali seminggu selama 5 minggu. Angka keberhasilannya 6 55%. Secara keseluruhan, terapi hormon efektif pada beberapa kelompok kasus, yaitu testis yang terletak di leher skrotum atau UDT bilateral. Efek samping adalah peningkatan rugae skrotum, pigmentasi, rambut pubis dan pertumbuhan penis. Pemberian dosis lebih dari 15000 IU dapat menginduksi fusi epiphyseal plate dan mengurangi pertumbuhan somatik.1,6 Pemberian hormonal pada kriptorkismus banyak memberikan hasil terutama pada kelainan bilateral, sedangkan pada kelainan unilateral hasilnya

masih belum memuaskan. Obat yang sering dipergunakan adalah hormone hCG yang disemprotkan intranasal.5

9.2. Pembedahan Apabila hormonal telah gagal, terapi standar pembedahan untuk kasus UDT adalah orchiopexy. Keputusan untuk melakukan orchiopexy harus mempertimbangkan berbagai faktor, antara lain teknis, risiko anastesi, psikologis anak, dan risiko bila operasi tersebut ditunda. Operasi pada kriptorkismus adalah orchiopexy. Tujuan operasi pada kriptorkismus adalah: (1) mempertahankan fertilitas, (2) mencegah timbulnya degenerasi maligna, (3) mencegah kemungkinan terjadinya torsio testis, (4) melakukan koreksi hernia, dan (5) secara psikologis mencegah terjadinya rasa rendah diri karena tidak mempunyai testis. Operasi yang dikerjakan adalah orkidopeksi yaitu meletakkan testis ke dalam skrotum dengan melakukan fiksasi pada kantung sub dartos.

Tabel. 2 Jenis Tindakan Pembedahan pada Kelaianan UDT dan Tingkat Keberhasilannya

Gambar 6. Orchiopexy. Keterangan gambar: Orchiopexy digunakan untuk memperbaiki UDT pada anak-anak. Satu insisi dibuat pada abdomen yang merupakan lokasi UDT, dan insisi lain dibuat pada skrotum (A). Testis dipisahkan dari jaringan sekitarnya (B) dan dikeluarkan dari insisi abdomen menempel pada spermatic cord (C). Testis kemudian dimasukkan turun ke dalam skrotum (D) dan dijahit (E). Beberapa komplikasi yang dapat timbul akibat tindakan pembedahan Orchiopexy antara lain 1,6 :

1. Posisi testis yang tidak baik karena diseksi retroperitoneal yang tidak komplit
(10% kasus)

2. Atrofi testis karena devaskularisasi saat membuka funikulus (5% kasus) 3. Trauma pada vas deferens ( 12% kasus) 4. Pasca-operasi torsio 5. Epididimoorkhitis 6. Pembengkakan skrotum

10. Komplikasi UDT Telah lama diketahui bahwa komplikasi utama yang dapat terjadi pada UDT adalah keganasan testis dan infertilitas akibat degenerasi testisDi samping itu disebut juga terjadinya torsi testis, dan hernia inguinalis. 1,6 a. Risiko Keganasan Teradapat hubungan yang erat antara UDT dan keganasan testis. Insiden keganasan testis sebesar 1-6 pada setiap 500 laki-laki UDT di Amerika. Risiko terjadinya keganasan testis yang tidak turun pada anak dengan UDT dilaporkan berkisar 10-20 kali dibandingkan pada anak dengan testis normal.Makin tinggi lokasi UDT makin tinggi risiko keganasannya, testis abdominal mempunyai risiko menjadi ganas 4x lebih besar dibanding testis inguinal. 1,6 Orchiopexi sendiri tidak akan mengurangi risiko terjadinya keganasan, tetapi akan lebih mudah melakukan deteksi dini keganasan pada penderita yang telah dilakukan orchiopexy. 1,6 b. Infertilitas Penderita UDT bilateral mengalami penurunan fertilitas yang lebih berat dibandingkan penderita UDT unilateral, dan apalagi dibandingkan dengan populasi normal. Penderita UDT bilateral mempunyai risiko infertilitas 6x lebih besar dibandingkan populasi normal (38% infertil pada UDT bilateral dibandingkan 6% infertil pada populasi normal), sedangkan pada UDT unilateral berisiko hanya 2x lebih besar. 1,6 Komplikasi infertilitas ini berkaitan dengan terjadinya degenerasi pada UDT. Biopsi pada anak-anak dan binatang coba UDT menunjukkan adanya penurunan volume testis, jumlah germ cells dan spermatogonia dibandingkan dengan testis yang normal. Biopsi testis pada anak dengan UDT unilateral yang dilakukan sebelum umur 1 tahun menunjukkan gambaran yang tidak berbeda bermakna dengan testis yang normal. 1,6 Perubahan gambaran histologis yang bermakna mulai tampak setelah umur 1 tahun, semakin memburuk dengan bertambahnya umur. Tidak seperti risiko keganasan, penurunan testis lebih dini akan mencegah proses degenerasi lebih lanjut. 1,6

DAFTAR PUSTAKA

1. Purnomo BB. Dasar-dasar urologi. Edisi 2. Jakarta: Sagung Seto; 2003. h.13740. 2. Schneck FX, Bellinger MF. Abnormalities of the testes and scrotum and their surgical management. Dalam: Walsh PC. CampbellsUrology Vol 1. 8th edition. Philadelphia: WB Saunders Company.2000 3. Tanagho EA, Nguyen HT. Embriology of the Genitourinary System. Dalam: Tanagho EA, McAninch JW. Smiths General Urology. Edisi 17. California: The McGraw Hill companies; 2000. h.23-45. 4. Docimo, S. G., R. I. Silver, and W. Cromie. The Undescended Testicle: Diagnosis and Management.American Family Physician, 62 (November 1, 2000): 20372044, 20472048. 5. Batubara JRL. Terapi hormonal pada kriptorkismus.Disampaikan pada Simposium Sehari Tatalaksana Optimal Kriptorkismus, Jakarta, 13 Agustus, 1994. 6. Kolon TF. Cryptorchidism. 2002. Diunduh dari

http://www.emedicine.com/med/topic2707.html. ( diakses tanggal 23 Juli 2012) 7. Sadler. Embriologi Kedokteran LANGMAN. Edisi ke-7. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2000. h.280-310. 8. Dogra VS, Mojibian H. Cryptorchidism. In:

http://www.emedicine.com/radio/topic201.htm ( diakses tanggal 23 Juli 2012)

Anda mungkin juga menyukai