Anda di halaman 1dari 25

BAB I REKAM MEDIK I. IDENTIFIKASI a. b. c. d. e. f. g. II. Nama Umur Alamat Agama Status Bangsa : Ny.

Siti Aisiyah : 22 Tahun : Bugel 2/5 keseneng Mojotengash : Islam : Menikah : Indonesia

Jenis Kelamin : Perempuan

ANAMNESIS (autoanamnesis) Anamnesis Umum : Pasien datang ke IGD pukul 7:30 pagi diantar bidan dengan keterangan G1P0A0 kenceng-kenceng teratur blm dirasakan air ketuban keluar sejak 4 jam yang lalu pukul 04.00.WIB. HPHT HPL Umur Kehamilan : 17 Mei 2011 : 24 Februari 2012 : 38 minggu 1 hari

Riwayat perkawinan Kawin 1 kali, menikah pada usia 20 tahun lamanya 1 tahun. Riwayat Obstetri G1P0A0 Anak pertama hamil ini a. Riwayat haid Menarche umur 13 tahun. Haid teratur 30 hari, lamanya 7 hari, darah haid biasa, sakit waktu haid tidak ada, keputihan (-), gatal (-), bau (-). b. c. d. Nafsu makan: Biasa Riwayat KB belum pernah Miksi dan defekasi lancar.

e.

Riwayat penyakit yang pernah diderita DM tidak ada Penyakit jantung tidak ada Hipertensi tidak ada Anamnesis Khusus Keluhan utama: Air ketuban pecah sejak 4 jam yang lalu III. PEMERIKSAAN FISIK Status present Keadaan umum Kesadaran Tekanan darah Nadi Pernapasan Temperatur : tampak sakit sedang : kompos mentis : 120/70 mmHg : 84x/menit : 20 x/menit : 36,7 C. Konjungtiva pucat : (-)/(-), ikterus (-)

Hati dan limpa tidak teraba Edema -/-, varises -/-, refleks fisiologis +/+, refleks patologis -/Payudara hiperpigmentasi -/-. Jantung Paru-paru Keadaan gizi Berat badan Tinggi badan a. : gallop (-), murmur (-). : bising nafas vesikuler normal, ronkhi -/-, wheezing -/-. : sedang. : 59 kg : 149 cm

Status ginekologis Pemeriksaan luar: janin tunggal, memanjang, puka, kepala teraba 4/5 bagian, TFU 28cm, DJJ 140x/menit

o (+). IV.

Pemeriksaan dalam: Vulva urethra tenang, dinding vagina licin, serviks tebal di

belakang, pembukaan 0cm, selket sulit diraba, kepala turun H1, STLD (-), AK

DIAGNOSIS KPD 4 jam, primigravida hamil aterm.BDP Pukul 9.00. Masuk amphicillin 1g IV Pukul 10.00. Dilakukan NST FHR: 140-145 Variabilitas : >5 Akselerasi (+) Deselerasi (-) Gerakan (+)

Kesan NST reaktif Pukul 11.15. Evaluasi, His (-), DJJ 138x/menit PD : v/u tenang, ddv licin, sx tebal di belakang, pembukaan 0cm, Selket sulit di raba, kepala turun di H2, STLD (-), AK (+). Dx : KPD 8 jam primigravida h aterm BDP Tx: usul induksi misoprostol 25 mcq/oral/ 6jam/ tab 1 Pukul 13.00. Pemeriksaan Djj (+) 144x/menit Mulai induksi misoprostol 25mcq/oral/6jam, evaluasi 6 jam lagi (pukul 19.00) Tx : Observasi His dan Djj

Pukul 19.00. Evaluasi His (-), DJJ 146x/menit. PD : v/u tenang, ddv licin, sx tebal di belakang, pembukaan 0cm, Selket sulit di raba, kepala turun di H2, STLD (-), AK (+). Dx : KPD 11 jam primigravida hamil aterm BDP dengan riwayat Induksi misoprosto 25mcq/oral/6jam/tab 1 Tx: masuk misoprostol 25mcq/oral/6jam/tab2 Oservasi his, DJJ, evaluasi 6 jam lagi (01,00) Pukul 01.00. Evaluasi His : 5-6/20-25/s, DJJ 136x/menit PD : vulva uretra tenang, dinding vagina licin, sx tipis, pembukaan 4cm, preskep, kepala turun di H2, selket (+), AK (+), LD (-). Dx : KPD 11 jam primigravida h aterm dp kala I aktif, dalam riwayat induksi misoprostol25mcq/oral/6 jam/tab 2. Tx : oservasi his, djj, evaluasi 4 jam lagi. (05.00)

Pukul 01.35. Ibu tampak ingin mengejan. Vulva, dan anus terbuka, DJJ 146x/menit, his 2-3/30-40/s PD : serviks tidak teraba, pembukaan lengkap, preskep, kepala Kepala turun di H3-4. Selket (-), AK (+), LD (+). Dx : Kala II awal Tx : pimpin persalinan, siapkan set partus dan resusitasi bayi Pukul 01.40. Bayi lahir spontan jenis kelamin perempuan, berat badan 2300gr, Panjang badan 45cm, apgar score 7/9 Tx : injeksi oxitoxin 1 A

Pukul 01.45. Plasenta lahir spontan kesan lengkap. Perineum ruptur grade III. Tx : inj metergin 1A, rutur di hecting dalam dengan jelujur terkunci, hecting luar jahit satu-satu dx : Post partus spontan dengan riwayat induksi misoprostol 25mcq/oral/6jam/tab 2 atas indikasi KPD 11 jam V. PENATALAKSANAAN 1. Perbaikan keadaan umum 2. Asam Mefenamat 3x500 3. Amoxicillin tab 3x500 4. Viliron 1x1

BAB II PEMBAHASAN A. Definisi Ketuban pecah dini adalah keadaan pecahnya selaput ketuban sebelum persalinan. Bila ketuban pecah dini terjadi sebelum usia kehamilan 37 minggu disebut ketuban pecah dini pada kehamilan prematur. Ketuban dinyatakan pecah dini bila terjadi sebelum proses persalinan berlangsung.ketuban pecah dini di sebabkan oleh karena berkurangnya kekuatan membrane atau meningkatnya tekanan intra uteri atau kedua faktor tersebut.berkurangnya kekuatan membrane disebabkan adanya infeksi yang dapat berasal dari vagina servik (sarwono prawiroharjop,2002) Prinsip dasar : Ketuban dinyatakan pecah dini bila terjadi sebelum proses

persalinan berlangsung Ketuban pecah dini merupakan masalah penting dalam obstetric

berkaitan dengan penyulit kelahiran premature dan terjadinya infeksi khoriokarsinoma sampai sepsis, yang meningkatkaan morbiditas dan mortalitas perinatal dan menyebabkan infeksi ibu.

Ketuban pecah dini disebabkan oleh karena berkurangnya kekuatan

membrane atau meningkatnya tekanan intrauterine atau oleh kedua faktor tersebut. Berkurangnya kekuatan membrane disebabkan oleh adanya infeksi yang dapat berasal dari vagina dan serviks.

Penanganan ketuban pecah dini memerlukan pertimbangan usia

gestasi, adanya infeksi pada komplikasi ibu dan janin dan adanya tanda-tanda persalinan. ( Sarwono Prawirohardjo, 2002 )

B. Insidensi Beberapa peneliti melaporkan hasil penelitian mereka dan didapatkan hasil yang bervariasi. Insidensi KPD berkisar antara 8 - 10 % dari semua kehamilan. Hal yang menguntungan dari angka kejadian KPD yang dilaporkan, bahwa lebih banyak terjadi pada kehamilan yang cukup bulan dari pada yang kurang bulan, yaitu sekitar 95 %, sedangkan pada kehamilan tidak cukup bulan atau KPD pada kehamilan preterm terjadi sekitar 34 % semua kekahiran prematur. KPD merupakan komplikasi yang berhubungan dengan kehamilan kurang bulan, dan mempunyai kontribusi yang besar pada angka kematian perinatal pada bayi yang kurang bulan. Pengelolaan KPD pada kehamilan kurang dari 34 minggu sangat komplek, bertujuan untuk menghilangkan kemungkinan terjadinya prematuritas.

C. Etiologi Walaupun banyak publikasi tentang KPD, namun penyebabnya masih belum diketahui dan tidak dapat ditentukan secara pasti. Beberapa laporan menyebutkan faktor-faktor yang berhubungan erat dengan KPD, namun faktor-faktor mana yang lebih berperan sulit diketahui. Kemungkinan yang menjadi faktor predesposisi adalah:

1. Infeksi Infeksi yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban maupun asenderen dari vagina atau infeksi pada cairan ketuban bisa menyebabkan terjadinya KPD. 2. Servik yang inkompetensia, kanalis sevikalis yang selalu terbuka oleh karena kelainan pada servik uteri (akibat persalinan, curetage). 3. Tekanan intra uterin yang meninggi atau meningkat secara berlebihan (overdistensi uterus) misalnya trauma, hidramnion, gemelli. Trauma oleh beberapa ahli disepakati sebagai faktor predisisi atau penyebab terjadinya KPD. Trauma yang didapat misalnya hubungan seksual, pemeriksaan dalam, maupun amnosintesis menyebabakan terjadinya KPD karena biasanya disertai infeksi. 4. Kelainan letak, misalnya sungsang, sehingga tidak ada bagian terendah yang menutupi pintu atas panggul (PAP) yang dapat menghalangi tekanan terhadap membran bagian bawah. 5. Keadaan sosial ekonomi 6. Faktor lain 6.1.Faktor golonngan darah 6.2.Akibat golongan darah ibu dan anak yang tidak sesuai dapat menimbulkan kelemahan bawaan termasuk kelemahan jarinngan kulit ketuban. 6.3.Faktor disproporsi antar kepala janin dan panggul ibu. 6.4.Faktor multi graviditas, merokok dan perdarahan antepartum. 6.5.Defisiesnsi gizi dari tembaga atau asam askorbat (Vitamin C).

D. Tanda dan gejala Tanda yang terjadi adalah keluarnya cairan ketuban merembes melalui vagina. Aroma air ketuban berbau manis dan tidak seperti bau amoniak, mungkin cairan tersebut masih merembes atau menetes, dengan ciri pucat dan bergaris warna darah. Cairan ini tidak akan berhenti atau kering karena terus diproduksi sampai kelahiran. Tetapi bila Anda duduk atau berdiri, kepala janin yang sudah terletak di bawah biasanya "mengganjal" atau "menyumbat" kebocoran untuk sementara. Demam, bercak vagina yang banyak, nyeri perut, denyut jantung janin bertambah cepat merupakan tanda-tanda infeksi yang terjadi.

E. Patofisiologi Kantung ketuban adalah sebuah kantung berdinding tipis yang berisi cairan dan janin selama masa kehamilan. Dinding kantung ini terdiri dari dua bagian. Bagian pertama disebut amnion, terdapat di sebelah dalam. Sedangkan, bagian kedua, yang terdapat di sebelah luar disebut chorion. Cairan ketuban adalah cairan yang ada di dalam kantung amnion. Cairan ketuban ini terdiri dari 98 persen air dan sisanya garam anorganik serta bahan organik. Cairan ini dihasilkan selaput ketuban dan diduga dibentuk oleh sel-sel amnion, ditambah air kencing janin, serta cairan otak pada anensefalus. Pada ibu hamil, jumlah cairan ketuban ini beragam. Normalnya antara 1 liter sampai 1,5 liter. Namun bisa juga kurang dari jumlah tersebut atau lebih hingga mencapai 3-5 liter. Diperkirakan janin menelan lebih kurang 8-10 cc air ketuban atau 1 persen dari seluruh volume dalam tiap jam. Manfaat air ketuban Pada ibu hamil, air ketuban ini berguna untuk mempertahankan atau memberikan perlindungan terhadap bayi dari

benturan yang diakibatkan oleh lingkungannya di luar rahim. Selain itu air ketuban bisa membuat janin bergerak dengan bebas ke segala arah. Tak hanya itu, manfaat lain dari air ketuban ini adalah untuk mendeteksi jenis kelamin, memerikasa kematangan paru-paru janin, golongan darah serta rhesus, dan kelainan kongenital (bawaan), susunan genetiknya, dan sebagainya. Caranya yaitu dengan mengambil cairan ketuban melalui alat yang dimasukkan melalui dinding perut ibu. Mekanisme terjadinya ketuban pecah dini dapat berlangsung sebagai berikut :

Selaput ketuban tidak kuat sebagai akibat kurangnya jaringan ikat

dan vaskularisasi Bila terjadi pembukaan serviks maka selaput ketuban sangat lemah dan mudah pecah dengan mengeluarkan air ketuban.

Kolagen terdapat pada lapisan kompakta amnion, fibroblas,

jaringan retikuler korion dan trofoblas. Sintesis maupun degradasi jaringan kolagen dikontrol oleh sistem aktifitas dan inhibisi interleukin-1 (IL-1) dan prostaglandin. Jika ada infeksi dan inflamasi, terjadi peningkatan aktifitas IL-1 dan prostaglandin, menghasilkan kolagenase jaringan, sehingga terjadi depolimerisasi kolagen pada selaput korion / amnion, menyebabkan selaput ketuban tipis, lemah dan mudah pecah spontan.

F. Diagnosa Menegakkan diagnosa KPD secara tepat sangat penting. Karena diagnosa yang positif palsu berarti melakukan intervensi seperti melahirkakn bayi terlalu awal atau melakukan seksio yang sebetulnya tidak ada indikasinya. Sebaliknya diagnosa yang negatif palsu berarti akan membiarkan ibu dan janin mempunyai resiko infeksi yang akan mengancam kehidupan janin, ibu atau keduanya. Oleh karena itu

10

diperlukan diagnosa yang cepat dan tepat. Diagnosa KPD ditegakkan dengan cara : 1. Anamnesa Penderita merasa basah pada vagina, atau mengeluarkan cairan yang banyak secara tiba-tiba dari jalan lahir atau ngepyok. Cairan berbau khas, dan perlu juga diperhatikan warna, keluanya cairan tersebut tersebut his belum teratur atau belum ada, dan belum ada pengeluaran lendir darah. 2. Inspeksi Pengamatan dengan mata biasa akan tampak keluarnya cairan dari vagina, bila ketuban baru pecah dan jumlah air ketuban masih banyak, pemeriksaan ini akan lebih jelas. 3. Pemeriksaan dengan spekulum. pemeriksaan dengan spekulum pada KPD akan tampak keluar cairan dari orifisium uteri eksternum (OUE), kalau belum juga tampak keluar, fundus uteri ditekan, penderita diminta batuk, megejan atau megadakan manuvover valsava, atau bagian terendah digoyangkan, akan tampak keluar cairan dari ostium uteri dan terkumpul pada fornik anterior.

4. Pemeriksaan dalam Didapat cairan di dalam vagina dan selaput ketuban sudah tidak ada lagi. Mengenai pemeriksaan dalam vagina dengan tocher perlu dipertimbangkan, pada kehamilan yang kurang bulan yang belum dalam persalinan tidak perlu diadakan pemeriksaan dalam. Karena

11

pada waktu pemeriksaan dalam, jari pemeriksa akan mengakumulasi segmen bawah rahim dengan flora vagina yang normal. Mikroorganisme tersebut bisa dengan cepat menjadi patogen. Pemeriksaan dalam vagina hanya diulakaukan kalau KPD yang sudah dalam persalinan atau yang dilakukan induksi persalinan dan dibatasi sedikit mungkin. 5. Pemeriksaan Penunjang 5.1. Pemeriksaan laboraturium Cairan yang keluar dari vagina perlu diperiksa : warna, konsentrasi, bau dan pH nya. Cairan yang keluar dari vagina ini kecuali air ketuban mungkin juga urine atau sekret vagina. Sekret vagina ibu hamil pH : 4-5, dengan kertas nitrazin tidak berubah warna, tetap kuning. 5.1.a. Tes Lakmus (tes Nitrazin), jika krtas lakmus merah berubah menjadi biru menunjukkan adanya air ketuban (alkalis). pH air ketuban 7 7,5, darah dan infeksi vagina dapat mengahsilakan tes yang positif palsu. 51.b. Mikroskopik (tes pakis), dengan meneteskan air ketuban pada gelas objek dan dibiarkan kering. Pemeriksaan mikroskopik menunjukkan gambaran daun pakis.

5.2. Pemeriksaan ultrasonografi (USG) pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan ketuban dalam kavum uteri. Pada kasus KPD terlihat jumlah cairan ketuban yang sedikit. Namun sering terjadi kesalahn pada penderita oligohidromnion.

12

Walaupun pendekatan diagnosis KPD cukup banyak macam dan caranya, namun pada umumnya KPD sudah bisa terdiagnosis dengan anamnesa dan pemeriksaan sedehana.

Diagnosis infeksi intrapartum


-

febris di atas 38 C (kepustakaan lain 37.8 C) ibu takikardia (>100 denyut per menit) fetal takikardia (>160 denyut per menit) nyeri abdomen, nyeri tekan uterus cairan amnion berwarna keruh atau hijau dan berbau leukositosis pada pemeriksaan darah tepi (>15000-

20000/mm3) pemeriksaan penunjang lain : leukosit esterase (+) (hasil degradasi leukosit, normal negatif), pemeriksaan Gram, kultur darah G. Komplikasi 1. Tali pusat menumbung
2. Prematuritas, persalinan preterm, jika terjadi pada usia kehamilan

preterm.
3. Oligohidramnion, bahkan sering partus kering (dry labor) karena

air ketuban habis.


4. infeksi maternal : infeksi intra partum (korioamnionitis) ascendens

dari vagina ke intrauterine, korioamnionitis (demam >380C, takikardi, leukositosis, nyeri uterus, cairan vagina berbau busuk atau bernanah, DJJ meningkat), endometritis

13

5. penekanan tali pusat (prolapsus) : gawat janin kematian janin akibat hipoksia (sering terjadi pada presentasi bokong atau letak lintang), trauma pada waktu lahir dan Premature. 6. komplikasi infeksi intrapartum komplikasi ibu : endometritis, penurunan aktifitas

miometrium (distonia, atonia), sepsis CEPAT (karena daerah uterus dan intramnion memiliki vaskularisasi sangat banyak), dapat terjadi syok septik sampai kematian ibu. komplikasi janin : asfiksia janin, sepsis perinatal sampai

kematian janin H. Penatalaksanaan Kasus KPD yang cukup bulan, kalau segera mengakhiri kehamilan akan menaikkan insidensi bedah sesar, dan kalau menunggu persalinan spontan akan menaikkan insidensi chorioamnionitis. Kasus KPD yang kurang bulan kalau menempuh cara-cara aktif harus dipastikan bahwa tidak akan terjadi RDS (Respiratory Distress Syndrome), dan kalau menempuh cara konservatif dengan maksud untuk memberi waktu pematangan paru, harus bisa memantau keadaan janin dan infeksi yang akan memperjelek prognosis janin. Penatalaksanaan KPD tergantung pada umur kehamilan. Kalau umur kehamilan tidak diketahui secara pasti segera dilakukan pemeriksaann ultrasonografi (USG) untuk mengetahui umur kehamilan dan letak janin. Resiko yang lebih sering pada KPD dengan janin kurang bulan adalah RDS dibandingkan dengan sepsis. Oleh karena itu pada kehamilan kurang bulan perlu evaluasi hati-hati untuk menentukan waktu yang optimal untuk persalinan. Pada umur kehamilan 34 minggu atau lebih biasanya paru-paru sudah matang, chorioamnionitis yang diikuti dengan sepsi pada janin merupakan sebab utama meningginya morbiditas

14

dan mortalitas janin. Pada kehamilan cukup bulan, infeksi janin langsung berhubungan dengan lama pecahnya selaput ketuban atau lamanya perode laten. 1. Penatalaksanaan KPD pada kehamilan aterm (> 37 Minggu) Beberpa penelitian menyebutkan lama periode laten dan durasi KPD keduanya mempunyai hubungan yang bermakna dengan peningkatan kejadian infeksi dan komplikasi lain dari KPD. Jarak antara pecahnya ketuban dan permulaan dari persalinan disebut periode latent = L.P = lag period. Makin muda umur kehamilan makin memanjang L.Pnya. Pada hakekatnya kulit ketuban yang pecah akan menginduksi persalinan dengan sendirinya. Sekitar 70-80 % kehamilan genap bulan akan melahirkan dalam waktu 24 jam setelah kulit ketuban pecah.bila dalam 24 jam setelah kulit ketuban pecah belum ada tanda-tanda persalinan maka dilakukan induksi persalinan,dan bila gagal dilakukan bedah caesar. Pemberian antibiotik profilaksis dapat menurunkan infeksi pada ibu. Walaupun antibiotik tidak berfaeadah terhadap janin dalam uterus namun pencegahan terhadap chorioamninitis lebih penting dari pada pengobatanya sehingga pemberian antibiotik profilaksis perlu dilakukan. Waktu pemberian antibiotik hendaknya diberikan segera setelah diagnosis KPD ditegakan dengan pertimbangan : tujuan profilaksis, lebih dari 6 jam kemungkinan infeksi telah terjadi, proses persalinan umumnya berlangsung lebih dari 6 jam. Beberapa penulis meyarankan bersikap aktif (induksi persalinan) segera diberikan atau ditunggu sampai 6-8 jam dengan alasan penderita akan menjadi inpartu dengan sendirinya. Dengan mempersingkat periode laten durasi KPD dapat diperpendek sehingga resiko infeksi dan trauma obstetrik karena partus tindakan dapat dikurangi.

15

Pelaksanaan induksi persalinan perlu pengawasan yang sangat ketat terhadap keadaan janin, ibu dan jalannya proses persalinan berhubungan dengan komplikasinya. Pengawasan yang kurang baik dapat menimbulkan komplikasi yang fatal bagi bayi dan ibunya (his terlalu kuat) atau proses persalinan menjadi semakin kepanjangan (his kurang kuat). Induksi dilakukan dengan mempehatikan bishop score jika > 5 induksi dapat dilakukan, sebaliknya < 5, dilakukan pematangan servik, jika tidak berhasil akhiri persalinan dengan seksio sesaria.

2. penatalaksanaan KPD pada kehamilan preterm (< 37 minggu) Pada kasus-kasus KPD dengan umur kehamilan yang kurang bulan tidak dijumpai tanda-tanda infeksi pengelolaanya bersifat koservatif disertai pemberian antibiotik yang adekuat sebagai profilaksi Penderita perlu dirawat di rumah sakit,ditidurkan dalam posisi trendelenberg, tidak perlu dilakukan pemeriksaan dalam untuk mencegah terjadinya infeksi dan kehamilan diusahakan bisa mencapai 37 minggu, obat-obatan uteronelaksen atau tocolitic agent diberikan juga tujuan menunda proses persalinan. Tujuan dari pengelolaan konservatif dengan pemberian kortikosteroid pada penderita KPD kehamilan kurang bulan adalah agar tercapainya pematangan paru, jika selama menunggu atau melakukan pengelolaan konservatif tersebut muncul tanda-tanda infeksi, maka segera dilakukan induksi persalinan tanpa memandang umur kehamilan.

16

Induksi persalinan sebagai usaha agar persalinan mulai berlangsung dengan jalan merangsang timbulnya his ternyata dapat menimbulkan komplikasi-komplikasi yang kadang-kadang tidak ringan. Komplikasikomplikasi yang dapat terjadi gawat janin sampai mati, tetani uteri, ruptura uteri, emboli air ketuban, dan juga mungkin terjadi intoksikasi. Kegagalan dari induksi persalinan biasanya diselesaikan dengan tindakan bedan sesar. Seperti halnya pada pengelolaan KPD yang cukup bulan, tidakan bedah sesar hendaknya dikerjakan bukan sematamata karena infeksi intrauterin tetapi seyogyanya ada indikasi obstetrik yang lain, misalnya kelainan letak, gawat janin, partus tak maju, dll. Selain komplikasi-kompilkasi yang dapat terjadi akibat tindakan aktif. Ternyata pengelolaan konservatif juga dapat menyebabakan komplikasi yang berbahaya, maka perlu dilakukan pengawasan yang ketat. Sehingga dikatan pengolahan konservatif adalah menunggu dengan penuh kewaspadaan terhadap kemungkinan infeksi intrauterin. Sikap konservatif meliputi pemeriksaan leokosit darah tepi setiap hari, pem,eriksaan tanda-tanda vital terutama temperatur setiap 4 jam, pengawasan denyut jamtung janin, pemberian antibiotik mulai saat diagnosis ditegakkan dan selanjutnya stiap 6 jam. Pemberian kortikosteroid antenatal pada preterm KPD telah dilaporkan secara pasti dapat menurunkan kejadian RDS.(8) The National Institutes of Health (NIH) telah merekomendasikan penggunaan kortikosteroid pada preterm KPD pada kehamilan 30-32 minggu yang tidak ada infeksi intramanion. Sedian terdiri atas betametason 2 dosis masing-masing 12 mg i.m tiap 24 jam atau dexametason 4 dosis masing-masing 6 mg tiap 12 jam.

17

(Sumber : http://medlinux.blogspot.com/2009/02/ketuban-pecah-dini-kpd.html)

INDUKSI PERSALINAN

Definisi Induksi persalinan adalah usaha agar persalinan mulai berlangsung sebelum atau sesudah kehamilan cukup bulan dengan jalan merangsang timbulnya his.

18

Tujuan Induksi Tujuan melakukan induksi antara lain: Mengantisipasi hasil yang berlainan sehubungan dengan kelanjutan kehamilan Untuk menimbulkan aktifitas uterus yang cukup untuk perubahan serviks dan penurunan janin tanpa meyebabkan hiperstimulasi uterus atau komplikasi janin Agar terjadi pengalaman melahirkan yang alami dan seaman mungkin dan memaksimalkan kepuasan ibu Indikasi Indikasi melakukan induksi persalinan antara lain:
1. Ibu

hamil tidak merasakan adanya kontraksi atau his. Padahal

kehamilannya sudah memasuki tanggal perkiraan lahir bahkan lebih (sembilan bulan lewat). 2. Induksi juga dapat dilakukan dengan alasan kesehatan ibu, misalnya si ibu menderita tekanan darah tinggi, terkena infeksi serius, atau mengidap diabetes. 3. Ukuran janin terlalu kecil, bila dibiarkan terlalu lama dalam kandungan diduga akan beresiko atau membahayakan hidup janin. 4. Membran ketuban pecah sebelum ada tanda-tanda awal persalinan.
5. Plasenta keluar lebih dahulu sebelum bayi.

Indikasi induksi persalinan berdasarkan tingkat kebutuhan penanganan, antara lain: a. Indikasi darurat: 1) Hipertensi gestasional yang berat 2) Diduga komplikasi janin yang akut 3) PJT (IUGR) yang berat 4) Penyakit maternal yang bermakna dan tidak respon dengan pengobatan 5) APH yang bermakna dan Korioamnionitis b. Indikasi segera (Urgent) 1) KPD saat aterm atau dekat aterm

19

2) PJT tanpa bukti adanya komplikasi akut 3) DM yang tidak terkontrol 4) Penyakit iso-imun saat aterm atau dekat aterm c. Indikasi tidak segera ( Non urgent ) 1) Kehamilan post-term 2) DM terkontrol baik 3) Kematian intrauterin pada kehamilan sebelumnya 4) Kematian janin 5) Problem logistik (persalinan cepat, jarak ke rumah sakit) Untuk dapat melakukan induksi persalinan perlu dipenuhi beberapa kondisi dibawah ini, yaitu: 1. Sebaiknya serviks uteri sudah matang, yakni serviks sudah mendatar dan menipis dan sudah dapat dilalui oleh sedikitnya 1 jari, serta sumbu serviks mengarah ke depan. 2. Tidak ada disproporsi sefalopelvik (CPD). 3. Tidak terdapat kelainan letak janin yang tidak dapat dibetulkan. 4. Sebaiknya kepala janin sudah mulai turun ke dalam rongga panggul. Apabila kondisi-kondisi di atas tidak terpenuhi maka induksi persalinan mungkin tidak memberikan hasil yang diharapkan.1 Untuk menilai keadaan serviks dapat dipakai skor bishop. Bila nilai lebih dari 8 induksi persalinan kemungkinan akan berhasil.

Kontra indikasi induksi antara lain: a. Disproporsi sefalopelvik b. Insufisiensi plasenta c. Malposisi dan malpresentasi d. Plasenta previa e. Gemelli f. Distensi rahim yang berlebihan g. Grande multipara

20

h. Cacat rahim Penilaiyan Serviks Keberhasilan induksi persalinan bergabtung pada skor pelvis. Jika skor 6, biasanya induksi cukup dilakukan dengan oksitoksin. Jika 5, matangkan serviks lebih dahulu dengan prostaglandin atau folley kateter.

Risiko Melakukan Induksi Risiko induksi persalinan yang mungkin terjadi diantaranya adalah:
1. Adanya kontraksi rahim yang berlebihan. Itu sebabnya induksi harus

dilakukan dalam pengawasan yang ketat dari dokter yang menangani. Jika ibu merasa tidak tahan dengan rasa sakit yang ditimbulkan, biasanya proses induksi dihentikan dan dilakukan operasi caesar.
2. Janin akan merasa tidak nyaman sehingga dapat membuat bayi mengalami

gawat janin (stress pada bayi). Itu sebabnya selama proses induksi

21

berlangsung, penolong harus memantau gerak janin. Bila dianggap terlalu beresiko menimbulkan gawat janin, proses induksi harus dihentikan.
3. Dapat merobek bekas jahitan operasi caesar. Hal ini bisa terjadi pada yang

sebelumnya pernah dioperasi caesar, lalu menginginkan kelahiran normal.


4. Emboli. Meski kemungkinannya sangat kecil sekali namun tetap harus

diwaspadai.
5. Emboli terjadi apabila air ketuban yang pecah masuk ke pembuluh darah

dan menyangkut di otak ibu, atau paru-paru. Bila terjadi, dapat merenggut nyawa ibu seketika.

Induksi persalinan dengan Metode Bedah 1. Stripping of the membranes Stripping of the membranes dapat meningkatkan aktivitas fosfolipase A2 dan prostaglandin F2 (PGF2 ) dan menyebabkan dilatasi serviks secara mekanis yang melepaskan prostaglandin. Stripping pada selaput ketuban dilakukan dengan memasukkan jari melalui ostium uteri internum dan menggerakkannya pada arah sirkuler untuk melepaskan kutub inferior selaput ketuban dari segmen bawah rahim. Risiko dari teknik ini meliputi infeksi, perdarahan, dan pecah ketuban spontan serta ketidaknyamanan pasien. Telaah Cochrane menyimpulkan bahwa stripping of the membrane saja tidak menghasilkan manfaat klinis yang penting, tapi apabila digunakan sebagai pelengkap, tampaknya berhubungan dengan kebutuhan dosis oksitosin rata-rata yang lebih rendah dan peningkatan rasio persalinan normal pervaginam. 2. Amniotomi Diduga bahwa amniotomi meningkatkan produksi atau menyebabkan pelepasan prostaglandin secara lokal. Risiko yang berhubungan dengan prosedur ini meliputi tali pusat menumbung atau kompresi tali pusat, infeksi maternal atau neonatus, deselerasi denyut jantung janin, perdarahan

22

dari plasenta previa atau plasenta letak rendah dan kemungkinan luka pada janin. Teknik amniotomi adalah sebagai berikut : a. Dilakukan pemeriksaan pelvis untuk mengevaluasi serviks dan posisi bagian terbawah janin. b. Denyut jantung janin diperiksa (direkam) sebelum dan setelah prosedur tindakan dilakukan c. Bagian terbawah harus sudah masuk panggul d. Membran yang menutupi kepala janin dilepaskan dengan jari pemeriksa e. Alat setengah kocher (cervical hook) dimasukkan melalui muara serviks dengan cara meluncur melalui tangan dan jari (sisi pengait mengarah ke tangan pemeriksa f. Selaput ketuban digores atau dikait untuk memecahkan ketuban g. Keadaan cairan amnion diperiksa (jernih, berdarah, tebal atau tipis, mekonium) Menurut telaah Cochrane, hanya ada dua uji terkontrol yang baik yang mempelajari penggunaan amniotomi saja, dan buktinya tidak mendukung penggunaannya untuk induksi persalinan.

Induksi persalinan secara farmakologis : Prostaglandin Prostaglandin bereaksi pada serviks untuk membantu pematangan serviks melalui sejumlah mekanisme yang berbeda. Ia menggantikan substansi ekstraseluler pada serviks, dan PGE2 meningkatkan aktivitas kolagenase pada serviks. Ia menyebabkan peningkatan kadar elastase, glikosaminoglikan,

23

dermatan sulfat, dan asam hialuronat pada serviks. Relaksasi pada otot polos serviks menyebabkan dilatasi. Pada akhirnya, prostaglandin menyebabkan peningkatan kadar kalsium intraseluler, sehingga menyebabkan kontraksi otot miometrium. Risiko yang berhubungan dengan penggunaan prostaglandin meliputi hiperstimulasi uterus dan efek samping maternal seperti mual, muntah, diare, dan demam. Saat ini, kedua analog prostaglandin tersedia untuk tujuan pematangan serviks, yaitu gel dinoprostone (Prepidil) dan dinoprostone inserts (Cervidil). Prepidil mengandung 0,5 mg gel dinoproston, sementara Cervidil mengandung 10 mg dinoprostone dalam bentuk pessarium Misoprostol Penggunaan misoprostol tidak direkomendasikan pada pematangan serviks atau induksi persalinan pada wanita yang pernah mengalami persalinan dengan seksio sesaria atau operasi uterus mayor karena kemungkinan terjadinya ruptur uteri. Wanita yang diterapi dengan misoprostol untuk pematangan serviks atau induksi persalinan harus dimonitor denyut jantung janin dan aktivitas uterusnya di rumah sakit sampai penelitian lebih lanjut mampu mengevaluasi dan membuktikan keamanan terapi pada pasien. Uji klinis menunjukkan bahwa dosis optimal dan pemberian interval dosis 25 mcg intravagina setiap empat sampai enam jam. Dosis yang lebih tinggi atau interval dosis yang lebih pendek dihubungkan dengan insidensi efek samping yang lebih tinggi, khususnya sindroma hiperstimulasi, yang didefinisikan sebagai kontraksi yang berakhir lebih dari 90 detik atau lebih dari lima kontraksi dalam 10 menit selama dua periode .10 menit berurutan, dan hipersistole, suatu kontraksi tunggal selama minimal dua menit. Ruptur uteri pada wanita dengan riwayat seksio sesaria sebelumnya juga mungkin merupakan komplikasi, yang membatasi penggunaannya pada wanita yang tidak memiliki skar uterus Mifepristone Mifepristone (Mifeprex) adalah agen antiprogesteron. Progesteron menghambat kontraksi uterus, sementara mifepristone melawan aksi ini. Agen

24

ini menyebabkan peningkatan asam hialuronat dan kadar dekorin pada serviks. Dilaporkan Cochrane, ada 7 percobaan yang melibatkan 594 wanita yang menggunakan mifepristone untuk pematangan serviks. Hasilnya menunjukkan bahwa wanita yang diterapi dengan mifepristone cenderung memiliki serviks yang matang dalam 48 sampai 96 jam jika dibandingkan dengan plasebo. Sebagai tambahan, para wanita ini cenderung melahirkan dalam waktu 48-96 jam dan tidak dilakukan seksio sesaria. Namun demikian, hanya sedikit informasi yang tersedia mengenai luaran janin dan efek samping pada ibu; sehingga tidak cukup mendukung bukti keamanan mifepristone dalam pematangan serviks. Relaksin Hormon relaksin diperkirakan dapat mendukung pematangan serviks. Berdasarkan evaluasi telaah Cochrane mengenai hasil dari 4 penelitian yang melibatkan 267 wanita disimpulkan bahwa kurangnya dukungan dalam penggunaan relaksin saat ini, sehingga masih dibutuhkan penelitian lebih lanjut mengenai agen-agen induksi persalinan. Oksitosin Oksitosin merupakan agen farmakologi yang lebih disukai untuk menginduksi persalinan apabila serviks telah matang. Konsentrasi oksitosin dalam plasma serupa selama kehamilan dan selama fase laten dan fase aktif persalinan, namun terdapat peningkatan yang bermakna dalam kadar oksitosin plasma selama fase akhir dari kala II persalinan. Konsentrasi oksitosin tertinggi selama persalinan ditemukan dalam darah tali pusat, yang menunjukkan bahwa adanya produksi oksitosin yang bermakna oleh janin selama persalinan. Oksitosin endogen diesekresikan dalam bentuk pulsasi selama persalinan spontan, hal ini tampak dalam pengukuran konsentrasi oksitosin plasma ibu menit per menit.

25

Anda mungkin juga menyukai