OLEH :
KATA PENGANTAR
Buku ajar ini dikembangkan berdasarkan pengajaran ditingkat Strata Satu (S1) dan Strata
Dua (S2) untuk bidang Pembangkitan Perencanaan Pembangkitan Tenaga Listrik. Dalam
buku ini disajikan teori-teori pembangkitan tenaga listrik dan dilanjutkan dengan perencanaan
pembangkitan tenaga listrik untuk mahasiswa teknik elektro.
Diasumsikan bahwa mahasiswa bidang teknik elektro telah mengambil mata kuliah teknik
kendali, aljabar linear dan matematika teknik. Pembahasan untuk teori dilanjutkan dengan
contoh soal serta diskusi-diskusi tentang simulasi atau model sistem. Pada edisi pertama ini
masih banyak kekurangan tetapi diharapkan para pemakai dapat mengembangkan sesuai
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Dalam Bab I telah disampaikan bahwa mata kuliah Pembangkitan dan Perencanaan
Pembangkitan Tenaga listrik untuk bidang teknik elektro dengan mempertimbangkan dua
aspek yaitu aspek teknik dan ekonomis, mengembangkan sistem untuk memenuhi kebutuhan
energi listrik.
Bab II dijabarkan Karaketeristik Pembangkit Hidro dan Pembangkit Listrik Tenaga
Thermal, pada pembahasannya ditekankan pada karakteristik masukan dan keluaran.
Bab III menjelaskan Operasi Pembangkit Listrik Tenaga Hidro secara mendasar dan
perumusan analisis daya baik daya mekanis dan daya listrik dari proses tenaga air dan termis.
Bab IV menyajikan Pembangkit Listrik Tenaga Termal. Bab ini menguraikan secara
ringkas prinsip kerja, Proses Konversi Energi dan Pengoperasian Pembangkit Listrik Tenaga
Termal diantaranya PLTG, PLTU, dan PLTGU.
Bab V membahas tentang Sekuriti Sistem . Pada bab ini disajikan pembahasan mengenai
monitoring aliran daya pada sistem interkoneksi dengan menggunakan peralatan “Remote
Terminal Unit” (RTU). Pada bab ini juga dikemukakan metode analisis dengan menggunakan
algoritma ”Load Flow” dan selanjutnya dilakukan analisa tindakan korektif.
Bab VI dibahas secara singkat tentang Stabilitas “Steady State”, Stabilitas Transient dan
Stabilitas Dinamis pada sistem tenaga listrik.
ii
Bab VII membahas tentang Operasi Sistem Tenaga Listrik, Bab ini menyajikan operasi
sistem secara optimal khususnya Pembangkit Thermal dan dilanjutkan dengan operasi
ekonomis pada sistem tenaga listrik.
Bab VIII membahas tentang Pengendalian Sistem Tenaga Listrik . Pada bab ini dibahas
secara singkat tentang pengendalian daya aktif dan frekuensi demikian juga pengendalian daya
reaktif dan tegangan. Pada Pengendalian sistem transmisi digunakan peralatan FACTS dan
hanya dibatasi untuk beberapa komponen FACTS untuk diaplikasikan pada tenaga listrik.
Bab IX membahas tentang Optimalisasi Sistem Tenaga Listrik. Pada bab ini digunakan
beberapa metode optimalisasi sistem tenaga listrik diantaranya pemograman liniear, metode
pemograman dinamis, metode merit order, metode pemograman gradient orde dua dan
optimasi sistem tenaga listrik dengan metode logika samar ( Fuzzy Logic).
Penyusun berterima kasih kepada teman-teman yaitu Muhammad Syahwil,
A. Muhammad Syafar, dan A. Nur Putri. Atas bantuannya dalam menyusun buku ajar ini
dalam bentuk sederhana. Penulis juga mengharapkan koreksi perubahan dari pihak-pihak yang
berkecimpun dalam bidang teknik elektro. Akherulkalam bersyukur kepada Allah Yang Maha
Esa atas limpahan Rahmat-nya kepada kita sekalian.
Prof.Dr.Ir.H.Nadjamuddin Harun. MS
iii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……………………………………………………… i
DAFTAR ISI………………………………………………………………… iii
BAB I PENDAHULUAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . …… 1
DAFTAR PUSTAKA
1
BAB I
PENDAHULUAN
Sebagai bagian dari tata dunia baru di era persaingan pasar global, Indonesia dituntut
untuk mampu melahirkan manusia-manusia yang berkualitas dan mampu memainkan peran
sebagai garda depan persaingan antar bangsa-bangsa. Untuk itu perlu adanya kerja keras dari
semua komponen bangsa dalam menghadapi persaingan tersebut. Atas dasar realitas dan
tantangan masa depan tersebut maka menyiapkan individu-individu yang berkualitas dengan
sejumlah karakteristik menjadi kebutuhan yang tidak dapat ditawar lagi. Salah satu cara untuk
mempersiapkan bangsa Indonesia untuk menghadapi persaingan yang semakin ketat tersebut
adalah dengan meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang ada melalui pendidikan.
Pendidikan adalah suatu usaha untuk mencerdaskan bangsa, investasi jangka panjang
yang memerlukan usaha dan dana yang cukup besar. Pendidikan juga merupakan usaha sadar
dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik
secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya dan masyarakat.
Perancangan Pembangkitan Tenaga Listrik merupakan salah satu mata kuliah wajib pada
jurusan Teknik Elektro, konsenstrasi Teknik Energi Elektrik pada Fakultas Teknik
Universitas Hasanuddin yang disajikan pada Semester tiga setiap tahun ajaran. Mata kuliah ini
memberikan gambaran tentang perencanaan sistem pembangkitan dengan mempertimbangkan
dua aspek yaitu aspek ekonomis dan aspek teknis, mengembangkan sistem untuk memenuhi
kebutuhan energi listrik dari pemakai energi (demand) secara kontinu dan memenuhi kualitas
yang diinginkan dengan analisis demand dan evaluasi sumber-sumber energi yang ada,
sehingga akan tercapai keseimbangan antara pemasok (supply) energi dan pemakai energi
(demand). Ada 4 kriteria kunci yang perlu diketahui dari mata kuliah ini adalah Economic
Viability, Technical Fesiability, Financial Security dan Inveronmental Asceptability.
Proses pembelajaran yang digunakan saat ini berupa kuliah tatap muka dan
diskusi/presentasi kelompok. Dengan adanya proses pembelajaran ini diharapkan penilaian
yang dilakukan tidak hanya dari segi kognitif saja tetapi juga termasuk segi afektif. Selain
diskusi kelompok mahasiswa diberikan tugas individu dengan mengambil kasus sistem
kelistrikan yang relevan dengan materi yang telah disajikan, mahasiswa juga dituntut
2
menggunakan software aplikasi program untuk analisis, sehingga akan membuat mahasiswa
lebih aktif dalam menguasai materi.
Perancangan Pembangkitan Tenaga Listrik merupakan mata kuliah dengan Jumlah
peserta setiap kelasnya berkisar 22 orang. Nilai angka rata-rata yang diperoleh sebesar 90
dimana nilai ini setara dengan nilai A.
Dari Tabel diatas dapat disimpulkan bahwa hasil dari proses pembelajaran sudah
cukup baik sesuai yang diharapkan. Dengan adanya bahan ajar ini, diharapkan dapat lebih
meningkatkan kualitas pembelajaran dan memudahkan mahasiswa dalam menguasai materi-
materi perkuliahan secara sistematis, disisi lain kurangnya buku bacaan dalam bahasa
indonesia yang dapat diakses oleh mahasiswa juga menjadi salah satu kendala, sehingga
keberadaan bahan ajar ini sangat penting dalam proses belajar mengajar dikelas.
Bahan ajar ini juga dapat di-download di website milik Universitas Hasanuddin
( sistem pembelajaran berbasis Learning Management System /LMS) sehingga memudahkan
mahasiswa dalam mengakses materi perkuliahan setiap saat.
Sistematika penulisan buku ajar ini terbagi dalam 9 (Sembilan) Bab dengan harapan
maksud dan tujuan dari penulisan ini dapat terangkum seluruhnya. Pembagian Bab tersebut
adalah sebagai berikut :
BAB I : Pendahuluan
Bab pendahuluan menggambarkan secara singkat deskripsi mata kuliah
Perancangan Pembangkitan Tenaga Listrik dan proses pembelajaran yang
diterapkan dalam mata kuliah ini.
BAB II : Karakteristik Pembangkit Hidro dan Pembangkit Listrik Tenaga Thermal
3
Kompetensi Pendukung:
1. Mahasiswa mengembangkan kemampuan dalam perencanaan
pembangkitan energi listrik.
2. Mahasiswa mengembangkan kemampuan bekerjasama, baik sebagai ketua
maupun anggota dari sebuah tim kerja.
Kriteria Bobot
Minggu Sasaran Strategi
Materi Pembelajaran Penilaian Nilai
ke- Pembelajaran Pembelajaran
(indicator) (%)
BAB II
KARAKTERISTIK PEMBANGKIT HIDRO
DAN PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA THERMAL
Karakteristik ini menyetarakan hubungan antara input pembangkit sebagai fungsi dari
output pembangkit. Persamaan karateristik input-output pembangkit menyatakan
hubungan antara jumlah bahan bakar yang dibutuhkan untuk menghasilkan daya tertentu
pada pembangkit tenaga listrik yang didekati dengan fungsi binomial, yaitu :
F ( P) a bP cP 2 (2.1)
Keterangan :
F = input bahan bakar (liter/jam)
P = output daya pembangkit (MW)
a,b,c = konstanta persamaan
persamaan input output diperoleh dengan mengolah data operasi pembangkit dengan
menggunakan Metode Kuadrat Terkecil ( Least Square Methode ). Apabila terdapat N
data daya keluaran Pi dan jumlah bahan bakar Fi, konstanta persamaan dengan
menyelesaikan persamaan (2.1).
1
a N Pi Pi 2 Fi
b PiFi
Pi Pi Pi 3
2
(2.2)
c Pi 2 Pi 2
Pi 2 P 2 Fi
Apabila pada pusat pembangkit terdapat unit pusat pembangkit yang memiliki
persamaan input-output yang berbeda. Untuk tujuan penjadwalan pembangkit tenaga
5
F1 a1 b1 P1 c1 P1
2
F2 a 2 b2 P2 c 2 P2
2
(2.3)
Fm a m bm Pm c m, Pm
2
m
PT P
i 1
i (2.5)
m bi 2 be2
ce ai
(2.6)
i 1 1 4ce
4c
m
be b
i
ce i 1 ci
Daya output generator sebagai fungsi dari tinggi terjun dan debit air dapat dinyatakan
sebagai berikut :
Pi 9,8Qi .h.T . G (2.7)
Keterangan :
Pi = output pembangkit (MW)
Qi = debit air rata-rata (m3/detik)
h = tinggi air (m)
T = efesiensi turbin
T = efesiensi generator
Suatu bentuk alternative dari persamaan di atas dapat diperoleh dengan mendefenisikan
variabel efesiensi baru G sebagai berikut :
G 9,8.T . G (2.8)
Sehingga menghasilkan persamaan (2.9),
Pi G Q.h (2.9)
Untuk ketinggian air yang konstan bentuk karateristik tersebut dapat digambarkan seperti
gambar 2.1.
Oleh karena tinggi terjun air dianggap konstan, maka besar debit air sebagai fungsi daya
output pembangkit akan didekati dengan persamaan polynomial orde dua yaitu :
Qi i i Phi i Phi
2
(2.10)
Keterangan :
Qi = debit air rata-rata (m3/det)
i , i , i = konstanta
Persamaan laju pertambahan pemakaian air ( incremental Water Rate ) diperoleh dari
turunan pertama persamaan input-output, yaitu :
dQi
IWR m3 / MWh (2.11)
dPi
input liter
IFR (2.13)
output MWh
Bila perubahannya sangat kecil ( mendekati nol), maka persamaan (2.13) dapat
dinyatakan seperti :
input
IFR lim
output (2.14)
d (input )
d (output )
8
Gambar 2.2 Kurva karakteristik laju pertambahan pemakaian bahan bakar untuk
pembangkit thermal.
Tidak terdapatnya proses pembakaran sehingga tidak ada perubahan suhu yang besar
pada bagian-bagian PLTA, merupakan faktor yang sangat mengurangi kendala operasi
pada PLTA. Kendala operasi dari unit PLTA tidak sebanyak pada unit PLTU terutama
untuk keadaan dinamis PLTA umumnya dapat cepat distart dan lebih mudah mengalami
9
perubahan beban.Kendala operasi pada PLTA umumnya adalah kendala operasi dalam
keadaan musim kemarau sehingga kurang air dan PLTA tidak dapat beroperasi secara
optimal.
1. Beban Maksimum
Beban maksimum pada unit PLTA pada umumnya dapat mencapai nilai nominal
seperti yang tertera dalam spesifikasi pabrik. Dalam prakteknya nilai nominalnya ini
kadang-kadang tidak dapat tercapai ini dikarenakan ada bagian berputar (totaring
part) yang kurang sempurna atau proses yang kurang baik kedudukannya sehingga
timbul suhu atau getaran yang berlebihan. Ada pereparat (Seal) yang kurang baik
sehingga air yang bertekanan tidak melalui rotor turbin tetapi langsung mengalir ke
pipa pembuangan.
Kurang tingginya permukaan air dalam kolam tando sehingga tinggi terjun tidak
cukup. Kurang daripada nilai yang disyaratkan oleh spesifikasi pabrik. Hal semacam
ini kadang-kadang terjadi pada musim kemarau.
2. Beban Minimum
Beban minimum pada unit PLTU disyaratkan karena pemakaian air tidak semata
mata untuk pembangkit tetapi juga digunakan uintuk keperluan lainnya. PLTA serba
guna misalnya dimana airnya juga dipakai untuk irigasi, ada syarat air minuman yang
harus keluar dan PLTA untuk keperluan irigasi sehingga hal ini juga mensyaratkan
beban minimum bagi PLTA. Hal ini serupa juga terjadi apabila air keluar dari PLTA
digunakan untuk pelayanan air minum.
Karena unit PLTG adalah unit pembangkit yang termahal biaya operasinya
khususnya termahal biaya bahan bakarnya maka diinginkan agar unit PLTA beroperasi
dalam waktu yang sependek mungkin, misalnya pada waktu beban puncak atau pada
waktu ada kerusakan/gangguan unit lain (sebagai unit cadangan). Tetapi dilain pihak
men-start dan men-stop unit PLTG akan menambah keausan unit tersebut sehingga
merupakan kendala operasi yang harus diperhitungkan. Pada PLTG turbin gas diputar
oleh gas hasil pembakaran yang suhunya ± 9000C, operasi dengan gas yang bersuhu
tinggi inilah merupakan sebab utama timbulnya keausan apabila unit PLTG mengalami
start-stop sehingga merupakan kendala operasi seperti tersebut diatas. Beban operasional
pada unit PLTG perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
Operasi dengan gas bersuhu tinggi inilah yang merupakan sebab utama timbulnya
keausan apabila unit PLTG mengalami start-stop yang merupakan kendala operasi.
Dalam operasi PLTG perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
1. Beban Maksimum
Dalam spesifikasi teknik PLTG disebut dua macam rating kemampuan yaitu :
a. Base Load Rating yang menggambarkan kemampuan unit untuk melayani beban
terus menerus.
b. Peak Load Rating yang menggambarkan kemampuan unit untuk melayani beban
selama dua jam. Peak load rating besarnya kurang lebih 10% diatas base load
rating.
Seperti telah diuraikan diatas, unit PLTG beroperasi pada suhu tinggi. Hal ini mudah
menimbulkan karosi suhu tinggi apabila bahan bakar banyak mengandung vanadium,
potassium atau sodium.
Dalam praktek spesifikasi berkuis untuk bahan bakar menjadi dua hal ini dinyatakan
dengan batas metallic content yang tidak boleh dilampaui, berkisar pada nilai satu
part permillion berat (ppm).
Masalah kwalitas bahan bakar, suhu gas hasil pembakaran beserta metallic content
inilah faktor utama yang membatasi beban maksimum dari turbin gas.
11
Unit PLTG dilengkapi daya speed tronic card yang secara otomatis melalui governer
akan mengurangi beban dari unit apabila ia mendeteksi tegangan yang
diperbolehkan.
Untuk beban yang sama suhu gas hasil pembakaran ini bisa naik karena proses
pembakaran yang tidak sempurna misalnya karena pengaruh bahan bakar kurang
sempurna kerjanya.
2. Beban Minimum
Batas beban minimum untuk unit PLTG tidak disebabkan karena alus melainkan
lebih disebabkan oleh masalah ekonomi yaitu efisiensi yang mudah pada beban yang
rendah.
Apabila harga bahan bakar yang dipakai adalah HSD ril dengan harga Rp. 2200/ liter
maka ini berarti bahwa pada beban 100% biaya bahan bakar Rp. 761,2/kwh sedang
pada beban 25% Rp. 1419/kwh.
12
PLTG memberikan konsekuensi biaya yang lain dari pada unit PLTU. Pada PLTG
perlu disuplai pada start-stop 300 kali atau setelah mengalami sejumlah jam operasi
tertentu tergantung pada mode of operation.
Perhitungan untuk menentukan time between combustion inspection unit PLTG
Dimana :
F = Fuel factor yang besarnya bergantung kepada bahan bakar yang dipakai.
F = 1.0 untuk bahan bakar pada alami
= 1.4 untuk HSD
S = Start faktor yang besarnya tergantung kepada sekali berapa jam unit PLTG di
star besarnya adalah :
13
Start/waktu jam 1/1 1/3 1/5 1/10 1/20 1/100 1/500 1/1000
S = start faktor 2,6 2,83 1,80 1,28 1,15 1,9 0,9 0,85
PLG yang terpelihara dengan baik praktis tidak mempunyai kendala operasi. Dapat di
start stop dengan cepat tanpa banyak menambah keausan, pemakaian bahan bakarnya
lebih hemat daripada PLTG tetapi masih lebih mahal dibanding dengan PLTU.
Walaupun pada PLTD praktis tidak ada kendala operasi, tetapi seperti juga pada
unit pembangkit lainnya secara operasional perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
1. Beban Maksimum
Beban maksimum dari PLTD seringkali tidak bisa mencapai nilai yang tertulis dalam
spesifikasi pabrik karena ada bagian-bagian dari mesin diesel yang tidak bekerja
dengan sempurna.Misalnya pada beban 90% suhu gas buang sudah mencapai suhu
maksimum yang diperbolehkan sehingga beban tidak boleh dinaikkan lagi. Suhu gas
buang yang tidak tinggi ini bisa disebabkan karena pengabut kurang baik kerjanya
atau karena turbo charger sudah kotor sehingga tekanan udara yang masuk ke silinder
kurang tinggi.
2. Beban Minimum
Tidak ada hal yang membatasi beban minimum pada unit PLTD. Hanya saja pada
unit PLTD sering dibebani rendah, misalnya kurang dari 50% maka biaya operasinya
bertambah mahal jika dibebani minimum,sehingga lebih baik dibebani maksimum
efisiensinya standar seperti pada name plate.Disamping biaya operasi tinggi pada
beban rendah juga efisiensinya menjadi rendah.
14
1. Beban Maksimum
Dalam keadaan sempurna beban maksimum dari unit PLTU adalah sampai dengan
yang tercantum dalam buku spesifikasi teknis unit pembangkit. Dalam spesifikasi
teknik tersebut umumnya disebutkan beberapa beban maksimum untuk pembebanan
15
yang kontinu dan beberapa beban maksimum untuk waktu tertentu, dan apabila ada
bagian dari unit pembangkit yang bekerja tidak sempurna maka beban maksimumnya
dapat diturunkan.
2. Beban Minimum
Beban minimum dari PLTU berkisar disekitar 25%. Pembatasan ini biasanya
berhubungan dengan masalah kontrol karena pada beban rendah banyak yang
hubungannya tidak linear sehingga menyulitkan kerjanya alat-alat kontrol disamping
itu pula beban rendah nyala api menjadi kurang stabil dan mudah padam.
BAB III
PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA HIDRO
Pembangkit listrik tenaga hidro dapat dikatagorikan dan diklasifikasikan sesuai besar
daya yang dihasilkannya, sebagaimana diperlihatkan pada tabel berikut:
yang belum mendapatkan listrik dari PLN. Tenaga air yang digunakan dapat berupa
aliran air pada sistem irigasi, sungai yang dibendung atau air terjun.
PLT Mikrohidro pada prinsipnya memanfaatkan beda ketinggian dan jumlah debit air per
detik yang ada pada aliran air saluran irigasi, sungai atau air terjun. Aliran air ini akan
memutar poros turbin sehingga menghasilkan energi mekanik. Energi ini selanjutnya
menggerakkan generator dan menghasilkan listrik.
Pembangunan PLTMH perlu diawali dengan pembangunan bendungan untuk
mengatur aliran air yang akan dimanfaatkan sebagai tenaga penggerak PLTMH.
Bendungan ini dapat berupa bendungan beton atau bendungan beronjong. Bendungan
perlu dilengkapi dengan pintu air dan saringan sampah untuk mencegah masuknya
kotoran atau endapan lumpur. Bendungan sebaiknya dibangun pada dasar sungai yang
stabil dan aman terhadap banjir.
Di dekat bendungan dibangun bangunan pengambilan (intake). Kemudian
dilanjutkan dengan pembuatan saluran penghantar yang berfungsi mengalirkan air dari
intake. Saluran ini dilengkapi dengan saluran pelimpah pada setiap jarak tertentu untuk
mengeluarkan air yang berlebih. Saluran ini dapat berupa saluran terbuka atau tertutup.
Di ujung saluran pelimpah dibangun kolam pengendap. Kolam ini berfungsi untuk
mengendapkan pasir dan meny aring kotoran sehingga air yang masuk ke turbin relatif
bersih. Saluran ini dibuat dengan memperdalam dan memperlebar saluran penghantar dan
menambahnya dengan saluran penguras. Kolam penenang (forebay) juga dibangun untuk
menenangkan aliran air y ang akan masuk ke turbin dan mengarahkannya masuk ke pipa
pesat (penstok). Saluran ini dibuat dengan konstruksi beton dan berjarak sedekat mungkin
ke rumah turbin untuk menghemat pipa pesat.
Pipa pesat berfungsi mengalirkan air sebelum masuk ke turbin. Dalam pipa ini,
energi potensial air di kolam penenang diubah menjadi energi kinetik yang akan
memutar roda turbin. Biasany a terbuat dari pipa baja yang dirol, lalu dilas. Untuk
sambungan antar pipa digunakan flens. Pipa ini harus didukung oleh pondasi yang
mampu menahan beban statis dan dinamisnya. Pondasi dan dudukan ini diusahakan
selurus mungkin, karena itu perlu dirancang sesuai dengan kondisi tanah.
18
Turbin, generator dan sistem kontrol masing-masing diletakkan dalam sebuah rumah
y ang terpisah. Pondasi turbin-generator juga harus dipisahkan dari pondasi rumahnya.
Tujuannya adalah untuk menghindari masalah akibat getaran. Rumah turbin harus
dirancang sedemikian agar memudahkan perawatan dan pemeriksaan.
Setelah keluar dari pipa pesat, air akan memasuki turbin pada bagian inlet. Di
dalamnya terdapat guided vane untuk mengatur pembukaan dan penutupan turbin serta
mengatur jumlah air yang masuk ke runner/blade (komponen utama turbin). Runner
terbuat dari baja dengan kekuatan tarik tinggi y ang dilas pada dua buah piringan sejajar.
Aliran air akan memutar runner dan menghasilkan energi kinetic yang akan memutar
poros turbin. Energi y ang timbul akibat putaran poros kemudian ditransmisikan ke
generator. Seluruh sistem ini harus balance. Turbin perlu dilengkapi casing yang berf
ungsi mengarahkan air ke runner. Pada bagian bawah casing terdapat pengunci turbin.
Bantalan (bearing) terdapat pada sebelah kiri dan kanan poros dan berfungsi untuk meny
angga poros agar dapat berputar dengan lancar.
Daya poros dari turbin ini harus ditransmisikan ke generator agar dapat diubah
menjadi energi listrik. Generator yang dapat digunakan pada mikrohidro adalah generator
sinkron dan generator induksi. Sistem transmisi daya ini dapat berupa sistem transmisi
langsung (daya poros langsung dihubungkan dengan poros generator dengan bantuan
kopling), atau sistem transmisi daya tidak langsung, yaitu menggunakan sabuk atau belt
untuk memindahkan daya antara dua poros sejajar. Keuntungan sistem transmisi langsung
adalah lebih kompak, mudah dirawat, dan ef isiensiny a lebih tinggi. Tetapi sumbu poros
harus benar-benar lurus dan putaran poros generator harus sama dengan kecepatan putar
poros turbin.
Masalah ketidaklurusan sumbu dapat diatasi dengan bantuan kopling fleksibel.
Gearbox dapat digunakan untuk mengoreksi rasio kecepatan putaran. Sistem transmisi
tidak langsung memungkinkan adanya variasi dalam penggunaan generator secara lebih
luas karena kecepatan putar poros generator tidak perlu sama dengan kecepatan putar
poros turbin. Jenis sabuk yang biasa digunakan untuk PLTMH skala besar adalah jenis
flat belt, sedang V-belt digunakan untuk skala di bawah 20 kW. Komponen pendukung
yang diperlukan pada sistem ini adalah pulley, bantalan dan kopling. Listrik yang
19
dihasilkan oleh generator dapat langsung ditransmisikan lewat kabel pada tiang-tiang
listrik menuju rumah konsumen.
di mana:
P = Daya (kW)
Q = debit aliran (m3/s)
Hn = Head net (m)
9.8 = konstanta gravitasi
h = ef isiensi keseluruhan.
Misalnya, diketahui data di suatu lokasi adalah sebagai berikut: Q = 300 m3/s 2, Hn = 12
m dan h = 0.5. Maka, besarnya potensi daya (P) adalah:
P = 9.8 x Q x Hn x h
= 9.8 x 300 x 12 x 0.5
= 17 640 W
= 17.64 kW
Pembangunan PLT Mikrohidro memerlukan investasi yang relatif besar. Adapun, biaya
(harga) listrik per kWH-nya dihitung berdasarkan biaya awal (initial cost) dan biaya
operasional (operational cost). Komponen biaya awal terdiri dari: biaya bangunan sipil,
biaya fasilitas elektrik dan mekanik serta biaya sistem pendukung lain.Komponen biaya
operasional yaitu: biaya perawatan,biaya penggantian suku cadang, biaya tenaga
kerja(operator) serta biaya lain yang digunakan selama pemakaian.
Contoh perhitungan harga listrik per kWh dari PLT Mikrohidro adalah sebagai
berikut : Misalkan, untuk membangun suatu PLTMH dengan kapasitas terpasang 1 kW,
dibutuhkan biaya awal Rp 4 juta. Umur pakai mikrohidro yang dirancang adalah 10 tahun
20
dengan biaya operasional Rp. 1 Juta/tahun. Sehingga total biayanya menjadi Rp. 10 Juta.
Maka, biaya rata-rata (Rp) per hari adalah:
( )
Sehingga,
( )
Biaya (harga) per kWh ditentukan oleh biaya rata-rata perhari dan besarnya energi
listrik yang dihasilkan per hari (kWh/hari). Energi per hari ini ditentukan oleh besarnya
daya terpasang serta faktor daya. Jika diasumsikan faktor daya besarnya 12 jam/hari,
maka harga energi listrik per kWh adalah:
( )
Sehingga,
( ) ( )
Pembangkit Listrik Tenaga Minihdro adalah pembangkit listrik tenaga air dengan kisaran
output daya antara 100 kW sampai dengan 5000 kW. Keuntungan utama dari
pembangkit mini hidro adalah:
Efisiensi tinggi (70 - 90%), sejauh ini yang terbaik dari semua teknologi energi.
Faktor kapasitas tinggi (biasanya> 50%)
Tingkat tinggi prediktabilitas, bervariasi dengan pola curah hujan tahunan
Daya keluaran bervariasi hanya secara bertahap dari hari ke hari (tidak dari menit
ke menit).
a. Jumlah air yang tersedia, yang merupakan fungsi dari jatuh hujan dan atau salju.
b. Tinggi terjun yang dapat dimanfaatkan, dalam hal ini tergantung dari topopgrafi
daerah tersebut.
c. Jarak lokasi yang dapat dimanfaatkan terhadap adanya pusat-pusat beban atau
jaringan transmisi.
Penggunaan tenaga air disamping untuk keperluan pembangkit tenaga listrik, juga
masih merupakan pemanfaatan multiguna karena masih berhubungan dengan irigasi,
pengendalian banjir, perikanan, rekreasi dan navigasi. Sumber tenaga air diperoleh dari
adanya siklus hidolik daripada air, yaitu pemanasan dari sinar matahari yang kemudian
turun ke bumi dan kembali lagi terjadi penguapan akibat pemamanasan sinar matahari
tersebut.
Tabel 3.1 memperlihatkan angka-angka dan lokasi yang mempunyai kemungkinan
potensi tenaga air yang dapat digunakan untuk pembangkit tenaga listrik beberapa negara
didunia.
Tabel 3.1 Potensi Ekonomis Tenaga Air Untuk Pembangkit Tenaga Listrik
Beberapa Negara Didunia.
POTENSI EKONOMIS
NO NEGARA
TENAGA AIR (GW)
1. Uni soviet 1.100
2. Amerika serikat (termasuk Alaska) 648
3. Kanada 218
4. Jepang 130
5. Norwegia 105
6. Swedia 85
7. Prancis 76
8. Italia 60
9. Austria 43
10. Swiss 33
11. Jerman barat 25
Sumber : Dr. A. Arismunandar dan DR. S. Kuwuhara, Teknik Tenaga Listrik, 1991.
Tabel 3. 2 Potensi Ekonomis Tenaga Air Untuk Pembangkit Tenaga Listrik Di Indonesia.
POTENSI EKONOMIS
NO LOKASI Presentase (%)
TENAGA AIR (MW)
1. Sumatera 15.587 22,8
2. Jawa 4200 5,6
3. Kalimantan 21.589 28,8
4. Sulawesi 10.183 13,6
5. Irian Jaya 22.371 29,8
6. Pulau lainnya 1.054 1,4
batubara untuk diekspor dan menghasilkan devisa atau diproses menjadi bahan lain
yang diperlukan.
6. Sumber energi air tersebar didaerah-daerah di seluruh Indonesia, sehingga dengan
membangun PLTA didaerah-daerah berarti pemerataan pembangunan dan
pembangunan prasarana berupa PLTA ini dengan jaringan transmisi dan distribusi
akan dapat memenuhi permintaan tenaga listrik baik untuk pelanggan umum
perkotaan, industri maupun kelistrikan desa.
7. Membangun PLTA dengan waduk mempunyai dampak positif yang luas dan
keuntungan tambahan misalnya waduk dipakai untuk parawisata, perikanan, olahraga
air, pengendalian banjir, sumber air minum, sumber air tanah, sumber air pengairan
untukpertanian dan sebagainya.
8. Tergantung dari sumber tenaga air yang tersedia, kebutuhan sistem tenaga listrik
sertga desain yang ekonomis dan optimum maka PLTA dapat dioperasikan untuk
beban puncak (peak load) maupun beban dasar ( base-load). PLTA dapat melayani
perubahan beban yang cepat, sehingga sangat penting untuk membantu menjaga
stabilitas serta keandalan sistem tenaga listrik.
9. Pembangunan PLTA akan membuka lapangan kerja di daerah-daerah yang mungkin
letaknya dipelosok (terpencil).
10. Beberapa peralatan PLTA sudah dapat dibuat didalam negeri dengan atau tanpa
kerjasama dengan asing antara lain pintu air, pipa pesat, bagian-bagian turbin air dan
alat bantu mekanik. Juga generator, transformator, panel-panel, kabel switchgears dan
sebagainya. Hal ini berarti menghemat devisa, memungkinkan alih teknologi dari
perusahan asing serta memberikan lapangan kerja dalam negeri.
11. Karena biaya pembangkitan PLTA murah, maka PLTA cocok untuk industri yang
electric energi intensive seperti industri aluminium (PLTAAsahan II/tangga dan
sigura-gura) dan nickel (PLTA Larona).
12. Bila perlu PLTA dapat dioperasikan secara automatic dari jarak jauh (remote control)
dengan aman, sehingga tidak memerlukan operator yang banyak. Ini penting terutama
ditempat terpencil atau untuk PLTA dengan gedung sentral bawah tanah. Beberapa
PLTA juga dapat dikendalikan dari jarak jauh dari suatu pusat pengendalian ( control
center ) sehingga hanya memerlukan operator sedikit sekali.
26
13. Biaya operasi dan pemeliharaan PLTA sangat murah dan pemakaian listrik untuk
keperluan sendiri kecil.
14. Sudah terbukti beberapa spare part peralatan mesin dan listrik untuk PLTA dapat
dibuat didalam negeri, denganbiaya lebih murah dari impor, sehingga menghemat
devisa, memberi pengalaman kepada bengkel-bengkel didalam negeri serta
memberikan lapangan pekerjaan. Sebagai contoh runner turbin air untuk PLTA kecil
telah dapat dibuat didalam negeri.
Pembangkit Tenaga Air adalah suatu bentuk perubahan tenaga dari tenaga air dengan
ketinggian dan debit tertentu menjadi tenaga listrik dengan menggunakan turbin air dan
generator. Untuk keperluan estimasi daya yang dibangkitkan secara kasar dapat
digunakan rumus sederhana yaitu :
P= f. Q .H (3.2)
Dimana
P = daya [kW]
Q = debit air [m3/detik]
H = tinggi air terjun [m]
F = suatu factor antara 0,7 dan 0,8
Untuk keperluan survai data-data primer yang diperlukan :
a. Jumlah energi yang secara teoritis dapat diperoleh setahun, dalam kondisi-kondisi
tertentu dimusim hujan dan musim kering.
b. Jumlah daya pusat listrik yang akan dipasang, dengan memeperhatikan apakah
pusat listrik itu akan dipakai untuk beban dasar atau beban puncak.
Gambar 3.2 memperlihatkan secara skematis
A. Bendungan besar
B. Saluran terbuka dan bendungan ambil air B
Air masuk ke dalam pipa tekan, dan selanjutnya ke turbin melalui katub.
27
pembangkit lain, baik PLTU untuk beban dasar maupun PLTG untuk beban puncak.
Akan tetapi biaya investasi per kW untuk PLTA adalah lebih mahal daripada PLTG,
PLTD, PLTGU dan PLTU. Dengan keterbatasan sumber dana ditambah lagi
kebutuhan adanya pembankit listrik yang mendesak, maka sering terjadi pilihan
terhadap pembangkit lain lebih didahulukan.
3. Masalah infrastruktur untuk pembangunan
Karena proyek PLTA umumnya asa didaerah terpencil, maka diperlukan adanya
infrastruktur berupa jalan, base camp, jaringan listrik atau PLTD. Hal ini memerlukan
biaya cukup besar dan perlu waktu untuk pembangunanannya anatara 1,5 sampai 2
tahun.
4. Masalah Lingkungan
Termasuk dalam lingkungan antara lain masalah pembebasan tanah. Terutama untuk
PLTA dengan waduk, maka masalah jumlah ganti rugi pembebasan tanah ( baik
tempat tinggal, kebun, maupun sawah ) sering menimbulkan masalah. Hal ini sangat
tergantung adanya dukungan pemerintah daearah dan dana yang tersedia.
Sering juga tanah kehutanan terkena oleh proyek. Kelangsungan proyek tergantung
ijin dari menteri kehutanan, sesuai dengan undang-undang yang berlaku. Disamping
masalah pemindahan penduduk, pengaruh pembangunan proyek terhadap fauna dan
flora juga penting sekali, terutama untuk daerah yang akan tergenang dengan adanya
pembangunan waduk. Sebagai contoh di proyek PLTA kota panjang terpaksa
memindahkan gajah sebanyak 25 ekor. Pengaruh pembangunan dan terhadap
kehidupan ikan juga perlu dipelajari dan diatasi. Pada umumnya dampak masalah
lingkungan dari PLTA adalah local.
5. Masalah yang berhubungan dengan kondisi alam
Masalah yang berhubungan dengan kondisi alam yaitu kondisi geologi dan hidrologi.
Sering terjadi geological investigation yang telah dikerjakan ternyata belum cukup.
Hal ini dapat menimbulkan masalah terutama pada pembuatan bendungan,
terowongan, gedung sentral, angker blok pada pipa pesat dan lain-lain, sehingga
terpaksa terjadi perubahan desain dan ada pekerjaan tambahan dan tambahan biaya,
serta waktu pembangunan bertambah.
29
Selama ini dalam batas-batas tertentu, hal ini tidak merupakan masalah. Sedangkan
data hidrologi yang dipakai untuk desain PLTA umumnya telah diambil selama dari
sepuluh tahun ( untuk curah hujan ada sekitar 30 tahun ) sehingga ada kesesuaian
dengan kondisi sebesarnya pada waktu operasi, kecuali bila ada penyimpangan
musim.
Bila musim hujan lebih panjang tentunya lebih menguntungkan sedangkan bila
musim kemarau lebih panjang maka ini menjadi masalah. Di beberapa PLTA
kekeurangan curah hujan dipecahkan dengan hujan buatan.
Energi pasang surut pada lautan terjadi akibat pengaruh massa bulan terhadap bumi,
yang mengakibatkan adanya gaya tarik, sehingga menjelma suatu gejala yang dikenal
sebagai pasang surut. Gejala ini terjadi secara teratur, disebabkan bulan mengelilingi
bumi, sehingga air laut ditarik karena gaya tarik gravitasi bulan.
Gambar 3.5. Posisi Bumi, bulan dan matahari ketika pasang Purnama
Pasang naik yang paling rendah dalam periode satu siklus pasang surut disebut pasang
perbani. Pasang perbani terjadi pada waktu kedudukan bulan, bumi dan matahari
membentuk sudut 90o . Pada posisi tersebut, gaya tarik matahari dan gaya tarik bulan
bekerja pada titik-titik yang tegak lurus satu sama lain
32
Pada waktu bulan perbani, gaya tarik bulan bekerja pada titik P1 dan P2 sedangkan gaya
tarik matahari bekerja pada titik P3 dan P4. Besar gaya yang menyebabkan pasang
perbani adalah resultan dari dua gaya yang berarah tegak sesamanya.
(a) (b)
Gambar 3.6 Posisi Matahari dan bulan terhadap bumi membentuk sudut 90o
Menurut medar gobel dalam bukunya Energi Earth and everyone, memperkirakan jumlah
potensi dari energi pasang surut di seluruh dunia adalah 26 x 1012 kWH. Namun sebagian
kecil saja bumi dimanfaatkan oleh manusia.
Puncak pasang surut air laut diikuti 12 jam kemudian dengan rendahnya surut air
laut. Kemudian pasang kembali, sehingga dalam waktu 24 jam terjadi dua kali pasang
dan dua kali surut. Beda antara permukaan laut ketika pasang dan surut itu disebut
amplitude. Pasang laut itu dipengaruhi oleh kedalaman air laut dan keadaan lokasi pantai
setempat.
Untuk memanfaatkan air pasang dipakai bendungan, sehingga terbentuk wadah dan
ketika surut, air waduk dilepaskan melalui turbin generator untuk pembangkit tenaga
listrik.atau diwaktu pasang, turbo generator yang dapat bekerja dua arah aliran air alut itu,
dikerjakan oleh air pasang laut yang masuk melalui pipa turbin ke dalam waduk
penyimpanan air laut.
33
Tabel 3.3 memperlihatkan angka-angka dan lokasi sumber daya terpasang yang
diketahui di dunia. Terlihat bahwa potensi yang cukup besar terdapat di Amerika Utara,
utamanya diteluk funny.
AMERIKA SELATAN
San Yose, Argentina 5,9 51,5 5.870
EROPA
Seven, Inggris 9,8 14,7 1.680
Bebagai Lokasi, Prancis 5,0 – 8,4 97,85 11.150
Berbagai Lokasi, USSR 2,4 – 6,6 140,42 16.050
Selanjutnya bila luas waduk pada ketinggian D adalah S (h), yaitu S sebagai fungsi h,
maka jumlah energi yang dibangkitkan dengan mengosongkan sebahagian h dari
ketinggian dh adalah berbanding lurus dengan isi S (h). h. dh.
Sehingga diperoleh :
Waktu pengosongan waduk :
H
Waktu mengosongkan waduk S ( h ). h.dh E 1 (3.3)
0
Waktu mengisi waduk :
H
Waktu mengisi waduk S ( h ).( H h ). dh E2 (3.4)
0
Dimana :
E = energi yang dibangkitkan per-siklus.
H = selisih tinggi permukaan air laut antara pasang surut.
V = volume waduk pasang surut.
Bila besaran V diganti dengan besaran massa air laut, maka rumus diatas dapat ditulis
menjadi :
Emaks = b . g . H2 . S (3.6)
P =f.QH (3.7)
Dimana :
Emaks = Jumlah energi maksimum dapat diproses per siklus
b = Berat jenis air laut
g = Grafitasi
H = Tinggi pasang surut terbesar
S = Luas waduk rata-rata antara pasang dan surut
Q = Debit air
f = Faktor efisiensi , P = Daya
35
Besaran H adalah kwadrat, sehingga tinggi pasang surut sangat penting. Untuk tinggi H
kurang dari 2 meter pada umumnya pembangkit energi pasang surut tidak memenuhi
syarat.
(a)
(b)
(c)
Gambar 3.7 Prinsip proses konversi energy pasang surut
36
Pasang surut menggerakkan air dalam jumlah besar setiap harinya; dan pemanfaatannya
dapat menghasilkan energi dalam jumlah yang cukup besar. Dalam sehari bisa terjadi
hingga dua kali siklus pasang surut. Oleh karena waktu siklus bisa diperkirakan (kurang
lebih setiap 12,5 jam sekali), suplai listriknya pun relatif lebih dapat diandalkan daripada
pembangkit listrik bertenaga pasang surut.
Kelebihan PLTPs
a. Setelah dibangun, energi pasang surut dapat diperoleh secara gratis.
b. Tidak menghasilkan gas rumah kaca ataupun limbah lainnya.
c. Tidak membutuhkan bahan bakar.
d. Biaya operasi rendah.
e. Produksi listrik stabil.
f. Pasang surut air laut dapat diprediksi.
g. Turbin lepas pantai memiliki biaya instalasi rendah dan tidak menimbulkan dampak
lingkungan yang besar.
Kekurangan PLTPs
a. Sebuah dam yang menutupi muara sungai memiliki biaya pembangunan yang sangat
mahal, dan meliputi area yang sangat luas sehingga merubah ekosistem lingkungan
baik ke arah hulu maupun hilir hingga berkilo-kilometer.
b. Hanya dapat mensuplai energi kurang lebih 10 jam setiap harinya, ketika ombak
bergerak masuk ataupun keluar
Energi Ombak
Gelombang yang memecah di pantai dan tebing-tebing merupakan energi yang cukup
besar. Salah satu kemungkinan pemanfaatan ini dapat dilihat pada gambar 3.8.
37
Dimana
P = Daya
b = Berat jenis air laut
g = Grafitasi
T = Periode
H = Tinggi ombak rata-rata
Selanjutnya Hulls menjelaskan bahwa ombak yang mempunyai tinggi rata – rata 1 meter
(H), dan periode 9 detik (T, jarak waktu antara dua ombak), mempunyai daya sebesar 4,3
kW per meter panjang ombak. Sedang deretan ombak serupa dengan tinggi 2 meter
mempunyai daya 17 kW per meter panjang ombak. Sedangkan ombak dengan ketinggian
10 meter dan periode 12 detik mempunyai daya 600 kW per meter.
Gambar 3.11 a) Pusat Listrik KEPL Darat, b) Pusat Listrik KEPL Darat
40
BAB IV
Pembangkit listrik tenaga gas (PLTG) merupakan sebuah pembangkit energi listrik yang
menggunakan peralatan/mesin turbin gas sebagai penggerak generatornya. Turbin gas
dirancang dan dibuat dengan prinsip kerja yang sederhana dimana energi panas yang
dihasilkan dari proses pembakaran bahan bakar diubah menjadi energi mekanis dan
selanjutnya diubah menjadi energi listrik atau energi lainnya sesuai dengan
kebutuhannya.
Adapun kekurangan dari turbin gas adalah sifat korosif pada material yang
digunakan untuk komponen-komponen turbinnya karena harus bekerja pada temperature
tinggi dan adanya unsur kimia bahan bakar minyak yang korosif (sulfur, vanadium dll),
tetapi dalam perkembangannya pengetahuan material yang terus berkembang hal tersebut
mulai dapat dikurangi meskipun tidak dapat secara keseluruhan dihilangkan. Dengan
tingkat efisiensi yang rendah hal ini merupakan salah satu dari kekurangan sebuah turbin
gas juga dan pada perkembangannya untuk menaikkan efisiensi dapat diatur/diperbaiki
temperature kerja siklus dengan menggunakan material turbin yang mampu bekerja pada
temperature tinggi dan dapat juga untuk menaikkan efisiensinya dengan menggabungkan
antara pembangkit turbin gas dengan pembangkit turbin uap dan hal ini biasa disebut
dengan combined cycle.
Pembangkit listrik tenaga gas (PLTG) mempunyai beberapa peralatan utama seperti :
Turbin Gas(Gas Turbine), Kompresor (Compressor), Ruang Bakar (Combustor).
Udara dengan tekanan atmosfir ditarik masuk ke dalam compressor melalui pintu,
udara ditekan masuk ke dalam compressor. Udara ditekan masuk ke dalam ruang bakar
dengan tekanan 250 Psi dicampur dengan bahan bakar dan di bakar dalam ruang bakar
41
dengan temperatur 2000 – 30000F. Gas hasil pembakaran yang merupakan energi termal
dengan temperature dan tekanan yang tinggi yang suhunya kira-kira 9000C .
Dari energi panas yang dihasilkan inilah kemudian akan dimanfaatkan untuk memutar
turbin dimana didalam sudu-sudu gerak dan sudu-sudu diam turbin, gas panas tersebut
temperature dan tekanan mengalami penurunan dan proses ini biasa disebut dengan
proses ekspansi. Selanjutnya energi mekanis yang dihasilkan oleh turbin digunakan untuk
memutar generator hingga menghasilkan energi listrik.
Adapun sebagai pendukung pusat listrik tenaga gas ini digunakan beberapa alat
bantu (auxiliary equipments) untuk membantu proses siklus turbin gas berjalan dengan
baik, seperti :
Sistem Pelumas
Sistem Bahan Bakar
Sistem Pendingin
Sistem Udara Kontrol
Sistem Hidrolik
Sistem Udara Tekan
Sistem Udara Pengkabutan
42
Dari segi operasi, unit PLTG tergolong unit yang masa start-nya pendek, yaitu antara
15-30 menit, dan kebanyakan dapat di-start tanpa pasokan daya dari luar (black start),
yaitu menggunakan mesin diesel sebagai motor start. Dari segi pemeliharaan, unit PLTG
mempunyai selang waktu pemeliharaan (time between overhaul) yang pendek, yaitu
sekitar 4.000-5.000 jam operasi. Makin sering unit mengalami start-stop, makin pendek
selang waktu pemeliharaannya. Walaupun jam operasi unit belum mencapai 4.000 jam,
tetapi jika jumlah startnya telah mencapai 300 kali, maka unit PLTG tersebut harus
mengalami pemeriksaan (inspeksi) dan pemeliharaan.
Saat dilakukan pemeriksaan, hal-hal yang perlu mendapat perhatian khusus adalah
bagian-bagian yang terkena aliran gas hasil pembakaran yang suhunya mencapai
1.300 0C, seperti: ruang bakar, saluran gas panas (hot gas path),dan sudu-sudu turbin.
Bagian-bagian ini umumnya mengalami kerusakan (retak) sehingga perlu diperbaiki
(dilas) atau diganti.
Proses start-stop akan mempercepat proses kerusakan (keretakan) ini, karena proses
start-stop menyebabkan proses pemuaian dan pengerutan yang tidak kecil. Hal ini
disebabkan sewaktu unit dingin, suhunya sama dengan suhu ruangan (sekitar 300C
sedangkan sewaktu operasi, akibat terkena gas hasil pernbakaran dengan suhu sekitar
1.3000C.
Dari segi efisiensi pemakaian bahan bakar, unit PLTG tergolong unit termal yang
efisiensinya paling rendah, yaitu berkisar antara 15-25%. Dalam perkembangan
penggunaan unit PLTG di PLN, akhir-akhir ini digunakan unit turbin gas aero derivative,
yaitu turbin gas pesawat terbang yang dimodifikasi menjadi turbin gas penggerak
generator.
43
2. Turbin ialah mesin yang dijalankan oleh aliran air; uap atau angin yang dihubungkan
dengan sebuah generator untuk menghasilkan energi listrik. Turbin uap ialah turbin
yang menggunakan uap sebagai fluida kerja, di mana uap yang digunakan dihasilkan
dari boiler.
3. Generator uap ialah suatu kombinasi antara sistem – sistem dan peralatan yang
dipakai untuk perubahan energi kimia dari bahan bakar fosil menjadi energi termal
dan pemindahan energi termal yang dihasilkan itu ke fluida kerja, biasanya air untuk
dipakai pada proses-proses bertemperatur tinggi ataupun untuk perubahan parsial
menjadi energi mekanis di dalam sebuah turbin
4. Kondensor adalah tempat yang berfungsi untuk mengembunkan uap dengan jalan
mendinginkannya. Air pengembunan yang terjadi dalam kondensor disebut air
kondensat yang kemudian disalurkan kembali ke dalam ketel uap dengan
menggunakan sebuah pompa
5. Pompa berfungsi untuk mengalirkan air dari kondensor menuju ke Boiler.
6. Cerobong berfungsi sebagai tempat pelepasan exhausted steam (Uap terbuang) ke
udara.
Selain komponen di atas masih banyak komponen tambahan yang berfungsi untuk
meningkatkan efesiensi kerja dari pembangkit tersebut, seperti superheater, reheater dan
lain – lain.
Pada waktu start, dialirkan uap dengan suhu sekitar 500 0C. Hal ini harus dilakukan
secara bertahap agar jangan sampai terjadi pemuaian yang berlebihan dan tidak merata.
Pemuaian yang berlebihan dapat menimbulkan tegangan mekanis (mechanical stress)
yang berlebihan, sedangkan pemuaian yang tidak merata dapat menyebabkan bagian
yang bergerak (berputar) bergesekan dengan bagian yang diam, misalnya antara. ,sudu-
sudu jalan turbin dengan sudu-sudu tetap yang menempel pada rumah turbin.
Apabila turbin sedang berbeban penuh kemudian terjadi gangguan yang
menyebabkan pemutus tenaga, (PMT) generator yang digerakkan turbin trip, maka turbin
kehilangan beban secara mendadak. Hal ini menyebabkan putaran turbin akan naik secara
mendadak dan apabila hal ini tidak dihentikan, maka akan merusak bagian-bagian yang
berputar pada turbin maupun pada generator, seperti: bantalan, sudu jalan turbin, dan
kumparan arus searah yang ada pada rotor generator. Untuk mencegah hal ini, aliran uap
ke turbin harus dihentikan, yaitu dengan cara menutup katup uap turbin. Pemberhentian
aliran uap ke turbin dengan menutup katup uap turbin secara mendadak menyebabkan
uap mengumpul dalam drum ketel sehingga tekanan uap dalam drum ketel naik dengan
cepat dan akhirnya menyebabkan katup pengaman pada drum membuka dan uap dibuang
ke udara. Bisa juga sebagian dari uap di by pass ke kondensor. Dengan cara by pass ini
tidak terlalu banyak uap yang hilang sehingga sewaktu turbin akan dioperasikan kembali
banyak waktu dapat dihemat untuk start. Tetapi sistem by pass memerlukan biaya
investasi tambahan karena kondensor harus tahan suhu tinggi dan tekanan tinggi dari by
pass.
Dari uraian di atas tampak bahwa perubahan beban secara mendadak memerlukan
pula langkah pengurangan produksi uap secara mendadak agar tidak terlalu banyak uap
yang harus dibuang ke udara. Langkah pengurangan fluksi dilakukan dengan mematikan
nyala api dalam ruang bakar ketel dan mengurangi pengisian air ketel ini bahwa
walaupun nyala api dalam ruang bakar padam, masih cukup banyak panas yang tinggal
dalam ruang bakar untuk menghasilkan uap sehingga pompa pengisi ketel harus tetap
mengisi air ke dalam ketel untuk mencegah penurunan level air dalam drum yang tidak
dikehendaki. Mengingat masalah-masalah tersebut di atas yang menyangkut masalah
proses produksi uap dan masalah-masalah pemuaian yang terjadi dalam turbin, sebaiknya
PLTU tidak dioperasikan dengan persentase perubahan-perubahan beban yang besar.
46
Gambar 4.4 Skema sebuah Blok PLTGU yang terdiri dari 3 unit PLTG dan
sebuah unit PLTU
Keterangan : Header uap ; Pr : Poros;TG: Turbin Gas; KU :Ketel uap; GB: Gas Buang;
Kd: Kondensor; HA : Header Air; TU: Turbin Uap; Generator; P : Pompa
Karena daya yang dihasilkan turbin uap tergantung kepada banyaknya gas buang
yang dihasilkan unit yaitu kira-kira menghasilkan 50% daya unit PLTG, maka dalam
mengoperasikan PLTGU ini, pengaturan daya PLTGU dilakukan dengan mengatur daya
unit PLTG, sedangkan unit PLTU mengikuti saja, menyesuaikan gan gas buang yang
diterima dari unit PLTG-nya.
Perlu diingat bahwa selang waktu untuk pemeliharaan unit PLTG lebih pendek
daripada unit PLTU sehingga koordinasi pemeliharaan yang baik dalam suatu blok
PLTGU agar daya keluar dari blok tidak terlalu banyak berubah sepanjang waktu.
Ditinjau dari segi efisiensi pemakaian bahan bakar, PLTGU tergolong sebagai unit yang
paling efisien dari unit-unit termal (bisa mencapai angka di atas 45%).
Maka energi listrik yang dihasilkan pada siklus tenaga uap adalah Eta (GT) x (1-Eta (GT)),
dan energi yang dihasilkan oleh siklus PLTGU adalah :
Eta (COMBI) = Eta (GT) + Eta (ST) x (1 – Eta (GT))
= Eta (GT) + Eta – (Eta (GT) x Eta (ST))
Gambar
4.3.4 KONDENSOR
Faktor yang besar pengaruhnya terhadap effisiensi siklus tenaga uap adalah tekanan pada
kondensor. Pengaruh tekanan kerja tersebut ditunjukkan pada gambar 12. Pada kurva atas
ditunjukkan pengaruh tekanan kerja kondensor terhadap effisiensi semakin rendah
tekanan kerja kondensor semakin tinggi effisiensi siklus (biasanya tekanan kerja
kondensor diatas 0,04 bar).
49
laju koresi pada sisi dingin, sehingga untuk mencegahnya dicampurkan uap ekstraksi dari
turbin uap.
4.4 CO GENERATION
Cogeneration adalah alternatif sumber energi yang dapat bertahan terus karena
potensi penghematan energi yang dihasilkan. Konsep ini membutuhkan pengaturan kerja
teknis, ekonomis dan kelembagaan antara industri, penyedia utilitas dan kota.
Terdapat banyak sekali peralatan konversi energi yang dapat dimanfaatkan sebagai
bangunan cogeneration. Pertimbangan penting dan suatu sistem cogeneration adalah
perbandingan tenaga listrik dan tenaga uap yang akan diproduksi. Angka ini hendaknya
hampir sama dengan kebutuhan listrik dan uap dan pasar yang akan dilayani. Bilamana
terdapat kelebihan dan energi yang tidak dapat dimanfaatkan, maka konsep cogeneration
tidak bermanfaat dan tidak dapat diteruskan. Pertimbangan lain dari suatu sistem
cogeneration adalah fleksibel pemanfaatkan berbagai jenis bahan bakar tersebut.
Terdapat dua konsep cogeneration : topping cycle ( daur atas) dan bottoming cycle
(daur bawah), Instalasi daur atas memanfaatkan peralatan konversi energi untuk pertama-
tama membangkitkan tenaga listrik dan kemudian memanfaatkan energi panas untuk
pembuatan uap. Sistem konversi energi yang dimanfaatkan sistem daur atas, antara lain
mesin disel, turbin gas, tenaga uap dan lain-lain. Suatu instalasi daur bawah tidak
menggunakan peralatan energi, tetapi memanfaatkan panas terbuang untuk pembangkit
tenaga listrik. Sistem konversi energi yang menggunakan daur bawah adalah pembangkit
tenaga uap dan mesin organik Rankine.
Setiap pasar energi dengan sistem cogeneration mempunyai rasio yang unik antara
kebutuhan listrik dan kebutuhan uap, Untuk industri yang intensif, rasio yang umum
adalah 50:1 (50 kW listrik untuk setiap seribu pon-pound uap). Banyak dari sistem
konversi yang sebelumnya disebut mampu memberikan rasio yang lebih tinggi (misalnya
memproduksi listrik yang berlebihan bila semua kebutuhan uap dapat dipenuhi dari
sistem cogeneration). Hal ini merupakan pembanding yang penting dalam memilih
peralatan cogeneration, karena setiap kelebihan tenaga listrik hendaknya dapat dijual
kepada konsumen lokal, agar dihasilkan suatu skala ekonomi yang baik. Bilamanana hal
tersebut tidak mungkin, proyek dapat menemui kesulitan ekonomi. Berbagai jenis sistem
konversi energi, hubungannya dengan cogeneration, rasio listrik-uap, dan bahan bakar
yang digunakan, akan dijelaskan secara singkat berikut ini.
52
Turbin gas digunakan sangat intensif di dalam kegiatan industri, mesin pesawat terbang
dan sebagai pembangkit listik untuk memenuhi kebutuhan puncak,. Peralatan yang ada
antara lain sebuah kompressor, ruang bakar dan turhin. Bahan bakar di bakar di dalam
53
ruang bakar yang kemudian memanaskan udara yang ditekan dan kompressor, ruang
bakar dan turbin. Bahan bakar di bakar didalam ruang bakar yang kemudian memanaskan
udara yang ditekan dari kompressor. Gas yang telah dipanaskan mengembang dan
melalui turbin yang menghasilkan listrik. Proses ini dikenal sebagai daur Brayton,
penamaan menggunakan penemunya, George Brayton. Dimanfaatkan sebagai peralatan
cogeneration type daur atas, panas diambil dan gas buangan dan dimanfaatkan untuk
memproses uap. (Lihat Gambar 2).
untuk pembangkitkan lagi tenaga listrik. Untuk keperluan tersebut, maka perlu tambahan
bahan bakar untuk dicampur dengan gas yang kaya oksigen yang berasal dari
pembuangan turbin gas pertama (Lihat Gambar 3).
Turbin Ekstraksi
Semua uap yang berasal dan ketel masuk ke dalam turbin dengan suhu tinggi dan
tekanan, sebagaimana di dalam pembangkit konvensional. Sebagian dan uap setelah
energinya dimanfaatkan dalam proses pemutaran dan pembangkitan, diekstraksi melalui
turbin. Uap yang diekstraksi dapat digunakan untuk panas, uap dan pemanas di sekitar
lokasi, Uap yang tidak diektraksi dikondensasikan sebagaimana pada proses
konvensional (lihat Gambar 4.12).
56
Suatu fuell cells mengkonversikan energi kimiawi dari suatu bahan bakar menjadi arus
searah tanpa perantaraan pembakaran atau panas. Sistem ini terdiri dan prosesor, bagian
pengolahan tenaga, dan pengaturan tenaga (Gambar x). Prosesor akan membuat bahan
bakar padat, cair atau gas yang diperkaya dengan hydrogen yang dengan campuran udara
(oxigen) menghasilkan tenaga listrik searah dan panas. Pengatur tenaga mengubah tenaga
listrik arus searah menjadi arus bolak balik yang dapat disalurkan melalui jaringan.
Inti dari sistem ini adalah fuel cells yang terdiri dan zat elektrolit asam fospor yang
disusun diantara dua elektode, Hydrogen yang melewati satu elektrode, dan oksigen
melalui bagian Iainnya. Dengan sebuah katalisator, hidrogen dan oksigen melalui reaksi
kimia, akan menjadi air, panas dan arus listrik. Panas yang terbuang dapat dimanfaatkan
sebagi panas untuk prosesor dan/atau untuk memproses panas dan uap dalam sistem
cogeneration daur atas.
Peralatan konversi tenaga konvensioil sangat efisien (sekitar 30 sampai 35%) pada
kapasitas pembangkitannya, tetapi kurang efisien (sekitar 30 sampai 35%) pada kapasitas
pembangkitannya, tetapi kurang efisien bila kapasitannya dikurangi. Oleh karena fuel
cells terdiri dan banyak sel kecil yang bersifat individu, efisiensinya tidak tergantung
pada ukutan. Suatu pembangkit yang kecil yang bersifat individu, efisiensinya tidak
tergantung pada ukuran. Suatu pembangkit yang kecil dapat seefisien pembangkit yang
58
besar dengan angka efisien berkisar 38 sampai 45%. Fuel cells ukuran komersil belum
tersedia. Sebuah pembangkit tenaga listrik kapasitas 4,5 MW baru merupakan percobaan,
yang dibangun oleh DOE, Amerika Serikat.
Cogeneration belum merupakan teknologi yang sudah luas dikenal, dan oleh
karena itu memerlukan pendidikan.
Tanggung jawab manejemen akan bertambah, karena mereka akan mengelola
sumber daya energi yang lebih rumit.
Resiko pertambahan kebutuhan listrik dapat terjadi akibat tidak tersedianya
sumber daya yang terpercaya.
Peralatan cogeneration membutuhkan investasi modal yang lebih besar dan biaya
operasi serta penawaran yang juga lebih besar.
Daya terpasang cadangan yang disiapkan oleh penyedia energi harus dievaluasi
kembali.
60
Kelebihan energi listrik yang dihasilkan oleh suatu industri mempunyai nilai lebih
untuk penyedia tenaga listrik, apabila tersedia pada saat dibutuhkan, umumnya
pada jam puncak dalam satu hari. Untuk mendapatkan manfaat kelebihan energi
listrik yang tersedia, industri hendaknya bersedia menyesuaikan jam kerja, yaitu
memaksimalkan pemakaian energi pada siang hari, dan meminimumkannya pada
malam hari.
Untuk pemakaian sistem cogeneration yang lebih bermanfaat, kebutuhan uap
seharusnya lebih besar dan 50.000 pon/jam, pemakaian tidak terlalu berfluktuasi,
dan dengan faktor kapasitas sebesar 70% (atau berproduksi selama 6.000
jam/tahun).
Penggunaan sistem cogeneration akan mengurangi emisi polusi udara. Hal ini
akan lebih bermakna bilaman pada daerah dimana akan dibangan sistem
cogeneration aturan standar buangan polusi lebih kecil dan daerah lainnya.
.
61
62
63
61
BAB V
SEKURITI SISTEM TENAGA LISTRIK
5.1 PENDAHULUAN
Dalam operasi sistem tenaga listrik, selain upaya untuk meminimalisasi biaya operasi, faktor
penting lainnya adalah menjaga keamanan sistem (security system) dalam operasinya.
Keamanan sistem meliputi kegiatan yang direncanakan untuk mempertahankan operasi sistem
apabila terjadi kegagalan komponen sistem. Sebagai contoh, suatu unit pembangkit mungkin
harus keluar sistem (off-line) karena kegagalan peralatan pembantu. Dengan mempertahankan
sejumlah pembangkit cadangan berputar yang sesuai, unit-unit pembangkit yang tersisa pada
sistem dapat mengatasi kekurangan daya tanpa turunnya frekuensi yang terlalu rendah atau
tanpa perlu melakukan pemutusan beberapa beban (load shedding). Dalam pembangkitan dan
pengiriman tenaga listrik, apabila suatu saluran transmisi mengalami kerusakan karena terkena
badai sehingga menyebabkan saluran terputus, maka saluran transmisi yang tersisa akan
memikul beban yang lebih besar namun masih berada pada batasan yang diijinkan.
Sekuriti sistem diartikan sebagai kemampuan suatu sistem tenaga untuk menahan
gangguan tiba-tiba. Keandalan dan keamanan sistem tenaga listrik dapat dicapai dengan
melakukan operasi sistem yang toleran terhadap keluarnya salah satu elemen sistem (single
outage) ataupun keluarnya lebih dari satu elemen sistem (multiple outage). Artinya, dengan
keluarnya salah satu elemen sistem (atau lebih) seharusnya tidak menyebabkan keluarnya
elemen sistem secara bertingkat (cascading outage) yang mengakibatkan pemadaman
sebagian atau pemadaman total.
Sebagai contoh dari suatu urutan kejadian yang dapat menyebabkan pemadaman total
mungkin bermula dari suatu saluran tunggal yang terbuka akibat kegagalan isolasi, saluran
transmisi yang tersisa dalam sistem akan mengambil aliran yang mengalir pada saluran yang
terbuka. Apabila satu saluran yang tersisa pada saat ini terlalu kelebihan beban, saluran
tersebut dapat terputus yang diakibatkan oleh kerja relai sehingga menyebabkan saluran yang
tersisa juga mengalami beban lebih. Proses ini disebut dengan istilah gangguan yang
bertingkat (cascading outage). Suatu sistem tenaga listrik harus mampu untuk mengatasi
gangguan tersebut terutama menghindari kegagalan yang bertingkat.
62
Dalam sistem tenaga, pendekatan sekuriti dibagi atas dua bagian yaitu: (1) pendekatan
sekuriti statik, dan (2) pendekatan sekuriti dinamik. Kendala-kendala sekuriti statik merupakan
batasan-batasan operasi yang harus dipenuhi dalam pengoperasian sistem tenaga. Kendala-
kendala tersebut dapat berupa hal-hal berikut.
a. Tegangan
m
Batasan operasi yang harus dipenuhi tegangan di setiap bus beban (PQ bus) adalah: v i <
v I < v iM dengan v im dan v iM masing-masing merupakan tegangan minimum dan tegangan
maksimum yang diperkenankan di bus-i.
b. Aliran daya di saluran
Batasan operasi yang harus dipenuhi oleh daya yang mengalir melalui saluran T adalah: -
TL < ST < TL dengan ST merupakan daya total yang mengalir di saluran T sedangkan TL
merupakan batasan operasi termal dari saluran T.
c. Pembangkitan daya aktif
Batasan operasi untuk pembangkitan daya aktif adalah: pkm < pk < pkM dengan pkm dan pkM
masing-masing merupakan daya minimum dan daya maksimum pembangkit di bus-k.
d. Pembangkitan daya reaktif
Batasan operasi untuk pembangkitan daya reaktif adalah: Qkm < Qk < QkM dengan Qkm dan
QkM masing-masing merupakan daya minimum dan daya maksimum pembangkit di bus-k.
Menurut Dirjen Listrik dan Pemanfaatan Energi (2004:79) sistem dinyatakan berada
dalam keadaan operasi yang berhasil atau memuaskan bila :
1. Frekuensi dalam batas kisaran operasi normal (50 ± 0.2 Hz), kecuali penyimpangan dalam
waktu singkat diperkenankan pada kisaran (50 ± 0,5 Hz), sedangkan selama kondisi
gangguan frekuensi boleh berada pada batas 47.5 Hz sampai 51.5 Hz.
2. Tegangan di Gardu Induk berada dalam batas yang ditetapkan dalam aturan
penyambungan yaitu : Tegangan 500 kV adalah ± 5% sedangkan Tegangan 150 kV, 70
kV, 20 kV adalah +5 % dan -10%. Batas-batas ini harus menjamin bahwa tegangan pada
semua pelanggan berada pada kisaran yang telah ditetapkan sepanjang pengatur tegangan
jaringan distribusi dan peralatan pemasok daya reaktif bekerja dengan baik. Operasi pada
batas-batas tegangan ini diharapkan dapat membantu mencegah terjadinya tegangan-
kolleps (voltage collapse) dan masalah stabilitas sistem.
63
transmisi tenaga listrik. Selain itu, informasi penting lain seperti frekuensi, output generator
unit dan posisi tap transformator juga bisa telemeterikan.
Masalah pemantauan arus listrik dan tegangan pada sistem transmisi sangat penting dalam
menjaga keamanan sistem, Dengan hanya memeriksa setiap nilai yang diukur terhadap batas,
operator daya sistem dapat mengatakan di mana masalah-masalah yang ada dalam sistem
transmisi dan diharapkan mereka dapat mengambil tindakan perbaikan untuk menghilangkan
kelebihan beban line atau ambang batas tegangan.
FUNGSI-FUNGSI RTU
Fungsi-fungsi remote terminal unit antara lain:
a. Sebagai perangkat pemproses sinyal, RTU dirancang untuk melakukan proses-proses
sebagai perangkat pemproses pengiriman data ke pusat pengendalian system seperti:
Perubahan status peraltan gardu
Perubahan besaran-besaran analog
Perubahan besaran signal
65
RANGKAIAN PROSES
Rangkaian proses terdiri dari instalasi/wiring, terminal, relay bantu dan transducer yang
berfungsi untuk mengirim indikasi, kontrol, alarm-alarm dan pengukuran dari suatu Gardu
induk/Pembangkit. Secanggih apapun sistem SCADA yang dipasang tidak akan ada artinya
jika terjadi salah penyambungan/merangkai proses ke sistem Gardu Induk/Pembangkit. Untuk
itu diperlukan pemahaman dalam memasang rangkaian proses ini. Secara umum rangkaian
proses terdiri dari :
Control Panel
Pada lemari control panel inilah instalasi dan terminasi sistem SCADA paling banyak
dipasang, karena pada dasarnya sistem SCADA itu memindahkan fungsi control panel ke
control center (pusat pengaturan) secara real time. Indikasi, remote control dan telemetering
dipasang pada lemari ini.
Relay Panel
Pada lemari relay ini dipasang peralatan-peralatan proteksi, kita memasang instalasi dan
terminasi untuk signal-signal alarm.
66
Transducer Board
Transducer merupakan suatu konverter yang berfungsi sebagai pengubah bentuk besaran
energi yang satu ke besaran energi lain. Dalam telemetering untuk sistem SCADA, transducer
digunakan untuk mengubah besaran listrik dari CT dan PT menjadi besaran miliampere. Fisik
transducer ini cukup besar maka untuk memudahkan instalasi dan pemeliharaan maka
ditempatkan pada satu lemari yaitu transducer board.
Komponen transducer yang dipakai di APD Makassar berasal dari vendor ENERDIS
dengan produknya yang bernama TRIAD. TRIAD yang digunakan, mempunyai 2 tipe, yaitu:
T32 (3 input, 2 output pengukuran) dan T33 (3 input, 3 output pengukuran). Masing – masing
transducer disupply dengan tegangan 48 Vdc.
SIC ini pada umumnya menggunakan disconnected terminal ( terminal dimana kedua sisinya
dapat dipisahkan) sehingga memudahkan dalam pemeliharaan.
Misalnya :
- memeriksa abnormalitas telesignalling, remote control dan telemetering.
- melakukan simulasi telesignalling, remote control dan telemetering.
DATA PROSES YANG DI AKUISISI RTU
Telemetering ( Analog Input )
Telemetering adalah pengukuran besaran-besaran daya MW/MX/A/KV/HZ yang
dibutuhkan sistem SCADA untuk dikirim ke control center sebagai bahan pengaturan sistem
tenaga listrik. Untuk mengubah besaran-besaran daya yang bertegangan tinggi (CT/PT
sekunder) menjadi output berarus lemah maka digunakan transducer.
Standar input transducer : 1A/100V/ V3 dan 5A/100/V3.
Standar output transducer : +/- 5mA,0–10mA dan 4–20mA
67
Terdiri dari indikasi-indikasi posisi suatu peralatan dengan output masuk atau keluar
misalnya indikasi : Circuit Braker ( CB ), Pemisah rel ( PMS ), Pemisah line ( LI ),
Pemisah tanah ( ES ) dll.
Pada telesignalling double (TSD) terdapat istilah valid dan invalid.. Validadalah posisi
(data) yang benar, close/open atau open/close.Invalid adalah posisi (data) yang salah,
close/close atau open/open.
Telecontrol adalah keluaran sinyal digital/analog dari remote terminal unit (RTU) hasil
manipulasi perintah control center. Remote Control yang digunakan di APD makassar untuk
RTU S900 merupakan remote control Digital (Digital Output) menggunakan card DOU.
Remote control jenis ini merupakan perintah close dan open pada PMT, PMS dari control
center melalui RTU.
terminal unit yang menyebabkan hanya sebagian dari jaringan yang dapat dipantau oleh
operator.
Untuk mengatasi masalah – masalah di atas maka pada sistem pengendalian tenaga listrik
dikenal sistem estimasi. Teknik estimasi dibuat sedemikian rupa sehingga dapat menyaring
dan mendeteksi kesalahan – kesalahan yang secara acak dapat terjadi pada sistem
pengukuran. Bahkan dalam keadaan kritis, estimasi harus dapat memperkirakan besaran –
besaran pengukuran pada bagian – bagian jaringan yang tidak dapat terpantau karena
gangguan pada jaringan sub jaringan telekomunikasi.
State estimasi sistem tenaga adalah sebuah algoritma untuk menentukan keadaan sistem
dari model satusistem jaringan listrik dan sistem pengukuran redundan. Model pengukuran
state estimasi nonlinier didefinisikan oleh
( ) (5.1)
( )
( ) ( ) ( ) (5.4)
( )
dan R adalah matriks bobot yang diagonal elemen yang sering dipilih sebagai varians
kesalahan pengukuran, yaitu:
(5.5)
algoritma untuk masalah minimisasi tidak dibatasi adalah sebuah prosedur iteratif numerik di
mana fungsi objektif J (x) didekati biasanya dengan model kuadrat.
Solusi yang efisien masalah minimisasi unconstrained sangat bergantung metode. Metode
Newton memiliki peran sentral dalam pengembangan solusi numerik untuk yang tanpa
masalah minimisasi. Jenis metode Newton yang paling menarik di sini adalah Metode Gauss-
Newton. Ada dua cara untuk mendefinisikan hal itu. Dalam pendekatan pertama, kita linearize
vektor fungsi nonlinier h (x) dengan menggunakan ekspansi deret Taylor
(5.6)
(5.7)
(5.8)
Adapun cara kerja suatu estimator dapat diilustrasikan dalam perhitungan load flow
sederhana dengan memperhatikan komponen daya aktif yang mengalir pada jaringan. Seperti
pada sistem sederhana dengan konfigurasi pada gambar 5.6 dengan informasi pengukuran
daya aktif (MW) yang mengalir pada bus seperti pada gambar 5.7.
M32 = 40 MW = 0.4 pu
Dari persamaan aliran daya pada jaringan 1, 3 dan jaringan 3, 2 yang dapat ditulis
sebagai berikut:
73
Dengan menganggap θ3 = 0, maka dari persamaan f13 untuk θ1 dan persamaan f32
untuk θ2, diperoleh :
θ1 = 0.02 rad
θ2 = - 0.10 rad
Jika masing – masing meter memiliki kesalahan misalnya sebagai berikut:
M12 = 62 MW = 0.62 pu
M32 = 6 MW = 0.06 pu
M13 = 37 MW = 0.37 pu
Dengan mengulangi perhitungan dari hasil pembacaan meter M13 dan M32 dengan tetap
menganggap θ3= 0, maka:
θ1 = M13 x X13 = 6 x 0.04 = 0.024 rad
θ2 = M32 x X32 = - 37 x 0.25 = -0.0925 rad
hasil perhitungan load flow memberikan hasil – hasil seperti pada gambar 5.8.
74
Pada gambar terlihat bahwa aliran daya antara 1 – 3 dan 3 – 2 sesuai dengan
pembacaan meter M13 dan M32, tapi aliran daya pada jaringan 1 – 2 tidak lagi sesuai dengan
pembacaan M12.
Jika menggunakan hasil pembacaan meter M12 dan M23 maka aliran daya pada jaringan
tersebut diperlihatkan pada gambar 5.8.
Gambar 5.8 Perhitungan aliran daya dengan menggunakan pembacaan M13 dan M32
Misalnya zukuradalah nilai besaran pengukuran yang diterima dari perangkat pengukuran
dan zbenar adalah harga sebenarnya dari besaran yang diukur. Dengan menganggap η adalah
kesalahan pengukuran, maka:
(5.9)
Besar kesalahan acak η merupakan model ketidak pastian untuk pengukuran di atas. Bila
kesalahan pengukuran tidak menyimpang, maka probability density function dapat dinyatakan
dengan:
( ) ( ) (5.10)
√
δ adalah standar deviasi dan δ2 disebut variance dari jumlah acak. PDF (η) menggambarkan
perilaku η seperti pada gambar 5.10.
Standar deviasi δ dapat digunakan sebagai dasar untuk membuat model kesalahan acak
pengukuran–pengukuran. Bila besar δ besar, pengukuran relative kurang teliti, sebaliknya bila
harga δ kecil, terlihat adanya pancaran kesalahan kecil dari perangkat pengukuran, dengan
demikian dapat kita lihat tidak ada suatu sistem pengukuran yang sempurna. Distrbusi normal
umumnya digunakan sebagai model kesalahan pengukuran karena distribusi ini member hasil
terhadap banyak factor yang terkontribusi terhadap semua kesalahan.
z1benar yaitu besar arus sebenarnya yang mengalir pada rangkaian tersebut, dan 1 error
yang terdapat pada meter tersebut.
(5.11)
Karena harga rata – rata η1sama dengan nol, maka z1ukur akan sama dengan z1benar.
Dengan demikian probability density function untuk z1ukuradalah:
(
( ) ( ) (5.12)
√
(
( ) ( ) (5.13)
√
( ) ∫ ( ) (5.14)
( )
( ) ( ) (5.15)
Transformasi yang sesuai dan dapat digunakan pada titik ini untuk memaksimumkan
peluang dapat dilakukan dengan logaritmanatural PDF (z1ukur) yang sebenarnya berarti
juga memaksimumkan PDF(z1ukur).
78
[ ( )] atau
( )
( √ )
[ ]
( )
( √ ) [ ]atau sama dengan
( )
[ ] (5.16)
( ) ( )
[ ] atau (5.17)
(5.18)
Jadi diperoleh besar tegangan sumber sama dengan besar arus yang dikali dengan
tahanan. Namun dengan menambahkan sirkuit pengukuran yang kedua yang
mempunyai kualitas berbeda dengan meter pertama maka kondisi perhitungan akan
menjadi lain. Seperti Gambar 5.11.
(5.19)
( )
( ) ( ) (5.20)
√
( )
( ) ( )
√
( )
( ) ( ) (5.21)
√
( ) ( )
* ( )+ ( ) (5.22)
√ √
( ) ( )
[ ( √ ) ( √ ) ]
( ) ( )
[ ] (5.23)
Dengan menurunkan ruas kanan persamaan (5.23) pada harga ekstrim sama dengan
nol, maka diperoleh:
( ) ( )
[ ]
( ) ( )
Akan menghasilkan:
(5.24)
Bila salah satu dari meter tersebut merupakan meter dengan kualitas super maka
variance meter tersebut akan jauh lebih kecil dari meter lainnya.
Dari persamaan (5.17) dan (5.23) dapat kita lihat bahwa perkiraan probabilitas
maksimum dari parameter-parameter yang tidak diketahui selalu dinyatakan sebagai
harga yang memberikan harga paling kecil dari jumlah pangkat dua dari beda hasil
pembacaan pengukuran dengan harga benar (dinyatakan sebagai parameter yang belum
diketahui) dibagi dengan variance dari kesalahan meter.
* ( )+
( ) ∑ (5.25)
Dimana:
81
= Jumlah pengukuran
= Besaran pengukuran ke i
Persamaan (16) tersebut dapat dinyatakan dalam satuan per unit atau dalam satuan
biasa seperti MW, MVAR atau kV.
[ ( )]
( ) ∑ (5.26)
b. Formula Matriks
Bila fungsi ( ) merupakan fungsi linier maka persamaan (5.17) di atas
akan mempunyai solusi yang dapat didekati dengan cara sebagai berikut, misalnya
( ) ditulis dalam bentuk sebagai berikut:
( ) ( ) (5.27)
Dalam bentuk vector dapa dituliskan :
( )
( )
( ) [ ] [ ] (5.28)
( )
Dimana :
[ ] = Matriks Nm x Ns yang mengandung koefisien fungsi – fungsi linier ( )
Nm= Jumlah titik pengukuran
Ns = Jumlah parameter yang akan ditentukan
Dengan menempatkan pengukuran dalam persamaan vector sebagai berikut:
82
(5.29)
[ ]
Maka persamaan (26) dapat ditulis:
( ) ⌊ ( )⌋ ⌊ ⌋⌊ ( )⌋ (5.30)
[ ]
[ ]
Disebut sebagai matriks co variance kesalahan-kesalahan pengukuran. Untuk
menentukan penampakan minimum persamaan (5.29) subtitusikan [H]x untuk f(x)
dengan menggunakan persamaan (5.27).
(5.31)
Dengan mengetahui banyaknya pengukuran adalah Nm maka untuk menghitung xest
terdapat tiga kondisi yang harus diselesaikan yaitu dalam hal jumlah pengukuran Nm
lebih banyak dari state variable Nx, sama dengan state variable Ns, dan keadaan
dimana jumlah pengukuran yang tersedia lebih sedikit dari jumlah state variable yang
ditentukan.
Kondisi dimana jumlah pengukuran lebih banyak dari jumlah variable state
(Ns<Nm).dengan membuat j(x)/dx’ = 0 untuk i=1,…Ns, berarti identik dengan gradient
j(x), ( )sama dengan nol.
Gradient j(x) dapat ditulis
( ) [ ] [ ] [ ] [ ][ ]
Bila J(x) =0, maka untuk (Ns<Nm) state variable dapat dihitung dengan persamaan:
(5.32)
Dalam hal jumlah pengukuran sama dengan jumlah state variable yaitu dimana Ns =
Nm maka persamaan tersebut dapat dinyatakan dengan:
[ ] (5.33)
Jumlah pengukuran lebih sedikit dari jumlah state variable.
83
Sedangkan untuk keadaan dimana jumlah pengukuran lebih sedikit dari jumlah state
variable atau (Ns>Nm) maka akan ada beberapa cara penyelesaian untuk mencari xest
yang dapat memberikan harga j(x) sama dengan nol. Mengingat (Ns>Nm). maka teknik
penyelesaian yang biasa dilakukan tidak dengan memaksimumkan fungsi peluang,
tetapi pada prinsipnya adalah untuk mendapatkan harga xest yang memberikan harga
minimum jumlah pangkat dua dari harga yang dicari. Untuk semua i=1,2,…,Nm maka,
∑ (5.34)
Dengan kondisi [ ]
Bentuk yang sesuai untuk persamaan ini dapat ditempuh dengan persamaan lagrange
yang hasilnya dapat dinyatakan sebagai berikut:
(5.35)
Dalam sistem tenaga di mana jumlah state variable jauh lebih banyak daripada jumlah
pengukuran Ns>Nm, estimator tidak lagi mampu melakukan perhitungan dengan benar,
untuk mengatasi hal tersebut biasanya dilakukan dengan teknik “pseudo
measurement”. Teknik tersebut ditempuh dengan menambah sejumlah manual data –
data pengukuran pada bagian- bagian tertentu dari jaringan sehingga diperoleh jumlah
pengukuran yang cukup untuk menjalankan state estimator.
c. Identifikasi dari deteksi bad measurement dengan mengggunakan state estimation
Kemampuan untuk mendeteksi dan mengidentifikasikan hasil – hasil pengukuran
yang jelek pada suatu sistem pengendalian tenaga listrik merupakan hal yang sangat
berguna dalam mengoperasikan sistem tenaga listrik. Sebagaimana telah diketahui
bahwa tranducer- tranducer merupakan perangkat yang bisa rusak atau tersambung
secara tidak benar sehingga hasil pengukuran yang dihasilkan menjadi kurang teliti
atau tidak berarti sama sekali.
Dasar untuk mendeteksi hasil-hasil pengukuran jelek adalah dengan mengamati
hasil state estimation terhadap j(x), yang akan konvergen menjadi sangat kecil bila
tidak terdapat pengukuran yang jelek pada sistem. Ini berarti bila j(x) kecil, maka
vector x yaitu tegangan-tegangan dan sudut fasanya akan menghasilkan aliran daya,
beban dan pembangkitan yang dekat dengan nilai – nilai pengukuran.
Pada umumnya keadaan pengukuran yang jelek akan menyebabkan konvergensi
perhitungan J(x) lebih besar dari perhitungan dimana diharapkan x= xest.
84
Jenis pengetesan ini dikenal sebagai pengujian hypothesis dimana parameter α tertentu
maka nilai tj dapat digunakan untuk pengetesan .dengan menggunkan tj, maka peluang
alarm palsu mungkin sebesar 1 % dari semua pengetesan.
Dalam analisis ini gangguan yang mungkin terjadi pada sistem dimodelkan, sehingga bisa
diambil tindakan yang diperlukan, jika benar-benar terjadi. Kontingensi adalah suatu kejadian
yang disebabkan oleh kegagalan atau pelepasan dari satu atau lebih generator dan/atau
transmisi (Ditjen LPE, 2004).
Teknik analisis kontingensi dari tahun ke tahun berkembang terus seiring dengan
perkembangan komputer. Walaupun ada metode aliran daya yang lebih baik seperti Gauss-
Seidel dan Newton- Rhapson yang bisa mempercepat proses komputasi, namun untuk
menganalisis sistem dengan mensimulasi satu persatu gangguan pada saluran dan pembangkit
, akan memakan waktu yang lama. Ada 2 metoda analisis kontingensi :
1. Analisis kontingensi deterministik..
Yaitu cara penganalisisan dengan membuat simulasi terlepasnya elemen dari sistem tenaga
misalnya satu saluran dilepas atau satu trafo dilepas atau satu unit pembangkit dilepas, serta
melihat pengaruh yang diakibatkannya. Beberapa metoda analisis kontingensi deterministik
yang dikenal saat ini yaitu:
1) Analisis kontingensi dengan menggunakan aliran daya arus searah (DC Power-
Flow Contingency Analysis) : Metoda ini paling sederhana tetapi hasil yang
diberikan kurang akurat. Dapat digunakan untuk menganalisis kontingensi tunggal
atau kontingensi multi. Pada metoda ini, resistansi saluran diabaikan sehingga daya
reaktifnya dapat diabaikan dan didapatkan model rangkaian linearnya (P-θ).
2) Analisis kontingensi dengan menggunakan matriks impedansi bus (Z BUS).
3) Analisis kontingensi dengan menggunakan metoda aliran daya Fast Decoupled dan
Newton-Rhapson.
86
Penganalisisan didasarkan pada tingkat keandalan sistem yang didefinisikan pada 2 indeks
keandalan yaitu LOLP (Loss-Off-Load-Probability) dan EDNS (Expected Values Of
Demand Not Served). Keandalan sistem yang dimaksud tergantung kepada :
Kriteria yang digunakan untuk menentukan keandalan sistem, salah satunya dengan
menggunakan kriteria keandalan keamanan N-1 (Pottonen, 2005, Kundur, 2003, Marsudi,
1990). Kontingensi N-1 adalah kontingensi yang dihasilkan dari terlepasnya satu komponen
sistem yaitu satu saluran transmisi atau satu generator. Kontingensi N-k adalah kontingensi
yang dihasilkan dari terlepasnya sejumlah k komponen sistem.
Metode ini menggambarkan tingkat keandalan sistem dengan memperhitungkan
kemungkinan gangguan unit pembangkit dan juga gangguan peralatan transmisi. Dengan
kriteria indeks keandalan keamanan N-1 apabila dalam sistem terdapat N buah elemen baik
unit pembangkit maupun peralatan transmisi, sistem tidak akan kehilangan beban (tidak terjadi
pemadaman) apabila sebuah elemen sistem mengalami gangguan.
Dalam analisis kontigensi dilakukan studi aliran daya. Dalam penyelesaian masalah
aliran daya, sistem tenaga diasumsikan beroperasi pada keadaan seimbang dan digunakan
model satu fase. Untuk menghitung aliran daya pada jaringan sederhana dengan bentuk radial
dapat dilakukan secara analitik, tetapi untuk jaringan yang lebih rumit diselesaikan secara
iterasi. Ada empat kuantitas yang berhubungan dengan setiap bus, yaitu magnitude tegangan
|V|, sudut fase tegangan , daya riil P, dan daya reaktif Q. Bus-bus sistem secara umum
dikelompokkan ke dalam tiga tipe , sebagai berikut :
Bus tadah (slack bus). Dikenal juga sebagai bus ayun (swing bus), yang diambil sebagai bus
referensi dimana besar dan sudut fase tegangannya ditetapkan, sedang injeksi daya aktif dan
reaktif dihitung. Bus ini akan memenuhi kebutuhan selisih daya antara beban terjadwal dan
daya yang dibangkitkan yang disebabkan oleh rugi-rugi jaringan.
Bus-PV atau lazim disebut bus pembangkit. Disini injeksi daya aktif P dan besar tegangan |V|
ditentukan sedang sudut tegangan dan injeksi daya reaktif Q dihitung.
Bus-PQ atau lazim disebut bus beban. Disini baik injeksi daya aktif P maupun daya reaktif Q
dua-duanya ditentukan sedang besar dan sudut tegangan dihitung.
Konsep bus tadah atau simpul tadah yang membiarkan injeksi daya aktif tidak ditentukan
diperlukan karena ke bus inilah nantinya semua rugi daya aktif yang terjadi pada jaringan
ditimpakan setelah tegangan selesai dihitung, disamping injeksi daya aktif yang ada di bus ini
sendiri. Dengan tujuan hampir sama konsep bus tadah, bus pembangkit (PV) yang
membiarkan injeksi daya reaktif tidak ditentukan diperlukan karena ke bus inilah nantinya
88
rugi-rugi daya reaktif yang terjadi pada jaringan ditimpakan setelah tegangan selesai dihitung,
disamping injeksi daya reaktif yang ada di bus-bus ini sendiri.
. Secara umum persamaan arus yang memasuki suatu bus i pada sistem tenaga adalah
sebagai berikut :
n
I i YijV j (5.37)
j 1
dimana Yij adalah admitansi bus antara bus i dan j, dan pada persamaan di atas j termasuk bus
i. Dalam bentuk polar, dapat ditulis menjadi
n
I i Yij V j ij j (5.38)
j 1
n
Qi ViV j Yij sin( ij i j ) (5.42)
j 1
Persamaan (5.41) dan (5.42) merupakan satu set persamaan aljabar nonlinear yang
berhubungan dengan variabel-variabel bebas, magnitude tegangan dalam per unit (pu), sudut
fase dalam radian. Terdapat dua persamaan untuk setiap bus beban, diberikan oleh (5.40) dan
(5.41), dan satu persamaan untuk setiap bus pembangkit, diberikan oleh (5.41). Pengembangan
(5.41) dan (5.42) ke dalam deret Taylor dan mengabaikan semua suku-suku yang berorde
tinggi, menghasilkan satu set persamaan-persamaan linear berikut :
89
P2( k ) P2
(k )
P2
(k )
P2
(k )
P2
(k )
2( k )
n V2 Vn
2
Pn ( k ) Pn
(k )
Pn
(k )
Pn
(k )
(k ) (k )
Pn 2 n 2 V2 Vn n
(5.43)
Q Q ( k )
( k )
Q2
(k )
Q2
(k )
Q2
(k ) V2( k )
2 2
2 n V2 Vn
Qn Qn Qn Qn
(k ) (k ) (k ) (k )
Qn( k ) 2 n V2 Vn
Vn( k )
dan Pi
(k ) (k )
3. Untuk bus PV, Pi berturut-turut dihitung dengan persamaan (41)
4. Menyelesaikan persamaan linear simultan (42) secara langsung dengan cara faktorisasi
triangular dan eliminasi Gauss.
a. Pergeseran Arus-Injeksi
Misalkan suatu sistem tenaga listrik, jika pada bus m diberikan tambahan arus injeksi
sebesar Im, akan terjadi perubahan tegangan pada setiap bus dan perubahan arus yang
mengalir pada setiap saluran. Perubahan tegangan pada sistem karena tambahan arus injeksi
tadi dinyatakan dengan,
V1 V1' V1
0
Vi Vi ' Vi Kolom m
' Z bus I m I m (5.44)
V j V j V j Z bus
0
Vn Vn' Vn
dengan Zbus adalah matriks impedansi bus sistem awal, sebelum enambahan arus
injeksi. Perubahan tegangan pada bus i dan j dapat ditulis,
Vi Z im I m V j Z jm I m (5.45)
dengan Zim dan Zjm adalah komponen-komponen dari Zbus. Jika saluran yang
menghubungkan bus i dan bus j mempunyai impedansi primitif zc, maka perubahan arus yang
mengalir dari bus i ke bus j adalah
Vi V j Z im Z jm
I ij I m (5.46)
zc zc
dari persamaan ini kita mendefinisikan istilah faktor distribusi arus-injeksi atau
current-injection distribution factor, Kij,m yang dirumuskan dengan,
I ij Z im Z jm
K ij ,m (5.47)
I m zc
91
yaitu perbandingan antara perubahan arus di satu saluran, saluran ij, terhadap
perubahan arus-injeksi pada satu bus, bus m. Maka perubahan arus pada saluran ij karena
perubahan arus-injeksi pada bus m adalah
I ij K ij I m (5.48)
Hubungan ini menunjukkan bahwa beban lebih pada saluran dapat dihilangkan
dengan menurunkan arus-injeksi pada suatu bus dan menaikkan arus-injeksi pada bus lain,
atau dengan kata lain menurunkan pembangkitan daya suatu unit pembangkit dan menaikkan
daya yang dibangkitkan pada unit yang lain.
Apabila arus-injeksi pada bus p diubah sebesar Ip sedangkan pada bus q arus injeksi
diubah sebesar Iq, maka dengan prinsip superposisi, perubahan arus pada saluran ij dapat
dihitung dengan,
I ij K ij , p I p K ij ,q I q (5.49)
Z Z jp I p Z iq Z jq I q
I ij
ip
(5.50)
zc
Karena penggunaan seperti di atas, Faktor Distribusi Arus-Injeksi disebut sebagai
faktor distribusi pergeseran arus (current-shift distribution factor). Pada model aliran daya
DC pergeseran arus dari bus yang satu ke bus yang lain ekivalen dengan pergeseran
pembangkitan daya aktif dari bus yang satu ke bus yang lain. Oleh karena itu Faktor Distribusi
Pergeseran Arus sering disebut Faktor Distribusi Pergeseran Pembangkitan (generation-shift
distribution factor).
dalam rangkaian ekivalen sistem pre-outage, yaitu sebelum saluran mn lepas, seperti pada
Gambar 1. Saluran mn lepas disimulasikan dengan menghubungkan impedansi -za dengan
memasukkan saklar S sehingga mengalir arus Ia. Dengan Zmn = Znm, dari Gambar 1 terlihat
bahwa,
Vm Vn V Vn
Ia m (5.51)
( Z mm Z nn 2Z mn ) z a Z th,mn z a
dengan Vm dan Vn adalah tegangan pre-outage bus m dan bus n dan Zth,mn = (Zmm + Znn
- 2 Zmn) adalah impedansi Thevenin antara bus m dan bus n. Efek arus Ia terhadap tegangan
pre-outage bus m dan bus n sama dengan memberikan arus injeksi Im = -Ia ke dalam bus m
dan In = Ia ke dalam bus n. Perubahan arus pada sembarang arus ij dengan impedansi zc
adalah,
I ij K ij ,m I m K ij ,n I n
Z in I
Z im Z jn Z jm
a (5.52)
zc
I ij
Z in
Z im Z jn Z jm Vm Vn
Z th,mn z a
(5.53)
zc
za Z in Z im Z jn Z jm
I ij I mn (5.55)
zc Z th,mn z a
atau
I ij za Z im Z in Z jm Z jn
Lij ,mn (5.56)
I mn zc Z th,mn z a
Lij,mn disebut Faktor Distribusi Saluran-Keluar (line-outage distribution factor) yang
menyatakan besar perubahan arus pada saluran ij dengan impedansi seri zc karena keluarnya
saluran mn dari sistem yang mempunyai impedansi seri za.
Arus yang mengalir pada saluran ij setelah saluran mn keluar diberikan oleh
persamaan,
I ij' I ij I ij I ij Lij ,mn I mn (5.57)
Imn adalah arus saluran mn sebelum lepas dari sistem, dapat diperoleh dari hasil analisis
aliran daya. Dengan demikian dengan persamaan (5.50) dapat diketahui apakah tiap saluran
mengalami pembebanan lebih (overload) atau tidak setelah satu saluran lepas dari sistem.
'
dengan K ij , p adalah faktor distribusi pergeseran pembangkitan yang baru, yang
menyatakan perubahan arus pada saluran ij karena penambahan atau pengurangan arus injeksi
94
di bus p sebesar Ip yang sebelumnya didahului oleh lepasnya saluran mn. Hal yang sama
'
dapat dinyatakan untuk K ij ,q .
L'ij ,mn = adalah Faktor Distribusi Saluran Lepas efektif yang menyatakan perubahan
arus dalam kondisi statis (steady state) saluran ij akibat lepasnya saluran mn ketika saluran pq
'
telah lepas lebih dulu dari sistem. Pernyataan yang sama juga untuk Lij , pq .
(2). Berapa banyak biaya untuk memenuhi kendala operasi pada saat kontigensi dan pra-
kontigensi.
Selain itu. metode OPF akan menentukan kondisi operasi optimal dari jaringan listrik
yang mengalami hambatan secara fisik dan operasional. Faktor mana yang akan dicari titik
optimalnya, akan dirumuskan dan diselesaikan dengan menggunakan algoritma optimasi yang
sesuai, seperti metode Newton. Batasan-batasan yang harus diperhatikan dalam metode OPF
ini yaitu seperti pengaturan pembangkit listrik, ketersediaan sistem transmisi, batas desain
peralatan listrik, dan strategi operasi.
Masalah semacam ini jika diimplementasi dalam bentuk persamaan matematika
merupakan sebuah persamaan statis nonlinier, dengan fungsi objektif direpresentasikan
sebagai persamaan nonlinier. Tujuan utama dari metode OPF adalah untuk menentukan
pengaturan variabel kontrol dan sistem persamaan yang mengoptimalkan nilai fungsi objektif.
Pemilihan fungsi ini harus didasarkan pada analisis yang cermat dari sistem daya listrik dan
secara ekonomi.
96
BAB VI
STABILITAS SISTEM TENAGA LISTRIK
6.1 PENDAHULUAN
Keseimbangan daya antara kebutuhan beban dengan pembangkitan generator merupakan salah
satu ukuran kestabilan operasi sistem tenaga listrik. Dalam pengoperasian sistem tenaga listrik
pada setiap saat akan selalu terjadi perubahan kapasitas dan letak beban dalam sistem.
Perubahan tersebut mengharuskan setiap pembangkit menyesuaikan daya keluarannya melalui
kendali governor maupun eksitasi mengikuti perubahan beban sistem. Jika hal ini tidak
dilakukan maka akan menyebabkan keseimbangan daya dalam sistem terganggu dan efisiensi
pengoperasian sistem menurun menyebabkan kinerja sistem memburuk.
Kecepatan pembangkit memberi reaksi terhadap perubahan yang terjadi dalam sistem
menjadi faktor penentu kestabilan sistem. Kestabilan mesin pembangkit sangat tergantung
pada kemampuan sistem kendalinya. Sistem kendali yang andal jika mampu mengendalikan
mesin tetap beroperasi normal mengikuti perubahan-perubahan yang terjadi dalam sistem. Jika
semua mesin tetap beroperasi dalam kondisi normal meskipun ada gangguan, maka sistem
tersebut akan benar-benar stabil.
Sistem tenaga listrik secara umum terdiri dari unit-unit pembangkit yang terhubung
dengan saluran untuk melayani beban. Sistem tenaga listrik yang memiliki banyak mesin
biasanya menyalurkan daya kebeban melalui saluran interkoneksi. Tujuan utama dari sistem
saluran interkoneksi adalah untuk menjaga kontinuitas dan ketersediaan tenaga listtrik
terhadap kebutuhan beban yang terus meningkat. Semakin berkembang sistem tenaga listrik
dapat mengakibatkan lemahnya performansi sistem ketika mengalami gangguan. Salah satu
efek gangguan adalah osilasi elektromekanik yang jika tidak diredam dengan baik maka
sistem akan terganggu dan dapat keluar dari area kestabilannya sehingga mengakibatkan
pengaruh yang lebih buruk seperti pemadaman total (black out).
Stabilitas sistem tenaga lisitrik merupakan karakteristik sistem tenaga yang
memungkinkan mesin bergerak serempak dalam sistem pada operasi normal dan dapat
kembali dalam keadaan seimbang setelah terjadi gangguan. Secara umum permasalahan
stabilitas sistem tenaga listrik terkait dengan kestabilan sudut rotor (Rotor Angle Stability) dan
kestabilan tegangan (Voltage Stability). Klasifikasi ini berdasarkan rentang waktu dan
97
Kondisi yang telah dijabarkan diatas akan selalu ada pada sistem tenaga listrik karena
beban yang ada akan selalu bertambah dan ada pula yang hilang, dan semua generator yang
terinterkoneksi harus selalu menyesuaikan energi input, sudut rotor, dan eksitasi agar sesuai
dengan kondisi pada saat itu juga.
sistem transmisi. Setelah periode ini, governor akan mulai bereaksi, biasanya sekitar 4 hingga
5 detik, dan stabilitas dinamis akan efektif. Ayunan dinamis juga akan dipengaruhi oleh osilasi
tegangan, penguatan pada sistem eksitasi, dan waktu pada frekuensi jaringan.
Mesin yang mengalami gangguan atau perubahan kondisi dalam pengoperasian akan
menyebabkan energinya berayun, dan mempunyai kemungkinan sebagai berikut; kembali
stabil setelah gangguan hilang, atau tetap berayun dan tidak mungkin lagi kembali stabil maka
perlu dilakukan pemisahan dari sistem. Jika generator sinkron menerima torka mekanik
sebesar Tm maka akan menimbulkan torka elektrik sebesar Te, dan dengan mengabaikan rugi-
rugi energy yang terjadi maka didapatkan persamaan sebagai berikut :
(6.1)
Jika Ta adalah selisih antara torka mekanik dengan torka elektrik pada mesin maka Ta dapat
didefenisikan sebagai torka percepatan atau perlambatan dari mesin dengan persamaan:
(6.2)
Jika mesin memiliki momen inersia atau momen kelembaman dalam merespons perubahan
kondisi yang terjadi sebesar J dan dengan mengabaikan gaya gesekan serta redaman maka
torka percepatan/perlambatan mesin dapat dirumuskan:
(6.3)
Dimana besar sudut perputaran mesin. Jika Wsm kecepatan sudut yang tetap maka
(6.4)
Dimana adalah posisi baling-baling sebelum gangguan pada saat t = 0, maka kecepatan
sudut rotor ;
(6.5)
(6.6)
(6.7)
(6.8)
Daya adalah perkalian antara torka dan besar sudut perputarannya maka didapat persamaan
sebagai berikut :
101
(6.9)
Hasil kali disebut konstanta inersia dan dinotasikan dengan M, maka kaitannya denngan
energy kinetic Wk adalah :
(6.10)
atau
(6.11)
(6.12)
(6.13)
Jika p adalah jumlah kutub dari generator sinkron maka dapat dinyatakan:
(6.14)
Juga,
(6.15)
(6.16)
(6.17)
Sebagai konstanta H tetap dan dengan menggunakan satuan perunit maka didapat:
(6.18)
Dimana dan adalah gaya mekanis per-unit dan daya listrik. Kecepatan sudut
elektrik dihubungkan dengan kecepatan sudut mekanis oleh persamaan:
102
⁄ (6.19)
Dalam kaitan dengan kecepatan sudut elektrik adalah:
(6.20)
(6.21)
Dimana adalah radian dalam elektrik, maka didapat persamaan ayunan adalah:
(6.22)
Representasi mesin sinkron pada kondisi transient dinyatakan dengan sumber tegangan
dalamnya dan disertai dengan reaktans transientnya. gambar dibawah ini menunjukkan
sebuah generator sinkron dihubung ke busbar tak hingga
E' jX d' Vg ZL V
Busbar tak hingga
Zs
(6.1)
103
E' y12 V
I1 I2
1 2
y 10 y 20
Gambar 6.1 Rangkaian ekivalen sebuah mesin terhubung ke bus tak hingga.
Maka didapat persamaan sistem sebagai berikut:
[ ] [ ][ ] (6.24)
[ ]
[| | (| | | | | | | | )]
| | [| | (| | | | | | | | )] (6.2)
| || || |
| || |
(6.26)
104
Pe
Pe
0 /2
| || |
(6.27)
(6.28)
Bila terjadi hubung singkat, maka tegangan transient generator dapat dihitung dengan rumus:
(6.3)
Pada bagian ini diperkenalkan pemodelan mesin pada 2(dua) sumbu, tetapi lebih dikenal
dengan sumbu “dq0”. Maka phasor diagram sistem dapat digambarkan pada sumbu dq0
sebagai berikut:
Iq E
jX q I q
V X d Id
Ia
Id
Gambar 6.3 Phasor diagram selama periode keadaan mantap
105
| || |
| | (6.4)
| | | |
| | | | | | (6.5)
Maka sudut daya sistem dapat dihitung sebagai berikut:
| |
| |
| |
Iq E q'
jX q I q
V
X d' I d
Ia
Id
| | | |
Atau
| | | | | |
| | | |
| |
| | ( )| |
| | (6.8)
Dengan mengabaikan resistans armature mesin, dan mesin terhubung langsung pada busbar
tak hingga dengan tegangan 1,0 pu. Jika generator memberikan daya aktif 0,5 pu pada faktor
daya 0,8 lagging. Hitung tegangan pada reaktans transient dan persamaan sudut daya mesin,
jika:
Keterangan:
atau
(b) Pengaruh saliency diperhitungkan, inisial daya steady state diberikan oleh persamaan
(6.32) adalah
| |
| | | |
Tegangan eksitasi steadi state E, persamaan (6.32),adalah
| | | | | |
107
| | ( )| |
| |
atau
Pe Pe
(a) (b)
Gambar 6.5 Kurva sudut daya pada keadaan transien pqda contoh 6.1 di atas.
Gangguan kecil sering disebut kestabilan dinamik, dan pengaruhnya terhadap tiap mesin
dalam sistem dapat ditentukan dari:
(6.9)
(6.10)
Jika persamaan (6.36) disubstitusi dalam persamaan (6.37) maka diperoleh:
108
atau
Persamaan sebelumnya untuk persamaan linear dari perubahan sudut daya antara lain,
(6.11)
| (6.12)
(6.13)
(6.14)
√ (6.15)
(6.16)
(6.17)
(6.18)
(6.19)
109
√ (6.20)
(6.21)
√ (6.22)
√ (6.23)
̇ ̇
̇
[ ] [ ]* + (6.24)
̇
atau
̇ (6.25)
dimana
[ ] (6.26)
dan
* +* + (6.27)
atau
(6.28)
atau
(6.29)
110
dimana
[ ] (6.30)
subsitusi , diperoleh,
[ ]
dan
(6.31)
√
dan
(6.32)
√
(6.33)
(6.34)
√
(6.35)
√
(6.36)
(6.37)
Pada frekuensi 60 Hz, generator sinkron dengan konstanta inersia H = 9,94 MJ/MVA dan
reaktans transient Xd‟= 0,3 pu, terhubung pada bus tak hingga dengan tegangan V = 1,0 pu.
Generator memberikan daya aktif P = 0,6 pu pada faktor daya 0,8 lagging. Asumsi bahwa
koefisien redaman D = 0,138. Tentukan kestabilan sistem pada
111
1 2
X t 0 .2 X 12 0 . 3
E' V 1 .0
X 12 0 . 3
X d' 0.3
Arus,
√ √
√ √
√ √
30.0
25.0
o 20.0
15.0
10.0
0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5 3.0
113
60.2
60.1
f,
60.0
Hz
59.9
59.8
0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5 3.0
t, sec
Gambar 6.7 Respon alamiah dari susdut rotor dan frekuensi mesin untuk contoh soal 6.2
̇ (6.38)
dan
* +* +
A = [0 1; -37.705 -2.617];
B = [0; 0]; % Column B zero-input
C = [1 0; 0 1]; %Unity matrix defening output y as x1 and x2
Dx0 = [0.1745; 0] ; % Initial conditions
[y, x] = initial (A, B, C, D, Dx0, t) ;
Dd = x ( : , 1) ; Dw = x ( : , 2) ; % State variables x1 and x2
d = (d0 + Dd)*180/pi ; % Power angle in degree
f = f0 + Dw/ (2*pi) ; % Frequency in Hz
subplot (2 , 1 , 1) , plot (t , d) , grid
xlabel (‟t sec‟) , ylabel (‟Delta Degree‟)
subplot (2 , 1 , 2) , plot (t , f) grid
xlabel (‟t sec‟) , ylabel (‟Frequency Hz‟) , subplot (111)
(6.39)
atau
(6.40)
(6.41)
114
Dimana,
(6.68)
̇ ̇
̇
[ ] [ ]* + * + (6.42)
̇
atau
̇ (6.43)
atau
(6.44)
dimana
[ ]* +
dan
[ ] (6.45)
√
dimana dan
115
(6.46)
√
[ ] (6.47)
√
(6.48)
√
[ ]
√
atau
[ ]
Juga, subsitusi nilai dalam persamaan (6.75) dan nyatakan frekuensi dalam Hz, akan
diperoleh,
atau
Gambar 6.8 Step response dari sudut and frekuensi mesin contoh soal 6.3
116
̇
[ ] * +* + * +
̇
dan
* +* +
A = [0 1; -37.705 -2.617];
Dp = 0.2; Du = 3.79; % Small step change in power input
B = [0 ; 1] *Du ;
C = [1 0; 0 1] ; % Unity matrix defening output y as x1 and x2
D = [0 ; 0] ;
[y, x] = step (A, B, C, D, 1, t) ;
Dd = x ( : , 1) ; Dw = x ( : , 2) ; % State variables x1 and x2
d = (d0 + Dd)*180/pi ; % Power angle in degree
f = f0 + Dw/ (2*pi) ; % Frequency in Hz
subplot (2 , 1 , 1) , plot (t , d) , grid
xlabel (‟t sec‟) , ylabel (‟Delta Degree‟)
subplot (2 , 1 , 2) , plot (t , f) grid
xlabel (‟t sec‟) , ylabel (‟Frequency Hz‟) , subplot (111)
16.79 +
0
180/pi +
D u = 3.79
X = AX + Bu
Demux
Y = CX + Du
Step State – Space
180/pi +
60 + f
f0
̇ (6.49)
[ ] * +
[ ]
Hasilnya,
[( * ]
atau
[( * ]
( * ∫
118
atau
√ ∫ (6.50)
∫ (6.51)
∫ (6.52)
Jika sudut meningkat maka keluaran daya generator juga meningkat hingga mencapai Pm1,
dan jika sudut daya bertambah terus maka keluaran daya akan berkurang seperti gambar
dibawah ini:
∫ (6.53)
| | | | (6.54)
119
Kriteria sama luas digunakan untuk menentukan penambahan daya maksimum Pm yang dapat
dilakukan untuk mempertahankan kestabilan system, diperlihatkan pada gambar dibawah ini:
∫ ∫
(6.55)
(6.56)
Dimana,
(6.57)
(6.58)
( )
(6.59)
|
| ( ) (6.60)
dan
(6.61)
| | (6.62)
Mesin pada contoh 6.2 diberikan daya aktif 0,6 pu pada system daya 0,8 lagging, dan
dihubungkan langsung ke bus tak hingga.
a. Tentukan daya input daya maksimum yang dapat diberikan agar mesin tidak
kehilangan sinkronisasinya.
b. Ulangi soal a untuk inisial daya input sama dengan nol.
Keterangan :
Diketahui:
Jika:
Gambar 6.12 Batas daya maksimum dengan kriteria sama luas untuk contoh 6.4(a)
Gambar 6.13 Batas daya maksimum dengan kriteria sama luas untuk contoh 6.4(b)
Perhatikan gambar dibawah ini, dimana sebuah generator dihubungkan ke bus tak hingga
lewat saluran pararel. Jika terjadi gangguan tiga fasa pada ujung bus pengirim, tentukan
kestabilan system sesudah gangguan dilepaskan dari system?
122
1 2
F
Gambar 6.14 Sistem satu mesin yang dihubungkan ke bus tak hingga,
gangguan tiga fasa pada F.
Keterangan:
Gambar 6.15 Kriteria sama luas untuk gannguan tiga fasa pada
sisi pengiriman (sending end).
∫ ∫
(6.63)
123
atau
√ (6.91)
Jika gangguan tiga fasa terjadi pada titik tengah saluran transmisi seperti gambar dibawah ini:
1 2
F
Gambar 6.17 Sistem satu mesin yang dihubungkan ke bus tak hingga,
gangguan tiga fasa pada F.
124
Keterangan:
Gambar 6.19 Kriteria sama luas untuk gannguan tiga fasa pada
Sebuah jalur sisi pengiriman (sending end).
.
∫ ∫
(6.64)
125
Mesin pada frekuensi 60 Hz dihubungkan pada bus tak hingga seperti pada gambar dibawah
ini.
a. Jika gangguan sesaat terjadi pada ujung bus pengirim, tentukan waktu pemutusan
kritisnya?.
b. Jika gangguan tiga fasa terjadi pada pertengahan saluran transmisi seperti pada
gambar, tentukan waktu pemutusan kritisnya?.
1 2
X t 0 .2 X L1 0 .3
E' V 1 .0
X 0 .3
X d' 0.3 L2
Keterangan:
atau
√ √
Menggunakan data yang diketahui dibawah ini untuk penyelesaian masalah tersebut diatas
X2 = 1.8
A B
Dimana gangguan adalah diputus pada saluran terganggu terisolasi. Dengan demikian,
reaktansi transfer setelah gangguan adalah
( *
Metode numeric dapat diterapkan sebagai metode pendekatan pada pemecahan persamaan
sistem non-linier. Jika suatu persamaan difrensial orde satu dinyatakan sebagai berikut:
(6.65)
129
Untuk:
| (6.66)
| ( )
| |
( ,
| |
( + (6.67)
130
[ ]
[ ]
Untuk menunjukkan pemecahan dari persamaan ayunan sistem, seperti ditunjukkan pada
gambar 18 diatas , dimana generator sinkron dihubungkan ke bus tak hingga lewat dua saluran
pararel. Jika diasumsikan bahwa daya input konstan maka sudut daya dinyatakan sebagai
berikut:
dimana
| || |
| || |
(6.68)
131
| |
kemudian,nilai rata-rata dari dua turunan digunakan untuk mencari nilai yang sebenarnya,
| |
( )
| |
( ) (6.69)
Pada contoh 6.5, gangguan tiga fasa terjadi pada pertengahan salah satu saluran yang
menghubungkan generator dengan bus tak hingga.
a. Jika waktu pemutusan kritis adalah 0,3 detik, tentukan pemecahan numeric dari
persamaan ayunan pada 1 detik dengan pendekatan Euler.
Keterangan:
Sehingga,
|
132
Proses pendekatan ini dilanjutkan hingga mencapai waktu pemutusan kritis 0,3 detik,
maka persamaan akselerasi daya saat itu adalah:
b. Jika program tersebut diatas dijalankan pada waktu pemutusan kritis 0,4 detik dan 0,5
detik maka hasilnya dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 6.24 Kurva ayunan mesin untuk contoh soal 6.6 pemutusan gangguan 0,3 sec.
133
Pm = 0.8 D o
+ pi*60/5
D 1 1
Pi*60/5
s s
0.65*sin(u)
During fault
Persamaan sistem multi-mesin dapat dituliskan menyerupai sistem mesin tunggal yang
terhubung ke bus tak hingga, sebagai berikut:
(6.70)
(6.71)
| | | |
(6.72)
Termasuk tegangan sumber dibelakang reaktans transient, terhubung ke m bus seperti gambar
dibawah ini:
n+1
G
n+m
G
Sehingga persamaan arus pada tiap cabang saluran dapat dituliskan sebagai berikut:
|
(6.73)
|
[ ] [ ][ ]
atau
(6.74)
[ ] [ ][ ] (6.75)
(6.76)
(6.77)
Dari (6.104)
(6.78)
Sekarang subsitusi kedalam (6.105), diperoleh
[ ] (6.79)
(6.80)
atau
[ ] (6.81)
dimana
∑ (6.82)
∑ | || || | ( ) (6.83)
∑ | || || | ( ) (6.84)
136
Studi stabilitas transient klasik didasarkan pada analisis gangguan tiga fasa. Persamaan ayunan
dengan mengabaikan redaman dapat ditulis sebagai berikut:
∑ | || || | ( ) (6.85)
(6.86)
(6.87)
( )
Suatu jaringan sistem seperti gambar dibawah ini, dengan data beban, besar tegangan, jadwal
pembangkitan, dan batas-batas daya reaktif pada setiap bus sistem diberikan dalam bentuk
table berikut:
1 4
2
5
6
3
Dengan memilih daya dasar pada 100 MVA, dan jika terjadi gangguan pada line 5-6 didekat
bus 6, dan terjadi pemutusan dengan pembukan CB secara simultan pada kedua ujung line.
Buatlah program untuk menentukan kondisi kestabilan sistem sebagai berikut:
a. Ketika gangguan diputuskan pada 0,4 detik.
b. Ketika gangguan diputuskan pada 0,5 detik.
c. Ulangi simulasinya untuk menentukan waktu pemutusan kritis.
Keterangan:
Dengan menggunakan program TRSTAB (atau program load Flow desain sendiri), maka
diperoleh hasil:
138
139
Gambar 6.29 Plots perbedaan sudut untuk mesin 2 and 3 contoh soal 6.7(a).
Jika program dijalankan untuk penentuan waktu pemutusan kritis pada CB yang berikutnya
sebagai berikut:
Gambar 6.30 Plot perbedaan sudut untuk mesin 2 and 3 untuk soal 6.7(b).
141
BAB VII
OPERASI SISTEM TENAGA LISTRIK
Tujuan utama dari operasi system tenaga listrik memenuhi kebutuhan daya demand
dengan biaya yang minimum, dimana sistem harus aman dengan dampak terhadap
lingkungan di bawah standar, mempunyai keandalan yang memenuhi standar dan dapat
melayani permintaan secara continue sepanjang waktu. Berkaitan dengan itu dalam
mencapai tujuan di atas, maka perlu dijadualkan pembangkit secara efisien atau dengan
OPF. Dengan OPF maka biaya total produksi dari suplai/pembangkit minimum.
Persamaan (7.1) biasa disebut model input-output (F-P), dengan kurva input– output
seperti gambar 7.1.
Dalam satuan standar internasional (SI) yang merupakan input adalah thermal
dengan satuan MJ/h atau Kcal/h dan satuan British Temperatur Unit dengan satuan
Mbtu/h dengan daya keluaran dengan satuan Megawatt (MW). Biaya total operasi sistem
tenaga listrik adalah terdiri dari : biaya bahan bakar, biaya pegawai dan biaya
pemeliharaan.
Heat rate kurva input-output seperti pada gambar 7.1 yang merupakan contoh untuk
pembangkit listrik tenaga uap dengan bahan batubara, minyak bumi dan gas.
Karakteristik incremental Heat rate dapat diperlihatkan seperti pada gambar 7.2
F
yaitu versus P. Satuan dari heat tare adalah MJ/KWh. Heat rate untuk pembangkit
P
listrik tenaga uap dengan bahan bakar batu bara, minyak bumi atau gas. Dapat dilihat
pada Tabel 7.1.
Pada operasi ekonomi pembangkit listrik secara umum yang telah diberikan seperti
pada persamaan 7.1. Dalam menentukan harga parameter , dan pada persamaan
(7.1), dapat dilakukan dengan meminimisasi dan memberikan simbol J
Tabel 7.1 Net Present Rates untuk bahan bakar fosil yang digunakan pada pembangkit
listrik Thermal dan variasi beban
100 % 80 % 60 % 40 % 25 %
Fossil Unit
Output Output Output Output Output
Fuel Rating
MJ/kWh MJ/kWh MJ/kWh MJ/kWh MJ/kWh
Coal 50 11,59 11,69 12,82 12,82 14,13
Oil 50 12,12 12,22 12,59 13,41 14,78
Gas 50 12,13 12,43 12,81 13,64 15,03
Coal 200 10,01 10,09 10,41 11,07 12, 21
Oil 200 10,43 10,52 10,84 11,54 12,72
Gas 200 10,59 10,68 11,01 11,72 12,91
Coal 400 9,49 9,53 9,75 10,31 11,25
Oil 400 9,91 9,96 10,18 10,77 11,75
Gas 400 10,01 10,06 10,29 10,88 11,88
Coal 600 9,38 9,47 9,77 10,37 11,40
Oil 600 9,80 9,90 10,20 10,84 11,91
Gas 600 9,91 10,01 10,31 10,96 12,04
Coal 800/1200 9,22 9,28 9,54 10,14
Oil 800/1200 9,59 9,65 9,92 10,55
Gas 800/1200 9,70 9,75 10,03 10,67
2[ Pi
i 1
Pi 2 F ( Pi )] 0
J n
2P [ Pi
i 1
i Pi 2 F ( Pi )] 0
J n
2P [ Pi
i 1
i
2
Pi 2 F ( Pi )] 0
n n n
(n) Pi Pi 2 F (P ) i (7.2)
i 1 i 1 i 1
145
n n n n
Pi Pi 2 Pi 3 P F (P )
i i
(7.3)
i 1 i 1 i 1 i 1
n 2 n n n
Pi Pi 3 Pi 4 P F (P ) 2 (7.4)
i i
i 1 i 1 i 1 i 1
MW 70 75 112,5 150
Penyelesaian
a. Fungsi F(Pi ) sebagai masukan dan ditentukan untuk berbagai variasi (Pi )
seperti pada tabel yang dikalikan dengan daya output. Dengan demikian untuk:
P1 = 70 MW, diperoleh:
F1 = 8200 x 70 x 103 = 574 x 106 Btu/jam.
Dengan cara yang sama dapat diperoleh:
Untuk P2 = 75 MW F2 = 611 x 106 Btu/h
Untuk P3 = 112, 5 MW F3 = 896 x 106 Btu/h
Untuk P4 = 150 MW F4 = 1190 x 106 Btu/h
b. Besaran yang telah diperoleh, dapat diurutkan sebagai berikut untuk perhitungan
selanjutnya.
146
n= 4
P i = 407,50 MW
P i
2
= 45, 68125 x 103
P i
3
= 5,5637 x 106
P i
4
= 7,22 x 108
F i = 3,271 x 103
P i Fi = 3,65305 x 105
P i
2
Fi = 4,43645 x 107
Maka jawabannya,
69,23
6,98
3,288 x10 3
Gambar 7.3 m buah pembangkit thermal beroperasi pada satu bus yang sama
Pembangkit tersebut mempunyai biaya bahan yang berbeda yaitu (Fi) dengan daya
aktif (Pi) yang dimodelkan dengan persamaan polynomial kuadrat, biaya bahan bakar
total dari ”plant” adalah merupakan penjumlahan setiap unit pembangkit dengan satuan
$/jam.
m
F i Pi i Pi
2
i (7.5)
1
dF
0, dengan ( i 1 .........m) (7.6)
dPi
Nilai optimal untuk daya yang dibangkitkan dapat dituliskan dengan persamaan
sebagai berikut:
148
i
Pi (7.7)
2 i
Daya aktif optimal dan biaya minimal, kalau differensial derajat dua dari (F)
terhadap Pi nilainya positif. Kondisi ini dapat diperoleh apabila nilai:
i 0
Pada persamaan (7.7) dapat diperoleh daya yang dibangkitkan negatif apabila
i dan i adalah positif nilainya untuk suatu pendefferensialan parsial dilakukan dua
kali.
Masalah optimisasi untuk memperoleh biaya minimum maka kendalanya harus daya
dalam keadaan seimbang, apabila rugi-rugi transmisi diabaikan fungsi kendala dapat
dituliskan sebagai berikut:
m
PD
(P )
1
i (7.8)
Jika tidak ada fungsi kendala, maka persamaan (7.7) merupakan suatu penjumlahan
seperti berikut:
m
1 m
i
( Pi
1
)
2
1 i
Diamana,
dF
0
dPi
149
(7.11)
F1 F2
(7.12)
P1 P2
i 2 2 Pi 0 (7.13)
i
Pi (7.15)
2 i
dimana P1 dan P2 dalam MW, Pembangkit daya ini mensuplai ke beban sebesar 1000
MW. Jika rugi transmisi diadimana P1 dan P2 dalam MW diabaikan, tentukan besar daya
yang disuplai masing-masing pembangkit dan nilai pertambahan biaya pembangkitan
Penyelesaian :
8,28 + 2 (0,00053) P - =0
8,65 + 2 (0,00056) P1 - =0
P1 + P2 = 1000 MW
Dengan menyelesaikan persamaan di atas diperoleh jawaban
P1 = 683,49 MW
P2 = 316,51 MW
=9,0
151
Mencari rugi daya P1 dengan daya yng dipasok oleh pembangkit PG ke pusat PD ,
Diagram ekivalen dari sistem di atas adalah seperti pada Gambar 7.7.
PL 3 I
2
R
dimana R adalah tahanan dari saluran dalam Ohm/phasa. Arus I dapat diperoleh dari :
152
Pa
I
3 Va cos a
dimana ;
R
PL
2
Pa
cos a
2 2
Va
Asumsikan bahwa tegangan generator Va dan cos a konstan, maka diperoleh
PL B Pa
2
Dimana,
R
B
cos 2 a
2
Va
Kalau ditinjau dari dua sumber pemasok daya ke pusat beban seperti pada gambar 7.8.
Gambar 7.8. Sistem radial dengan dua sumber pemasok pada demand PD
153
PL B11 P1
2
Dimana
RD
B11
V1
2
Pf 2
Tinjau dua sumber pemasok daya pada pusat beban seperti pada gambar 7.9.
Dua pembangkit terhubung ke bus pusat beban dengan tahanan masing-masing R1D dan
R2D sehingga rugi daya adalah :
PL 3 I1 R1D 3 I 2
2 2
R2 D
R 1D R2 D
P1 2 P 2 2
V1 pf1
2 2
V2 pf1
2 2
PL B11 P1
2
(7.17)
Selanjutnya ditinjau sistem radial dengan tiga saluran seperti pada gambar 7.10.
154
Gambar 7.10. Sistem pemasok daya dua sumber dengan tiga saluran
Pada gambar 7.10, tiga saluran dua sumber pemasok daya yaitu P1 dan P2 untuk
memenuhi permintaan PD. Pada saluran bus beban PD ada turunan R3D, sehingga
diperoleh rugi saluran transmisi.
P1
I1
3 V1 pf1
P2
I2
3 V2 pf 2
P3
I3
3 V3 pf 3
Diperoleh,
P2 P2
I3
3 V3 pf 3
155
PL
R1D
P 2 R2 D
P2 2 R3 D
P1 P1
2
V1 pf1 V3 pf 2 V3 pf 3
2 2 1 2 2 2 3
R1D R3 D
B11
V1
2
pf1 2
V3
2
pf3 2 (7.19)
R2 D R3 D
B22 (7.20)
V2
2
pf 2 2
V3
2
pf3 2
R3 D
B12 (7.21)
V3
2
pf3 2
0,05 0,03
B11 0,062604705 0,0626
1,05
2
0,95 2
1
2
0,852
0,04 0,03
B22 0,0937
1,03
2
0,95 2
1
2
0,852
0,03
B12 0,0415
1
2
0,852
156
maka diperoleh persamaan rugi daya saluran transmisi per unit sebagai berikut:
PL B11 P1 2 B12 P1P2 B22 P2
2 2
Masalah rugi daya pada saluran transmisi dijelaskan Korn’s, dalam ”Korn’s Loss
Formula” untuk suatu sistem pemasok daya dengan dua sumber dan satu pusat beban.
2 2 z
PL Pgi Bij Pg j
1 j 1
B
1
P
10 gi B00
Kalau jumlah pembangkit banyak dan jaringan, misalnya (m) maka Korn’s Loss
Formula dapat ditulis:
m m m
PL B10 Bi 0 Pi
1
P
1 j 1
i B ij Pj (7.23)
maksimum mengurangi biaya kilowattjam pada konsumen dan biaya pada perusahaan
yang mensupplai kilowattjam yang juga meningkatkan harga bahan bakar, buruh, supplai
dan perawatan
Ekonomis operasional melibatkan pembangkitan daya dan pentransmisian yang
dapat dibagi kedalam dua bagian; satu berhubungan dengan biaya minimum produksi
daya dan disebut penjadualan ekonomis (economic dispatch) dan yang lain berhubungan
dengan rugi-rugi transmisi minimum dari daya yang dibangkitkan ke beban. Untuk
kondisi beban khusus, penjadwalan ekonomis menentukan daya keluaran dari setiap
pembangkit (dan setiap unit pembangkit dalam satu pusat pembangkit) yang akan
meminimalisasi biaya bahan bakar keseluruhan yang diperlukan untuk melayani beban
sistem. Dengan demikian, penjadualan ekonomis fokus pada koordinasi biaya produksi
pada semua pembangkit tenaga listrik yang beroperasi pada sistem dan merupakan
penekanan utama pada bagian ini.
Masalah rugi-rugi minimum dapat diasumsikan dalam beberapa bentuk tergantung
pada bagaimana pengendalian aliran daya dalam sistem dievaluasikan. Masalah
penjadualan ekonomis dan juga masalah rugi-rugi minimum dapat diselesaikan dengan
cara program aliran daya optimal (optimal power-flow-OPF program). Perhitungan OPF
dapat dilihat sebagai rangkaian perhitungan aliran daya Newton-Raphson yang
konvensional dimana parameter yang dapat dikontrol secara otomatis ditambahkan untuk
memenuhi batasan-batasan jaringan dan meminimalisasi fungsi objektive yang khusus.
Pada bab ini kita akan menggunakan pendekatan klasik penjadualan ekonomis.
Pertama-tama kita akan mempelajari pendistribusian keluaran pembangkitan antara
generator atau unit pembangkit dalam sebuah pusat pembangkit yang paling ekonomis.
Metode yang kita kembangkan yang juga menggunakan penjadualan ekonomis keluaran
pembangkit untuk beban yang diberikan sistem tanpa mempertimbangkan rugi-rugi
transmisi. Kemudian kita mengekspresikan rugi-rugi transmisi sebagai sebuah fungsi out
put dari pembangkit-pembangkit yang bervariasi. Kemudian kita menentukan bagaimana
keluaran dari setiap pembangkit dari sebuah sistem penjadualan untuk mendapatkan
biaya minimal dari daya yang disupplai ke beban.
Karena beban total dari sistem tenaga listrik berubah-ubah sepanjang hari, kontrol
keluaran daya pembangkit yang terkoordinir sangat lah penting untuk memastikan
158
pembangkitan ke beban seimbang sehingga frekuensi sistem akan dekat dengan nilai
operasi nominal, biasa nya 50 atau 60 hz. Berdasarkan hal itu, masalah pengontrolan
pembangkit otomatis (automatic generation control) dikembangkan dari sudut pandang
steady-state. Juga karena beban harian bervariasi, penggunaan harus ditentukan
berdasarkan dasar ekonomis, mana generator start-up, mana yang shut-down dan
urutannya bagaimana. Prosedur perhitungan untuk membuat keputusan itu disebut
pengaturan unit pembangkit (unit commitment), yang juga dikembangkan pada level
perkenalan pada bab ini.
1. Beban sistem setiap periode pengamatan adalah konstan dan telah diberikan
(diperoleh dari estimasi beban)
2. Rugi-rugi transmisi diabaikan
3. Cadangan daya panas telah ditentukan.
Keterangan:
COST = Biaya total selama periode pengamatan
I = Jumlah unit pembangkit
FCOSTi ( Gi H ) = Biaya yang dibutuhkan untuk membangkitkan daya sebesar Gi
oleh unit pembangkit ke-i pada jam ke-H
159
i 1
Gi H L( H ) H = 1, 2,…, N (7.25)
Keterangan:
Gi H = daya yang dibangkitkan oleh unit ke – I jam ke-H
Keterangan:
PiH = daya yang dibangkitkan oleh unit ke-i jam ke-H
Pmax i = kapasitas pembangkitan maksimum unit ke-i
Pmin i = kapasitas pembangkitan minimum unit ke-i
P i 1
max i S iH L( H ) R ( H ), H = 1, 2, ….N (7.27)
Keterangan:
Pmax i = kapasitas pembangkitan maksimum ke-i
SiH = status unit ke-I ( On or Off )
R (H ) = cadangan daya yang diizinkan pada jam ke-H
L(H ) = beban pada jam ke –H
Suatu unit pembangkit apabila sedang beroperasi (On) tidak dapat dimatikan
seketika sebelum minimum up time nya terpenuhi.
Keterangan:
Csu = biaya start-up
C si = biaya dingin
Cf = biaya konstan untuk pemeliharaan
V = laju pendinginan
t = lama waktu unit off
PR PT (7.30)
PT P i P1 P2 P3 ............ Pn (7.31)
Biaya pembangkitan, daya output dan beban dapat digambarkan sebagai berikut:
161
Umumnya letak pusat-pusat pembangkit jauh dari pusat beban, sehingga penyaluran daya
harus melalui saluran transmisi yang panjangnya bias mencapai ratusan kilometer.
Akumulasi rugi daya pada saluran transmisi dalam satu tahu bisa mencapai 12 digit.
Dengan demikian, untuk pendekatan yang lebih realistis susut daya atau rugi-rugi daya
pada saluran transmisi harus diperhitungkan dalam optimasi biaya operasi pembangkit
tenaga listrik.
Biaya bahan bakar dan daya pembangkit tenaga listrik dari suatu sistem tenaga listrik
dengan memperhitungkan susut daya pada saluran transmisi dapat direpresentasekan
seperti gambar 7.13 berikut :
Biaya bahan bakar dan daya pembangkit tenaga listrik dari suatu sistem tenaga listrik
dengan memperhitungkan susut daya pada saluran transmisi dinyatakan seperti pada
persamaan :
n
FT F (P ) F (P ) F (P
i 1
i i 1 1 2 2 ) F3 ( P3 ) ...... FN ( PN ) (7.32)
Keterangan ;
Fi = fungsi biaya pembangkit ke-i
Pi = daya keluaran pembangkit ke-i
Total daya yang disuplai oleh N pembangkit ke sistem adalah :
n
PT P
i 1
gi Pg1 Pg 2 .................. PgN (7.33)
Keterangan ;
PT = total daya yang dibangkitkan (MW)
Pgi = total daya yang dibangkitkan oleh pembangkit ke-i
Fungsi biaya seperti pada persamaan (49) akan diminimalkan dengan memperhatikan
fungsi kendala operasi (constraining), yaitu persamaan neraca daya.
n
PL PD P
i 1
i 0 (7.34)
Keterangan ;
PL = rugi daya pada saluran transmisi (MW)
PD = daya beban (MW)
Kendala lain yang juga harus diperhatikan adalah kendala teknis setiap pembangkit, yaitu
daya maksimum dan minimum yang disyaratkan
Pgi( Min) Pgi Pgi(max) (7.35)
Salah satu cara untuk menyelesaikan problem optimasi adalah dengan Metode Pengali
Langrange ( Methode of Lagrange Multipliers). Sebuah fungsi biaya baru C, dibentuk
dengan menggabungkan fungsi biaya pembangkitan dan persamaan kendala sistem, yaitu
C Fi P
L 1 0 (7.36)
Pgi Pgi Pgi
163
Untuk setiap keluaran pembangkit Pg1, Pg2, .........PgN disebabkan oleh Fi hanya
bergantung pada Pgi, maka turunan parsial Fi dapat dinyatakan sebagai turunan penuh,
sehingga persamaan (7.36) dapat dinyatakan sebagai berikut.
1 dF
1 (7.37)
1 PL dPgi
Pgi
Untuk setiap nilai ke-i persamaan diatas sering dinyatakan dalam bentuk,
dF1
L1 (7.38)
dPgi
Persamaan (7.38) menyatakan biaya bahan bakar paling minimum yang diperoleh saat
biaya tambahan bahan bakar dikalikan dengan faktor penalti adalah sama untuk semua
unit pembangkit dalam sistem. Sehingga untuk tiga pembangkit pada pusat pembangkit
dengan bus yang sama berlaku bahwa :
dF1 dF2 dF3
L1 L2 L3 (7.40)
dPgi dPg 2 dPg 3
Namun masalahnya adalah apabila batasandaya maksimum dan minimum dari setiap
pembangkit dijadikan sebagai suatu fungsi kendala operasi dan kelompok pembangkit
yang dioperasikan memiliki karakteristik operasi berbeda maka keadaan seperti yang
dinyatakan pada persamaan (7.40) sering tidak terpenuhi.
Pola distribusi cadangan daya pada metode Operasi Ekonomis konvensional tidak
praktis karena metode ini mempunyai keterbatasan dalam menangani kapasitas
maksimum pembangkitan dan perbedaan laju kenaikan pembangkitan.
Jika seluruh kapasitas cadangan ditanggung oleh satu unit, maka kemampuan untuk
mensuplai beban puncak sistem tersebut akan minimum. Agar laju kenaikan pembangkit
164
untuk membangkitkan cadangan daya lebih maksimal, maka cadangan daya harus
didistribusi kepada beberapa unit yang mempunyai kapasitas pembangkit besar. Sehingga
perlu ditentukan jumlah minimal dan cadangan daya panas yang telah ditentukan. Unit-
unit tersebut ditandai sebagai unit yang harus tetap beroperasi selama pengamatan (must
run unit).
165
BAB VIII
PENGENDALIAN SISTEM TENAGA LISTRIK
8.1 PENDAHULUAN
Pengendalian sistem tenaga listrik dewasa ini berkembang pesat baik dalam ilmu dan
teknologi maupun dalam dunia industri. Perkembangan ini dirasakan pula pihak pemasok daya
listrik dalam mengatur suplainya ke beban. Hal ini terlihat dengan penggunaan peralatan
kontrol baik di sisi pembangkitan, saluran transmisi dan sisi beban.
Peralatan kontrol untuk pembangkitan biasanya digunakan untuk mengatur suplai daya
aktif dan reaktif. Perubahan beban yang terjadi sangat berpengaruh terhadap perubahan
frekuensi dan tegangan. Naik turunnya frekuensi tergantung perubahan daya aktif, demikian
halnya dengan tegangan tergantung pada perubahan daya reaktif.
Sebagaimana yang telah diketahui bahwa pengendalian daya aktif berkaitan dengan
pengendalian frekuensi sementara pengendalian daya reaktif berhubungan dengan
pengendalian tegangan.Selengkapnya dapat dilihat pada gambar di bawah ini :
4 6
2
Circuit Breaker Circuit Breaker
Step-up Transformer
1 ld
Transmission Line
. Fie
n
Ge
Steam
10
Load
9 8 7
Keterangan :
1. Katup (Valves)
2. Turbin (Turbine)
3. Generator Sinkron
4. Sistem Eksitasi (Excitation System)
5. Automatic Voltager Regulator (AVR)
6. Sensor Tegangan (Voltage Sensor)
7. Sensor Frekwensi (Frequency Sensor)
8. Load Frequency Control (LFC)
9. Governor
10. Valve Control Mecanism
Frekwensi merupakan faktor umum yang terdapat pada seluruh sistem, perubahan
permintaan (demand) di dalam daya aktif pada satu titik akan berakibat terhadap perubahan
frekwensi. Oleh karena terdapat banyak generator yang mensuplai daya ke sistem, maka pada
pembangkit harus disediakan alokasi perubahan pada permintaan terhadap generator.
Kecepatan governor pada tiap-tiap pembangkit memberikan kecepatan pokok sebagai fungsi
kontrol. Sementara itu tujuan dasar pengaturan frekwensi itu sendiri adalah :
Member kesimbangan sistem pembangkit ke beban.
Memperkecil penyimpangan frekwensi akibat perubahan beban secara tiba-tiba
agar perubahan frekwensi tersebut mendekati nol.
Menjaga aliran daya pada pembangkit-pembangkit yang terinterkoneksi agar
berada pada kemampuan kapasitas masing-masing generator.
Untuk melihat pengendalian frekwensi tersebut maka masing-masing komponen yang
berperan dalam pengaturan frekwensi atau LFC tersebut dimodelkan dalam bentuk persamaan
matematis, sebagai berikut (Hadi Saadat, 1999) :
167
Model generator
Model matematis generator dapat dituliskan dalam bentuk persamaan sebagai berikut :
(8.1)
dimana :
ΔΩ(s) : Perubahan kecepatan (rad/s)
H : Konstanta inersia
ΔPm(s) : Perubahan daya mekanik (Watt)
ΔPe(s) : Perubahan daya akibat perubahan beban (Watt)
Blok diagram dari persamaan di atas, yaitu :
Model beban
Dari persamaan (8.1), komponen ΔPe(s) merupakan penjumlahan antara komponen
frekwensi (D Δω) dan non-frekwensi (ΔPL), seperti pada persamaan berikut ini :
(8.2)
Sehingga gambar (8.3) dapat diubah menjadi :
(8.3)
Konstanta waktu turbin (τT) memiliki range antara 0,2 secons sampai 2,0 seconds
Model governor
Model matematis untuk suatu governor dapat dituliskan menjadi :
(8.4)
dengan :
ΔPg : daya output governor (Watt)
ΔPreff : daya referensi/acuan (Watt)
R : speed regulation (berkisar 5 – 6 persen)
Daya output governor ΔPg tersebut diubah dari penguat hidraulik ke sinyal input posisi
katup (valve) ΔPV, sehingga hubungan antara keduanya menjadi :
(8.5)
Dengan τg sebagai konstanta waktu governor. Sehingga persamaan (8.4) dan (8.5) dapat
direpresentasikan dalam diagram blok berikut ini :
169
Jika representasi diagram blok pada gambar (8.4), (8.5) dan (8.6) digabungkan, maka akan
diperoleh suatu model load frequency control (LFC) seperti pada gambar berikut ini :
Seperti halnya pada pengaturan daya reaktif dengan menggunakan AVR, maka pada
pengaturan daya aktif dengan LFC biasanya ditambahkan dengan suatu pengendali lain
untuk mengoptimalkan kinerja LFC tersebut. Pengendali tersebut dapat berupa pengendali
PID dan pengendali Logika Samar (Fuzzy Logic Control / FLC). Pengendali tambahan
diharapkan dapat mempercepat respon LFC terhadap setiap perubahan frekwensi yang
terjadi dalam sistem tenaga listrik, dan dalam pembahasan selanjutnya akan ditekankan
pada pengendali fuzzy logic.
Fuzzy Logic Control / FLC yang digunakan tersebut digunakan untuk menggantikan posisi
governor dalam mengontrol mekanisme pembukaan dan penutupan katup (valve). Oleh
170
karena itu, maka pengendali dengan menggunakan FLC sering juga disebut sebagai Fuzzy
Logic Governor. (Imam Robandi, 2006)
Adapun diagram blok dengan penambahan pengendali Fuzzy Logic, dapat dilihat pada
gambar berikut ini :
Gambar 8.8. Diagram blok representasi sebuah Load Frequency Control (LFC)
dengan menggunakan Fuzzy Logic Control (FLC)
Pada gambar di atas, nilai 2H = M dan ditambahkan dengan sebuah speed drop governor
(Ki/s) yang berfungsi sebagai pengatur proporsional untuk mengurangi kesalahan frekwensi
yang terjadi selama operasi berlangsung.
Untuk mengetahui perbedaan antara governor konvensional dengan governor yang
menggunakan logika fuzzy, berikut akan diberikan hasil simulasi dari gambar (8.9) dan
(8.10) dengan menggunakan aplikasi MATLAB Versi 6.1. (Imam Robandi, 2006)
Hal sebaliknya terjadi ketika diberi pengendali fuzzy seperti pada gambar (8.10). Terlihat
bahwa respon terhadap perubahan beban yang menyebabkan turun naiknya frekwensi
berlangsung sangat cepat, artinya waktu untuk mencapai kestabilan pada frekwensi
normalnya sangat cepat.
172
Untuk melihat langsung perbedaan ke dua respon di atas maka gambar hasil simulasi di
plotkan dalam satu grafik sebagai berikut :
Gambar 8.11 Grafik perbandingan respon frekwensi FLC tanpa pengendali fuzzy
(konvensional) dan dengan pengendali fuzzy
Ve
Vref
Gen Field
Vs
Voltage Sensor
VF
Q
G
Persoalannya sekarang adalah bagaimana hubungan antara daya reaktif dengan tegangan itu
sendiri. Untuk melihat hubungan tersebut maka dapat dilihat pada persamaan gambar berikut
ini
P+jQ
R+jX
G E Vt Beban
(P+jQ)
Rangkaian pada gambar (8.13) dapat digambarkan dalam satu diiagram fasor sebagai berikut :
E
V
V
0
IR
I
V
E 2 (V V ) 2 V 2
(8.6)
E 2 (V IR cos IX sin ) 2 ( IX cos IR sin ) 2
karena:
P VI cos dan Q VI sin (8.7)
dimana:
E = tegangan induksi (EMF) dalam Volt
V = tegangan keluaran generator di beban dalam Volt
R = reistansi saluaran dalam Ohm
X = reaktansi induktif saluran dalam Ohm
I = arus beban dalam Ampere
174
maka:
2 2
PR QX QX PR
E V
2
(8.8)
V V V V
dengan demikian:
PR QX
V (8.9)
V V
dan
QX PR
V (8.10)
V V
jika V (V V )
maka:
2
PR QX PR QX
E V ataun E V
2
(8.11)
V V V V
Jadi dapat juga dituliskan bahwa
E V V (8.12)
dengan demikian maka terlihat bahwa hubungan daya reaktif beban dengan tegangan keluaran
generator adalah:
PR QX
E V , bila R 0, (8.13)
V V
maka
QX
E V (8.14)
V
atau
QX
V , (8.15)
V
atau
QX
V dimana X konstan (8.16)
V
175
Jadi berdasarkan persamaan (8.15) tersebut maka maka dapat dilihat bahwa perubahan
tegangan keluaran generator tergantung pada perubahan daya reaktif beban. Tetapi dalam
operasi sistem yang andal tegangan generator harus dijaga pada range tegangan 0,9 ≤ 1,0 ≤
1,05 pu, dimana untuk memenuhi hal tersebut maka dibutuhkan suatu pengendalian yang baik.
Persoalan pengendalian tegangan sebenarnya hanya terletak pada sisi pembangkitan tetapi
juga terletak pada seluruh bagian-bagian sistem tenaga listrik itu sendiri. Misalnya pada sisi
beban maupun pada saluran transmisi. Pengendalian yang digunakan pada bagian-bagian
sistem tersebut antara lain (Prabha Kundur, 1993):
a. Pemasangan kapasitor shunt (shunt capasitors), reaktor shunt (shunt reactors),
synchronous condenser / motor sinkron dan static var compensators (SVC).
b. Pemasangan line reactance compensators seperti kapasitor seri (series capasitors).
c. Pemasangan regulating transformers seperti tap-changing transformers.
Jadi pengendalian tegangan sistem tenaga listrik merupakan suatu persoalan yang sangat luas
sehingga kajian satu persatu terhadap berbagai pengendalian tersebut juga semakin luas. Oleh
karena itu pembahasan dalam diktat ini dibatasi hanya pada pengendalian daya reaktif melalui
kendali tegangan pada sisi pembangkitan saja.
Model Sistem AVR
Fungsi dari AVR adalah mempertahankan besaran tegangan terminal generator pada
tingkatan yang ditentukan. System AVR terdiri dari empat (4) komponen utama yaitu:
Amplifier, Exciter, Generator dan Sensor. Model matematika dan fungsi transfer dari
ke empat komponen tersebut diperlihatkan di bawah ini (Hadi Saadat, 1999).
V
VB(s)
Vref(s) Ve(s) KA VR(s) KE Vf(s) KG VTG(s) VTB(s)
KR
1 Rs
Sensor
Amplifier / Penguatan
Amplifier / penguatan dari sistem eksitasi merupakan penguatan magnetik, penguatan
putaran atau penguatan elektronik moderen. Amplifier / penguatan dinyatakan dengan
sebuah gain dengan simbol KA dan konstanta waktu (time constant) dengan simbol A.
Fungsi transfernya adalah (Hadi Saadat, 1999):
VR ( s) KA
(8.17)
Ve( s) 1 A s
Nilai konstanta waktu A sangat kecil yaitu berkisar antara 0.02 sampai 0.1 detik.
Exciter / Eksitasi
Eksitasi yang umum digunakan dalam sebuah generator terdapat beberapa tipe mulai
yang menggunakan generator DC sampai yang tipe modern dengan menggunakan SCR
sebagai penyearah untuk menghasilkan daya AC.
Sebuah model yang layak dari eksitasi moderen adalah model yang linier, yang mana
diambil untuk menghitung konstanta waktu yang besar dan mengabaikan saturasi atau
non linier lainnya.
Dalam bentuk sederhana, fungsi transfer dari modern exciter dapat dipresentasekan
dengan sebuah konstanta waktu tunggal (a single time constant) E dan gain KE. Dalam
bentuk persamaan dituliskan(Hadi Saadat, 1999):
VF ( s) KE
(8.18)
VR ( s) 1 E s
Generator
Tegangan terminal sebuah generator sangat tergantung pada bebannya. Dalam bentuk
linier (in the model linearized), hubungan fungsi transfer tegangan terminal generator
dengan tegangan medannya dapat dipresentasekan dengan sebuah gain KG dan sebuah
konstanta waktu G sebagai berikut (Hadi Saadat, 1999):
Vt ( s) KG
(8.19)
VF ( s) 1 G s
177
Sensor
Tegangan yang dilewatkan pada sebuah transformator tegangan dan disearahkan
lewat sebuah bridge-rectifier. Sensor dimodelkan dengan sebuah fungsi transfer orde
pertama yang sederhana yang dituliskan dengan (Hadi Saadat, 1999) :
Vs ( s) KG
(8.20)
Vt ( s) 1 G s
Beban
Beban dalam sistem tenaga terdiri atas berbagai peralatan elektrik. Beban kapasitif
yang terjadi seperti motor sangat mempengaruhi perubahan tegangan sistem. Beban
tersebut dinyatakan sebagai daya reaktif Q yang terjadi, dalam bentuk persamaan:
QL
QL ( s) (8.21)
s
Pengendalian Optimum Daya Reaktif
Pengendalian daya reaktif seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, sebenarnya telah dapat
dilakukan dengan baik oleh AVR. Namun kinerja AVR sebagai pengendali daya reaktif dapat
dioptimalkan dengan menggunakan pengendali tambahan untuk meningkatkan performansi
dari AVR itu sendiri. Pengendali modern saat ini sudah banyak digunakan dalam
mengoptimalkan kinerja AVR, salah satunya dengan menggunakan pengendali PID
(Proporsional-Integrative-Derivative).
Setelah menambahkan pengendali PID maka blok diagram seperti yang ditunjukkan pada
gambar (8.15), akan berubah menjadi gambar (8.16) berikut ini :
V
VB(s)
Vref(s) Ve(s) KG
KA VR(s)
KE Vf(s)
VTG(s)
VTB(s)
PID
1 A s 1 E s 1Gs
VS(s) Amplifier Exciter Generator
KR
1 Rs
Sensor
Persoalannya adalah dengan pengendali PID, harus dapat menentukan nilai parameter yang
tepat agar dapat diperoleh pengendalian yang optimum. Parameter yang dimaksud adalah
konstanta proporsional (Kp), konstanta Integrative (Ki) dan konstanta derivative (KD), dimana
fungsi alih dari pengendali PID dapat dirumuskan sebagai berikut:
1
Gc ( s) K p 1 Td s (8.22)
Ti S
Nilai parameter tersebut di atas dapat ditentukan dengan menggunakan metode ke dua Ziegler-
Nichols (the second Ziegler-Nichols method) yang dituangkan dalam bentuk tabel berikut ini ;
Tabel 8.1 Ziegler-Nichols Tuning Rules based on Critical Gain ( Kcr ) and Critical
period (Pcr) (second method)
Tipe pengendali Kp Ti Td
D(s)
Ve(s)
Vref(s) VT(s)
Gc(s) G(s)
VS(s)
H(s)
Gambar 8.17 Model transformasi laplace dari sistem AVR dengan pengendali PID
179
K A 1325 A 0.02
KE 1 E 0.5
KG 1 G 1
KR 1 R 0.025
Sementara itu parameter PID yang digunakan adalah : Kp = 0,0161354, Ki= 0,01815 dan Kd
= 0,00359.
Berdasarkan simulink seperti yang terlihat pada gambar (8.18) dan gambar (8.19), maka
diperoleh perbedaan hasil output tegangan terminal generator sebagai berikut :
0.4
Perubahan Tegangan (pu)
0.2
-0.2
-0.4
0 20 40 60 80 100 120
1.3
Teg. Gen dgn P (pu)
1.2
1.1
1
0.9
0.8
0.7
0 20 40 60 80 100 120
Waktu (detik)
0.4
-0.2
-0.4
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
1.3
Teg. Gen dgn P (pu)
1.2
1.1
1
0.9
0.8
0.7
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
Waktu (detik)
Jadi dengan mengacu pada persamaan (8.10), bahwa dengan AVR maka besarnya daya
reaktif yang disuplai oleh generator ke beban dapat diatur sesuai dengan kebutuhan beban
tersebut. Dimana setiap kenaikan beban atau kenaikan daya reaktif akan menyebabkan
tegangan turun sehingga AVR secara otomatis akan menaikkan tegangan terminal generator
begitupun sebaliknya. Namun perubahan naik turunnya tegangan tersebut menyebabkan
terjadinya osilasi sebelum mencapai kondisi steady statenya. Untuk memperkecil periode
osilasi tersebut maka AVR perlu ditambahkan dengan suatu pengendali tambahan yaitu
pengendali PID untuk mengoptimumkan kinerja AVR tersebut.
Gambar 8.22 TCSC : (a) Pasangan pada saluran, (b) Model matematis
Tingkatan nilai TCSC adalah fungsi reaktansi saluran transmisi dimana TCSC tersebut
dipasang, yaitu ;
Xij = Xline + XTCSC (8.23)
sedangkan reaktansi TCSC, sebesar :
XTCSC = rtsc . Xline (8.24)
dengan :
Xline : reaktansi saluran (Ohm)
Xij : reaktansi antara bus i dan j (Ohm)
rtsc : koefisien sudut kompensasi TCSC sebesar -0,7 (minimum) dan 0,2
(maksimum) yang merupakan batas bawah dan batas atas TCSC untuk
menghindari kompensasi yang berlebihan.
Sementara itu menurut database Siemen AG [Zimmermann, 1997], fungsi biaya peralatan
TCSC dapat dirumuskan menjadi :
cTCSC = 0,0003 q2 – 0,7130 q + 153,75 (8.25)
dengan :
cTCSC : biaya peralatan TCSC (US$/kVAr)
q : daerah operasi peralatan TCSC (MVAr)
183
TCSPT berfungsi untuk mengatur sudut tegangan antara sisi pengiriman dan sisi penerima
pada saluran transmisi. TCPST dimodelkan sebagai kompensasi seri tegangan, seperti
yang terlihat pada gambar berikut ini :
Gambar 8.23 TCSPT : (a) Pemasangan pada saluran, (b) Model matematis
Range kerja dari TCSPT antara sudut -50 sampai +50, dimana besarnya arus yang
diinjeksikan pada bus i dan j sebesar :
ΔIis = (8.26)
ΔIjs = (8.27)
dengan :
ΔIis : arus yang diinjeksikan pada bus i (Ampere)
ΔIjs : arus yang diinjeksikan pada bus j (Ampere)
ΔUTCPST : kompensasi tegangan TCPST (kV)
Zij : impedansi saluran antara bus i dan bus j (Ohm)
Fungsi biaya peralatan TCPST, dirumuskan sebagai berikut :
dengan :
CTCPST : biaya peralatan TCPST (US$/kVAr)
d : konstanta biaya capital
Pmaks : batas daya penyaluran maksimum (MW)
184
Gambar 8.24 UPFC : (a) Pemasangan pada saluran, (b) Model matematis
Range kerja dari TCSPT antara sudut -1800 sampai +1800, dimana besarnya arus yang
diinjeksikan pada bus i dan j sebesar :
ΔIis = (8.29)
ΔIjs = (8.30)
dengan :
ΔIis : arus yang diinjeksikan pada bus i (Ampere)
ΔIjs : arus yang diinjeksikan pada bus j (Ampere)
ΔUUPFC : kompensasi tegangan UPFC (kV)
Zij : impedansi saluran antara bus i dan bus j (Ohm)
Fungsi biaya peralatan UPFC, dirumuskan sebagai berikut :
Peralatan ini dapat dioperasikan pada kompensasi induktif maupun kompensasi kapasitif.
Range kerja dari SVC yaitu dari -100 MVAr sampai +100 MVAr.
Gambar 8.25 SVC : (a) Pemasangan pada saluran, (b) Model matematis
dengan :
ΔQis : daya yang dinjeksikan pada bus I (MVAr)
ΔQSVC : daya kompensasi peralatan SVC (MVAr)
Sementara itu fungsi biaya peralatan SVC dirumuskan sebagai berikut:
CSVC = 0,0003 q2 – 0,301 q + 127,38 (8.33)
dengan :
CSVC : biaya peralatan SVC (US$/kVAr)
q : daerah operasi peralatan UPFC (MVAr)
Pada analsis lebih lanjut, penempatan peralatan FACTS yang optimal pada sistem tenaga
listrik dapat dilakukan dengan menggunakan metode optimasi seperti Algoritma Genetika
(Genetic Algorithm).
186
BAB IX
OPTIMASI SISTEM TENAGA LISTRIK
9.1 PENDAHULUAN
Mengelola operasi pernbagian beban pembangkit dalam suatu operasi sistem tenaga listrik
merupakan hal yang sangat penting. Apalagi bilamana sistem itu terdiri dari berbagai jenis
pmbangkit, seperti Pusat Listrik tenaga air (PLTA), Pusat Tenaga Listrik Uap (PLTU) Pusat
Tenaga Listrik Diesel (PLTD), Pusat Listrik Tenaga Gas (PLTG). Pada hakekatnya jenis-jenis
pembangkit ini dapat dibagi kedalam sub sistem hidro (kelompok PLTA) dan subsistem termis
(kelompok pusat listrik tenaga termis).
Mengoperasikan suatu sistem tenaga listrik yang terdiri dari beberapa pusat pembangkit
listrik, diperlukan suatu koordinasi di dalam penjadualan pembebanan besar daya listrik yang
dibangkitkan masing-masing pusat pembangkit listrik, sehingga diperoleh biaya pembangkit
yang minimum. Sistem tenaga listrik yang terdiri dari pusat-pusat listrik tenaga air dan pusat
listrik tenaga thermal, telah diketahui bahwa biaya operasi PLTA jauh lebih kecil dari biaya
operasi pembangkit listrik tenaga thermal untuk menghasilkan daya yang sama.
Masalah pada operasi sistem tenaga listrik seperti di atas adalah dalam melayani beban
listrik yang tertentu besarnya dan dalam selang waktu tertentu. Yang menjadi permasalahan
adalah bilamana terjadi interkoneksi antar subsistem hidro dan subsistem termis. Banyak
pertanyaan yang akan dimunculkan dimana salah satunya adalah bagaimana membebani
pembangkit hidro dan pembangkit termis agar didapatkan suatu pembebanan yang optimal
atau yang dikenal dengan lebih ekonomis.
Hal ini berarti dalam pembangkitan dan penyaluran energi itu harus dilakukan secara
ekonomis dan rasional. Terdapat dua pokok permasalahan yang harus dipecahkan dalam
operasi ekonomis pembangkitan pada system tenaga listrik yaitu:
1. Pengaturan Unit Pembangkit (Unit Commitment)
Penanganan biaya operasi pembangkit tenaga listrik bisa diminimalkan dengan cara
mencari kombinasi yang tepat dari unit pembangkit yang ada. Hal ini dikenal dengan
pengaturan unit (Unit Commitment). dengan membuat skema urutan prioritas, yaitu
187
merupakan metode pengoperasian unit pembangkit berdasarkan total biaya rata-rata bahan
bakar yang paling murah.
2. Penjadwalan Ekonomis (Economic Dispatch)
Penjadwalan ekonomis (economic dispatch) adalah suatu usaha untuk menentukan besar
daya yang harus di supplai dari tiap unit generator untuk memenuhi beban tertentu dengan
tujuan meminimumkan biaya operasi pembangkitan.
Berbagai metode dikembangkan untuk memecahkan persoalan optimasi pembebanan
pembangkit. Diantaranya adalah metode Linear Programming, metode La Grange Multiplier,
metode Gradien yang dapat digabungkan dengan metode dynamic programing dan masih
banyak gabungan metode lain yang dikembangkan oleh para pakar dalam bidang kelistrikan.
Pada bahasan ini dibahas berberapa metode optimasi sebagai berikut.
Sumber daya yang tersedia untuk memenuhi kebutuhan secara optimal dan permasalahannya
membutuhkan cara yang lebih baik dalam:
Pemecahannya
Teknik-teknik operation research
Model-model pemrograman optimal
Metode-metode pemrograman optimal
Sejak revolusi industri, dunia teknologi mengalami perubahan dan perkembangan yang
sangat pesat dengan perkembangan industri, maka timbul masalah-masalah yang cukup rumit,
yang membutuhkan pemecahan yang tidak mudah. Disini para teknokrat mencari/mengadakan
studi riset operasi (operation research, model-model pemrograman optimal dalam
menyelesaikan masalah yang timbul dan kompleksitas serta spesialisasi dalam
mengalokasikan sumber daya.
Defenition Operation Research
1. Morse & Kimball dalam bukunya “Method Operation Research” adalah suatu metode
ilmiah yang memungkinkan para manajer mengambil keputusan mengenai kegiatan yang
mereka tangani dengan dasar kuantitatif.
2. Churghman & Arkoff, dalam bukunya “ Introduction Operation Research” (OR) sebagai
aplikasi metode-metode, teknik-teknik dan peralatan ilmiah dalam menghadapi masalah
188
yang timbul dalam operasi perusahaan dengan tujuan ditemukannya pemecahan yang
optimum.
3. Miller & MK.Stam; “Executive Decisions & Operation Research” sebagai peralatan
manajemen yang menyatukan ilmu pengetahuan matematika dan logika dalam kerangka
pemecahan masalah-masalah, dipecahkan secara optimal.
Dari ke tiga defenisi dapat disimpulkan bahwa: Operation Research (OR) berkenaan dengan
pengambilan keputusan optimal, optimal dalam teknik ekonomi. Dalam pengalokasian sumber
daya dengan menggunakan model-model pemrograman optimal seperti Linear Programming
(L.P.)
F(X)
- F(X)
Fungsi Tujuan
F C1 X 1 C2 X 2 Cn X n
n
F = C X
i 1
i i ........Fungsi Tujuan (9.1)
Fungsi Kendala
a11 a1 2 a13 a14 .........A1n X 1n b1
nj
Bj = a x ……..Fungsi Kendala.
i 1
i i
(9.2)
191
kecil, fungsi-fungsi yang terlibat menjadi kontiniu dan dapat diturunkan (differentiable) secara
kontiniu dan titik-titik optimum tidak berada pada titik batas (boundary).
Lebih jauh, persoalan harus relatif sederhana sehingga set dari persamaan-persamaan
resultant dapat diselesaikan apakah secara analisis atau numerik. Teknik-teknik pemrograman
non linear dapat digunakan untuk menyelesaikan secara lebih mudah persoalan- persoalan
dengan keputusan bertahap yang ruwet (complicated). Tetapi aplikasi-aplikasi membutuhkan
variabel-variabel yang kontiniu dan sebuah pengetahuan awal mengenai daerah maksimum
dan minimum global. Pada keseluruhan kasus ini, pemakaian dari variabel-variabel stochastic
membuat persoalan menjadi sangat kompleks dan bertele-tele. Persoalan ini tidak dapat
diselesaikan kecuali dengan menggunakan beberapa pendekatan seperti optimisasi bersyarat
kesempatan (change constained optimization).
Pemrograman Dinamis, pada sisi lain dapat berkesesuaian dengan variabel-variabel diskrit,
tidak cembung (non convex) dan fungsi-fungsi yang tidak dapat diturunkan (non
differentiable). Secara umum, pemrograman ini dapat memasuki sejumlah variabel stokastik
dengan modifikasi sederhana dari prosedur deterministic. Pemrograman dinamis menderita
(mengalami) kekurangan dari apa yang disebut sebuah major drawback, dikenal dengan curse
of dimensionality. Akan tetapi, karena kekurangan ini dia cocok untuk penyelesaian yang
mempunyai wilayah luas dari persoalan-persoalan rumit (complex) pada beberapa hal
pembuatan keputusan.
Beberapa penyelesaian pemrograman dinamis memakai metode graf maupun digraf. Graf
adalah himpunan berhingga titik-titik V yang diszebut Vertex dan garis-garis penghubungnya
E yang disebut rusuk. Sementara digraf adalah suatu graf yang setiap rusuknya mempunyai
arah dari titik awal (i) ke titik akhir (j).
Sementara Wood (1984), menyatakan bahwa pemrograman dinamis mempunyai
keunggulan melalui bentuk skema barisan, yang mana akan memperkecil dimensi dari
persoalan-persoalan. Juga dikatakan oleh Wood, andaikan terdapat empat unit dari system
pembangkitan akan memungkinkan terjadi: 24 - 1 - 15, kombinasi dari system pembangkitan
tersebut. Dalam pemakaian pemrograman dinamis pada pembangkitan, terdapat kemungkinan
subyektif untuk menentukan prioritas mana yang akan diambil sebagai urutan-urutan
penyalaan pembangkit.
193
dimana:
Fcost ( K , I ) = biaya bahan bakar total minimum dari keadaan I dimana dalam
interval K sampai akhir dari interval M
Pcos t ( K , I ) = biaya pembangkitan minimum dalam penyuplaian beban selama
interval K pada keadaan I
194
MULAI
K=M
Kerjakan untuk
semua I di dalam
FCOST(M,I)=PCOST(M,I) Interval M
K=K-1
YA
STOP
MULAI
K=1
Kerjakan untuk
semua X =semua
keadaan I di dalam
FCOST(K,I) = MIN[PCOST(K,I) + SCOST(K-1,L:K,i)] {L} periode K
K=K+1
FCOST (K,I)=MIN[PCOST(K,I)+(J)
SCOST(I,K:K+1)+FCOST(K+1,J)]
YA
STOP
Hal tersebut, termasuk hal-hal lain, menjadi alasan praktis lain untuk memilih metode
langkah maju. Algoritma rekursi yang dipakai untuk menghitung biaya minimum dalam jam K
pada kombinasi I adalah:
dimana:
S cos t ( K : 1, L : K ,1) = biaya transisi dari keadaan (K-1,L) ke keadaan (K,1) dimana
keadaan (K,I) adalah kombinasi ke I dalam jam
Dalam pendekatan Pemrograman Dinamis Langkah Maju, didefenisikan sebuah strategi
mengenai transisi atau jalur, dari satu keadaan pada jam yang diberikan ke keadaan lain pada
jam berikut.
Tercatat di sini ada dua variabel baru : X dan N seperti yang diperlihatkan pada gambar 9. 2.
X = banyaknya keadaan untuk meninjau tiap periode
N = banyaknya strategi atau jalur untuk menyelamatkan pada tiap langkah.
Variabel-variabel ini mengendalikan usaha perhitungan (lihat gambar 3). Untuk
penderetan secara lengkap, nilai maximum dari X atau N adalah 2n - 1.
Sebagai contoh, dengan penjadualan ketat dari daftar yang diinstruksikan, batas dari X
adalah n, sebesar banyaknya unit pembangkit. Mengurangi jumlah n berarti membuang jadual
dengan biaya tertinggi pada tiap-tiap interval waktu dan hanya menggunakan jalur atau
strategi N terendah. Tidak ada jaminan bahwa jadual teoritis akan diperoleh dengan
mengurangi jumlah dari strategi dan rentang penyelidikan (nilai X): hanya pengharapan
dengan sebuah program khusus akan mengindifikasikan potensial sehubungan dengan
pembatasan nilai X dan N di bawah batas atas mereka.
198
Gambar 9.4. Jalur-jalur Pembatas pada Algoritma PD dengan N=3 dan X=5
Pada contoh ini, tentang penyelidikan lengkap akan digunakan dan tiga kasus akan
dipelajari. Pertama adalah sebuah penjualan list-prioritas, kedua menggunakan contoh yang
sama dengan deretan yang lengkap. Masing-masing dari ke dua kasus pertama tersebut
mengabaikan biaya start pemanasan sebagaimana juga waktu minimum pelepasan dan
penggabungan. Kasus ke tiga memasukkan biaya pemanasan awal begitu pula waktu
penggabungan dan pelepasan pembangkit. Empat unit pembangkit disetujui untuk melayani
sebuah pola pembebanan 8 jam. Data dari unit-unit dan pola pembebanan terlihat pada tabel
9.1 berikut.
Tabel 9.1. Karakteristik Unit, Pola Beban dan Status Awal untuk kasus pada contoh 9.1
Dalam usaha untuk membuat perhitungan yang dikehendaki lebih efisien, sebuah model
dari karakteristik unit digunakan. Pada aplikasi praktis, dua atau tiga bagian kurva penaikan
200
bertahap dapat digunakan, seperti terlihat pada gambar 9.5. Untuk contoh yang diberikan,
hanya satu step tunggal antara titik-titik daya minimum dan maksimum yang digunakan.
Untuk contoh ini, biaya pemanasan awal untuk dua kasus pertama diambil sebagai biaya start
“dingin”. Prioritas yang diperintahkan adalah: unit 3, unit 2, unit 1, unit 4. Untuk dua kasus
pertama waktu minimum gabung dan lepas diambil 1 jam untuk tiap-tiap unit.
Pada ke tiga kasus dipakai patokan kapasitas yang diintruksikan terhadap setiap unit. Ini
terlihat pada tabel 2, di mana kombinasi unit atau keadaan-keadaan diinstruksikan sebagai
maksimum kapasitas bersih dari tiap kombinasi.
Kasus 1.
Pada Kasus 1 unit- unit beroperasi sesuai perintah prioritas. Yang artnya, unit-unit
beroperasi beroperasi sampai beban terpenuhi. Biaya total dari interval adalah jumlah dari
delapan biaya pembebanan ditambah dengan biaya transisi untuk starting tiap unit-unit.
Dalam kasus awal, sebuah pembebanan maksimum sebanyak 24 harus ditentukan. Untuk
kasus 1 keadaan-keadaan yang diperhatikan terdiri dari:
201
= 9208 + 0 = 9208
J = 2; jam ke dua
K Fcost (2,15) Min [ Pcost (2,15) S cost (1.L : 2,15) Fcost (1, L)]
15 {12,14}
(350 9208)
= 11301+ min = 20860, dan seterusnya.
(0 9843)
Kasus 2.
Pada Kasus 2 deretan lengkap dicoba dengan batas 24 -1 = 15, pembebanan tiap – tiap 8
jam. Sedemikian sehingga terjadi kemungkinan maksimum terbesar : 158 = 2,56* 109.
Untungnya, sebagian besar darinya tidak layak, karena mereka tidak dapat mensuplai
kapasitas yang cukup dan dapat dibuang dengan sedikit pertolongan analisis.
203
Gambar 9.6 memperlihatkan proses perhitungan untuk 4 jam pertama bagi kasus 2 pada
penggambaran tersebut, lingkaran-lingkaran menunjukkan keadaan tiap jam. Angka-angka di
dalam lingkaran adalah penunjuk. Dengan demikian, mereka menunjukkan nomor keadaan
pada jam sebelumnya yang menyediakan jalur pada keadaan khusus dalam jang sedang
berjalan. Sebagai contoh, pada jam ke 2, biaya minimum untuk keadaan 12,13,14 dan 15
semua hasilnya diperoleh dari transisi dari keadaan di dalam jam ke 1.
Biaya-biaya yang ditunjukkan pada titik hubung adalah biaya-biaya pemanasan. Pada tiap
keadaan, gambar-gambar yang terlihat adalah biaya per jam/total cost.
Pada kasus 2 komitmen optimal yang tepat diperoleh. Hal itu adalah, lebih kecil
pengeluaran untuk menyalakan unit dengan kapasitas yang kurang efisien, nomor 4, untuk jam
ke 3 dibandingkan dengan men-start unit 1 yang lebih efisien untuk periode tersebut. Pada jam
ke 3 perbedaan total biaya adalah R 165 atau R 0,104 /MWh. Ini bukan jumlah yang tidak
signifikan bila dibandingkan dengan biaya bahan bakar per MWh untuk rata-rata unit thermal
dengan heat rate netto 10.000Btu/kWh dan sebuah pembiayaan R 2,00 Mbtu. Penghematan
sebesar R 165 setiap 3 jam adalah sama dengan R 481.000 per tahun.
Total 8 jam pembangkitan untuk kasus 2 dan 2 terlihat pada gambar 6 di atas. Pengabaian
penetapan penyalaan dan pemutusan pada kasus-kasus ini mengizinkan untuk melepaskan
semua unit kecuali unit 3 pada jam ke 6 dan ke 7. Perbedaan satu-satunya pada dua perjalanan
pembangkitan terjadi pada jam ke 3 sebagaimana yang telah dibahas pada paragraph
sebelumnya.
205
Kasus 3.
Pada Kasus 3. ini data asli dari unit-unit dipakai, yang mana waktu-waktu penyalaan dan
pemutusan ikut diteliti. Algoritma pemrograman dinamis dengan langkah maju diulangi untuk
periode 8 jam yang sama. Penderetan lengkap digunakan. Dengan demikian, batas atas dari X
yang terlihat pada flowchart adalah 15, tiga nilai berbeda untuk N, jumlah strategi dikenakan
pada tiap tahap, diambil pada 4,8,10. Perjalanan (trajectory) pembangkitan yang sama terlihat
pada gambar 7. Akan tetapi, bila hanya empat strategi dipakai, prosedur akan gagal (dengan
kata lain gagal untuk mendapatkan jalur yang mungkin ) dalam jam ke 8, sebab strategi
dengan biaya terendah pada jam ke 7 telah melepaskan unit-unit yang tidak dapat di-start
ulang pada jam ke 8 disebabkan karena aturan pelepasan minimum yang berlaku.
Penanggulangan praktis untuk ketidak-efisienan ini dalam metode yang terlihat pada
flowchart gambar 2 (dengan langkah maju) adalah kembali ke periode sebelumnya yaitu pada
jam-jam dengan beban rendah dan kadang-kadang mengambil lebih (walaupun dengan biaya
yang lebih banyak) banyak strategi. Ini berarti pembebasan untuk mengambil sejumlah strategi
pada tiap-tiap tahap.
Alternatif lain adalah, tentu saja metode yang digunakan adalah menjalankan semua
periode dengan lebih banyak strategi yang dikenakan
Selanjutnya kesimpulan yang diperoleh untuk kasus 1-3 diperlihatkan pada tabel berikut
yang mana tabel tersebut memperlihatkan pemakaian metode pemrograman dinamis untuk tiga
buah kasus dan juga memasukkan penyelesaian praktek pada metode ini.
Gambar 9.9 Grafik pemakaian air sebagai fungsi beban dari unit PLTA
Urutan kedua ditempati oleh PLTU batubara kemudian PLTU memakai bahan bakar
minyak residu yang mempunyai sistem pemanasan kembali (reheat sistem) dan disusul dengan
PLTU memakai bahan bakar residu minyak yang tidak memakai sistem reheat. Dalam praktek
unit PLTU kebanyakan tidak mungkin diberhentikan selama satu atau dua jam untuk
kemudian dioperasikan kembali dengan kondisi api ketel uap mati sama sekali. Hal ini akan
menggeser grafik biaya bahan bakar/jam sebagai fungsi beban.
Tentu saja merit loading ini berubah apabila struktur harga bahan bakar berubah misalnya
apabila ada PLTG yang karena sesuatu fleksibiltas penempatannya dapat menggunakan gas
alam yang murah maka kedudukan PLTG ini dapat menukar kedudukan PLTU bahan bakar
minyak non reheat dalam merit loading.
Berikut diberikan contoh pemakaian merit loading untuk PLTA, PLTU, PLTD dan PLTG
(Djiteng, 1990):
208
Gambar 9.10 Biaya bahan bakar per jam sebagai fungsi beban sistem
Catatan :
1. PLTA minimum 500 MW
2. PLTU batubara 800 MW Rp24 Juta/jam
3. PLTU minyak residu denga reheat : 400 MW, Rp 24 Juta/jam
4. PLTU minyak residu tanpa reheat : 200 MW, Rp 14 Juta/jam
5. PLTG minyak HSD : 300 MW, Rp 36 Juta/jam
Gambar disusun atas dasar asumsi unit-unit pembangkit yang tersedia untuk operasi
mempunyai data sebagai berikut :
a. PLTA minimum harus berbeban 500 MW, hal ini disyaratkan untuk keperluan irigasi
dan untuk mengatasi masalah kavitasi
b. Titik A pada gambar didapat berdasar a tersebut diatas
c. PLTU dengan batubara mempunyai kemampuan 800 MW, ini dipakai untuk
menentukan letak titik B, yang jaraknya dari titik A = 800 MW
209
d. PLTU yang menggunakan bahan bakar minyak residu dan menggunakan reheat sistem
mempunyai kemampuan 400 MW, sehingga titik B1 ke titik C1= 400 MW.
e. PLTU yang menggunakan bahan bakar minyak residu tetapi tidak menggunakan reheat
sistem mempunyai kemampuan 200 MW sehingga arah titik C1 ke titik D1= 200 MW
f. PLTG yang menggunakan HSD mempunyai kemampuan 300 MW sehingga arah
titik D1 ke titik E1= 300 MW
Tabel 9.4
t1 F (FT) dF(PT) / dPT
Beban (MW)
(jam) (Rp. 106/jam) (Rp/kWH)
00 1400 32 60
01 1380 30 60
02 1350 28 60
03 1380 30 60
04 1420 33 60
05 1600 43 60
06 1500 36 60
07 1100 18 30
08 2500 36 60
09 1700 49 60
10 1800 56 70
11 1750 53 70
12 1600 43 60
13 1700 49 60
14 1750 53 70
15 1700 49 60
16 1650 45 60
17 1500 36 60
18 1850 62 70
19 2100 88 120
20 2000 75 120
21 1900 63 70
22 1800 56 70
23 1600 43 60
24 1500 36 60
210
Dari penyusuan tabel 9.4, tampak bahwa nilai dF(PT) / dPT dipengaruhi oleh dua faktor yaitu
1. Besarnya beban yang harus dilayani oleh sistem seperti digambarkan oleh gambar 9.11.
2. Unit pembangkit yang tersedia yang akan menetukan kurva biaya bahan bakar seperti
gambar 9.10.
Berdasarkan uraian pada butir a dan b di atas maka titik A letaknya pada sumbu MW karena
biaya bahan bakar PLTA = 0.
Titik B dicari dengan perhitungan sebagai berikut :
PLTU yang menggunakan batubara dan berbeban 800 MW berdasar angka pada butir 2 akan
menghabiskan biaya : 800 x 1 x 1000 x 30 = Rp.24 juta/jam.
Titik B terletak pada posisi beban 500 MW (beban PLTA yang minimum) + 800 MW = 1300
MW.
Biaya bahan bakar PLTA ( = 0) + 24 juta/jam = Rp.24 juta/jam
Dengan cara serupa maka akan didapatkan titik C, D, dan E
untuk I j juga pembatasan daya output dari masing-masing unit pembangkit harus sama
dengan total permintaan (demand) beban sehingga peningkatan pembebanan tidak merubah
frekuensi dari sistem yang persamaannya sebagai berikut:
N
P
i 1
i 0 (9.6)
N
Px P
i 1
i (9.7)
x
Perubahan biaya operasional total FT dapat dilakukan perhitungan dengan methode
kalkulus biasa, bila nilai tersebut merupakan fungsi dari perubahan tersendiri dari N – 1 dalam
level output Pi . Tidak ada pembatasan kondisis yang lain, selain batas-batas daya output
pembangkit. Biaya operasional optimum diperoleh pada saat turunan parsial dari FT sama
dengan nol, dengan memperhatikan variable bebas Pi . Hal tersebut berarti bahwa turunan-
212
Fi
turunan parsial , harus bernilai nol untuk semua 1, 1 0, turunan-turunan ini dihasilkan
Pi
dalam sebuah kumpulan persamaan simultan, sebagai berikut:
P1
0
dF12
P1
dPx2
P i
dP1 dFx i 1
df1
jika F1' (9.10)
dP1
dan
d 2 f1
F1'' (9.11)
dP12
maka persamaan simultan N-1, dapat dituliskan dalam bentuk matrix sebagai berikut:
F1" Fx" Fx" Fx" F1" Fx"
" P1
P "
Fx F " Fx"
Fx"
F2 Fx"
" 2
Fx F" F3 Fx
" "
P3 F3" Fx" (9.12)
"
Pn "
Fx Fx"
Fx"
Fx" Fn Fx" Fn Fx"
dari persamaan di atas akan diperoleh daya baru (Pbaru n) yang perhitungannya :
Pbaru 1 P1 P1
P 2 P P
baru 2 2
Pbaru 3 = P3 + P3 (9.13)
Pbaru n Pn Pn
n x
1. Dalam proses yang melibatkan ketertarikan manusia (pemikiran deskriptif dan intuisi
manusia).
2. Ketika ada seorang yang telah berpengalaman yang dapat menjabarkan aturan perilaku
sistem. Intuisi boleh diadopsi jika ada operator berpengalaman yang menangani masalah
dengan sukses.
3. Dalam proses yang mempertimbangkan fenomena kontinyu yang tidak dengan mudah
dijadikan diskrit.
4. Ketika tingkat derau tinggi atau menjadi lebih penting untuk menggunakan sensor yang
tidak mahal.
5. Formula fuzzy dapat membantu pencapaian berbagai kemudahan, kekokohan, solusi yang
lebih optimal dan kesederhanaan.
6. Sangat mudah dihibridkan dengan teknologi lain, misalnya GA, NN, AIS, control optimal
dsb.
Seiring dengan waktu, penerapan fuzzy control merambat dari peralatan rumah tangga
(mesin cuci, AC dsb.) hingga industry (otomotif, kesehatan dsb.) termasuk bidang sistem
tenaga listrik, diantaranya adalah kontrol perluasan batas kestabilan (PSS) , control frekwensi
215
(LFC) dan penjadwalan pembangkit operasi pembangkit (commitment unit). Jika bukan
sebagai pengganti control sistem yang telah ada paling tidak fuzzy control dapat dijadikan
alternative.
Meskipun dapat diterapkan dalam banyak bidang, penulisan makalah ini akan
dipusatkan pada penerapan control fuzzy pada penjadwalan operasi pembangkit (commitment
unit). Bahasan akan dimulai dengan teori singkat yang berkaitan dengan beberapa hal penting
dalam commitment unit dan teori singkat fuzzy logic, kemudian membahas bagaimana
pendekatan pendekatan fuzzy logic dalam penjadwalan operasi pembangkit.
Hangat Panas
1
Derajat
Keanggotaan
0.5
20 40 60 90
t 0C (suhu)
Crisp
{ } (9.14)
0
a b c u
Gambar 9.12 Fungsi keanggotaan segitiga
217
μ(x)
1 N Z P
0,6
0,4
0,5 x
0
Gambar 9.13 Proses Fuzzifikasi nilai crisp x = 0,5
μA μB μC
1 A1 1 B1 1 C1
Min μC
0 0 0 1
X Y Z
Maks
μA μB μC
0
1 A2 1 B2 1 C2
Maks
0 0 0
X Y Z
X1 Y1
Perbedaan antara MAKS – DOT dengan MAKS – MIN adalah MAKS – DOT memperkalian
semua nilai keanggotaan C1 dengan α1 dan C2 dengan α2. Proses penalaran MAKS – DOT
diperlihatkan pada gambar dibawah ini.
μA μB μC
1 A1 1 B1 1 C1
Min μC
0 0 0 1
X Y Z
Maks
μA μB μC
0
1 A2 1 B2 1 C2
Maks
0 0 0
X Y Z
X1 Y1
9.6.2.7 Defuzzifikasi
Proses defuzzifikasi merupakan kebalikan dari proses fuzzifikasi, yaitu mentransformasikan
suatu nilai domain fuzzy yang merupakan hasil inferensi ke suatu nilai crisp. Terdapat paling
tidak ada tujuh metode yang dapat digunakan dan dua metode yang paling populer adalah :
1. Metode centroid (Center of Area).
Metode ini disebut juga metode pusat grafitasi dan merupakan metode yang paling banyak
digunakan. Secara matematis, metode ini dinyatakan sebagai :
∑
(9.17)
∑
Dimana :
Z* = Nilai keluaran
∑ (9.18)
220
Gambar 9.16 Penjadwalan pembangkitan tenaga listrik menggunakan sistem fuzzy logic
221
adalah sistem tenaga, misalnya sistem sulsel, Manado – minahasa, Jawa – Bali Area I dan
sebagainya. Sedangkan fungsi keanggotaan dipilih berbentuk fungsi segitiga.
Adapun nilai linguistik dan range dari variabel – variabel fuzzy diatas adalah sebagai
berikut :
Kapasitas Beban Generator : LGC = {VL, L, BAV, AV, AAV, H, VH} ; Range 0 – 600
(MW)
Biaya Inkremental : IC = {Z, S, M, B, VB} ; Range 0 – 80.000 (Rp)
Biaya Start – up : SUP = {L, BAV, AV, AAV, H}
Biaya Produksi : PRC = {VL, L, BAV, AV, AAV, H, VH} ; Range 0 – 22.000.000 (Rp)
Dengan fungsi keanggotaan ini, maka variabel masukkan terhubung ke variabel keluaran
dengan aturan “Jika – Maka” seperti yang diperlihatkan pada gambar dibawah ini.
μ(LGC)
VL L BAV AV AAV H VH
1
0
LGC
0 100 200 300 400 500 600
0
IC
0 20000 40000 60000 80000
0
SUP
0 2750000 5500000 8250000 11000000
μ(PRC)
VL L BAV AV AAV H VH
1
0
PRC
0 3000000 4500000 9000000 13500000 18000000 22000000
Sebagai:
∑
∑
(9.19)
Untuk perhitungan proses defuzzifikasi, selanjutnya akan dilakukan dengan bantuan program
MATLAB, sehingga proses perhitungan ini dapat diselesaikan dengan cepat.
226
DAFTAR PUSTAKA
Allen J. Wood, Bruce F. Wollenberg, Power Generation, Operation and Control, John Wiley
and Sons, New York, NY, 1996.
Brown, Ryan, “Reliability Enhancement of The Avista Electric Power System”. Gonzaga
University, Spokane, 2005.
Conant, MA. & F.R.Gold.. The Geopolitics of Energy. Westview Press, Boulder Colorado.
1978.
Considine, D.M. (Editor in chief).. Energy Technology Handbook. McGraw Hill Bokk
Company. New York. 1977.
Cuip, A.W. (penerjemah:Darwin Sitompul). Prnsip-Prinsip Konversi Energi. Penerbit
Erlangga. Jakarta. 1991.
Direktorat Jendral Listrik dan Pemanfaatan Energi, “Aturan Jaringan Jawa- Madura- Bali”.
Jakarta.2004, 79-85.
E. Warren King and Claudio A. Ca˜nizares, Hong Chen, “A Probabilistic Approach to
Evaluate Security Costs and Levels in Competitive Electricity Markets”, Bulk Power
Sistem Dynamics and Control - VI, August 22-27, 2004.
Ebrahim Vaahedi, Yakout Mansour, Chris Fuchs, Sergio Granville, Maria de Lujan Latore,
Hamid Hamadanizadeh, “Dynamic Security Constrained Optimal Power Flow/VAr
Planning”, IEEE TRANSACTIONS ON POWER SYSTEMS, VOL. 16, NO. 1,
FEBRUARY 2001.
Federico Milano, “Sensitivity-Based Security-Constrained OPF Market Clearing Model”,
IEEE Transactions on Power Sistems, Vol. 20, No. 4, November 2005.
Felix F. Wu, Sadatoshi Kumagai, “Steady State Security Regions of Power Sistems”, IEEE
Transaction on Circuit and Ssytems, Vol CAS-29, No. 11, November 1982.
Hyungchul Kim, “Evaluation of Power System Security and Development of Transmission
Pricing Method”, Texas A&M University, PhD, August 2003.
Gates, D.M.. Energy and Ecology. Sinauer Associates, Inc. Sunderlandd, Massachusetts. 1985.
Gonen Turan, Modern Power Sistem Analysis, John Wiley and Sons.
I. Dobson, B.A. Carreras, V.E. Lynch, D. E. Newman, “An initial model for complex
dynamics in electric power sistem blackouts”, Hawaii International Conference on
Sistem Sciences, January 2001.
Kaanan Nithiyananthan, Neelamegam Manoharan, Velimuthu Ramachandran, “An Algorithm
for Contingency Ranking Based on Reactive Compensation Index”, Journal of
Electrical Enginnering, Vol. 57, No. 2, 2006, 116–119 SA.
Kadir,A.,Prof.lr, Pengantar Teknik Tenaga Listrik,1995, LP3ES, Jakarta
Kadir,A.,Prof.lr. Energi. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta. 1990.
Neville, R.C.Solar Energy Conversion; the Solar Cell. Elsevier Scientific Publishing
Company. Amsterdam. 1978.
Marek Zima, “Contributions to Security of Electric Power Sistems”, Swiss Federal Institute of
Technology Zurich, PhD, 2006.
Marsudi, Djiteng. “Operasi Sistem Tenaga Listrik”. Balai Penerbit dan Humas ISTN,
Jakarta,1990.
Nadjamuddin Harun, “Operasi Ekonomis Sistem Tenaga Listrik Berbasis Logika Samar”,
2002, Kementerian Riset Teknologi.
Naoto Yorino, E. E. El-Araby, Hiroshi Sasaki, Shigemi Harada, “A New Formulation for
FACTS Allocation forSecurity Enhancement Against Voltage Collapse”, IEEE
Transaction On Power Systems, Vol. 18, NO. 1, February 2003.
O’Connor, P.D.T; and Harris, L.N : Reliability prediction : a state-of-the art review, Proc.
IEE (IEE Reviews), 1986,133A (4).
P. Kundur, “Power System Stability and Control”, Mc Graw Hill, 1994.
Peter W. Sauer, “Post-Contingency Equilibrium Analysis of Power Sistems”, Proceedings of
the 35th Hawaii International Conference on Sistem Sciences, 2002.
Pottonen, Liisa. “A Method for The Probabilistic Security Analysis of Transmission Grid”.
Doctoral Dissertation, Helsinki University of Technology, 2005.
Ristanovic, P., Bjelogrlic,M., dan Babib, B.S. “Improvement in Sparse Matrix/ Vektor
Technique Applications for On-Line Load Flow Calculation”. IEEE Transactions on
Power Systems, Vol.PWRS-4,No.1, 190-196, 1989.
Saadat, Hadi. Power System Analysis. McGraw Hill Bokk Company. New York. 1999.
Sheahan, R.T. Alternative Energy Source, a Strategy Planning Guide An Aspen Publication.
Maryland, London. 1981.
Slesser, M (General Editor). Dictionary of Energy, second edition. Nichols Publishing. New
York. 1988.
Scott Greene, “Margin and Sensitivity Methods for Security Analysis of Electrical Power
Sistems”, University of Wisconsin – Madison, PhD, 1998.
Veziroglu, T.N.(Editor). Solar Energy and Conservation. Proceedings of the Solar Energy and
Conservation Synposium, 11-13 Desember 1978, Miami Beach, Florida. Pergamon
Press. New York. 1978.
X. Wang, J. R. McDonald, “Modern Power Sistem Planning”, McGraw Hill Inc., New York,
NY, 1994.