Prof. Najamuddin
Prof. Najamuddin
Ceramah
&
Diskusi
- Kedalaman
materi
- Kemampuan
Diskusi 5%
6-8 Mahasiswa
mampu
memahami dan
menjelaskan
pentingnya fungsi
sekuriti pada
tenaga listrik .
Sistem Monitoring
Tenaga Listrik
Analisis Kontigensi
Sistem Tenaga Listrik
Analisis Korektif
Sistem Tenaga Listrik
Presentase
&
Diskusi
- Kedalaman
materi
- Kemampuan
Diskusi
5%
9 Mid Test Mid Test
25 %
10 12 Mahasiswa
mampu
memahami
stabilitas pada
system tenaga
listrik
Stabilitas Steady
State Sistem Tenaga
Listrik
Stabilitas Transient
Sistem Tenaga
Listrik
Stabilitas Dinamis
Sistem Tenaga
Listrik
Perasamaan Ayunan
dan pemodelan
Mesin Sinkron Pada
Studi Kestabilan
Presentase
&
Diskusi
- Kedalaman
materi
- Kemampuan
presentasi
- Kemampuan
Menjawab
- Kemampuan
Diskusi
pendapat
kelompok
5 %
13 Mahasiswa
mampu
memahami
operasi system
tenaga listrik
Operasi Optimal
Sistem Tenaga
Listrik
Operasi Ekonomis
Sistem Tenaga
Listrik
Presentase
&
Diskusi
- Kedalaman
materi
- Kemampuan
presentasi
- Kemampuan
Diskusi
kelompok
5%
6
14 Mahasiswa
Mampu
melakukan
simulasi
pengendalian
pembangkitan
tenaga listrik
Simulasi
pengendalian daya
aktif dan frekuensi
Simulasi
pengendalian daya
reaktif dan tegangan
Simulasi
pengendalian
FACTS.
Project/Tugas
Besar
- Kedalaman
materi
- Kemampuan
presentasi
- Kemampuan
Menjawab
- Kemampuan
Diskusi
pendapat
kelompok
5%
15 Mahasiswa
mampu
memahami
metode-metode
optimasi system
tenaga listrik
Optimasi Sistem
Tenaga Listrik
Metode Liniear
Programing
Optimasi Sistem
Tenaga Listrik
Metode Program
Dinamis
Optimasi Sistem
Tenaga Listrik
Metode Merit Order
Optimasi Sistem
Tenaga Listrik
Metode Gradien
Orde Dua
Optimasi Sistem
Tenaga Listrik
Metode Fuzzy Logic
Ceramah., Tugas
dan presentase
- Kedalaman
materi
- Kemampuan
presentasi
- Kemampuan
Menjawab
- Kemampuan
Diskusi
pendapat
kelompok 5%
16 Final Test Final Test 35%
4
BAB II
KARAKTERISTIK PEMBANGKIT HIDRO
DAN PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA THERMAL
Karakteristik pembangkit merupakan modal dasar dalam melakukan pengaturan ouput
pembangkit untuk menekan pembiayaan bahan baku energi. Melalui karakteristik
pembangkit ini dibuat model matematisnya sehingga dapat dilakukan proses optimasi
dalam memperoleh optimum ekonomi biaya pembangkitan.
2.1 KARAKTERISTIK INPUT OUTPUT PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA
THERMAL
Karakteristik ini menyetarakan hubungan antara input pembangkit sebagai fungsi dari
output pembangkit. Persamaan karateristik input-output pembangkit menyatakan
hubungan antara jumlah bahan bakar yang dibutuhkan untuk menghasilkan daya tertentu
pada pembangkit tenaga listrik yang didekati dengan fungsi binomial, yaitu :
Keterangan :
F = input bahan bakar (liter/jam)
P = output daya pembangkit (MW)
a,b,c = konstanta persamaan
persamaan input output diperoleh dengan mengolah data operasi pembangkit dengan
menggunakan Metode Kuadrat Terkecil ( Least Square Methode ). Apabila terdapat N
data daya keluaran Pi dan jumlah bahan bakar Fi, konstanta persamaan dengan
menyelesaikan persamaan (2.1).
Apabila pada pusat pembangkit terdapat unit pusat pembangkit yang memiliki
persamaan input-output yang berbeda. Untuk tujuan penjadwalan pembangkit tenaga
5
listrik diperlukan satu persamaan karateristik yang mengimplementasikan persamaan
karateristik input-output pembangkit tenaga listrik yang terhubung pada bus yang sama.
Persamaan tersebut lebih dikenal dengan persamaan karateristik input-output ekuivalen.
Dimisalkan suatu pusat pembangkit listrik yang terdiri dari m buah unit pembangkit
dengan masing-masing persamaan karakteristik input-output sebagai berikut :
Untuk mendapatkan sebuah persamaan ekuivalen dari m buah persamaan digunakan
rumus :
Koefesien persamaan karakteristik input-output ekuivalen diperoleh dengan
menyelesaikan persamaan (2.6 ) berikut :
2.2 KARAKTERISTIK INPUT OUTPUT PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA
HIDRO
Karateristik input-output dari pembangkit tenaga listrik hidro menggambarkan hubungan
antara input kepenggerak mula (turbin) berupa jumlah air yang dialirkan diantara sudu-
sudu turbin persamaan waktu dengan output daya dari generator. Output dari pembangkit
listrik hidro adalah daya yang dikirim keluar yaitu net output generator dikurangi dengan
daya untuk pemakaian sendiri seperti untuk pompa, pengisian baterai dan peralatan
penunjang lainnya.
6
Daya output generator sebagai fungsi dari tinggi terjun dan debit air dapat dinyatakan
sebagai berikut :
Suatu bentuk alternative dari persamaan di atas dapat diperoleh dengan mendefenisikan
variabel efesiensi baru G sebagai berikut :
Sehingga menghasilkan persamaan (2.9),
Untuk ketinggian air yang konstan bentuk karateristik tersebut dapat digambarkan seperti
gambar 2.1.
7
Oleh karena tinggi terjun air dianggap konstan, maka besar debit air sebagai fungsi daya
output pembangkit akan didekati dengan persamaan polynomial orde dua yaitu :
Persamaan laju pertambahan pemakaian air ( incremental Water Rate ) diperoleh dari
turunan pertama persamaan input-output, yaitu :
2.3 LAJU PERTAMBAHAN PEMAKAIAN BAHAN BAKAR
( Incremental Fuel Rate )
Laju pertambahan pemakaian bahan bakar (IFR) menggambarkan hubungan antara
perubahan masukan dan perubahan keluaran yang sesuai dengan perubahan tersebut.
Secara sistematis dapat dituliskan sebagai berikut :
Bila perubahannya sangat kecil ( mendekati nol), maka persamaan (2.13) dapat
dinyatakan seperti :
8
Kurva karakteristik laju pertambahan bahan bakar pembangkit thermal diperlihatkan
pada Gambar 2.2.
Gambar 2.2 Kurva karakteristik laju pertambahan pemakaian bahan bakar untuk
pembangkit thermal.
Sebenarnya input dalam kurva pertambahan biaya produksi (Incremental Production
Cost-IPC) pembangkit tenaga listrik termal tidak hanya meliputi bahan bakar, melainkan
juga mencakup biaya operasi lainnya. Namun karena komponen biaya bahan bakar jauh
lebih besar daripada komponen biaya lain, maka biaya produksi (production cost)
dianggap sebagai biaya bahan bakar ( fuel cost).
Kurva pertambahan biaya produksi atau kurva biaya bahan bakar memberikan
informasi tentang perbedaan segi ekonomis operasi setiap unit pembangkit tenaga listrik.
Kurva pertambahan biaya produksi bahan bakar diperoleh dengan mengalikan jumlah
bahan bakar dengan harga satuan bahan bakar, sehingga dari karakteristik ini dapat
dilakukan penjadwalan pembangkitan yang ekonomis.
2.4 KENDALA-KENDALA OPERASI PADA PUSAT LISTRIK TENAGA AIR
Tidak terdapatnya proses pembakaran sehingga tidak ada perubahan suhu yang besar
pada bagian-bagian PLTA, merupakan faktor yang sangat mengurangi kendala operasi
pada PLTA. Kendala operasi dari unit PLTA tidak sebanyak pada unit PLTU terutama
untuk keadaan dinamis PLTA umumnya dapat cepat distart dan lebih mudah mengalami
9
perubahan beban.Kendala operasi pada PLTA umumnya adalah kendala operasi dalam
keadaan musim kemarau sehingga kurang air dan PLTA tidak dapat beroperasi secara
optimal.
1. Beban Maksimum
Beban maksimum pada unit PLTA pada umumnya dapat mencapai nilai nominal
seperti yang tertera dalam spesifikasi pabrik. Dalam prakteknya nilai nominalnya ini
kadang-kadang tidak dapat tercapai ini dikarenakan ada bagian berputar (totaring
part) yang kurang sempurna atau proses yang kurang baik kedudukannya sehingga
timbul suhu atau getaran yang berlebihan. Ada pereparat (Seal) yang kurang baik
sehingga air yang bertekanan tidak melalui rotor turbin tetapi langsung mengalir ke
pipa pembuangan.
Kurang tingginya permukaan air dalam kolam tando sehingga tinggi terjun tidak
cukup. Kurang daripada nilai yang disyaratkan oleh spesifikasi pabrik. Hal semacam
ini kadang-kadang terjadi pada musim kemarau.
2. Beban Minimum
Beban minimum pada unit PLTU disyaratkan karena pemakaian air tidak semata
mata untuk pembangkit tetapi juga digunakan uintuk keperluan lainnya. PLTA serba
guna misalnya dimana airnya juga dipakai untuk irigasi, ada syarat air minuman yang
harus keluar dan PLTA untuk keperluan irigasi sehingga hal ini juga mensyaratkan
beban minimum bagi PLTA. Hal ini serupa juga terjadi apabila air keluar dari PLTA
digunakan untuk pelayanan air minum.
3. Kecepatan Perubahan Beban
Untuk PLTA masalah kecepatan perubahan beban dapat dilakukan dengan cepat jika
dibandingkan dengan unit pembangkit lainnya. Unit PLTA umumnya dapat diubah
bebannya dari 0% sampai 100% dalam waktu kurang dari setengah menit.
4. Perhitungan Cadangan Berputar
Untuk unit PLTA, cadangan berputar dapat dianggap sama dengan kemampuan
maksimum dikurangi dengan beban sesaat dari unit.
10
2.5 KENDALA-KENDALA OPERASI PADA PUSAT LISTRIK TENAGA GAS
Karena unit PLTG adalah unit pembangkit yang termahal biaya operasinya khususnya
termahal biaya bahan bakarnya maka diinginkan agar unit PLTA beroperasi dalam waktu yang
sependek mungkin, misalnya pada waktu beban puncak atau pada waktu ada kerusakan/gangguan
unit lain (sebagai unit cadangan). Tetapi dilain pihak men-start dan men-stop unit PLTG akan
menambah keausan unit tersebut sehingga merupakan kendala operasi yang harus diperhitungkan.
Pada PLTG turbin gas diputar oleh gas hasil pembakaran yang suhunya 9000C, operasi dengan gas
yang bersuhu tinggi inilah merupakan sebab utama timbulnya keausan apabila unit PLTG
mengalami start-stop sehingga merupakan kendala operasi seperti tersebut diatas. Beban operasional
pada unit PLTG perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
Operasi dengan gas bersuhu tinggi inilah yang merupakan sebab utama timbulnya
keausan apabila unit PLTG mengalami start-stop yang merupakan kendala operasi.
Dalam operasi PLTG perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
1. Beban Maksimum
Dalam spesifikasi teknik PLTG disebut dua macam rating kemampuan yaitu :
a. Base Load Rating yang menggambarkan kemampuan unit untuk melayani beban
terus menerus.
b. Peak Load Rating yang menggambarkan kemampuan unit untuk melayani beban
selama dua jam. Peak load rating besarnya kurang lebih 10% diatas base load
rating.
Seperti telah diuraikan diatas, unit PLTG beroperasi pada suhu tinggi. Hal ini mudah
menimbulkan karosi suhu tinggi apabila bahan bakar banyak mengandung vanadium,
potassium atau sodium.
Dalam praktek spesifikasi berkuis untuk bahan bakar menjadi dua hal ini dinyatakan
dengan batas metallic content yang tidak boleh dilampaui, berkisar pada nilai satu
part permillion berat (ppm).
Masalah kwalitas bahan bakar, suhu gas hasil pembakaran beserta metallic content
inilah faktor utama yang membatasi beban maksimum dari turbin gas.
11
Unit PLTG dilengkapi daya speed tronic card yang secara otomatis melalui governer
akan mengurangi beban dari unit apabila ia mendeteksi tegangan yang
diperbolehkan.
Untuk beban yang sama suhu gas hasil pembakaran ini bisa naik karena proses
pembakaran yang tidak sempurna misalnya karena pengaruh bahan bakar kurang
sempurna kerjanya.
2. Beban Minimum
Batas beban minimum untuk unit PLTG tidak disebabkan karena alus melainkan
lebih disebabkan oleh masalah ekonomi yaitu efisiensi yang mudah pada beban yang
rendah.
Gambar 2.3 kurva Biaya Minimum
Pada gambar diatas tampak bahwa :
Pada beban 100% bb minyak dilampaui 0,346 l/kwh
Pada beban 75% bb minyak dilampaui 0,335 l/kwh
Pada beban 50% bb minyak dilampaui 0,443 l/kwh
Pada beban 25% bb minyak dilampaui 0,645 l/kwh
Apabila harga bahan bakar yang dipakai adalah HSD ril dengan harga Rp. 2200/ liter
maka ini berarti bahwa pada beban 100% biaya bahan bakar Rp. 761,2/kwh sedang
pada beban 25% Rp. 1419/kwh.
12
3. Kecepatan Perubahan Beban
Umumnya PLTG dapat dirubah bebannya dari 0% menjadi 100% dalam waktu
kurang dari 15 menit, sehingga bagi tiap termis termasuk unit yang dapat dirubah
bebannya secara cepat. Tetapi jika diinput bahwa unit PLTG beroperasi dan suhu gas
pembakaran yang tinggi maka perubahan beban berarti perubahan suhu yang sudah
kecil pada beroperasi bagian turbin gas dan menambah keausan. Juga perlu diinput
bahwa penambah beban yang rendah maka sebaiknya unit PLTG tidak diubah-ubah
beban tetapi diusahakan berbeban mendekati penuh (80%) dan kawat. Perubahan
beban PLTG dilakukan dalam keadaan darurat.
4. Perhitungan Cadangan Berputar
Karena kemampuannya untuk menambah beban yang relatif cepat seperti telah
diusulkan diatas maka cadangan berputar yang dapat diperhitungkan pada unit PLTG
adalah sama dengan kemampuan maksimum dikurangi dengan beban sesaat dari unit.
Tetapi sebaiknya juga diadakan perubahan beban.
PLTG sebaiknya dioperasikan untuk menangani beban puncak. Dalam operasi tenaga
listrik seringkali ada pembangkit start dan stop dalam setiap hari, minggu.
PLTG memberikan konsekuensi biaya yang lain dari pada unit PLTU. Pada PLTG
perlu disuplai pada start-stop 300 kali atau setelah mengalami sejumlah jam operasi
tertentu tergantung pada mode of operation.
Perhitungan untuk menentukan time between combustion inspection unit PLTG
F x S x (6x + 3y z) 7500 + 10% (2.15)
Dimana :
F = Fuel factor yang besarnya bergantung kepada bahan bakar yang dipakai.
F = 1.0 untuk bahan bakar pada alami
= 1.4 untuk HSD
S = Start faktor yang besarnya tergantung kepada sekali berapa jam unit PLTG di
star besarnya adalah :
13
Start/waktu jam 1/1 1/3 1/5 1/10 1/20 1/100 1/500 1/1000
S = start faktor 2,6 2,83 1,80 1,28 1,15 1,9 0,9 0,85
X = Jumlah jam operasi yang melampaui peak rating.
Y = Jumlah jam operasi yang melampaui normal rating tetapi masih di bawah peak
rating.
Z = Jumlah jam operasi di bawah normal rating
2.6 KENDALA-KENDALA OPERASI PADA PUSAT LISTRIK TENAGA DIESEL
PLG yang terpelihara dengan baik praktis tidak mempunyai kendala operasi. Dapat di
start stop dengan cepat tanpa banyak menambah keausan, pemakaian bahan bakarnya
lebih hemat daripada PLTG tetapi masih lebih mahal dibanding dengan PLTU.
Walaupun pada PLTD praktis tidak ada kendala operasi, tetapi seperti juga pada
unit pembangkit lainnya secara operasional perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
1. Beban Maksimum
Beban maksimum dari PLTD seringkali tidak bisa mencapai nilai yang tertulis dalam
spesifikasi pabrik karena ada bagian-bagian dari mesin diesel yang tidak bekerja
dengan sempurna.Misalnya pada beban 90% suhu gas buang sudah mencapai suhu
maksimum yang diperbolehkan sehingga beban tidak boleh dinaikkan lagi. Suhu gas
buang yang tidak tinggi ini bisa disebabkan karena pengabut kurang baik kerjanya
atau karena turbo charger sudah kotor sehingga tekanan udara yang masuk ke silinder
kurang tinggi.
2. Beban Minimum
Tidak ada hal yang membatasi beban minimum pada unit PLTD. Hanya saja pada
unit PLTD sering dibebani rendah, misalnya kurang dari 50% maka biaya operasinya
bertambah mahal jika dibebani minimum,sehingga lebih baik dibebani maksimum
efisiensinya standar seperti pada name plate.Disamping biaya operasi tinggi pada
beban rendah juga efisiensinya menjadi rendah.
14
3. Kecepatan Perubahan Beban
Pada PLTD umumnya dapat diubah bebannya dari 0% menjadi 100% dalam waktu
kurang dari 10 menit. Oleh karena kemampuannya yang cepat dalam mengikuti
perubahan beban, unit PLTD baik dipakai untuk turut mengatur frekuensi sistem
hanya sayangnya seperti telah diuraikan diatas kemampuan dayanya relatif kecil
dibanding dengan unit-unit pembangkit lainnya.
4. Perhitungan Cadangan Berputar
Mengingat kemampuannya dalam mengikuti perubahan beban seperti diuraikan diatas
maka cadangan berputar yang dapat diperhitungkan adalah sama dengan kemampuan
maksimum dikurangi dengan beban sesaat.
2.7 KENDALA-KENDALA OPERASI PADA PUSAT LISTRIK TENAGA UAP
Dari segi operasional PLTU paling banyak kendalanya khususnya dalam kondisi dinamis,
hal ini disebabkan banyaknya kendala komponen dalam PLTU yang harus diatasi.
Kendala operasi yang terdapat pada PLTU adalah :
a. Starting Time (waktu yang diperlukan untuk menstart) yang relatif lama, bisa
mencapai 6 sampai 8 jam apabila star dilakukan dalam keadaan dingin.
b. Perubahan daya persatuan waktu yang terbatas kira-kira 5% per menit. Hal ini
disebabkan karena proses star memerlukan waktu lama yaitu pada PLTU minyak
adalah memerlukan waktu 2 jam jika distar dalam keadaan dingin, maupun perubahan
daya dalam PLTU cukup lambat, menyangkut pula berbagai perubahan suhu yang
selanjutnya menyebabkan produksi uap tidak mencapai suhu minimal 500 derajat
Celsius sehingga energi panas yang dikandungnya untuk proses expansi tidak tercapai
dengan sempurna.
Untuk keperluan operasional pada PLTU perlu diperhatikan hal-hal sebagai
berikut :
1. Beban Maksimum
Dalam keadaan sempurna beban maksimum dari unit PLTU adalah sampai dengan
yang tercantum dalam buku spesifikasi teknis unit pembangkit. Dalam spesifikasi
teknik tersebut umumnya disebutkan beberapa beban maksimum untuk pembebanan
15
yang kontinu dan beberapa beban maksimum untuk waktu tertentu, dan apabila ada
bagian dari unit pembangkit yang bekerja tidak sempurna maka beban maksimumnya
dapat diturunkan.
2. Beban Minimum
Beban minimum dari PLTU berkisar disekitar 25%. Pembatasan ini biasanya
berhubungan dengan masalah kontrol karena pada beban rendah banyak yang
hubungannya tidak linear sehingga menyulitkan kerjanya alat-alat kontrol disamping
itu pula beban rendah nyala api menjadi kurang stabil dan mudah padam.
3. Kecepatan Perubahan Beban
Kecepatan perubahan beban pada unit PLTU harus menurut pada petunjuk Instruction
Manual yang dibuat oleh pabrik. Kecepatan perubahan beban yang mampu dilakukan
oleh unit PLTU tergantung pada kepada posisi beban permulaan dalam kaitannya
dengan sistem bahan bakar dan sistem pengisian air ketel. Ada PLTU yang didisain
apabila bebannya kurang dari 50% harus ada burner yang dimatikan dan juga ada
pompa pengisian air ketel yang dihentikan. Untuk menaikkan bebannya misalnya dari
40% ke 80%, tahapnya terbagi dua yaitu dari 40% sampai 50%, kemudian berhenti
sesaat untuk menyalakan burner tambahan dan pompa air pengisian ketel tambahan,
baru setelah burner tambahan dan pompa air pengisian ketel tambahan bekerja normal
beban dapat dinaikkan dari 50% sampai dengan 80%.
4. Perhitungan Cadangan Berputar
Untuk kondisi seperti diuraikan diatas, apabila unit pembangkit berbeban 40% maka
unit harus dianggap mempunyai cadangan berputar sebesar 50% - 40% : 40%, kalau
unit dalam keadaan 60% maka cadangan berputarnya bisa dianggap 100% - 60% :
40%.
16
BAB III
PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA HIDRO
3.1 KLASIFIKASI PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA HIDRO
Pada dasarnya suatu pembangkit listrik tenaga hidro berfungsi untuk mengubah potensi
tenaga air yang berupa aliran air (sungai) yang mempunyai debit dan tinggi jatuh (head)
untuk menghasilkan energi listrik.
Secara umum Pusat Listrik Tenaga Air terdiri dari :
1) Pembangkit listrik tenaga mikrohidro,
2) Pembangkit listrik tenaga minihidro, dan
3) Pembangkit listrik tenaga Air.
Pembangkit listrik tenaga hidro dapat dikatagorikan dan diklasifikasikan sesuai besar
daya yang dihasilkannya, sebagaimana diperlihatkan pada tabel berikut:
No. JENIS DAYA / KAPASITAS
1. PLTA > 5 MW ( 5.000 kW).
2. PLTM 100 kW < PLTM < 5.000 kW
3. PLTMH < 100 kW
(Sumber : Severn Wye Energi Agency, www.swea.co.uk)
3.2 PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA MIKROHIDRO
Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH) adalah pembangkit listrik berskala
kecil (kurang dari 100 kW), yang memanfaatkan tenaga (aliran) air sebagai sumber
penghasil energi. PLTMH termasuk sumber energi terbarukan dan layak disebut clean
energi karena ramah lingkungan. Dari segi teknologi, PLTMH dipilih karena
konstruksinya sederhana, mudah dioperasikan, serta mudah dalam perawatan dan
penyediaan suku cadang.
Secara ekonomi, biaya operasi dan perawatannya relatif murah, sedangkan biaya
investasinya cukup bersaing dengan pembangkit listrik lainnya. Secara sosial, PLTMH
mudah diterima masyarakat luas (bandingkan misalnya dengan Pembangkit Listrik
Tenaga Nuklir). PLTMH biasanya dibuat dalam skala desa di daerah-daerah terpencil
17
yang belum mendapatkan listrik dari PLN. Tenaga air yang digunakan dapat berupa
aliran air pada sistem irigasi, sungai yang dibendung atau air terjun.
3.2.1 Prinsip kerja PLT Mikrohidro
PLT Mikrohidro pada prinsipnya memanfaatkan beda ketinggian dan jumlah debit air per
detik yang ada pada aliran air saluran irigasi, sungai atau air terjun. Aliran air ini akan
memutar poros turbin sehingga menghasilkan energi mekanik. Energi ini selanjutnya
menggerakkan generator dan menghasilkan listrik.
Pembangunan PLTMH perlu diawali dengan pembangunan bendungan untuk
mengatur aliran air yang akan dimanfaatkan sebagai tenaga penggerak PLTMH.
Bendungan ini dapat berupa bendungan beton atau bendungan beronjong. Bendungan
perlu dilengkapi dengan pintu air dan saringan sampah untuk mencegah masuknya
kotoran atau endapan lumpur. Bendungan sebaiknya dibangun pada dasar sungai yang stabil
dan aman terhadap banjir.
Di dekat bendungan dibangun bangunan pengambilan (intake). Kemudian
dilanjutkan dengan pembuatan saluran penghantar yang berfungsi mengalirkan air dari
intake. Saluran ini dilengkapi dengan saluran pelimpah pada setiap jarak tertentu untuk
mengeluarkan air yang berlebih. Saluran ini dapat berupa saluran terbuka atau tertutup.
Di ujung saluran pelimpah dibangun kolam pengendap. Kolam ini berfungsi untuk
mengendapkan pasir dan meny aring kotoran sehingga air yang masuk ke turbin relatif
bersih. Saluran ini dibuat dengan memperdalam dan memperlebar saluran penghantar dan
menambahnya dengan saluran penguras. Kolam penenang (forebay) juga dibangun untuk
menenangkan aliran air y ang akan masuk ke turbin dan mengarahkannya masuk ke pipa
pesat (penstok). Saluran ini dibuat dengan konstruksi beton dan berjarak sedekat mungkin
ke rumah turbin untuk menghemat pipa pesat.
Pipa pesat berfungsi mengalirkan air sebelum masuk ke turbin. Dalam pipa ini,
energi potensial air di kolam penenang diubah menjadi energi kinetik yang akan
memutar roda turbin. Biasany a terbuat dari pipa baja yang dirol, lalu dilas. Untuk
sambungan antar pipa digunakan flens. Pipa ini harus didukung oleh pondasi yang
mampu menahan beban statis dan dinamisnya. Pondasi dan dudukan ini diusahakan
selurus mungkin, karena itu perlu dirancang sesuai dengan kondisi tanah.
18
Turbin, generator dan sistem kontrol masing-masing diletakkan dalam sebuah rumah
yang terpisah. Pondasi turbin-generator juga harus dipisahkan dari pondasi rumahnya.
Tujuannya adalah untuk menghindari masalah akibat getaran. Rumah turbin harus
dirancang sedemikian agar memudahkan perawatan dan pemeriksaan.
Setelah keluar dari pipa pesat, air akan memasuki turbin pada bagian inlet. Di
dalamnya terdapat guided vane untuk mengatur pembukaan dan penutupan turbin serta
mengatur jumlah air yang masuk ke runner/blade (komponen utama turbin). Runner
terbuat dari baja dengan kekuatan tarik tinggi y ang dilas pada dua buah piringan sejajar.
Aliran air akan memutar runner dan menghasilkan energi kinetic yang akan memutar
poros turbin. Energi y ang timbul akibat putaran poros kemudian ditransmisikan ke
generator. Seluruh sistem ini harus balance. Turbin perlu dilengkapi casing yang berf
ungsi mengarahkan air ke runner. Pada bagian bawah casing terdapat pengunci turbin.
Bantalan (bearing) terdapat pada sebelah kiri dan kanan poros dan berfungsi untuk meny
angga poros agar dapat berputar dengan lancar.
Daya poros dari turbin ini harus ditransmisikan ke generator agar dapat diubah
menjadi energi listrik. Generator yang dapat digunakan pada mikrohidro adalah generator
sinkron dan generator induksi. Sistem transmisi daya ini dapat berupa sistem transmisi
langsung (daya poros langsung dihubungkan dengan poros generator dengan bantuan
kopling), atau sistem transmisi daya tidak langsung, yaitu menggunakan sabuk atau belt
untuk memindahkan daya antara dua poros sejajar. Keuntungan sistem transmisi langsung
adalah lebih kompak, mudah dirawat, dan ef isiensiny a lebih tinggi. Tetapi sumbu poros
harus benar-benar lurus dan putaran poros generator harus sama dengan kecepatan putar
poros turbin.
Masalah ketidaklurusan sumbu dapat diatasi dengan bantuan kopling fleksibel.
Gearbox dapat digunakan untuk mengoreksi rasio kecepatan putaran. Sistem transmisi
tidak langsung memungkinkan adanya variasi dalam penggunaan generator secara lebih
luas karena kecepatan putar poros generator tidak perlu sama dengan kecepatan putar
poros turbin. Jenis sabuk yang biasa digunakan untuk PLTMH skala besar adalah jenis
flat belt, sedang V-belt digunakan untuk skala di bawah 20 kW. Komponen pendukung
yang diperlukan pada sistem ini adalah pulley, bantalan dan kopling. Listrik yang
19
dihasilkan oleh generator dapat langsung ditransmisikan lewat kabel pada tiang-tiang
listrik menuju rumah konsumen.
3.2.2 Perhitungan Teknis
Potensi daya mikrohidro dapat dihitung dengan persamaan:
Daya (P) = 9.8 x Q x Hn x h; ( 3.1 )
di mana:
P = Daya (kW)
Q = debit aliran (m3/s)
Hn = Head net (m)
9.8 = konstanta gravitasi
h = ef isiensi keseluruhan.
Misalnya, diketahui data di suatu lokasi adalah sebagai berikut: Q = 300 m3/s
2
, Hn = 12
m dan h = 0.5. Maka, besarnya potensi daya (P) adalah:
P = 9.8 x Q x Hn x h
= 9.8 x 300 x 12 x 0.5
= 17 640 W
= 17.64 kW
3.2.3 Perhitungan Ekonomis
Pembangunan PLT Mikrohidro memerlukan investasi yang relatif besar. Adapun, biaya
(harga) listrik per kWH-nya dihitung berdasarkan biaya awal (initial cost) dan biaya
operasional (operational cost). Komponen biaya awal terdiri dari: biaya bangunan sipil,
biaya fasilitas elektrik dan mekanik serta biaya sistem pendukung lain.Komponen biaya
operasional yaitu: biaya perawatan,biaya penggantian suku cadang, biaya tenaga
kerja(operator) serta biaya lain yang digunakan selama pemakaian.
Contoh perhitungan harga listrik per kWh dari PLT Mikrohidro adalah sebagai
berikut : Misalkan, untuk membangun suatu PLTMH dengan kapasitas terpasang 1 kW,
dibutuhkan biaya awal Rp 4 juta. Umur pakai mikrohidro yang dirancang adalah 10 tahun
20
dengan biaya operasional Rp. 1 Juta/tahun. Sehingga total biayanya menjadi Rp. 10 Juta.
Maka, biaya rata-rata (Rp) per hari adalah:
Sehingga,
Biaya (harga) per kWh ditentukan oleh biaya rata-rata perhari dan besarnya energi
listrik yang dihasilkan per hari (kWh/hari). Energi per hari ini ditentukan oleh besarnya
daya terpasang serta faktor daya. Jika diasumsikan faktor daya besarnya 12 jam/hari,
maka harga energi listrik per kWh adalah:
Sehingga,
3.2.4 Perancangan Sistem PLT Mikrohidro
Tahap pertama perancangan PLT Mikrohidro adalah studi awal. Studi ini diawali dengan
survey lapangan untuk memperoleh data primer mengenai debit aliran dan head (beda
ketinggian). Debit aliran dapat diukur dengan metode konduktivitas atau metode Weir.
Berdasarkan data tersebut dapat dihitung perkiraan potensi daya awal. Data lapangan
sebaiknya diambil beberapa kali pada musim yang berbeda untuk memperoleh gambaran
yang tepat mengenai potensi daya dari aliran air tersebut. Selain itu, perlu dicari data
pendukung, yaitu: kondisi air (keasaman, kekeruhan, serta kandungan pasir atau lumpur),
keadaan dan kestabilan tanah di lokasi bangunan sipil, serta ketersediaan bahan,
transportasi dan tenaga trampil (operator).
Setelah survey lapangan, tahap perancangan selanjutnya adalah pemilihan lokasi dan
penentuan dimensi utama, pembuatan analisis keunggulan dan kelemahan setiap alternatif
pilihan, pembuatan sketsa elemen utama, penentuan tipe serta kapasitas turbin dan
generator y ang akan digunakan, penentuan sistem kontrol sistem (manual/otomatis),
21
perancangan jaringan transmisi dan distribusi serta perancangan sistem penyambungan ke
rumah-rumah.
Sebelum membangun PLT Mikrohidro di suatu tempat perlu diketahui dahulu
rencana PLN untuk daerah yang bersangkutan, kebutuhan listriknya, rencana penggunaan
day a listrik dan faktor bebannya, studi kelayakan ekonomi serta kesiapan lembaga
pengelola. Setelah semua studi yang diperlukan siap dan layak, dilakukan proses disain
yang lebih lebih rinci, yaitu: pembuatan detail gambar teknik, penentuan spesif ikasi
teknis secara jelas, penyusunan jadwal kegiatan, penghitungan biaya setiap komponen
serta penyiapan pengurus yang akan mengelola PLTMH. Jika seluruh disain ini telah siap
maka pembangunan PLT Mikrohidro dapat dimulai.
3.3 PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA MINIHIDRO
Pembangkit Listrik Tenaga Minihdro adalah pembangkit listrik tenaga air dengan kisaran
output daya antara 100 kW sampai dengan 5000 kW. Keuntungan utama dari
pembangkit mini hidro adalah:
Efisiensi tinggi (70 - 90%), sejauh ini yang terbaik dari semua teknologi energi.
Faktor kapasitas tinggi (biasanya> 50%)
Tingkat tinggi prediktabilitas, bervariasi dengan pola curah hujan tahunan
Daya keluaran bervariasi hanya secara bertahap dari hari ke hari (tidak dari menit
ke menit).
147
7.1.3 Operasi Optimal Pembangkit Listrik Tenaga Thermal
Pada pembahasan ini diambil m buah pembangkit thermal yang beroperasi pada
suatu bus yang sama, seperti diperlihatkan pada gambar 7.3.
Gambar 7.3 m buah pembangkit thermal beroperasi pada satu bus yang sama
Pembangkit tersebut mempunyai biaya bahan yang berbeda yaitu (Fi) dengan daya
aktif (Pi) yang dimodelkan dengan persamaan polynomial kuadrat, biaya bahan bakar
total dari plant adalah merupakan penjumlahan setiap unit pembangkit dengan satuan
$/jam.
Dimana i, i dan i adalah suatu konstanta
Dalam menentukan biaya minimum (F), maka persamaan (7.5) di deffrensial
terhadap (Pi) dan disamakan dengan nol.
Nilai optimal untuk daya yang dibangkitkan dapat dituliskan dengan persamaan
sebagai berikut:
148
Daya aktif optimal dan biaya minimal, kalau differensial derajat dua dari (F)
terhadap Pi nilainya positif. Kondisi ini dapat diperoleh apabila nilai:
Pada persamaan (7.7) dapat diperoleh daya yang dibangkitkan negatif apabila
i
dan
i
adalah positif nilainya untuk suatu pendefferensialan parsial dilakukan dua
kali.
Masalah optimisasi untuk memperoleh biaya minimum maka kendalanya harus daya
dalam keadaan seimbang, apabila rugi-rugi transmisi diabaikan fungsi kendala dapat
dituliskan sebagai berikut:
Jika tidak ada fungsi kendala, maka persamaan (7.7) merupakan suatu penjumlahan
seperti berikut:
Dalam metode Lagrange fungsi kendala dapat dituliskan
Kalau metode lagrange ( ) ditarafkan fungsi daya, maka diperoleh rumus:
Diamana,
149
(7.11)
Perlu dicatat bahwa jika semua pembangkit independent t, dengan menggunakan
metode pengali Lagrange diperoleh nilai yang sama yaitu:
Selanjutnya () yang merupakan pertambahan biaya dalam analisis optimisasi daya
bahan bakar pada suatu system pembangkit energi listrik. Grafik pertambahan biaya
pembangkitan seperti pada gambar 7.4 pada kondisi optimal dari persamaan (7.11) dapat
dirumuskan menjadi:
Gambar 7.4. Ilustrasi pertumbuhan biaya atau pertambahan pembebanan
Selanjutnya nilai dapat ditentukan dengan memperoleh persamaan yang diturunkan
diperoleh:
150
Pada akhirnya dalam pembangkitan optimal dengan penurunan diperoleh persamaan
seperti:
Contoh Soal 7.2
Dua buah unit pembangkit listrik tenaga thermal yang dioperasikan dalam satu bus
memberikan model persamaan biaya sebagai berikut:
dimana P
1
dan P
2
dalam MW, Pembangkit daya ini mensuplai ke beban sebesar 1000
MW. Jika rugi transmisi diadimana P1 dan P2 dalam MW diabaikan, tentukan besar daya
yang disuplai masing-masing pembangkit dan nilai pertambahan biaya pembangkitan
Penyelesaian :
Dengan menggunakan persamaan (7.13) dan (7.9) diperoleh,
Dengan menyelesaikan persamaan di atas diperoleh jawaban
Selanjutnya diperoleh incremental cost
151
7.1.4 Perhitungan Rugi-rugi Transmisi
Masalah operasi optimal telah dibicarakan di atas dimana keseimbangan daya dengan
rugi transmisi diabaikan. Pada bagian ini untuk operasi ekonomis sistem tenaga listrik
ditinjau rugi-rugi transmisi, ambil statu sistem seperti pada gambar (7.6), sistem radial
dengan satu pembangkit.
Gambar 7.6 Sistem transmisi radial
Mencari rugi daya P
1
dengan daya yng dipasok oleh pembangkit P
G
ke pusat P
D
,
Diagram ekivalen dari sistem di atas adalah seperti pada Gambar 7.7.
Gambar 7. 7 Rangkaian ekivalent sistem radial
Pada gambar diperoleh rugi-rugi transmisi:
dimana R adalah tahanan dari saluran dalam Ohm/phasa. Arus I dapat diperoleh dari :
152
dimana ;
P
a
= daya yang dibangkitkan oleh generator
V
a
= tegangan line to line (phasa ke phasa)
COSa = factor daya generator
Dengan asumsi ke dua persamaan di atas, diperoleh :
Asumsikan bahwa tegangan generator V
a
dan cos
a
konstan, maka diperoleh
Dimana,
Kalau ditinjau dari dua sumber pemasok daya ke pusat beban seperti pada gambar 7.8.
Gambar 7.8. Sistem radial dengan dua sumber pemasok pada demand P
D
153
Berdasarkan pada persamaan (7.16) maka rugi daya dapat diperoleh:
Dimana
R
D
= Nilai real dari Zbus
V1 = tegangan bus generator P1
pf1 = faktor daya pada bus 1
Tinjau dua sumber pemasok daya pada pusat beban seperti pada gambar 7.9.
Gambar 7.9. Dua saluran radial yang terhubung ke beban
Dua pembangkit terhubung ke bus pusat beban dengan tahanan masing-masing R
1D
dan
R
2D
sehingga rugi daya adalah :
Selanjutnya ditinjau sistem radial dengan tiga saluran seperti pada gambar 7.10.
154
Gambar 7.10. Sistem pemasok daya dua sumber dengan tiga saluran
Pada gambar 7.10, tiga saluran dua sumber pemasok daya yaitu P
1
dan P
2
untuk
memenuhi permintaan P
D
. Pada saluran bus beban P
D
ada turunan R
3D
, sehingga
diperoleh rugi saluran transmisi.
Besar arus dapat ditentukan dengan harga mutlak.
Sekarang kalau diambil :
Diperoleh,
155
kemudian disubsitusikan ke dalam persamaan (7.18), diperoleh:
Dengan demikian besar konstanta B dapat ditentukan, yaitu
Contoh Soal 7.3
Pada gambar 7.10 dua sumber daya memasok daya ke beban dengan sistem tiga saluran,
data diberikan dalam per unit (pu) adalah:
Tentukanlah persamaan rugi transmisi dengan menggunakan persamaan (7.19) sampai
dengan (7.21) diperoleh:
156
maka diperoleh persamaan rugi daya saluran transmisi per unit sebagai berikut:
Masalah rugi daya pada saluran transmisi dijelaskan Korns, dalam Korns Loss
Formula untuk suatu sistem pemasok daya dengan dua sumber dan satu pusat beban.
Atau dapat ditulis,
Selanjutnya dapat ditulis dalam bentuk persamaan matriks:
Kalau jumlah pembangkit banyak dan jaringan, misalnya (m) maka Korns Loss
Formula dapat ditulis:
7.2 OPERASI EKONOMIS SISTEM TENAGA LISTRIK
Operasi ekonomis sangatlah penting untuk sebuah sistem tenaga listrik untuk
mengembalikan modal yang telah diinvestasikan. Tarif ditetapkan oleh sebuah badan
pengatur dan penting nya pengamanan tekanan tempat bahan bakar pada perusahaan
tenaga listrik untuk memperoleh efisiensi maksimum yang memungkinkan. Efisiensi
157
maksimum mengurangi biaya kilowattjam pada konsumen dan biaya pada perusahaan
yang mensupplai kilowattjam yang juga meningkatkan harga bahan bakar, buruh, supplai
dan perawatan
Ekonomis operasional melibatkan pembangkitan daya dan pentransmisian yang
dapat dibagi kedalam dua bagian; satu berhubungan dengan biaya minimum produksi
daya dan disebut penjadualan ekonomis (economic dispatch) dan yang lain berhubungan
dengan rugi-rugi transmisi minimum dari daya yang dibangkitkan ke beban. Untuk
kondisi beban khusus, penjadwalan ekonomis menentukan daya keluaran dari setiap
pembangkit (dan setiap unit pembangkit dalam satu pusat pembangkit) yang akan
meminimalisasi biaya bahan bakar keseluruhan yang diperlukan untuk melayani beban
sistem. Dengan demikian, penjadualan ekonomis fokus pada koordinasi biaya produksi
pada semua pembangkit tenaga listrik yang beroperasi pada sistem dan merupakan
penekanan utama pada bagian ini.
Masalah rugi-rugi minimum dapat diasumsikan dalam beberapa bentuk tergantung
pada bagaimana pengendalian aliran daya dalam sistem dievaluasikan. Masalah
penjadualan ekonomis dan juga masalah rugi-rugi minimum dapat diselesaikan dengan
cara program aliran daya optimal (optimal power-flow-OPF program). Perhitungan OPF
dapat dilihat sebagai rangkaian perhitungan aliran daya Newton-Raphson yang
konvensional dimana parameter yang dapat dikontrol secara otomatis ditambahkan untuk
memenuhi batasan-batasan jaringan dan meminimalisasi fungsi objektive yang khusus.
Pada bab ini kita akan menggunakan pendekatan klasik penjadualan ekonomis.
Pertama-tama kita akan mempelajari pendistribusian keluaran pembangkitan antara
generator atau unit pembangkit dalam sebuah pusat pembangkit yang paling ekonomis.
Metode yang kita kembangkan yang juga menggunakan penjadualan ekonomis keluaran
pembangkit untuk beban yang diberikan sistem tanpa mempertimbangkan rugi-rugi
transmisi. Kemudian kita mengekspresikan rugi-rugi transmisi sebagai sebuah fungsi out
put dari pembangkit-pembangkit yang bervariasi. Kemudian kita menentukan bagaimana
keluaran dari setiap pembangkit dari sebuah sistem penjadualan untuk mendapatkan
biaya minimal dari daya yang disupplai ke beban.
Karena beban total dari sistem tenaga listrik berubah-ubah sepanjang hari, kontrol
keluaran daya pembangkit yang terkoordinir sangat lah penting untuk memastikan
158
pembangkitan ke beban seimbang sehingga frekuensi sistem akan dekat dengan nilai
operasi nominal, biasa nya 50 atau 60 hz. Berdasarkan hal itu, masalah pengontrolan
pembangkit otomatis (automatic generation control) dikembangkan dari sudut pandang
steady-state. Juga karena beban harian bervariasi, penggunaan harus ditentukan
berdasarkan dasar ekonomis, mana generator start-up, mana yang shut-down dan
urutannya bagaimana. Prosedur perhitungan untuk membuat keputusan itu disebut
pengaturan unit pembangkit (unit commitment), yang juga dikembangkan pada level
perkenalan pada bab ini.
7.2.1 Kesepakatan Unit Pembangkit Tenaga Listrik
Kesepakatan unit dapat didefenisikan sebagai proses pengambilan keputusan yang
optimal, penjadualan start-up dan shut-down unit-unit pembangkit guna meminimumkan
biaya operasi selama periode pengamatan yang menjamin tercukupinya cadangan daya.
Asumsi yang biasa digunakan untuk menyelesaikan permasalahan kesepakatan unit
adalah:
1. Beban sistem setiap periode pengamatan adalah konstan dan telah diberikan
(diperoleh dari estimasi beban)
2. Rugi-rugi transmisi diabaikan
3. Cadangan daya panas telah ditentukan.
Berdasarkan asums di atas kesepakatan unit dapat diformulasikan sebagai berikut :
7.2.1.1 Fungsi Obyektif
Minimisasi (Biaya bahan bakar + biaya Start-up)
Keterangan:
COST = Biaya total selama periode pengamatan
I = Jumlah unit pembangkit
FCOSTi(GiH) = Biaya yang dibutuhkan untuk membangkitkan daya sebesar Gi
oleh unit pembangkit ke-i pada jam ke-H
159
SCOST = biaya start-up pembangkit ke I
N = total periode pengamatan
7.2.1.2 Kriteria Pembatas
Kesetimbangan daya pembangkit dan beban
Keterangan:
G
i
H = daya yang dibangkitkan oleh unit ke I jam ke-H
L(H) = beban pada jam ke H
7.2.1.3 Kapasitas Pembangkitan
Keterangan:
P
iH
= daya yang dibangkitkan oleh unit ke-i jam ke-H
P
maxi
= kapasitas pembangkitan maksimum unit ke-i
P
mini
= kapasitas pembangkitan minimum unit ke-i
7.2.1.4 Spanning reverse margin
Keterangan:
P
maxi
= kapasitas pembangkitan maksimum ke-i
S
iH
= status unit ke-I ( On or Off )
R (H ) = cadangan daya yang diizinkan pada jam ke-H
L (H) = beban pada jam ke H
7.2.1.5 Minimum up time
160
Suatu unit pembangkit apabila sedang beroperasi (On) tidak dapat dimatikan
seketika sebelum minimum up time nya terpenuhi.
7.2.1.6 Minimum down time
Unit pembangkit thermal tidak dapat dihidupkan dengan seketika karena
memerlukan waktu untuk menaikkan temperature dan tekanan untuk siap
membangkitkan daya. Dibutuhkan sejumlah biaya energi untuk menghidupkan unit-unit
tersebut, biaya energi tersebut disebut biaya start-up. Biaya start-up diformulasikan
sebagai berikut :
Keterangan:
C
su
= biaya start-up
C
si
= biaya dingin
C
f
= biaya konstan untuk pemeliharaan
V = laju pendinginan
t = lama waktu unit off
7.2.2 Operasi Ekonomis dengan mengabaikan Rugi-Rugi Saluran Transmisi
Pada pusat pembangkit tenaga umumnya dioperasikan lebih dari satu unit pembangkit
tenaga listrik. Untuk melakukan pembagian beban diantara pembangkit tenaga listrik
yang berdekatan letaknya, rugi-rugi transmisi dapat diabaikan walaupun pada
kenyataannya rugi-rugi tetap ada.
Biaya bahan bakar dan biaya pembangkit tenaga listrik dari suatu sistem tenaga
listrik dengan mengabaikan rugi transmisi dapat dinyatakan sebagai berikut :
Biaya pembangkitan, daya output dan beban dapat digambarkan sebagai berikut:
161
Gambar 7.12 Representasi biaya pembangkit, daya output dan beban
suatu pusat pembangkit listrik thermal
7.2.3 Operasi Ekonomis Dengan Memperhitungkan Rugi-Rugi Saluran Transmisi
Umumnya letak pusat-pusat pembangkit jauh dari pusat beban, sehingga penyaluran daya
harus melalui saluran transmisi yang panjangnya bias mencapai ratusan kilometer.
Akumulasi rugi daya pada saluran transmisi dalam satu tahu bisa mencapai 12 digit.
Dengan demikian, untuk pendekatan yang lebih realistis susut daya atau rugi-rugi daya
pada saluran transmisi harus diperhitungkan dalam optimasi biaya operasi pembangkit
tenaga listrik.
Biaya bahan bakar dan daya pembangkit tenaga listrik dari suatu sistem tenaga listrik
dengan memperhitungkan susut daya pada saluran transmisi dapat direpresentasekan
seperti gambar 7.13 berikut :
Gambar 7.13 Representasi biaya pembangkit, daya output dan beban
suatu pusat pembangkit listrik thermal
162
Biaya bahan bakar dan daya pembangkit tenaga listrik dari suatu sistem tenaga listrik
dengan memperhitungkan susut daya pada saluran transmisi dinyatakan seperti pada
persamaan :
Keterangan ;
F
i
= fungsi biaya pembangkit ke-i
P
i
= daya keluaran pembangkit ke-i
Total daya yang disuplai oleh N pembangkit ke sistem adalah :
Keterangan ;
P
T
= total daya yang dibangkitkan (MW)
P
gi
= total daya yang dibangkitkan oleh pembangkit ke-i
Fungsi biaya seperti pada persamaan (49) akan diminimalkan dengan memperhatikan
fungsi kendala operasi (constraining), yaitu persamaan neraca daya.
Keterangan ;
P
L
= rugi daya pada saluran transmisi (MW)
P
D
= daya beban (MW)
Kendala lain yang juga harus diperhatikan adalah kendala teknis setiap pembangkit, yaitu
daya maksimum dan minimum yang disyaratkan
Salah satu cara untuk menyelesaikan problem optimasi adalah dengan Metode Pengali
Langrange ( Methode of Lagrange Multipliers). Sebuah fungsi biaya baru C, dibentuk
dengan menggabungkan fungsi biaya pembangkitan dan persamaan kendala sistem, yaitu
163
Untuk setiap keluaran pembangkit P
g1
, P
g2
, .........P
gN
disebabkan oleh Fi hanya
bergantung pada Pgi, maka turunan parsial Fi dapat dinyatakan sebagai turunan penuh,
sehingga persamaan (7.36) dapat dinyatakan sebagai berikut.
Untuk setiap nilai ke-i persamaan diatas sering dinyatakan dalam bentuk,
Dalam hal ini,
Persamaan (7.38) menyatakan biaya bahan bakar paling minimum yang diperoleh saat
biaya tambahan bahan bakar dikalikan dengan faktor penalti adalah sama untuk semua
unit pembangkit dalam sistem. Sehingga untuk tiga pembangkit pada pusat pembangkit
dengan bus yang sama berlaku bahwa :
Namun masalahnya adalah apabila batasandaya maksimum dan minimum dari setiap
pembangkit dijadikan sebagai suatu fungsi kendala operasi dan kelompok pembangkit
yang dioperasikan memiliki karakteristik operasi berbeda maka keadaan seperti yang
dinyatakan pada persamaan (7.40) sering tidak terpenuhi.
Pola distribusi cadangan daya pada metode Operasi Ekonomis konvensional tidak
praktis karena metode ini mempunyai keterbatasan dalam menangani kapasitas
maksimum pembangkitan dan perbedaan laju kenaikan pembangkitan.
Jika seluruh kapasitas cadangan ditanggung oleh satu unit, maka kemampuan untuk
mensuplai beban puncak sistem tersebut akan minimum. Agar laju kenaikan pembangkit
164
untuk membangkitkan cadangan daya lebih maksimal, maka cadangan daya harus
didistribusi kepada beberapa unit yang mempunyai kapasitas pembangkit besar. Sehingga
perlu ditentukan jumlah minimal dan cadangan daya panas yang telah ditentukan. Unit-
unit tersebut ditandai sebagai unit yang harus tetap beroperasi selama pengamatan (must
run unit).
165
BAB VIII
PENGENDALIAN SISTEM TENAGA LISTRIK
8.1 PENDAHULUAN
Pengendalian sistem tenaga listrik dewasa ini berkembang pesat baik dalam ilmu dan
teknologi maupun dalam dunia industri. Perkembangan ini dirasakan pula pihak pemasok daya
listrik dalam mengatur suplainya ke beban. Hal ini terlihat dengan penggunaan peralatan
kontrol baik di sisi pembangkitan, saluran transmisi dan sisi beban.
Peralatan kontrol untuk pembangkitan biasanya digunakan untuk mengatur suplai daya
aktif dan reaktif. Perubahan beban yang terjadi sangat berpengaruh terhadap perubahan
frekuensi dan tegangan. Naik turunnya frekuensi tergantung perubahan daya aktif, demikian
halnya dengan tegangan tergantung pada perubahan daya reaktif.
Sebagaimana yang telah diketahui bahwa pengendalian daya aktif berkaitan dengan
pengendalian frekuensi sementara pengendalian daya reaktif berhubungan dengan
pengendalian tegangan.Selengkapnya dapat dilihat pada gambar di bawah ini :
Keterangan :
1. Katup (Valves)
2. Turbin (Turbine)
3. Generator Sinkron
4. Sistem Eksitasi (Excitation System)
5. Automatic Voltager Regulator (AVR)
6. Sensor Tegangan (Voltage Sensor)
7. Sensor Frekwensi (Frequency Sensor)
8. Load Frequency Control (LFC)
9. Governor
10. Valve Control Mecanism
Sumber : POWER SYSTEM ANALYSIS, Hadi Saadat, Hal. 529, 1999.
Gambar 8.1 Skematik pengendalian daya aktif dan daya reaktif
166
8.2 PENGENDALIAN DAYA AKTIF DAN FREKUENSI
Pengendalian daya aktif pada generator, berkaitan dengan pengaturan frekwensi. Dimana
frekwensi itu sendiri, diatur oleh putaran rotor generator yang terkopel dengan penggerak
mula (prime mover).
Sebagaimana pembahasan sebelumnya, bahwa pengaturan daya aktif dilakukan oleh AVR
(Automatic Voltage Regulator) sementara untuk pengaturan daya aktif dilakukan oleh LFC
(Load Frequency Regulator) seperti yang terlihat pada gambar berikut ini :
Gambar 8.2 Diagram blok LFC pada sebuah generator
Frekwensi merupakan faktor umum yang terdapat pada seluruh sistem, perubahan
permintaan (demand) di dalam daya aktif pada satu titik akan berakibat terhadap perubahan
frekwensi. Oleh karena terdapat banyak generator yang mensuplai daya ke sistem, maka pada
pembangkit harus disediakan alokasi perubahan pada permintaan terhadap generator.
Kecepatan governor pada tiap-tiap pembangkit memberikan kecepatan pokok sebagai fungsi
kontrol. Sementara itu tujuan dasar pengaturan frekwensi itu sendiri adalah :
Member kesimbangan sistem pembangkit ke beban.
Memperkecil penyimpangan frekwensi akibat perubahan beban secara tiba-tiba
agar perubahan frekwensi tersebut mendekati nol.
Menjaga aliran daya pada pembangkit-pembangkit yang terinterkoneksi agar
berada pada kemampuan kapasitas masing-masing generator.
Untuk melihat pengendalian frekwensi tersebut maka masing-masing komponen yang
berperan dalam pengaturan frekwensi atau LFC tersebut dimodelkan dalam bentuk persamaan
matematis, sebagai berikut (Hadi Saadat, 1999) :
167
Model generator
Model matematis generator dapat dituliskan dalam bentuk persamaan sebagai berikut :
dimana :
(s) : Perubahan kecepatan (rad/s)
H : Konstanta inersia
Pm(s) : Perubahan daya mekanik (Watt)
Pe(s) : Perubahan daya akibat perubahan beban (Watt)
Blok diagram dari persamaan di atas, yaitu :
Gambar 8.3 Diagram blok model generator
Model beban
Dari persamaan (8.1), komponen Pe(s) merupakan penjumlahan antara komponen
frekwensi (D ) dan non-frekwensi (PL), seperti pada persamaan berikut ini :
Sehingga gambar (8.3) dapat diubah menjadi :
Gambar 8.4 Diagram blok model beban
168
Model penggerak mula
Dasar pemodelan penggerak mula dalam hal ini sebagai contoh yaitu turbin uap adalah
melihat hubungan antara daya mekanik Pm dan perubahan posisi dari katup (valve) PV.
Model matematis turbin dapat dituliskan sebagai berikut :
Sementara diagram blok berdasarkan pesamaan di atas, yaitu :
Gambar 8.5 Diagram blok model penggerak mula / turbin uap
Konstanta waktu turbin (T) memiliki range antara 0,2 secons sampai 2,0 seconds
Model governor
Model matematis untuk suatu governor dapat dituliskan menjadi :
dengan :
P
g
: daya output governor (Watt)
P
reff
: daya referensi/acuan (Watt)
R : speed regulation (berkisar 5 6 persen)
Daya output governor Pg tersebut diubah dari penguat hidraulik ke sinyal input posisi
katup (valve) PV, sehingga hubungan antara keduanya menjadi :
Dengan g sebagai konstanta waktu governor. Sehingga persamaan (8.4) dan (8.5) dapat
direpresentasikan dalam diagram blok berikut ini :
169
Gambar 8.6 Diagram blok model governor
Jika representasi diagram blok pada gambar (8.4), (8.5) dan (8.6) digabungkan, maka akan
diperoleh suatu model load frequency control (LFC) seperti pada gambar berikut ini :
Gambar 8.7 Diagram blok sebagai representasi dari sebuah Load
Frequency Control (LFC)
Seperti halnya pada pengaturan daya reaktif dengan menggunakan AVR, maka pada
pengaturan daya aktif dengan LFC biasanya ditambahkan dengan suatu pengendali lain
untuk mengoptimalkan kinerja LFC tersebut. Pengendali tersebut dapat berupa pengendali
PID dan pengendali Logika Samar (Fuzzy Logic Control / FLC). Pengendali tambahan
diharapkan dapat mempercepat respon LFC terhadap setiap perubahan frekwensi yang
terjadi dalam sistem tenaga listrik, dan dalam pembahasan selanjutnya akan ditekankan
pada pengendali fuzzy logic.
Fuzzy Logic Control / FLC yang digunakan tersebut digunakan untuk menggantikan posisi
governor dalam mengontrol mekanisme pembukaan dan penutupan katup (valve). Oleh
170
karena itu, maka pengendali dengan menggunakan FLC sering juga disebut sebagai Fuzzy
Logic Governor. (Imam Robandi, 2006) \
Adapun diagram blok dengan penambahan pengendali Fuzzy Logic, dapat dilihat pada
gambar berikut ini :
Gambar 8.8. Diagram blok representasi sebuah Load Frequency Control (LFC)
dengan menggunakan Fuzzy Logic Control (FLC)
Pada gambar di atas, nilai 2H = M dan ditambahkan dengan sebuah speed drop governor
(Ki/s) yang berfungsi sebagai pengatur proporsional untuk mengurangi kesalahan frekwensi
yang terjadi selama operasi berlangsung.
Untuk mengetahui perbedaan antara governor konvensional dengan governor yang
menggunakan logika fuzzy, berikut akan diberikan hasil simulasi dari gambar (8.9) dan
(8.10) dengan menggunakan aplikasi MATLAB Versi 6.1. (Imam Robandi, 2006)
Parameter simulasi yang digunakan meliputi :
Konstanta waktu turbin (T) = 0,3 detik
Konstanta waktu governor (g) = 0,2 detik
D = 1,0
R = 0,05
M = 10 detik
Hasil simulasi diperoleh, sebagai berikut :
171
Gambar 8. 9 Respon frekwensi sistem tanpa kendali Fuzzy
Gambar di atas menunjukkan respon frekwensi dengan hanya menggunakan pengendali
LFC konvensional. Dimana dengan kenaikan kebutuhan daya aktif beban pada detik ke-40
maka frekwensi turun sampai -0,031pu lalu stabil pada -0,023 pu, begitu pula ketika terjadi
penurunan beban pada detik ke 70 maka frekwensi naik lagi sampai 0,01 pu lalu stabil pada
0,001 pu.
Gambar 8.10 Respon frekwensi sistem dengan kendali Fuzzy
Hal sebaliknya terjadi ketika diberi pengendali fuzzy seperti pada gambar (8.10). Terlihat
bahwa respon terhadap perubahan beban yang menyebabkan turun naiknya frekwensi
berlangsung sangat cepat, artinya waktu untuk mencapai kestabilan pada frekwensi
normalnya sangat cepat.
172
Untuk melihat langsung perbedaan ke dua respon di atas maka gambar hasil simulasi di
plotkan dalam satu grafik sebagai berikut :
Gambar 8.11 Grafik perbandingan respon frekwensi FLC tanpa pengendali fuzzy
(konvensional) dan dengan pengendali fuzzy
8.3 PENGENDALIAN DAYA REAKTIF DAN TEGANGAN
Berdasarkan gambar (8.1), dengan mengambil bagian pengendalian reaktifnya maka dapat
digambarkan sebagai berikut :
Gambar 8.12 Skematik pengendalian daya reaktif
173
Persoalannya sekarang adalah bagaimana hubungan antara daya reaktif dengan tegangan itu
sendiri. Untuk melihat hubungan tersebut maka dapat dilihat pada persamaan gambar berikut
ini
Gambar 8.13 Rangkaian sederhana pembebanan generator
Rangkaian pada gambar (8.13) dapat digambarkan dalam satu diiagram fasor sebagai berikut :
Gambar 8.14 Diagram fasor tegangan terminal generator
karena:
dimana:
E = tegangan induksi (EMF) dalam Volt
V = tegangan keluaran generator di beban dalam Volt
R = reistansi saluaran dalam Ohm
X = reaktansi induktif saluran dalam Ohm
I = arus beban dalam Ampere
174
P = daya aktif dalam Watt
Q = daya reaktif dalam VAr
maka:
dengan demikian:
dan
jika
maka:
Jadi dapat juga dituliskan bahwa
dengan demikian maka terlihat bahwa hubungan daya reaktif beban dengan tegangan keluaran
generator adalah:
maka
atau
atau
175
Jadi berdasarkan persamaan (8.15) tersebut maka maka dapat dilihat bahwa perubahan
tegangan keluaran generator tergantung pada perubahan daya reaktif beban. Tetapi dalam
operasi sistem yang andal tegangan generator harus dijaga pada range tegangan 0,9 1,0
1,05 pu, dimana untuk memenuhi hal tersebut maka dibutuhkan suatu pengendalian yang baik.
Persoalan pengendalian tegangan sebenarnya hanya terletak pada sisi pembangkitan tetapi
juga terletak pada seluruh bagian-bagian sistem tenaga listrik itu sendiri. Misalnya pada sisi
beban maupun pada saluran transmisi. Pengendalian yang digunakan pada bagian-bagian
sistem tersebut antara lain (Prabha Kundur, 1993):
a. Pemasangan kapasitor shunt (shunt capasitors), reaktor shunt (shunt reactors),
synchronous condenser / motor sinkron dan static var compensators (SVC).
b. Pemasangan line reactance compensators seperti kapasitor seri (series capasitors).
c. Pemasangan regulating transformers seperti tap-changing transformers.
Jadi pengendalian tegangan sistem tenaga listrik merupakan suatu persoalan yang sangat luas
sehingga kajian satu persatu terhadap berbagai pengendalian tersebut juga semakin luas. Oleh
karena itu pembahasan dalam diktat ini dibatasi hanya pada pengendalian daya reaktif melalui
kendali tegangan pada sisi pembangkitan saja.
Model Sistem AVR
Fungsi dari AVR adalah mempertahankan besaran tegangan terminal generator pada
tingkatan yang ditentukan. System AVR terdiri dari empat (4) komponen utama yaitu:
Amplifier, Exciter, Generator dan Sensor. Model matematika dan fungsi transfer dari ke
empat komponen tersebut diperlihatkan di bawah ini (Hadi Saadat, 1999).
Vref(s) Ve(s) VR(s) Vf(s) VTB(s)
Gambar 8.15 Diagram blok sistem AVR
176
Amplifier / Penguatan
Amplifier / penguatan dari sistem eksitasi merupakan penguatan magnetik, penguatan
putaran atau penguatan elektronik moderen. Amplifier / penguatan dinyatakan dengan
sebuah gain dengan simbol KA dan konstanta waktu (time constant) dengan simbol t
A
.
Fungsi transfernya adalah (Hadi Saadat, 1999):
Nilai konstanta waktu tA sangat kecil yaitu berkisar antara 0.02 sampai 0.1 detik.
Exciter / Eksitasi
Eksitasi yang umum digunakan dalam sebuah generator terdapat beberapa tipe mulai
yang menggunakan generator DC sampai yang tipe modern dengan menggunakan SCR
sebagai penyearah untuk menghasilkan daya AC.
Sebuah model yang layak dari eksitasi moderen adalah model yang linier, yang mana
diambil untuk menghitung konstanta waktu yang besar dan mengabaikan saturasi atau
non linier lainnya.
Dalam bentuk sederhana, fungsi transfer dari modern exciter dapat dipresentasekan
dengan sebuah konstanta waktu tunggal (a single time constant) E dan gain KE.
Dalam bentuk persamaan dituliskan(Hadi Saadat, 1999):
Generator
Tegangan terminal sebuah generator sangat tergantung pada bebannya. Dalam bentuk
linier (in the model linearized), hubungan fungsi transfer tegangan terminal generator
dengan tegangan medannya dapat dipresentasekan dengan sebuah gain K
G
dan sebuah
konstanta waktu t
G
sebagai berikut (Hadi Saadat, 1999):
177
Sensor
Tegangan yang dilewatkan pada sebuah transformator tegangan dan disearahkan
lewat sebuah bridge-rectifier. Sensor dimodelkan dengan sebuah fungsi transfer orde
pertama yang sederhana yang dituliskan dengan (Hadi Saadat, 1999) :
Beban
Beban dalam sistem tenaga terdiri atas berbagai peralatan elektrik. Beban kapasitif
yang terjadi seperti motor sangat mempengaruhi perubahan tegangan sistem. Beban
tersebut dinyatakan sebagai daya reaktif AQ yang terjadi, dalam bentuk persamaan:
Pengendalian Optimum Daya Reaktif
Pengendalian daya reaktif seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, sebenarnya telah dapat
dilakukan dengan baik oleh AVR. Namun kinerja AVR sebagai pengendali daya reaktif dapat
dioptimalkan dengan menggunakan pengendali tambahan untuk meningkatkan performansi dari
AVR itu sendiri. Pengendali modern saat ini sudah banyak digunakan dalam
mengoptimalkan kinerja AVR, salah satunya dengan menggunakan pengendali PID
(Proporsional-Integrative-Derivative).
Setelah menambahkan pengendali PID maka blok diagram seperti yang ditunjukkan pada
gambar (8.15), akan berubah menjadi gambar (8.16) berikut ini :
ambar 8.16 Diagram blok sistem AVR dengan pengendali PID
178
Persoalannya adalah dengan pengendali PID, harus dapat menentukan nilai parameter yang
tepat agar dapat diperoleh pengendalian yang optimum. Parameter yang dimaksud adalah
konstanta proporsional (Kp), konstanta Integrative (Ki) dan konstanta derivative (KD), dimana
fungsi alih dari pengendali PID dapat dirumuskan sebagai berikut:
Nilai parameter tersebut di atas dapat ditentukan dengan menggunakan metode ke dua Ziegler-
Nichols (the second Ziegler-Nichols method) yang dituangkan dalam bentuk tabel berikut ini ;
Tabel 8.1 Ziegler-Nichols Tuning Rules based on Critical Gain ( K
cr
) and Critical
period (P
cr
) (second method)
Tipe Pengendali K
p
T
i
T
d
P 0.5 Kcr Tak Terhingga 0
PI 0.45 Kcr Pcr/1.2 0
PID 0.6 Kcr 0.5 Pcr 0.125 Pcr
Sumber, Ogata (1997) Hal. 673
Dengan demikian gambar (8.16), dapat disederhanakan dengan menjadi :
Gambar 8.17 Model transformasi laplace dari sistem AVR dengan pengendali PID
179
Model Simulasi AVR dengan Pengendali PID
Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa dengan penentuan konstanta PID yang
tepat maka akan diperoleh suatu pengendali AVR yang optimal. Oleh karena itu, dalam bahasan
ini akan ditampilkan contoh simulasi sistem AVR dengan pengendali PID
Pada contoh simulasi ini, digunakan parameter-parameter sebagai berikut:
Tabel 8.2 Parameter AVR generator yang disimulasikan
Gain Time Constant (Second)
K
A
= 1325
A
= 0.02
K
E
= 1
E
= 0.5
K
g
= 1
G
= 1
K
R
= 1
R
= 0.025
Sementara itu parameter PID yang digunakan adalah : Kp = 0,0161354, Ki= 0,01815 dan Kd
= 0,00359.
Gambar 8.18 Model simulink AVR tanpa pengendali PID
(Kp=0, Ki=0 dan KD=0)
180
Gambar 8.19 Model simulink AVR dengan pengendali PID
(Kp=0,0161354, Ki=0,01815 dan KD=0,00359)
Berdasarkan simulink seperti yang terlihat pada gambar (8.18) dan gambar (8.19), maka
diperoleh perbedaan hasil output tegangan terminal generator sebagai berikut :
Gambar 8.20 Sinyal tegangan generator dengan AVR tanpa PID
181
Gambar 8.21 Sinyal tegangan generator dengan AVR tanpa PID
Jadi dengan mengacu pada persamaan (8.10), bahwa dengan AVR maka besarnya daya
reaktif yang disuplai oleh generator ke beban dapat diatur sesuai dengan kebutuhan beban
tersebut. Dimana setiap kenaikan beban atau kenaikan daya reaktif akan menyebabkan
tegangan turun sehingga AVR secara otomatis akan menaikkan tegangan terminal generator
begitupun sebaliknya. Namun perubahan naik turunnya tegangan tersebut menyebabkan
terjadinya osilasi sebelum mencapai kondisi steady statenya. Untuk memperkecil periode
osilasi tersebut maka AVR perlu ditambahkan dengan suatu pengendali tambahan yaitu
pengendali PID untuk mengoptimumkan kinerja AVR tersebut.
8.4 PENGENDALIAN SISTEM TENAGA LISTRIK DENGAN FATCS
FACTS merupakan perangkat kontrol elektronik terpadu yang mengontrol varibel-variabel
saluran transmisi seperti impedansi saluran, tegangan sistem dan sudut tegangan secara cepat
dan efektif. Dengan demikian FACTS juga sangat berperan untuk menjaga operasi sistem
tenaga listrik yang optimal.
Peralatan FACTS itu sendiri, terdiri atas beberapa tipe yang dapat bekerja pada keadaan
transien (transient state) atau pada keadaan mantap (steady state). Adapun jenis-jenis FACTS
antara lain :
182
Thyristor Controlled Series Capacitor (TCSC)
TCSC berfungsi untuk mengontrol parameter saluran berupa reaktansi saluran. Sehingga
dapat menjadi kompensasi kapasitif atau induktif dengan memodifikasi reaktansi saluran.
Gambar 8.22 TCSC : (a) Pasangan pada saluran, (b) Model matematis
Tingkatan nilai TCSC adalah fungsi reaktansi saluran transmisi dimana TCSC tersebut
dipasang, yaitu ;
sedangkan reaktansi TCSC, sebesar :
dengan :
X
line
: reaktansi saluran (Ohm)
X
ij
: reaktansi antara bus i dan j (Ohm)
rtsc : koefisien sudut kompensasi TCSC sebesar -0,7 (minimum) dan 0,2
(maksimum) yang merupakan batas bawah dan batas atas TCSC untuk
menghindari kompensasi yang berlebihan.
Sementara itu menurut database Siemen AG [Zimmermann, 1997], fungsi biaya peralatan
TCSC dapat dirumuskan menjadi :
dengan :
cTCSC : biaya peralatan TCSC (US$/kVAr)
q : daerah operasi peralatan TCSC (MVAr)
183
Thyristor Controlled Phase Shifting Transformer (TCPST)
TCSPT berfungsi untuk mengatur sudut tegangan antara sisi pengiriman dan sisi penerima
pada saluran transmisi. TCPST dimodelkan sebagai kompensasi seri tegangan, seperti
yang terlihat pada gambar berikut ini :
Gambar 8.23 TCSPT : (a) Pemasangan pada saluran, (b) Model matematis
Range kerja dari TCSPT antara sudut -5
0
sampai +5
0
, dimana besarnya arus yang
diinjeksikan pada bus i dan j sebesar :
dengan :
I
is
: arus yang diinjeksikan pada bus i (Ampere)
I
js
: arus yang diinjeksikan pada bus j (Ampere)
U
TCPST
: kompensasi tegangan TCPST (kV)
Z
ij
: impedansi saluran antara bus i dan bus j (Ohm)
Fungsi biaya peralatan TCPST, dirumuskan sebagai berikut :
dengan :
C
TCPST
: biaya peralatan TCPST (US$/kVAr)
d : konstanta biaya capital
P
maks
: batas daya penyaluran maksimum (MW)
184
IC : biaya instalasi TCPST (US$)
Unified Power Flow Controller (UPFC)
UPFC merupakan peralatan FACTS yang paling efektif karena dapat mengatur beberapa
variabel sistem secara terpadu yaitu impedansi saluran, tegangan terminal dan sudut
tegangan.
Gambar 8.24 UPFC : (a) Pemasangan pada saluran, (b) Model matematis
Range kerja dari TCSPT antara sudut -180
0
sampai +180
0
, dimana besarnya arus yang
diinjeksikan pada bus i dan j sebesar :
dengan :
I
is
: arus yang diinjeksikan pada bus i (Ampere)
I
js
: arus yang diinjeksikan pada bus j (Ampere)
U
UPFC
: kompensasi tegangan UPFC (kV)
Z
ij
: impedansi saluran antara bus i dan bus j (Ohm)
Fungsi biaya peralatan UPFC, dirumuskan sebagai berikut :
dengan :
C
UPFC
: biaya peralatan UPFC (US$/kVAr)
q : daerah operasi peralatan UPFC (MVAr)
185
Static Var Compensator (SVC)
Peralatan ini dapat dioperasikan pada kompensasi induktif maupun kompensasi kapasitif.
Range kerja dari SVC yaitu dari -100 MVAr sampai +100 MVAr.
Gambar 8.25 SVC : (a) Pemasangan pada saluran, (b) Model matematis
Besarnya injeksi daya reaktif pada bus i adalah sebesar ;
Q
is
= Q
SVC
(8.32)
dengan :
Q
is
: daya yang dinjeksikan pada bus I (MVAr)
Q
SVC
: daya kompensasi peralatan SVC (MVAr)
Sementara itu fungsi biaya peralatan SVC dirumuskan sebagai berikut:
CSVC = 0,0003 q
2
0,301 q + 127,38 (8.33)
dengan :
C
SVC
: biaya peralatan SVC (US$/kVAr)
q : daerah operasi peralatan UPFC (MVAr)
Pada analsis lebih lanjut, penempatan peralatan FACTS yang optimal pada sistem tenaga
listrik dapat dilakukan dengan menggunakan metode optimasi seperti Algoritma Genetika
(Genetic Algorithm).
186
BAB IX
OPTIMASI SISTEMTENAGA LISTRIK
9.1 PENDAHULUAN
Mengelola operasi pernbagian beban pembangkit dalam suatu operasi sistem tenaga listrik
merupakan hal yang sangat penting. Apalagi bilamana sistem itu terdiri dari berbagai jenis
pmbangkit, seperti Pusat Listrik tenaga air (PLTA), Pusat Tenaga Listrik Uap (PLTU) Pusat
Tenaga Listrik Diesel (PLTD), Pusat Listrik Tenaga Gas (PLTG). Pada hakekatnya jenis-jenis
pembangkit ini dapat dibagi kedalam sub sistem hidro (kelompok PLTA) dan subsistem termis
(kelompok pusat listrik tenaga termis).
Mengoperasikan suatu sistem tenaga listrik yang terdiri dari beberapa pusat pembangkit
listrik, diperlukan suatu koordinasi di dalam penjadualan pembebanan besar daya listrik yang
dibangkitkan masing-masing pusat pembangkit listrik, sehingga diperoleh biaya pembangkit
yang minimum. Sistem tenaga listrik yang terdiri dari pusat-pusat listrik tenaga air dan pusat
listrik tenaga thermal, telah diketahui bahwa biaya operasi PLTA jauh lebih kecil dari biaya
operasi pembangkit listrik tenaga thermal untuk menghasilkan daya yang sama.
Masalah pada operasi sistem tenaga listrik seperti di atas adalah dalam melayani beban
listrik yang tertentu besarnya dan dalam selang waktu tertentu. Yang menjadi permasalahan
adalah bilamana terjadi interkoneksi antar subsistem hidro dan subsistem termis. Banyak
pertanyaan yang akan dimunculkan dimana salah satunya adalah bagaimana membebani
pembangkit hidro dan pembangkit termis agar didapatkan suatu pembebanan yang optimal
atau yang dikenal dengan lebih ekonomis.
Hal ini berarti dalam pembangkitan dan penyaluran energi itu harus dilakukan secara
ekonomis dan rasional. Terdapat dua pokok permasalahan yang harus dipecahkan dalam
operasi ekonomis pembangkitan pada system tenaga listrik yaitu:
1. Pengaturan Unit Pembangkit (Unit Commitment)
Penanganan biaya operasi pembangkit tenaga listrik bisa diminimalkan dengan cara
mencari kombinasi yang tepat dari unit pembangkit yang ada. Hal ini dikenal dengan
pengaturan unit (Unit Commitment). dengan membuat skema urutan prioritas, yaitu
187
merupakan metode pengoperasian unit pembangkit berdasarkan total biaya rata-rata bahan
bakar yang paling murah.
2. Penjadwalan Ekonomis (Economic Dispatch)
Penjadwalan ekonomis (economic dispatch) adalah suatu usaha untuk menentukan besar
daya yang harus di supplai dari tiap unit generator untuk memenuhi beban tertentu dengan
tujuan meminimumkan biaya operasi pembangkitan.
Berbagai metode dikembangkan untuk memecahkan persoalan optimasi pembebanan
pembangkit. Diantaranya adalah metode Linear Programming, metode La Grange Multiplier,
metode Gradien yang dapat digabungkan dengan metode dynamic programing dan masih
banyak gabungan metode lain yang dikembangkan oleh para pakar dalam bidang kelistrikan.
Pada bahasan ini dibahas berberapa metode optimasi sebagai berikut.
9.2 OPTIMASI SISTEM TENAGA LISTRIK METODE LINEAR PROGRAMMING
Sumber daya yang tersedia untuk memenuhi kebutuhan secara optimal dan permasalahannya
membutuhkan cara yang lebih baik dalam:
- Pemecahannya
- Teknik-teknik operation research
- Model-model pemrograman optimal
- Metode-metode pemrograman optimal
Sejak revolusi industri, dunia teknologi mengalami perubahan dan perkembangan yang
sangat pesat dengan perkembangan industri, maka timbul masalah-masalah yang cukup rumit,
yang membutuhkan pemecahan yang tidak mudah. Disini para teknokrat mencari/mengadakan
studi riset operasi (operation research, model-model pemrograman optimal dalam
menyelesaikan masalah yang timbul dan kompleksitas serta spesialisasi dalam
mengalokasikan sumber daya.
Defenition Operation Research
1. Morse & Kimball dalam bukunya Method Operation Research adalah suatu metode
ilmiah yang memungkinkan para manajer mengambil keputusan mengenai kegiatan yang
mereka tangani dengan dasar kuantitatif.
2. Churghman & Arkoff, dalam bukunya Introduction Operation Research (OR) sebagai
aplikasi metode-metode, teknik-teknik dan peralatan ilmiah dalam menghadapi masalah
188
yang timbul dalam operasi perusahaan dengan tujuan ditemukannya pemecahan yang
optimum.
3. Miller & MK.Stam; Executive Decisions & Operation Research sebagai peralatan
manajemen yang menyatukan ilmu pengetahuan matematika dan logika dalam kerangka
pemecahan masalah-masalah, dipecahkan secara optimal.
Dari ke tiga defenisi dapat disimpulkan bahwa: Operation Research (OR) berkenaan dengan
pengambilan keputusan optimal, optimal dalam teknik ekonomi. Dalam pengalokasian sumber
daya dengan menggunakan model-model pemrograman optimal seperti Linear Programming
(L.P.)
9.2.1 Pemrograman Linear
Dalam pemrograman Linear dimulai dengan teknik pemrograman yang meliputi:
Metode grafik
Metode simplex
Metode dualitas
Dalam kuliah ini dititik beratkan pada:
- Metode simplex dan
- Metode dualitas
Keduanya saling berkaitan karena:
Karena pemrograman linear simplex memberikan persamaan yang lebih dari tiga
variabel sistem pembangkitan variabel.
Biaya pembangkitan tiap pembangkit
Besar daya yang dibangkitkan tiap pembangkit
Jadi ini berkaitan dengan teori umum pemrograman linear, dimana Pemrograman linear
merupakan model umum yang dapat digunakan dalam pemecahan masalah,
pengalokasian/penjadualan sumber pembangkit secara optimal.
9.2.2 Optimasi Biaya
Optimasi biaya dapat didefenisikan sebagai suatu proses menemukan kondisi yang
memberikan nilai maksimum atau minimum suatu fungsi.
189
Gambar.9.1 Optimasi Biaya
Karena maksimum suatu fungsi dapat diperoleh dengan menentukan dari negative fungsi
tersebut, sehingga optimasi dapat diartikan sebagai minimisasi. Jadi optimasi biaya sama
dengan minimisasi biaya.
Optimisasi:
1. Optimisasi multivariabel tanpa kendala (constrained)
2. Optimisasi multivariabel dengan kendala
9.2.3 Model Pemrograman Linear
Perhatikan aplikasi optimisasi pada sistem hibrid dengan load duration curve. Model
matematik perumusan masalah pengaplikasian sumber daya untuk berbagai kegiatan disebut
pemrograman linear. Dalam pemecahan masalah ada dua macam fungsi:
1. Fungsi kendala Fungsi tujuan (objective function) adalah fungsi yang menggambarkan
tujuan/sasaran di dalam permasalahan pemrograman linear dengan pengaturan secara
optimal sumber daya, untuk memperoleh keuntungan maksimal atau biaya minimal.
2. Fungsi kendala (constrained function) adalah fungsi batasan merupakan bentuk
penyajian secara matematis batasan-batasan (kendala-kendala) kapasitas yang tersedia
yang akan dialokasikan secara optimal sebagai kegiatan.
190
Untuk mempermudah pembahasan PL digunakan simbol-simbol sebagai berikut:
m = macam batasan sumber daya atau fasilitas yang tersedia.
n = macam kegiatan-kegiatan yang menggunakan sumber daya.
i = nomor setiap macam sumber atau fasilitas yang tersedia (i = 1.2.3m)
j = nomor setiap macam kegiatan yang mengunakan sumber daya fasilitas yang tersedia
; (j = 1,2,n).
Xj = kapasitas daya yang harus dibangkitkan oleh pembangkit daya (j = 1,2,n).
Aij = banyaknya sumber (eleven-elemen masukan) koefisien yang diperlukan untuk
menghasilkan setiap unit keluaran (output) kegiatan i (1= 1,2,m dan j =
1,2,,n).
Bi = banyaknya sumber yang tersedia / beban yang dialokasikan.
Cj = biaya pembangkitan (USD Cent/kWh)
Fungsi Tujuan
Fungsi Kendala
191
9.3 OPTIMASI SISTEM TENAGA LISTRIK METODE PROGRAM DINAMIS
9.3.1 Perkembangan Pemrograman Dinamis
Pada persoalan praktis aplikasi pemrograman dinamis pengambilan kondisi berbeda dalam
waktu, kondisi berbeda dalam ruang dan pada tingkat-tingkat (level) yang berbeda. Katakan,
untuk sebuah komponen, untuk sebuah system atau sebuah sub system. Persoalan yang
padanya dibuatkan keputusan secara berurutan disebut persoalan-persoalan dengan keputusan
berturutan. Karena keputusan- keputusan ini dibuat dalam sejumlah tahap, mereka
persoalannya juga dikatakan persoalan dengan keputusan bertahap banyak.
Sejalan dengan pendapat di atas menyatakan, pemrograman dinamis adalah suatu
pendekatan optimalisasi yang mengalihkan sebuah persoalan yang kompleks ke dalam
sederetan persoalan-persoalan yang lebih sederhana yang mempunyai karakteristik utama
sebagai tahapan prosedur-prosedur optimalisasi.
Selanjutnya membahas mengenai pemrograman dinamis seperti yang dipaparkan pada
paragraph- paragraph berikut ini:
Pemrograman dinamis adalah sebuah teknik matematik yang sangat sesuai untuk
optimalisasi dari persoalan- persoalan dengan keputusan bertahap banyak. Teknik ini dibuat
oleh Richard Bellman pada awal tahun 1950-an.
Teknik pemrograman dinamis bila diterapkan, memperlihatkan atau menguraikan sebuah
persoalan keputusan tahap banyak sebagai sebuah deretan dari persoalan- persoalan dengan
penyelesaian bertahap tunggal. Jadi sebuah persoalan dengan N-variabel digambarkan sebagai
sebuah deretan dari N buah persoalan tunggal yang diselesaikan secara berturut-turut.
Pada kebanyakan persoalan, N buah sub-persoalan ini lebih mudah diselesaikan dari
program asalnya. Penguraian menjadi N buah sub-persoalan adalah dengan tujuan untuk
mendapatkan penyelesaian optimal suatu persoalan asal menggunakan penyelesaian secara
optimal dari sub-sub persoalan.
Adalah penting untuk dicatat bahwa hanya satu teknik optimalisasi tertentu yang
digunakan untuk optimasi persoalan-tunggal tidak selamanya relevan. Boleh jadi
pemecahannya bervariasi dari proses berturutan sederhana sampai kalkulus diferensial atau
sebuah teknik pemrograman non linear.
Persoalan dengan keputusan tahap banyak dapat juga diselesaikan dengan aplikasi
langsung dari optimalisasi klasik. Akan tetapi, hal ini membutuhkan jumlah variabel yang
192
kecil, fungsi-fungsi yang terlibat menjadi kontiniu dan dapat diturunkan (differentiable) secara
kontiniu dan titik-titik optimum tidak berada pada titik batas (boundary).
Lebih jauh, persoalan harus relatif sederhana sehingga set dari persamaan-persamaan
resultant dapat diselesaikan apakah secara analisis atau numerik. Teknik-teknik pemrograman
non linear dapat digunakan untuk menyelesaikan secara lebih mudah persoalan- persoalan
dengan keputusan bertahap yang ruwet (complicated). Tetapi aplikasi-aplikasi membutuhkan
variabel-variabel yang kontiniu dan sebuah pengetahuan awal mengenai daerah maksimum dan
minimum global. Pada keseluruhan kasus ini, pemakaian dari variabel-variabel stochastic
membuat persoalan menjadi sangat kompleks dan bertele-tele. Persoalan ini tidak dapat
diselesaikan kecuali dengan menggunakan beberapa pendekatan seperti optimisasi bersyarat
kesempatan (change constained optimization).
Pemrograman Dinamis, pada sisi lain dapat berkesesuaian dengan variabel-variabel diskrit,
tidak cembung (non convex) dan fungsi-fungsi yang tidak dapat diturunkan (non
differentiable). Secara umum, pemrograman ini dapat memasuki sejumlah variabel stokastik
dengan modifikasi sederhana dari prosedur deterministic. Pemrograman dinamis menderita
(mengalami) kekurangan dari apa yang disebut sebuah major drawback, dikenal dengan curse
of dimensionality. Akan tetapi, karena kekurangan ini dia cocok untuk penyelesaian yang
mempunyai wilayah luas dari persoalan-persoalan rumit (complex) pada beberapa hal
pembuatan keputusan.
Beberapa penyelesaian pemrograman dinamis memakai metode graf maupun digraf. Graf
adalah himpunan berhingga titik-titik V yang diszebut Vertex dan garis-garis penghubungnya
E yang disebut rusuk. Sementara digraf adalah suatu graf yang setiap rusuknya mempunyai
arah dari titik awal (i) ke titik akhir (j).
Sementara Wood (1984), menyatakan bahwa pemrograman dinamis mempunyai
keunggulan melalui bentuk skema barisan, yang mana akan memperkecil dimensi dari
persoalan-persoalan. Juga dikatakan oleh Wood, andaikan terdapat empat unit dari system
pembangkitan akan memungkinkan terjadi: 2
4
- 1 - 15, kombinasi dari system pembangkitan
tersebut. Dalam pemakaian pemrograman dinamis pada pembangkitan, terdapat kemungkinan
subyektif untuk menentukan prioritas mana yang akan diambil sebagai urutan-urutan
penyalaan pembangkit.
193
9.3.2 Penyelesaian Penjadualan Pembangkitan dengan Pemrograman Dinamis.
Terdapat komitmen yang berlaku untuk penjadualan pembangkitan, yaitu:
Tidak ada biaya pembangkitan yang nol
Karakteristik input-output linear mulai dari beban nol sampai dengan beban penuh
Tidak ada pembatasan lain
Biaya awal (pemanasan) dianggap konstan.
Selain itu, dalam penyelesaian menggunakan pemrograman dinamis berikut terdapat
asumsi-asumsi:
Adanya sebuah keadaan, di mana system terdiri dari deretan (matrix) unit pembangkit
dengan karakteristik khusus sedang beroperasi dan lainnya berada di luar system
tersebut dan siap masuk ke dalam system.
Biaya pembangkitan awal (pemanas) dari tiap unit adalah tidak terikat waktu dan dia
tidak masuk dalam kurva input-output terpakai.
Tidak terdapat biaya dalam memutuskan pembangkit keluar dari system.
Terdapat instruksi yang ketat mengenai prioritas dan pada setiap interval sejumlah
kapasitas minimum yang harus dioperasikan.
9.3.3 Pendekatan Pemrograman Dinamis Mundur ke belakang (backward).
Awal dari pendekatan pemrograman dinamis adalah dengan menggunakan pendekatan
mundur ke belakang (backward) dalam waktu, yang mana penyelesaian mulai dari interval
terakhir dan berjalan mundur menuju titik awal. Terdapat penentuan sebanyak M interval pada
periode ini. Persamaan pemrograman dinamis untuk penghitungan biaya bahan bakar total
yang minimum dalam sebuah rentang waktu, diberikan oleh persamaan berikut:
dimana:
F
cost
( K,I) = biaya bahan bakar total minimum dari keadaan I dimana dalam
interval K sampai akhir dari interval M
P
cost
( K,I) = biaya pembangkitan minimum dalam penyuplaian beban selama
interval K pada keadaan I
194
S
cost
(I,K: J, K +1 ) = kenaikan (incremental) biaya pemanasan dari keadaan I pada
interval ke K sampai keadaan J di dalam interval ke (K+1).
(J) = set dari keadaan keadaan yang mungkin di dalam interval K+1.
Biaya produksi P
cost
(K+1)diperoleh melalui pembebanan ekonomis unit-unit
terpasang pada keadaan I.
Sebuah jalur (path) adalah sebuah penjadualan dimulai dari sebuah keadaan pada interval
ke akhir interval M.
Sebuah kalor optimal (optimal path) adalah sebuah jalur biaya yang mana total biaya
beban adalah minimum.
Persamaan (9.3) memperlihatkan dengan memberikan jalur jalur optimal mulai dari
semua keadaan individual di dalam interval ke (K+1), jalur optimal mulai dari tiap keadaan di
dalam interval ke K dapat diperoleh. Ini adalah sebuah keuntungan dari metode pemrograman
dinamis. Prosedur untuk menentukan penjadualan optimal dan biaya bahan bakar total
minimum diperlihatkan oleh flowchart pada gambar 9.2.
9.3.4 Pendekatan Pemrograman Dinamis dengan Langkah Maju
Pendekatan langkah mundur yang dibahas sebelumnya, tidak mengatasi banyak situasi
praktis, misalnya: bila biaya pemanasan awal tidak merupakan fungsi dari waktu dan berada di
luar system (off line). Pada pendekatan langkah maju mungkin lebih cocok untuk dipakai bila
keadaan praktis diperhatikan, seperti keadaan sebelum penjadualan dapat diperhitungkan pada
setiap keadaan (stage). Hal ini dapat dilihat pada flowchart pada gambar 9.2
195
Gambar 9.2 Flowchart Penyelesaian Metode Pemrograman Dinamis dengan Metode
Langkah Mundur
196
Gambar 9.3 Flowchart Penyelesaian Metode Pemrograman Dinamis dengan Metode
Langkah Maju
197
Hal tersebut, termasuk hal-hal lain, menjadi alasan praktis lain untuk memilih metode
langkah maju. Algoritma rekursi yang dipakai untuk menghitung biaya minimum dalam jam K
pada kombinasi I adalah:
dimana:
F
cost
(K , I) = biaya total terkecil untuk mencapai keadaan (K,I)
P
cost
(K,I) = biaya produksi untuk keadaan (K,I)
S
cost
(K : 1, L : K,1) = biaya transisi dari keadaan (K-1,L) ke keadaan (K,1) dimana
keadaan (K,I) adalah kombinasi ke I dalam jam
Dalam pendekatan Pemrograman Dinamis Langkah Maju, didefenisikan sebuah strategi
mengenai transisi atau jalur, dari satu keadaan pada jam yang diberikan ke keadaan lain pada
jam berikut.
Tercatat di sini ada dua variabel baru : X dan N seperti yang diperlihatkan pada gambar 9. 2.
X = banyaknya keadaan untuk meninjau tiap periode
N = banyaknya strategi atau jalur untuk menyelamatkan pada tiap langkah.
Variabel-variabel ini mengendalikan usaha perhitungan (lihat gambar 3). Untuk
penderetan secara lengkap, nilai maximum dari X atau N adalah 2
n
- 1.
Sebagai contoh, dengan penjadualan ketat dari daftar yang diinstruksikan, batas dari X
adalah n, sebesar banyaknya unit pembangkit. Mengurangi jumlah n berarti membuang jadual
dengan biaya tertinggi pada tiap-tiap interval waktu dan hanya menggunakan jalur atau
strategi N terendah. Tidak ada jaminan bahwa jadual teoritis akan diperoleh dengan
mengurangi jumlah dari strategi dan rentang penyelidikan (nilai X): hanya pengharapan
dengan sebuah program khusus akan mengindifikasikan potensial sehubungan dengan
pembatasan nilai X dan N di bawah batas atas mereka.
198
Gambar 9.4. Jalur-jalur Pembatas pada Algoritma PD dengan N=3 dan X=5
Gambar 9.5. (a) Kurva Biaya Penaikan Step Tunggal
(b) Kurva Biaya Penaikan Step Berganda
199
Contoh Soal 9.1 :
Pada contoh ini, tentang penyelidikan lengkap akan digunakan dan tiga kasus akan
dipelajari. Pertama adalah sebuah penjualan list-prioritas, kedua menggunakan contoh yang
sama dengan deretan yang lengkap. Masing-masing dari ke dua kasus pertama tersebut
mengabaikan biaya start pemanasan sebagaimana juga waktu minimum pelepasan dan
penggabungan. Kasus ke tiga memasukkan biaya pemanasan awal begitu pula waktu
penggabungan dan pelepasan pembangkit. Empat unit pembangkit disetujui untuk melayani
sebuah pola pembebanan 8 jam. Data dari unit-unit dan pola pembebanan terlihat pada tabel
9.1 berikut.
Tabel 9.1. Karakteristik Unit, Pola Beban dan Status Awal untuk kasus pada contoh 9.1
Unit Max
(MW)
(MW)
(MW)
Incremental
Heat rate
(Btu/kWh)
No-
load*
Cost
(R/h)
Full load
Ave cost
(R/mWh)
Minimum
Times (h)
Initialcon-
Ditions
Hours off-
line (-) or
on-line (+)
Up Dow
n
1 80 25 10,440 213,00 2354 4 2 -5
2 250 60 9,000 585,62 20,30 5 3 8
3 300 75 8,730 684,74 19,74 5 4 8
4 60 20 11,900 252,00 28,00 1 1 -6
Dalam usaha untuk membuat perhitungan yang dikehendaki lebih efisien, sebuah model
dari karakteristik unit digunakan. Pada aplikasi praktis, dua atau tiga bagian kurva penaikan
200
bertahap dapat digunakan, seperti terlihat pada gambar 9.5. Untuk contoh yang diberikan,
hanya satu step tunggal antara titik-titik daya minimum dan maksimum yang digunakan. Untuk
contoh ini, biaya pemanasan awal untuk dua kasus pertama diambil sebagai biaya start dingin.
Prioritas yang diperintahkan adalah: unit 3, unit 2, unit 1, unit 4. Untuk dua kasus
pertama waktu minimumgabung dan lepas diambil 1 jam untuk tiap-tiap unit.
Pada ke tiga kasus dipakai patokan kapasitas yang diintruksikan terhadap setiap unit. Ini
terlihat pada tabel 2, di mana kombinasi unit atau keadaan-keadaan diinstruksikan sebagai
maksimum kapasitas bersih dari tiap kombinasi.
Tabel 9.2. Kapasitas Yang Ditetapkan Untuk Tiap Unit
Catatan :
1 = unit beroperasi; 0 = unit tidak beroperasi
Kasus 1.
Pada Kasus 1 unit- unit beroperasi sesuai perintah prioritas. Yang artnya, unit-unit
beroperasi beroperasi sampai beban terpenuhi. Biaya total dari interval adalah jumlah dari
delapan biaya pembebanan ditambah dengan biaya transisi untuk starting tiap unit-unit.
Dalam kasus awal, sebuah pembebanan maksimum sebanyak 24 harus ditentukan. Untuk
kasus 1 keadaan-keadaan yang diperhatikan terdiri dari:
201
Jadi terlihat di sini, prioritas untuk:
keadaan 5 = unit 3; keadaan 12 = unit 3+2; keadaan 14 = unit 3 +2 +1 dan
keadaan 15 = unit 3 + 2 +1 +4.
Untuk 4 jam pertama hanya tiga keadaan terakhir yang diharapkan, perhitungan-
perhitungan contoh menggambarkan keteknikan. Seluruh komitmen yang mungkin mulai pada
keadaan 12 karena ini diberikan sebagai kondisi awal. Untuk jam ke-1 biaya minimum adalah
keadaan 12 dan seterusnya. Hasil-hasil untuk prioritas yang dikehendaki adalah sebagai
berikut:
Catatan : keadaan 13 tidak tercapai di dalam instruksi prioritas.
Contoh perhitungan untuk kasus 1.
Keadaan yang diperbolehkan adalah:
{} = {0010,0110,1110,1111} = {5,12,14,15}
Pada jam 0{L} ={12}, kondisi awal
202
J=1; jam pertama
K
15
J = 2; jam ke dua
Keadaan yang adalah: { 12,14,15} = {K}
Jadi X = 3
Anggap dua strategi diberlakukan pada tiap-tiap tahap, sehingga:
N = 2 dan
{L} = {12,14}
Kasus 2.
Pada Kasus 2 deretan lengkap dicoba dengan batas 24 -1 = 15, pembebanan tiap tiap 8
jam. Sedemikian sehingga terjadi kemungkinan maksimum terbesar : 15
8
= 2,56* 10
9
Untungnya, sebagian besar darinya tidak layak, karena mereka tidak dapat mensuplai
kapasitas yang cukup dan dapat dibuang dengan sedikit pertolongan analisis.
203
Gambar 9.6 memperlihatkan proses perhitungan untuk 4 jam pertama bagi kasus 2 pada
penggambaran tersebut, lingkaran-lingkaran menunjukkan keadaan tiap jam. Angka-angka di
dalam lingkaran adalah penunjuk. Dengan demikian, mereka menunjukkan nomor keadaan
pada jam sebelumnya yang menyediakan jalur pada keadaan khusus dalam jang sedang
berjalan. Sebagai contoh, pada jam ke 2, biaya minimum untuk keadaan 12,13,14 dan 15
semua hasilnya diperoleh dari transisi dari keadaan di dalam jam ke 1.
Biaya-biaya yang ditunjukkan pada titik hubung adalah biaya-biaya pemanasan. Pada tiap
keadaan, gambar-gambar yang terlihat adalah biaya per jam/total cost.
Gambar 9.6 Penggambaran kasus 1 dan 2 (4 jam pertama)
Sementara gambar 9.7 memperlihatkan penyelesaian lengkap untuk kasus 1 dan 2
204
Gambar 9.7 Penyelesaian lengkap untuk kasus 1 dan 2
Pada kasus 2 komitmen optimal yang tepat diperoleh. Hal itu adalah, lebih kecil
pengeluaran untuk menyalakan unit dengan kapasitas yang kurang efisien, nomor 4, untuk jam
ke 3 dibandingkan dengan men-start unit 1 yang lebih efisien untuk periode tersebut. Pada jam
ke 3 perbedaan total biaya adalah R 165 atau R 0,104 /MWh. Ini bukan jumlah yang tidak
signifikan bila dibandingkan dengan biaya bahan bakar per MWh untuk rata-rata unit thermal
dengan heat rate netto 10.000Btu/kWh dan sebuah pembiayaan R 2,00 Mbtu. Penghematan
sebesar R 165 setiap 3 jam adalah sama dengan R 481.000 per tahun.
Total 8 jam pembangkitan untuk kasus 2 dan 2 terlihat pada gambar 6 di atas. Pengabaian
penetapan penyalaan dan pemutusan pada kasus-kasus ini mengizinkan untuk melepaskan
semua unit kecuali unit 3 pada jam ke 6 dan ke 7. Perbedaan satu-satunya pada dua perjalanan
pembangkitan terjadi pada jam ke 3 sebagaimana yang telah dibahas pada paragraph
sebelumnya.
205
Kasus 3.
Pada Kasus 3. ini data asli dari unit-unit dipakai, yang mana waktu-waktu penyalaan dan
pemutusan ikut diteliti. Algoritma pemrograman dinamis dengan langkah maju diulangi untuk
periode 8 jam yang sama. Penderetan lengkap digunakan. Dengan demikian, batas atas dari X
yang terlihat pada flowchart adalah 15, tiga nilai berbeda untuk N, jumlah strategi dikenakan
pada tiap tahap, diambil pada 4,8,10. Perjalanan (trajectory) pembangkitan yang sama terlihat
pada gambar 7. Akan tetapi, bila hanya empat strategi dipakai, prosedur akan gagal (dengan kata
lain gagal untuk mendapatkan jalur yang mungkin ) dalam jam ke 8, sebab strategi
dengan biaya terendah pada jam ke 7 telah melepaskan unit-unit yang tidak dapat di-start
ulang pada jam ke 8 disebabkan karena aturan pelepasan minimum yang berlaku.
Penanggulangan praktis untuk ketidak-efisienan ini dalam metode yang terlihat pada
flowchart gambar 2 (dengan langkah maju) adalah kembali ke periode sebelumnya yaitu pada
jam-jam dengan beban rendah dan kadang-kadang mengambil lebih (walaupun dengan biaya
yang lebih banyak) banyak strategi. Ini berarti pembebasan untuk mengambil sejumlah strategi
pada tiap-tiap tahap.
Alternatif lain adalah, tentu saja metode yang digunakan adalah menjalankan semua
periode dengan lebih banyak strategi yang dikenakan
Gambar 9.8 Hasil Kasus 3
206
Selanjutnya kesimpulan yang diperoleh untuk kasus 1-3 diperlihatkan pada tabel berikut
yang mana tabel tersebut memperlihatkan pemakaian metode pemrograman dinamis untuk tiga
buah kasus dan juga memasukkan penyelesaian praktek pada metode ini.
Tabel 9.3. Kesimpulan dari kasus 1-3
9.4 OPTIMASI SISTEM TENAGA LISTRIK METODE MERIT ORDER
Djiteng (1990) mengatakan bahwa yang dimaksud dengan pembebanan merit order ( merit
loading ) adalah pembebanan yang dilakukan berdasarkan urutan dari unit pembangkit yang
mempunyai biaya pembangkit termurah disusul dengan unit yang mempunyai biaya
pembangkit lebih mahal. Selanjutnya Djiteng menguraikan hirarki biaya pembangkit dimulai
dari yang termurah sampai dengan yang lebih mahal. Dimulai dengan PLTA yang hanya
tergantungn pada adanya air. Namun salah satu kekurangan dari PLTA adalah masalah
kavitasi, sehingga pembebanan harus memperhitungkan secara cermat ketersediaan air
apalagi bila musim kemarau telah tiba. Oleh sebab itu disarankan untuk membebani PLTA
dengan beban minimum (pada saat air surut maksimal) selanjutnya pembebanan yang
disarankan berada pada range 30% - 90 % beban nominal.
207
Gambar 9.9 Grafik pemakaian air sebagai fungsi beban dari unit PLTA
Urutan kedua ditempati oleh PLTU batubara kemudian PLTU memakai bahan bakar
minyak residu yang mempunyai sistem pemanasan kembali (reheat sistem) dan disusul dengan
PLTU memakai bahan bakar residu minyak yang tidak memakai sistem reheat. Dalam praktek
unit PLTU kebanyakan tidak mungkin diberhentikan selama satu atau dua jam untuk
kemudian dioperasikan kembali dengan kondisi api ketel uap mati sama sekali. Hal ini akan
menggeser grafik biaya bahan bakar/jam sebagai fungsi beban.
Tentu saja merit loading ini berubah apabila struktur harga bahan bakar berubah misalnya
apabila ada PLTG yang karena sesuatu fleksibiltas penempatannya dapat menggunakan gas
alam yang murah maka kedudukan PLTG ini dapat menukar kedudukan PLTU bahan bakar
minyak non reheat dalam merit loading.
Berikut diberikan contoh pemakaian merit loading untuk PLTA, PLTU, PLTD dan PLTG
(Djiteng, 1990):
208
Gambar 9.10 Biaya bahan bakar per jam sebagai fungsi beban sistem
Catatan :
1. PLTA minimum 500 MW
2. PLTU batubara 800 MW Rp24 Juta/jam
3. PLTU minyak residu denga reheat : 400 MW, Rp 24 Juta/jam
4. PLTU minyak residu tanpa reheat : 200 MW, Rp 14 Juta/jam
5. PLTG minyak HSD : 300 MW, Rp 36 Juta/jam
Gambar disusun atas dasar asumsi unit-unit pembangkit yang tersedia untuk operasi
mempunyai data sebagai berikut :
a. PLTA minimum harus berbeban 500 MW, hal ini disyaratkan untuk keperluan irigasi
dan untuk mengatasi masalah kavitasi
b. Titik A pada gambar didapat berdasar a tersebut diatas
c. PLTU dengan batubara mempunyai kemampuan 800 MW, ini dipakai untuk
menentukan letak titik B, yang jaraknya dari titik A = 800 MW
209
d. PLTU yang menggunakan bahan bakar minyak residu dan menggunakan reheat sistem
mempunyai kemampuan 400 MW, sehingga titik B
1
ke titik C
1
= 400 MW.
e. PLTU yang menggunakan bahan bakar minyak residu tetapi tidak menggunakan reheat
sistem mempunyai kemampuan 200 MW sehingga arah titik C
1
ke titik D
1
= 200 MW
f. PLTG yang menggunakan HSD mempunyai kemampuan 300 MW sehingga arah titik
D
1
ke titik E
1
= 300 MW
Tabel 9.4
t1
(jam)
Beban (MW)
F (FT)
(Rp. 10
6
/jam)
dF(PT) / dPT
(Rp/kWH)
00
01
02
03
04
05
06
07
08
09
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
1400
1380
1350
1380
1420
1600
1500
1100
2500
1700
1800
1750
1600
1700
1750
1700
1650
1500
1850
2100
2000
1900
1800
1600
1500
32
30
28
30
33
43
36
18
36
49
56
53
43
49
53
49
45
36
62
88
75
63
56
43
36
60
60
60
60
60
60
60
30
60
60
70
70
60
60
70
60
60
60
70
120
120
70
70
60
60
210
Dari penyusuan tabel 9.4, tampak bahwa nilai dF(PT) / dPT dipengaruhi oleh dua faktor yaitu
1. Besarnya beban yang harus dilayani oleh sistem seperti digambarkan oleh gambar 9.11.
2. Unit pembangkit yang tersedia yang akan menetukan kurva biaya bahan bakar seperti
gambar 9.10.
Berdasarkan uraian pada butir a dan b di atas maka titik A letaknya pada sumbu MW karena
biaya bahan bakar PLTA = 0.
Titik B dicari dengan perhitungan sebagai berikut :
PLTU yang menggunakan batubara dan berbeban 800 MW berdasar angka pada butir 2 akan
menghabiskan biaya : 800 x 1 x 1000 x 30 = Rp.24 juta/jam.
Titik B terletak pada posisi beban 500 MW (beban PLTA yang minimum) + 800 MW = 1300
MW.
Biaya bahan bakar PLTA ( = 0) + 24 juta/jam = Rp.24 juta/jam
Dengan cara serupa maka akan didapatkan titik C, D, dan E
Gambar 9.10 Beban dan dF(PT) / dPT sebagai fungsi waktu
211
9.5 OPTIMASI SISTEM TENAGA LISTRIK METODE GRADIEN ORDE DUA
Methode gradient orde dua merupakan salah satu methode yang dikembangkan untuk
memeperoleh penjadualan pembebanan pembangkit yang ekonomis. Methode gradient orde
dua merupakan pengembangan deret Taylor dari fungsi obyektif pembangkit. Pengembangan
fungsi tersebut sebagai berikut:
Turunan ke dua dari persamaan biaya (Fuel cost) dari setiap unit pembangkitan dalam
kondisi normal, hanya tergantung pada daya output dari tiap pembangkit:
untuk I = j juga pembatasan daya output dari masing-masing unit pembangkit harus sama
dengan total permintaan (demand) beban sehingga peningkatan pembebanan tidak merubah
frekuensi dari sistem yang persamaannya sebagai berikut:
persamaan (9.7) disubsitusikan ke dalam persamaan (9.4) menjadi:
Perubahan biaya operasional total AF
T
dapat dilakukan perhitungan dengan methode
kalkulus biasa, bila nilai tersebut merupakan fungsi dari perubahan tersendiri dari N 1 dalam
level output AP
i
. Tidak ada pembatasan kondisis yang lain, selain batas-batas daya output
pembangkit. Biaya operasional optimum diperoleh pada saat turunan parsial dari AF
T
sama
dengan nol, dengan memperhatikan variable bebas AP
i
. Hal tersebut berarti bahwa turunan-
212
turunan parsial , harus bernilai nol untuk semua 1, 1 = 0, turunan-turunan ini dihasilkan
dalam sebuah kumpulan persamaan simultan, sebagai berikut:
maka persamaan simultan N-1, dapat dituliskan dalam bentuk matrix sebagai berikut:
dari persamaan di atas akan diperoleh daya baru (Pbaru n) yang perhitungannya :
213
Tahapan tahapan perhitungan penjadualan pembangkit hidro thermal dengan methode
gradien orde dua, kita perlu memperhatikan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Menentukan kondisi awal, yaitu mengalokasikan daya beban total P
R
berdasarkan
kapasitas pembangkit
2. Menghitung nilai F
i
dan F
i
sesuai dengan nilai-nilai pada kondisis awal.
3. Menentukan variabel acuan Px (pembangkit x)
4. Menyusun matrix berdasarkan persamaan (9.12) sesuai dengan nilai yang diperoleh
pada langkah 1 sampai 3
5. Menginvers matrix pada langkah 4 untuk memperoleh AP
i
dari setiap unit
6. Menjumlahkan AP
i
dengan nilai pada kondisis awal
7. Menginput nilai P
i
yang baru ke persamaan daya pembangkitan
Data yang diperlukan pada optimasi sistem tenaga listrik adalah:
Data kapasitas pembangkit yang akan dioptimalkan
Data input output pembangkit yang akan dioptimalkan
Data beban sistem.
Data kapasitas pembangkit dan beban sistem tenaga listrik jelas. Data input output
pembangkit yang akan dioptimasikan:
Data input output pembangkit
Persamaan input output pembangkit perunit
Persamaan biaya bahan bakar, perlu diperhatikan harga bahan bakar yang
digunakan oleh masing-masing pembangkit.
Persamaan incremental fuel cost (IFC).
Persamaan ekivalen input output biaya bahan bakar pembangkit.
Persamaan ekivalen incremental fuel cost pembangkit.
214
9.6 OPTIMASI SISTEM TENAGA LISTRIK METODE FUZZY LOGIC
9.6.1 Pendahuluan
Ditinjau dari segi prakteknya, kebanyakan teori fuzzy dipusatkan pada fuzzy system ,
khususnya fuzzy control. Kerena sensitivitasnya terhadap teknologi baru, diera 1980-an para
insinyur jepang [dimulai oleh Sugeno : control instalasi pemurnian air dari Fuji Electric dan
diikuti oleh, Yasunobu dan Myamoto dari Hitachi : pembangunan fuzzy control system untuk
Sandai subway dan lain lain] telah menemukan bahwa, dalam beberapa hal fuzzy controller
lebih mudah dirancang dan bekerja lebih baik dari pada convensional controller. Kondisi
tersebut berkaitan dengan control fuzzy tidak membutuhkan model matematika dalam
representasi suatu proses dan dapat diterapkan pada beberapa sistem dimana teori
konvensional tidak dapat dipakai karena kekurangan/ketidak tersediaan model matematika
atau model matematika yang tersedia terlampau sulit dipecahkan, terlalu kompleks untuk
dipelajari secara cepat atau melibatkan terlalu banyak memori dalam komputasi atau sistem
kontrol. Bebarapa alasan lain dari penggunaan fuzzy logic selanjutnya dijabarkan sebagai
berikut
1. Dalam proses yang melibatkan ketertarikan manusia (pemikiran deskriptif dan intuisi
manusia).
2. Ketika ada seorang yang telah berpengalaman yang dapat menjabarkan aturan perilaku
sistem. Intuisi boleh diadopsi jika ada operator berpengalaman yang menangani masalah
dengan sukses.
3. Dalam proses yang mempertimbangkan fenomena kontinyu yang tidak dengan mudah
dijadikan diskrit.
4. Ketika tingkat derau tinggi atau menjadi lebih penting untuk menggunakan sensor yang
tidak mahal.
5. Formula fuzzy dapat membantu pencapaian berbagai kemudahan, kekokohan, solusi yang
6. lebih optimal dan kesederhanaan.
7. Sangat mudah dihibridkan dengan teknologi lain, misalnya GA, NN, AIS, control optimal
dsb.
Seiring dengan waktu, penerapan fuzzy control merambat dari peralatan rumah tangga
(mesin cuci, AC dsb.) hingga industry (otomotif, kesehatan dsb.) termasuk bidang sistem
tenaga listrik, diantaranya adalah kontrol perluasan batas kestabilan (PSS) , control frekwensi
215
(LFC) dan penjadwalan pembangkit operasi pembangkit (commitment unit). Jika bukan
sebagai pengganti control sistem yang telah ada paling tidak fuzzy control dapat dijadikan
alternative.
Meskipun dapat diterapkan dalam banyak bidang, penulisan makalah ini akan
dipusatkan pada penerapan control fuzzy pada penjadwalan operasi pembangkit (commitment
unit). Bahasan akan dimulai dengan teori singkat yang berkaitan dengan beberapa hal penting
dalam commitment unit dan teori singkat fuzzy logic, kemudian membahas bagaimana
pendekatan pendekatan fuzzy logic dalam penjadwalan operasi pembangkit.
9.6.2 Konsep Fuzzy Logic
9.6.2.1 Himpunan Fuzzy
Pada himpunan klasik dengan logika Boolean, jawaban apakah suatu elemen adalah anggota
atau bukan anggota sebuah himpunan bagian, dinyatakan dengan nilai 1 atau 0, seperti hitam
atau putih dan tidak memiliki jawaban abu abu (samar samar). Suatu pernyataan yang
menggunakan logika Boolean dinamakan Crisp.
Pada fuzzy logic, keanggotaan sebuah elemen dalam suatu himpunan dinyatakan dengan
level kesamarannya (fuzziness) dalam variable linguistic dan menggunakan level level
keanggotaan terletak diantara nilai 0 sampai 1. Disini, niali 0,5 diterima akan tetapi dengan level
keanggotaan abu abu. Angka 0,9 menunjukkan bahwa elemen tersebut benar sebagai
anggota dan angka 0,3 menunjukkan besar kemungkinan elemen tersebut bukan anggota.
Untuk jelasnya, himpunan fuzzy dan bagian bagianya diperlihatkan seperti pada gambar
9.11.
Gambar 9.11. Himpunan fuzzy dan bagian - bagiannya
216
9.6.2.2 Variabel Linguistik
Sistem dengan pendekatan fuzzy logic merupakan sistem yang menirukan cara kerja manusia
dalam melakukan proses pengambilan keputusan melalui ungkapan ungkapan kualitatif dari
apa yang di-inderanya. Contoh, Seorang operator yang sedang mengatur suatu proses secara
manual akan menggunakan ungkapan ungkapan seperti sangat besar, sedang, mendekati
maksimum, sekitar set-point dan sebagainya.
Dalam fuzzy logic, variable linguistic dapat dinyatakan dengan ungkapan linguistic VL
(Verry Low), L (Low), BAV (Below Average), AV (Average), AAV (Above Average), H
(High), VH (Verry High), Z (Zero), M (Medium), B (Big) dan VB (Very Big) untuk variable
masukkan dan keluaran.
9.6.2.3 Fungsi Keanggotaan
Nilai nilai linguistik pada fuzzy logic dipetakan kedalam suatu interval [0,1] yang disebut
nilai keanggotaan sedangkan fungsi keanggotaan merupakan grafik yang menunjukkan
hubungan pemetaan antara nilai linguistik dan nilai keanggotaanya. Banyaknya nilai
linguistik yang akan digunakan dalam membentuk fungsi keanggotaan pada fuzzy logic yaitu
tiga hingga tujuh buah nilai linguistik untuk setiap variable linguistiknya atau menggunakan
nilai linguistik yang berjumlah ganjil.
Fungsi keanggotaan dapat berbentuk fungsi segitiga, fungsi eksponen, trapezium, phi atau
fungsi S. Untuk pembahasan selanjutnya dipilih segitiga dengan ekspresi matematis dan
gambar seperti yang diperlihatkan dibawah ini.
Gambar 9.12 Fungsi keanggotaan segitiga
217
9.6.2.4 Fuzzifies (Fuzzifikasi)
Fuzzifikasi merupakan proses pemetaan masukkan dari domain crisp ke domain fuzzy untuk
menghasilkan suatu set nilai keanggotaan untuk semua fungsi keanggotaan yang ada.
Fuzzifikasi merupakan proses awal untuk mengubah masukkan yang berupa crisp menjadi
himpunan fuzzy sebagaimana contoh yang diperlihatkan diperlihatkan pada gambar 9.13. Dari
gambar nampak bahwa harga crisp 0,5 memiliki dua derajat keanggotaan yaitu
Z
(x) = 0,4 dan
N
(x) = 0,6.
Gambar 9.13 Proses Fuzzifikasi nilai crisp x = 0,5
9.6.2.5 Basis Pengetahuan
Basis pengetahuan dalam fuzzy logic adalah bagian yang berisi basis data dan basis aturan.
Basis data berfungsi mengatur kerja dan proses fuzzifikasi sehingga pembentukkan basis data
meliputih penentuan ruang semesta dan penentuan banyaknya nilai linguistik untuk
membentuk fungsi keanggotaan. Banyak cara yang dapat dilakukan untuk membentuk fungsi
keanggotaan diantaranya adalah intuisi, inferensi, rank ordering, angular fuzzy set, NN, GA
dan soft partitioning.
Basis aturan berfungsi mengatur proses inferensi yang menghubungkan antara masukkan
an keluaran. Basis aturan harus mencakup seluruh kombinasi masukkan yang ada kecuali
menggambarkan kondisi yang tidak mungkin terjadi atau sudah termuat pada aturan lainnya.
Dalam pendekatan fuzzy logic, keputusan dibuat dengan pembentukkan sederet aturan yang
menghubungkan variable masukkan ke-keluaran dengan pernyataan Jika Maka.
Contoh basis aturan dengan pernyataan kondisional yang terdiri dari tiga masukkan (x) dengan
satu keluaran (y) adalah sebagai berikut :
218
Jika x
1
adalah A
1
dan x
2
adalah B
1
dan x
3
adalah C
1
maka y adalah D
1
Jika x
1
adalah A
2
dan x
2
adalah B
2
dan x
3
adalah C
2
maka y adalah D
2
Jika x
1
adalah A
3
dan x
2
adalah B
3
dan x
3
adalah C
3
maka y adalah D
3
9.6.2.6 Proses Inferensi
Proses inferensi adalah proses transformasi dari suatu masukkan dalam domain fuzzy ke
keluaran juga yang masih dalam domain fuzzy, dengan menggunakan basis pengetahuan.
Dalam proses ini terdapat dua metode yang paling umum digunakan, yaitu penalanaran
MAKS MIN dan MAKS DOT. Penalaran MAKS MIN menggunakan aturan minimum
Mamdani sedangkan penalaran MAKS DOT menggunakan aturan hasil kali Larsen.
Proses inferensi dengan penalaran MAKS MIN untuk kondisi dua masukkan dan satu
keluaran dihubungkan dengan basis aturan AND yang dituliskan dalam ekspresi matematis
(9.15) dan grafis seperti gambar 9.14.
Gambar 9.14. Proses inferensi dengan penalaran MAKS
Untuk kondisi yang sama dengan diatas, penalaran MAKS DOT memberikan :
219
Perbedaan antara MAKS DOT dengan MAKS MIN adalah MAKS DOT memperkalian
semua nilai keanggotaan C1 dengan 1 dan C2 dengan 2. Proses penalaran MAKS DOT
diperlihatkan pada gambar dibawah ini.
Gambar 9.15. Proses inferensi dengan penalaran MAKS
9.6.2.7 Defuzzifikasi
Proses defuzzifikasi merupakan kebalikan dari proses fuzzifikasi, yaitu mentransformasikan
suatu nilai domain fuzzy yang merupakan hasil inferensi ke suatu nilai crisp. Terdapat paling
tidak ada tujuh metode yang dapat digunakan dan dua metode yang paling populer adalah :
1. Metode centroid (Center of Area).
Metode ini disebut juga metode pusat grafitasi dan merupakan metode yang paling banyak
digunakan. Secara matematis, metode ini dinyatakan sebagai :
Dimana :
Z* = Nilai keluaran
c(Zk
) = derajat keanggotaan elemen elemen pada hinpunan fuzzy Z
z
k
= Elemen ke-k
2. Metode Maksimum of Mean (MOM)
Metode ini secara matematis dinyatakan sebagai :
220
Dimana : Z* = Nilai keluaran
zj = Maks = nilai keluaran maksimum ke j
c
(Z) = derajat keanggotaan elemen elemen pada himpunan fuzzi Z
J = Jumlah harga maksimum
9.6.3 PENJADWALAN UNIT PEMBANGKIT DENGAN PENDEKATAN
FUZZY LOGIC
Secara umum, dalam penyelesaian suatu masalah dengan pendekatan fuzzy logic mengikuti
tahapan tahapan sebagai berikut :
1. Menentukan variabel masukkan dan keluaran
2. Menentukan range variabel masukkan dan keluaran berdasarkan basis data
3. Partisi range dari variabel masukkan dan keluaran dan berikan label linguistik untuk
masing masing range tersebut
4. Membentuk fungsi keanggotaan dari setiap variabel pada tahap 3
5. Membentuk relasi-relasi yang menghubungkan variabel variabel masukkan dan keluaran
pada tahap 4 sehingga membentuk suatu basis aturan
6. Fuzzifikasi masukkan
7. Melakukan inferensi untuk mendapatkan keluaran
8. Mengaplikasikan proses defuzzifikasi untuk menghasilkan nilai crisp dari keluaran hasil
proses inferensi
Tahapan 1 hingga 6 adalah langkah untuk membentuk basis pengetahuan berdasarkan basis
data dan basis aturan sedangkan tahapan 6 hingga 8 adalah mengevaluasi basis pengetahuan
yang sudah dibentuk.
Gambar 9.16 Penjadwalan pembangkitan tenaga listrik menggunakan sistem fuzzy logic
221
9.6.3.1 Menentukan Variabel Masukkan dan Keluaran
Dalam penyelesaian masalah penjadwalan unit pembangkit, variabel variabel yang harus
dijadikan sebagai variabel masukkan (yang difuzzifikasi) adalah :
1. Kapasitas beban generator
2. Biaya inkremental
3. Biaya start up
4. Biaya produksi
Sedangkan variabel keluaran adalah Biaya Produksi
9.6.3.2 Membentuk Himpunan Fuzzy
Himpunan himpunan yang mendefinisikan kapasitas beban generator, biaya inkremental,
biaya start up dan biaya produksi direpresentasikan sebagai berikut :
Kapasitas Beban Generator : LGC
9.6.3.3 Membentuk Fungsi Keanggotaan
Untuk membentuk fungsi keanggotaan diperlukan basis data yang berfungsi untuk mengatur
kerja dari proses fuzzifikasi yang meliputih penentuan range dan nilai linguistik. Basis data
222
adalah sistem tenaga, misalnya sistem sulsel, Manado minahasa, Jawa Bali Area I dan
sebagainya. Sedangkan fungsi keanggotaan dipilih berbentuk fungsi segitiga.
Adapun nilai linguistik dan range dari variabel variabel fuzzy diatas adalah sebagai
berikut :
Kapasitas Beban Generator : LGC = {VL, L, BAV, AV, AAV, H, VH} ; Range 0 00
(MW)
Biaya Inkremental : IC = {Z, S, M, B, VB} ; Range 0 80.000 (Rp)
Biaya Start up : SUP = {L, BAV, AV, AAV, H}
Biaya Produksi : PRC = {VL, L, BAV, AV, AAV, H, VH} ; Range 0 22.000.000 (Rp)
Dengan fungsi keanggotaan ini, maka variabel masukkan terhubung ke variabel keluaran
dengan aturan Jika Maka seperti yang diperlihatkan pada gambar dibawah ini.
Gambar 9.17. Fungsi Keanggotaan LGC dengan Range 0 600
223
9.6.3.4 Membentuk Basis Aturan
Kita telah menentukan Kapasitas beban generator (LGC), Biaya Inkremental (IC) dan Biaya
start up (SUP) sebagai variable masukkan dan dan Biaya Produksi (PRC) adalah sebagai
variable keluaran.
Dari gambar (9.17), (9.18), (9.19) dan (9.20), basis aturan dalam masalah penjadwalan ini
tersusun dalam 70 basis aturan seperti yang terlihat pada tabel dibawah ini.
224
225
9.6.3.5 PROSES DEFUZZIFIKASI
Untuk mendapatkan keluaran dalam bentuk crisp (dalam hal ini biaya produksi dalam Rp),
proses defuzzifikasi dalam kasus ini menggunakan metode centroid.
Dengan mengacu pada persamaan (10), biaya produksi dalam kasus ini dapat dituliskan
Sebagai:
Untuk perhitungan proses defuzzifikasi, selanjutnya akan dilakukan dengan bantuan program
MATLAB, sehingga proses perhitungan ini dapat diselesaikan dengan cepat.
DAFTAR PUSTAKA
Allen J. Wood, Bruce F. Wollenberg, Power Generation, Operation and Control, John Wiley
and Sons, New York, NY, 1996.
Brown, Ryan, Reliability Enhancement of The Avista Electric Power System. Gonzaga
University, Spokane, 2005.
Conant, MA. & F.R.Gold.. The Geopolitics of Energy. Westview Press, Boulder Colorado.
1978.
Considine, D.M. (Editor in chief).. Energy Technology Handbook. McGraw Hill Bokk
Company. New York. 1977.
Cuip, A.W. (penerjemah:Darwin Sitompul). Prnsip-Prinsip Konversi Energi. Penerbit
Erlangga. Jakarta. 1991.
Direktorat Jendral Listrik dan Pemanfaatan Energi, Aturan Jaringan Jawa- Madura- Bali.
Jakarta.2004, 79-85.
E. Warren King and Claudio A. Canizares, Hong Chen, A Probabilistic Approach to
Evaluate Security Costs and Levels in Competitive Electricity Markets, Bulk Power
Sistem Dynamics and Control - VI, August 22-27, 2004.
Ebrahim Vaahedi, Yakout Mansour, Chris Fuchs, Sergio Granville, Maria de Lujan Latore,
Hamid Hamadanizadeh, Dynamic Security Constrained Optimal Power Flow/VAr
Planning, IEEE TRANSACTIONS ON POWER SYSTEMS, VOL. 16, NO. 1,
FEBRUARY 2001.
Federico Milano, Sensitivity-Based Security-Constrained OPF Market Clearing Model,
IEEE Transactions on Power Sistems, Vol. 20, No. 4, November 2005.
Felix F. Wu, Sadatoshi Kumagai, Steady State Security Regions of Power Sistems, IEEE
Transaction on Circuit and Ssytems, Vol CAS-29, No. 11, November 1982.
Hyungchul Kim, Evaluation of Power System Security and Development of Transmission
Pricing Method, Texas A&M University, PhD, August 2003.
Gates, D.M.. Energy and Ecology. Sinauer Associates, Inc. Sunderlandd, Massachusetts. 1985.
Gonen Turan, Modern Power Sistem Analysis, John Wiley and Sons.
I. Dobson, B.A. Carreras, V.E. Lynch, D. E. Newman, An initial model for complex
dynamics in electric power sistem blackouts, Hawaii International Conference on
Sistem Sciences, January 2001.
Kaanan Nithiyananthan, Neelamegam Manoharan, Velimuthu Ramachandran, An Algorithm
Ranking Based on Reactive for Contingency Compensation Index, Journal of
Electrical Enginnering, Vol. 57, No. 2, 2006, 116119 SA.
Kadir,A.,Prof.lr, Pengantar Teknik Tenaga Listrik,1995, LP3ES, Jakarta
Kadir,A.,Prof.lr. Energi. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta. 1990.
Neville, R.C.Solar Energy Conversion; the Solar Cell. Elsevier Scientific Publishing
Company. Amsterdam. 1978.
Marek Zima, Contributions to Security of Electric Power Sistems, Swiss Federal Institute of
Technology Zurich, PhD, 2006.
Marsudi, Djiteng. Operasi Sistem Tenaga Listrik. Balai Penerbit dan Humas ISTN,
Jakarta,1990.
Nadjamuddin Harun, Operasi Ekonomis Sistem Tenaga Listrik Berbasis Logika Samar,
2002, Kementerian Riset Teknologi.
Naoto Yorino, E. E. El-Araby, Hiroshi Sasaki, Shigemi Harada, A New Formulation for
FACTS Allocation forSecurity Enhancement Against Voltage Collapse, IEEE
Transaction On Power Systems, Vol. 18, NO. 1, February 2003.
OConnor, P.D.T; and Harris, L.N : Reliability prediction : a state-of-the art review, Proc.
IEE (IEE Reviews), 1986,133A (4).
P. Kundur, Power System Stability and Control, Mc Graw Hill, 1994.
Peter W. Sauer, Post-Contingency Equilibrium Analysis of Power Sistems, Proceedings of
the 35th Hawaii International Conference on Sistem Sciences, 2002.
Pottonen, Liisa. A Method for The Probabilistic Security Analysis of Transmission Grid.
Doctoral Dissertation, Helsinki University of Technology, 2005.
Ristanovic, P., Bjelogrlic,M., dan Babib, B.S. Improvement in Sparse Matrix/ Vektor
Technique Applications for On-Line Load Flow Calculation. IEEE Transactions on
Power Systems, Vol.PWRS-4,No.1, 190-196, 1989.
Saadat, Hadi. Power System Analysis. McGraw Hill Bokk Company. New York. 1999.
Sheahan, R.T. Alternative Energy Source, a Strategy Planning Guide An Aspen Publication.
Maryland, London. 1981.
Slesser, M (General Editor). Dictionary of Energy, second edition. Nichols Publishing. New
York. 1988.
Scott Greene, Margin and Sensitivity Methods for Security Analysis of Electrical Power
Sistems, University of Wisconsin Madison, PhD, 1998.
Veziroglu, T.N.(Editor). Solar Energy and Conservation. Proceedings of the Solar Energy and
Conservation Synposium, 11-13 Desember 1978, Miami Beach, Florida. Pergamon
Press. New York. 1978.
X. Wang, J. R. McDonald, Modern Power Sistem Planning, McGraw Hill Inc., New York,
NY, 1994.