Anda di halaman 1dari 10

MANIFESTASI KLINIK STROKE Umumnya penderita stroke mempunyai riwayat satu atau lebih faktor risiko stroke (misalnya

: hipertensi, penyakit jantung, perokok, dan lain-lain), disertai adanya riwayat Transchient Ischemic Attack (TIA) atau stroke sebelumnya. Pada awal terjadinya stroke jarang ditemukan adanya nyeri kepala dan muntah ataupun dengan gangguan kesadaran. Biasanya ditemukan gejala-gejala dan tanda-tanda neurologik fokal (hemiparese / hemiplegia, hemi hipestesi, afasia, dan lain-lain) yang umumnya dirasakan pada saat bangun tidur atau sedang istirahat, kecuali pada stroke infark emboli terjadi biasanya saat aktifitas. Manifestasi klinik stroke dapat dibagi menjadi manifestasi klinik stroke perdarahan dan manifestasi klinik stroke berdasarkan letak lesi vaskular. Berdasarkan etiologi Manifestasi klinik stroke perdarahan Manifestasi klinik stroke perdarahan umumnya memiliki awitan akut, yang disertai nyeri kepala dan penurunan kesadaran dan kerapkali bersifat fatal. Sering terjadi saat beraktifitas atau peningkatan emosi, dan pada yang usia lebih tua, tanpa didahaului TIA. Gejala lainnya tekanan darah yang umumnya meninggi, walaupun kadang-kadang tidak jelas ada riwayat hipertensi. Gejala klinik perdarahan subarahnoid (PSA) Biasanya dimulai dengan gejala berupa nyeri kepala dan muntah-muntah, yang biasanya berat. Yang dirasakan seperti pukulan atau letusan hebat pada kepalanya, penglihatan kabur atau ganda atau kaku pada kuduk beberapa hari sebelum adanya nyeri kepala dan muntah-muntah. Seringkali disertai penurunan kesadaran, sebagian lagi kembali sadar dalam beberapa saat. Biasanya yang bertahan hidup masih mempunyai risiko komplikasi vasospasme vaskularisasi dengan akibat terjadinya defisit neurologik. Umumnya ditemukan pada pasien yang lebih muda dan hanya sedikit dengan faktor risiko hipertensi, sebagian besar atas dasar lesi vaskular aneurisma dan Arteriovenous Malformation (AVM). Sebab pada AVM ini biasanya memberi gejala nyeri kepala yang berulang-ulang, pada tempat yang sama dank has. Terjadi perubahan dalam frekuensi, lama dan intensitas nyeri kepala merupakan prediksi akan pecahnya pembuluh darah tersebut. Pada pemeriksaan fisik biasanya ada kaku kuduk dengan defisit neurologik yang minimal. Dengan gejala karakteristik nyeri kepala, mual-muntah, dan kaku kuduk. Gejala Klinik Perdarahan Intra Serebral (PIS) Gejala klinisnya tekanan darah umumnya meninggi, tapi tidak jelas adanya riwayat hipertensi, tidak pernah didahului TIA, awitan akut disertai nyeri kepala dan penurunan kesadaran, dapat terjadi pada saat aktivitas atau peningkatan emosi juga pada usia lebih tua.

Manifestasi klinik stroke Infark Gejala klinis infark harus meliputi adanya 1 atau lebih faktor risiko stroke, riwayat Transchient Ischemic Attack (TIA) atau stroke sebelumnya, ada nyeri kepala dan muntah tetapi jarang timbul saat onset, adanya gangguan kesadaran, terdapat gejala dan tanda neurologik fokal (hemiparese / hemiplegia, hemihipestesi, afasia), dan defisit neurologik dirasakan saat bangun tidur / istirahat. Berdasarkan Letak Lesi Vaskular Gejala klinik pada stroke hemisferik Gejala yang timbul sangat mendadak berupa hemiparesis, hemihipestesi, bicara pelo dan lain-lain. Pada pemeriksaan umum : 1. Kesadaran Penderita dengan stroke hemisferik jarang mengalami gangguan atau penurunan kesadaran, kecuali pada stroke yang luas. Hal ini disebabkan karena struktur-struktur anatomi yang menjadi substrat kesadara yaitu formatio reticularis di garis tengah dan sebagian besar terletak dalam fossa posterior. Karena itu kesadaran biasanya kompos mentis, kecuali pada stroke yang luas. 2. Tekanan darah Biasanya tinggi, hipertensi merupakan faktor risiko timbulnya stroke pada lebih kurang 70 % penderita. 3. Fungsi vital lain Umumnya baik. Jantung, harus diperiksa teliti untuk mengetahui adanya kelainan yang dapat menyebabkan emboli. 4. Pemeriksaan neurovaskuler Langkah pemeriksaan yang khusus ditujukan pada keadaan pembuluh darah ekstrakranial yang mempunyai hubungan dengan aliran darah otak yaitu : pemeriksaan tekanan darah pada lengan kiri dan kanan, palpasi nadi karotis pada leher kiri dan kanan, a. temporalis kiri dan kanan dan auskultasi nadi pada bifurcatio karotis komunis dan karotis interna di leher, dilakukan juga auskultasi nadi karotis interna pada orbita, dalam rangka mencari kemungkinan kelainan pembuluh ekstrakranial. 5. Pemeriksaan neurologi Pada saraf otak, stroke hemisferik saraf otak yang sering terkena adalah : a. Gangguan n. fasialis dan n. hipoglosus. Tampak paresis n. fasialis tipe sentral (mulut mencong) dan paresis hipoglosus tipe sentral (bicara pelo) disertai deviasi lidah bila dikeluarkan dari mulut.

6.

7.

8.

9.

b. Gangguan konjugat pergerakan bola mata antara lain deviatio-konjugae, gaze paresis ke kiri atau kanan dan hemianopia. Kadang-kadang ditemukan sindroma Horner pada penyakit pembuluh karotis. Gangguan lapangan pandang : Tergantung kepada letak lesi dalam jaras perjalan visual, hemianopia kongruen atau tidak. Terdapatnya hemianopia merupakan salah satu faktor prognostik yang kurang baik pada penderita stroke. Pemeriksaan motorik : Hampir selalu terjadi kelumpuhan sebelah anggota badan (hemiparesis). Dapat dipakai sebagai patokan bahwa jika ada perbedaan kelumpuhan yang nyata antara lengan dan tungkai hampir dipastikan bahwa kelainan aliran darah otak berasal dari daerah hemisferik (kortikal), sedangkan jika kelumpuhan sama berat gangguan aliran darah dapat terjadi di subkortikal atau pada daerah vertebro basiler. Pemeriksaan sensorik Dapat terjadi hemisensorik tubuh. Karena bangunan anatomik yang terpisah, gangguan motorik berat dapat disertai gangguan sensorik ringan atau gangguan sensorik berat disertai dengan gangguan motorik ringan. Pemeriksaan reflek fisiologis dan patologis Pada fase akut reflek fisiologis pada sisi yang lumpuh akan menghilang. Setelah beberapa hari reflek fisiologis akan muncul kembali didahului dengan reflek patologis. Kelainan fungsi luhur Manifestasi gangguan fungsi luhur pada stroke hemisferik berupa disfungsi parietal baik sisi dominan maupun non dominan. Kelainan yang sering tampak adalah disfasi campuran (mixed-dysfasia) dimana penderita tidak mampu berbicara / mengeluarkan kata-kata dengan baik dan tidak mengerti apa yang dibicarakan orang kepadanya. Selain itu dapat juga terjadi agnosia, apraxia, dan sebagainya.

Gejala klinik stroke vertebro-basilar Gangguan vaskularisasi pada pembuluh darah vertebro-basilar, tergantung kepada cabang sistem vertebro basilar yang terkena. Diagnostik kelainan sistem vertebro-basilar adalah : 1. Penurunan kesadaran yang cukup berat. 2. Kombinasi berbagai saraf otak yang terganggu disertai vertigo, diplopia, dan gangguan bulbar. 3. Kombinasi beberapa saraf otak dan gangguan long tract sign : vertigo + parestesi keempat anggota gerak (ujung-ujung distal). Jika ditemukan long tract signs pada kedua sisi maka penyakit vertebrobasilar hampir pasti.

Gangguan bulbar juga hampir pasti disebabkan karena stroke vertebro-basilar. Beberapa ciri khusus lain adalah : parestesia perioral, hemianopia altitudinal, dan skew deviation merupakan ciri disfungsi vaskuler sistem vertebro-basilar. PENCEGAHAN Menurut Konsensus Nasional Pengelolaan Stroke (1999) di Indonesia, upaya yang dilakukan untuk pencegahan penyakit stroke yaitu: Pencegahan primordial (sebelum ada faktor risiko) Tujuan pencegahan primordial adalah mencegah timbulnya faktor risiko stroke bagi individu yang belum mempunyai faktor risiko. Pencegahan ini bisa dimulai dari lingkungan keluarga, mengingat timbulnya proses pengerasan pembuluh darah/arterosklerosis terjadi sejak usia muda, sebelum usia 20 tahun dan dalam hal ini terkait pula beberapa perilaku dan keadaan yang memicu timbulnya stroke. Kebiasaan makanan yang salah, seperti jeroan, sate, humberger, steak berlemak, mie instant, steak dan gula secara berlebihan. Kebiasaan minum minuman yang berenergi. Polusi udara dan asap rokok yang dapat memicu pembuluh darah cenderung mengeras, dan akhirnya tersumbat. Mengkonsumsi penyedap makanan dalam berbagai snack.

Selain itu dapat dilakukan dengan cara melakukan promosi kesehatan, seperti berkampanye tentang bahaya rokok terhadap stroke dengan membuat selebaran atau poster yang dapat menarik perhatian masyarakat. Pencegahan primer (setelah ada faktor risiko)
Tujuan pencegahan primer adalah mengurangi timbulnya faktor risiko stroke bagi individu yang mempunyai faktor risiko dengan cara melaksanakan gaya hidup sehat bebas stroke. Meliputi pengendalian tekanan darah tinggi (antara 140/90 mmHg), kencing manis, lemak, darah tinggi, penyakit jantung, kegemukan dan merokok.

Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder ditujukan bagi mereka yang pernah menderita stroke. Pada tahap ini ditekankan pada pengobatan terhadap penderita stroke agar stroke tidak berlanjut menjadi kronis atau berulang. Yaitu dengan mengendalikan faktor risiko, minum obat seumur hidup seperti aspirin, anti oksigen seperti vitamin A, C, E dan antikoagulan yang dapat mempengaruhi irama jantung.

Kunci dari pencegahan dan penyembuhan stroke itu sendiri dan mengendalikan faktor risiko, menjalani cara hidup bebas risiko, seperti menghindari pola makan berlebihan, olahraga teratur, dan menghindari stres. Stroke bisa sembuh total jika terdeteksi sejak awal apalagi jika ditangani dengan cepat, tepat, dan akurat pada saat terjadi serangan, khususnya stroke yang bukan pendarahan. Tetapi kalau sudah akut, kemungkinan untuk sembuh sangat kecil, bahkan kalau terlambat bisa membawa kematian dan cacat besar, jika termasuk kategori akut maka sangat sulit untuk bisa sembuh total. Mereka masih harus menjalani pengobatan dan rehabilitas seumur hidup. Pengobatan yang dilakukan juga terbatas untuk mengurangi rasa sakit jika stroke sewaktu-waktu kambuh, dan yang tak kalah penting segera bawa ke rumah sakit jika ada anggota keluarga yang mendadak terserang stroke karena waktu emas stroke adalah antara 3 sampai 6 jam. Artinya jika lebih dari waktu tersebut pasien belum mendapat penanganan maka risiko keselematannya jadi begitu kecil. Namun beberapa ahli membagi pencegahan terjadinya stroke ke dalam beberapa kategori sebagai berikut, dimana yang terutama dalam pencegahan ini adalah dengan pengaturan faktor risiko (risk factor management): 1. Pengaturan risiko dilihat dari gaya hidup Diet dan Nutrisi Kadar kolesterol yang tinggi dalam darah merupakan faktor risiko besar bagi stroke. Karena itu diet yang seimbang sangatlah penting. Selain itu, kadar sodium (garam) yang tinggi diketahui dapat meningkatkan tekanan darah, yang dapat meningkatkan risiko terjadinya stroke. Aktifitas Fisik Aktifitas fisik membantu mengontrol banyak faktor risiko yang berhubungan dengan stroke. Dengan sirkulasi darah yang baik, oksigenasi menjadi baik, sehingga dapat menurunkan tekanan darah. Dengan latihan fisik yang teratur, menunjukkan adanya penurunan kadar trigliserid, dan membantu mencegah obesitas. Merokok Merokok meningkatkan kemungkinan terjadinya stroke dan berbagai kelainan yang berhubungan dengan stroke, seperti penyakit cardiovascular. Nikotin (zat aditif pada rokok) meningkatkan tekanan darah dan mengarah kepada perkembangan hipertensi. Asap rokok yang mengandung lebih dari 4000 bahan kimia, termasuk 43 jenis yang dapat menyebabkan kanker, penebalan pembuluh darah, yang mengarah kepada pembentukkan clot. Berdasarkan jurnal dari American Heart Association, menunjukkan bahwa risiko dari stroke tergantung pada banyak rokok yang dihisap setiap harinya. Orang yang merokok dan orang yang tidak merokok mempunyai risiko yang sama terhadap terjainya stroke, namun dengan tidak merokok dapat

mengurangi risiko terjadinya stroke. Bahkan perokok pasif pun memiliki risiko yang tinggi terhadap stroke, karena asap rokok mengandung bahan kimia yang berbahaya. Penyalahgunaan obat-obatan Penggunaan zat-zat/obat-obatan, baik yang illegal maupun yang terkontrol, terbukti dapat meningkatkan risiko dari stroke. Kokain dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah yang kemudian dapat menyebabkan pecahnya pembuluh darah baik yang mengarah ke otak, maupun yang berada di dalam otak. Alkohol Penelitian menunjukkan penggunaan alkohol yang berlebih (2 gelas atau lebih perhari) dapat meningkatkan tekanan darah. Tekanan darah yang tinggi (hipertensi) merupakan faktor risiko mayor untuk stroke. Obesitas Obesitas meningkatkan keumungkinan terjadinya hipertensi dan tingginya kadar kolesterol dalam darah, dimana keduanya merupakan faktor yang memungkinkan terjadinya stroke. Beberapa penelitian menganjurkan penurunan berat badan sampai berat badan ideal. Diet dan aktivitas fisik merupakan terapi untuk mengatasi obesitas. 2. Pengaturan kondisi yang berisiko Pada beberapa kasus, keadaan medis yang melibatkan seseorang yang berisiko terhadap stroke dapat dihilangkan atau dikontrol dengan modifikasi gaya hidup. Mereka juga dapat dirawat secara medis mulai dari terapi dengan menggunakan obatobatan sampai dengan terapi bedah. Abnormalitas pembuluh darah Yang termasuk abnormalitas dari arteri maupun vena cerebral adalah Arteriovenous Malformations (AVMs) dan Arterivenous Fistulas (AVFs). Cerebral Aneurysm (Unruptured) Risiko utama jika terjadinya cerebral aneurysm adalah jika terjadi rupture, sehingga menyebabkan stroke. Pencegahan tertier Tujuan pencegahan tersier adalah untuk mereka yang telah menderita stroke agar kelumpuhan yang dialami tidak bertambah berat dan mengurangi ketergantungan pada orang lain dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari. Pencegahan tersier dapat dilakukan dalam bentuk rehabilitasi fisik, mental dan sosial. Rehabilitasi akan diberikan oleh tim yang terdiri dari dokter, perawat, ahli fisioterapi, ahli terapi wicara dan bahasa, ahli okupasional, petugas sosial dan peran serta keluarga.

a. Rehabilitasi Fisik Adapun terapi yang diberikan yaitu yang pertama adalah fisioterapi, diberikan untuk mengatasi masalah gerakan dan sensoris penderita seperti masalah kekuatan otot, duduk, berdiri, berjalan, koordinasi dan keseimbangan serta mobilitas di tempat tidur. Terapi yang kedua adalah terapi okupasional (Occupational Therapist atau OT), diberikan untuk melatih kemampuan penderita dalam melakukan aktivitas sehari-hari seperti mandi, memakai baju, makan dan buang air. Terapi yang ketiga adalah terapi wicara dan bahasa, diberikan untuk melatih kemampuan penderita dalam menelan makanan dan minuman dengan aman serta dapat berkomunikasi dengan orang lain. b. Rehabilitasi Mental Sebagian besar penderita stroke mengalami masalah emosional yang dapat mempengaruhi mental mereka. Masalah emosional yang mereka alami akan mengakibatkan penderita kehilangan motivasi untuk menjalani proses rehabilitasi. Oleh sebab itu, penderita perlu mendapatkan terapi mental dengan melakukan konsultasi dengan psikiater atau ahki psikologi klinis. c. Rehabilitasi Sosial Pada rehabilitasi ini, petugas sosial berperan untuk membantu penderita stroke menghadapi masalah sosial seperti, mengatasi perubahan gaya hidup, hubungan perorangan, pekerjaan, dan aktivitas senggang. PENATALAKSANAAN Walau penanganan stroke saat ini telah banyak mengalami kemajuan tetapi angka kecacatan dan angka kematian masih tinggi. Keberhasilan penanganan pasien stroke sangat tergantung pada rangkaian tahapan-tahapan terapi, yaitu meliputi pengenalan gejala-gejala dan tanda-tanda stroke oleh penderita, keluarga atau orang disekitar penderita, sistem komunikasi yang baik antara masyarakat dan rumah sakit dan fasilitas pengiriman penderita ke rumah sakit. Selain itu yang juga berperan sangat penting adalah instalasi gawat darurat, yang harus segera melakukan evaluasi penderita, termasuk pemeriksaan CT-scan kepala, penentuan diagnosis dan rencana penanganan, dan pengobatan umum termasuk tindakan bedah bila diperlukan. Dan satu hal yang sangat berperan adalah perlengkapan atau sarana perawatan dan rehabilitasi dini (PERDOSSI, 2007) Berdasarkan waktu penatalaksanaannya. Penatalaksanaan stroke dapat dibagi menjadi dua yaitu penatalaksanaan pada fase akut dan pasca akut / rehabilitasi. Untuk penanganan stroke akut di unit gawat darurat antara lain: 1. Stabilisasi segera pasien dengan tindakan ABC 2. Pertimbangkan intubasi bila kesadaran stupor / koma / gagal nafas

3. Pasang jalur infus intravena (IV) dengan larutan salin normal 0,9% dengan kecepatan 20ml / jam. Jangan memakai cairan hipotonis seperti dekstrosa 5% dalam air dan salin 0, karena dapat memperberat edema otak 4. Berikan O2 2 4 liter / menit melalui kanul hidung 5. Jangan memberikan makanan atau minuman lewat mulut 6. Buat rekaman elektrokardiogram (EKG) dan lakukan foto thorak 7. Tegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik 8. CT-Scan / MRI, bila tidak ada dengan Skor Siriraj 9. Ambil sample darah untuk pemeriksaan darah perifer lengkap dan trombosit, kimia darah (glukosa, elektrolit, ureum dan kreatinin), masa protrombin dan tromboplastin parsial 10. Jika ada indikasi lakukan tes : kadar alkohol, fungsi hati, gas darah arteri dan skrining toksikologi 11. Selama tahap akut bila ditemukan edema otak dengan tanda dan gejala peningkatan intrakranial kortikosteroid (prednison atau dexametason) 12. Bila ditemukan emboli janting antikoagulan (heparin IV) Penatalaksanaan Stroke Iskemik Tujuan penatalaksanaan stroke iskemik adalah untuk mencegah kematian, mencegah sebanyak mungkin kecacatan, mencegah dan mengobati komplikasi, membantu memulihkan penderita. Membatasi / memulihkan iskemik akut yang sedang berlangsung (3 6 jam pertama) menggunakan trombolisis dengan recombinant tissue plasminogen activator (rt-PA). Pengobatan ini hanya boleh diberikan pada stroke iskemik dengan waktu onset kurang dari 3 jam dan hasil computed tomography (CT) scan normal. Mencegah perburukan neurologis yang berhubungan dengan stroke yang masih berkembang (sampai 72 jam). Progresivitas stroke terjadi pada 20-40 % pasien stroke iskemik yang dirawat, dengan risiko terbesar dalam 24 jam pertama sejak onset gejala. Perburukan klinis dapat disebabkan oleh salah satu mekanisme sebagai berikut: a. Edema yang progresif dan pembengkakkan akibat infark Terjadi pada infark luas, edema otak puncaknya pada hari 3 5 setelah onset stroke. Jarang menimbulkan masalah dalam 24 jam pertama. Diterapi dengan manitol, hindari cairan hipnotik dan steroid tidak efektif. b. Ekstensi teritori infark Disebabkan oleh trombosis yang progesif dalam sebuah pembuluh darah yang tersumbat, diterapi dengan heparin. c. Konversi hemoragis Masalah ini diketahui dari radiologi tapi jarang menimbulkan gejala klinik. Tiga faktor risiko utama adalah usia lanjut, ukuran infrak yang besar dan

hipertensi akut. Jangan memberikan antikoagulan pada pasien dengan risiko tinggi selama 48 72 jam pertama setelah onset stroke. Bila ada hipertensi obati dulu. Mencegah stroke berulang dini (dalam 30 hari sejak onset gejala strok), biasa terjadi pada sekitar 5% pasien. Risiko paling tinggi (10%) pada pasien dengan stenosis karotis berat dan kardioemboli. Resiko paling rendah (1%) pada pasien dengan infrak lakuner. Terapi dini dengan heparin dapat mengurangi risiko stroke berulang dini pada pasien dengan kardioemboli Terapi Farmakologi : 1. Obat anti thrombosis a. Aspirin 300 mg/hari atau dengan kombinasi dipidamol + aspirin 25 mg 2x sehari dan ditingkatkan secara bertahap (7-14 hari) b. Monoterepi : klopidogrel 75 mg/hari jika tidak dapat mentoleransi aspirin 2. Terapi reperfusi, thrombolisis : streptokinase, urokinase, tPA 3. Antikoagulan a. Heparin Dimulai 800 U/jam, cek aPTT (setelah 6 jam).Bila dosis diberikan 1,5 kali kontrol, tingkatkan 100 U/jam. Sedang bila dosis diberikan > 2,5 kali kontrol, turunkan dosis 100 U/jam. b. Low molecular weight heparin Dosis 2 x 0,4 cc subcutan selama 5-7 hari. Pantau trombosit hari 1 dan 3 ( < 100.000 tidak diberikan ) c. Coumarin : walfarin (diberikan pada malam hari) Penatalaksanaan stroke haemorrhagic Pastikan massa protrombin dan thromboplastin normal, jika masa protrombin memanjang berikan plasma beku segar 4- 8 unit IV setiap 4 jam dan vitamin K 15 mg IV bolus, kemudian berikan 3x sehari 15 mg SC sampai masa protrombin normal. Kendalikan hipertensi: a. Tekanan darah sistol lebih dari 180 mmHg turunkan menjadi 150-180 mmHg dengan labetolol 20 mg IV selama 2 menit, lalu ulangi dengan dosis 40-80 mg IV dengan interval 10 menit. b. ACE inhibitor : berikan kaptopril 12,5-25 mg dengan dosis 2-3 kali sehari. c. Ca bloker : berikan nofesipin oral 4x10 mg. Untuk pasien koma atau tanda-tanda intracranial meningkat atau adanya kemungkinan herniasi berikan manitol 20% (1 kg/kgBB IV dalam 20-30 menit). Bila ada gejala kejang berikan antikovulsan (fenitoin 10-20 mg/kgBB IV) pada pasien dengan perdarahan luas dan penurunan kesadaran. Dapat juga dilakukan pembedahan.

PROGNOSIS Prognosis bergantung jenis, tingkatan stroke dan lamannya obstruksi atau perdarahan dan luasnya jaringan otak yang mati. Sebagian besar penderita menjadi tidak mampu berjalan, berbicara, melihat, mengerti atau bahkan mengingat. Sekitar 70% penderita stroke iskemik dapat memperoleh kemandirian dan 10% hampir sembuh sempurna. Sekitar 25% penderita mati akibat stroke. Stroke hemoragik umumnya mempunyai prognosis yang lebih jelek daripada stroke iskemik.

Anda mungkin juga menyukai