Anda di halaman 1dari 18

REFERAT ASMA bronkiale

Disusun Oleh: Rijki Rivan Setiadi 2007730106 Pembimbing : Dr.dr. Effek Alamsyah, Sp.A.mph

KEPANITERAAN KLINIK STASE PEDIATRI RSIJ CEMPAKA PUTIH FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMADIYAH JAKARTA 2012
1

KATA PENGANTAR Segala puji bagi Allah SWT atas segala rahmat dan hidadayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas referat ini dengan baik dan tepat waktu. Tugas referat ini merupakan salah satu persyaratan penilaian tugas dalam kepaniteraan klinik pada stase pediatri Rumah Sakit Islm Jakarta cempaka putih. Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr.dr. Effek Alamsyah, Sp.A.mph selaku pembimbing referat di Rumah Sakit Islm Jakarta cempaka putih., kepada semua dosen pembimbing stase pediatri Rumah Sakit Islm Jakarta cempaka putih, dan teman-teman kelompok stase pediatri, serta pihak-pihak lain yang sudah membantu kelancaran penulisan tugas ini. Penulis menyadari bahwa penulisan tugas ini belum sempurna, oleh karena itu kritik dan saran untuk kemajuan penulisan referat ini sangat penulis harapkan. Akhirnya terima kasih penulis ucapkan untuk para pembaca semua dan semoga referat ini dapat bermanfaat bagi penulis dan para pembaca sekalian.

Jakarta, november 2012

Penulis 2

i DAFTAR ISI KATA PENGANTAR...................................................................................................................i DAFTAR ISI.................................................................................................................................ii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang........................................................................................................................4 1.2 Tujuan Penulisan.....................................................................................................................4 BAB II ASMA 2.1 Definisi....................................................................................................................................5 2.2 Epidemiologi...........................................................................................................................5 2.3 Etiologi...7 2.4 Patofisologi....7 2.5 Diagnosis....8 2.6 Klasifikasi Asma....9 2.7 Serangan Asma..10 2.8 Derajat Serangan Asma.10 2.9 Penatalaksanaan...12 Bagan I...14 Bagan II..15 Bagan III16 Bagan IV17 DAFTAR PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Asma merupakan penyakit dengan karakteristik meningkatnya reaksi trakea dan bronkus oleh berbagai macam pencetus disertai dengan timbulnya penyempitan luas saluran nafas bagian bawah yang dapat berubah-ubah derajatnya secara spontan atau dengan pengobatan. Serangan asma dapat berupa sesak nafas ekspiratoir yang paroksismal, berulang-ulang dengan mengi (wheezing) dan batuk yang disebabkan oleh konstriksi atau spasme otot bronkus, inflamasi mukosa bronkus dan produksi lendir kental yang berlebihan. Serangan asma bervariasi dari yang ringan sampai yang berat dan mengancam kehidupan. Berbagai faktor dapat menjadi pencetus timbulnya serangan asma antara lain aktivitas fisik, alergen, infeksi, perubahan mendadak suhu udara atau pajanan terhadap iritan respiratorik seperti asap rokok, dsb. Dilaporkan bahwa sejak dua dekade terakhir prevalensi asma meningkat, baik pada anakanak maupun pada dewasa. Prevalensi total asma di dunia diperkirakan 7,2% (6%pada dewasa dan 10%pada anak). Di poliklinik subbagian paru anak FKUI-RSCM Jakarta, lebih dari 50% merupakan kunjungan asma. Asma mempunyai dampak negative pada kehidupan penderitanya termasuk untuk anak, seperti menyebabkan anak tidak masuk sekolah dan membatasi kegiatan olehraga, maupun aktivitas seluruh keluarga. Karena cukup besarnya prevalensi asma pada anak yang akan berdampak negatif, maka penting bagi kita sebagai dokter umum untuk memahami penyakit ini sehingga kita dapat melakukan penanganan yang tepat sesuai dengan protocol yang ada sesuai derajat penyakitnya. 1.2 Tujuan Penulisan Tujuan penulisan referat ini selain untuk memenuhi tugas yang diberikan oleh pembimbing juga agar kami sendiri dapat lebih memahami perjalanan penyakit asma sehingga kami dapat memberikan penanganan yang tepat di kemudian harinya.

BAB II ASMA

2.1 Definisi 1. Menurut Global Initiative For Asthma (WHO) Gangguan inflamasi kronik saluran nafas dengan banyak sel yang berperan, khususnya sel mast, eosinofil, dan limfosit T. Pada orang yang rentan inflamasi ini menyebabkan episode mengi yang berulang, sesak nafas, rasa dada tertekan, dan batuk, khususnya pada malam atau dini hari. Gejala ini biasanya berhubungan dengan penyempitan jalan nafas yang luas namun bervariasi yang sebagian bersifat reversible baik secara spontan maupun pengobatan. Inflamasi ini juga berhubungan dengan hipereaktivitas jalan nafas terhadap berbagai rangsangan. 2. Menurut Konsensus Asthma Internasional 1998 Mengi berulang dan atau batuk persisten dalam keadaan dimana asthma adalah yang paling mungkin, sedangkan sebab lain yang lebih jarang telah disingkirkan. 3. Menurut Literatur Buku Ajar Penyakit paru yang difus dan obstruktif ditandai dengan hipereaktivitas jalan nafas karena berbagai rangsang dan reversibilitas tinggi dari proses obstruksi diatas yang dapat spontan atau sebagai hasil dari pengobatan. Dari berbagai definisi diatas, diambil kesimpulan bahwa asthma adalah penyakit inflamasi kronik pada jalan nafas karena hipereaktivitas jalan nafas yang menyebabkan obstruksi yang reversible secara spontan maupun dengan pengobatan ditandai dengan episode mengi berulang, sesak nafas, rasa dada tertekan, dan batuk. 2.2 Epidemiologi

Penelitian mengenai asma telah banyak dilakukan dan hasilnya telah dlaporkan dari berbagai Negara. Namun umumnya kriteria penyakit asma yang digunakan belum sama, sehingga sulit untuk membandingkan. Untuk mengatasi hal tersebut telah dilakukan penelitian prevalens asma di banyak negara menggunakan kuesioner baku, yaitu ISAAC fase I pada tahun 1996, yang dilanjutkan dengan ISAAC fase III tahun pada 2002. Penelitian ISAAC fase I telah dilakukan di 56 negara, meliputi 155 senter, pada anak usia 6-7 tahun dan 13-14 tahun. Penelitian ISAAC menggunakan kuesioner baku dengan pertanyaan: Have you (your child) had wheezing or whistling in the chest in the last 12 month? . Untuk mengelompokkan dalam diagnosis asma bila jawabannya Ya. Pada anak usia 13-14 tahun selain diminta mengisi kuesioner juga diperlihatkan video asma. Hasilnya ternyata sangat bervariasi. Untuk usia 13-14 tahun yang terendah di Indonesia (1,6%) dan yang tertinggi di Inggris, sebesar 36,8%. Survey mengenai prevalens asma di Eropa telah dilakukan di 7 negara ( Asma insights & Reality in Europe = AIRE) meliputi 73.880 rumah tangga, yang berjumlah 213.158 orang. Hasil survey mendapatkan prevalens populasi current asthma sebesar 2,7%. Penelitian mengenai prevalens asma di Indonesia telah dilakukan di beberapa pusat pendidikan, namun belum semuanya menggunakan kuesioner baku. Pada tabel dapat dilihat beberapa hasil survey prevalens asma pada anak di Indonesia. Peneliti (kota) Djajanto B (Jakarta) Rosmayudi O (Bandung) Dahlan (Jakarta) Arifin (Palembang) Rosalina I (Bandung) Yunus F (Jakarta) Kartasasmita CB (Bandung) Rahajoe NN (Jakarta) Tahun 1991 1993 1996 1996 1997 2001 2002 2002 Jumlah Sampel 1200 4865 1296 3118 2234 2678 2836 1296 Umur (Tahun) 6-12 6-12 6-12 13-15 13-15 13-14 6-7 13-14 13-14 Prevalens (%) 16,4 6,6 17,4 5,7 2,6 11,5 3,0 5,2 6,7

2.3 Etiologi Asthma adalah kelainan yang disebabkan oleh banyak factor meliputi otonom, imunologi, infeksi, endokrin, dan psikologis yang akan menyebabkan hipereaktivitas bronkus sekaligus menentukan derajat reaktivitasnya. Keadaan bronkus yang irritable agaknya diturunkan secara poligenik. 2.4 Patofisologi Pada asthma, adanya rangsang dari luar dan jalan nafas yang hipereatif mengakibatkan obstruksi. Rangsang dari luar ini meliputi: allergen inhalan, protein dari sayuran, infeksi viral, asap rokok, polutan udara, obat-obatan, udara dingin, dan kerja fisik. Sementara obstruksi timbul karena: bronkokonstriksi, hipersekresi mukosa, edema mukosa, infiltrasi sel dan deskuamasi epitel. Pada asthma yang berat terjadi hipertrofi otot polos bronkus dan kelenjar mukosa. Proses Inflamasi Pada Asthma Proses inflamasi pada asthma didahului adanya rangsang yang mengakibatkan timbulnya proses inflamasi akibat interaksi sel-sel inflamasi dan mediator yang dihasilkannya Apabila terdapat suatu rangsangan, primary effector cells yang terdapat pada saluran nafas (sel mast, makrofag, dan epitel) akan mengeluarkan mediator inflamasi (sitokin) yang akan mengakibatkan terjadinya proses inflamasi pada saluran nafas. Mediator inflamasi diatas juga akan mengaktifkan dan menarik secondary effector cells, yaitu sel inflamasi yang berasal dari sirkulasi seperti eosinofil dan netrofil, dimana sel tersebut menghasilkan mediator inflamasi yang akan memperberat proses inflamasi yang telah terjadi. Primary effector cells menyebabkan reaksi imun cepat berupa bronkokonstriksi, hipersekresi, dan oedem mukosa. Semenara secondary effector cells menyebabkan reaksi imun lambat (6-8 jam setelah paparan) berupa inflitrasi sel radang (netrofil dan eosinofil)

Proses Remodelling pada Asthma Remodeling adalah berubahnya stuktur dinding jalan nafas sebagai efek dari penyakit jalan nafas. Perubahan yang terjadi meliputi kerusakkan epitel dan otot polos, deposisi komponen matriks abnormal, angiogenesis, dan hipertrofi kelenjar.

1. Epitel jalan nafas Pada asthma, epitel jalan nafas menjadi rapuh. Hal ini karena kelainan pada aktivasi dari unit pembentukan epitel mesenkim yang memegang peranan penting dalam perkembangan paru normal. 2. Penebalan membrane basal dan deposisi matriks abnormal. Inflamasi pada asthma mengakibatkan penebalan membrane basal dan deposisi matriks abnormal, karena dilepaskannya interleukin. 3. Angiogenesis vaskularitas meningkat 4. Otot polos Beberapa penelitian membuktikan bahwa asthma terjadi karena hyperplasia otot polos. 5. Hipertrofi kelenjar Karena rangsangan oleh sel mast dan degranulasinya untuk sekresi mucus meningkat, maka kelenjar pernafasan menjadi hipertrofi. 2.5 Diagnosis Mengi dan atau batuk kronik yang berulang adalah gejalah awal untuk menegakkan diagnosis asthma. Kelompok anak yang diduga asthma adalah anak-anak yang menunjukkan batuk dan atau mengi yang timbul episodic, cenderung pada malam hari, musiman, setelah aktivitas fisik, dan adanya riwayat asthma, dan atopi pada pasien dan keluarganya. Jika gejala dan tanda asthma jelas, berikan terapi asthma dan dinilai responnya. Bila baik maka tidak perlu pemeriksaan lebih lanjut. Bila tidak baik, evaluasi dosis, cara dan waktu pemberian, ketaatan pasien sebelum mengganti obat dengan yang lebih poten. Bila semua aspek sudah baik, pikirkan ke arah bukan asthma. Jika gejala dan tanda asthma kurang jelas, diperlukan pemeriksaan lebih lanjut berupa foto rontgen paru., uji faal paru dan uji provokasi. Bila memungkinkan lakukan juga foto sinus paranasal, uji imunologis, uji mukosilier, dan bronkoskopi. Tuberkulosis masih merupakan penyakit dengan gejala batuk kronis berulang yang paling banyak, maka perlu dilakukan kelompok dengan dugaan asthma atau bukan. Dengan demikian pasien mungkin menderita asthma bersamaan dengan tuberculosis akan terdiagnosis dan diterapi dengan tepat. (bagan 1).

2.6 Klasifikasi Asma Klasifikasi asthma yang digunakan di Indonesia dibagi menjadi: Asthma ringan (asthma episodic jarang), Asthma sedang (asthma episodic sering), dan Asthma berat (persisten). (tabel 1). Tabel 1. Klasifikasi asthma
Parameter klinis, kebutuhan obat dan faal paru 1 2 3 4 5 6 7 8 9 frekuensi serangan lama serangan intensitas serangan Di antara serangan tidur dan aktivitas pemeriksaan fisik diluar serangan obat pengendali (anti inflamasi) faal paru diluar serangan faal paru saat serangan Asthma Ringan (asthma episodik jarang) < 1x/bulan beberapa hari ringan tanpa gejala tidak terganggu normal tidak perlu PEF > 80% variabilitas > 20% Asthma Sedang (asthma episodik sering) > 1x/bulan seminggu atau lebih lebih berat sering ada gejala sering terganggu mungkin terganggu perlu, non steroid PEF 60-80% variabilitas 20-30%

Asthma Berat (asthma persisten) sering hampir sepanjang tahun, tidak ada remisi Berat gejala siang dan malam sangat terganggu tidak pernah normal perlu, steroid PEF < 60% variabilitas 20-30% variabilitas > 50%

2.7 Serangan Asma Patofisiologi Serangan Asthma Kejadian utama pada serangan asthma akut adalan obstruksi jalan nafas secara luas yang merupakan kombinasi dari spasme otot bronkus, oedem mukosa karena inflamasi saluran nafas dan sumbatan mucus. Sumbatan yang terjadi tidak merata diseluruh paru. Atelektasis segmental dan subsegmental dapat terjadi. Sumbatan jalan nafas menyebabkan peningkatan tahanan jalan nafas, terperangkapnya udara dan distensi paru yang berlebihan (hiperinflasi). Perubahan tahanan

jalan nafas yang tidak merata diseluruh jaringan bronkus, menyebabkan tidak seimbangnya ventilasi dengan perfusi. Hiperinflasi paru menyebabkan penurunan compliance paru sehingga terjadi peningkatan kerja nafas. Peningkatan tekanan intrapulmonal yang diperlukan untuk ekspirasi melalui saluran nafas yang menyempit, dapat makin menyempit atau menyebabkan penutupan dini saluran nafas sehingga meningkatkan resiko terjadinya pneumothorax. Peningkatan tekanan intratorakal mungkin mempengaruhi arus balik vena dan mengurangi curah jantung yang bermanifestasi sebagai pulsus paradoksus. Ventilasi perfusi yang tidak seimbang, hipoventilasi alveolar dan peningkatan kerja nafas menyebabkan perubahan dalam gas darah. Pada awal serangan untuk mengkompensasi hipoksia terjadi hiperventilasi sehingga kadar PCO2 akan turun dan dijumpai alkalosis respiratorik. Selanjutnya pada obstruksi jalan nafas yang berat akan terjadi kelelahan otot nafas dan hipoventilasi alveolar yang berakibat hiperkapnea dan asidosis respiratorik. Karena itu jika kadar PCO2 cenderung naik walau nilainya masih dalam batas normal harus diawasi sebagai tanda kelelahan dan ancaman gagal nafas. Selain itu dapat terjadi asidosis respiratorik akibat hipoksia jaringan dan produksi laktat oleh otot nafas. Selanjutnya hipoksia dan asidosis dapat menyebabkan vasokonstriksi pulmonal namun jarang terjadi cor pulmonal. Hipoksia dan vasokonstriksi dapat merusak sel alveoli sehingga produksi surfaktan berkurang atau tidak ada dan meningkatkan resiko terjadinya atelektasis. (bagan 2).

2.8 Derajat Serangan Asthma Serangan asthma dibagi menjadi ringan ,sedang, dan berat. Derajat serangan asthma berbeda dengan derajat asthma harian. Dalam hal ini, pasien dengan derajat asthma harian ringan dapat menderita derajat serangan asthma berat dan sebaliknya. Beratnya serangan asthma menentukan terapi yang akan diterapkan. Tabel berikut memperlihatkan cara penilaian beratnya serangan asthma mulai dari derajat ringan sampai berat dan serangan yang mengancam nyawa.

10

Tabel 2. Penilaian Derajat Serangan Asthma8


Parameter klinis, fungsi paru, laboratorium berbicara. Bayi: Aktivitas berjalan. Bayi: menangis keras kalimat bisa berbaring mungkin teragitasi tidak ada sedang,sering hanya pada akhir ekspirasi minimal biasanya tidak dangkal,retraksi intercostals meningkat usia < 2 bulan 2-12 bulan 1-5 tahun > 5 tahun Laju nadi kelompok bayi pra sekolah sekolah SaO2 PO2 PCO2 > 95% normal < 45 mmHg normal takikardi Pedoman laju nadi usia 2-12 bulan 1-2 tahun 3-6 tahun 91-95% > 60 mmHg < 45 mmHg tangis pendek dan lemah, kesulitan makan Bicara Posisi Kesadaran Sianosis Mengi Sesak nafas Otot bantu nafas Retraksi Laju nafas penggal kalimat lebih suka duduk biasanya teragitasi tidak ada nyaring, sepanjang inspirasi dan ekspirasi sedang biasanya iya sedang,+retraksi suprasternal meningkat Pedoman nilai nafas laju nafas normal 60x/menit 50x/menit 40x/menit 30x/menit takikardi laju nadi normal 160x/menit 120x/menit 110x/menit < 90% < 60 mmHg > 45 mmHg kata-kata duduk bertopang lengan biasanya teragitasi ada sangat nyaring, terdengar tanpa stetoskop berat iya dalam, ditambah nafas cuping hidung meningkat istirahat. Bayi:berhenti makan Ringan Sedang Berat

11

Pasien tertentu mempunyai resiko tinggi untuk mengalami serangan berat yang dapat mengancam nyawa, diantaranya pasien dengan riwayat: 1. serangan asthma yang mengancam nyawa. 2. intubasi karena serangan asthma. 3. pneumothorax dan atau pneumomediastinum. 4. jangka waktu gejala yang lama. 5. penggunaan steroid sistemik (belum lama atau baru lepas) 6. kunjungan ke IGD atau rawatan RS karena asthma dalam 1 tahun terakhir. 7. tidak teratur berobat sesuai rencana. 8. berkurangnya persepsi tentang sesak nafas. 9. penyakit psikiatrik atau masalah psikososial. 2.9 Penatalaksanaan Tatalaksana Saat Serangan Pada serangan asthma, tujuan tatalaksana untuk: Meredakan penyempitan jalan nafas secepat mungkin Mengurangi hipoksemia Mengembalikan keadaan fungsi paru normal secepatnya Rencana tatalaksana unuk mencegah kekambuhan.

Penanganan di IGD (bagan 3) Langsung nilai derajat serangan asthma (lihat tabel 2). Penanganan awal adalah pemberian -agonis secara nebulasi. Tatalaksana Jangka Panjang (bagan 4) Tatalaksana jangka panjang pada asthma anak adalah penggunaan anti inflamasi sebagai medikamentosa diluar serangan asthma. Tatalaksana jangka panjang pada asthma anak diberikan pada asthma dengan klasifikasi asthma episodic sering dan persisten, dan asthma episodic jarang tidak diperlukan. Proses inflamasi kronis yang terjadi pada asthma bersamaan dengan proses remodeling yang ditandai dengan disfungsi epitel. Dengan dasar tersebut, penanganan astma lebih ditujukan pada kedua proses tersebut.

12

Asthma Episodik Jarang (Ringan) Asthma episodic jarang dapat diobati dengan bronkodilator, -agonis hirupan kerja pendek bila diperlukan (ada gejala atau serangan). Bila obat hirupan tidak ada, maka -agonis diberikan per oral. Sebenarnya teofilin makin kurang perannya dalam tatalaksana asthma karena batas keamanannya sempit. Namun di Indonesia -agonis oral tidak selalu ada, maka dapat digunakan teofilin degan memperhatikan efek samping. Penggunaan -agonis oral tunggal dengan dosis besar sering kali menimbulkan palpitasi dan hal ini dapat dikurangi dengan menurunkan dosisnya dan dikombinasi dengan teofilin. Asthma Episodik Sering (Sedang) Indikasi digunakannya anti-inflamasi pada asthma adalah: Penggunaan -agonis hirupan sudah lebih dari 3x seminggu (tanpa menghitung penggunaan pre aktivitas fisik) Serangan sedang atau berat terjadi lebih dari 1x dalam sebulan Anti-inflamasi pertama yang digunakan adalah Kromoglikat dengan dosis minimum 10 mg 34x/hari, selama 6-8 minggu kemudian di evaluasi hasilnya. Jika sudah terkendali, pemberian dapat dikurangi menjadi 2-3x/hari. Asthma Persisten (Berat) Jika 6-8 minggu kromoglikat gagal mengendalikan gejala dan -agonis digunakan lebih dari 3x tiap minggu maka asthma termasuk berat. Obat pengendali berikutnya adalah kortikosteroid hirupan. Dianjurkan untuk menggunakan dosis tinggi dulu, disertai kortikosteroid oral jangka pendek 3-5 hari, kemudian dosis kortikosteroid hirupan diturunkan sampai optimal. Steroid hirupan biasanya efektif dengan dosis rendah. Dosis aman antara 200-600 g/hari. Dosis 800 g/hari dilaporkan mulai mempengaruhi poros hipotalamus-hipofisis-adrenal sehingga mengganggu pertumbuhan. Bila dengan steroid hirupan dicapai fungsi paru yang optimal atau klinis mengalami perbaikan yang mantap selama 1-2 bulan, maka dosis steroid dikurangi bertahap sampai dosis terkecil yang masih bisa mengendalikan asthma. Sementara penggunaan -agonis sebagai obat saat serangan tetap diteruskan.

13

Bagan 1. Alur diagnosis pada asthma anak Batuk dan atau mengi
Riwayat penyakit Pemeriksaan fisik Uji tuberkulin Patut diduga asthma: Episodic Nocturnal Musiman Pasca aktivitas fisik Riwayat atopi pasien/keluarga Periksa peak flow meter / spirometer
tidak berhasil

Tidak jelas asthma: Timbul masa neonatus Gagal tumbuh Infeksi kronis Muntah/ tersedak Kelainan fokal paru Kelainan KV

Berikan bronkodilator
berhasi l

SANGAT MUNGKIN ASTHMA

Pertimbangkan pemeriksaan: Foto rontgen thorax dan sinus Uji faal paru Respon terhadap bronkodilator Uji provokasi bronkus Uji keringat Uji imunologis Pemeriksaan motilitas silia Pemeriksaan refluks Negatif Positi f Diagnosis & pengobatan alternatif

Tentukan derajat dan pencetus, bila asthma sedang atau berat foto rontgen

Bagan 2. Patofisiologi Serangan Berikan obat anti asthmaAsthma


Tidak berhasil nilai ulang diagnosis dan ketaatan berobat

Pertimbangkan asthma sebagai penyakit penyerta

Mediator kimia

14

Bronkokonstriksi, oedem mukosa, sekresi berlebihan

Obstruksi jalan nafas

Ventilasi tidak seimbang

hiperinflasi paru

Atelektasis

ventilasi-perfusi tidak seimbang

gangguan compliance

penurunan surfaktan

hipoventilasi alveolar

peningkatan kerja nafas

asidosis vasokonstriksi pulmonal pCO2 pO2 Bagan 3. Alur Penanganan Serangan Asthma pada Anak

Serangan berat - Nebulisasi 3x Boleh Pulang respon buruk Klinik/IGD - Berikan -agonis Ruang Rawat Inapawal berikan Sejak Nilai derajat serangan (hirupan/oral) - Oksigen teruskan oksigen saat atau (sesuai tabel 1) - Jika sudah ada obat - Atasi dehidrasi dan asidosis Ruang Rawat Serangan sedang Sehari diluar nebulisasi pengendali teruskan Steroid I.V bolus tiap 6-8 - Nebulisasi Oksigen 2-3 kali - Nilai ulang klinis, - Jika infeksi virus Tatalaksana awal jam teruskan respon parsial jika sesuai dengan sebagai pencetus, Nebulisasi -agonis 3x selang 20 menitserangan - Nebulisasi tiap 1-2 jam - Berikan steroid oksigen berat, dapat diberi steroid Serangan ringan (dalam NaClkembali 0,9% +derajat mukolitik) - Aminofilin I.V awal, - Nilai oral rawat dirawat inap 3-5 hari - oral Respon baik, klinis Nebulisasi lanjutkan dengan rumatan ketiga + antikolinergik - serangan Nebulisasi jika tiap sesuai 2 Foto rontgen - Dalam 24-48 jam membaik dengan - Membaik 4-6 x nebulisasi, jam Klinis dengan serangan sedang, thorax Jika serangan berat: control ke klinik satu kali nebulisasi tidak interval jadi 4-6 jam - observasi Observasi di 8-12 ODC + antikolinergik - Pasang jalur - Nebulisasi pertama jalan untuk - rawat Bertahan 1-2 jam Observasi 24 jam membaik jam Pasang jalur parenteral parenteral ICU - Atasi asidosis dan dehidrasi evaluasi

15

Stabil

Stabil

Tidak membaik

Bagan 4. Alur Tatalaksana Asthma Anak Jangka Panjang

ASTHMA EPISODIK JARANG (Asthma Ringan)

Obat pereda: -agonis atau teofilin (hirupan atau oral) bila perlu

16

6- 8 minggu, dosis obat/minggu ASTHMA EPISODIK SERING (Asthma Sedang) 6-8 minggu, respon : (+) Turunkan, 2-3x/hari ASTHMA PERSITEN (Asthma Berat)

> 3x

3x

Tambahkan obat pengendali: Kromoglikat hirupan 10 mg 3-4x/hari


(-) dan B-agonis tetap > 3x/minggu

Obat pengendali: ganti dengan steroid hirupan dosis rendah (> 12 th= 200-400 g/hari, < 12 th= 100-200 g/hari) Obat pereda: -agonis teruskan

6-8 minggu, respon : Asthma Sangat Berat

(-)

(+)

Pertimbangkan penambahan salah satu obat: i. -agonis kerja panjang ii. -agonis lepas terkendali iii. Teofilin lepas lambat 6-8 minggu, respon : (-) (+)

Naikkan dosis steroid hirupan 6-8 minggu, respon: (-) (+)

Tambahkan steroid oral

17

DAFTAR PUSTAKA Arvin, Kliegman Behrman. 1996. Ilmu Kesehatan Anak Nelson Volume 3. Jakarta:EGC Ikatan Dokter Anak Indonesia.2004. Pedoman nasional Asma Anak. Jakarta:Badan Penerbit IDAI Ikatan Dokter Anak Indonesia.2004. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak. Jakarta:Badan Penerbit IDAI

Mansjoer, Arif, dkk. 2000. Kapita Selekta kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Rudolf, Abraham M. 2007. Buku Ajar Pediatri Rudolph Volume 3. Jakarta: EGC Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI.1985. Ilmu Kesehatan Anak bagian 2. Jakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Indonesia.

18

Anda mungkin juga menyukai