Anda di halaman 1dari 9

Perumahan Sewa di Indonesia : Permasalahan dan Solusinya

Disusun untuk memenuhi tugas akhir semester mata kuliah Bahasa Indonesia (MPK 203) Dosen Pembimbing : Ir. Jawoto Sih Setyono, MDP

Disusun Oleh : Syahrir Rahman 21040112140032

JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2012

Perumahan Sewa di Indonesia : Permasalahan dan Solusinya


Syahrir Rahman 21040112140032 Abstrak Indonesia merupakan salah satu negara berkembang di Asia Tenggara yang memiliki tingkat kepadatan penduduk yang tinggi dan masih terus bertambah. Tingkat kepadatan penduduk yang tinggi ini harus pula didukung oleh perumahan yang layak huni bagi seluruh penduduk Indonesia. Rumah layak huni sebagai salah satu kebutuhan dasar manusia selain sandang (pakaian) dan pangan (makanan), saat ini tidak dapat dipenuhi oleh seluruh masyarakat Indonesia. Permasalahan perumahan ini semakin kompleks seiring dengan kehidupan perkotaan yang semakin berkembang. Penyewaan rumah kemudian muncul sebagai salah satu jalan

keluar bagi sebagian masyarakat. Artikel ini akan membicarakan mengenai kondisi perumahan sewa di Indonesia serta permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat dan pemerintah dalam bidang perumahan khususnya penyewaan rumah. Kata kunci : Perumahan, penyewaan rumah, perkotaan, Indonesia Pendahuluan Perumahan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia selain makanan (pangan) dan pakaian (sandang) . Menurut Undang-undang Republik Indonesia nomor 4 tahun 1992 tentang Perumahan dan Pemukiman, rumah adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan keluarga. Sedangkan perumahan adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan (UU No. 4 tahun 1992). Jadi, sederhananya perumahan adalah sebuah lingkungan yang didominasi oleh rumah sebagai tempat hunian. Sebagai salah satu kebutuhan primer, belum semua masyarakat Indonesia dapat memenuhi kebutuhannya akan rumah secara layak, sesuai dengan penjelasan undang-undang nomor 1 tahun 1964 bahwa perumahan yang ada banyak pula yang tidak atau belum memenuhi syarat-syarat perumahan yang dicita-citakan, yaitu rumah yang sehat, nikmat, tahan lama, murah harga dan sewanya serta memenuhi norma-norma kesusilaan (UU No. 1 1964) . Hal di atas

sesuai dengan kenyataan di lapangan, di mana masih terdapat banyak rumah-rumah semipermanen yang ditempati oleh masyarakat. Indonesia, belum bisa seperti negara Asia Tenggara lainnya yang sudah mulai bisa mengatasi masalah perumahan di negaranya. Di Indonesia, sebagian besar masyarakat yang akan membeli rumah masih megandalkan keuangannya secara pribadi atau mandiri, sedangkan negara lain di Asia Tenggara seperti Malaysia dan Thailand, sudah didukung oleh bank komersial serta perusahaan keuangan lainnya (Lee, 1996). Kemudian muncul trend baru dalam masyarakat, yaitu menyewa rumah milik orang lain untuk ditempati. Masalah tentang penyewaan rumah pun sebenarnya telah diatur dalam perundang-undangan tentang perumahan di Indonesia. Di Indonesia, penyewaan rumah merupakan hal yang penting, terlebih bagi masyarakat dengan tingkat ekonomi menengah kebawah. Rumah-rumah yang disewakan (bagi masyarakat ekonomi rendah) biasanya tidak dalam kondisi yang baik, atau setidaknya tidak sebaik rumah dari pemilik rumah sewa. (Hoffman, et al. 1991). Hal ini bisa kita lihat dari kondisi rumahrumah yang disewakan bagi masyarakat dengan tingkat perekonomian rendah biasanya lebih sempit serta berada di lingkungan yang kurang mendukung, baik dari segi fisik maupun nonfisik. Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana kondisi perumahan di Indonesia dan masalah yang menyertainya. Penulis percaya, bahwa permasalahan perumahan di Indonesia masih dapat diselesaikan dengan adanya kerjasama dari berbagai pihak, baik masyarakat dan juga pemerintah. Artikel ini pertama-tama akan menjelaskan tentang sistem serta peraturan perundangan yang berlaku mengenai perumahan di Indonesia khususnya perumahan sewa, bagian selanjutnya akan membahas tentang permasalahan-permasalahan yang ada mengenai perumahan sewa tersebut, pada bagian akhir akan dijelaskan beberapa langkah yang dapat diambil serta dijalankan untuk menyelesaikan masalah yang telah dibicarakan sebelumnya. Sistem dan Perundang-undangan Indonesia sebenarnya telah memiliki peraturan perundang-undangan yang cukup banyak mengenai perumahan. Contohnya, Undang-undang Republik Indonesia nomor 4 tahun 1992 tentang Perumahan dan Pemukiman, Undang-undang nomor 1 tahun 1964, serta masih banyak peraturan-peraturan pemerintah lainnya yang berhubungan dengan masalah perumahan dan pemukiman.

Peraturan-peraturan ini sebenarnya telah mengatur secara rinci mengenai hal-hal yang berkaitan dengan perumahan, termasuk di dalamnya masalah mengenai perumahan sewa. Salah satu peraturan yang mengatur tentang perumahan sewa di Indonesia adalah Peraturan Pemerintah Nomor 49 tahun 1963 tentang Hubungan sewa-menyewa Perumahan. Menurut Peraturan Pemerintah No. 49 Tahun 1963 tentang Hubungan Sewa-Menyewa Perumahan, hak sewa ialah setiap hak yang timbul dengan nama atau dalam bentuk apapun, bertujuan untuk memperoleh hak mempergunakan suatu perumahan dengan membayar harga sewa. Sehingga apabila seseorag telah memiliki hak sewa sesuai dengan hukum yang berlaku, maka ia berhak mempergunakan rumah tersebut sesuai dengan perjanjian yang berlaku. Masalah yang berkaitan mengenai perumahan sewa ini selanjutnya diurus oleh Kantor Urusan Perumahan (KUP) atau bagi daerah yang tidak memiliki KUP, diurus oleh seorang pejabat yang ditunjuk oleh kepala daerah yang bersangkutan (Peraturan Pemerintah nomor 4 tahun 1963) Dengan semua peraturan perundangan yang ada, semestinya perumahan sewa menjadi jalan keluar yang baik dari permasalahan mengenai perumahan di Indonesia, namun dalam pelaksanaannya, rumah sewa masih mengalami berbagai kendala sehingga belum bisa dijadikan sebagai jalan keluar utama dari permasalahan-permasalahan tentang perumahan di Indonesia. Perumahan Sewa di Indonesia Sebagian masyarakat kota, umumnya kaum dengan tingkat ekonomi rendah, biasanya tidak siap atau tidak mampu untuk membeli atau membangun rumah sendiri (UNESCAP, 2008). Sedangkan sebagai sebuah kebutuhan primer selain kebutuhan akan makanan dan pakaian, kebutuhan akan rumah tidak dapat ditangguhkan (Subkhan, 2008). Sehingga pada akhirnya rumah sewa dijadikan sebagai jalan keluar dari permasalahan tempat tinggal mereka. Hal ini dikarenakan untuk membangun sebuah rumah atau membeli rumah membutuhkan biaya yang tidak sedikit sehingga tidak mampu dijangkau oleh masyarakat miskin atau kurang mampu yang masih memiliki kebutuhan lain yang lebih mendesak untuk dipenuhi. Menurut UNESCAP (2008) ada beberapa alasan orang-orang memilih untuk menyewa rumah, yaitu : 1. Banyak orang memilih untuk menyewa rumah dikarenakan lokasi rumah sewa lebih dekat dengan tempat mereka bekerja. Selain itu, mereka juga dapat berpindah tempat sesuai tempat mereka bekerja tanpa terikat pembayaran jika membeli rumah; 2. Rumah sewa memberikan fleksibilitas dalam pengelolaan anggaran rumah tangga;

3. Rumah sewa dapat mengakomodasi masyarakat yang berada dalam masa transisi ketika mereka masih menentukan akan bertempat tinggal secara tetap dimana. Di Indonesia, lebih dari 1,8 juta rumah tangga tinggal dirumah sewa (tempat yang disewakan), bahkan di Jakarta sendiri angkanya mencapai setengah juta rumah tangga (Hoffman, et al. 1991). Para penyewa ini dibagi kedalam dua kelompok, yaitu mereka yang menyewa sementara (temporarily renters) karena sedang berada dalam masa transisi sehingga belum ingin untuk membeli rumah, dan mereka yang menyewa secara permanen (permanent renters) yang memang menyewa rumah karena tidak mampu unutk membuat atau membeli rumah sendiri(Hoffman, et al. 1991). Properti yang disewa tidak hanya berupa rumah, bahkan di Yogyakarta, 26% dari penyewa adalah penyewa kamar, hal ini kemungkinan besar dikarekanan di Yogykarta merupakan kota dengan komunitas pelajar yang besar di mana terdapat banyak perguruan tinggi yang mahasiswanya banyak yang berasal dari luar kota sehingga mereka harus menyewa kamar sebagai tempat tinggal di Yogyakarta (Hoffman, et al. 1991). Kualitas properti seperti rumah yang disewakan bagi kaum miskin tidak selamanya baik, bahkan keadaannya lebih buruk dari pada rumah pada umumnya (Hoffman, et al. 1991). Menurut Hoffman (1991) karakteristik dari rumah yang disewakan bagi masyarakat berpenghasilan rendah biasanya memiliki area yang lebih sempit dari rumah milik perseorangan pada umumnya, serta fasilitas seperti air serta toilet digunakan secara bersama karena kurangnya pelayanan akan hal itu, begitu pula layanan mengenai aliran listrik dan sebagainya. Jadi dapat disimpulkan, rumah yang disewakan di Indonesia bagi masyarakat miskin memiliki kualitas yang lebih buruk dari pada perumahan pribadi pada umumnya. Bagian selanjutnya dari artikel ini akan membicarakan mengenai permasalahan-permasalahan tentang rumah sewa di Indonesia. Permasalahan Perumahan Sewa di Indonesia Perumahan sewa yang hadir sebagai salah satu solusi dari permasalahan perumahan di kota-kota besar tidak terlepas dari hambatan, dan bahkan mendatangkan permasalahan baru. Di antaranya masalah tata guna lahan, ekonomi, dan sosial. Dengan perkembangan kehidupan perkotaan yang semakin maju, sekarang rumah sewa juga menjadi lahan prospektif bagi penyediaan rumah untuk kalangan menengah atas, namun tentu saja ini berdampak pada penyediaan lahan untuk pembangunan rumah bagi kalangan

menengah kebawah, sehingga mereka memilih membangun secara illegal di daerah yang terlantar seperti pinggir tebing, kuburan, dll (Subkhan, 2008). Tindakan ini megakibatkan timbulnya pemukiman liar (squatter) yaitu lahan yang tidak ditetapkan untuk lahan hunian atau penempatan lahan yang bukan miliknya (Budiharjo dalam Subkhan, 2008). Pemukimanpemukiman liar ini lama kelamaan akan semakin padat seiring dengan bertambahnya penduduk perkotaan dan selanjutnya berkembang menjadi pemukiman kumuh yang tidak terawat. Ketidakmampuan secara finansial juga mendorong terus berkembangnya pemukiman kumuh diperkotaan (Arindasari, 2012). Ditambah lagi, menurut Media Indonesia (2009) pembangunan perumahan di Indonesia yang kebanyakan masih menggunakan pola konvensional yaitu pembangunan secara horizontal, berpotensi menimbulkan kawasan kumuh perkotaan, menekan ketersediaan lahan ruang terbuka hijau serta turunnya kualitas lingkungan beserta daya dukungnya. Selain permasalahan perumahan kumuh, masalah lain yang tidak kalah serius mengenai perumahan adalah pelayanan air bersih dan listrik bagi rumah sewa yang diperuntukkan bagi masyarakat berpenghasilan rendah yang lebih buruk dibandingkan dengan perumahan pribadi (Hoffman et al, 1991). Hal ini bisa dilihat dari kenyataan yang ada, bahwa pada daerah kumuh yang didominasi oleh penduduk dengan tingkat ekonomi rendah, pelayanan akan air dan listrik amat rendah. Kaum urbanis yang selalu datang ke perkotaan juga terus menghambat terselesaikannya permasalahan perumahan (Arindasari, 2012). Pada bagian selanjutnya, akan membicarakan mengenai beberapa langkah yang bisa dicoba untuk menyelesaikan atau mengurangu permaslahan perumahan di Indonesia. Saran Langkah Penyelesaian Masalah Perumahan di Indonesia Permasalahan perumahan di kota-kota di Indonesia semakin bertambah kompleks seiring berkembangnya kehidupan perkotaan. Namun, setiap permasalahan harus bisa di atasi, baik oleh pemerintah sebagai pemegang kekuasaan (Subkhan, 2008), maupun oleh masyarakat pada umumnya. Berikut adalah beberapa saran tentang langkah-langkah yang dapat dilakukan oleh penduduk serta pemerintah Indonesia dalam menanggulangi permasalahan perumahan di Indonesia. Langkah pertama adalah dari bidang ekonomi, menurut Lee (1996), pada masa lalu, pemerintah Indonesia telah menjalankan beberapa program perbankan yang membantu masyarakat untuk membangun rumah, di antaranya kredit rumah maupun pinjaman melalui Bank

Tabungan Negara dan Bank Rakyat Indonesia yang mempermudah masyarakat untuk mendapatkan dana dalam usaha membangun rumah. Selain itu juga terdapat satu program yang khusus menangani masalah perumahan yaitu Bank Papan, namun karena persaingan dengan BTN, maka program yang dilaksanakan oleh Bank Papan gagal. Selain itu, bank-bank swasta lainnya juga banyak menawarkan program-program rumah murah untuk nasabahnya. Namun dengan tidak stabilnya politik di Indonesia, sistem perbankan yang sebenarnya sudah baik ini menjadi berjalan dengan kurang maksimal. Selanjutnya adalah pembangunan rumah susun, khususnya rumah susun sederhana sewa, yang selanjutnya akan disebut dengan rusunawa. Sesuai dengan pertimbangan dalam undangundang republik Indonesia nomor 20 tahun 2011. Rumah susun adalah bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang distukturkan secara fungsional, baik dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan yang masingmasing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama untuk tempat hunian yang dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama (UU RI No. 20 tahun 2011) Pembangunan rusunawa dengan bantuan pemerintah dalam hal ini perum Perumnas apabila berjalan dengan baik tentu akan menjadi solusi yang sangat membantu, namun dalam pelaksanaannya tidak demikian. Banyak rumah susun yang tidak diminati oleh masyarakat, dengan berbagai alasan, seperti tidak strategisnya lokasi rumah susun, mahalnya harga yang dipatok oleh Perumnas, dan lain lain (Berita Jakarta, 2008). Bahkan hal-hal seperti harus membiasakan kehidupan baru turut mendorong warga untuk tetap tinggal di perumahan mereka yang lama (Bisnis Forex, 2012). Namun, tidak sedikit pula rumah susun yang diminati oleh warga, seperti rusun Marunda, Cilincing, Jakarta Utara karena dekat dengan daerah wisata seperti pesisir pantai Marunda, namun rusun ini pun masih memiliki masalah yaitu kurangnya ketersediaan air bersih yang memaksa penghuni rusun untuk mengkonsumsi air mineral yang tentu saja menguras kantong (Berita Jakarta. 2008). Contoh lainnya adalah, rumah susun yang dikelola oleh lembaga non-profit yaitu Yayasan Budha Tzu Chi di Cengkareng juga memiliki kondisi fisik dan non-fisik yang baik sehingga diminati oleh pemukimnya yang merupakan pindahan dari pemukiman liar di pinggiran Kali Angke. Disini peran pemerintah sangat dituntut untuk merencanakan rusun yang baik dan stategis baik dari segi lokasi, sosial, serta ekonomi dan juga pemenuhan fasilitas lainnya seperti air dan listrik, sehingga masyarakat menjadi nyaman

dan dapat memilih tinggal di rusun derta dapat mengurangi permasalahan perumahan sewa di Indonesia. Kedua langkah di atas mungkin memang bukan langkah baru yang inovatif, namun apabila kedua langkah tersebut benar-benar dijalankan dengan baik dan dengan partisipasi dari seluruh aspek masyarakat dan pemerintah, serta dilaksanakan sesuai dengan peraturan pemerintahan yang ada, maka akan menjadi solusi yang baik yang bisa menanggulangi permasalahan perumahan sewa yang ada di Indonesia. Simpulan Permasalahan perumahan di Indonesia semakin kompleks seiring dengan berkembangnya kehidupan perkotaan. Perumahan sewa biasanya dihuni oleh masyarakat miskin yang tidak memiliki kemampuan untuk membangun atau membeli rumah sendiri, ataupun mereka yang masih dalam masa transisi sehingga belum ingin untuk memiliki rumah. Rumah sewa sebagai salah satu solusi dalam permasalahan perumahan sendiri masih mengalami berbagai permasalahan. Permasalahan ini di antaranya adalah pembangunan rumah sewa untuk kalangan menengah atas biasanya mengambil banyak lahan, disisi yang berlainan keluarga miskin tidak mampu untuk menyewa rumah yang telah dibangun ini sehingga mereka memilih untuk membangun rumah dilahan-lahan terabaikan yang kemudian berkembang menjadi pemukiman kumuh. Selain itu, perumahan sewa yang ada bagi masyarakat miskin kualitasnya tidak baik mulai dari kondisi rumah maupun fasilitas yang ada. Dari bidang perekonomian, kredit murah perumahan yang pernah ditawarkan BTN, BRI, dan bank-bank swasta lainnya dapat menjadi solusi yang menggembirakan apabila dapat dijalankan dengan baik serta sesuai dengan peraturan yang berlaku tanpa ada unsur kepentingan lain di dalamnya. Selain itu, rusunawa yang saat ini sedang digalakkan pemerintah menjadi salah satu solusi yang bisa dikatakan efektif karena rusunawa dibangun dengan pola vertikal atau bertingkat. Singkatnya, permasalah perumahan di Indonesia termasuk di dalamnya perumahan sewa sebenarnya dapat diselesaikan, yaitu dengan keseriusan serta partisipasi dari semua pihak, baik masyarakat maupun pemerintah dalam menjalankan program yang telah direncanakan. Sehingga tujuan awal dari program tersebut yaitu menyelasaikan masalah perumahan di Indonesia dapat tercapai.

Referensi Hoffman, M L et al. 1991. Rental Housing in Urban Indonesia. Habitat, Vol 15 No. 12, pp 181 - 206 . Lee, M. 1996. The Evolution of Housing Finance in Indonesia : Innovative Responses to Opportunities. Habitat, Vol 20 No. 4, pp 583 594. Peraturan Pemerintah Nomor 49 tahun 1963 tentang Hubungan Sewa-menyewa Perumahan. Perumahan bagi Kaum Miskin di Kota-Kota di Asia. Edisi Ketujuh. 2008. United Nations Economic and Social Commission for Asia and the Pacific. Terjemahan Sarosa Wicaksono et al. Bangkok : United Nations Economic and Social Commission for Asia and the Pacific. Subkhan, M. 2008. Pengelolaan Rumah Susun Sederhana Sewa di Cengkareng Jakarta Barat. Tugas Akhir tidak diterbitkan, Program Studi Magister Teknik Pembangunan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik Universitas Diponegoro, Semarang. Undang-undang Republik Indonesia nomor 4 tahun 1992 tentang Perumahan dan Pemukiman. Undang-undang nomor 1 tahun 1964 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang nomor 6 tahun 19762 tentang Pokok-pokok Perumahan (Lembaran Negara 1962 nomor 40) menjadi Undang-undang. Undang-undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2011 tentang Rumah Susun. www.beritajakarta.com (website berita resmi Pemprov DKI Jakarta). Diakses pada 25 Desember 2012. www.dixietrain.net (website info perdagangan di Indonesia). Diakses pada 24 Desember 2012. www.mediaindonesia.com (website dari Media Indonesia) . Diakses pada 24 Desember 2012.

Anda mungkin juga menyukai