Anda di halaman 1dari 6

INVESTIGATIVE REPORTING, WAWANCARA DAN TEKNIK PENGOPERASIANNYA *

INVESTIGASI itu jelas, tidak akan menjadi isme tersendiri. Ia hanyalah varian dari teknik jurnalistik. Dan di kalangan Reporter media massa menyebut teknik tersebut dengan istilah Investigative Reporting (IR). Dari beragam model perburuan informasi, teknik itu merupakan salah satu cara terbaik. Dengan Investigative Reporting (IR) itu pula hak ingin tahu (right to know) masyarakat yang merupakan first amandement Duham (Declaration Universal of Human Right) relatif terhindar dari distorsi. Sebagai karya jurnalistik, ia relative lebih mampu memaparkan persoalan ataupun kasus secara lebih detail dibandingkan dengan teknik jurnalistik lainnya. Setidaknya sampai saat ini. Jika kita tengok sejenak ke belakang, kelahiran Investigative Reporting (IR) memang dilatar belakangi oleh kasus mengenaskan yang menimpa seorang Wartawan. Adalah Donald Bolles seorang Wartawan Arizona Report yang meninggal dunia akibat ledakan bom mobil miliknya. Peristiwa tragis itu terjadi pada tahun 1976 pada saat sang Wartawan menunaikan tugas profesinya. Dan belakangan diketahui bahwa si pemasang bom itu adalah pihak yang merasa dirugikan oleh pemberitaannya tentang hubungan antara kejahatan terorganisir dengan pacuan anjing di Arizona, Amerika Serikat (AS). Kematian Donald Bolles itulah yang kemudian mendorong tumbuhnya Investigative Reporting and Editors Inc. (IRE). Ia merupakan gugus tugas relawan Wartawan yang pergi ke Arizona guna menyelesaikan serangkaian tulisan yang dikerjakan Donald Bolles almarhum dan sekaligus menunjukkan kepada khalayak bahwa Reporter tidak bisa di intimidasi. Jika kalimat tanya tentang apakah persoalan-persoalan realitas sosial masyarakat bisa dilacak dengan melakukan Investigative Reporting (IR) atau menurut para calon reporter ini melalui jurnalisme investigasi?. Untuk mengemukakan jawaban akurat dari pertanyaan tersebut, penting untuk kita ketahui cara kerja dan prosedur serta metode pengorganisasian Investigative Reporting (IR). Sebagai ilustrasi, baiklah kita paparkan nukilan berita dibawah ini : Sebuah Plaza di kawasan Mangga Besar, Jakarta, pagi dini hari tadi, ludes dilalap si jago merah. Kerugian materiil ditaksir sekitar milyaran rupiah, kata Slompret Singarajadikala pemilik Plaza kepada Investigasi Reporting (IR) yang mewawancarainya, siang tadi. Peristiwa tragis itu menelan korban puluhan orang. Berdasarkan pengamatan Investigasi Reporting (IR) di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), puluhan korban itu sampai berita ini disajikan, masih tergeletak di kamar mayat. Para korban itu belum bisa diketahui identitasnya. Padahal menurut Sarjono yang merupakan salah seorang Satpam yang bertugas sehari sebelumnya, tidak biasa Plaza tersebut dipenuhi banyak orang pada dini hari. Seumur-umur belum pernah plaza itu dikunjungi banyak orang di dinihari buta seperti itu, paparnya dengan nada keheranan.

Mencermati peristiwa semacam itu, seorang Reporter yang akan melakukan Investigative Repoting, perlu menyiapkan dan merancang beberapa hal sebagai berikut :
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Mengapa terjadi kebakaran? dan kenapa pada dini hari? Dari mana asal api? Siapa pemilik plaza itu? Bagaimana dengan ijin-ijinnya? Menghubungi saksi-saksi (key person, stake holder). Bagaimana sistem pengamanannya? Mengapa masih ada puluhan orang di plaza pada dini hari? Menghubungi beberapa orang yang berada di tempat-tempat yang tidak umum (kampung preman misalnya).

Sebagai bahan baku pertanyaan dan persoalan disiapkan, barulah investigasi dimulai dengan :
1. 2. 3. Berusaha dokumen Melakukan Membuka database interview internet, yang ada email di dengan ataupun worldwide sebanyak-banyaknya orang mendapatkan dokumen-

web, termasuk news groups.

Dalam memilih dokumen-dokumen, seorang Reporter juga harus mampu memilih dan memilah antara dokumen-dokumen yang ditemukan, yakni :
1. 2. Dokumen yang sudah dipublikasikan Dokumen yang belum dipublikasikan. pernah

Public Documents itu meliputi :


1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.

Catatan perusahaan Catatan perumahan Catatan pengadilan Catatan anggaran Catatan keuangan Kontrak-kontrak Catatan kampanye dan Pemilu. Catatan Asuransi

Hal lain yang musti didapat Reporter adalah sebagai berikut:


1. 2. 3. 4. Sumber-sumber sekunder Dokumen-dokumen primer Sumber-sumber yang tepat Subyek.

Untuk mendapatkan sumber-sumber sekunder, seorang Reporter bisa menelusuri buku-buku yang terpublikasi, laporan-laporan, artikel dan lain-lain. Dan untuk sumber-sumber primer, bisa dicari pada dokumen-dokumen yang tidak dipublikasikan.

Jadi untuk sumber-sumber sekunder bisa juga dicari melalui:


1. 2. 3. 4. 5. 6. Koran-koran atau penerbitan lain Laporan perusahaan Direktori-direktori atau buku-buku tahunan Riwayat hidup dan garis keturunan Komentar dari aktivis Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Adakah perusahaan itu juga menjadi penyumbang sosial. dana bagi kepentingan

Lebih lanjut, dokumen-dokumen publik didapat melalui penelusuran terhadap :


1. 2. 3. Ijin dan lisensi yang dimiliki Hubungan Legislatif Catatan-catatan tentang perusahaan dengan

bisa

para

kelahiran,

kematian, dan perkawinan.

Untuk mendapatkan dokumen-dokumen yang dipublikasikan seorang Reporter harus :


1. 2. 3. 4. 5. 6.

tidak

Melakukan investigative files Cari laporan-laporan intelijen Catatan-catatan tentang perbankkan Penghasilan bersih perusahaan Mengusut kredit yang diperolehnya Catatan-catatan medis pemiliknya.

Tidak hanya sampai disitu saja Investigasi Reporting (IR) dilakukan, melainkan tetap harus

dicari narasumber yang pas dari kalangan :


1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. Aparat militer) Kantor-kantor pemerintah Para pengacara Musuh-musuhnya Teman-temannya Korban atau pihak yang atau keamanan

Orang-orang yang ahli di bidangnya (polisis /

pejabat

dikalahkan

Calon musuh dan calon teman Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Wartawan Pekerja sosial sosial, keagamaan relawan-relawan dan para

eksekutif di bidang bisnis. Semua itu merupakan jejak langkah dalam proses pekerjaan Investigative Reporting (IR). Karenanya seorang Reporter dituntut untuk senantiasa siap secara fisik dan psikis. Kalau seluruh proses itu sudah dilakukan dan di dapat oleh Reporter, maka jelas tidak perlu lagi seorang Reporter mendatangi acara konferensi pers. Sebab jelas sangat sulit untuk sekedar berpikir ikhwal keuntungan apapun yang dapat diberikan oleh konferensi pers bagi reporter berita yang kompeten. Konferensi pers itu hanya mengembangkan ungkapan peristiwa semu (peristiwa yang direncanakan untuk menciptakan liputan berita dimana tak satupun dianggap terjamin ). Karenanya, tidak ada kata lain yang lebih pas untuk para Wartawan yang melakukan Investigative Reporting (IR). Kecuali, segera temukan faktanya, pahami maksudnya, dan lakukan hal itu tanpa menunda waktu. Pas dengan amar Islam, La tuakhir amalil yauma lighodin (janganlah kamu sekalian suka menunda-nunda pekerjaan untuk hari esok).

TEKNIK WAWANCARA
Elemen yang tak mungkin terpisahkan dengan terciptanya sebuah produk jurnalistik, tidak lain adalah wawancara. Sedemikian signifikan sebuah wawanncara dalam aktifitas jurnalistik, maka siapapun yang akan menjalankan tugas jurnalistik wajib melakukannya. Sebab, produk jurnalistik memang hanya bisa lahir dari fakta-fakta yang ada di masyarakat. Dan di balik fakta-fakta itu tentulah ada aktornya. Untuk kelahiran sebuah produk jurnalistik yang sehat, jurnalis harus memapu membuat si aktor bicara. Cara efektif untuk itu, tidak ada lain, kecuali dengan jalan melakukan wawancara. Dalam aktifitas jurnalistik, sebuah wawancara sudah barangtentu memerlukan berbagai sentuhan teknik dalam aplikasinya. Dan berbicara ikhwal teknik wawancara, tentu saja kita akan berhadapan dengan

sesuatu yang dinamis bahkan progresif dan juga fleksibel. Artinya, teknik wawancara itu bukan merupakan sesuatu yang musti baku, kaku, apalagi sakral. Teknik itu berkembang secara dinamis seiring dengan perkembangan masyarakat. Karenanya, para jurnalis juga dituntuk untuk senantiasa memberdayakan diri sesuai tuntutan jaman. Terpenuhinya prinsip-prinsip keberimbangan bagi sebuah berita, hanya bisa ditempuh dengan wawancara. Dan sekali lagi, hanya dengan wawancara, maka berita sebagai hasil karya jurnalistik akan memiliki daya hidup sekaligus bisa dipertanggungjawabkan. Sebab, dengan wawancara, fakta-fakta dari masyarakat yang dihimpun wartawan akan terekonstruksi dengan baik. Namun begitu, Wartawan tidak boleh mengabaikan anatomi persoalan yang terkait dengan temuan fakta-fakta tersebut di lapangan. Dan untuk persoalan-persoalan tertentu, Wartawan wajib memetakannya. Penyiapan anatomi persoalan itu bahkan merupakan langkah awal sebelum berlangsungnya sebuah wawancara. Bermutu tidaknya sebuah wawancara, biasanya justru lebih banyak ditentukan oleh hal tersebut. Misalnya, seorang Wartawan ingin mengetahui secara detail tentang posisi, peran dan sumbangan intelektual dalam mendorong demokrasi di Indonesia, maka Wartawan harus mampu menggambarkan bagaimana kaum intelektual Indonesia mengembangkan wacana yang beragam atas wacana resmi Orde Baru di sekitar tema-tema pokok Pembangunan, Dwi fungsi, Demokrasi Pancasila,Persatuan dan kesatuan serta Sara. Itu yang penting!. Dari sana akan bisa dibuat kategori-kategori intelektual Indonesia. Dan mungkin saja akan segera terpetakan adanya intelektual ortodoks,revisionis dan mungkin oposisionis. Secara demikian, setidaknya telah tercipta sarana pemahaman baru yang lebih memadai tentang intelektual Indonesia. Untuk sampai pada pemahaman itu, seorang Wartawan harus memiliki referensi cukup tentang berbagai bidang yang diminati. Jadi, wawancara seorang jurnalis hanya akan sukses dan bermutu, manakala ia telah memiliki kesiapan seperti dimaksud. Namun, yang justru tampak rumit, adalah aktifitas di balik teknik wawancara itu. Adapun teknik wawancara bisa dikelompokkan menjadi dua (2) bagian. 1. Teknik verbal yang betul-betul memerlukan alat bantu hard ware yang diperlukan. 2. Teknik substansialteknik yang terkait dengan kemampuan jurnalis dari segi ketajaman nuraninya dalam menentukan pilihan tema, tempat dan saat yang tepat bagi berlangsungnya sebuah wawancara. Itulah pentingnya seorang Wartawan menguasai materi yang hendak diwawancarakannya terhadap nara sumber. Hanya dengan cara seperti itu, ia mampu memperoleh informasi banyak dan akurat serta signifikan. Konkritnya, beberapa hal dibawah ini bolehlah dianggap sebagai tip untuk menunjang suksesnya sebuah wawancara. 1. Wartawan harus memakai kalimat tanya yang bisa membuahkan jawaban obyektif. 2. Pertanyaan harus selalu diusahakan dengan menggunakan kalimat pendek dan mudah dimengerti. 3. Tidak boleh segan-segan mengajukan pertanyaan ulang atas hal-hal yang belum jelas untuk dimengerti. 4. Tahu momentum yang tepat. Juga tahu apa yang layak dan tidak layak untuk ditanyakan, sekaligus cara

5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12.

bertanya yang pas. Jauhi pertanyaan yang bernada menggurui. Hindari gaya interogasi. Hindari pertanyaan yang sifatnya mencari legitimasi dari frame pemikiran yang sebetulnya sudah dimiliki. Hindari pertanyaan yang bersifat menguji nara sumber. Tumbuhkan sifat empaty dalam wawancara. Untuk hal-hal yang spesifik, wartawan perlu terlebih dahulu memaparkan persoalan yang hendak dimintakan pendapat dari nara sumber. Hindari kalimat tanya yang bersifat mengadu domba. Buat pertanyaan yang mampu menggugah daya nalar, ingatan serta perspektif nara sumber.

Ke dua belas tips itu, mungkin akan menjadi jaminan suksesnya sebuah wawancara. Tetapi, mungkin juga takkan berguna apa-apa, jika tidak diimbangi dengan kemampuan jurnalistik individu yang mengoperasikannya. Karena itu pula, seorang jurnalis haram mendatangi nara sumber dengan kepela kosong.

Anda mungkin juga menyukai