Anda di halaman 1dari 5

LANGKAH LANGKAH DIAGNOSIS 1. ANAMNESIS Saat anamnesis, biasanya pasien datang dengan keluhan nyeri abdomen akut.

. Nyeri abdomen yang timbul bisa tiba-tiba atau sudah berlangsung lama. Nyeri yang di rasakan dapat di tentukan lokasinya oleh pasien atau pasien tidak dapat merasakan nyeri abdomen tersebut berasal dari mana atau bisa saja pasien merasakan nyeri tersebut berasal dari seluruh abdomen. Nyeri abdomen dapat berasal dari organ dalam abdomen termasuk peritoneum visceral (nyeri visceral) atau peritoneum parietal atau dari otot, lapisan dari dinding perut (nyeri somatic). Pada saat nyeri di rasakan pertama kali, nyeri visceral biasanya nyeri di timbulkan terlokalisasi dan berbentuk khas. Nyeri yang berasal dari organ padat kurang jelas di bandingkan nyeri dari organ yang berongga. Nyeri yang berasal dari visceral dan berlangsung akut biasanya menyebabkan tekanan dan denyut jantung berubah, pucat dan berkeringat dan di sertai fenomena visceral motor seperti muntah dan diare. Biasanya juga pasien merasa cemas akibat nyeri yang di timbulkan tersebut. Pada akut abdomen selain nyeri abdomen pasien juga dapat mengeluhkan keluhan lain antara lain mual, muntah, anoreksia, kembung, buang air besar cair atau susah buang air besar. Anoreksia biasanya hampir terjadi pada seluruh penyebab akut abdomen terutama pada apendisitis akut dan kolesistitis akut. Sedang anoreksia jarang di temukan pada akut abdomen akibat kelainan pada urologi atau ginekologi. Pada awal terjadinya akut abdomen biasanya di sertai dengan muntah akibat rangsangan reflex dari pusat muntah medularis. Reflex muntah pada awal terjadinya akut abdomen biasanya tidak progresif dan terus menerus di sertai nyeri abdomen yang hebat maka kemungkinan obstruksi usus haru di pikirkan. Nyeri abdomen yang di sertai dengan distentssi akibat gas yang berlebiha harus di pikirkan kemungkinan ileus atau obstruksi usus. Obstipasi akibat adanya gangguan pasase usus di sertai tidak adanya flatus dan distensi abdomen juga harus di pikirkan kemugnkinan adanya ileus atau obstruksi usus, sedang nyeri abdomen dengan konstipasi tanpa distensi terutama pada orang tua di pikirkan kemungkinan di vertikulitis sebagai penyebab. Sedang adanya buang air besar di sertai darah pada nyeri abdomen perlu di pikirkan kemungkinan IBD dengan iskemi mesenterika atau kemungkinan adanya thrombosis vena mesenterika. Sumber : IPD edisi V jilid I, hal. 474-475 2. PEMERIKSAAN FISIS Pasien yang dating dengan akut abdomen biasanya di periksa dengan posisi supine. Inspeksi abdomen di lakukan dengan teliti. Posis tidur pasien dan apakah pasien tetap merasakan nyeri pada posisi supine dan berusaha untuk berada pada posisi tertentu untuk menghindari nyeri merupakan hal penting untuk menentukan penyebab dari akut abdomen tersebut. Pasien dengan peritonitis cenderung untuk imobilitas dan terus merasa kesakitan. Perubahan posisi akan merangsang peritoniumnya dan meningkatkan nyeri abdomen. Palpasi pada pasien dengan akut abdomen harus di lakukan dengan hati hati. Palpasi di lakukan dengan hati-hati untuk menentukan lokasi nyeri jika nyeri tersebut terkolalisir. Melalui palpasi akan di tentukan adanya nyeri tekan, nyeri lepas dan adanya massa. Adanya nyeri lepas lebih mengarah

kepada suatu peritonitis. Lokasi nyeri abdomen berhubungan dengan penyebab dari nyeri tersebut. Beberapa tanda sering di gunakan sebagai patokan adanya etiologi dari nyeri abdomen tersebut. Tanda Murphy berupa nyeri tekan pada perut kanan atas. Pada saat inspirasi sensitive untuk kolesistisis akut tetapi pemeriksaan ini tidak spesifik. Nyeri tekan dan nyeri lepas di sertai rigiditas pada daerah Mc burney yaitu pada perut kanan bawah sensitive untu suatu apendisitis akut. Pada pemeriksaan auskultasi bising usus yang di dengar cukup berpariasi tergantung penyebab dari akut abdomen tersebut. Pada ileus paralitik atau peritonitis umum bising usus tidak terdengar, sedang pada obstruksi usus akan meningkat dan kadang kala kita mendengar Metallics sound. Adanya suara bruit pada saat auskultasi menunjukkan kelainan vaskuler tetapi pada pasien yang kurus kita bisa mendengar bruit pada daerah epigastrium yang berasal dari aorta abdominalis. Sumber : IPD edisi V jilid I, hal. 475-476

3. Pemeriksaan Penunjang BILIRUBBIN Dasar : Total bilirubbin di tentukan oleh reaksi dengan diazotized sulfanilic acid, dengan adanya larutan caffeine sehingga membentuk hasil akhir pigmentoza. Dengan reaksi yang sama tetapi caffeine dapat di gunakan untuk menentukan bilirubbin direct. Billirubbin bereaksi dengan Diazotizet sulfanilic acid dan membentuk suatu zat yang berwarna merah dalam larutan netral dan biru dalam larutan alkali. Bilirubbin glukoronides bisa larut dalam air bereaksi langsung (direct), sedangkan bilirubbin yang bebas hanya akan bereaksi bila ada akselerator Nilai normal : Bilirubbin direct : 0,3 mg/dl Bilirubbin indirect sampai 1 mg/d ALT (Alanin Aminotransferase) / SGPT Dasar : L-alanin + -Ketoglutarat Piruvat + NADH+ + H+
AST ALT

L-Glutamat + Piruvat L-Laktat + NAD+

Kecepatan Penurunan Kadar NADH di ukur secra fotometrik dan berbanding lurus dengan aktivitas ALT dalam sampel

Nilai normal : Perempuan : 9 - 36 U/L Laki-laki : 9 43 U/L AST (Aspartat Aminotransferase) / SGOT Dasar : L-aspartat + 2-okasoglutarat Oksaloasetat + NADH+ + H+
ALT

L-Glutamat + oksaloasetat L-malat + NAD+

AST

Kecepatan Penurunan Kadar NADH di ukur secra fotometrik dan berbanding lurus dengan aktivitas ALT dalam sampel Nilai normal : Perempuan : 10 - 31 U/L Laki-laki : 10 - 34 U/L

Pemeriksaan Hematologi Biopsi di kerjakan pada pasien rawat inap, meski ada beberapa keadaan tertentu dapat di kejakan pada pasien rawat jalan. Semua pasien yang akan menjalani pemeriksaan biopsy hati perkutan harus di ketahui jenis golongan darahnya, dan akses untuk tindakan transfuse harus sudah tersedia. Massa protombin INR hatus di periksa sebelum tindakan di kerjakan. Massa protobin tidak boleh lebih dari 3 detik dari control setelah pemeberian vitamin K intramuscular. Jumlah trombosit harus melebihi 80.000 ul. Biopsy di kerjakan dengan dosis 1215 ml/kg BB untuk mengoreksi masa protombin, transfuse trombosit sebelum tindakan pada pasien trombositopenia sudah di kejakan secara luas. Bila trombosit meningkat lebih dari 60.000 dengan transfuse trombosit, biopsy cukup aman.

Pemeriksaan USG Pemeriksaan USG prabiosi harus di lakukan untuk menyingkirkan kelainan anatomi yang mungkin ada, sehingga tusukan terhadap organ yang tidak diinginkan dapat di hindari. USG juga memungkinkan untuk menemukan lesi fokal seperti hemangioma, yang mungkin tidak memberikan keluhan dan hal-hal lain yang tidak di duga sebelumnya.

IKTERUS FISIOLOGI DAN PATOLOGIS 1. IKTERUS FISIOLOGIS Karena perangkat hati untuk mengonjugasikan dan mengeluarkan bilirubin belum berbentuk sempurna sampai sekitar usia 2 minggu, hamir semua neonates mengalami hiperbilirubinemia tak terkonjugasi yang transien dan ringan, di sebut ikterus neonatorum atau ikterus fisiologis pada neonates Secara umum, setiap neonates mengalami peningkatan konsentrasi bilirubin serum, namun kurang 12 mg/dl pada hari ketiga hidupnya di pertimbangkan sebagai ikterus fisiologis. Pada ikterus fisiologis pada bayi baru lahir sebagai berikut : kadar bilirubin serum total biasanya mencapai puncak pada hari ke 3-5 kehidupan dengan kadar 5-6 mg/dl, kemudian menurun kembali dalam minggu pertama setelah lahir. Kadang dapat muncul peningkatan kadar bilirubin terkonjugasi < 2 mg/dl. Pola ikterus fisiologis ini bervariasi sesuai prematuritas, ras, dan factor-faktor lain. Sebagai contoh : bayi premature akan memiliki puncak bilirubin maksimum yang lebih tinggi pada hari ke-6 kehidupan dan berlangsung lebih lama, kadang sampai beberapa minggu. Bayi ras Cina cenderung untuk memiliki kadar puncak bilirubin maksimum pada hari ke-4 dan 5 setelah lahir. Factor yang berperan pada munculnya ikterus fisiologis pada bayi baru lahir meliputi peningkatan bilirubin karena polistemia relative, pemendekan masa hidup eritrosit (pada bayi 80 hari, di bandingkan dewasa 120 hari). Proses ambilan dan konjugasi di hepar yang belum matur dan peningkatan sirkulasi enterohepatik. Pada sebagian bayi yang mendapat ASI eksklusif, dapat tejadi ikterus yang berkepanjangan. Hal ini dapat terjadi karena adanya glukuronidase yang terdapat dalam ASI yang di duga meningkatkan absorbs bilirubin di usus halus. Bila tidak di temukan factor resiko lain, ibu tidak perlu khawatir, ASI tidak perlu di hentikan dan frekuwensi bisa di tambah. Apabila keadaan bayi baik, aktif, minum kuat, tidak ada tata laksana khusus meskipun ada peningkatan kadar bilirubin, karena ini di anggap fisiologis. Sumber : www.smalcrab.com 2. IKTERUS PATOLOGIS Ikterus patologis dapat di timbulkan dengan 3 cara : a. Ikterus prahati (masalah terjadi sebelum hati) atau hemolitik, di sebabkan oleh pemecahan (hemolisis) berlebihan sel darah merah, yang menyebabkan hati mendapat bilirubin daripada kemampuan mengsekresikannya. b. Ikterus hati (masalah terletak di hati) terjadi ketika hati mengalami penyakit dan tidak dapat menangani bilirubin bahkan dalam jumlah besar. c. Ikterus pascahati (masalah terjadi setelah hati) atau obstruktif, terjadi ketika saluran empedu tersumbat misalnya oleh batu empedu sehingga bilirubin tidak dapat di eliminasi. Sumber : Buku ajar Fisiologi Sherwood edisi 6 hal : 676-675

Bilirubin terkonjugasi dan bilirubin glukuronida dapat menumpuk secara sistemik dan mengendap dalam jaringan, menimbulkan warna kuning ikterus. Hal ini terutama jelas dalam menguningnya skelera (Ikterus). Terdapat dua perbedaan patofisiologis penting antara kedua bentuk bilirubin. Bilirubin tak tekonjugasi berikatan erat dengan albumin serum dan pada dasarnya tidak laru air pada PH fisiologis. Bentuk ini tidak dapat di eksresikan dalam urine walaupun kadar dalam darah tinggi. Sebaliknya bilirubin terkonjugasi bersifat laru air nontoksik dan hanya berikatan secara lemah dengan albumin, kelebihan bilirubin terkonjugasi dalam plasma dapat di keluarkan melalui urine. Ikterus terjadi jika keseimbangan antara produksi dan pengeluaran bilirubin terganggu oleh satu atau lebih mekanisme berikut : 1. 2. 3. 4. 5. Produksi bilirubin yang berlebihan Penurunan penyerapan oleh hati Gangguan konjugasi Penurunan sekresi hepatoseluler Gangguan aliran empedu

Sumber : Buku ajar Patologi Robbins volume 2, edisi 7, halaman 667-668

Obat-obatan yang merusak hati Obat juga dapat merusak hati. Ini dapat berkisar dari obat-obatan yang umu seperti acetaminophen, paractemol (antipiuretik) yang dapat mengakibatkan kegagalan hati dalam overdoses. Beberapa obat-obatan yang menurunkan kolesterol seperti statin dan niasin juga bisa mengakibatkan kerusakan hati. Obat-obatan yang merusak hati laiinnya melipiti nitrofurantion, tetrasiklin, isoniazid (antibiotik) atau metroteksat (obat anti kanker). Overdosis acetaminophen menyebabkan dua gelombang kerusakan hati. Gelombang pertama kerusakan dari sel hati akibat dari sifat racun dari asetaminofen. Gelombang kedua adalah dimediasi oleh molekul system kekebalan tubuh, yang di aktifkan sebagai respon terhadap kerusakan hati yang di induksi acetaminophen awal. Dala studi tersebut, gelombang pertama dari sel-sel hati tikus mati di temukan untuk mempromosikan produksi molekul kekebalan yang di kenal sebagai sitokin pro-inflamasi oleh sel endotel sinusoduial dalam hati. Produksi sitokin pro-inflamasi membutuhkan dua jalur sinyal untuk menjadi aktif, salah satunya di prakarsai oleh protein TIr9 dan satu di aktifkan oleh kompleks protein yang di kenal sebagai inflammasome Nalp3. Sumber : www.news-medical.net

Anda mungkin juga menyukai