Anda di halaman 1dari 14

Pendahuluan Pellucid corneal marginal degeneration (PCMD) adalah suatu degenerasi kornea inferior bersifat bilateral, progresif dan

non-inflamasi. Istilah PCMD diperkenalkan pertama kali oleh Schlaeppi pada tahun 1957 dan artikel yang mengenai PCMD pertama kali dibuat oleh Krachmer pada tahun 1978.1-3 Kelainan ini jarang ditemukan dan paling sering terlihat pada usia 20 40 tahun, serta tidak ditemukan predileksi PCMD pada jenis kelamin atau ras tertentu. Insiden dan prevalensi PCMD ini sendiri tidak diketahui.3-5 Peyebab PCMD masih belum diketahui. Abnormalitas kolagen dan penurunan dari keratan sulfat seperti yang terlihat pada keratokonus juga terlihat pada PCMD.1,4,6-11 Pasien-pasien PCMD umumnya mengeluhkan penurunan tajam penglihatan yang bersifat lambat dan progresif. Tanda klinis yang dapat terlihat adalah penonjolan permukaan kornea inferior, bilateral, dan non-inflamasi. Meskipun demikian PCMD dapat terjadi unilateral tetapi sangat jarang sekali. PCMD juga dapat terjadi di kornea superior. Sridhar et al4 dari penelitiannya mendapatkan 14,7% kasus PCMD adalah PCMD superior. Pemeriksaan penunjang yang diperlukan untuk mendiagnosis PCMD adalah pemeriksaan topografi kornea. Diagnosis banding PCMD adalah keratokonus, keratoglobus dan degenerasi Terrien. Penatalaksanaan PCMD bertujuan untuk merehabilitasi penglihatan pasien walaupun belum ada yang memberikan hasil memuaskan untuk jangka panjang. Penatalaksanaan terdiri dari pemberian kacamata atau lensa kontak dan tindakan bedah refraktif.1,4 Jarangnya kasus PCMD yang ditemukan, dan seringkali terjadi mis-diagnosis PCMD dengan keratokonus serta penatalaksanaan yang belum memuaskan menjadi alasan penulis

untuk membuat sari pustaka ini. Makalah ini akan membahas DKMP ditinjau dari segi anatomi, etiopatogenesis, manifestasi klinis, diagnosis, diagnosis banding, penatalaksanaan dan prognosis. Anatomi Kornea Kornea adalah jaringan transparan yang menutupi bagian depan bola mata. Kornea dibatasi oleh konjungtiva di perifer bagian anterior kornea dan oleh anyaman trabekulum di perifer bagian posterior. Kornea anterior memiliki diameter vertikal 10,6 mm dan diameter horisontal 11,7 mm. Kornea bagian posterior memiliki diameter 11,7 mm. Ketebalan kornea berbeda antara bagian sentral dengan bagian perifer. 12 Bagian sentral kornea memiliki ketebalan 0,5 mm sedangkan bagian perifer memiliki ketebalan 0,7 mm.13 Kornea terdiri dari 5 lapisan. Lapisan-lapisan kornea tersebut dari bagian anterior ke posterior yaitu lapisan epitel, lapisan Bowman, stroma, membrana Descemet, dan lapisan endotel.14 (gambar.1)

Gambar 1. Anatomi korneadikutip dari kepustakaan 15

Lapisan epitel kornea yang berasal dari ektoderm permukaan merupakan epitel skuamosa bertingkat dan tidak berkeratin dan memiliki ketebalan 50 90 m. dihubungkan oleh zonula okluden Setiap sel untuk mencegah masuknya

cairan kedalam kornea. Bagian tengah dari lapisan epitel kornea terdiri dari sel-sel yang berbentuk polihendral (wing cells). Bagian basal lapisan epitel kornea terdiri dari selapis sel kolumnar yang melekat pada lamina basalis oleh ikatan dengan hemidesmosom. Sel-sel basal epitel kornea adalah sel-sel germinal yang berproliferasi dan berdiferensiasi menjadi wing cells yang tumbuh ke arah permukaan kornea dan selanjutnya menjadi lapisan terluar kornea. Proses regenerasi tersebut terjadi secara lengkap dalam 5 7 hari.12,13,15 Lapisan epitel kornea juga terdiri dari sel-sel non epitel dan terutama terdapat di bagian perifer kornea. Sel-sel non epitel kornea tersebut yaitu wandering histiocytes, makrofag, limfosit, dan melanosit. Langerhans cells juga ditemukan pada bagian perifer kornea dan berpindah ke arah sentral kornea seiring dengan bertambahnya umur sel atau sebagai respon terhadap inflamasi.13 Lapisan Bowman adalah lapisan avaskular terdiri dari serabut-serabut kolagen yang berdiameter sama dan teratur. Fungsi dari lapisan Bowman belum diketahui secara jelas. 15 Lapisan Bowman tidak memiliki daya regenerasi sehingga jika terjadi diskontinuitas pada lapisan ini akan terbentuk jaringan parut yang selanjutnya akan menimbulkan astigmat iregular.12 Stroma kornea menyusun 90% dari total ketebalan kornea.13 Stroma kornea terdiri dari lamela serabut-serabut kolagen yang memiliki diameter yang sama, dan terbentang diseluruh luas kornea.12 Kolagen pada stroma kornea membentuk lamela-lamela kolagen terdiri dari kolagen tipe I, III, V, dan VI. 13 Di bagian posterior stroma lamela serabut-serabut kolagen memiliki ketebalan yang hampir sama dan tersusun secara teratur. Susunan lamela tersebut

menjadi tidak teratur di bagian anterior stroma.12,13,15 Keteraturan susunan dari lamela serabut-serabut kolagen juga menentukan sifat transparansi dari kornea. Lamela serabut-serabut kolagen stroma berada didalam matriks ekstraseluler yaitu glikosaminoglikan. Glikosaminoglikan yang dihasilkan oleh stroma kornea terdiri dari 60% keratan sulfat berupa galaktosa dan glukosamin serta 40% kondroitin sulfat B berupa galaktosamin dan asam glukoronik. Keduanya berfungsi sebagai anion yang mengikat kation dan air. Keratosit terdapat diantara lamela dan berfungsi mensintesis kolagen serta proteoglikan. Keratosit menempati 5% dari volume stroma dan densitasnya lebih tinggi di bagian anterior stroma dibandingkan dengan bagian posterior kornea. 13 Pada stroma kornea juga terdapat wandering cells seperti lekosit dan makrofag.12 Membran Descemet adalah lapisan kornea yang merupakan lamina basalis lapisan endotel kornea. 12-15 Membran Descemet pada saat lahir memiliki ketebalan 3 m dan bertambah terus sampai 12 m pada saat dewasa. 13-15 Seperti pada lamina basalis yang lain, membran Decemet terdiri dari kolagen tipe IV.13 Endotel kornea terdiri dari satu lapis sel endotelium. Pada permukaan apikal sel-sel endotelium yang berhubungan langsung dengan akuos humor terdapat banyak sekali mikrovilli. Sel-sel endotelium yang muda memiliki nukleus yang besar dan banyak sekali mitokondria. Pemindahan ion secara aktif yang dilakukan oleh sel-sel endotelium ini mengakibatkan terjadinya pemindahan air dari stroma kornea dan menjaga kondisi relatif dehidrasi stroma kornea dan tranparansi kornea. Trauma pada endotel kornea akan menyebabkan dekompensasi endotel. 12,-15 Mitosis pada sel-sel endotel pada manusia sangat terbatas, Persarafan pada kornea berasal dari percabangan sehingga tidak dapat mengkompensasi kerusakan yang terjadi. 13 oftalmikus nervus trigeminus (N.V). Di dalam kornea saraf tidak mengalami mielinisasi tetapi pada lapisan korneosklera dan limbus

mengalami mielinisasi. Sebagian saraf terkonsentrasi di stroma anterior dibawah lapisan Bowman dan bercabang ke arah epitel yang merupakan end terminal. Membran Descemet dan endotel kornea tidak mendapat persarafan.12 Pada sentral kornea merupakan daerah yang avaskular. Daerah limbus mendapat pendarahan dari cabang arteri konjungtiva yang merupakan cabang dari arteri siliaris anterior. Cabang arteri siliaris anterior ini membentuk anyaman pembuluh darah pada bagian superfisial dan profunda kornea perifer.12,15 Etiopatogenesis Etiopatogenesis PCMD belum diketahui secara pasti. 6-8,10 Beberapa penelitian melaporkan adanya korelasi antara PCMD dan keratokonus. Kayazawa et al melaporkan bahwa terdapat 17 dari 20 kasus PCMD disertai dengan keratokonus, dan Sridhar et al melaporkan bahwa 10,3% kasus PCMD disertai dengan keratokonus pada ectatic mata yang sama.1,4,11 disorder Beberapa lain, dan penelitian tetapi hal menemukan ini tidak anggota keluarga dari pasien-pasien PCMD juga menderita jenis corneal yang kolagen menggambarkan korelasi genetik pada pasien-pasien PCMD. 10 Abnormalitas penurunan konsentrasi keratan sulfat dari stroma kornea pada pasien-pasien PCMD diduga sebagai dasar patogenesis dari PCMD.6,9,11 Pemeriksaan jaringan stroma kornea PCMD dengan mikroskop elektron didapatkan fibrous long-spacing (FLS) dari kolagen stroma yang abnormal dengan periodisitas 100 110 nm, sedangkan periodisitas kornea normal adalah 60 64 nm. Hal tersebut menyebabkan stroma menjadi tipis dan lapisan Bowman mengalami kerusakan atau bahkan tidak ada pada kornea yang mengalami penipisan tersebut.16 Manifestasi Klinis

Penderita PCMD biasanya tidak memberikan gejala klinis tertentu kecuali adanya penurunan tajam penglihatan yang lambat dan progresif. Penurunan tajam penglihatan disebabkan oleh astigmat jenis against-the-rule yang terdapat pada pasien-pasien PCMD.6 Tanda klinis PCMD yang dapat terlihat adalah penonjolan permukaan kornea inferior yang diakibatkan oleh proses penipisan kornea yang terjadi. Penipisan kornea ini bersifat noninflamasi dan umumnya ditemukan pada kedua mata. PCMD unilateral sangat jarang terjadi dan pernah dilaporkan. Hal ini seperti yang dilaporkan oleh Sridhar et al 4 bahwa seluruh kasus PCMD yang ditemukan adalah PCMD bilateral. Penipisan kornea berbentuk pita seperti bulan sabit dan umumnya berlokasi dari jam 4 sampai jam 8 meridian kornea. Pita tipis tersebut memiki lebar 1 2 mm, dan terpisah dari limbus dengan jarak 1 2 mm. Jaringan stroma pada pita tipis terlihat jernih, tidak terdapat jaringan parut, penumpukan lipid, atau vaskularisasi, tetapi beberapa penelitian menemukan kasus-kasus PCMD dengan jaringan parut pada stroma posterior. Jaringan kornea antara pita tipis dan limbus inferior terlihat jernih dengan ketebalan kornea yang normal. Jaringan kornea superior dari pita tipis juga terlihat jernih dan memiliki ketebalan kornea yang normal tetapi mengalami pergeseran ke anterior. Proses penipisan kornea tersebut tidak mengenai lapisaan epitel dan terjadi secara lambat tetapi progresif dan dapat mengakibatkan hilangnya 80% lapisan stroma kornea. 1-4,6,9,16-21 (gambar.2)

Gambar 2. PCMDdikutip dari kepustakaan 17

Diagnosis Diagnosis PCMD ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan oftalmologi, dan pemeriksaan penunjang. Anamnesis mengenai riwayat perjalanan penyakit pasien-pasien PCMD hanya memberikan informasi berupa penurunan tajam penglihatan yang lambat dan progresif tanpa disertai keluhan subyektif yang lain. 18 Oleh karena itu, pemeriksaan oftalmologi dan pemeriksaan penunjang berperan penting dalam menegakkan diagnosis PCMD. Pada pemeriksaan oftalmologi ditemukan penurunan tajam penglihatan dan tanda klinis PCMD. Pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah pemeriksaan topografi kornea. Topografi kornea memperlihatkan adanya pendataran permukaan kornea sepanjang sumbu vertikal dan penonjolan permukaan kornea inferior di area kornea yang mengalami penipisan. 4 Peta grafik berwarna dari topografi kornea yang dihasilkan oleh hasil analisis komputer dari keratogram memperlihatkan bentuk seperti kupukupu.3,10,16,18 (gambar.3)

Gambar 3. Topografi kornea PCMDdikutip dari kepustakaan 17

Diagnosis Banding Diagnosis banding PCMD terdiri dari kelainan-kelainan kornea berupa penipisan kornea perifer saja dan yang juga mengakibatkan timbulnya astigmat iregular yang tinggi (tabel 1).1,17
Tabel 1. Diagnosis Banding DKMPdikutip dari kepustakaan 1 Differential Diagnosis of Pellucid Degeneration Peripheral Corneal-Thinning Disorders Ulcerative Associated with systemic connective tissue disease (such as rheumatoid arthritis) Not associated with systemic disease (Moorens ulcer) Nonulcerative Senile marginal degeneration Terriens peripheral corneal degeneration Pellucid marginal degeneration Corneal Thinning Central, pericentral, or total corneal thinning keratoconus Posterior keratokonus Keratoglobus (not always high astigmatism) Keratotorus Peripheral corneal thinning Terriens peripheral corneal degeneration Keratotorus Disorders Resulting In High Irregular Astigmatism and Corneal

Pellucid marginal degeneration

Keratoglobus

ditandai

dengan

penonjolan

seluruh

permukaan kornea dan merupakan suatu kelainan kornea yang bersifat non-inflamasi. Keratoglobus umumnya pertama kali terlihat pada saat baru lahir (tabel 2). Permukaan kornea perifer adalah bagian kornea yang mengalami penipisan yang paling berat. Penonjolan kornea terjadi pada seluruh permukaan kornea sehingga astigmat yang ditimbulkan biasanya tidak terlalu iregular kecuali jika timbul jaringan parut diikuti dengan hidrops kornea.1,22 Keratokonus adalah kelainan kornea berupa penipisan kornea yang bersifat herediter dan non-inflamasi. Pada keratokonus terlihat penipisan dan penonjolon permukaan kornea bagian sentral atau parasentral.22 Kelainan ini umumnya pertama kali terlihat pada masa pubertas (tabel 2). Vogts striae, Fleischers ring, dan jaringan parut adalah tanda klinis yang dapat ditemukan pada keratokonus. 1 Pemeriksaan topografi kornea pada keratokonus memperlihatkan area yang mengalami penipisan dan pencembungan terbesar terjadi pada puncak dari kornea yang menonjol. Penipisan dan pencembungan dari permukaan kornea semakin berkurang ke bagian kornea perifer.17
Tabel 2. Perbedaan antara keratokonus, keratoglobus, dan PCMDdikutip dari kepustaan 22
Keratokonus Frequency Laterality Age of onset Thinning Protrusion Iron line Scarring Striae Most common Usually bilateral Puberty Inferior paracentral Thinning at apex Fleischer ring Common Common Keratoglobus Rare Bilateral Usually at birth Greatest in periphery Generalized None Mild Sometimes Pellucid Marginal Degeneration Less common Bilateral Age 20 40 year Inferior band 1 2 mm wide Superior thinning Sometimes Only after hydrops sometimes to band of

Degenerasi Terrien adalah kelainan kornea bilateral dan bersifat inflamasi, serta berlokasi pada kornea superior dan inferior. Pada degenerasi Terrien terlihat adanya penumpukan lipid dan vaskularisasi di stroma kornea. Degenerasi Terrien umumnya pertama kali terlihat pada usia 20 40 tahun, dan paling banyak dijumpai pada laki-laki.1 Penatalaksanaan Penatalaksanaan PCMD bertujuan untuk merehabilitasi tajam penglihatan. Pilihan terapi pertama adalah dengan memberikan kacamata atau lensa kontak. 2,6 Astigmat tinggi dan progresif sering membuat kacamata tidak memberikan hasil yang memuaskan. Lensa kontak diberikan pada kasus-kasus PCMD yang ringan sampai moderat. Pasien-pasien PCMD yang tidak dapat diterapi dengan lensa kontak karena intoleransi terhadap penggunaan lensa kontak atau derajat astigmat yang semakin tinggi maka tindakan bedah dapat dipertimbangkan sebagai pilihan terapi. 1,4,17,19 Tindakan bedah definif untuk PCMD tidak ada, tetapi beberapa prosedur tindakan bedah telah dilakukan untuk merehabilitasi tajam penglihatan pasien-pasien PCMD.21 Standard-size pada bagian kornea penetrating yang keratoplasty memberikan Hal ini hasil yang buruk, karena ujung inferior dari jaringan donor dijahit mengalami penipisan. mengakibatkan derajat astigmat yang tinggi setelah tindakan bedah dan penipisan kornea inferior akan terus berlanjut.19 Large mungkin Tetapi dan penetrating keratoplasty dengan jaringan dilakukan donor. dan dengan Hal ini mengambil area kornea yang mengalami penipisan sebanyak menggantinya penolakan jaringan donor dilakukan sebagai pengganti standard-size penetrating keratoplasty. komplikasi timbulnya

10

neovaskularisasi pada tindakan bedah ini meningkat. Hal ini disebabkan oleh semakin dekatnya jaringan donor dengan limbus. Varley et melaporkan 64% jaringan donor.dikutip dari kepustakaan 4 Schanzlin et al7 melaporkan Crescentic lamellar keratoplasty dengan hasil yang baik. Keuntungan tindakan bedah ini adalah reaksi penolakan jaringan donor dan neovaskularisasi jarang terjadi. Tetapi jika area penipisan kornea sangat luas dan mendekati limbus maka tindakan bedah ini sulit untuk dilakukan. Sebuah tehnik kombinasi dari crescentic lamellar keratoplasty dan central penetrating keratoplasty pernah dilaporkan dan menghasilkan rehabilitasi penglihatan jangka pendek yang menjanjikan. Rasheed dan Rabinowitz melaporkan penurunan derajat astigmat dengan tehnik kombinasi berkisar 0,3 D 5,3 D dan kecendrungan untuk meningkatnya derajat astigmat pasca operasi dapat ditiadakan dengan menggunakan tehnik kombinasi ini.4,17,19,20 Corneal wedge excision memiliki keuntungan yaitu luka yang ditimbulkannya lebih kecil dan yang paling penting adalah dapat dihindarinya reaksi penolakan dari penggunaan jaringan donor. Vaskularisasi kornea perifer dan terlepasnya jahitan adalah komplikasi yang sering terjadi dari tindakan bedah ini. Rehabilitasi penglihatan jangka pendek pasien PCMD yang diterapi dengan tindakan bedah ini baik, tetapi rehabilitasi penglihatan jangka panjang memberikan hasil yang tidak memuaskan. Mac Lean et al melaporkan bahwa 10 mata PCMD yang diterapi dengan tindakan bedah corneal wedge excision, pada 3 12 bulan pertama seluruhnya dapat dikoreksi dengan penggunaan kacamata untuk memperbaiki tajam penglihatannya dan penurunan astigmat yang terjadi juga sangat memuaskan hingga 0,5 D 4,0 D. Namun kondisi refraksi tersebut terlihat tidak stabil karena pada follow-up dari 12 mata dengan PMCD yang menjalani penetrating keratoplasti mengalami reaksi penolakan

11

selanjutnya dilaporkan bahwa seluruh mata mengalami peningkatan derajat astigmat sebesar 2,1 D setiap tahun.4,19 Lamellar crescentic resection adalah suatu tindakan bedah yang aman dan efektif untuk merehabilitasi penglihatan pasien PCMD dengan astigmat iregular yang tinggi. Lamellar crescentic resection dilakukan dengan anestesi lokal dan jaringan kornea yang diambil terbatas hanya pada area kornea yang mengalami penipisan. Jaringan kornea donor tidak diperlukan sehingga komplikasi penolakan jaringan donor dapat ditiadakan. Salah satu kelemahan dari Lamellar crescentic resection adalah penurunan tajam penglihatan pada periode awal pasca operasi dikarenakan koreksi astigmat yang diberikan berlebih. Tindakan bedah ini menghasilkan kelengkungan permukaan kornea mendekati normal sehingga rehabilitasi penglihatan PCMD setelah tindakan bedah dengan menggunakan kacamata atau lensa kontak menjadi lebih mungkin.21 Implantasi cincin intra kornea adalah pilihan tindakan bedah lain yang dilakukan pada pasien-pasien PCMD dan masih dalam tahap penelitian. Implantasi cincin intra kornea bertujuan untuk mengembalikan bentuk kornea yang abnormal tanpa membuang jaringan kornea yang ada sehingga dapat mengurangi astigmat yag terjadi pada pasien-pasien PCMD. Beberapa penelitian melaporkan pasien-pasien PCMD stadium awal mendapatkan perbaikan tajam penglihatan dan hasil topografi kornea yang memuaskan setelah menjalani implantasi cincin intra kornea, serta tidak pernah dilaporkan adanya komplikasi dari tindakan bedah tersebut. Implantasi cincin intra kornea pada pasien-pasien PCMD belum pernah dilaporkan. Kymionis et al mengatakan bahwa pada pasien-pasien PCMD stadium lanjut dapat digunakan implant yang lebih tipis untuk menghindari komplikasi perforasi yang mungkin terjadi.6,16,23

12

Prognosis Penatalaksanaan PCMD hingga saat ini belum

memberikan hasil yang memuaskan. Pemberian kacamata atau lensa kontak pada kasus-kasus PCMD hanya dapat membantu untuk rehabilitasi penglihatan dalam jangka pendek. Tindakan bedah refraktif untuk pasien PCMD juga belum memberikan hasil yang memuaskan dan masih dalam tahap penelitian lebih lanjut.6

Daftar Rujukan
1. Krachmer JH. Pellucid marginal corneal degeneration. Arch Ophthalmol 1978;90:1217-21. 2. Oriowo OM, Briggs ST. Contact lens management of pellucid marginal corneal degeneration in a Saudi Arabia teaching hospital. ICLC 1994; 21:147-9.

13

3. Maguire LJ, Klyce SD, McDonald MB, Kaufman HE. Corneal topography of pellucid marginal degeneration. Ophthalmology 1987; 94:519-24. 4. Sridhar MS, Mahesh S, Bansal AK, Nutheti R, Rao GN. Pellucid marginal corneal degeneration. Ophthalmology 2002; 111:1102-7. 5. Varley GA, Macsai MS, Krachmer JH. The results of penetrating keratoplasty for pellucid marginal corneal degeneration. Am J Ophthalmol 1990; 110:149-52. 6. Kymionis GD, Aslanides IM, Siganos CS, Pallikaris IG. Intacts for early pellucid marginal degeneration. J Cataract Refract Surg 2004; 30:231-3. 7. Schanzlin DJ, Sarno EM, Robin JB. Crescentic lamellar keratoplasty for pellucid marginal degeneration [letter]. Am J Ophthalmol 1983; 90:253-4. 8. Akpek EK, Altan-Yaycioglu R, Gottsch JD, Stark WJ. Spontaneous corneal perforation in a patient with unusual unilateral pellucid marginal degeneration. J Cataract Refract Surg 2001; 27:1698-700. 9. Scheid T, Wetcher SP. Softperm contact lens fitting for a case of pellucid marginal degeneration. ICLC 1990; 17:296-9. 10. Santo RM, Bechara SJ, Jose NK. Corneal topography in asymptomatic family members of a patient with pellucid marginal degeneration. Am J Ophthalmol 1999; 127:205-7. 11. Kayazawa F, Nishimura K, Kodama Y, Tsuji T, Itoi M. Keratoconus with pellucid marginal corneal degeneration. Arch Ophthalmol 1984;102:895-6. 12. Newell FW. Ophthalmology principles and concepts. 5 thed. Toronto: Mosby; 1986. p.7-11. 13. American Academy of Ophthalmology staff. Basic and clinical science course: fundamentals and principles of ophthalmology. Section 2. San Fransisco: The foundation of the American academy of ophthalmology; 2002. p.44-51. 14. Riordan-Eva P. Anatomy and embryology of the eye. In: Vaughan D, Asbury T, Riordan-Eva P. General ophthalmology. 14th ed. Connecticut: Prentice Hall; 1995. p.7. 15. Gipson IK. Anatomy of the conjunctiva, cornea, and limbus. In: Smolin G, Thoft RA. The Cornea. 3rd ed. New York: Little, Brown, and Company; 1994. p.3-13. 16. Rondriguez-Prats J, Galal A, Garcia-Lledo M, De La Hoz F, Alio JL. Intracorneal rings for the correction of pellucid marginal degeneration. J Cataract Refract Surg 2003;29:1421-4. 17. Sii F, Lee GA, Sanfilippo P, Stephensen DC. Pellucid marginal degeneration and scleroderma. Clin Exp Optom 2004; 87:180-4. 18. Bower KS, Dhaliwal DK, Barnhorst DA, Warnicke J. Pellucid marginal degeneration with superior corneal thinning. Cornea 1997; 16:483-5. 19. Rasheed K, Rabinowitz YS. Surgical treatment of advanced pellucid marginal degeneration. Ophthalmology 2000; 107:1836-40 20. Kremer I, Sperber LTD, Laibson PR. Pellucid marginal degeneration treated by lamellar and penetrating keratoplasty. Arch Ophthalmol 1993; 111:169-70. 21. Javadi MA, Karimian F, Hosseinzadeh A, Noroozizadeh HM, Saeedifar MR, Rabie HM. Lamellar crescentic resection for pellucid marginal corneal degeneration. J Refract Surg 2004; 20:162-5 22. American Academy of Ophthalmology staff. Basic and clinical science course: external disease and cornea. Section 8. San Fransisco: The foundation of the American academy of ophthalmology; 2002. p.305-11. 23. Akaishi L, Tzelikis PF, Raber IM. Ferrara intracorneal ring implantation and cataract surgery for the correction of pellucid marginal corneal degeneration. J Cataract Refract Surg 2004; 30:2427-30.

14

Anda mungkin juga menyukai