Anda di halaman 1dari 212

ELEKTRONIKA DAYA

Penyusun :

Ir. Remigius Tandioga, M.Eng.Sc

TEKNIK KONVERSI ENERGI/TEKNIK MESIN


POLITEKNIK NEGERI UJUNG PANDANG
2005
DAFTAR ISI
Sampul ……………………………………………………………………. i
Daftar Isi ………………………………………………………………….. ii
BAB 1 SEKILAS TENTANG ELEKTRONIKA DAYA
1.1 Pendahuluan ………………………………………………… 1
1.2 Pengertian Elektronika Daya ……………………………….. 1
1.3 Latar Belakang Elektronika Daya ……………………...…… 2
1.4 Sejarah dan Perkembangan Elektronika Daya ……………… 3
1.5 Penutup ……………………………………………………… 5
BAB 2 PIRANTI SEMIKONDUKTOR DAYA : DIODA
2.1 Pendahuluan ………………………………………………… 8
2.2 Pengertian. Susunan. Prategangan. Dan Karakterisitk Dioda 9
2.3 Karakterisitk Pemulihan Balik (Reverse Recovery Time) 13
2.4 Tipe-Tipe Dioda Daya ……………………………………… 17
2.5 Dioda Terhubung Seri ………………………………………. 18
2.6 Dioda Terhubung Paralel …………………………………… 21
2.6 Penutup ……………………………………………………… 23
BAB 3 PIRANTI SEMIKONDUKTOR DAYA : TIRISTOR
3.1 Pendahuluan ………………………………………………… 25
3.2 Susunan Tiristor …………………………………………….. 26
3.2 Prinsip Kerja dan Karakteristik Tiristor ……………………. 27
3.3 Pengaruh Penyulutan Pada Tiristor ………………………… 29
3.4 Menghidupkan Tiristor …………………………………….. 32
3.5 Piranti Lainnya Dari Keluarga Tiristor Lainnya (GTO.
33
TRIAC. ACSR. LASCR. MCT. FET-CTH. SITH. …………..
BAB 4 PIRANTI SEMIKONDUKTOR DAYA : TRANSISTOR
4.1 Pendahuluan ………………………………………………… 41
4.2 BJT …………………………………………………………. 41
4.3 MOSFET ……………………………………………………. 49
4.4 SIT ………………………………………………………….. 54
4.5 IGBT ……………………………………………………….. 55
4.6 Penutup ………………………………………………………
BAB 5 KONVERSI DAYA AC KE DC: PENYEARAH SATU-FASA
5.1 Pendahuluan ………………………………………………… 57
5.2 Terminologi Penyearahan …………………………………… 58
5.3 Penyearah Satu-Fasa Dengan Beban Bersifat Resistif …….. 62
5.4 Penyearah Satu-Fasa Dengan Beban Bersifat Induktif ……... 78
BAB 6 KONVERSI DAYA AC KE DC: PENYEARAH TIGA-FASA
6.1 Pendahuluan ………………………………………………… 92
6.2 Penyearah Bintang Tiga Fasa Berbeban Resistif …………… 93
6.3 Penyearah Tiga-Fasa Jembatan Berbeban Resistif …………. 99
6.4 Perbandingan Harga Rerata dan Efektif Penyearah Tiga-Fasa 107
6.5 Penyearah Bintang Tiga Fasa Berbeban Induktif …………... 110
6.6 Penyearah Tiga-Fasa Jembatan BerbebanInduktif …………. 113
6.7 Penutup ……………………………………………………… 116
BAB 7 KONVERSI DAYA AC KE DC : KONVERTER SATU-FASA
7.1 Pendahuluan ……………………………………………….. 118
7.2 Konverter Satu-Fasa Setengah-Gelombang Dengan Beban
120
Resistif ………………………………………………………
7.3 Konverter Satu-Fasa Setengah-Gelombang Dengan Beban
123
Induktif ……………………………………………………….
7.4 Konverter Satu-Fasa Setengah-Gelombang Dalam Kasus
129
Berbeban Induktif “Tinggi” ………………………………….
7.5 Konverter Satu-Fasa Semi-Jembatan ……………………….. 130
7.6 Konverter Satu-Fasa Jembatan-Penuh ……………………… 137
7.7 Penutup ……………………………………………………… 141
BAB 8 KONVERSI DAYA AC KE DC : KONVERTER TIGA-FASA
8.1 Pendahuluan …………………………………….…………. 143
8.2 Konverter Tiga-Fasa Setengah-Gelombang………………… 145
8.3 Konverter Tiga-Fasa Semi-Jembatan ……………………….. 155
8.4 Konverter Tiga-Fasa Full-Jembatan ………………………… 167
8.7 Penutup ……………………………………………………… 177
BAB 9 KONVERSI DAYA DC KE AC : INVERTER SATU-FASA
9.1 Pendahuluan ………………………………………………… 179
9.2 Klasifikasi Inverter …………………………………………. 180
9.3 Inverter Setengah-Jembatan Berbeban Resistif …………….. 181
9.4 Inverter Setengah-Jembatan Berbeban Induktif ……………. 183
9.5 Beberapa Parameter Unjuk Kerja ………………………….. 186
9.6 Inverter Jembatan …………………………………………… 188
9.7 Penutup ……………………………………………………… 193
BAB 10 KONVERSI DAYA DC KE AC : INVERTER TIGA-FASA
10.1 Pendahuluan ……………………………………………….. 207
10.2 Inverter Tiga-Fasa Dengan Sistem Konduksi T/2 ………… 209
10.3 Inverter Tiga-Fasa Dengan Sistem Konduksi T/3 …………. 215
BAB I
SEKILAS TENTANG ELEKTRONIKA DAYA

1.1 PENDAHULUAN

Ketika revolusi elektronika berawal pada saat ditemukannya tabung hampa


(vacuum tube), elektronika dapat dikatakan sebagai ilmu yang mempelajari hal-
hal yang berhubungan dengan aliran elektron. Jadi pada waktu itu pengertian
elektronika berhubungan dengan hal tabung hampa atau tabung pelucutan elektron
dan semacamnya.
Pada mulanya medium tempat mengalirkan elektron yang dipelajari adalah
ruang hampa, udara, medan listrik, medan magnet, atau gas-gas, namun sekarang
yang difokuskan adalah bahan semikonduktor. Selain itu, pengertian elektronika
di zaman sekarang mencakup elektronika informasi atau elektronika signal.
Dalam hal ini, isi dari signal yang ditransfer serta data yang diproses menjadi
pusat perhatian, sementara masalah energi atau daya listrik agaknya kurang
diperhatikan.
Selain elektronika, dikenal pula tentang apa yang disebut “elektronika
daya”. Elektronika daya berhubungan dengan penyaklaran (switching),
perataan/penyearahan gelombang (rectification), konversi atau kontrol dari suatu
daya listrik dengan menggunakan semikonduktor.

1.2 PENGERTIAN ELEKTRONIKA DAYA


Berdasarkan pembahasan di atas, maka dapat dikatakan bahwa elektronika
daya adalah elektronika tentang daya, yaitu suatu elektronika yang mementingkan
masalah energi dan daya listrik. Dalam arti yang lebih luas, elektronika daya dapat
meliputi semua elektronika yang berhubungan dengan kontrol, pembangkitan
energi listrik, rele-rele elektronik dan bahkan pengendalian komputer. Dalam arti
yang lebih khusus, elektronika daya berarti elektronika yang berkaitan dengan
konversi dan pengendalian daya listrik dengan menggunakan piranti

1
semikonduktor. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dikatakan bahwa ada tiga
hal yang tercakup dalam elektronika daya yaitu : daya, elektronika dan kontrol.
Ketiga hal tersebut dapat dilihat pada Gambar 1.1.

Elektronika

Kontrol

Daya

Gambar 1.1 Suatu ilustrasi yang memperlihatkan bahwa daya, elektronika dan
kontrol merupakan tiga bidang utama dalam elektronika daya.

1.3 LATAR BELAKANG TIMBULNYA ELEKTRONIKA DAYA

Masalah yang umum dijumpai dalam kelistrikan adalah bagaimana sumber


listrik (suplai/penyedia listrik) memenuhi kebutuhan konsumen (beban) akan
energi listrik sesuai dengan kriteria yang dinginkan oleh pihak konsumen tadi.
Pada dasarnya istilah “pemenuhan kebutuhan” dapat diartikan sebagai
pensuplaian energi listrik ke beban dalam level tegangan dan frekuensi yang
cocok atau yang sesuai dengan nilai-nilai nominal beban (rating). Dalam hal ini
masalah transfer daya maksimum tidaklah menjadi soal. Dituntut bahwa sumber
listrik harus menyediakan arus listrik sesuai dengan rancangannya, dan beban
diharapkan dapat menyerap arus ini yang tentunya tidak menyalahi pula rating-
nya. Dengan kata lain, yang difokuskan dalam elektronika daya adalah bagaimana
menyediakan (membuat) suplai listrik yang memenuhi kriteria beban. Inilah yang
menjadi latar belakang timbulnya elektronika daya.

2
1.4 SEJARAH DAN PERKEMBANGAN ELEKTRONIKA
DAYA

Dapat dikatakan bahwa sejarah elektronika berawal ketika ditemukan dan


diperkenalkannya penyearah busur merkuri/raksa (mercury arc rectifier) dalam
tahun 1900. Elektronika kemudian semakin berkembang sejak ditemukannya
tabung elektron (electron tube) dalam tahun 1904 dan katup termionik (thermionic
valves) dalam tahun 1907. Tabung elektron adalah tabung hampa dimana di
dalamnya aliran elektron dapat dikendalikan dengan akurat. Dengan adanya
penemuan tabung elektron, maka pintu inovasi elektronika sudah terbuka lebar,
sebab sejak saat itu elektronika pemroses informasi di dalam bidang
telekomunikasi, radio dan peralatan audio mulai dikembangkan.
Sejak tahun 1907, piranti seperti metal tank rectifier, grid-controlled
vacuum-tube rectifier, ignitron, phanotron, thyratron, rotating amplifier dan
magnetic amplifier mulai diperkenalkan secara bertahap. Piranti-piranti tersebut
secara khusus digunakan untuk mengontrol daya listrik hingga tahun 1950-an.
Thyratron dan ignitron (yang disebut pula tabung merkuri atau mercury tube)
adalah tabung pelepasan muatan (discharging) berisi gas yang dapat beroperasi
pada daya beberapa ratus watt. Dalam tabung berisi gas (gas-fllled tube), yang
digunakan adalah ion-ion gas yang dapat bekerja dengan arus yang lebih tinggi
dibandingkan dengan tabung hampa. Bahan-bahan untuk tabung merkuri yang
kemudian dikembangkan adalah gelas dan logam.
Dalam tahun 1930-an, rangkaian pengkonversi daya (power converter
circuits) yang menggunakan thyratron mulai diterapkan pada pengontrolan motor
arus searah (dc) maupun arus bolak-balik (ac). Dalam era ini mulai diperkenalkan
mengenai motor thyratron yaitu motor tanpa komutator (commutatorless) versi
pertama.
Dalam tahun 1940-an dan 1950-an, tabung merkuri berkapasitas besar
mulai diperkenalkan dalam bidang industri elektrokimia dan perkereta-api
listrikan. Dalam industri baja dan besi, digunakan sistem Leonard statis dengan

3
tabung merkuri yang dikendalikan oleh kisi (grid-controlled), sementara pada
industri perkereta-apian digunakan lokomotif listrik yang dilengkapi dengan
ignitron. Juga transmisi dc tegangan tinggi yang memakai penyearah merkuri
bertegangan tinggi mulai diterapkan dalam era seperti yang disebutkan di atas.
Meskipun demikian, thyratron dan tabung merkuri mempunyai kesukaran atau
kelemahan yakni dalam hal penyalaan kembali (back-firing) dan kesalahan
penyalaan (mis-firing), jadi membutuhkan teknologi khusus untuk operasi dan
perawatannya. Di kemudian hari, piranti-piranti tersebut lambat laun digantikan
oleh piranti semikonduktor.
Selanjutnya revolusi elektronika yang pertama dapat dikatakan mulai
dalam tahun 1947 dengan dibuatnya transistor silikon bertipe sambungan
(junction) di Bell Telephone Laboratories. Dapat disebutkan orang yang berjasa
dalam hal ini yakni Bardeen, Brattain dan Schockley. Selanjutnya dioda
semikonduktor dari bahan germanium (Ge) ditemukan dalam akhir ahun 1950-an,
diikuti dengan dioda silikon (Si). Piranti-piranti yang juga dikembangkan dalam
kurun waktu itu adalah transistor efek medan (FET, field effect transistor) dan SIT
(static induction transistor).
Piranti yang dinamakan dioda empat lapis (atau PNPN triggering
transistor) dibuat dalam tahun 1956, dan belakangan piranti ini dikenal dengan
nama “tiristor” (thyristor) atau SCR (silicon-controlled rectifier). Penemuan SCR
dalam tahun 1956 ini adalah juga di Bell Telephone Laboratories.
Revolusi elektronika yang kedua dapat dikatakan mulai dalam tahun 1957
ketika General Electric Company mulai mengembangkan tiristor secara komersial.
Tahun 1957 inilah yang dianggap sebagai permulaan dari era baru elektronika
daya, dan sejak saat itu istilah “elektronika daya” mulai populer. Tiristor sendiri
berarti “solid-state thyratron”, jadi mempunyai fungsi yang sama dengan
thyratron namun dengan karakteristik yang jauh lebih mengagumkan.
Tahun 1960-an merupakan dekade pertama dimana teknologi elektronika
daya menuai banyak aplikasi yang sukses di industri dan bidang transportasi.
Dapat disebutkan piranti yang ditemukan dalam tahun 1960-an yaitu : light

4
trigger thyristor, gate turn off thyristor (GTO), bidirectional thyristor (atau
TRIAC), integrated circuit (IC) dan high integrated circuit (HIC).
Era tahun 1970-an ditandai dengan penemuan mikroprosesor 4-bit, 8-bit
dan 16-bit, transistor berkapasitas besar, modul transistor daya, modul tiristor
daya serta FET, SIT dan GTO berkapasitas besar.
Elektronika secara umum atau elektronika daya secara khusus makin
mengalami kemajuan pesat sejak diperkenalkannya modul inverter, BI-MOS (bi-
metal-oxide semiconductor), mikroprosesor 32-bit dan IC yang canggih dalam era
tahun 1980-an.
Era tahun 1990-an ditandai dengan mulai diperkenalkannya penggunaan
motor ac putaran variabel, hingga penggunaan pemutus daya (circuit breaker) dan
rele-rele berbasis piranti semikonduktor (solid-state) serta penemuan TV warna
berlayar datar di era tahun 2000-an.
Dapat diprediksi bahwa penggunaan secara besar-besaran pembangkit
tenaga surya dan kendaraan listrik akan mengisi era tahun 2010-an, hingga di era
tahun 2020-an terjadi penggunaan secara meluas robot domestik dan lengan-
lengan buatan (artificial limbs) untuk menangani pekerjaan rumah tangga.
Mungkin saja penerapan secara meluas tentang superkonduktor akan mulai
dilakukan di era tahun 2030-an.
Singkatnya, dapat dikatakan bahwa zaman keemasan dari tabung-tabung
hampa adalah dari awal abad ke-20 hingga tahun 1950-an. Selanjutnya zaman
kejayaan dari elektronika daya adalah dalam kurun waktu tahun 1950-an hingga
1990-an, sementara revolusi elektronika daya mulai berlangsung dalam kurun
waktu tahun 1990-an hingga sekarang.

1.5 PENUTUP

TEST FORMATIF
Petunjuk : Pilihlah satu jawaban yang paling benar !
1. Pernyataan-pernyataan berikut yang tidak benar adalah . . .
A. Elektronika informasi mementingkan efisiensi yang tinggi.
B. Elektronika informasi tidak mementingkan efisiensi yang tinggi.

5
C. Elektronika daya mementingkan efisiensi yang tinggi.
D. Beberapa rangkaian elektronika daya mempunyai efisiensi yang buruk.
2. Istilah “elektronika daya” telah dipakai sejak . . .
A. Tahun 1904 B. Tahun 1947 C. Tahun 1957 D. Tahun 1960-an
3. Berikut adalah saat dimana dianggap mulainya sejarah elektronika.
A. Dalam tahun 1956 B. Dalam tahun 1904
C. Dalam tahun 1900 D. Dalam tahun 1947
4. Kapankah transistor penyulut jenis PNPN ditemukan ?
A. Dalam tahun 1947 B. Dalam tahun 1956
C. Dalam tahun 1904 D. Dalam tahun 1900
5. Kapankah penyearah germanium dikembangkan ?
A. Pada awal tahun 1900-an B. Pada akhir tahun 1960-an
C. Pada akhir tahun 1950-an D. Pada akhir tahun 1940-an
6. Kapankah tabung elektron ditemukan ?
A. Tahun 1904 B. Tahun 1947 C. Tahun 1956 D. Tahun 1957
7. Kapankah busur merkuri (mercury arc) ditemukan ?
A. Tahun 1904 B. Tahun 1900 C. Tahun 1957 D. Tahun 1950
8. Kapankah revolusi elektronika yang pertama dimulai ?
A. Tahun 1904 B. Tahun 1960 C. Tahun 1957 D. Tahun 1947
9. Kapankah revolusi elektronika yang kedua dimulai ?
A. Tahun 1947 B. Tahun 1957 C. Tahun 1900 D. Tahun 1904
10. Kapan istilah “elektronika daya” mulai populer ?
A. Sejak ditemukannya dioda
B. Sejak ditemukannya transistor
C. Sejak ditemukannya tiristor
D. Sejak ditemukannya tabung hampa
11. Penekanan elektronika informasi adalah tentang masalah . . .
A. Isi signal dan proses B. Energi
C. Daya D. Kontrol
12. Berikut adalah obyek pengontrolan dalam elektronika daya, kecuali . . .
A. Frekuensi dan faktor daya pada arus bolak-balik.

6
B. Nilai efektif atau nilai rata-rata dari suatu bentuk gelombang.
C. Bentuk dasar gelombangnya.
D. Frekuensi pada arus searah
13. Hal-hal berikut dibahas dalam elektronika daya, kecuali . . .
A. Transformator daya
B. Rangkaian konversi daya dan aplikasinya.
C. Semikonduktor daya.
D. Aplikasi elektronika daya pada kontrol modern.
14. Berikut adalah tiga bidang utama dalam elektronika daya, kecuali . . .
A. Daya B. Sistem C. Elektronika D. Kontrol
15. Berikut adalah latar belakang timbulnya elektronika daya, kecuali . . .
A. Pemenuhan transfer daya maksimum ke beban.
B. Pemenuhan level frekuensi yang cocok untuk beban.
C. Pemenuhan kebutuhan listrik yang berkualitas.
D. Pemenuhan level tegangan yang cocok untuk beban.
16. Penekanan elektronika daya adalah pada masalah . . .
A. Peralatan B. Kontrol C. Daya D. Sistem

KUNCI JAWABAN TEST FORMATIF


1. A 5. C 9. B 13. A
2. C 6. A 10. C 14. B
3. C 7. B 11. A 15. A
4. B 8. D 12. D 16. C

7
BAB II
PIRANTI SEMIKONDUKTOR DAYA : DIODA

2.1 PENDAHULUAN

Ada dua jenis arus listrik yaitu arus listrik searah (dc) dan arus listrik
bolak-balik (ac), oleh karena itu terdapat 4 (empat) macam konversi daya. Semua
rangkaian konversi daya elektronik yang mengkonversi dan mengontrol daya
listrik menggunakan piranti semikonduktor. Dengan demikian untuk dapat
menjelaskan cara kerja rangkaian elektronika daya maka diperlukan pengetahuan
dan pemahaman yang cukup atas piranti semikonduktor daya yang membangun
rangkaian tersebut. Sifat-sifat atau karakteristik dari piranti semikonduktor daya
akan mewarnai sifat-sifat dan karakteristik dari rangkaian yang ditempati oleh
piranti semikonduktor itu.
Piranti semikonduktor daya terdiri dari tiga kata. Pertama, “piranti” (atau
divais) yang dalam bahasa Inggris disebut device, dan kadang-kadang kamus
menerjemahkannya sebagai “alat” atau “perlengkapan”. Jadi piranti dalam hal ini
dapat bermakna sebagai alat atau perlengkapan yang berukuran kecil. Kedua,
“semikonduktor” yang diartikan sebagai bahan yang tidak merupakan konduktor
maupun isolator. Lebih tepatnya, bahan semikonduktor adalah bahan yang terbuat
dari unsur-unsur kimia golongan IV-A saja atau campuran unsur-unsur kimia
antara golongan IV-A dengan golongan III-A atau V-A. Ketiga, “daya” yang
bahasa Inggrisnya adalah power. Penambahan kata “daya” pada piranti-piranti
tersebut mengindikasikan penggunaannya pada daya yang besar. Bila tidak
ditambahkan kata “daya” maka dapat diartikan sebagai piranti yang digunakan
pada daya kecil, misalnya tegangan dengan level puluhan volt, arus dengan level
di bawah 1 A, daya pada level di bawah 1 W, dan sebagainya. Pada piranti seperti
ini biasanya ditambahkan kata “signal” (ordinary signal) sehingga dikenal dioda
signal, transistor signal, dan lain-lain.

8
Seperti telah disebutkan dalam BAB I bahwa salah satu anggota keluarga
tiristor yaitu SCR (silicon controlled rectifier) pertama kali dikembangkan dalam
tahun 1957, dan sejak tahun 1970 berbagai macam tipe piranti semikonduktor
daya telah dikembangkan secara komersial. Piranti yang dimaksud dapat
dikelompokkan ke dalam 5 (lima) tipe yaitu : (1) Dioda daya, (2) Tiristor daya,
(3) Transistor daya jenis sambungan dwi-kutub, (4) MOSFET daya, dan (5) IGBT
(insulated gate bipolar transistor) dan SIT (static induction transistor).
Ada tiga tipe dalam kelompok dioda daya yaitu :
(i) Dioda untuk keperluan umum (general purpose)
(ii) Dioda berkecepatan tinggi (high speed) atau berpemulihan cepat (fast
recovery)
(iii) Dioda Schottky

Dalam prakteknya dioda daya banyak difungsikan sebagai :


(i) Penyearah tak terkendali dari daya ac ke dc.
(ii) Fungsi-fungsi umpan-balik (feedback) dan freewheeling pada konverter
maupun inverter (konverter dc – ac).
Berdasarkan apa yang telah dibahas pada Sub Bab 2.1 maka dioda secara
umum dibedakan atas dioda signal biasa (ordinary signal diodes) dan dioda daya
(power diodes). Yang pertama disebutkan di atas menangani daya kecil saja
namun tanggapan frekuensinya atau kecepatan penyaklarannya (switching speed)
lebih cepat, sementara dioda daya mempunyai kemampuan daya yang lebih besar
serta kemampuan menahan arus dan tegangan yang lebih besar.

2.2 PENGERTIAN, SUSUNAN, PRATEGANGAN DAN KA-


RAKTERISTIK DIODA DAYA

Dioda daya merupakan bahan semikonduktor yang terdiri dari 2 jenis


lapisan yaitu lapisan p dan lapisan n, dan mempnyai fungsi penyearahan yaitu
melewatkan arus dalam satu arah saja yaitu dari lapisan p ke lapisan n.
Singkatnya, dioda daya merupakan piranti sambungan-pn 2-terminal. Keping p

9
dari dioda disebut anoda (A) dan keping n disebut katoda (K). Arus yang
mencoba mengalir dalam arah dari lapisan n ke p akan ditahan/diblok kecuali jika
tegangan yang mengenai dioda tersebut telah melewati batas yang diperkenankan.
Gambar 2.1 memperlihatkan struktur dan simbol dioda.

Anoda

n
Anoda Katoda

Katoda

(a) (b)

Gambar 2.1 Penggambaran dioda. (a) Susunan. (b) Simbol.

Ada dua hal yang dapat dialami oleh dioda dalam rangkaian yaitu
terbias/terpanjar maju (forward biased) atau terprategangan maju, dan
terbias/terpanjar mundur atau balik (reverse biased) atau terprategangan balik.
Dioda terbias maju jika potensial anoda lebih positif terhadap potensial
katoda, seperti yang diperlihatkan dalam Gambar 2.2(a). Pada keadaan ini, dioda
disebut konduksi (mulai on). Dalam keadaan konduksi, dioda mempunyai jatuh
tegangan maju yang relatif kecil dan besarnya bergantung pada suhu sambungan
dan bagaimana proses pembuatannya.
Dioda terbias mundur jika potensial katoda lebih positif terhadap potensial
anoda, seperti yang diperlihatkan dalam Gambar 2.3(a). Pada keadaan ini, dioda
disebut memblok Dalam keadaan memblok, hanya ada arus yang sangat kecil
(dalam level A atau mA) yang mengalir dari katoda ke anoda, dan disebut arus
bocor (leakage current) atau arus balik.

10
n p

V V
(a) (b)

Gambar 2.2 Rangkaian prategangan dioda. (a) Sambungan-pn terpanjar maju.


(b) Prategangan maju secara simbolik.

n p

V V
(a) (b)

Gambar 2.3 Rangkaian prategangan dioda. (a) Sambungan-pn terpanjar mundur.


(b) Prategangan balik secara simbolik.

Arus balik pada prategangan balik akan bertambah sedikit sejalan dengan
bertambahnya tegangan pada katoda-anoda. Jika tegangan tadi terus diperbesar
hingga mencapai suatu nilai yang disebut tegangan zener atau tegangan “avalans”
(zener/avalanche voltage) maka arus bocor tepat akan melonjak dengan cepat.
Jika tegangan zener dilewati maka mengalirlah arus bocor yang besar sehingga
dikatakan dioda dalam keadaan dadal atau tembus (breakdown). Tegangan
avalans disebut juga tegangan dadal (breakdown voltage) dan merupakan batas

11
tegangan yang memisahkan antara daerah arus balik kecil dan daerah arus balik
besar. Karakteristik sehubungan dengan panjar maju dan panjar mundur dapat
dilihat pada Gambar 2.4, dan disebut sebagai “karakteristik volt-ampere” atau
“karakteristik v-i”. Karakteristik v-i secara ideal ditunjukkan oleh Gambar 2.4(b)
dan dianggap dimiliki hanya oleh dioda yang berlaku sebagai saklar ideal.
Karakteristik dalam Gambar 2.4(a) dapat dinyatakan ke dalam apa yang disebut
persamaan dioda Schockley (Schockley’s diode equation) sebagai berikut :

VD
n VT
ID = IS( e - 1) ............................................................................ (2-1)

dalam hal ini :


ID = arus maju yang lewat dalam dioda
VD = tegangan dioda ketika terbias maju
IS = arus bocor (atau arus jenuh balik atau reverse saturation current) dalam
jangkauan 10-15 sampai 10-6 A.
n = konstanta empiris yang disebut koefisien pancar (emission coefficient) atau
faktor keidealan (ideality factor) dengan nilai antara 1 dan 2. [Untuk
praktisnya n diambil antara 1,1 dan 1,8].
n = 1 untuk dioda germanium
n = 2 untuk dioda silikon
VT = konstanta yanmg disebut tegangan termal.

Tegangan termal dari dioda dinyatakan dengan :

kT
VT = ......................................................................................... (2-2)
q

dalam hal ini :


q = muatan elektron = 1,6022 x 10-19 C
T = suhu mutlak
k = tetapan Boltzman = 1,3806 x 10-23 J K-1

12
i i

iD

vD
0 v 0 v

Arus bocor balik

(a) (b)

Gambar 2.4 Karakteristik v – i dari dioda. (a) Secara praktis. (b) Untuk dioda
ideal.

Dalam persamaan (2-1) terdapat nilai dari VD yang disimbolkan dengan


VTD dan disebut tegangan potong (treshold voltage/cut-in voltage/turn-on voltage)
dimana dioda mulai konduksi secara penuh (fully conduction). Untuk VD < VTD
maka dioda tetap akan konduksi namun dengan ID yang sangat kecil saja.

2.3 KARAKTERISTIK PEMULIHAN BALIK (REVERSE


RECOVERY CHARACTERISTICS)

Jika suatu dioda yang sedang konduksi dengan arus IF akan dinolkan
arusnya atau akan dikomutasi (misalnya oleh kelakuan alamiah rangkaian atau
diberi tegangan balik) maka arus majunya makin berkurang tetapi tidak langsung
berhenti di nol namun berusaha terus mengalir dalam arah balik hingga mencapai
nilai terbesar IRR untuk selanjutnya makin berkurang hingga mencapai nol yang
kedua kali dan berhenti. Arus yang mengalir dalam keadaan terbias maju adalah
yang disebabkan oleh efek bersih (net effect) antara pembawa muatan mayoritas
(majority carriers) yaitu lubang dan pembawa muatan minoritas (minority
carriers) yaitu elektron. Ketika tegangan pada dioda dibalik polaritasnya maka
arus balik yang mengalir hanya disebabkan oleh pembawa muatan minoritas yang

13
tersisa di sambungan-pn dan bahan material. Pembawa muatan minoritas ini
membutuhkan suatu waktu yang tertentu untuk berkombinasi dengan muatan
positif sehingga menjadi netral. Pada saat keadaan netral ini arus benar-benar
berhenti. Karakteristik pemulihan balik dari suatu dioda dapat dilihat pada
Gambar 2.5.

ta trr
IF IF ta
trr

0,25IRR t 0,25IRR t

IRR IRR
tb tb

(a) (b)

Gambar 2.5 Karakteristik pemulihan balik dari suatu dioda. (a) Yang halus/lunak
(soft). (b) Yang kasar (abrupt).

Waktu yang dibutuhkan dari saat IF = 0 pertama kali hingga dicapai IRR,
disimbolkan dengan ta, dan ta ini ditimbulkan oleh muatan yang tersimpan dalam
daerah pengosongan dari sambungan. Waktu yang dibutuhkan dari saat
dicapainya IRR hingga arus negatif bersisa 25% dari IRR disimbolkan dengan tb,
dan tb ini ditimbulkan oleh muatan yang ada dalam bahan semikonduktor.
Jumlah dari ta dan tb disebut waktu pemulihan balik (reverse recovery time) dan
dilambangkan dengan trr. Jadi :

trr = ta + tb ....................................................................................... (2-3)

Perbandingan antara tb terhadap ta disebut faktor lunak (softness factor, SF) yang
dalam hal ini :

tb
SF = ......................................................................................... (2-4)
ta

14
selanjutnya :

di
IRR = ta . ................................................................................... (2-5)
dt
dalam hal ini :
di
= laju perubahan arus balik.
dt

Waktu trr didefinisikan sebagai interval waktu antara saat terjadinya arus
nol ketika keadaan diubah dari bias maju ke bias mundur dengan saat arus balik
telah menurun hingga 25% dari nilai puncaknya. Dalam hal ini trr merupakan
fungsi dari suhu sambungan, laju penurunan arus maju dan besar arus maju
tersebut tepat sebelum komutasi.
QRR adalah muatan pemulihan balik (reverse recovery charge) dan
merupakan banyaknya pembawa muatan yang mengalir dalam arah balik pada
dioda ketika keadaan diubah dari bias maju ke bias mundur.

QRR  ½ IRR trr ................................................................................. (2-6)

Dari persamaan (2-5) dan (2-6) dapat diperoleh :

2 Q RR
trr ta = .................................................................................(2-7)
di
dt
Jika tb << ta maka persamaan (2-7) menjadi :

2 Q RR
trr = .................................................................................. (2-8)
di
dt
dan :

di
IRR = 2 QRR .......................................................................... (2-9)
dt

15
CONTOH 2-1 :
Dari suatu dioda diketahui waktu pemulihan-balik, trr = 3 s, dan laju pemulihan

arus balik, di = 30 A/s, serta faktor kelunakan, SF = 0,5. Tentukanlah :


dt
a). Harga eksak dari nilai terbesar arus balik, IRR.
b). Harga pendekatan dari IRR.
c). Harga pendekatan dari muatan pemulihan balik, QRR.
d). Harga pendekatan lainnya dari QRR.
e). Harga pendekatan lainnya lagi dari QRR.
Pembahasan :
a). Pertama-tama harus dicari ta dan tb. Dari persamaan (2-3) dan (2-4) diperoleh
sebagai berikut :
ta + tb = 3 ............................................................................................ (2a-1)
0,5 ta - tb = 0 .................................................................................... (2a-2)
Persamaan (2a-1) dan (2a-2) akan menghasilkan :
ta = 2 s
Akhirnya dari persamaan (2-5) diperoleh :
di
IRR = ta . = 60 A
dt
b). Jika menggunakan persamaan (2-9) berdasarkan hasil dalam bagian (d) :

di
IRR = 2 QRR = 90 A
dt
atau dengan menggunakan persamaan (2-6) berdasarkan hasil dalam bagian
(d) :
2 Q RR 2 . 135
IRR = = = 90 A
t rr 3
c). Dari persamaan (2-6) atau (2-7) dan berdasarkan hasil dalam bagian (a) maka
diperoleh:
QRR = ½ IRR trr = ½ . 60 . 3 = 90 C

atau :

16
di
QRR = ½ .trr ta . = ½ . 3 . 2 . 30 = 90 C
dt
d). Dari persamaan (2-8) diperoleh :
di
2
QRR = ½ . t rr . = ½ . 3² . 30 = 135 C
dt
e). Jika menggunakan persamaan (2-9) berdasarkan hasil dalam bagian (a) :
2
I RR 60 2
QRR = = = 60 C
di 2 . 30
2.
dt

2.4 TIPE-TIPE DIODA DAYA


Idealnya sebuah dioda tidak mempunyai waktu pemulihan balik, namun
dalam kenyataannya tetap ada, hanya saja dalam kebanyakan penggunaannya
waktu pemulihan balik ini tidak begitu signifikan. Bergantung pada karakteristik
pemulihan balik dan teknik pemanufakturan (manufacturing), maka dioda daya
dapat dibagi ke dalam tiga tipe yakni : dioda standar atau dioda untuk penggunaan
umum (general-purpose diodes), dioda pemulihan cepat (fast recovery diodes)
dan dioda Schottky. Ketiga dioda dapat ditinjau secara sekilas dalam Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Perbandingan sekilas antara dioda untuk keperluan


umum, dioda pemulihan-cepat dan dioda Schottky.

Dioda untuk Dioda pemulihan-


Mengenai Dioda Schottky
keperluan umum cepat
Aplikasi Penyearah Chopper dc, inver- Penyearah
ter
trr Tinggi Rendah Rendah
Kemampuan Sampai ribuan Sampai ratusan am- Sampai ratusan
Arus ampere pere ampere
Kemampuan
Sampai 5 kV Sampai 3 kV Sampai 100 V
Tegangan

17
2.5 DIODA TERHUBUNG SERI
Pada aplikasi tegangan tinggi, misalnya pada pembangkitan tegangan
tinggi arus searah (high voltage direct current, HVDC) kadang-kadang tegangan
tertera (rating voltage) dari sebuah dioda tidak cukup menahan tegangan yang
mengenainya. Oleh karena itu lebih dari satu dioda harus dihubung seri dalam
rangka menaikkan kemampuan menahan tegangan balik (reverse blocking
capabilities).
Meskipun dua buah dioda mempunyai tipe yang sama, namun karakteristik
v-i-nya dapat saja berbeda. Oleh karena itu dalam praktek dianggap bahwa dua
buah dioda yang bertipe sama akan mempunyai karakteristik yang tidak tepat
sama.
Jika dua buah dioda yang terhubung seri diberi prategangan maju maka
terdapat arus maju yang sama di kedua dioda, hanya saja jatuh tegangannya
berbeda namun hampir sama. Ketika dua buah dioda yang terhubung seri diberi
prategangan balik maka arus balik atau arus bocor di kedua dioda tetap sama,
namun ini menimbulkan tegangan balik yang berbeda secara signifikan pada
kedua dioda. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 2.6.

i
+
Is1 Is
VD1
D1
VD1 VD2
- Vs
+ 0 v
VD2 D2 Is1 = Is2

Is2 i
-

(a) (b)

Gambar 2.6 Dioda terhubung seri diberi prategangan balik. (a) Diagram
rangkaian. (b) Contoh karakteristik v-i kedua dioda.

18
Untuk mendapatkan pembagian tegangan balik yang sama pada kedua
dioda, maka dipasanglah tahanan secara paralel pada tiap dioda. Dari karakteristik
pada Gambar 2.6(b) terlihat bahwa jika tegangan balik sama maka jelas arus bocor
harus berbeda. Misalkan diinginkan VD1 = VD2 = VD maka dari karakteristik itu
dapat diketahui arus bocor di dioda D1 yaitu IS1 dan di dioda D2 yaitu IS2. Jika IS
adalah arus yang disuplai oleh sumber, maka berlaku :

IS = IS1 + IR1 = IS2 + IR2 ................................................................. (2-10)

dalam hal ini :


IS1, IS2 = arus-arus bocor pada kedua dioda.

VD1
IR1 = = arus pada tahanan R1 ................................................. (2-11)
R1
VD 2
IR2 = = arus pada tahanan R2 ................................................ (2-12)
R2
Jadi :
VD V
IS1 + = IS2 + D .................................................................... (2-13)
R1 R2
Tegangan sumber (VS) adalah :

VS = VD1 + VD2 = 2 VD ................................................................. (2-14)

Dari persamaan (2-13) dan (2-14) diperoleh :

1 1
R2 = = .................................. (2-15)
1 I S1  I S 2 1 2( I S1  I S 2 )
 
R1 VD R1 VS

Persamaan (2-15) adalah rumus untuk menghitung nilai tahanan-tahanan yang


diperlukan dalam rangka menyamakan tegangan balik pada dioda. Jika faktor IS1,
IS2 dan VS diketahui serta dipilih satu nilai untuk R1, maka nilai R2 dapat
ditentukan.

19
i
+
IR1 Is
VD1
D1 R1
VD1 = VD2
- Vs
+ 0 v
Is1
VD2 D2 R2
Is2
IR2 i
-
(a) (b)

Gambar 2.7 Penggunaan tahanan paralel untuk menyamakan tegangan balik di


kedua dioda. (a) Diagram rangkaian. (b) Tegangan yang sama
diperoleh dari arus yang berbeda.

CONTOH 2-2 :
Dua buah dioda terhubung seri seperti pada Gambar 2.7(a). Resistansi pada kedua
dioda adalah R1 = R2 = 10 k. Tegangan balik masukan dc adalah 5 kV. Jika
arus-arus bocor di kedua dioda adalah Is1 = 25 mA dan Is2 = 40 mA, maka
tentukan tegangan balik pada kedua dioda.
Pembahasan :
Yang ditanyakan adalah VD1 = ? dan VD2 = ?. Dalam hal ini Vs = 5000 volt.
Untuk kondisi tegangan balik di kedua dioda tidak sama maka dari persamaan
(2-14) diperoleh :
VD1 + VD2 = 5000 .......................................................................... (2b-1)
Selanjutnya persamaan (2-11) dan (2-12) disubstitusikan ke dalam persamaan
(2-10) :
V D1 V D 2
- = Is2 – Is1
R1 R2
atau :
R2 VD1 – R1 VD2 = R1 R2 (Is2 – Is1)
VD1 – VD2 = 150 ............................................................................ (2b-2)

20
Dari persamaan (2b-1) dan (2b-2) dapat dihitung :
VD1 = 2,575 kV dan VD2 = 2,425 kV

2.6 DIODA TERHUBUNG PARALEL


Tujuan dari dihubung paralelnya dua buah dioda adalah menaikkan
kemampuan dioda dalam mengalirkan atau membawa arus. Dalam keadaan
mendapat prategangan balik, kedua dioda menanggung tegangan balik yang sama.
Pembagian arus maju yang sama dapat dicapai dengan cara pemasangan resistor
seri pembagi arus (current-sharing resistors) pada kedua dioda ataukah dengan
penambahan induktansi seri pada kedua dioda. Hal ini dapat dilihat pada Gambar
2.8.
Pada kondisi arus maju ID1 = ID2 = ID yang diinginkan/diketahui maka dari
karakteristik v-i dapat diketahui VD1 dan VD2 yang bersangkutan. Jika tegangan
pada dioda dan tahanan serinya (atau tegangan sumber) diketahui maka R1 dan R2
dapat dihitung :

VS  VD1
R1 = ............................................................................ (2-16)
ID
dan :
VS  VD 2
R2 = ............................................................................ (2-17)
ID

D1 D2
R1 R2 Vs

Gambar 2.8 Pembagian arus pada dioda terhubung paralel dengan menggunakan
resistor untuk keadaan mantap.

21
Jika dari Gambar 2.8 kedua dioda tidak dipasangi resistansi seri atau
impedansi induktif seri, dan untuk tegangan dioda yang sama, maka menurut
karakteristik v-i akan dihasilkan arus maju yang berbeda (ID1  ID2).

CONTOH 2-3 :
Dua buah dioda terhubung paralel seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 2.8 tidak
dipasangi tahanan-tahanan seri. Jatuh tegangan maju untuk masing-masing dioda
adalah 1,5 V. Data v dan i dari kedua dioda adalah sebagai berikut.

Tabel 2.2 Data dioda untuk Contoh 2-3.

Dioda Nilai
v [V] 1,51 1,2 0,5 -200 -400 -800 -2000
D1
i [A] 150 100 0 - 5 x 10-4 - 1,5 x 10-4 - 6 x 10-4 - 20 x 10-3

v [V] 2,5 1,88 1 -200 -400 -800 -2000


D2
i [A] 150 100 0 - 1,8 x 10-3 - 2,5 x 10-3 - 5,5 x 10-3 - 30 x 10-3

Hitunglah arus maju yang mengalir dalam tiap dioda.


Pembahasan :
Yang ditanyakan adalah ID1 = ? dan ID2 = ?, jika VD1 = VD2 = 1,5 V. Jika data
kedua dioda adalah dalam bentuk grafik karakteristik maka dilakukan cara grafis.
Tetapi untuk soal ini data kedua dioda adalah dalam bentuk koordinat (v, i),
sehingga dilakukan metode interpolasi.
Untuk dioda D1 :
Arus yang dicari terletak antara 100 A dan 150 A, maka :
1,5  1,2
ID1 = 100 + . (150 -100) = 148,4 A
1,51  1,2
Untuk dioda D2 :
Arus yang dicari terletak antara 0 dan 100 A, maka :
1,5  1
ID2 = 0 + . (100 -0) = 56,8 A
1,88  1

22
2.6 PENUTUP : TEST FORMATIF
Petunjuk : Kerjakanlah soal-soal essai berikut ini !

2.6.1 Suatu dioda mempunyai data sebagai berikut pada suhu 25 C :


VD = 1 V pada ID = 5 A
VD = 1,5 V pada ID = 600 kA
Tentukanlah :
a. Koefisien emisi (n)
b. Arus bocor (IS)
2.6.2 Dua buah dioda terhubung seri seperti yang ditunjukkan oleh Gambar
2.7(a). Tegangan pada kedua dioda dipertahankan sedemikian sehingga
VD1 = VD2 = 2000 V dan R1 = 100 k. Data v dan i dari kedua dioda
adalah sebagai berikut.

Tabel 2.4 Data dioda untuk Soal 2.6.2 dan Soal 2.6.3.

Dioda Nilai
v [V] 1,51 1,2 0,5 -200 -400 -800 -2000
D1
i [A] 150 100 0 - 5 x 10-4 - 1,5 x 10-4 - 6 x 10-4 - 20 x 10-3
v [V] 2,5 1,88 1 -200 -400 -800 -2000
D2
i [A] 150 100 0 - 1,8 x 10-3 - 2,5 x 10-3 - 5,5 x 10-3 - 30 x 10-3

Tentukanlah :
a. Arus-arus bocor dalam tiap dioda.
b. Nilai tahanan R2 pada dioda D2.
2.6.3 Dua buah dioda terhubung paralel seperti yang ditunjukkan oleh Gambar
2.8. Data v dan i dari kedua dioda dapat dilihat pada Tabel 2.4. Arus
total adalah IT = 200 A. Tegangan pada dioda dan tahanannya adalah 2,5
V. Tentukan nilai resistansi R1 dan R2 jika arus terbagi sama besar dalam
kedua dioda.

23
KUNCI JAWABAN TEST FORMATIF
2.6.1 a) n = 1,664919345 b) Is = 3,472 x 10-10 A
2.6.2 a) IS1 = 20 mA; IS2 = 30 mA b) R2 = 200 k
2.6.3 R1 = 0,013 ; R1 = 0,0062 

24
BAB III
PIRANTI SEMIKONDUKTOR DAYA : TIRISTOR

3.1 PENDAHULUAN

Telah disebutkan dalam BAB I bahwa salah satu anggota keluarga tiristor
yaitu SCR (silicon controlled rectifier) pertama kali dikembangkan dalam tahun
1957, dan anggota keluarga yang lainnya menyusul dikembangkan setelah tahun
1970-an.
Pada umumnya tiristor daya dapat dikelompokkan menjadi :
(a) Tiristor berkomutasi paksa (forced-commutated thyristor)
(b) Line commutated thyristor
(c) GTO (gate turn-off thyristor)
(d) RCT (reverse conducting thyristor)
(e) SITH (static induction thyristor)
(f) GATT (gate-assisted turn-off thyristor)
(g) LASCR (light-activated silicon controlled rectifier)
(h) MCT (MOS-controlled thyristor)

Tiristor merupakan piranti semikonduktor dwistabil (bistable) yang


mempunyai susunan 4 lapisan (pnpn) dengan 3 sambungan p-n. Dwistabil artinya
dapat di-on-kan dari keadaan off dan di-off-kan dari keadaan on. Istilah “tiristor”
seringkali dipakai untuk apa yang disebut SCR (silicon controlled rectifier) yaitu
tiristor berkaki-3 yang memblok dalam arah balik (reverse blocking triode). Jadi
sebenarnya SCR adalah salah satu anggota keluarga tiristor. Untuk selanjutnya,
jika terdapat kata “tiristor” maka yang dimaksud adalah SCR, kecuali jika diberi
keterangan lain. Tabel 3.1 memperlihatkan beberapa anggota keluarga tiristor.

25
Tabel 3.1 Beberapa anggota keluarga tiristor.

No. Jumlah kaki Nama Piranti Contoh

1 Two terminal reverse blocking


2 Dioda empat lapis
diode thyristor
2 Two terminal reverse blocking
3 SCR, GTO
triode thyristor
3 Two terminal reverse blocking
4 SCS
tetrode thyristor
4 Light activated reverse blocking
3 LASCR, LASCS
triode thyristor
5 Two terminal bidirectional
2 DIAC
switch
6 Three terminal bidirectional
3 TRIAC
switch

3.1 SUSUNAN TIRISTOR


Tiristor mempunyai 3 buah terminal yaitu : anoda (A), katoda (K) dan
gerbang (G). Terminal A dan K disebut terminal daya (power terminal) dan
terminal G biasanya disebut terminal kontrol.
Gambar 3.1 memperlihatkan simbol dan struktur tiristor. Pada Gambar
3.1(b), sambungan p-n yang pertama di dekat anoda dapat disebut J1, sambungan
n-p di tengah disebut J2 dan sambungan p-n di dekat katoda dapat disebut J3.

A A
Anoda (A)

p p
J1
G n n n
J2 G
p p p
Gerbang (G) J3
n n

Katoda (K)

K K
(a) (b) (c)

Gambar 3.1 Tiristor. (a) Simbol. (b) Susunan sebagai keping 4-lapis. (c) Susunan
sebagai ekivalensi 2 buah transistor.

26
Pada saat pembuatannya yang pertama kali dalam sekitar tahun 1957 oleh
General Electric, tiristor mempunyai kapasitas sekitar 10 A dan beberapa ratus
volt saja. Namun belakangan kapasitas tersebut sudah meningkat misalnya dengan
arus 3000 A pada tegangan 4 kV sampai 8 kV.

3.2 PRINSIP KERJA DAN KARAKTERISTIK TIRISTOR

Jika tiristor diberi tegangan yang menyebabkan anoda lebih positif dari
katoda maka sambungan J1 dan J3 terbias maju sedangkan sambungan J2
mendapat prategangan balik, sehingga hanya ada arus bocor yang kecil yang
mengalir dari anoda ke katoda. Pada keadaan seperti ini, dikatakan bahwa tiristor
berada dalam keadaan off atau “memblok maju” (forward blocking), dan arus
bocor yang mengalir itu disebut arus keadaan off dan disimbolkan dengan IF.
Karakteristik v-i dari suatu tiristor dapat dilihat pada Gambar 3.2.
Jika tegangan anoda-katoda (VAK) dinaikkan ke suatu nilai yang cukup
besar, maka sambungan panjar mundur J2 akan mulai tembus. Peristiwa ini
dikenal dengan nama “dadal avalans” (avalanche break-down) dan tegangan VAK
yang menyebabkannya dinamakan “tegangan dadal maju” (forward break-down
voltage, VBO). Karena sambungan J1 dan J3 memang sudah dalam keadaan
terpanjar maju maka mengalirlah arus yang cukup (sufficient) dari anoda ke
katoda. Dikatakan bahwa tiristor tersebut berada dalam keadaan konduksi atau on,
dengan jatuh tegangan yang kecil saja (kira-kira 1 volt), asalkan arus tersebut
lebih besar dari apa yang disebut “arus gerendel” (latching current, IL).

27
iT

IL

IH

VBO VAK

VBO1 pada keadaan gerbang


disulut

Gambar 3.2 Karakteristik v-i dari suatu tiristor.

Persyaratan “arus gerendel” perlu sebab jika tiristor berada dalam


rangkaian dan terhubung dengan suatu beban, meskipun VAK telah mencapai nilai
VBO maka kemungkinan arus yang mengalir lebih kecil dari IL dikarenakan
pengaruh beban tadi, sehingga tiristor tetap berada dalam keadaan memblok maju.
Disinilah perlunya gerbang tiristor disuplai dengan arus. Dengan adanya arus
gerbang, maka VAK tidak perlu mencapai VBO untuk menghasilkan arus yang
sekurang-kurangnya sama dengan IL. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 3.2.
Arus “gerendel” dapat didefinisikan sebagai arus anoda minimum yang
dibutuhkan untuk mempertahankan tiristor berada dalam keadaan on segera
setelah tiristor diberi tegangan dan signal gerbang telah ditiadakan. Sekali tiristor
konduksi dengan arus yang lebih besar dari IL maka ia akan tetap konduksi
meskipun arus gerbang telah ditiadakan.

28
Jika tiristor yang sedang konduksi akan dipadamkan maka arusnya
dikurangi sampai berada di bawah suatu harga yang disebut “arus genggam”
(holding current, IH). “Arus genggam” dapat didefinisikan sebagai arus anoda
minimum yang diperlukan untuk mempertahankan tiristor tetap berada dalam
keadaan konduksi. Nyatalah disini bahwa :

IH < IL ................................................................................. (3-1)

Jika tiristor diberi tegangan yang menyebabkan katoda lebih positif dari
anoda maka sambungan J2 terbias maju sedangkan sambungan J1 dan J3 terpanjar
mundur. Pada keadaan seperti ini, dikatakan bahwa tiristor berada dalam keadaan
“memblok balik” (reverse blocking), dan akan mengalir arus bocor yang sangat
kecil yang disebut arus balik (reverse current) dan disimbolkan dengan IR.
Berdasarkan Gambar 3.2 maka karakteristik v-i dari tiristor dapat dibagi ke
dalam 4 daerah yaitu :
* Daerah memblok maju (forward blocking region).
* Daerah konduksi maju (forward conduction region).
* Daerah memblok balik (reverse blocking region).
* Daerah dadal avalans-konduksi balik (reverse conduction avalanche
breakdown region).

3.3 PENGARUH PENYULUTAN PADA TIRISTOR


Aksi regeneratif atau “penggerendelan” (latching action) yang disebabkan
oleh pemberian tegangan maju ke tiristor dapat dijelaskan dengan menggunakan
model ekivalensi tiristor sebagai 2-transistor. Susunan tiristor sebagai ekivalensi
2-transistor dapat dilihat pada Gambar 3.1(c) atau 3.3. Kedua transistor pada
Gambar 3.3(b) mempunyai penguatan arus basis-sekutu (common-base current
gain, ) yang didefinisikan sebagai perbandingan antara arus kolektor terhadap
arus emiter.

29
A A
IA = IT
IB1 = IC2
p
Q1
n n
G IG
p p
n
Q2 G
IB2
IK

K K
(a) (b)
Gambar 3.3 Model 2-transistor dari suatu tiristor. (a) Susunan dasar. (b)
Rangkaian ekuivalen.

Secara umum dapat ditulis untuk kedua tiristor :


IC1 = 1 IE1 + ICBO1 ........................................................................ (3-2)
IC2 = 2 IE2 + ICBO2 ........................................................................ (3-3)
dalam hal ini :
IC1, IC2 = arus kolektor berturut-turut pada transistor Q1 dan Q2
IE1, IE2 = arus emiter berturut-turut pada transistor Q1 dan Q2
ICBO1, ICBO2 = arus bocor di sambungan kolektor-basis pada transistor Q1 dan Q2

Dari Gambar 3.3(b) jelas terlihat bahwa :


IE1 = IA ........................................................................................... (3-4)
IE2 = IK ........................................................................................... (3-5)
dalam hal ini :
IA = arus anoda
IK = arus katoda

Jika gerbang tiristor tidak mendapat arus atau tidak ditrigger atau tidak disulut (IG
= 0) maka :
IA = IK ............................................................................................ (3-6)
IA = IC1 + IC2 .................................................................................. (3-7)
oleh karena itu dari persamaan-persamaan di atas diperoleh :

30
I I
IA = CBO1 CBO2 ...................................................................... (3-8)
1  (1   2 )

Akan tetapi, jika gerbang tiristor mendapat arus penyulutan maka :


IK = IA + IG .................................................................................... (3-9)
IA = IC1 + IC2 ................................................................................ (3-10)
sehingga :
IC1 = 1 IA + ICBO1 ....................................................................... (3-11)
IC2 = 2 (IA + IG) + ICBO2 ............................................................. (3-12)
Dengan demikian akan diperoleh :

 2 I G  I CBO1  I CBO2
IA = ...................................................... (3-13)
1  (1   2 )

Nilai maksimum dari  adalah 1 (satu), dan sifatnya adalah apabila IE


bertambah maka ia juga akan bertambah. Jika suatu tegangan yang kecil saja
diterapkan pada anoda (A) dan katoda (K) pada Gambar 2.11(b) maka tanpa arus
gerbang berlaku persamaan (3-8). Dalam keadaan ini ICBO1 dan ICBO2 sangat kecil
serta 1 dan 2 juga cukup kecil sehingga arus tiristor (IA) juga cukup kecil.
Lain halnya jika gerbang diberi arus (disulut) yaitu IG  0 maka berlaku
persamaan (3-13). Penambahan IG menyebabkan IE2 bertambah sehingga 2 juga
akan bertambah. Tetapi bertambah besarnya 2 juga menyebabkan bertambahnya
IC2 sehingga akan memperbesar IC1 yang pada gilirannya memperbesar 1. Pada
kondisi ini faktor (1 + 2) akan mendekati nilai satu (unity). Jadi dengan IG yang
tidak terlalu besar, penyebut dalam ruas kanan persamaan (3-13) akan mendekati
nol sehingga diperoleh IA yang cukup besar. Inilah fungsi dan peranan arus
gerbang (arus penyulutan) pada tiristor. Makin besar arus gerbang yang diberikan
maka makin mudah tiristor konduksi karena dibutuhkan VBO yang kecil saja untuk
membawa tiristor masuk ke dalam keadaan konduksi. Hal ini dapat dilihat pada
Gambar 3.2 yang mana kurva penyulutan ditandai dengan garis putus-putus.

31
Terlihat bahwa VBO1 pada keadaan gerbang tersulut lebih kecil dari VBO pada
keadaan gerbang tidak disulut.

3.4 MENGHIDUPKAN TIRISTOR


Tiristor dapat di-on-kan dengan cara memperbesar arus anodanya. Hal ini
dapat dicapai dalam beberapa cara seperti yang akan dijelaskan berikut ini.
Cara Termal :
Jika suhu tiristor cukup tinggi maka pasangan elektron-lubang akan bertambah
banyak, jadi akan memperbesar arus bocor. Dengan bertambahnya ICBO1 dan ICBO2
maka IC1 dan IC2 dalam persamaan (3-2) dan (3-3) akan bertambah pula dan pada
akhirnya membuat 1 dan 2 bertambah. Akibatnya menurut persamaan (3-8)
adalah bahwa IA menjadi besar sehingga tiristor menjadi konduksi (on).
Pemberian Cahaya :
Jika suatu cahaya dibiarkan mengenai sambungan tiristor, maka pasangan
elektron-lubang juga akan meningkat. Jadi pada gilirannya tiristor akan konduksi.
Penerapan Tegangan yang Besar :
Jika tegangan yang diterapkan pada tiristor melebihi VBO maka arus bocor akan
meningkat dan cukup untuk membuat tiristor konduksi. Namun cara ini dapat
bersifat merusak jika tegangan yang diberikan terlalu besar.
dV
Penerapan :
dt
dV
Cara disini merupakan cara pemberian tegangan variabel ke anoda-katoda,
dt
namun dengan laju kenaikan yang cukup besar. Laju kenaikan tegangan anoda-
katoda yang cukup tinggi ini menyebabkan arus pemuatan pada sambungan (yang
bersifat kapasitif pada gejala peralihan) adalah cukup untuk meng-on-kan tiristor.
Pemberian Arus Gerbang :
Hal ini telah diuraikan pada Sub Bab 3.3 dan diperjelas dalam Gambar 3.2. Hal-
hal yang perlu diperhatikan dalam penyulutan (mentrigger) tiristor adalah :

32
a. Signal gerbang harus segera dihilangkan ketika tiristor sudah konduksi. Ini
untuk menghindari rugi-rugi daya yang berlebihan pada rangkaian gerbang
tiristor.
b. Tidak boleh ada arus gerbang ketika tiristor dalam keadaan terpanjar mundur.
Jika tidak maka selanjutnya tiristor akan gagal beroperasi karena arus bocor
yang terlalu besar.
c. Lebar dari pulsa arus gerbang harus lebih besar dari waktu yang dibutuhkan
arus anoda untuk mencapai arus genggam (holding current, IH).

3.5 PIRANTI LAINNYA DARI KELUARGA TIRISTOR


3.5.1 GTO
GTO merupakan singkatan dari gate turn-off thyristor dan mulai
dikembangkan dalam tahun 1960-an. Seperti juga SCR, maka GTO merupakan
anggota keluarga tiristor yang dapat di-on-kan dengan menerapkan signal gerbang
yang positif, dan dapat dipadamkan dengan pemberian signal gerbang yang
negatif. Hal ini mengatasi kelemahan SCR yaitu harus membutuhkan komponen
tambahan untuk dapat memadamkannya. Keuntungan yang lain dari GTO
dibanding dengan SCR adalah :
*) Meniadakan kebutuhan akan komponen pengkomutasi, jadi mengakibatkan
pengurangan biaya, berat dan volume.
*) Karena tidak dibutuhkannya rangkaian komutasi paksa, maka gangguan
elektromagnetik dan akustik dapat dikurangi.
*) Dapat di-off-kan lebih cepat, jadi mempunyai frekuensi penyaklaran yang
tinggi.
*) Meningkatkan efisiensi konverter.

Gambar 3.4 memperlihatkan simbol dan karakteristik v – i untuk suatu


GTO. GTO merupakan pesaing terhadap SCR dalam hal penerapannya pada
inverter dan chopper dc.

33
iT

IL
IH

VBO VAK

A
K

(a) (b)

Gambar 3.4 GTO. (a) Simbol. (b) Karakteristik v - i.

Adapun kekurangan-kekurangan GTO adalah mempunyai penguatan


(gain) yang rendah selama proses pemadaman, dengan demikian membutuhkan
arus gerbang negatif yang relatif besar untuk pemadamannya; serta mempunyai
jatuh tegangan keadaan on yang lebih besar bila dibanding dengan SCR yaitu
sekitar 3 sampai 4 V. Kapasitas GTO bervariasi dengan tegangan tertinggi 5000
V dan arus tertinggi 4000 A.

3.5.2 TRIAC
Secara fungsional sebuah TRIAC dapat dipandang sebagai gabungan dari
sepasang SCR dalam hubungan paralel-balik (reverse-paralel) atau anti-paralel
dengan kedua gerbangnya disatukan seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 3.5.
TRIAC adalah piranti dwi-arah (bidirectional device), karena itu terminal-
terminalnya (elektroda-elektroda utamanya) tak dapat lagi disebut sebagai anoda
dan katoda, melainkan T1 dan T2. Terminal kontrolnya tetap disebut gerbang (G).

34
iT

IL
IH

VBO VAK
G

T2 T1

(a) (b)

Gambar 3.5 TRIAC. (a) Simbol. (b) Karakteristik v - i.

Nama lain dari TRIAC adalah bidirectional triode thyristor, yakni tiristor
berkaki tiga dua arah, sehingga dapat konduksi dalam dua arah (setengah siklus
positif maupun negatif pada gelombang sinus). TRIAC banyak digunakan sebagai
pengendali tegangan ac.
Ada dua cara dalam mengoperasikan TRIAC :
*) Jika terminal T2 lebih positif terhadap terminal T1, maka TRIAC dijalankan
dengan cara memberi signal positif ke G (atau antara G dan T1).
*) Jika terminal T2 lebih negatif terhadap terminal T1, maka TRIAC dijalankan
dengan cara memberi signal negatif ke G (atau antara G dan T1).

Atas dasar cara kerja tersebut, TRIAC banyak digunakan pada pengendali
tegangan bolak-balik dalam jangkauan frekuensi antara 60 Hz sampai 400 Hz.
Sebuah TRIAC mempunyai biaya yang lebih murah dibanding dengan dua buah
SCR yang terpasang paralel-balik, namun ia juga mempunyai kelemahan sebagai
berikut :

35
*) Apabila TRIAC telah padam maka kemampuan penerapan kembali dV/dt-nya
(reapplied dV/dt) agak buruk, jadi sukar digunakan pada beban induktif.
*) Kepekaan rangkaian gerbangnya kadang-kadang cukup rendah.
*) Waktu untuk padam (turn-off) lebih lama.

3.5.3 ASCR
ASCR merupakan singkatan dari asymmetrical silicon controlled rectifier,
yaitu suatu piranti tiristor yang dapat konduksi dalam arah balik. Oleh sebab itu
ASCR biasa juga disebut tiristor konduksi balik (reverse-conducting thyristor,
RCT) atau tiristor asimetris (asymmetrical thyristor). ASCR diadakan karena
seringkali adanya kebutuhanakan jalur arus balik pada beban induktif dan
perbaikan kebutuhan pemadaman (turn-off) pada rangkaian komutasi. Jadi ASCR
terkonstruksi dari sebuah tiristor yang memblok balik (reverse blocking) dan
sebuah dioda dalam susunan anti-paralel atau paralel-balik. Simbol ASCR
diperlihatkan dalam Gambar 3.6.
Dioda pada ASCR berfungsi menjadi jalur arus-balik dan menjepit
(clamping) tegangan bolak-balik pada nilai antara 1 V sampai 2 V dalam
keadaan mantap. Dengan adanya dioda yang melengkapi tiristor pada ASCR maka
tiristor tersebut tidak perlu lagi dirancang dengan kemampuan memblok tegangan-
balik yang besar, sebab fungsi ini diambil alih oleh dioda.

Gambar 3.6 Simbol ASCR.

36
ASCR banyak digunakan dalam chopper dc atau inverter namun dengan
rancangan rangkaian yang khusus. ASCR dipasarkan dengan kemampuan
tegangan sampai 2500 V dan kemampuan arus sampai 1000 A.

3.5.4 LASCR
LASCR merupakan singkatan dari light activated silicon controlled
rectifier dan biasa juga disebut light triggered thyristor yang artinya tiristor yang
diaktifkan oleh radiasi optik, bukan signal listrik. Gambar 3.7 memperlihatkan
simbol dan karakteristik LASCR.

iT

IL
IH
A K
VBO VAK
G
(a) (b)

Gambar 3.7 LASCR. (a) Simbol. (b) Karakteristik v - i.

LASCR banyak digunakan pada sistem dengan arus besar misalnya


transmisi dc dan kompensasi VAr. Kelihatannya LASCR menyederhanakan
sistem kontrol karena unjuk kerja isolasi yang sangat baik yang dimilikinya,
antara rangkaian utama dan rangkaian kontrol. LASCR dipasarkan dengan
kemampuan tegangan sampai 6000 V dan kemampuan arus sampai 1500 A.

3.5.5 MCT
MCT adalah kependekan dari MOS-controlled thyristor yang artinya
tiristor yang dikontrol oleh MOS (metal oxide semiconductor). Dalam MCT
terdapat dua struktur yang tergabung yakni tiristor empat lapis dan susunan
gerbang MOS. Untuk rangkaian ekivalennya, struktur tiristor diwakili oleh

37
kombinasi dua transistor sambungan dwi-kutub (PNP dan NPN) dan struktur
gerbang MOS diwakili oleh dua buah MOSFET (kanal-p dan kanal-n). Gambar
3.8 memperlihatkan simbol dan karakteristik MCT.

iT
A

VBO VAK
K

(a) (b)

Gambar 3.8 MCT. (a) Simbol. (b) Karakteristik v - i.

MCT mempunyai beberapa keuntungan, yaitu jatuh tegangan maju yang


rendah selama konduksi. Selain itu, karena mempunyai waktu penyalaan (turn-on
time) dan waktu pemadaman (turn-off time) yang cepat maka rugi-rugi
penyaklaran adalah rendah. MCT mempunyai impedansi masukan gerbang yang
tinggi dan tentunya akan menyederhanakan rangkaian penggeraknya. Namunpun
demikian, MCT mempunyai kemampuan memblok tegangan-balik yang rendah.

3.5.6 FET-CTH
FET-CTH adalah kependekan dari FET-controlled thyristor. Dilihat dari
strukturnya, FET-CTH terdiri dari sebuah MOSFET dan sebuah tiristor. Gambar
3.9 memperlihatkan simbol untuk FET-CTH.
Arus penyalaan (triggering current) pada FET-CTH akan dibangkitkan
secara internal apabila tegangan yang cukup diterapkan pada gerbang dari
MOSFETnya. FET-CTH mempunyai kecepatan penyaklaran yang tinggi.
Kelemahan dari FET-CTH adalah tak dapat dipadamkan dengan kontrol
gerbang seperti pada tiristor konvensional (SCR).

38
A

Gambar 3.9 Simbol untuk FET-CTH.

3.5.7 SITH
SITH adalah singkatan untuk static induction thyristor. SITH mengadopsi
sifat dari SCR dan GTO, yaitu di-on-kan dengan cara menerapkan tegangan
gerbang yang positif dan meng-off-kannya dengan cara pemberian tegangan
negatif pada gerbang. Gambar 3.10 memperlihatkan simbol dan karakteristik dari
SITH.

iT

IL
IH

VBO VAK
G

A
K

(a) (b)

Gambar 3.10 SITH. (a) Simbol. (b) Karakteristik v - i.

39
Keuntungan dari SITH adalah mempunyai resistansi keadaan-on yang
rendah sehingga jatuh tegangan pada keadaan on adalah rendah. Selain itu, ia juga
mempunyai kecepatan penyaklaran yang cepat. SITH diproduksi dan dipasarkan
dengan kemampuan tegangan sampai 2500 V dan kemampuan arus sampai 1000
ampere.

40
BAB IV
PIRANTI SEMIKONDUKTOR DAYA :
TRANSISTOR

4.1 PENDAHULUAN
Transistor daya merupakan piranti yang mempunyai karakteristik nyala
(turn-on) dan padam (turn-off) yang dapat dikendalikan. Dalam hal kecepatan
penyaklaran, transistor lebih unggul dari tiristor, oleh sebab itu ia banyak
digunakan pada konversi dc – dc atau konversi dc – ac. Akan tetapi transistor
mempunyai kemampuan tegangan dan arus yang lebih rendah, sehingga
kebanyakan dipakai pada daya rendah dan menengah saja. Ada 4 (empat) kategori
pengelompokan transistor, yaitu :
a. Transistor sambungan dwi-kutub (bipolar junction transistor, BJT)
b. Metal-oxide semiconductor field effect transistor (MOSFET)
c. Static induction transistor (SIT)
d. Insulated-gate bipolar transistor (IGBT)

4.2 BJT
BJT merupakan singkatan dari bipolar junction transistor, yang dalam
bahasa Indonesia dapat disebut transistor sambungan dwi-kutub. Untuk
selanjutnya, bila tertulis transistor maka yang dimaksud adalah BJT, kecuali bila
ditambahkan keterangan lain.
Dengan menambahkan lapisan ketiga (apakah lapisan p atau lapisan n)
pada struktur dioda maka didapatkanlah transistor, yaitu piranti semikonduktor
yang terdiri dari tiga lapis. Dengan demikian terdapat transistor NPN atau PNP.
Struktur dan simbol transistor diperlihatkan pada Gambar 4.1 dan Gambar 4.2.

41
Kolektor (C)

C
n
Basis (B)
p
n B

Emiter (E) E

(a) (b)

Gambar 4.1 Transistor NPN. (a) Struktur. (b) Simbol.

Kolektor (C)

C
p
Basis (B)
n
p B

Emiter (E) E

(a) (b)

Gambar 4.2 Transistor PNP. (a) Struktur. (b) Simbol.

Ada 3 (tiga) konfigurasi yang mungkin untuk prategangan suatu transistor,


yaitu : Kolektor Sekutu (common collector), Basis Sekutu (common base) atau
Emiter Sekutu (common emitter). Hal ini dapat dilihat pada Gambar 4.3.
Dalam prakteknya, rangkaian emiter sekutu paling banyak digunakan.
Pada suatu tegangan kolektor-emiter (VCE) yang tertentu, maka dapat dilakukan
pengamatan mengenai arus basis (IB) sebagai fungsi dari tegangan basis-emiter
(VBE). Hubungan seperti ini dinamakan “karakteristik masukan”. Juga pada IB
yang konstan, maka dapat dilakukan pengamatan tentang arus kolektor (IC)
sebagai fungsi dari VCE dan membentuk “karakteristik keluaran”.

42
VCC
RC

RB
VBB VCC
RE
RE
VEE VBB RC
VEE
RB

(a) (b) (c)

Gambar 4.3 Konfigurasi transistor NPN. (a) Kolektor sekutu. (b) Basis sekutu. (c)
Emiter sekutu.

Karakteristik masukan dan karakteristik keluaran dapat dilihat pada


Gambar 4.4. Sedangkan, Gambar 4.5 memperlihatkan kondisi kedua sambungan
dalam transistor NPN yang terkonfigurasi emiter-sekutu pada berbagai daerah
operasi transistor, dan Tabel 4.1 memperlihatkan sifat-sifat transistor NPN pada
karakteristik keluaran jika terkonfigurasi emiter-sekutu.

IC

Daerah jenuh IB4

IB IB3
VCE1 VCE2 VCE3
IB2
Daerah
aktif

IB1

IB0

Daerah padam VCE


VBE
0 0
(a) (b)

Gambar 4.4 Karakteristik untuk rangkaian emiter-sekutu. (a) Karakteristik masukan.


[VCE1 < VCE2 < VCE3] . (b) Karakteristik keluaran. [IB0 < IB1 < IB2 < IB3 < IB4].

43
Selain karakteristik keluaran maka dikenal pula karakteristik-alih (transfer
characteristics) yaitu VCE sebagai fungsi dari IB atau VCE sebagai fungsi dari VBE.
Hal ini dapat dilihat pada Gambar 4.6.
Dari Tabel 4.1 terlihat bahwa untuk VBE yang positif maka kondisi
prategangan pada sambungan kolektor-basis (C-B) menentukan apakah transistor
berada dalam daerah aktif atau jenuh. Apabila VCB positif maka sambungan C-B
mendapat prategangan balik dan transistor berada dalam keadaan aktif.
C C C

n n n
B B B
p p p
n n n

E E E

(a) (b) (c)

Gambar 4.5 Kondisi prategangan kedua sambungan transistor NPN yang


terkonfigurasi emiter-sekutu. (a) Pada daerah padam. (b) Pada
daerah aktif. (c) Pada daerah jenuh.

Tabel 4.1 Sifat-sifat transistor NPN pada karakteristik keluaran jika


terkonfigurasi emiter-sekutu.

Daerah padam
Mengenai Daerah aktif Daerah jenuh
atau cut off
Cukup dalam
Arus basis Sama degan nol Relatif tinggi
daerah 
Fungsi tran- Sebagai saklar Sebagai penguat Sebagai saklar
sistor terbuka arus tertutup
Prategangan
sambungan
Balik Balik Maju
kolektor-ba-
sis (C-B)
Prategangan
sambungan
Balik Maju Maju
basis-emiter
(B-E)
Sama dengan VCC Sangat kecil atau
Besar VCE Kecil dari VCC
atau mendekati mendekati nol

44
VCE
Daerah
Padam

VCC

Daerah
Jenuh
VCE(M)

Daerah
Aktif

VCE(sat)
VBE
0
VBE(M)
IB
0
IB(M) IB(sat)

Gambar 4.6 Karakteristik alih dari transistor NPN yang terkonfigurasi emiter-
sekutu (VCE sebagai fungsi dari VBE atau IB).

Berdasarkan uraian di atas maka dapat ditulis syarat untuk transistor


berada dalam daerah aktif, yaitu :

VCB  0 ......................................................................................... (4-1)


atau :
VCB = VCE – VBE  0
atau :
VCE  VBE ..................................................................................... (4-2)

Arus basis yang mengalir dalam transistor adalah :


VBB  VBE
IB = ............................................................................ (4-3)
RB

45
dalam hal ini :
VBB = besar tegangan sumber pada terminal basis
RB = tahanan luar pada terminal basis.

Arus kolektor yang mengalir dalam transistor adalah :


V V
IC = CC CE ............................................................................ (4-4)
RC
Seiring dengan bertambahnya IB maka VCE akan menurun serta VBE bertambah.
Terdapat suatu kondisi dari IB yang disimbolkan dengan IBM atau kondisi dari VCB
yaitu sama dengan nol, yang menyebabkan transistor masih aktif dan tepat akan
saturasi/jenuh. Pada saat itu VBE = VCE dan disimbolkan dengan VBEM = VCEM.
Jadi :
I
IBM = CM .................................................................................... (4-5)

atau :
VBB  VBEM
IBM = ....................................................................... (4-6)
RB
dan :
V V
ICM = CC CEM ...................................................................... (4-7)
RC

dalam hal ini :


ICM = arus kolektor yang bersesuaian dengan atau yang disebabkan oleh IBM.
 = penguatan arus.

Untuk suatu kondisi RB, RC, VBB dan VCC yang menghasilkan ICM, maka dapat
dinyatakan bahwa :
RBVCC  RCVBB
VCEM = ........................................................... (4-8)
RB  RC

Jika IB terus diperbesar sehingga VCB < 0 maka dikatakan bahwa transistor
tidak dalam modus aktif namun mulai menuju pada daerah jenuh. Biasanya

46
diambil VCB = - 0,4 V sampai – 0,5 V yang membuat transistor mulai masuk
dalam daerah jenuh. Jika arus basis terus ditingkatkan dalam modus ini maka pada
suatu saat VCE tidak akan berkurang lagi dan ini disimbolkan dengan VCE(sat). Juga
saat itu arus kolektor tidak bertambah lagi dan disimbolkan dengan IC(sat). Jadi :

VCC  VCE ( sat )


IC(sat) = ................................................................. (4-9)
RC
Arus yang bersesuaian dengan IC(sat) adalah :
I C (sat )
IB(sat) = ........................................................................... (4-10)

Jika transistor mempunyai nilai  yang menyebar maka biasanya yang
menyebabkan kondisi dalam persamaan (4-10) di atas adalah harga minimumnya,
sehingga lebih cocok bila persamaan (4-10) ditulis dengan :
I C ( sat )
IB(sat) = ........................................................................... (4-11)
 min
atau :
VBB  VBE ( sat )
IB(sat) = ............................................................... (4-12)
RB

Meskipun diusahakan untuk membuat IB > IB(sat) maka IC(sat) seperti yang
dinyatakan dalam persamaan (4-9) tidak akan bertambah lagi. Jika data untuk
VCE(sat) diketahui maka IB(sat) dapat diketahui pula. Biasanya rangkaian dirancang
agar arus basis maksimum yang mengalir (IB(max)) dapat melampaui IB(sat).
Perbandingan antara IB(max) terhadap IB(sat) disebut faktor penggerak-lebih
(overdriven factor, FOD). Jadi :
I B (max)
FOD = ........................................................................... (4-13)
I B ( sat )

Perbandingan antara IC(sat) terhadap IB(max) disebut -paksa (forced ) yang


disimbolkan dengan f.
I C ( sat )
f = .............................................................................. (4-14)
I B (max)

47
Rugi-rugi daya dalam transistor untuk suatu kondisi tertentu adalah :

PT = VBE IB + VCE IC ...................................................................... (4-15)

CONTOH 4-1 :
Dari rangkaian pada Gambar 4.3(c) diketahui bahwa  bervariasi dari 10 sampai
60, RC = 5 , VCC = 100 V dan VBB = 8 V. Jika VCE(sat) = 2,5 V dan VBE(sat) = 2,75
V, maka tentukanlah :
a). Nilai RB yang menyebabkan kondisi jenuh pada FOD = 20.
b). Nilai f.
c). Rugi-rugi daya dalam transistor.
Pembahasan :
a). Gunakan persamaan (4-9) untuk mendapatkan :
VCC  VCE ( sat ) 100  2,5
IC(sat) = = = 19,5 A
RC 5

IB(sat) akan diperoleh pada nilai min yaitu sama dengan 10, maka :
I C ( sat )
IB(sat) = = 1,95 A
 min
Dari persamaan (4-13) dapat dihitung :
IB(max) = FOD . IB(sa) = 39 A

Dengan menerapkan persamaan (4-3) diperoleh :


VBB  VBE ( sat ) 8  2,75
RB = = = 0,3146 
I B (max) 39

I C ( sat ) 19,5
b. f = = = 0,2
I B (max) 39

c. PT = VBE(sat) . IB(max) + VCE(sat) . IC(sat) = 156 W

48
4.3 MOSFET
MOSFET merupakan singkatan dari metal-oxide semiconductor field
effect transistor, jadi merupakan piranti yang dikontrol oleh tegangan dan
membutuhkan arus kecil saja pada masukannya. Ini berbeda dengan BJT yang
merupakan peralatan yang dikontrol oleh arus. Dibanding dengan BJT, maka
MOSFET mempunyai kecepatan penyaklaran yang tinggi dan waktu penyaklaran
yang sangat cepat, dengan demikian ia banyak digunakan pada konverter daya
rendah berfrekuensi tinggi. Akan tetapi kekurangan MOSFET adalah bahwa ia
mempunyai masalah pada pelepasan muatan elektrostatik (electric discharge)
serta proteksi terhadap gangguan hubung-singkat. MOSFET dikenal dalam dua
jenis, yaitu :
a) MOSFET jenis pengosongan (depletion).
b) MOSFET jenis pengisian (enhancement).

Masing-masing jenis MOSFET yang telah disebutkan di atas mempunyai dua


tipe, yakni tipe kanal-n dan tipe kanal-p. Simbol-simbol MOSFET diperlihatkan
dalam Gambar 4.7 dan Gambar 4.8. MOSFET mempunyai tiga buah terminal
yaitu dengan nama : “gerbang” (gate, G), “penguras” (drain, D) dan “sumber”
(source, S).

D D

G G

S S

(a) (b)

Gambar 4.7 MOSFET bertipe kanal-n. (a) Jenis pengosongan. (b) Jenis
pengisian.

49
D D

G G

S S

(a) (b)

Gambar 4.8 MOSFET bertipe kanal-p. (a) Jenis pengosongan. (b) Jenis
pengisian.

Pembuatan MOSFET adalah dengan cara membentuk dua buah lapisan


semikonduktor yang “terdoping” (heavily doped, misalnya lapisan n+ atau p+)
pada suatu lapisan dasar dengan jenis berlawanan (misalnya p atau n). Selanjutnya
Gerbang yang selalu terbuat dari logam ditambahkan sambil diisolasi dari bahan
yang terdoping tadi dengan bahan oksida. Kedua lapisan terdoping kemudian
diberi terminal dengan nama Penguras (D) dan Sumber (S). Jenis lapisan yang
terdoping akan menentukan nama dari MOSFET. Jika dipakai lapisan n+ maka
disebut MOSFET kanal-n, dan sebaliknya jika dipakai lapisan p+ maka disebut
MOSFET kanal-p. Penambahan suatu lapisan sejenis (namun tidak terdoping) di
antara lapisan terdoping akan menghasilkan nama jenis “pengosongan”,
sedangkan bila tidak ditambahkan maka disebut jenis “pengisian”. Jadi
daerah/lapisan di antara dua lapisan yang terdoping disebut “kanal” atau
“saluran”. Pada ujung lapisan dasar yang tidak seletak dengan lapisan-lapisan
terdoping selalu diperlengkapi dengan lapisan logam yang kemudian dihubungkan
dengan terminal Sumber, S.
Untuk mengoperasikan MOSFET maka antara terminal G dan S serta
antara D dan S dipasang sumber tegangan. Untuk tipe kanal-n jenis pengosongan,
VGS positif dan VDS positif dalam rangka membuat MOSFET menjadi konduksi.
Jika VGS dibuat negatif maka elektron-elektron pada kanal ditarik dalam dua arah
berlawanan sehingga kanal mulai terkosongkan. Dalam kondisi ini resistansi
antara D dan S (yaitu RDS) menjadi besar sehingga arus yang mengalir dari D ke S
(yaitu IDS) sangat kecil. Jika VGS yang negatif tadi terus diperbesar maka pada

50
suatu saat kanal akan kosong sama sekali (completely depleted), dan
menyebabkan RDS sangat besar sehingga IDS = 0. Besar VGS yang menyebabkan
kondisi ini disebut “tegangan potong” (pinch-off voltage, VP). Jika VGS positif,
kanal akan melebar karena diisi banyak elektron yang mengalir/bersirkulasi dari
lapisan n+ pada S, menyebabkan RDS mengecil sehingga IDS membesar.
Untuk tipe kanal-p jenis pengosngan, VGS dan VDS yang diterapkan harus
negatif dalam rangka membuat MOSFET konduksi. Untuk selanjutnya proses
kerjanya serupa dengan tipe kanal-n, kecuali bahwa IDS terbalik polaritasnya.
MOSFET jenis pengisian tidak mempunyai lapisan tambahan untuk kanal
secara fisik, namun tetap ada ruang di antara dua lapisan yang terdoping dan
itulah yang diistilahkan dengan “kanal”. Jadi pengertian kanal dalam hal ini
adalah kanal yang maya (virtual). Jika VGS dan VDS yang diterapkan pada jenis
pengisian tipe kanal-n adalah positif maka tegangan induksi pada lapisan oksida
akan menarik elektron-elektron dari lapisan dasar-p sehingga terkumpul pada
permukaan di bawah lapisan oksida. Terdapat suatu nilai yang cukup dari V GS
yang disebut tegangan potong (treshold voltage, VT) yang membuat kumpulan
elektron tadi menjadi kanal-n maya sehingga menyebabkan arus mengalir dari
Penguras, D ke Sumber, S.
Dalam keadaan konduksi, arus yang disuplai oleh sumber tegangan pada
terminal D dan S masuk ke MOSFET tipe kanal-n adalah ID, dan yang disuplai
oleh sumber tegangan pada terminal G dan S masuk ke MOSFET tipe kanal-n
adalah IG. Perbandingan antara ID terhadap VGS disebut “transkonduktansi”, dan ID
sebagai fungsi dari VGS disebut karakteristik alih (transfer characteristics). Hal ini
dapat dilihat pada Gambar 4.9 dan 4.10.
Transkonduktansi dari MOSFET dapat ditulis dengan rumus :
I D
gm = ................................................................... (4-16)
VGS V  tetap
DS

dalam hal ini :


gm = transkonduktansi [mho]
ID = perubahan arus Penguras [A]

51
VGS = perubahan tegangan masukan di Gerbang [V]
Adapun resistansi keluaran didefinisikan sebagai :
V DS
RDS = ................................................................................. (4-17)
I D
dalam hal ini :
RDS = resistansi keluaran []
VDS = perubahan tegangan masukan di Penguras [V]

ID ID

VGS VGS
Vp 0 0 VT

(a) (b)

Gambar 4.9 Karakteristik alih MOSFET bertipe kanal-n. (a) Jenis pengosongan.
(b) Jenis pengisian.

0 Vp VT 0
VGS VGS

- ID - ID

(a) (b)

Gambar 4.10 Karakteristik alih MOSFET bertipe kanal-p. (a) Jenis pengosongan.
(b) Jenis pengisian.

52
Karakteristik keluaran (output characteristics) dari MOSFET adalah
karakteristik yang menggambarkan ID sebagai fungsi dari VDS. Hal ini dapat
dilihat pada Gambar 4.11.

ID
Daerah jenuh
(daerah pinch-off)
VDS > VGS - VT
VGS5
Daerah linear
VDS < VGS - VT

VGS4

VDS = VGS - VT
VGS3

VGS2

VGS1
VGS = VT
VDS
0

Daerah padam

Gambar 4.11 Karakteristik keluaran dari suatu MOSFET bertipe kanal-n jenis
pengisian. [VGS1 < VGS2 < VGS3 < VGS4 <VGS5].

Sebagai contoh untuk MOSFET tipe kanal-n jenis pengisian, maka ada 3
buah daerah operasi pada karakteristik keluarannya seperti yang ditunjukkan oleh
Gambar 4.11, yakni :
a) Daerah padam (cut-off), yaitu daerah yang mempunyai kondisi VGS  VT.
b) Daerah jenuh (saturation atau pinch-off), yaitu daerah yang mempunyai
kondisi VDS > VGS - VT.
c) Daerah linear, yaitu daerah yang mempunyai kondisi VDS < VGS - VT.

53
Kondisi pinch-off dicapai jika VDS = VGS – VT. Selanjutnya sifat-sifat suatu
MOSFET bertipe kanal-n jenis pengisian dapat dilihat pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2 Sifat-sifat MOSFET bertipe kanal-n jenis pengisian.

Mengenai Daerah linear Daerah pinch-off atau jenuh


Syarat
VDS < VGS - VT VDS > VGS - VT
konduksi
Fungsi
Sebagai saklar Sebagai penguat
MOSFET
Tahanan
Sangat kecil Sangat besar
keluaran, RDS

4.4 SIT
Pada dasarnya SIT merupakan bentuk mikro (solid-state atau keadaan
padat) dari tabung hampa triode. SIT adalah singkatan dari static induction
transistor, dan cocok dipakai untuk daya tinggi, disamping ia mempunyai
kecepatan penyaklaran yang tinggi.

Gambar 4.12 Simbol SIT.

Gambar 4.12 memperlihatkan simbol SIT. Sifat-sifat dari SIT adalah


bahwa ia mempunyai kanal yang pendek, resistansi seri gerbang yang rendah,
kapasitansi gerbang-sumber yang rendah, gangguan suara dan cacat yang kurang,
serta waktu penyalaan dan pemadaman yang sangat cepat. Kekurangan dari SIT
adalah adanya jatuh tegangan yang besar pada saat konduksi, misalnya 90 V
untuk kapasitas 180 A dan 18 V untuk kapasitas 18 A. SIT yang ada di pasaran

54
dapat mempunyai kapasitas sampai 300 A, 1200 V. Penggunaan SIT pada
umumnya adalah pada peralatan audio dengan frekuensi sangat tinggi (VHF) atau
ultra tinggi (UHF), dan penguat gelombang pendek (micro-wave amplifiers).

4.5 IGBT
IGBT merupakan singkatan dari insulated gate bipolar transistor. Jadi
dalam piranti IGBT terkandung sifat-sifat/keuntungan dari BJT dan MOSFET.
Simbol untuk IGBT dapat dilihat dalam Gambar 4.13.

Gambar 4.13 Simbol IGBT.

Yang dimaksud dengan keuntungan BJT adalah rugi-rugi daya keadaan on


yang rendah, dan keuntungan MOSFET adalah adanya impedansi masukan yang
tinggi. Kecepatan penyaklaran dari IGBT lebih cepat dibanding BJT, namun lebih
lambat bila dibandingkan dengan MOSFET. IGBT dibuat dengan kapasitas
sampai 400 A, 1200 V, serta banyak digunakan pada daya menengah seperti
penggerak motor dc dan ac, catu-daya, dan sebagainya.

4.6 PENUTUP : TEST FORMATIF


Petunjuk : Kerjakanlah soal-soal essai berikut ini !

4.6.1 Dari rangkaian pada Gambar 4.3(c) diketahui bahwa  bervariasi dari 12
sampai 75, RC = 1,5 , VCC = 40 V dan VBB = 6 V. Jika VCE(sat) = 1,2 V;
VBE(sat) = 1,6 V dan RB = 0,7 , maka tentukanlah :

55
a. Faktor penggerak-lebih (FOD).
b. -paksa (f).
c. Rugi-rugi daya dalam transistor (PT).

KUNCI JAWABAN TEST FORMATIF


4.6.1 a) FOD = 2,916 b) f = 4,1 c) PT = 41,1 W

56
BAB V
KONVERSI DAYA AC KE DC :
PENYEARAH SATU-FASA

5.1 PENDAHULUAN

Dari apa yang telah dibahas dalam Bab I maka dapat dinyatakan bahwa
elektronika daya berarti teknologi mengenai konversi dan kontrol daya listrik
dengan menggunakan piranti semikonduktor daya seperti dioda, tiristor, transistor
dan sebagainya. Dalam bagian pendahuluan ini akan dibahas sedikit mengenai arti
dari konversi dan kontrol daya listrik.
Daya listrik yang dikontrol pada dasarnya tidak lain dari energi listrik per
satuan waktu. Daya listrik ini mempunyai nilai informasi, misalnya frekuensi,
jumlah fasa, tegangan, dan arus. Pada “konversi” daya listrik adalah penting untuk
mengubah nilai informasi sumber daya listrik sambil mengusahakan rugi-rugi
daya pada nilai minimum. Dalam hal ini yang penting adalah aliran energi dari
sumber daya ke keluaran (output), seperti yang diperlihatkan dalam Gambar
5.1(a).
Hal yang sangat penting dalam “kontrol” daya listrik adalah aliran
informasi dari masukan kontrol (control input) ke keluaran. Jadi tidak begitu
penting berapa daya listrik yang dihasilkan. Hal ini dapat dilihat pada Gambar
5.1(b).
Contoh tentang konversi daya listrik adalah penyearahan sederhana dari
daya listrik ac ke dc. Namun jika diterapkan pengaturan (adjustment) tegangan
dan arus pada penyearahannya, maka ia mengandung baik konversi maupun
kontrol daya listrik.

57
Signal Kontrol
Sumber daya listrik

Aliran Aliran
Keluaran Keluaran
Sumber
informasi Signal energi

daya Kontrol
listrik Aliran energi Aliran informasi

Konverter daya Pengontrol daya

(a) (b)

Gambar 5.1 Fungsi dasar tentang konversi dan kontrol daya listrik. (a) Konversi daya
listrik. (b) Pengontrolan daya listrik.

5.2 TERMINOLOGI PARAMETER PENYEARAHAN


Konversi daya listrik ac ke dc menyangkut yang tak terkendali maupun
yang terkendali. Yang akan dibahas dalam bab ini adalah mengenai konversi daya
listrik dari ac ke dc secara tak terkendali. Untuk konversi seperti ini, maka
selanjutnya akan digunakan istilah “penyearahan” atau “rectification” dengan
nama alat yang diistilahkan dengan “penyearah” atau “rectifier”; sedangkan untuk
konversi daya listrik dari ac ke dc secara terkendali akan digunakan istilah
“pengkonversian” atau “converting” dan nama alatnya diberi istilah “konverter”.
Pengertian yang dimaksud akan berubah jika ada keterangan tambahan.
Tegangan keluaran dari penyearah tidaklah betul-betul searah (dc murni
atau pure dc) atau rata/konstan/kontinu seperti keluaran baterai atau accumulator
meskipun telah melalui penyearahan. Hal ini perlu ditekankan lebih awal, sebab
banyak orang yang mempunyai persepsi yang keliru terhadap keluaran suatu
penyearah, yang dalam persangkaannya adalah dc rata padahal sebenarnya tidak.
Dengan demikian, apakah keluaran suatu penyearah dapat dinyatakan sebagai
besaran sesaat ? Dapat saja, karena memang pada dasarnya besaran tersebut masih
berubah-ubah menurut waktu. Hal ini terjadi karena komponen semikonduktor
yang digunakan hanya bersifat melewatkan atau memblok saja tegangan
sinusoidal di bagian masukan komponen tersebut. Oleh karena itu dalam suatu
keluaran penyearah terdapat dua komponen, yaitu :

58
*) Komponen “searah” yang konstan/rata/kontinu yang disebut “komponen dc”.
*) Komponen “riak/ripel/kerut” yang disebut “komponen ac”.

Misalkan terdapat sebuah instrumen listrik yang dapat mengukur


komponen dc saja dari suatu besaran keluaran penyearah, maka instrumen tersebut
menampilkan harga rata-rata (average) dari besaran yang diukurnya.
Selanjutnya jika suatu instrumen dapat mengukur secara serempak
komponen dc dan komponen ac dari besaran yang diukurnya, maka instrumen itu
menampilkan harga efektif atau harga rms (root mean square) besaran tersebut.
Jika yang diukur adalah besaran tegangan, maka dapat ditulis :

2 2 2
Vrms = Vdc + Vac ...................................................................................... (5-1)

dalam hal ini :


Vrms = harga efektif atau harga rms dari tegangan
Vdc = harga rata-rata dari tegangan
Vac = harga efektif dari komponen kerut pada tegangan

Menjadi suatu ketentuan bahwa besaran yang berubah menurut


waktu (dan dinamakan besaran sesaat) dilambangkan dengan huruf
kecil, sedangkan besaran yang konstan atau tidak berubah lagi
nilainya dilambangkan dengan huruf besar.

Hal lain yang perlu dibahas lebih awal adalah tentang masukan penyearah.
Karena penyearah adalah mengkonversi daya ac, maka masukannya dapat
diasumsikan sebagai jala-jala PLN, suatu keluaran catu-daya ac, atau sekunder
suatu transformator yang mendapat suplai dari jala-jala PLN, yang kesemuanya
merupakan fungsi sesaat sinusoidal murni.
Berikut ini akan didefinisikan mengenai beberapa parameter yang penting
dalam suatu penyearahan.
1. vo = tegangan sesaat pada keluaran suatu penyearah/ konverter.
2. vac = tegangan riak sesaat yang terkandung dalam vo.

59
3. vs = tegangan sesaat pada masukan penyearah/konverter.
4. io = arus sesaat pada beban (atau yang dikeluarkan oleh
penyearah/konverter).
5. is = arus sesaat pada input penyearah/konverter (atau yang dikeluarkan
sekunder transformator pada sisi input).
6. id = arus sesaat yang mengalir dalam dioda.
7. iT = arus sesaat yang mengalir dalam tiristor.
8. Mengenai harga rata-rata :
Vdc = harga rata-rata (average) dari vo.
Idc = harga rata-rata (average) dari io.
Is(av) = harga rata-rata (average) dari is.
Id = harga rata-rata (average) dari id.
IT = harga rata-rata (average) dari iT.
9. Mengenai harga efektif atau rms :
Vrms = harga efektif (rms) dari vo.
Vs = harga efektif (rms) dari vs.
Vac = harga efektif (rms) dari komponen riak pada vo.
Irms = harga efektif (rms) dari io.
Is = harga efektif (rms) dari is.
Id(rms) = harga efektif (rms) dari id.
IT(rms) = harga efektif (rms) dari iT.
10. Vm = harga maksimum tegangan masukan per fasa atau harga maksimum
tegangan sekunder transformator per fasa pada sisi masukan
penyearah/konverter.
= Vs 2 ................................................................................. (5-2)
11. Pdc = daya keluaran penyearah/ konverter.
= Vdc Idc ....................................................................................... (5-3)
12. Si = daya masukan penyearah/konverter atau daya yang disalurkan oleh
sekunder transformator pada masukan penyearah.
= Vs Is untuk transformator satu-fasa ........................................ (5-4)
= 2 Vs Is untuk transformator berkaki-tengah (centre-tap) ........... (5-5)

60
= 3 Vs Is untuk transformator tiga-fasa. ....................................... (5-6)
Vdc I dc
13.  = .................................................................................. (5-7)
Vrms I rms
14. FF = faktor bentuk (form factor)
Vrms
= untuk besaran tegangan ............................................. (5-8)
Vdc

I rms
= untuk besaran arus ..................................................... (5-9)
I dc
15. RF = faktor kerut/ripel/riak (ripple factor)
Vac V
= = ( rms ) 2  1 untuk besaran tegangan ................ (5-10)
Vdc Vdc

I ac I
= = ( rms ) 2  1 untuk besaran arus .......................... (5-11)
I dc I dc

16. TUF = faktor penggunaan transformator (transformer utilization factor) atau


faktor kegunaan sisi input penyearah/konverter.
Pdc V .I
= = dc dc .................................................................. (5-12)
Si Si
17. DF = faktor pergeseran (displacement factor)
= cos 1 ...................................................................................... (5-13)
dalam hal ini :
1 = sudut antara tegangan dan is1
is1 = komponen dasar (fundamental component) dari is.
18. PF = faktor daya masukan (input power factor)
I s1 cos 1
= ............................................................................... (5-14)
Is
dalam hal ini :
Is1 = harga efektif (rms) dari is1.
19. HF = faktor harmonik (harmonic factor)
I
= ( s )2  1 ........................................................................... (5-15)
I s1

61
20. CF = faktor puncak (crest factor)
I s ( peak )
= ................................................................................. (5-16)
Is
dalam hal ini :
Is(peak) = harga puncak atau maksimum dari is.
21. PIV = tegangan balik puncak (peak inverse voltage). PIV adalah tegangan
balik maksimum yang dialami oleh dioda/tiristor jika berada dalam
keadaan memblok.
22. Rumus harga rata-rata dari vo adalah :
T
1
Vdc =
T  vo dt ......................................................................... (5-17)
0

23. Rumus harga efektif (rms) dari vo adalah :


T
1
 vo dt
2
Vrms = .................................................................... (5-18)
T
0

5.3 PENYEARAH SATU-FASA DENGAN BEBAN YANG


BERSIFAT RESISTIF

Dalam pembahasan penyearah maka biasanya diawali dari kasus beban


yang bersifat resistif murni kemudian dilanjutkan dengan kasus beban yang
bersifat induktif. Penyearah dengan beban yang bersifat kapasitif atau kapasitif
murni tidak dibahas dalam bab ini dikarenakan kenyataan bahwa hanya beban-
beban yang bersifat resistif dan induktif yang banyak dijumpai dalam praktek.
Dalam Gambar 5.2 diperlihatkan rangkaian-rangkaian penyearah satu-fasa.
Penyearah satu-fasa dapat dikelompokkan atas dua bagian yaitu :
a) Penyearah satu-fasa setengah-gelombang (half-wave single-phase rectifier)
yang nama lainnya adalah “penyearah pulsa-tunggal/satu-pulsa” (single/one-
pulse rectifier).
b) Penyearah satu-fasa gelombang-penuh (full-wave single-phase rectifier) yang
nama lainnya adalah “penyearah pulsa-ganda” (double-pulse rectifier).

62
Penyearah satu-fasa gelombang-penuh dapat dikelompokkan lagi menjadi :
*) Penyearah satu-fasa kaki-tengah (single-phase centre-tap rectifier).
*) Penyearah satu-fasa jembatan (single-phase bridge rectifier).

Fungsi penyearahan dalam penyearah satu-fasa setengah-gelombang


dilakukan oleh sebuah dioda seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 5.2(a), untuk
gelombang-penuh centre-tap dilakukan oleh 2 (dua) buah dioda seperti yang
ditunjukkan oleh Gambar 5.2(b), dan untuk gelombang-penuh jembatan dilakukan
oleh 4 (empat) buah dioda seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 5.2 (c). Bentuk
gelombang tegangan masukan dapat dilihat pada Gambar 5.3.

is = id D
+
io

AC Vs vo Beban

-
(a)
+

is1 = id1 D1 io
+ + D1 D3 io
is

AC Vs1 vo Beban
AC Vs vo Beban
-
0

AC Vs2
D4 D2
-
D2
-

(b) (c)

Gambar 5.2 Rangkaian penyearah satu-fasa. (a) Setengah-gelombang. (b) Gelombang-


penuh centre-tap. (c) Gelombang-penuh jembatan.

63
Untuk penyearah satu-fasa setengah-gelombang dan gelombang-penuh
jembatan dari Gambar 5.2(a) dan (c), maka tegangan masukan akan diasumsikan
sebagai :
vs = Vm sin t = Vs 2 sin t dan T = 2/ ........................... (5-19)
dalam hal ini :
 = 2  f = frekuensi sudut gelombang tegangan masukan ....................... (5-20)
1
f= = frekuensi gelombang tegangan masukan .................................. (5-21)
Tin
Selanjutnya untuk penyearah satu-fasa gelombang-penuh centre-tap dari Gambar
3.2(b), maka tegangan masukan akan diasumsikan sebagai :

vs1 = Vm sin t = Vs 2 sin t .................................................. (5-22)

vs2 = - Vm sin t = - Vs 2 sin t ............................................. (5-23)


Berdasarkan persamaan (5-19), (5-22) dan (5-23), maka dibuatlah grafik
gelombang tegangan masukan pada penyearah seperti pada Gambar 5.3.

vs1

Vm

t
0 π 2π 3π 4π

- Vm
vs vs2

Vm Vm

t t
0 π 2π 3π 4π 0 π 2π 3π 4π

- Vm - Vm

(a) (b)

Gambar 5.3 Bentuk gelombang tegangan masukan pada penyearah satu-fasa. (a) Untuk
rangkaian setengah-gelombang dan jembatan. (b) Untuk rangkaian centre-
tap.

64
5.3.1 PRINSIP KERJA

Prinsip Kerja Rangkaian Setengah-Gelombang :

Untuk setengah siklus positif dari vs yaitu 0  t  , dioda D mendapat


prategangan maju (forward biased) sehingga konduksi. Jika jatuh tegangan panjar
maju (forward voltage drop) dari dioda diabaikan, maka tegangan keluaran atau
tegangan beban (vo) akan sama dengan vs. Jadi arus akan mengalir melalui jalur :
dioda D – beban – sumber tegangan.
Untuk setengah siklus negatif dari vs yaitu   t  2, dioda mendapat
prategangan balik (reversed biased) sehingga memblok, sehingga tidak ada arus
yang mengalir dalam rangkaian. Dengan demikian tegangan keluaran atau
tegangan beban sama dengan nol. Dari Gambar 5.2(a) terlihat bahwa arus
masukan (is), arus dioda (id) dan arus beban (io) adalah sama sehingga bentuk-
bentuk gelombangnya juga sama. Persamaan untuk tegangan keluaran sesaat
adalah :

2
vo = Vm sin t untuk 0  t   dan T = ............................... (5-24)

Persamaan untuk arus beban sesaat adalah :

V 2
io = m sin t = Im sin t untuk 0  t   dan T = ............ (5-25)
R 

Implementasi dari persamaan (5-24) tentang tegangan keluaran penyearah serta


persamaan (5-25) tentang arus beban dapat dilihat pada Gambar 5.4.

65
vo

vm

ωt
0 π 2π 3π
i o = is = id

Im

ωt
0 π 2π 3π

Gambar 5.4 Bentuk gelombang tegangan keluaran (vo) dan arus beban
(io) dari penyearah satu-fasa setengah-gelombang.

Prinsip Kerja Rangkaian Centre-Tap :

Untuk setengah siklus positif dari vs1 yaitu 0  t  , dioda D1 mendapat


prategangan maju dari vs1 sehingga konduksi, sementara dioda D2 mendapat
prategangan balik dari vs2 sehingga memblok. Jika jatuh tegangan panjar maju
dari dioda D1 diabaikan, maka tegangan keluaran atau tegangan beban (vo) akan
sama dengan vs1. Jadi arus akan mengalir dalam jalur dioda D1 – beban – kaki
tengah sumber tegangan.
Untuk setengah siklus negatif dari vs1 yaitu   t  2, dioda D2
mendapat prategangan maju dari vs2 sehingga konduksi, sementara dioda D1
mendapat prategangan balik dari vs1 sehingga memblok. Jika jatuh tegangan
panjar maju dari dioda D2 diabaikan, maka tegangan keluaran atau tegangan
beban (vo) akan sama dengan vs2. Jadi arus akan mengalir dalam jalur dioda D2 –
beban – kaki tengah sumber tegangan.
Dari Gambar 5.2(b) terlihat bahwa arus di salah satu masukan (misalnya
is1) akan sama dengan arus di salah satu dioda (misalnya id1) dan arus beban (io)
adalah sama dengan jumlah dari arus-arus di dioda. Jadi arus masukan penyearah
(is1 = id1 atau is2 = id2) akan berbentuk setengah gelombang, sementara arus beban

66
akan berbentuk gelombang penuh. Persamaan untuk tegangan keluaran sesaat
adalah :


vo = Vm sin t untuk 0  t   dan T = ................................. (5-26)

Persamaan untuk arus beban sesaat adalah :

V 
io = m sin t = Im sin t untuk 0  t   dan T = ............. (5-27)
R 

Implementasi dari persamaan (5-26) tentang tegangan keluaran penyearah serta


persamaan (5-27) tentang arus beban dapat dilihat pada Gambar 5.5. Juga
ditampilkan arus dari salah satu masukan.

vo

vm

ωt
0 π 2π 3π 4π
io

Im

ωt
0 π 2π 3π 4π

is1 = id1
Im

ωt
0 π 2π 3π

Gambar 5.5 Bentuk gelombang tegangan keluaran (vo), arus beban (io)
dan arus salah satu masukan (is1 = id1) dari penyearah satu-
fasa centre-tap.

67
Prinsip Kerja Rangkaian Jembatan :

Untuk setengah siklus positif dari vs yaitu 0  t  , dioda D1 dan D2


mendapat prategangan maju sehingga konduksi. Jika jatuh tegangan panjar maju
di kedua dioda diabaikan, maka tegangan keluaran atau tegangan beban (vo) akan
sama dengan vs. Jadi arus akan mengalir dalam jalur dioda D1 – beban – dioda D2
- sumber tegangan.

Untuk setengah siklus negatif dari vs yaitu   t  2, dioda D3 dan D4


mendapat prategangan maju sehingga konduksi. Jika jatuh tegangan panjar maju
di kedua dioda diabaikan, maka tegangan keluaran atau tegangan beban (vo) akan
sama dengan vs. Jadi arus akan mengalir dalam jalur dioda D3 – beban – dioda D4
- sumber tegangan.

Dari Gambar 5.2(c) terlihat bahwa arus masukan (is) akan selalu ada setiap
saat, ketika pasangan dioda D1 dan D2 atau pasangan dioda D3 dan D4 konduksi.
Akan tetapi pasangan-pasangan dioda D1 dan D2 serta D3 dan D4 konduksi pada
setengah-setengah siklus yang berlawanan pada gelombang tegangan masukan.
Jadi arus masukan akan bersifat bolak-balik (sinusoidal), sementara arus beban
akan berbentuk gelombang penuh searah.

Persamaan untuk tegangan keluaran sesaat dan arus beban sesaat telah
dinyatakan dalam persamaan (5-26) dan (5-27). Bentuk gelombang tegangan
keluaran, arus beban dan arus masukan dapat dilihat pada Gambar 5.6.

68
vo

vm

ωt
0 π 2π 3π 4π
io

Im

ωt
0 π 2π 3π 4π

is
Im

ωt
0 π 2π 3π 4π

Gambar 5.6 Bentuk gelombang tegangan keluaran (vo), arus beban (io)
dan arus masukan (is) dari penyearah satu-fasa jembatan.

5.3.2 HARGA RATA-RATA DAN HARGA EFEKTIF

Dengan menggunakan persamaan (5-17) dan (5-18) maka dapat ditentukan


harga rata-rata dan harga efektif dari besaran-besaran yang penting dalam
penyearahan satu-fasa berbeban resistif ini.

Untuk Penyearah Setengah-Gelombang :

 
1 To 1   V cos t 

V
Vdc =  v o dt = Vm sin t dt =  m  = m ...... (5-28)
To o 2  2 o 
o

69
 
1 To 2 1 1  t sin 2t 
Vrms =  v o dt =
To o 2  (Vm sin t ) 2 dt = Vm
2  2

4  o
o

= ½ Vm ............................................................... (5-29)

Karena Vm = Vs 2 maka dapat ditulis :

Vs 2
Vdc = ................................................................................ (5-30)

Vs
Vrms = ................................................................................. (5-31)
2
Selanjutnya :

Vdc V 2
Idc = Is(av) = Id = = s ................................................... (5-32)
R R

Vrms Vs
Irms = Is = Id(rms) = = ................................................ (5-33)
R R 2

Untuk Penyearah Centre-Tap :


1 To 1   Vm cos t  2 Vm
Vdc =  v o dt =  Vm sin t dt =   = ..... (5-34)
To o o   o 


1 To 2 1 1  t sin 2t 
Vrms =  v o dt =  (Vm sin t ) 2 dt = Vm 
To o o   2 4  o

Vm
= ................................................................ (5-35)
2

Karena Vm = Vs 2 maka dapat ditulis :

2 Vs 2
Vdc = .............................................................................. (5-36)

Vrms = Vs .................................................................................... (5-37)

70
Selanjutnya :
Vdc 2 Vs 2
Idc = = .................................................................. (5-38)
R R

Vrms V
Irms = = s ........................................................................ (5-39)
R R
Arus masukan yang sama dengan arus dioda adalah berbentuk setengah-
gelombang, jadi :


1    I cos t  I V V 2
Is(av) = Id =  I m sin t dt =  m  = m = m = s (5-40)
2 o  2 o  R R


1  1  t sin 2t 
 (I m sin t ) dt = Im 
2
Is = Id(rms) =
2 o 2  2 4  o

Vm Vs
= ½ Im = = ........................................................ (5-41)
2R R 2

Untuk Penyearah Jembatan :


Penyearah satu-fasa centre-tap dan penyearah satu-fasa jembatan mempunyai
bentuk-bentuk gelombang tegangan keluaran dan arus beban yang sama, sehingga
rumus untuk Vdc, Vrms, Idc dan Irms adalah sama seperti yang dinyatakan dalam
persamaan (5-36) sampai (5-39). Selanjutnya, karena arus masukan (is) adalah
sinusoidal maka dapat diketahui bahwa :
Is(av) = 0 ........................................................................................ (5-42)
V
Is = s ......................................................................................... (5-43)
R

Gambar 5.6 tidak memperlihatkan bentuk gelombang arus yang lewat dalam
pasangan dioda, namunpun demikian harga rata-rata dan efektifnya dapat
ditentukan. Arus beban sesaat merupakan penjumlahan dari arus sesaat dalam
pasangan-pasangan dioda, jadi id1 = id2 atau id3 = id4 berbentuk setengah-
gelombang searah. Oleh karena itu :

71
Vs 2
Id = ................................................................................... (5-44)
R

Vs
Id(rms) = ............................................................................... (5-45)
R 2

Rumus harga rata-rata dan efektif dari besaran-besaran pada penyearah satu-fasa
dapat dilihat pada Tabel 5.1

Tabel 5.1 Rumus harga rata-rata dan harga efektif secara


pendekatan dari beberapa besaran pada penyearah satu-
fasa berbeban resistif. [R = resistansi beban, Vs = harga
efektif tegangan masukan per fasa].

Setengah
Mengenai Centre-tap Jembatan
Gelombang
Vdc 0,4502 Vs 0,9003 Vs 0,9003 Vs
Vrms 0,7071 Vs Vs Vs
0,4502 V s 0,9003V s 0,9003V s
Idc R R R
0,7071V s Vs Vs
Irms R R R
0,4502 V s 0,4502 V s 0,4502 V s
Id R R R
0,7071V s 0,7071V s 0,7071V s
Id(rms) R R R
0,4502 V s 0,4502 V s
Is(av) R R
0
0,7071V s 0,7071V s Vs
Is R R R

5.3.3 BEBERAPA PARAMETER PENYEARAHAN

Dari pembahasan pada Sub Bab 5.3.1 dan Sub Bab 5.3. 2 maka dapat
dikatakan bahwa penting untuk memperhatikan bentuk-bentuk gelombang
tegangan atau arus baik pada sisi keluaran, masukan maupun pada komponen,
khususnya pada penyearah atau umumnya pada konversi daya. Bentuk-bentuk

72
gelombang yang sama/serupa akan menghasilkan nilai parameter penyearahan
yang sama, sedangkan yang berbeda akan menghasilkan nilai parameter yang
berbeda pula. Parameter penyearahan yang akan dibahas disini adalah :

*) Faktor Bentuk
Rumus yang mendasari adalah seperti yang telah dinyatakan dalam
persamaan (5-8) dan (5-9).
*) Faktor Kerut
Rumus yang mendasari adalah seperti yang telah dinyatakan dalam
persamaan (5-10) dan (5-11).
*) Efisiensi Penyearahan
Rumus yang mendasari adalah seperti yang telah dinyatakan dalam
persamaan (5-7).
*) TUF
Rumus yang mendasari adalah seperti yang telah dinyatakan dalam
persamaan (5-12).
*) Faktor Puncak
Rumus yang mendasari adalah seperti yang telah dinyatakan dalam
persamaan (5-16).
*) PIV
Hal ini sudah dijelaskan dalam Sub Bab 5.2.

Dengan menggunakan rumus-rumus dalam Tabel 5.1 maka beberapa nilai


parameter untuk penyearah satu-fasa ini dapat dirangkumkan dalam Tabel 5.2.
Dari tabel tersebut dapat disimpulkan bahwa kecuali PIV yang dipengaruhi oleh
tegangan masukan, maka dalam kasus beban resistif kelima parameter yang
lainnya (FF, RF, , TUF dan CF) merupakan harga tetap dan tidak bergantung
pada besar tegangan masukan maupun besar resistansi beban.

73
Tabel 5.2 Beberapa parameter penyearahan pada penyearah satu-
fasa berbeban resistif.

Setengah
Centre-tap Jembatan
Gelombang
Mengenai
Eksak Approx. Eksak Approx. Eksak Approx.
Faktor   
1,571 1,111 1,111
bentuk, FF 2 8 8

Faktor 1 1 1
 2 4 1,211 2 2  16 0,483 2 2  16 0,483
kerut, RF 2 4 4

Efisiensi, 4 8 8
0,4053 0,8106 0,8106
 2 2 2
2 2 4 2 8
TUF 0,2866 0,5732 0,8106
2 2 2
Faktor
puncak, 2 - 2 - 2 -
CF
PIV Vs 2 1,414 Vs 2Vs 2 2,828 Vs Vs 2 1,414 Vs

CONTOH 5-1 :
Sebuah penyearah satu-fasa setengah-gelombang mendapat suplai dari catu daya
ac 220 V; 50 Hz; melalui sebuah transformator satu-fasa. Penyearah tersebut
melayani beban dc resistif 75 ; 32,7 W. Jika diasumsikan dioda tidak
mempunyai jatuh tegangan, maka hitunglah :
a). Harga efektif tegangan beban.
b). Perbandingan lilitan transformatornya.
c). PIV diodanya.
d) Harga rata-rata arus diodanya.
e) Harga efektif arus diodanya.
f) Daya semu (dalam VA) yang disuplai oleh transformator.
Pembahasan :
a). Dalam hal ini diketahui Pdc =32,7 W, R = 75  dan Vp = 220 volt. Dari
Vdc2
rumus Pdc = , maka :
R

74
Vdc = R Pdc = 75 . 32,7 = 49,52 V
Dari Tabel 5.1 diketahui Vdc = 0,4502 Vs, sehingga :
Vdc
Vs =  110 V
0,4502
Maka harga efektif tegangan beban dari Tabel 5.1 adalah :
Vrms = 0,7071 Vs = 77,78 V

b) Perbandingan lilitan transformatornya adalah :


Vp 220
n= = =2
Vs 110

c) PIV diodanya menurut Tabel 5.2 adalah :


PIV = 1,414 Vs = 155,54 V

d) Dari Tabel 5.1 dapat dihitung :


0,4502 V s 0,4502 . 110
Id = = = 0,66 A
R 75

e) Dari Tabel 5.1 dapat dihitung :


0,7071 Vs 0,7071 . 110
Id(rms) = Is = = = 1,037 A
R 75
f) Daya semu yang disuplai oleh sekunder transformator adalah :
Sin = Vs Is = 110 . 1,037 = 114,079 VA

5.3.4 MENYATAKAN BESARAN KELUARAN PENYEARAH KE


DALAM DERET FOURIER

Kadang-kadang bentuk deret Fourier membantu dalam penyelesaian


perhitungan penyearah satu-fasa. Telah dipelajari dalam Matematika Terapan II
bahwa untuk suatu f(x) yang periodik dengan periode Tx yang dinyatakan dalam
satuan “radian”, maka dapat ditulis :


f(x) = ao +  a n cos nx  b n sin nx  ......................................... (5-46)
n 1

dalam hal ini :

75
1 Tx
a0 =
Tx 0
 f ( x ) dx = harga rata-rata dari f(x) ............................................ (5-47)

2 Tx
an =
Tx 0
 f ( x ) cos nx dx .......................................................................... (5-48)

2 Tx
bn =
Tx 0
 f ( x ) sin nx dx ........................................................................... (5-49)

Dengan demikian tegangan keluaran sesaat suatu penyearah satu-fasa (vo) seperti
yang disebutkan dalam persamaan (5-24) dan (5-26) dapat dinyatakan sebagai
berikut :


vo = Vdc +  a nv cos nt  b nv sin nt  ..................................... (5-50)
n 1

dalam hal ini :


2 T
anv =
T 0
 v o cos nt dt ....................................................................... (5-51)

2 T
bnv =
T 0
 v o sin nt dt ....................................................................... (5-52)

Juga berlaku :


io = Idc +  a ni cos nt  b ni sin nt  ........................................ (5-53)
n 1

dalam hal ini :


2 T
ani =
T 0
 i o cos nt dt ......................................................................... (5-54)

2 T
bni =
T 0
 i o sin nt dt ......................................................................... (5-55)

76
CONTOH 5-2 :
Nyatakan persamaan tegangan keluaran penyearah satu-fasa setangah gelombang
seperti yang dinyatakan oleh persamaan (5-24) ke dalam deret Fourier.
Pembahasan :
Persamaan tegangan yang dimaksud adalah vo = Vm sin t untuk 0  t   dan
2 Vm
T= . Telah dinyatakan oleh persamaan (5-28) bahwa Vdc = . Selanjutnya
 
menurut persamaan (5-51) :

1
anv =  Vm sin t cos nt dt
0

Vm  
=   sin ((n  1)t )  sin ((n  1)t )dt 
2 0 
 
Vm  cos((n  1)t ) cos((n  1)t ) 
=   
2  n 1 n  1 0 
 0

Vm  1  cos((n  1)) 1  cos((n  1)) 


=    ....................... (5b-1)
2  n 1 n 1 
Masing-masing pembilang pada suku pertama dan kedua yang di dalam tanda
kurung siku pada ruas kanan dalam persamaan (5b-1) di atas adalah :
= 0 untuk n = 1, 3, 5, ...
= -2 untuk n = 2, 4, 6, ...
sehingga :

Vm  1 1  2 Vm
anv =    = untuk n = 2, 4, 6 ................ (5b-2)
  n  1 n 1  (1  n 2 )
Selanjutnya menurut persamaan (5-52) :

1
bnv =  Vm sin t sin nt dt
0

Vm  
=   cos ((n  1)t )  cos ((n  1)t )dt 
2 0 

77
 
Vm  sin((n  1)t ) sin((n  1)t ) 
=   
2  n 1 n  1 0 
 0

Vm  sin((n  1)) sin((n  1)) 


=    ................................. (5b-3)
2  n 1 n 1 
Semua pembilang yang di dalam tanda kurung siku pada ruas kanan dalam
persamaan (5b-3) di atas akan bernilai nol, berapapun n = 2, 3, 4, ... yang
disubstitusikan padanya. Jadi :

bnv = 0 untuk n = 2, 3, 4, ... ................................................................ (5b-4)

Vm
= untuk n = 1 ........................................................................ (5b-5)
2
Dengan memasukkan hasil-hasil perhitungan ke dalam persamaan (5-50) maka
diperoleh :

Vm Vm 2 Vm cos nt
vo = + sin t + 
 2  n  2,4,6,... 1  n 2

Vm   2 2 2 
=
 1  2 sin t  3 cos 2t  15 cos 4t  35 cos 6t  ...

5.4 PENYEARAH SATU-FASA DENGAN BEBAN YANG


BERSIFAT INDUKTIF

Beban-beban induktif adalah beban-beban yang terdiri dari resistansi (R)


1
dan induktansi (L), atau terdiri dari R, L dan C dengan syarat 2fL > .
2fC
Beban yang hanya mengandung L saja disebut beban induktif murni; sedangkan
1
beban yang mempunyai 2fL >> R atau (2fL - ) >> R disebut beban
2fC
induktif tinggi atau “sangat” induktif (highly inductive).

78
Adanya sifat induktif dari beban akan memperhalus arus yang mengalir
dalam beban. Jadi fungsi induktansi dalam beban adalah sebagai penapis (filter)
arus.

5.4.1 PENYEARAH SETENGAH-GELOMBANG BERBEBAN


INDUKTIF

Karena adanya sifat induktif dalam beban maka lama konduksi dari dioda
menjadi lebih besar dari ½ T, yang dalam hal ini T = periode gelombang tegangan
masukan. Ketika tegangan keluaran sudah mencapai harga nol-nya pada saat t =
, maka arus dioda tidak menjadi nol karena dioda masih konduksi. Dioda baru
akan padam pada suatu harga t =  di belakang  (beyond ); jadi  > . Dalam
hal ini  disebut sudut padam (extinction angle). Akibatnya, muncul tegangan
negatif pada beban.
Harga maksimum arus beban tidak terjadi lagi pada t = ½ , namun pada
t =  yang dalam hal ini  > ½ . Ketika vo > R io, maka induktor dalam beban
akan menyerap energi, dan ketika vo < R io, maka induktor dalam beban akan
melepas energi. Sudut  adalah sedemikian sehingga energi yang diserap tadi
sama dengan energi yang dilepas. Energi yang diserap terjadi dalam selang 0 < t
<  dan energi yang dilepas terjadi dalam selang  < t < . Dapat pula dikatakan
bahwa sudut  adalah sedemikian sehingga :

A(+) = A(-) ...................................................................................... (5-56)


dan :
A ( ) A ( )
Io(max) = Id(max) = Is(max) = = ....................................... (5-57)
L L
dalam hal ini :

A(+) =  ( v o  R i o ) dt ............................................................................ (5-58)
0


A(-) =  ( v o  R i o ) dt ............................................................................ (5-59)

79
L = induktansi beban

Bentuk-bentuk gelombang tegangan dan arus pada keluaran penyearah satu-fasa


setengah-gelombang yang berbeban induktif dapat dilihat pada Gambar 5.7.

vo
vm

 2   ωt
0 π 2π 3π

i o = is = i d

Io(max)

ωt
0   2π 2  

Gambar 5.7 Bentuk gelombang tegangan keluaran (vo) dan arus beban (io) dari penyearah
satu-fasa setengah-gelombang berbeban induktif.

Persamaan untuk tegangan keluaran dalam Gambar 5.7 adalah :


2
vo = Vm sin t untuk 0  t   dan T = ............................... (5-60)

Sedangkan persamaan untuk arus beban adalah :

io = is = id =
Vm
Z

sin(t  )  sin  . e  t / tan   ............................ (5-61)

dalam hal ini :

Z= R 2  (L) 2 impedansi total dari beban ....................................... (5-62)


L
 = tan-1( ) ........................................................................................... (5-63)
R

 = 2f = frekuensi sudut gelombang tegangan masukan

80
Selanjutnya sudut  dapat dicari melalui persamaan berikut :


tan 
cos( - ) = cos  . e .......................................................... (5-64)
Nilai  dari persamaan (5-64) di atas dapat dihitung/ditentukan dengan cara “trial
and error” atau metode “iteratif” atau metode “coba-coba” hingga kedua ruas
persamaan tersebut sama atau hampir-hampir sama, atau perbedaannya lebih kecil
dari suatu bilangan yang diizinkan (permissible mismatches). Jika  telah didapat
maka selanjutnya arus beban maksimum dapat dihitung menurut persamaan
berikut :
Vm sin 
Io(max) = ..................................................................... (5-65)
R
dalam hal ini :
Io(max) = harga maksimum arus beban
R = resistansi dari beban induktif.

Sudut padam dari dioda () dapat pula ditentukan dengan cara “trial and error”
atau metode “iteratif” atau metode “coba-coba” melalui persamaan berikut :

tan 
sin( - ) = sin  . e ........................................................... (5-66)
Jika nilai  telah diketahui maka selanjutnya harga rata-rata dan harga efektif
tegangan keluaran penyearah tersebut dapat ditentukan dengan kembali
menerapkan persamaan (5-17) dan (5-18) terhadap persamaan (5-60) :

Vm
Vdc = (1 – cos ) = 0,2251 Vs (1 – cos ) ............................. (5-67)
2

Vm 1 1
Vrms =   sin 2 = 0,3989 Vs   sin 2 ................ (5-68)
2  2 2

CONTOH 5-3 :
Dari Gambar 5.2(a) diketahui bahwa vs = 220 2 sin(100t) volt; dan bebannya
mempunyai R = 5  dan L = 16 mH. Tentukanlah :

81
a). Sudut padam dari ().
b). Sudut  yang menyebabkan terjadinya arus beban maksimum.
c). Harga maksimum arus beban (Io(max))
d) Harga rata-rata tegangan beban (Vdc).
e) Harga efektif tegangan beban (Vrms).
Pembahasan :
Dari data untuk vs jelas terlihat bahwa  = 2f = 100. Maka f = 50 Hz.

Selanjutnya Z = R 2  (L) 2 = 25  (100 .16 .10 3 ) 2 = 7,0899 .

2 f L 100  . 0,016
tan  = = = 1,0053096, sehingga  = 45,151707 =
R 5
0,7880459 rad.

a). Akan digunakan cara “trial and error” terhadap persamaan (5-66). Karena
sudut  yang akan ditebak adalah dalam derajat () maka persamaan (5-66)
perlu dimodifikasi terlebih dahulu.
 
180 tan 
sin( - ) = sin  . e ....................................................... (5c-1)

sin(45,151707 - ) = 0,70897657 . e  0,0173611


Untuk mendapatkan hasil yang benar maka  harus diterka antara (180 +
45,151707) dan 360 hingga ruas kiri sama dengan ruas kanan.

Tabel 5.3 Metode “trial and error” untuk menghitung  dalam


CONTOH 5-3.

 Ruas Ruas
Keterangan
[] Kiri Kanan
225,2 0,0084286943 0,014212193 Masih cukup berbeda
225,9 0,013059803 0,014040521 Hampir mendekati
225,9554 0,014026627 0,014027023
225,95543 0,014027150 0,014027016 STOP, beda tidak cukup
signifikan

82
Karena perbedaan antara ruas kiri dan ruas kanan tidak cukup signifikan lagi,
maka proses “trial and error” dihentikan pada langkah ke-4 dengan
mendapatkan nilai  = 225,95543

b). Akan digunakan cara “trial and error” terhadap persamaan (5-64). Karena
sudut  yang akan ditebak adalah dalam derajat () maka persamaan (5-64)
perlu dimodifikasi terlebih dahulu.

180 tan 
cos( - ) = cos  . e ....................................................... (5c-2)

cos( - 45,151707) = 0,70523204 . e  0,0173611 


Untuk mendapatkan hasil yang benar maka  harus diterka antara 90 dan
(90 + 45,151707) ruas kiri sama dengan ruas kanan.

Tabel 5.4 Metode “trial and error” untuk menghitung  dalam


CONTOH 5-3.

Ruas Ruas
[] Keterangan
Kiri Kanan
90 0,70897657 0,14782467 Masih cukup berbeda
130 0,089793147 0,073816511
130,9 0,074138203 0,072672092 Hampir mendekati
130,99 0,072575120 0,072558882
130,9908 0,072557713 0,072557623
130,99081 0,072557539 0,072557610 STOP, beda tidak cukup
signifikan

Karena perbedaan antara ruas kiri dan ruas kanan tidak cukup signifikan lagi,
maka proses “trial and error” dihentikan pada langkah ke-6 dengan
mendapatkan nilai  = 130,99081

c). Untuk harga maksimum arus beban, digunakan persamaan (5-65) :


Vm sin  220 2 sin 130,99081
Io(max) = = = 45,969 A
R 5

83
d). Untuk harga rata-rata tegangan beban, digunakan persamaan (5-67) :
Vm 220 2
Vdc = (1 – cos ) = (1 – cos 225,95543) = 83,94 V
2 2
e). Untuk harga efektif tegangan beban, digunakan persamaan (5-68) :
Vm 1 220 2 225,95543  1
Vrms =   sin 2 =  sin(2 . 225,95543)
2  2 2  180 2

= 162,88 V

5.4.2 PENYEARAH GELOMBANG-PENUH BERBEBAN INDUKTIF


Berbeda dari penyearah setengah-gelombang maka pada penyearah
gelombang-penuh (baik centre-tap maupun jembatan) berbeban resistif ini, arus
beban selalu kontinyu (tidak terputus). Gambar 5.8 memperlihatkan bentuk
gelombang tegangan dan arus beban dalam kondisi penyearah gelombang-penuh
berbeban induktif.

vo

vm

ωt
0 π 2π 3π 4

io
Io(max)
I1
Io(min)
ωt
0   π

Gambar 5.8 Bentuk gelombang tegangan keluaran (vo) dan arus beban (io) dari penyearah
satu-fasa gelombang-penuh berbeban induktif.

84
Persamaan untuk tegangan keluaran dalam Gambar 5.8 adalah :

vo = Vm sin t untuk 0  t   dan T = ................................. (5-69)

Sedangkan persamaan untuk arus beban adalah :

Vm  2 sin  . e  t / tan  
io = sin(t  )   t / tan 
 ...... ........................... (5-70)
Z  1 e 

Sudut  yaitu sudut yang menyebabkan terjadinya harga maksimum arus beban
(Io(max)) dapat dihitung dengan persamaan berikut :

 

tan  tan 
(1 - e ) cos( - ) = 2 cos  . e ..................................... (5-71)

Selanjutnya harga maksimum arus beban adalah sama dengan yang dinyatakan
dalam persamaan (5-65) :

V sin 
Io(max) = m ........................................................................ (5-72)
R

Pada t = , terjadi arus beban minimum (Io(min)), maka rumusnya adalah :



tan 
2 Vm sin  . e
Io(min) = 
......................................................... (5-73)
tan 
Z (1  e )

Z= R 2  (L) 2 impedansi total dari beban .......................................... (5-74)


L
 = tan-1( ) ........................................................................................... (5-75)
R

 = 2f = frekuensi sudut gelombang tegangan masukan

85
5.5 PENUTUP : TEST FORMATIF
5.5.1 SOAL PILIHAN GANDA
Petunjuk : Pilihlah satu jawaban yang paling benar !
1. Jika  adalah lama konduksi dioda pada kasus penyearah satu-fasa setengah
gelombang berbeban induktif, maka harga rata-rata tegangan keluaran
penyearah tersebut dapat ditulis :
V V
A. Vdc = m (1 + cos ) B. Vdc = m (1 – cos )
2 2

V Vm
C. Vdc = m (cos  - 1) D. Vdc = (1 – cos )
2 
2. Faktor bentuk (FF) didefinisikan sebagai . . .
Vrms Vac Vrms Vdc
A. B. C. D.
Vdc Vdc Vac Vac
3. Jika Vm dan Vs berturut-turut adalah harga maksimum dan harga efektif
tegangan masukan pada rangkaian penyearah satu-fasa setengah-gelombang,
maka harga efektif tegangan keluarannya dapat ditulis sebagai berikut:
A. Vrms = 0,5 Vm B. Vrms = 0,707 Vm
C. Vrms = 0,5 Vs D. Vrms = 0,866 Vm
4. Berikut adalah karakteristik yang dipunyai oleh penyearah yang ideal,
kecuali . . .
A. Vac = 0 B. RF = 0 C. TUF = 0 D.  = 1
5. Berikut adalah komponen yang dibutuhkan pada penyearah satu-fasa
setengah-gelombang, kecuali . . .
A. Tiristor B. Transformator
C. Dioda D. Beban
6. Dioda freewheeling digunakan pada penyearah satu-fasa setengah-gelombang
berbeban induktif. Berikut adalah tujuannya, kecuali . . .
A. Memperbesar faktor bentuk dari gelombang tegangan keluaran.
B. Mencegah terjadinya tegangan keluaran negatif.
C. Memperkecil faktor kerut (ripple) pada keluaran.
D. Mengatasi kemungkinan terjadinya tegangan lebih pada dioda.

86
7. Jika f = frekuensi gelombang masukan pada penyearah satu-fasa setengah-
gelombang, maka frekuensi gelombang keluarannya adalah . . .
A. 4f B. 3f C. 2f D. f
8. Harga rata-rata dan harga efektif dari tegangan keluaran penyearah berturut-
turut disimbolkan sebagai . . .
A. Vac dan vrms B. Vdc dan Vrms C. vdc dan Vrms D. Vac dan vrms
9. Jika Vm dan Vs berturut-turut adalah harga maksimum dan harga efektif
tegangan masukan pada rangkaian penyearah satu-fasa setengah-gelombang,
maka harga rata-rata tegangan keluarannya dapat ditulis sebagai berikut,
kecuali . . .
A. Vdc = 0,3183 Vm B. Vdc = 0,3183 Vs
Vm
C. Vdc = 0,4502 Vs D. Vdc =

10. Faktor kerut (RF) didefinisikan sebagai . . .
Vrms Vdc Vrms Vac
A. B. C. D.
Vac Vac Vdc Vdc
11. Berikut adalah hubungan antara arus beban (io) dan tegangan keluaran (vo)
pada penyearah satu-fasa setengah-gelombang berbeban induktif, kecuali . . .
A. vo berharga nol ketika io masih positif.
B. Dihasilkan vo yang negatif ketika io masih positif.
C. io terdiri atas komponen sinusoidal dan eksponensial, serta naik dan turun
secara perlahan-lahan.
D. io yang negatif menghasilkan vo yang negatif pula.
12. Harga rata-rata dan harga efektif dari arus beban suatu penyearah berturut-
turut disimbolkan sebagai . . .
A. Iac dan Irms B. Iav dan irms C. Idc dan Irms D. idc dan irms
13. Pada penyearah satu-fasa setengah-gelombang berbeban resistif murni
berlaku . . .
A. Tegangan beban terlambat dari arus beban.
B. Tegangan beban mendahului arus beban.
C. Tegangan beban sefasa dengan arus beban.

87
D. Tegangan beban dan arus beban mempunyai bentuk yang tidak sama.
14. Efisiensi penyearahan () didefinisikan sebagai . . .
Pdc Pdc Pdc Prms
A. B. C. D.
Pac Pac Prms Pdc
15. Jika harga sesaat tegangan masukan pada penyearah satu-fasa centre-tap
dinyatakan dengan vs = 212,135 sin 314,2 t volt, maka harga efektif tegangan
keluarannya adalah . . .
A. 200 volt B. 150 volt C. 100 2 volt D. 100 volt
16. Jika harga sesaat tegangan masukan pada penyearah satu-fasa centre-tap
dinyatakan dengan vs = 212,135 sin 314,2 t volt, maka frekuensi tegangan
keluarannya adalah . . .
A. 75 Hz B. 50 Hz C. 120 Hz D. 100 Hz
17. Tegangan masukan pada penyearah satu-fasa centre-tap dinyatakan dengan
vs = 212,135 sin 314,2 t volt, serta berbeban resistif murni dengan R = 300
. Harga rata-rata arus bebannya adalah . . .
A. 0,45 Amp B. 0,7071 Amp C. 0,9 Amp D. 1,35 Amp
18. Tegangan masukan pada penyearah satu-fasa centre-tap dinyatakan dengan
vs = 212,135 sin 314,2 t volt. Oleh karena itu tiap dioda dalam penyearah
tersebut akan mengalami tegangan balik puncak (PIV) sebesar . . .
A. 100 2 V B. 150 2 V C. 400 V D. 300 2 V
19. Tegangan masukan pada penyearah satu-fasa centre-tap dinyatakan dengan
vs = 212,135 sin 314,2 t volt, serta berbeban resistif murni dengan R = 100
. Harga efektif arus bebannya adalah . . .
A. 0,9 Amp B. 0,5 Amp C. 1,5 Amp D. 0,7071 Amp
20. Penyearah satu-fasa centre-tap berbeban resistif murni akan mempunyai
efisiensi penyearahan sebesar . . .
A. 100% B. 81% C. 87% D. 45%
21. Penyearah satu-fasa centre-tap berbeban resistif murni akan mempunyai TUF
sebesar . . .
A. 0,45 B. 0,57 C. 0,75 D. 1,0

88
22. Penyearah satu-fasa centre-tap berbeban resistif murni akan mempunyai
faktor bentuk (FF) pada keluarannya sebesar . . .
A. 1,11 B. 0,57 C. 0,48 D. 1,0
23. Penyearah satu-fasa centre-tap berbeban resistif murni akan mempunyai
faktor kerut (RF) pada keluarannya sebesar . . .
A. 0,141 B. 0,3183 C. 0,483 D. 0,6366
24. Hal-hal berikut tidak berlaku pada penyearah satu-fasa jembatan, kecuali . . .
A. Ada empat buah dioda yang konduksi bersamaan selama setengah siklus
dari gelombang tegangan masukan.
B. Tidak ada dioda yang konduksi bersamaan.
C. Hanya sebuah dioda yang akan konduksi selama setengah siklus dari
gelombang tegangan masukan.
D. Ada dua buah dioda yang konduksi bersamaan selama setengah siklus
dari gelombang tegangan masukan.
25. Suatu beban R = 100  yang dicatu oleh penyearah satu-fasa jembatan
ternyata dilalui arus efektif (Irms) sebesar 0,55 A. Penyearah tersebut disuplai
oleh transformator yang mempunyai tegangan primer sebesar 220 volt.
Perbandingan lilitan dari transformator tersebut adalah . . .
A. 3 : 1 B. 5 : 1 C. 2 : 1 D. 4 : 1
26. Suatu beban R = 100  yang dicatu oleh penyearah satu-fasa jembatan
ternyata dilalui arus efektif (Irms) sebesar 0,55 A. Penyearah tersebut disuplai
oleh transformator yang mempunyai tegangan primer sebesar 220 volt.
Persamaan untuk tegangan sesaat di masukan penyearah adalah . . .
A. vs = 141,42 sin t volt B. vs = 155,56 sin t volt
C. vs = 77,78 sin t volt D. vs = 110 sin t volt
27. Hal berikut berlaku pada penyearah satu-fasa centre-tap . . .
A. Hanya sebuah dioda yang akan konduksi selama satu siklus dari
gelombang tegangan masukan.
B. Dua buah dioda tidak akan konduksi bersamaan.
C. Ada empat buah dioda yang konduksi bersamaan selama setengah siklus
dari gelombang tegangan masukan.

89
D. Ada dua buah dioda yang konduksi bersamaan selama setengah siklus
dari gelombang tegangan masukan.
28. Suatu beban R = 50  yang dicatu oleh penyearah satu-fasa setengah-
gelombang ternyata dilalui arus rata-rata (Idc) sebesar 990,4 mA. Penyearah
tersebut disuplai oleh transformator yang mempunyai tegangan primer
sebesar 220 volt. Perbandingan lilitan dari transformator tersebut adalah . . .
A. 2 : 1 B. 3 : 1 C. 4 : 1 D. 5 : 1
29. Penyearah satu-fasa setengah-gelombang yang melayani beban R = 50 
dengan arus rata-rata (Idc) sebesar 990,4 mA akan mempunyai efisiensi
penyearahan sebesar. . .
A. 87% B. 81% C. 40,5% D. 36%
30. Penyearah satu-fasa setengah-gelombang yang melayani beban R = 50 
dengan arus rata-rata (Idc) sebesar 990,4 mA akan mempunyai TUF sebesar :
A. 1,0 B. 0,287 C. 0,87 D. 0,45

5.5.2 SOAL ESSAI


1. Sebuah penyearah satu-fasa setengah-gelombang mendapat suplai dari catu
daya ac 220 V; 50 Hz; melalui sebuah transformator satu-fasa. Penyearah
tersebut melayani beban induktif dengan R = 75  dan L = 0,4775 H. Harga
maskimum arus beban adalah 1,152 A. Jika diasumsikan dioda tidak
mempunyai jatuh tegangan pada saat konduksi, maka :
a. Gunakan metode “trial and error” untuk menghitung sudut  yang
menyebabkan arus beban maksimum (Io(max)).
b. Hitunglah perbandingan lilitan transformatornya.

2. Sebuah penyearah satu-fasa gelombang-penuh mendapat suplai dari catu


daya ac 220 V; 50 Hz; melalui sebuah transformator satu-fasa dengan kaki
tengah (centre-tap). Penyearah tersebut melayani beban dc resistif 75 ;
130,8 W. Jika diasumsikan dioda tidak mempunyai jatuh tegangan, maka
hitunglah :
a. Hitunglah harga efektif tegangan beban.

90
b. Hitunglah perbandingan lilitan transformatornya.
c. Hitunglah PIV diodanya.
d. Hitunglah harga rata-rata arus diodanya.
e. Hitunglah harga efektif arus diodanya.
f. Hitunglah daya yang disuplai oleh transformator dalam VA.

3. Sebuah penyearah satu-fasa gelombang-penuh mendapat suplai dari catu


daya ac 220 V; 50 Hz; melalui sebuah transformator satu-fasa yang berkaki-
tengah (centre-tap). Penyearah tersebut melayani beban induktif dengan R =
75  dan L = 0,955 H. Harga maskimum arus beban adalah 1,427 A. Jika
diasumsikan dioda tidak mempunyai jatuh tegangan pada saat konduksi,
maka :
a. Gunakan metode “trial and error” untuk menghitung sudut  yang
menyebabkan arus beban maksimum (Io(max)).
b. Hitunglah perbandingan lilitan transformatornya.

5.5.3 KUNCI JAWABAN TEST FORMATIF


SOAL PILIHAN GANDA
1. A 9. C 17. B 25. A
2. C 10. A 18. C 26. B
3. C 11. B 19. A 27. A
4. B 12. D 20. D 28. C
5. A 13. C 21. B 29. A
6. A 14. C 22. B 30. A
7. A 15. C 23. B
8. A 16. C 24. B

91
BAB VI
KONVERSI DAYA AC KE DC :
PENYEARAH TIGA-FASA

6.1 PENDAHULUAN
Penyearah tiga-fasa adalah termasuk penyearah tak terkendali fasa-banyak
yaitu penyearah dengan fasa masukan yang lebih dari satu. Sebenarnya masukan
penyearah satu-fasa centre-tap dapat dikategorikan sebagai dua fasa, jadi
termasuk fasa-banyak; namun karena ia dihasilkan dari sekunder transformator
satu-fasa berkaki-tengah (centre-tap) maka ia dikelompokkan ke dalam penyearah
satu-fasa.
Yang akan dibahas dalam Bab VI ini adalah penyearah bintang tiga-fasa
dan penyearah jembatan tiga-fasa. Rangkaian untuk kedua penyearah tersebut
dapat dilihat pada Gambar 6.1 dan 6.2.

ia = iD1 D1
a

D2
catu daya b 
3-fasa io
D3
4-kawat c
vo Beban

n

Gambar 6.1 Rangkaian penyearah bintang tiga-fasa.

92

D1 D3 D5
ia io
a

catu daya b
vo Beban
3-fasa
3-kawat c

D4 D6 D2

Gambar 6.2 Rangkaian penyearah jembatan tiga-fasa.

6.2 PENYEARAH BINTANG TIGA-FASA BERBEBAN


RESISTIF

Nama lain penyearah ini adalah “penyearah setengah-gelombang tiga-


fasa” atau “penyearah tiga-fasa tiga-pulsa”. Dikatakan “bintang” karena sistem
penyearah ini membutuhkan catu daya ac tiga-fasa empat-kawat yang mempunyai
titik netral (n). Dikatakan “tiga-pulsa” karena keluaran penyearah ini
menghasilkan tiga-buah pulsa sepanjang satu siklus dari gelombang tegangan
masukannya. Suplai daya seperti yang disebutkan di atas dapat pula berupa sisi
sekunder dari transformator yang belitannya terhubung bintang (Y).
Dalam tegangan tiga-fasa sebagai masukan untuk penyearah pada Gambar
6.1, maka diasumsikan bahwa fasa “a” sebagai acuan serta sistem urutan fasa
yang dianut adalah mengikuti aturan searah jarum jam (clock-wise). Dengan
demikian dapat ditulis :

va = van = Vm sin t ........................................................................ (6-1)


2
vb = vbn = Vm sin(t - ) ............................................................. (6-2)
3

2
vc = vcn = Vm sin(t + ) ............................................................. (6-3)
3

93
Jika persamaan (6-1) sampai (6-3) diimplementasikan maka akan didapatkan
bentuk gelombang per fasa pada masukan penyearah ini seperti yang dapat dilihat
pada Gambar 6.3.

Tegangan masukan

Vm
1 2 3

ωt
π 5π 3π 13 π 17 π
0
6 6 2 6 6

- Vm
1 = va 2 = vb 3 = vc

Gambar 6.3 Bentuk gelombang tegangan masukan per fasa pada


penyearah bintang tiga-fasa.

6.2.1 PRINSIP KERJA


Dengan memakai Gambar 6.1 dan 6.3 maka dapat diuraikan prinsip kerja

dari penyearah ini. Dalam selang


  t  5  dari gelombang tegangan
6 6
masukan, va lebih positif dari vb maupun vc. Akibatnya, dioda D1 konduksi serta
dioda D2 dan D3 memblok. Jadi dari Gambar 6.1 akan ada arus yang mengalir
dalam jalur : fasa “a” – dioda D1 – beban – titik netral catu daya. Jika dioda D1
diasumsikan tidak mempunyai jatuh tegangan pada saat konduksi, maka tegangan
yang muncul di beban adalah va.
5 3
Dalam selang  t  dari gelombang tegangan masukan, vb lebih
6 2
positif dari va maupun vc. Akibatnya, dioda D2 konduksi serta dioda D1 dan D3
memblok. Jadi dari Gambar 6.1 akan ada arus yang mengalir dalam jalur : fasa
“b” – dioda D2 – beban – titik netral catu daya. Jika dioda D2 diasumsikan tidak
mempunyai jatuh tegangan pada saat konduksi, maka tegangan yang muncul di
beban adalah vb.

94
3 13
Dalam selang  t  dari gelombang tegangan masukan, vc lebih
2 6
positif dari va maupun vb. Akibatnya, dioda D3 konduksi serta dioda D1 dan D2
memblok. Jadi dari Gambar 6.1 akan ada arus yang mengalir dalam jalur : fasa
“c” – dioda D3 – beban – titik netral catu daya. Jika dioda D3 diasumsikan tidak
mempunyai jatuh tegangan pada saat konduksi, maka tegangan yang muncul di
beban adalah vc. Perlu ditambahkan bahwa dioda D3 masih tetap konduksi dalam
13 
selang 2  t  dari gelombang tegangan masukan. Karena periode dari
6
2
gelombang tegangan masukan adalah Tin = , maka mengatakan 2  t 

13   
sama saja dengan mengatakan 0  t  . Jadi dalam selang 0  t 
6 6 6
ini dioda D3 konduksi. Hal ini sesuai dengan bentuk gelombang tegangan
masukan pada Gambar 6.3.
Berdasarkan pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa jika ton adalah
2 1
lamanya setiap dioda untuk konduksi maka ( ton) = , yakni siklus dari
3 3
gelombang masukan. Jadi setiap dioda dalam rangkaian penyearah akan konduksi
1
selama siklus dan akan menghasilkan satu pulsa. Dengan demikian dapat
3
dikatakan bahwa dalam satu siklus penuh dari gelombang tegangan masukan akan
dihasilkan tiga pulsa keluaran.
Dari uraian di atas, maka dapatlah ditentukan persamaan untuk tegangan
keluaran sesaat :

 5
vo = va = Vm sin t untuk  t 
6 6
2 5 3
= vb = Vm sin(t - ) untuk  t  ................... (6-4)
3 6 2
2 3 13
= vc = Vm sin(t + ) untuk  t 
3 2 6

95
2
dan To =
3
Secara umum dapat dikatakan bahwa persamaan untuk tegangan keluaran sesaat
adalah :

vo = Vm sin t untuk
  t  5  dan T = 2  ..................... (6-5)
o
6 6 3
dan :

io =
Vm
sin t untuk
  t  5  dan T = 2  .................... (6-6)
o
R 6 6 3

ia = id1 =
Vm
sin t untuk
  t  5  dan T = 2  ............ (6-7)
o
R 6 6 3

Implementasi dari persamaan (6-5) sampai (6-7) di atas dapat dinyatakan dalam
Gambar 6.4.

vo
To
Vm

ωt
0 π 5π 3π 13 π 17 π
6 6 2 6 6
io
Im

ωt
0 π 5π 3π 13 π 17 π
6 6 2 6 6
ia = id1
Im Tin

ωt
0 π 5π 13 π 17 π
6 6 6 6

Gambar 6.4 Bentuk-bentuk gelombang dari besaran-besaran pada


penyearah tiga-fasa setengah-gelombang dalam Gambar 6.1.

96
Arus masukan yang disimbolkan dengan is pada penyearah ini adalah arus-
arus dalam saluran (ia, ib, atau ic) yang sama dengan arus dalam dioda (id1, id2, atau
id3), sehingga bentuk-bentuk gelombangnya adalah sama. Oleh karena itu harga-
harga efektifnya juga sama, yaitu : Is = Id1(rms) = Id2(rms) = Id3(rms) = Id(rms). Harga
rata-ratanya juga sama, yaitu : Is(av) = Id1 = Id2 = Id3 = Id.
Selanjutnya jika dimisalkan fin dan Tin berturut-turut adalah frekuensi dan
periode gelombang tegangan masukan, serta fo dan To berturut-turut adalah
frekuensi dan periode gelombang tegangan keluaran, maka dari Gambar 6.4 dapat
ditulis :
Tin = 2 ..................................................................................... (6-8)
dan :
2
To = .................................................................................... (6-9)
3
Dengan memperbagikan kedua persamaan yang terakhir di atas, diperoleh :
To 1
=
Tin 3
atau :
fo
=3  fo = 3 fin .............................................................. (6-10)
f in
Dengan demikian dikatakan bahwa frekuensi gelombang keluaran adalah tiga kali
frekuensi gelombang masukan. Secara umum dapat didefinisikan :
fo(p) = p fin .................................................................................... (6-11)
dalam hal ini :
fo(p) = frekuensi gelombang keluaran dari penyearah p-pulsa.

6.2.2 HARGA RATA-RATA DAN HARGA EFEKTIF


Dengan menggunakan persamaan (3-17) dan (3-18) maka dapat ditentukan
harga rata-rata dan harga efektif dari besaran-besaran yang penting dalam
penyearahan tiga-fasa setengah-gelombang berbeban resistif ini.

97
To 5 / 6 5 / 6
1 3   3 Vm cos t 
Vdc =
To o v o dt = 2  / 6Vm sin t dt =  2   / 6
3 3 Vm
= = 0,827 Vm .................................................................. (6-12)
2

To 5 / 6 5 / 6
1 3 3  t sin 2t 
v dt =  (V sin t ) dt = Vm 
2 2
Vrms =
To 2 2  2 4   / 6
o m
o /6

1 3 3
= Vm  = 0,841 Vm ................................................... (6-13)
2 8
Karena Vm = Vs 2 maka dapat ditulis :

3 Vs 6
Vdc = .............................................................................. (6-14)
2

3 3
Vrms = Vs 1  .................................................................. (6-15)
4
Selanjutnya :

V dc 3 Vs 6
Idc = = ................................................................... (6-16)
R 2R

V rms V 3 3
Irms = = s 1 ....................................................... (6-17)
R R 4
5 / 6 5 / 6
1   I m cos t  3 Im
Is(av) = Id =
2  / 6I m sin t dt =  2   / 6 = 2

3 Vm 6 Vs
= = .................................................................. (6-18)
2R 2R

5 / 6 5 / 6
1 1  t sin 2t 
 (I m sin t ) dt = Im 
2
Is = Id(rms) =
2 /6
2  2 4   / 6

1 3 V 1 3 V 1 3
= Im  = m  = s  ................... (6-19)
6 8 R 6 8 R 3 4

98
6.3 PENYEARAH JEMBATAN TIGA-FASA BERBEBAN
RESISTIF

Nama lain penyearah ini adalah “penyearah gelombang-penuh tiga-fasa”


atau “penyearah tiga-fasa enam-pulsa”. Dikatakan “jembatan” karena sistem
penyearah ini mempunyai susunan yang mirip dengan penyearah jembatan satu-
fasa. Dikatakan “enam-pulsa” karena keluaran penyearah ini menghasilkan enam-
buah pulsa sepanjang satu siklus dari gelombang tegangan masukannya. Catu-
daya untuk penyearah ini jelaslah berupa catu-daya tiga-fasa tiga-kawat atau dapat
pula berupa sisi sekunder dari transformator yang belitannya terhubung segitiga
().
Aturan tiga-fasa yang dianut pada penyearah tiga-fasa setengah gelombang
tetap dianut disini, yaitu sebagai masukan untuk penyearah pada Gambar 6.2,
maka diasumsikan bahwa fasa “a” sebagai acuan serta sistem urutan fasa yang
dianut adalah mengikuti aturan searah jarum jam (clock-wise). Dengan demikian
tegangan masukan antar-fasa dapat ditulis :


vab = 3 Vm sin(t + ) ............................................................. (6-20)
6
5
vba = 3 Vm sin(t - ) ............................................................ (6-21)
6

vbc = 3 Vm sin(t - ) .............................................................. (6-22)
2

vcb = 3 Vm sin(t + ) ............................................................. (6-23)
2
5
vca = 3 Vm sin(t + ) ........................................................... (6-24)
6

vac = 3 Vm sin(t - ) .............................................................. (6-25)
6

99
Jika persamaan (6-20) sampai (6-25) diimplementasikan maka akan didapatkan
bentuk gelombang tegangan antar-fasa pada masukan penyearah ini seperti yang
dapat dilihat pada Gambar 6.5.

Tegangan masukan

Vm 3 1 2 3 4 5 6

ωt
0

- Vm 3

π π 5π 7 π 3 π 11π 13π

6 2 6 6 2 6 6
1 = vab 2 = vac 3 = vbc
4 = vba 5 = vca 6 = vcb

Gambar 6.5 Bentuk gelombang tegangan antar-fasa pada masukan


penyearah jembatan tiga-fasa.

6.3.1 PRINSIP KERJA


Dengan memakai Gambar 6.2 dan 6.5 maka dapat diuraikan prinsip kerja
 
dari penyearah ini. Dalam selang  t  dari gelombang tegangan
6 2
masukan, vab lebih positif dari kelima tegangan antar-fasa lainnya. Akibatnya,
pasangan dioda D1 dan D6 konduksi serta keempat dioda lainnya memblok. Jadi
dari Gambar 6.2 akan ada arus yang mengalir dalam jalur : fasa “a” – dioda D1 –
beban – dioda D6 – fasa “b”. Jika kedua dioda yang konduksi diasumsikan tidak
mempunyai jatuh tegangan pada saat konduksi, maka tegangan yang muncul di
beban adalah vab.

100
 5
Dalam selang  t  dari gelombang tegangan masukan, vac lebih
2 6
positif dari kelima tegangan antar-fasa lainnya. Akibatnya, pasangan dioda D1
dan D2 konduksi serta keempat dioda lainnya memblok. Jadi dari Gambar 6.2
akan ada arus yang mengalir dalam jalur : fasa “a” – dioda D1 – beban – dioda D2
– fasa “c”. Jika kedua dioda yang konduksi diasumsikan tidak mempunyai jatuh
tegangan pada saat konduksi, maka tegangan yang muncul di beban adalah vac.
5 7
Dalam selang  t  dari gelombang tegangan masukan, vbc lebih
6 6
positif dari kelima tegangan antar-fasa lainnya. Akibatnya, pasangan dioda D2
dan D3 konduksi serta keempat dioda lainnya memblok. Jadi dari Gambar 6.2
akan ada arus yang mengalir dalam jalur : fasa “b” – dioda D3 – beban – dioda D2
– fasa “c”. Jika kedua dioda yang konduksi diasumsikan tidak mempunyai jatuh
tegangan pada saat konduksi, maka tegangan yang muncul di beban adalah vbc.
7 3
Dalam selang  t  dari gelombang tegangan masukan, vba lebih
6 2
positif dari kelima tegangan antar-fasa lainnya. Akibatnya, pasangan dioda D3
dan D4 konduksi serta keempat dioda lainnya memblok. Jadi dari Gambar 6.2
akan ada arus yang mengalir dalam jalur : fasa “b” – dioda D3 – beban – dioda D4
– fasa “a”. Jika kedua dioda yang konduksi diasumsikan tidak mempunyai jatuh
tegangan pada saat konduksi, maka tegangan yang muncul di beban adalah vba.
3 11
Dalam selang  t  dari gelombang tegangan masukan, vca
2 6
lebih positif dari kelima tegangan antar-fasa lainnya. Akibatnya, pasangan dioda
D4 dan D5 konduksi serta keempat dioda lainnya memblok. Jadi dari Gambar 6.2
akan ada arus yang mengalir dalam jalur : fasa “c” – dioda D5 – beban – dioda D4
– fasa “a”. Jika kedua dioda yang konduksi diasumsikan tidak mempunyai jatuh
tegangan pada saat konduksi, maka tegangan yang muncul di beban adalah vca.
11 13
Dalam selang  t  dari gelombang tegangan masukan, vcb
6 6
lebih positif dari kelima tegangan antar-fasa lainnya. Akibatnya, pasangan dioda
D5 dan D6 konduksi serta keempat dioda lainnya memblok. Jadi dari Gambar 6.2

101
akan ada arus yang mengalir dalam jalur : fasa “c” – dioda D5 – beban – dioda D6
– fasa “b”. Jika kedua dioda yang konduksi diasumsikan tidak mempunyai jatuh
tegangan pada saat konduksi, maka tegangan yang muncul di beban adalah vcb.
Perlu ditambahkan bahwa pasangan dioda D5 dan D6 masih tetap konduksi dalam
13 
selang 2  t  dari gelombang tegangan masukan. Karena periode dari
6
2
gelombang tegangan masukan adalah Tin = , maka mengatakan 2  t 

13   
sama saja dengan mengatakan 0  t  . Jadi dalam selang 0  t 
6 6 6
ini pasangan dioda D5 dan D6 konduksi. Hal ini sesuai dengan bentuk gelombang
tegangan masukan pada Gambar 6.5.
Berdasarkan pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa jika ton adalah
2 1
lamanya setiap dioda untuk konduksi maka ( ton) = , yakni siklus dari
3 3
gelombang masukan, sementara setiap pasangan dioda yang berlainan akan
1
konduksi selama siklus dan menghasilkan satu pulsa. Karena ada enam
6
pasangan dioda yang berlainan yang konduksi maka dalam satu siklus penuh dari
gelombang tegangan masukan akan dihasilkan enam pulsa keluaran.
Dari uraian di atas, maka dapatlah ditentukan persamaan untuk tegangan
keluaran sesaat :
  
vo = vab = Vm 3 sin(t + ) untuk  t  ................ (6-26a)
6 6 2
  5
= vac = Vm 3 sin(t - ) untuk  t  ................. (6-26b)
6 2 6
 5 7
= vbc = Vm 3 sin(t - ) untuk  t  ............... (6-26c)
2 6 6
5 7 3
= vba = Vm 3 sin(t - ) untuk  t  .............. (6-26d)
6 6 2
5 3 11
= vca = Vm 3 sin(t + ) untuk  t  ............. (6-26e)
6 2 6

102
 11 13
= vcb = Vm 3 sin(t + ) untuk  t  .......... (6-26f)
2 6 6
2
dan To =

Secara umum dapat dikatakan bahwa persamaan untuk tegangan keluaran sesaat
adalah :

vo = Vm 3 sin(t +
 ) untuk   t   dan T =  ........ (6-27)
o
6 6 2 3
dan :

io =
Vm 3 
sin(t + ) untuk
  t   dan T =  ........ (6-28)
o
R 6 6 2 3
Dari Gambar 6.2 terlihat bahwa arus masukan (is), yang dalam hal ini
berupa ia, ib atau ic, akan ada ketika empat buah pasangan dioda yang berlainan
konduksi. Akan tetapi antara dua buah pasangan dioda yang berlainan dengan dua
buah pasangan dioda yang berlainan lainnya akan menghasilkan arus yang
berlawanan di setiap fasa pada masukan. Jadi arus masukan akan bersifat bolak-
balik non-sinusoidal, sementara arus beban akan tetap berbentuk gelombang
searah enam pulsa.

Arus dalam salah satu dioda dapat dinyatakan sebagai berikut :


v ab Vm 3   
id1 = = sin(t + ) untuk  t  ................. (6-29a)
R R 6 6 2
v V 3   5
= ac = m sin(t - ) untuk  t  ................ (6-29b)
R R 6 2 6
2
dan Tin =

Sedangkan arus masukan dari salah satu fasa adalah :
v ab Vm 3   
ia = = sin(t + ) untuk  t  ................... (6-30a)
R R 6 6 2
v ac Vm 3   5
= = sin(t - ) untuk  t  .................. (6-30b)
R R 6 2 6

103
 v ba  Vm 3 5 7 3
= = sin(t - ) untuk  t  ........ (6-30c)
R R 6 6 2

 v ca  Vm 3 5 3 11
= = sin(t + ) untuk  t  ....... (6-30d)
R R 6 2 6
2
dan Tin =

Arus masukan dari salah satu fasa seperti dalam persamaan (6-30a) sampai (6-
30d) di atas dapat pula diringkas sebagai berikut :

ia = id1 untuk
  t  5 ................................................. (6-31a)
6 6
7 11
= - id4 untuk  t  .............................................. (6-31b)
6 6
2
dan Tin =

Selanjutnya implementasi dari persamaan (6-27) sampai (6-31b) di atas


dapat dinyatakan dalam Gambar 6.6.
Selanjutnya jika dimisalkan fin dan Tin berturut-turut adalah frekuensi dan
periode gelombang tegangan masukan, serta fo dan To berturut-turut adalah
frekuensi dan periode gelombang tegangan keluaran, maka dari Gambar 6.6 dapat
ditulis :

Tin = 2 ................................................................................... (6-32)


dan :

To = .................................................................................... (6-33)
3
Dengan memperbagikan kedua persamaan yang terakhir di atas, diperoleh :
To 1
=
Tin 3
atau :
fo
=6  fo = 6 fin .............................................................. (6-34)
f in

104
Dengan demikian dikatakan bahwa frekuensi gelombang keluaran adalah enam
kali frekuensi gelombang masukan.

vo ω To

Vm 3

π π 5 π 7 π 3 π 11π 13π
ωt
0
6 2 6 2 6
6 6

io

Im 3

π π 5 π 7 π 3 π 11π 13π
ωt
0
6 2 6 6 2 6 6

id1

Im 3

π 7π
ωt
5π 11π 13π 17π
0
6 6 6 6 6
6

ia

Im 3

π 17π
ωt
0 5π 13π
6
6 6 6

- Im 3
ω Tin

Gambar 6.6 Bentuk-bentuk gelombang dari besaran-besaran pada


penyearah jembatan tiga-fasa dalam Gambar 3.10.

105
6.3.2 HARGA RATA-RATA DAN HARGA EFEKTIF
Dengan menggunakan persamaan (3-17) dan (3-18) maka dapat ditentukan
harga rata-rata dan harga efektif dari besaran-besaran yang penting dalam
penyearahan tiga-fasa gelombang-penuh berbeban resistif ini.

To /2
1 3
/2
   3 3Vm  
Vdc =
To o o
v dt = 
 /6
3 Vm sin(t  ) dt = 
6  
cos( t  )
6   / 6

3 3 Vm
= = 1,654 Vm .................................................................. (6-35)

To /2
 
2
1 3 
 v o dt =   3 Vm sin(t  ) dt
2
Vrms =
To o
 /6  6 

/ 2
9  1  
= Vm  t  sin( 2t  )
2  2 3 /6

3 9 3
= Vm  = 1,6554 Vm ................................................ (6-36)
2 4
Karena Vm = Vs 2 maka dapat ditulis :

3 Vs 6
Vdc = .............................................................................. (6-37)

9 3
Vrms = Vs 3 ................................................................. (6-38)
2
Selanjutnya :

V dc 3 Vs 6
Idc = = ................................................................... (6-39)
R R

V rms V 9 3
Irms = = s 3 ...................................................... (6-40)
R R 2
Is(av) = 0 .................................................................................... (6-41)

106
1  
/2 5 / 6
   
2 2

Is =   I m 3 sin(t  ) dt   / 2  m
I 3 sin( t  )  dt 
  / 6  6  6  

3  
/2 5 / 6
 1    1   
= Im t  sin(2t  )  t  sin( 2t  ) 
2 
 2 3 /6  2 3   / 2 

3 3 V 3 3 V 3 3
= Im 1  = m 1 = s 2 ................. (6-42)
2 R 2 R 

1  
/ 2 5 / 6
 
Id =   I m 3 sin(t  ) dt   I 3 sin( t  ) dt 
2   / 6
m
6 /2
6 

Im 3  
/2 5 / 6
      
=  cos(t  )   cos(t  6 ) 
2  6 /6  /2 

Im 3 V 3 Vs 6
= = m = ................................................ (6-43)
 R R

1  
/2
 
2

Id(rms) =   I m 3 sin(t  ) dt 


  / 6  6  

3    
/ 2
 1 
= Im t  sin(2t  ) 
2 
 2 3 /6 

1 3 3 V 1 3 3 V 3 3
= Im  = m  = s 1 .............. (6-44)
2 4 R 2 4 R 2

6.4 PERBANDINGAN DALAM HARGA RATA-RATA DAN


EFEKTIF PADA PENYEARAH TIGA-FASA

Berdasarkan persamaan (6-14) sampai (6-19) dan (6-27) sampai (6-34),


maka dapat dirangkumkan rumus harga rata-rata dan efektif dari besaran-besaran
pada penyearah tiga-fasa seperti yang dapat dilihat pada Tabel 6.1.

107
Tabel 6.1 Rumus harga rata-rata dan harga efektif secara
pendekatan dari beberapa besaran pada penyearah tiga-
fasa berbeban resistif. [R = resistansi beban, Vs = harga
efektif tegangan masukan per fasa].

Bintang (Setengah- Jembatan (Gelombang-


Mengenai
Gelombang) Penuh)
Vdc 1,169 Vs 2,339 Vs
Vrms 1,19 Vs 2,3412 Vs
1,17 Vs 2,339 Vs
Idc
R R
1,19 Vs 2,3412 Vs
Irms
R R
0,39 Vs 0,8 Vs
Id
R R
0,6864 Vs 1,3517 Vs
Id(rms)
R R
0,39 Vs
Is(av) 0
R
0,6864 Vs 1,912 Vs
Is
R R

Dengan menggunakan rumus-rumus dalam Tabel 6.1 maka beberapa nilai


parameter untuk penyearah tiga-fasa ini dapat dirangkumkan dalam Tabel 6.2.
Dari tabel tersebut dapat disimpulkan bahwa kecuali PIV yang dipengaruhi oleh
tegangan masukan, maka dalam kasus beban resistif kelima parameter yang
lainnya (FF, RF, , TUF dan CF) merupakan harga tetap dan tidak bergantung
pada besar tegangan masukan maupun besar resistansi beban.

108
Tabel 6.2 Beberapa parameter penyearahan pada penyearah tiga-
fasa berbeban resistif.

Bintang (Setengah- Jembatan (Gelombang-


Gelombang) Penuh)
Mengenai
Eksak Approx. Eksak Approx.

Faktor 2 3 1 3
bentuk, FF   1,02   1,001
27 18 18 12
2 3 1 1 3 1
Faktor    0,1827    0,042
kerut, RF 27 18  2 18 12  2

Efisiensi, 54 36
0,968 0,998
 (4  3 3) (2  3 3)
27 18
TUF 9 3 0,664 3 3 0,954
2 2 3  2 2 
4 
Faktor 6
1 3
puncak,  2,06 1,281
CF 6 8 2  3 3
PIV Vs 6 2,4495 Vs Vs 6 2,4495 Vs

CONTOH 6-1 :
Belitan primer suatu transformator tiga-fasa yang terhubung Y mendapat suplai
dari catu daya ac tiga-fasa 1100 V; 50 Hz. Transformator tersebut melayani
penyearah bintang tiga-fasa. Jika beban yang dilayani penyearah tersebut adalah
dc resistif 148,5 V/30 A dan diasumsikan bahwa dioda tidak mempunyai jatuh
tegangan ketika konduksi, maka hitunglah :
a). Tegangan balik puncak (PIV) yang mengenai setiap dioda.
b). Perbandingan lilitan transformatornya.
c). Harga maksimum dari arus dioda.
Pembahasan :
a). Dalam hal ini diketahui Vdc = 148,5 V, Idc = 30 A dan Vprimer(LL) = 1100 V.
Dari Tabel 6.1 diketahui Vdc = 1,169 Vs, sehingga :

109
Vdc
Vs =  127V
1,169
Maka PIV setiap dioda menurut Tabel 6.2 adalah :
PIV = 2,4495 Vs = 311,1 V

b) Harga efektif tegangan per fasa pada sisi primer transformator adalah :
Vprimer ( LL ) 1100
Vp = =  635V
3 3
Jadi perbandingan lilitan transformatornya adalah :
Vp 635
n= = = 5 (artinya n1 : n2 = 5 : 1)
Vs 127
c) Dari Gambar 6.4 diketahui bahwa harga maksimum arus dioda adalah :
Vm V
Im = . Dari persamaan (6-14) dan (6-16) diketahui bahwa : Idc = dc =
R R
0,827 Vm
. Maka :
R
Vm I 30
Im = = dc = = 36,3 A
R 0,827 0,827

6.5 PENYEARAH BINTANG TIGA-FASA BERBEBAN


INDUKTIF

Pada kondisi berbeban induktif, persamaan tegangan keluaran sesaat tetap


sama seperti yang dinyatakan dalam persamaan (6-4) atau (6-5). Untuk
menentukan persamaan arus beban sesaat (io) maka dilakukan analisa persamaan

diferensial atau alat bantu lain seperti Transformasi Laplace. Dalam selang 
6
5
t  berlaku :
6
di o R v V
+ io = a = m sin t ................................................. (6-45)
dt L L L

110
Jawaban umum dari persamaan diferensial dalam persamaan (6-45) adalah :
 t
tan  Vm
io = k e + sin(t - ) .................................................... (6-46)
Z
dalam hal ini :

Z= R 2  (L) 2 impedansi total dari beban ....................................... (6-47)

L
 = tan-1( ) .......................................................................................... (6-48)
R
 = 2f = frekuensi sudut gelombang tegangan masukan

 5
Jika arus beban kontinu dalam selang  t  maka berarti nilai arus
6 6
 5
beban pada t = dan pada t = akan akan sama yaitu I1 dengan rumus :
6 6
 5 2  / 3 tan   
sin(  )  sin(  ) 
Vm  6 6
I1 =  2  / 3 tan   .................................. (6-49)
Z  e 1 
 
Dengan diketahuinya persamaan untuk I1 maka persamaan untuk io dalam selang
 5
 t  dapat ditentukan :
6 6

 (  t ) / tan  
5
V  3 sin  e 6  2
io = m sin(t  )  2  / 3 tan   dan To = ......... (6-50)
Z e  1 3
 
 
Bentuk gelombang io dalam hal ini akan serupa dengan bentuk gelombang io
dalam Gambar 5.8. Harga maksimum arus beban yaitu Io(max) akan dicapai pada
saat t =  dan sudut  ini dapat dicari dengan cara “trial and error” melalui
persamaan berikut :
5
(   ) / tan 
(e 2 / 3 tan   1) cos(  ) = 3 cos  e 6 ........................ (6-51)

111

Nilai  yang diperoleh dari persamaan (6-51) di atas haruslah terletak antara
2
5
dan . Selanjutnya, harga maksimum arus beban adalah :
6
Vm sin 
Io(max) = ........................................................................ (6-52)
R
Tentang Io(min) yaitu harga minimum arus beban maka terdapat dua hal. Jika  <
  
maka Io(min) terjadi pada t =  + , dan jika  > maka Io(min) terjadi pada
6 6 6
t = .

Persamaan untuk Io(min) pada  < :
6

 (  ) / tan  
2
V 1 3 sin  e 3 
Io(min) = m   2  / 3 tan   ...................................... (6-53)
Z 2
 e 1 
 

Persamaan untuk Io(min) pada  > :
6

5
(  ) / tan 
3 Vm sin  e 6
Io(min) = ................................................. (6-54)
Z(e 2  / 3 tan   1)

Dengan diketahuinya persamaan arus beban dalam persamaan (6-50), maka harga
rata-ratanya dan harga efektifnya dapat dicari sebagai berikut :

Vdc 3 Vs 6
Idc = = ................................................................. (6-55)
R 2R

1 To 2 3 5 / 62
Irms =  i o dt =
To 0
 i o dt
2  / 6
.................................. (6-56)

112
6.6 PENYEARAH JEMBATAN TIGA-FASA BERBEBAN
INDUKTIF

Pada kondisi berbeban induktif, persamaan tegangan keluaran sesaat tetap


sama seperti yang dinyatakan dalam persamaan (6-26) atau (6-27). Untuk
menentukan persamaan arus beban sesaat (io) maka dilakukan analisa persamaan

diferensial atau alat bantu lain seperti Transformasi Laplace. Dalam selang 
6

t  berlaku :
2

di o R v V 3 
+ io = ab = m sin(t + ) ................................. (6-57)
dt L L L 6
Jawaban umum dari persamaan diferensial dalam persamaan (6-57) adalah :
 t
tan  Vm 3 
io = k e + sin(t + - ) ....................................... (6-58)
Z 6
dalam hal ini :

Z= R 2  (L) 2 impedansi total dari beban ....................................... (6-59)

L
 = tan-1( ) .......................................................................................... (6-60)
R
 = 2f = frekuensi sudut gelombang tegangan masukan

 
Jika arus beban kontinu dalam selang  t  maka berarti nilai arus
6 2
 
beban pada t = dan pada t = akan akan sama yaitu I1 dengan rumus :
6 2
 2  
 sin(  )  / 3 tan   sin(  ) 
V 3 3 3
I1 = m   / 3 tan   .............................. (6-61)
Z  e 1 
 
Dengan diketahuinya persamaan untuk I1 maka persamaan untuk io dalam selang
 
 t  dapat ditentukan :
6 2

113
 (  t ) / tan  

V 3  sin  e 2  
io = m sin( t   )   / 3 tan   dan To = ...... (6-62)
Z 6 e  1 3
 
 
Bentuk gelombang io dalam hal ini akan serupa dengan bentuk gelombang io
dalam Gambar 5.8. Harga maksimum arus beban yaitu Io(max) akan dicapai pada
saat t =  dan sudut  ini dapat dicari dengan cara “trial and error” melalui
persamaan berikut :

 / 3 tan   (   ) / tan 
(e  1) cos(   ) = cos  e 2 ......................... (6-63)
6

Nilai  yang diperoleh dari persamaan (6-63) di atas haruslah terletak antara
3

dan . Selanjutnya, harga maksimum arus beban adalah :
2

Vm 3 sin(   )
Io(max) = 6 .......................................................... (6-64)
R

Harga minimum arus beban yaitu Io(min) terjadi pada t =  + dengan
6
persamaan :

 (   ) / tan  

V 3  3 sin  e 3 
Io(min) = m    / 3 tan   ...................................... (6-65)
Z

2 e 1 
 

Dengan diketahuinya persamaan arus beban dalam persamaan (6-62), maka harga
rata-ratanya dan harga efektifnya dapat dicari sebagai berikut :

Vdc 3 Vs 6
Idc = = ................................................................. (6-66)
R R

1 To 2 3 / 22
Irms =  i o dt =
To 0
 i o dt
 /6
..................................... (6-67)

114
CONTOH 6-2 :
Suatu penyearah jembatan (gelombang-penuh) tiga-fasa melayani beban R = 2,5
 dan L = 1,5 mH. Harga efektif tegangan antar-fasa pada sisi masukan adalah
208 volt dengan frekuensi 50 Hz. Hitunglah :
a). Harga minimum arus beban (Io(min)).
b). Sudut t =  dimana terjadi harga maksimum arus beban.
c). Harga maksimum arus beban (Io(max)).

Pembahasan :
a). Dalam hal ini diketahui Vs 3 = 208 V maka Vm 3 = 208 2 V. Dari
persamaan (6-59) dan (6-60) diperoleh :

Z= R 2  (L) 2 = 2,5 2  (2 . 50 . 0,0015) 2 = 2,544 

L 2 . 50 . 0,0015
 = tan-1( ) = tan-1( ) = 10,67474941 = 0,1863 rad.
R 2,5
Dari persamaan (6-65) dapat dihitung :
 (   ) / tan  

V 3  3 sin  e 3  = 108,137 A
Io(min) = m 
Z  2 e  / 3 tan 
1 
 

b) Untuk terkaan awal diambil  = 65

Tabel 6.3 Metode “trial and error” untuk menentukan  pada


CONTOH 6-2.

 () Ruas Kiri Ruas Kanan  () Ruas Kiri Ruas Kanan
65 0,0988812133 0,0386068988 69,1712197 0,0262385320 0,0262379527
68,4621872 0,0386068988 0,0280183065 69,1712529 0,0262379527 0,0262378720
69,0692068 0,0280183065 0,0264869567 69,1712575 0,0262378720 0,0262378608
69,1569811 0,0264869567 0,0262725674 69,1712582 0,0262378608 0,0262378592
69,1692690 0,0262725674 0,0262426924 69,1712583 0,0262378592 0,0262378590
69,1709813 0,0262426924 0,0262385320 STOP sebab Ruas Kiri  Ruas Kanan

115
Tabel 6.3 memperlihatkan bahwa :
 = 69,1712583 

c) Dengan nilai  pada bagian (c) di atas, maka harga maksimum arus beban
dapat dihitung dari persamaan (6-64) :

Vm 3 sin(   )
Io(max) = 6 = 208 2 sin(69,1712583  30) = 116,158 A
R 2,5

6.7 PENUTUP : TEST FORMATIF


SOAL ESSAI

1. Sebuah penyearah bintang tiga-fasa mendapat suplai dari catu daya ac tiga-
fasa 1100 V; 50 Hz; melalui sebuah transformator tiga-fasa yang kumparan
primernya terhubung bintang (Y). Penyearah tersebut melayani beban resistif
murni 4,95 ; 4,455 kW. Jika diasumsikan dioda tidak mempunyai jatuh
tegangan pada saat konduksi, maka hitunglah :
a. Efisiensi penyearahan.
b. Faktor bentuk dari gelombang tegangan keluaran.
c. Nilai PIV dari diodanya.
d. Harga efektif arus diodanya.
e. Harga maskimum arus beban.
f. Perbandingan lilitan dari transformatornya.

2. Sebuah penyearah jembatan tiga-fasa mendapat suplai dari catu daya ac tiga-
fasa 1100 V; 50 Hz; melalui sebuah transformator tiga-fasa yang hubungan
kumparannya adalah  - Y. Penyearah tersebut melayani beban resistif murni
4,95 ; 4,455 kW. Jika diasumsikan dioda tidak mempunyai jatuh tegangan
pada saat konduksi, maka hitunglah :
a. TUF dari transformatornya.
b. Daya yang disalurkan oleh transformator ke penyearah dalam VA.

116
c. Faktor kerut tegangan beban.
d. PIV dari tiap dioda dalam rangkaian.
e. Harga rata-rata dari arus diodanya.
f. Perbandingan lilitan dari transformatornya.

3. Sebuah penyearah tiga-fasa gelombang-penuh mendapat suplai dari catu daya


ac tiga-fasa 1100 V; 50 Hz; melalui sebuah transformator tiga-fasa yang
hubungan kumparannya adalah Y - . Penyearah tersebut melayani beban
resistif murni 171,534 V; 4903,985 W. Jika diasumsikan dioda tidak
mempunyai jatuh tegangan pada saat konduksi, maka hitunglah :
a. TUF dari transformatornya.
b. Daya yang disalurkan oleh transformator ke penyearah dalam VA.
c. Faktor kerut tegangan beban.
d. PIV dari tiap dioda dalam rangkaian.
e. Harga rata-rata dari arus diodanya.
f. Perbandingan lilitan dari transformatornya.

4. Sebuah penyearah jembatan tiga-fasa mensuplai beban pada tegangan dc 300


V dan arus dc 30 A. Transformator tiga-fasa yang dipakai adalah terhubung
 - Y dengan primer tersambung ke sumber 415 V. Selama konduksi, semua
dioda mendapat jatuh tegangan 0,7 V. Jika diasumsikan bahwa arus beban
bersifat halus (smooth) dan bebas kerut, tentukanlah :
a. Spesifikasi dioda yang digunakan.
b. Spesifikasi transformator yang digunakan.

5. Sebuah sumber tiga-fasa 208 V, terhubung Y; 50 Hz, mensuplai suatu


penyearah jembatan tiga-fasa. Harga rata-rata arus beban adalah 60 A dan
dianggap bebas kerut. Jika induktansi sumber adalah 0,5 mH/fasa, hitunglah
harga rata-rata tegangan keluaran.

117
BAB VII
KONVERSI DAYA AC KE DC :
KONVERTER SATU-FASA

7.1 PENDAHULUAN
Penyearah–penyearah yang dibahas sebelumnya adalah tak terkendali,
dimana tegangan keluarannya bersifat tetap. Untuk mendapatkan tegangan yang
berubah–ubah (terkendali) maka digunakan tiristor sebagai ganti dioda. Disini
akan digunakan kata “konverter” untuk menyingkat penulisan “penyearah
terkendali”. [Perhatikan bahwa kata “penyearah” pada pembahasan yang lalu
mempunyai arti penyearah tak terkendali]. Bergantung pada suplai sisi
masukannya, konverter dapat dikelompokkan atas :
1. Konverter satu-fasa
2. Konverter tiga-fasa (atau fasa-banyak)
Baik konverter satu-fasa maupun konverter fasa-banyak dapat lagi
dikelompokkan ke dalam :
a. Konverter semi-penuh
b. Konverter penuh
c. Konverter kembar (dual converter)
Untuk mempermudah analisa selanjutnya, maka diasumsikan beban R-L
mempunyai arus yang kontinu (sinambung) dan bebas kerut (ripel). Ini karena
dianggap sifat induktif dari beban itu cukup tinggi. [Meskipun tidak diasumsikan
demikian, unjuk kerja konverter untuk beban R-L tetap dapat dianalisa dengan
metode Fourier atau persamaan diferensial].
Dengan mengendalikan sudut penyalaan (firing angle, ) atau sudut
penundaan (delay angle) dari tiristor pada konverter, maka tegangan keluarannya
dapat divariasikan.
Dalam Gambar 3.15 diperlihatkan rangkaian-rangkaian untuk konverter
satu-fasa. Konverter satu-fasa yang akan dibahas dalam hal ini dapat
dikelompokkan atas dua bagian yaitu :

118
a) Konverter satu-fasa setengah-gelombang (half-wave single-phase converter).
b) Konverter satu-fasa gelombang-penuh (full-wave single-phase converter).
Konverter satu-fasa gelombang-penuh dapat dikelompokkan lagi menjadi :
*) Konverter satu-fasa semi-jembatan (single-phase semi-converter).
*) Konverter satu-fasa jembatan-penuh (single-phase full-converter).
Fungsi penyearahan dalam konverter satu-fasa setengah-gelombang
dilakukan oleh sebuah tiristor seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 7.1(a), untuk
semi-jembatan dilakukan oleh 2 (dua) buah pasangan tiristor dan dioda seperti
yang ditunjukkan oleh Gambar 7.1(b), dan untuk jembatan-penuh dilakukan oleh
4 (empat) buah tiristor seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 7.1(c). Bentuk
gelombang tegangan masukan tetap diasumsikan seperti dalam Gambar 5.3(a).

is = iT T
+
io

AC Vs vo Beban

-
(a)

+ +

T1 T2 T1 T3
io io
is is

AC Vs Dm vo Beban AC Vs vo Beban

D2 D1 T4 T2

- -
(b) (c)

Gambar 7.1 Rangkaian konverter satu-fasa. (a) Setengah-gelombang.


(b) Semi-jembatan (c) Jembatan-penuh.

119
Tegangan masukan untuk semua konverter dalam Gambar 7.1 diasumsikan
sebagai :
vs = Vm sin t = Vs 2 sin t dan T = 2 / .............................. (7-1)
dalam hal ini :
=2 f = frekuensi sudut gelombang tegangan masukan ....................... (7-2)
1
f= = frekuensi gelombang tegangan masukan .................................. (7-3)
Tin

7.2 KONVERTER SATU-FASA SETENGAH-GELOMBANG


DENGAN BEBAN RESISTIF

7.2.1 PRINSIP KERJA


Untuk setengah siklus positif dari vs yaitu 0 wt , tiristor mendapat
prategangan maju (forward biased) sehingga cenderung untuk konduksi, akan
tetapi dalam selang tersebut tiristor tidak langsung konduksi. Tiristor baru
konduksi jika pada wt = ia disulut. Jadi tiristor konduksi dalam selang wt
. Jika diasumsikan tiristor tidak mempunyai jatuh tegangan dalam keadaan
konduksi, maka tegangan yang muncul di beban adalah vs dalam selang wt
. Dengan demikian akan ada arus yang mengalir dalam jalur : tiristor T – beban –
sumber tegangan.
Untuk setengah siklus negatif dari vs yaitu wt 2 , tiristor mendapat
prategangan balik (reverse biased) sehingga memblok. Dengan demikian tidak
ada arus yang mengalir dalam rangkaian sehingga tegangan beban sama dengan
nol.
Untuk 2 wt 3 siklus kembali berulang seperti pada interval 0 wt
. Dari Gambar 7.1(a) terlihat bahwa arus masukan (is), arus tiristor (iT) dan arus
beban (io) adalah sama sehingga bentuk-bentuk gelombangnya juga sama.
Nampak pula bahwa bentuk gelombang tegangan input maupun tegangan output
mempunyai periode yang sama. Jadi juga mempunyai frekuensi yang sama.
Persamaan untuk tegangan keluaran sesaat adalah :

120
2
vo = Vm sin t untuk t dan To = ............................. (7-4)

Persamaan untuk arus beban sesaat adalah :


V 2
io = m sin t = Im sin t untuk t dan To = ........... (7-5)
R

Implementasi dari persamaan (7-4) tentang tegangan keluaran penyearah serta


persamaan (7-5) tentang arus beban dapat dilihat pada Gambar 7.2.

vo
vm

To

π ωt
0 α 2π α 3π
io = is = iT
Im

To
ωt
0 α π 2π α 3π

Gambar 7.2 Bentuk gelombang tegangan keluaran (vo) dan arus beban
(io) dari konverter satu-fasa setengah-gelombang berbeban
resistif.

7.2.2 HARGA RATA-RATA DAN HARGA EFEKTIF


To
1 1 Vm cos t
Vdc = vo d t = Vm sin t d t =
To o 2 2

Vm
= (1 + cos ) ................................................................................. (7-6)
2

To
1 1 1 t sin 2 t
Vrms = v o2 d t = (Vm sin t ) 2 d t = Vm
To o 2 2 2 4

1 1
= Vm ( sin 2 ) ............................ (7-7)
4 2

121
Karena Vm = Vs 2 maka dapat ditulis :

Vs
Vdc = (1 + cos ) ................................................................ (7-8)
2

1 1
Vrms = Vs ( sin 2 ) ............................................ (7-9)
2 2
Selanjutnya :
V Vs
Idc = Is(av) = IT = dc = (1 + cos ) ................................ (7-10)
R R 2

V V 1 1
Irms = Is = IT(rms) = rms = s ( sin 2 ) .............. (7-11)
R R 2 2

Terlihat dari persamaan (7-6) atau (7-8) bahwa harga rata-rata tegangan keluaran
dapat divariasikan dengan mengambil harga antara 0 dan . Jika = 0 maka Vdc
= Vdc(max) = 0,3183 Vm dan jika = maka Vdc = Vdc(min) = 0.

CONTOH 7-1 :
Sebuah konverter satu-fasa setengah-gelombang yang rangkaiannya seperti dalam
Gambar 7.1(a) mempunyai tegangan jala-jala 120 V; 50 Hz dengan beban R = 10
. Harga rata-rata tegangan keluaran yang diperoleh adalah 25% dari nilai
terbesar harga rata-rata tegangan keluaran. Hitunglah :
a). Sudut penundaan dari tiristornya.
b). Harga rata-rata arus beban.
c). Harga efektif arus beban.
d). Harga rata-rata arus tiristornya.
e). Harga efektif arus tiristornya.

Pembahasan :
Dalam hal ini Vs = 120 V, maka Vm = 120 2 volt. Harga maksimum dari
tegangan keluaran rata-rata adalah apabila = 0 dari persamaan (7-6) :

122
Vm
Vdc(max) = ........................................................................................ (7a-1)

0,25 Vm
a). Dalam hal ini diketahui Vdc = 25% Vdc(max) = , kemudian

disubstitusikan ke persamaan (7-6) :


0,25 Vm Vm
= (1 + cos ), sehingga :
2
2
cos = - 0,5 = cos-1(-0,5) = 120 (= rad)
3
b) Dari persamaan (7-10) diperoleh :
Vs 120
Idc = (1 + cos ) = (1 + cos 120 ) = 1,35 A
R 2 10 2
c) Dari persamaan (7-11) diperoleh :
Vs 1 1 120 1 2 1
Irms = ( Sin 2 ) = ( sin 240 )
R 2 2 10 2 3 2
= 3,752 A

d) Arus tiristor sama dengan arus beban, jadi :


IT = 1,35 A

e) Juga diperoleh :
IT(rms) = 3,752 A

7.3 KONVERTER SATU-FASA SETENGAH-GELOMBANG


DENGAN BEBAN INDUKTIF

Berbeda dengan kasus beban resistif, maka pada kasus beban induktif
bentuk gelombang vo dan io berbeda. Gambar 7.3 memperlihatkan rangkaian
konverter ini yang melayani beban induktif.

123
is = iT T
+
io

Vs vo Beban
AC
Dm
Induktif

Gambar 7.3 Diagram rangkaian dari konverter satu-fasa setengah-


gelombang berbeban induktif.

Rangkaian dalam Gambar 7.3 diperlengkapi dengan dioda freewheeling


(Dm). Untuk beban-beban resistif maka dioda freewheeling tak akan berfungsi
karena tidak pernah konduksi. Jadi untuk beban-beban induktif dioda
freewheeling dapat dipakai atau dapat pula tidak.
Jika tidak diperlengkapi dengan dioda freewheeling, maka adanya sifat
induktif (L) dalam beban akan menyebabkan arus beban (io) masih berlanjut
mengalir melewati t = , dan baru berhenti pada t = . Sudut dalam hal ini
disebut sudut padam (extinction angle). Ini menyebabkan terjadinya tegangan
negatif pada keluaran konverter atau pada beban. Selanjutnya keberadaan bagian
negatif pada tegangan keluaran akan menyebabkan kerut (ripel) yang besar serta
harga rata–rata (Vdc) yang kecil.
Untuk mengurangi faktor kerut dari tegangan keluaran serta untuk
meningkatkan Vdc, maka rangkaian diperlengkapi dengan dioda freewheeling
(Dm). Bentuk-bentuk gelombang dari besaran pada konverter satu-fasa setengah
gelombang berbeban induktif baik yang memakai dioda freewheeling maupun
yang tidak, dapat dilihat dalam Gambar 7.4 dan 7.5.
Dalam keadaan tidak diperlengkapi dengan dioda freewheeling, arus sesaat
yang mengalir di beban adalah :
di o
L + R io = Vm sin t .............................................................. (7-12)
dt
Jika pada saat t = arus beban masih nol maka jawaban untuk persamaan (7-12)
di atas adalah :

124
Vm
io = sin( t ) sin( ).e ( t ) / tan
untuk t ................ (7-13)
Z
Jika pada saat t = arus beban menjadi nol kembali maka diperoleh persamaan
untuk menghitung secara “trial and error” :

( ) / tan
sin( ) sin( ).e 0 ................................... (7-14)
Adapun persamaan tegangan beban adalah :
2
vo = Vm sin t untuk t dan To = .............................. (7-15)

Implementasi dari persamaan (7-13) dan (7-15) dapat dilihat pada Gambar 7.4.

vo
vm

2 ωt
0 α π 2 α 3π

io = is = i T
Io(max)

ωt
0 α 2 α 2

Gambar 7.4 Bentuk-bentuk gelombang tegangan dan arus beban dari


konverter satu-fasa setengah-gelombang berbeban induktif
yang tidak diperlengkapi dengan dioda freewheeling.

Dalam keadaan diperlengkapi dengan dioda freewheeling, tegangan sesaat


yang muncul di beban adalah seperti yang dinyatakan dalam persamaan (7-4).
Untuk menentukan persamaan arus beban maka dapat ditinjau dua modus.
Modus 1 berlangsung dalam interval t . Dalam hal ini beban
disuplai oleh arus dari tiristor. Dengan menerapkan Hukum Kirchoff maka dapat
ditulis :

125
di T1
L R i T1 Vm sin t ...................................................... (7-16)
dt
Jika pada saat t = arus beban mencapai harga minimumnya yaitu I 2 maka
jawaban untuk persamaan (7-16) di atas adalah :

Vm Vm
iT = sin( t ) I2 s in( ) e( t ) / tan
................ (7-17)
Z Z

Modus 2 berlangsung dalam interval t 2 + . Dalam hal ini


beban disuplai oleh arus dari dioda D m. Dengan menerapkan Hukum Kirchoff
maka dapat ditulis :
di Dm
L R i Dm 0 ............................................................... (7-18)
dt
Jika pada saat t = arus beban mencapai harga maksimumnya yaitu I1 maka
jawaban untuk persamaan (7-18) di atas adalah :

iDm = I1 e ( t ) / tan
..................................................................... (7-19)
Untuk menentukan I2 dalam persamaan (7-17) dan I1 dalam persamaan (7-19)
maka diterapkan kondisi bahwa pada saat t = , arus modus 1 akan mencapai
nilai maksimumnya yaitu I1, sedangkan pada saat t = 2 + , arus modus 2 akan
mencapai nilai minimumnya yaitu I2. Dengan demikian akan diperoleh :

Vm
sin( ) sin( ) e( ) / tan

I1 = Z ............................... (7-20)
2 / tan
1 e
dan :
Vm ( ) / tan 2 / tan
sin( )e sin( ).e
I2 = Z ................. (7-21)
2 / tan
1 e

Implementasi dari persamaan (7-17) dan (7-19) dapat dilihat pada Gambar 7.5.

126
vo
vm

ωt
0 α π 2 α 3π

io iT iDm

I1

I2
ωt
0 α π 2 α 3π

Gambar 7.5 Bentuk-bentuk gelombang tegangan dan arus beban dari


konverter satu-fasa setengah-gelombang berbeban induktif
yang diperlengkapi dengan dioda freewheeling.

Dalam Gambar 7.5 dapat terlihat bahwa keberadaan dioda freewheeling


mencegah terjadinya tegangan negatif pada beban. Dalam interval waktu t
beban disuplai oleh arus dari tiristor, sedangkan dioda D m dalam keadaan
memblok. Dalam interval t 2 + , beban disuplai oleh arus dari dioda
freewheeling. Pada t = 2 + , siklus kembali berulang seperti pada t = .

7.3.1 HARGA RATA-RATA DAN HARGA EFEKTIF PADA KONDISI


DENGAN DIODA FREEWHEELING

1 To 1 Vm
Vdc = 0
vod t = Vm sin td t = cos t
To 2 2

Vm
= (cos -cos ) ................................................................ (7-22)
2
To
1 1
Vrms = v o2 d t = (Vm sin t ) 2 d t
To o 2

1 1
= Vm (sin 2 sin 2 ) .............................. (7-23)
4 2

127
Karena Vm = Vs 2 maka dapat ditulis :

Vs
Vdc = (cos -cos ) ............................................................. (7-24)
2

1 1
Vrms = Vs (sin 2 sin 2 ) ............................. (7-25)
2 2
Harga rata-rata arus beban adalah :

V Vs
Idc = Is(av) = IT = dc = (cos -cos ) .............................. (7-26)
R R 2
Harga efektif arus-beban didapatkan dengan mensubstitusikan persamaan (7-13)
ke dalam (3-18) :

1
Irms = Is = IT(rms) = i o2 d t .................................................. (7-27)
2

7.3.2 HARGA RATA-RATA DAN HARGA EFEKTIF PADA KONDISI


DENGAN DIODA FREEWHEELING

Terlihat dari Gambar 7.5 bahwa bentuk gelombang tegangan keluarannya


sama dengan bentuk gelombang tegangan keluaran pada kasus beban resistif,
sehingga :

Vm
Vdc = (1 + cos ) ................................................................... (7-28)
2

1 1
Vrms = Vm ( sin 2 ) .............................................. (7-29)
4 2

Karena Vm = Vs 2 maka dapat ditulis :

Vs
Vdc = (1 + cos ) ................................................................ (7-30)
2

1 1
Vrms = Vs sin 2 ........................................... (7-31)
2 2

128
Harga rata-rata arus beban didapatkan dengan cara mensubstitusikan persamaan
(7-17) dan (7-19) sampai (7-21) ke dalam (3-17) :
2
1
Idc = iT d t i Dm d t .................................................. (7-32)
2

Harga rata-rata arus beban juga didapatkan dengan cara mensubstitusikan


persamaan (7-17) dan (7-19) sampai (7-21) ke dalam (3-18) :
2
1
Irms = i T2 d t i 2Dm d t .......................................... (7-33)
2

7.4 KONVERTER SATU-FASA SETENGAH-GELOMBANG


DALAM KASUS BERBEBAN INDUKTIF “TINGGI”
(HIGHLY INDUCTIVE)

vo
vm

ωt
0 α π 2 α 3π

io
Ia

ωt
0

iT = is
Ia

ωt
0 α π 2 α 3π

iDm
Ia

ωt
0 α π 2 α 3π 4 α

Gambar 7.6 Bentuk-bentuk gelombang besaran-besaran pada konverter


satu-fasa setengah-gelombang berbeban induktif “tinggi”
yang diperlengkapi dengan dioda freewheeling.

129
Bentuk-bentuk gelombang tegangan dan arus beban akibat beban ini
diperlihatkan dalam Gambar 7.6.
Telah dijelaskan pada Sub Bab 5.4 bahwa beban-beban induktif yang
1
mempunyai 2 fL >> R atau (2 fL - ) >> R disebut beban induktif “tinggi”
2 fC

atau “sangat” induktif (highly inductive). Motor arus searah (dc) dapat
dipertimbangkan ke dalam jenis beban ini.
Untuk pembahasan beban induktif “tinggi” selanjutnya, maka
diasumsikan bahwa arus yang ditarik oleh beban bersifat kontinu (tidak terputus)
dan bebas kerut. Arus seperti ini dihasilkan dari rangkaian yang diperlengkapi
dengan dioda freewheeling seperti yang diperlihatkan dalam Gambar 7.3.
Dengan memperhatikan Gambar 7.6, maka dapat dinyatakan beberapa
harga rata-rata dan harga efektif sebagai berikut :
Vm
Vdc = (1 + cos ) ................................................................... (7-34)
2

1 1
Vrms = Vm ( sin 2 ) .............................................. (7-35)
4 2
Idc = Irms = Ia ........................................................................... (7-36)
( ) Ia
IT = Is(av) = ................................................................ (7-37)
2

IT(rms) = Is = I a ............................................................... (7-38)


2
( ) Ia
IDm = ......................................................................... (7-39)
2

IDm(rms) = I a .................................................................. (7-40)


2

7.5 KONVERTER SATU-FASA SEMI-JEMBATAN


Rangkaian yang umum untuk konverter satu-fasa semi-jembatan telah
diperlihatkan dalam Gambar 7.1(b). Diperlengkapinya rangkaian dengan dioda
freewheeling karena dianggap bahwa bahwa pada umumnya konverter tersebut

130
akan melayani beban induktif misalnya motor arus searah, yang dalam hal ini
diasumsikan sebagai beban induktif “tinggi” (highly inductive). Rangkaian
konverter satu–fasa semi-jembatan mempunyai rangkaian yang sama dengan
rangkaian konverter satu–fasa jembatan-penuh, hanya saja 2 buah tiristornya telah
diganti dengan dioda. Selain itu, rangkaian semi-jembatan diperlengkapi dengan
dioda freewheeling.
Dari diagram rangkaian pada Gambar 7.1(b) dapat disimpulkan bahwa
dalam selang 0 t dari gelombang tegangan masukan, tiristor T1 dan dioda
D1 mendapat prategangan maju sehingga cenderung untuk konduksi, dan dalam
selang t 2 dari gelombang tegangan masukan, tiristor T2 dan dioda D2
mendapat prategangan maju sehingga cenderung untuk konduksi. Perlu diketahui
bahwa dioda tidak dipengaruhi oleh nilai dari tiristor, jadi tidak mengalami
penundaan konduksi. Di lain pihak, saat kapan mulainya tiristor konduksi
dipengaruhi oleh tadi, jadi mengalami penundaan konduksi bila 0. Pola-
pola konduksi untuk rangkaian ini diperlihatkan dalam Gambar 7.7.
Berdasarkan uraian di atas, dapatlah dibuat tabel pola pembentukan
tegangan keluaran atau tegangan beban seperti yang ditunjukkan dalam Tabel 7.1
dan Tabel 7.2.

Tabel 7.1 Pola pembentukan tegangan keluaran atau tegangan beban


pada konverter satu-fasa semi-jembatan untuk = 0 dan
= .

=0 =
Tegangan be-
Tegangan be-
Selang Komponen Tegangan be- Komponen ban untuk be-
ban untuk be-
yang cen- ban untuk se- yang cen- ban resistif a-
ban induktif
derung kon- mua jenis be- derung kon- tau induktif
tanpa dioda
duksi ban duksi dengan dioda
freewheeling
freewheeling
0 t T1, D1 vs T2, D1 0 - vs
t 2 T2, D2 - vs T1, D2 0 vs

131
Tabel 7.2 Pola pembentukan tegangan keluaran atau tegangan beban
pada konverter satu-fasa semi-jembatan untuk 0 < < .

Beban resistif atau beban induktif Beban induktif “tinggi” tanpa dioda
“tinggi” dengan dioda freewheeling freewheeling
Selang Komponen yang Komponen yang
Tegangan pada Tegangan pada
cenderung kon- cenderung kon-
beban beban
duksi duksi
0 t< T2, D1 0 T2, D1 - vs
t< T1, D1 vs T1, D1 vs
t< + T1, D2 0 T1, D2 vs
+ t 2 T2, D2 - vs T2, D2 - vs

T1 T2

D1 D2
ωt
0 2
(a )

T2 T1 T2

D1 D2
ωt
0 2
( b)

T2 T1

D1 D2
ωt
0 2
( c)

Gambar 7.7 Pola-pola konduksi tiristor dan dioda dalam konverter satu-
fasa semi-jembatan. (a) Pada = 0. (b) Pada 0 < < .
(c) Pada = .

132
Berdasarkan Tabel 7.1 dan Tabel 7.2, dihasilkanlah bentuk-bentuk gelombang
seperti yang diperlihatkan dalam Gambar 7.8 sampai 7.10.

vo

Vm

ωt
0 α π π α 2π 3π 4π

io
Im

ωt
0 α π π α 2π 3π 4π

Gambar 7.8 Bentuk-bentuk gelombang tegangan dan arus beban dari


konverter satu-fasa semi-jembatan yang berbeban resistif
(dengan atau tanpa menggunakan dioda freewheeling).

vo

Vm

ωt
0 α π π α 2π 3π 4π

io

Ia

ωt
0

Gambar 7.9 Bentuk-bentuk gelombang tegangan dan arus beban dari


konverter satu-fasa semi-jembatan yang berbeban induktif
tinggi dengan menggunakan dioda freewheeling.

133
vo

Vm

π ωt
0 α π 2π 3π 4π

io

Ia

ωt
0

Gambar 7.10 Bentuk-bentuk gelombang tegangan dan arus beban dari


konverter satu-fasa semi-jembatan yang berbeban induktif
tinggi tanpa menggunakan dioda freewheeling.

Dengan memperhatikan Gambar 7.8 sampai 7.10, maka dapat dinyatakan


beberapa harga rata-rata dan harga efektif sebagai berikut.

Untuk beban resistif (dengan atau tanpa menggunakan dioda freewheeling) :


Vm
Vdc = (1 + cos ) ................................................................... (7-41)

1 1
Vrms = Vm ( sin 2 ) ............................................... (7-42)
2 2
Vm
Idc = (1 + cos ) .................................................................... (7-43)
R

Vm 1 1
Irms = ( sin 2 ) ............................................... (7-44)
R 2 2
Vm
IT = Id = (1 + cos ) ............................................................ (7-45)
2 R

Vm 1 1
IT(rms) = Id(rms) = ( sin 2 ) ............................... (7-46)
R 4 2

134
Is(av) = 0 ....................................................................................... (7-47)
Vm 1 1
Is = ( sin 2 ) .................................................. (7-48)
R 2 2

Untuk beban induktif tinggi dengan menggunakan dioda freewheeling :


Vm
Vdc = (1 + cos ) ................................................................... (7-49)

1 1
Vrms = Vm ( sin 2 ) ............................................... (7-50)
2 2
Idc = Irms = Ia ............................................................................ (7-51)
( ) Ia
IT = Id = .................................................................... (7-52)
2

IT(rms) = Id(rms) = I a .......................................................... (7-53)


2
Is(av) = 0 ....................................................................................... (7-54)

Is = I a ............................................................................. (7-55)

Ia
IDm = ................................................................................. (7-56)

IDm(rms) = I a ........................................................................ (7-57)

Untuk beban induktif tinggi tanpa menggunakan dioda freewheeling :


2 Vm
Vdc = cos ........................................................................ (7-58)

Vm
Vrms = = Vs ..................................................................... (7-59)
2
Idc = Irms = Ia ............................................................................ (7-60)
IT = 0,5 Ia ................................................................................... (7-61)
I
IT(rms) = a ................................................................................. (7-62)
2

135
Is(av) = 0 ....................................................................................... (7-63)
Is = Ia ......................................................................................... (7-64)

CONTOH 7-2 :
Sebuah konverter satu-fasa semi-jembatan yang rangkaiannya seperti dalam
Gambar 7.1(b) mempunyai tegangan jala-jala 120 V; 50 Hz dengan beban R = 10
. Harga rata-rata tegangan keluaran yang diperoleh adalah 50% dari nilai
terbesar harga rata-rata tegangan keluaran. Hitunglah :
a). Sudut penundaan dari tiristornya.
b). Harga rata-rata arus beban.
c). Harga efektif arus beban.
d). Harga rata-rata arus tiristornya.
e). Harga efektif arus tiristornya.

Pembahasan :
Dalam hal ini Vs = 120 V, maka Vm = 120 2 volt. Harga maksimum dari
tegangan keluaran rata-rata adalah apabila = 0 dari persamaan (7-41) :
2 Vm
Vdc(max) = ...................................................................................... (7b-1)

Vm
a). Dalam hal ini diketahui V dc = 50% Vdc(max) = , kemudian disubstitusikan

ke persamaan (7-41) :
Vm Vm
= (1 + cos ), sehingga :

cos =0 = cos-10 = 90 (= rad)


2
b) Dari persamaan (7-43) diperoleh :
Vm 120 2
Idc = (1 + cos ) = (1 + cos 90 ) = 5,4 A
R 10
c) Dari persamaan (7-44) diperoleh :

136
Vm 1 1 120 2 1 1
Irms = ( sin 2 ) = ( sin180 )
R 2 2 10 2 2 2
= 8,485 A

d) Harga rata-rata arus tiristor diperoleh dari persamaan (7-45), jadi :

Vm 120 2
IT = (1 + cos ) = (1 + cos 90 ) = 2,7 A
2 R 20
e) Harga efektif arus tiristor diperoleh dari persamaan (7-46), jadi :
Vm 1 1 120 2 1 1
IT(rms) = ( sin 2 ) = ( sin180 )
R 4 2 10 4 2 2
=6 A

7.6 KONVERTER SATU-FASA JEMBATAN-PENUH

Rangkaian yang umum untuk konverter satu-fasa semi-jembatan telah


diperlihatkan dalam Gambar 7.1(c). Tidak diperlengkapinya rangkaian dengan
dioda freewheeling adalah dengan maksud untuk memperoleh harga rata-rata
tegangan keluaran yang lebih bervariasi, disamping untuk membedakannya dari
konverter satu-fasa semi-jembatan.
Dari diagram rangkaian pada Gambar 7.1(c) dapat disimpulkan bahwa
dalam selang 0 t dari gelombang tegangan masukan, pasangan tiristor T1
dan T2 mendapat prategangan maju sehingga cenderung untuk konduksi, dan
dalam selang t 2 dari gelombang tegangan masukan, pasangan tiristor T3
dan T4 mendapat prategangan maju sehingga cenderung untuk konduksi. Saat
kapan mulainya tiristor konduksi dipengaruhi oleh , jadi mengalami penundaan
konduksi bila 0. Pola-pola konduksi untuk rangkaian ini diperlihatkan dalam
Gambar 7.11.
Bentuk-bentuk gelombang tegangan dan arus beban untuk beban resistif
adalah sama seperti yang dinyatakan dalam Gambar 7.8, sedangkan untuk beban
induktif tinggi adalah sama seperti yang dinyatakan dalam Gambar 7.10.

137
T1 T3

T2 T4
ωt
0 2
(a)

T3 T1 T3

T4 T2 T4
0 2 ωt
(b)

T3 T1

T4 T2
ωt
0 2
(c)

Gambar 7.11 Pola-pola konduksi tiristor dan dioda dalam konverter satu-
fasa jembatan-penuh. (a) Pada = 0. (b) Pada 0 < < .
(c) Pada = .

Berdasarkan Gambar 7.11 dan uraian di atas, dapatlah dibuat tabel pola
pembentukan tegangan keluaran atau tegangan beban.

Tabel 7.3 Pola pembentukan tegangan keluaran atau tegangan


beban pada konverter satu-fasa jembatan-penuh untuk
= 0 dan = .

=0 =
Selang Komponen Tegangan be- Komponen
Tegangan be- Tegangan be-
yang cen- ban untuk se- yang cen-
ban untuk be- ban untuk be-
derung kon- mua jenis be- derung kon-
ban resistif ban induktif
duksi ban duksi
0 t T1, T2 vs T3, T4 0 - vs
t 2 T3, T4 - vs T1, T2 0 vs

138
Tabel 7.4 Pola pembentukan tegangan keluaran atau tegangan
beban pada konverter satu-fasa jembatan-penuh untuk
0< < .

Beban resistif Beban induktif “tinggi”


Selang Komponen yang Komponen yang
Tegangan pada Tegangan pada
cenderung kon- cenderung kon-
beban beban
duksi duksi
0 t< T3, T4 0 T3, T4 - vs
t< T1, T2 vs T1, T2
vs
t< + T1, T2 0 T1, T2
+ t 2 T3, T4 - vs T3, T4 - vs

Akhirnya dapat dinyatakan beberapa harga rata-rata dan harga efektif sebagai
berikut.

Untuk beban resistif :


Karena bentuk-bentuk gelombang untuk kasus berbeban resistif ini sama dengan
bentuk-bentuk gelombang pada rangkaian semi-jembatan yang berbeban resistif
maka harga rata-rata dan efektif dari beberapa besaran adalah sama dengan yang
dinyatakan dalam persamaan (7-41) sampai (7-48).

Untuk beban induktif tinggi :


Karena bentuk-bentuk gelombang untuk kasus berbeban induktif tinggi ini sama
dengan bentuk-bentuk gelombang pada rangkaian semi-jembatan yang berbeban
induktif tinggi tanpa menggunakan dioda freewheeling maka harga rata-rata dan
efektif dari beberapa besaran adalah sama dengan yang dinyatakan dalam
persamaan (7-58) sampai (7-64).

CONTOH 7-3 :
Sebuah konverter satu-fasa jembatan-penuh yang rangkaiannya seperti dalam
Gambar 7.1(c) mempunyai tegangan jala-jala 120 V; 50 Hz dengan beban R = 10
. Harga rata-rata tegangan keluaran yang diperoleh adalah 25% dari nilai
terbesar harga rata-rata tegangan keluaran. Hitunglah :

139
a). Sudut penundaan dari tiristornya.
b). Harga rata-rata arus beban.
c). Harga efektif arus beban.
d). Harga rata-rata arus tiristornya.
e). Harga efektif arus masukan konverter.
Pembahasan :
Dalam hal ini Vs = 120 V, maka Vm = 120 2 volt. Harga maksimum dari
tegangan keluaran rata-rata adalah apabila = 0 dari persamaan (7-41) :

2 Vm
Vdc(max) = ...................................................................................... (7c-1)

Vm
a). Dalam hal ini diketahui V dc = 25% Vdc(max) = , kemudian disubstitusikan
2
ke persamaan (7-41) :
Vm V
= m (1 + cos ), sehingga :
2
2
cos = - 0,5 = cos-1(- 0,5) = 120 (= rad)
3

b) Dari persamaan (7-43) diperoleh :

Vm 120 2
Idc = (1 + cos ) = (1 + cos 120 ) = 2,7 A
R 10

c) Dari persamaan (7-44) diperoleh :


Vm 1 1 120 2 1 2 1
Irms = ( sin 2 ) = ( sin 240 )
R 2 2 10 2 3 2
= 5,306 A

d) Harga rata-rata arus tiristor diperoleh dari persamaan (7-45), jadi :


Vm 120 2
IT = (1 + cos ) = (1 + cos 120 ) = 1,35 A
2 R 20

140
e) Harga efektif arus masukan diperoleh dari persamaan (7-48), jadi :
Vm 1 1 120 2 1 2 1
Is = ( sin 2 ) = ( sin 240 )
R 2 2 10 2 3 2
= 5,306 A

7.7 PENUTUP : TEST FORMATIF


SOAL ESSAI

1. Sebuah konverter satu-fasa setengah-gelombang mendapat suplai dari jala-


jala 220 V; 60 Hz. Beban yang dilayani adalah resistif dengan R = 10 . Jika

sudut penundaan tiristornya adalah = , hitunglah :


3
a. Efisiensi penyearahan.
b. Faktor bentuk (FF) tegangan keluaran.
c. Faktor kerut (RF) tegangan keluaran.
d. TUF
e. PIV yang dialami oleh tiristornya.

2. Sebuah konverter satu-fasa semi-jembatan, yang memakai dioda


freewheeling, mendapat suplai dari jala-jala 220 V; 60 Hz. Beban yang
dilayani adalah induktif “tinggi” sehingga arus beban dianggap kontinu dan

bebas kerut, yakni Ia. Jika sudut penundaan tiristornya adalah = ,


3
hitunglah :
a. Faktor harmonik (HF) dari arus masukan.
b. Faktor pergeseran (DF).
c. Faktor daya masukan (PF).

3. Sebuah konverter satu-fasa jembatan-penuh mendapat suplai dari jala-jala


220 V; 60 Hz. Beban yang dilayani adalah induktif “tinggi” sehingga arus

141
beban dianggap kontinu dan bebas kerut, yakni I a. Jika sudut penundaan

tiristornya adalah = , hitunglah :


3
a. Faktor harmonik (HF) dari arus masukan.
b. Faktor pergeseran (DF).
c. Faktor daya masukan (PF).

142
BAB VIII
KONVERSI DAYA AC KE DC :
KONVERTER TIGA-FASA

8.1 PENDAHULUAN
Telah dibahas pada Sub Bab 7.1 bahwa bergantung pada suplai sisi
masukannya, maka konverter dapat dikelompokkan atas :
1. Konverter satu-fasa
2. Konverter tiga-fasa (atau fasa-banyak)
Baik konverter satu-fasa maupun konverter fasa-banyak dapat lagi
dikelompokkan ke dalam :
a. Konverter semi-penuh
b. Konverter penuh
c. Konverter kembar (dual converter)
Dalam Gambar 8.1 diperlihatkan rangkaian-rangkaian untuk konverter
tiga-fasa. Konverter tiga-fasa yang akan dibahas dalam hal ini dapat
dikelompokkan atas dua bagian yaitu :
a) Konverter tiga-fasa setengah-gelombang (half-wave three-phase converter).
b) Konverter satu-fasa gelombang-penuh (full-wave three-phase converter).
Konverter tiga-fasa gelombang-penuh dapat dikelompokkan lagi menjadi :
*) Konverter tiga-fasa semi-jembatan (three-phase semi-converter).
*) Konverter tiga-fasa jembatan-penuh (three-phase full-converter).
Fungsi penyearahan dalam konverter tiga-fasa setengah-gelombang
dilakukan oleh tiga buah tiristor seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 8.1(a),
untuk semi-jembatan dilakukan oleh 3 (tiga) buah pasangan tiristor dan dioda
seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 8.1(b), dan untuk jembatan-penuh
dilakukan oleh 6 (enam) buah tiristor seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 8.1
(c). Bentuk gelombang tegangan masukan tetap diasumsikan seperti dalam
Gambar 6.3 untuk rangkaian setengah-gelombang, dan Gambar 6.5 untuk
rangkaian gelombang-penuh.

143
ia = iT1
a T1

Suplai b T2 
3-fasa io
4-kawat c T3
vo Beban

n

(a)

T1 T2 T3

a io

Suplai b Dm vo Beban
3-fasa
3-kawat c

D2 D3 D1


(b)


T1 T3 T5

a io

Suplai b vo Beban
3-fasa
3-kawat c

T4 T6 T2

(c)

Gambar 8.1 Rangkaian konverter tiga-fasa. (a) Setengah-gelombang.


(b) Semi-jembatan (c) Jembatan-penuh.

144
Dibandingkan dengan konverter satu-fasa, harga rata-rata dari tegangan
keluaran konverter tiga-fasa lebih besar, serta frekuensi kerut dari tegangan
keluarannya adalah lebih besar. Ini menyebabkan kebutuhan filter (jika
diperlukan) menjadi lebih sederhana. Itulah sebabnya konverter ini digunakan
secara luas pada penggerak putaran variabel berdaya besar.
Untuk mempermudah analisa selanjutnya, maka diasumsikan bahwa beban
yang dilayani oleh konverter adalah R-L yang mempunyai arus yang kontinu
(sinambung) dan bebas kerut (ripel). Ini karena dianggap sifat induktif dari beban
itu cukup tinggi. Telah dijelaskan pula pada Sub Bab 5.4 bahwa beban-beban
1
induktif seperti ini mempunyai 2fL >> R atau (2fL - ) >> R dan oleh
2fC

karena itu dapat disebut beban induktif “tinggi” atau “sangat” induktif (highly
inductive). Contoh beban seperti ini adalah motor arus searah (dc).
Jadi dalam pembahasan beban induktif “tinggi” selanjutnya, maka
diasumsikan bahwa arus yang ditarik oleh beban bersifat kontinu (tidak terputus)
dan bebas kerut.
Untuk semua konverter pada Gambar 8.1, maka diasumsikan bahwa fasa
“a” pada tegangan masukan adalah sebagai acuan serta sistem urutan fasa yang
dianut adalah mengikuti aturan searah jarum jam (clock-wise). Dengan demikian
persamaan tegangan masukan sesaat per fasa adalah seperti yang dinyatakan
dalam persamaan (6-1) sampai (6-3) dan bentuk-bentuk gelombangnya
ditampilkan dalam Gambar 6.3. Sementara itu tegangan masukan sesaat antar-fasa
juga sudah dinyatakan dalam persamaan (6-20) sampai (6-25) dengan bentuk-
bentuk gelombang seperti yang ditampilkan dalam Gambar 6.5.

8.2 KONVERTER TIGA-FASA SETENGAH-GELOMBANG


Nama lain yang dapat disebutkan untuk konverter ini adalah “konverter
kaki-tengah tiga-fasa” (three-phase centre-tap converter ) atau “konverter tiga-
fasa tiga-pulsa”. Sistem konverter ini membutuhkan catu daya ac tiga-fasa empat-
kawat yang mempunyai titik netral (n). Dikatakan “tiga-pulsa” karena keluaran

145
penyearah ini menghasilkan tiga-buah pulsa sepanjang satu siklus dari gelombang
tegangan masukannya. Suplai daya seperti yang disebutkan di atas dapat pula
berupa sisi sekunder dari transformator yang belitannya terhubung bintang (Y).
Prinsip operasi dalam rangkaian konverter ini adalah bahwa tegangan fasa
yang terbesar pada suatu saat akan menentukan tiristor mana yang konduksi pada
saat itu.

8.2.1 PRINSIP KERJA

Dalam selang
  t  5 dari gelombang tegangan masukan, v lebih
a
6 6
besar dari vb maupun vc, sehingga tiristor T1 mendapat bias maju dan cenderung

untuk konduksi. Tiristor T1 tidak akan konduksi pada t =


 melainkan pada t
6

=(
 + ) saat mana ia mulai tersulut. Karena sifat induktif dari beban, tiristor
6
5
T1 tidak padam pada t = tetapi melanjutkan konduksi hingga padam pada
6
5
t = ( + ) saat mana tiristor T2 mulai tersulut. Ketika Tiristor T1 konduksi,
6
tiristor T2 dan T3 memblok, sehingga arus mengalir dalam jalur : fasa “a” - T1 -
beban - titik netral (n).
5 3
Dalam selang  t  dari gelombang tegangan masukan, vb lebih
6 2
besar dari va maupun vc, sehingga tiristor T2 mendapat bias maju dan cenderung
5
untuk konduksi. Tiristor T2 tidak akan konduksi pada t = melainkan pada
6
5
t = ( + ) saat mana ia mulai tersulut. Karena sifat induktif dari beban,
6
3
tiristor T2 tidak padam pada t = tetapi melanjutkan konduksi hingga padam
2
3
pada t = ( + ) saat mana tiristor T3 mulai tersulut. Ketika Tiristor T2
2

146
konduksi, tiristor T1 dan T3 memblok, sehingga arus mengalir dalam jalur : fasa
“b” - T2 - beban - titik netral (n).
3 13
Dalam selang  t  dari gelombang tegangan masukan, vc lebih
2 6
besar dari va maupun vb, sehingga tiristor T3 mendapat bias maju dan cenderung
3
untuk konduksi. Tiristor T3 tidak akan konduksi pada t = melainkan pada
2
3
t = ( + ) saat mana ia mulai tersulut. Karena sifat induktif dari beban,
2
13
tiristor T3 tidak padam pada t = tetapi melanjutkan konduksi hingga
6
13
padam pada t = ( + ) saat mana tiristor T1 mulai tersulut. Ketika Tiristor
6
T3 konduksi, tiristor T1 dan T2 memblok, sehingga arus mengalir dalam jalur :
fasa “c” - T3 - beban - titik netral (n).
Berdasarkan uraian di atas maka dapat dibuat pola-pola konduksi seperti
yang diperlihatkan dalam Gambar 8.2 dan 8.3.

T3 T1 T2 T3
ωt
0  5 3 13
6 6 2 6
(a)

T3 T1 T2 T3
ωt
0  5 3 13
   
6 6 2 6
(b)

T2 T3 T1 T2
ωt
0   5
  
2 6 6
(c)

Gambar 8.2 Pola-pola konduksi tiristor pada konverter tiga-fasa


setengah-gelombang berbeban induktif. (a) Pada  = 0. (b)
Pada 0 <  < . (c) Pada  = .

147
T3 T1 T2 T3
ωt
0  5 3 13
6 6 2 6
(a)

T3 T1 T2 T3
ωt
0    5 5 3 13
   
3 6 6 3 2 6
(b)

T3 T1 T2
ωt
0   5 13

3 3 6
 
  5
2 6 
6
(c)

Gambar 8.3 Pola-pola konduksi tiristor pada konverter tiga-fasa


setengah-gelombang berbeban resistif. (a) Pada  = 0. (b)
Pada  = /3. (c) Pada  = 2/3.

Sifat-sifat beban resisitif terhadap pola-pola konduksi tiristor dalam


pembentukan gelombang tegangan keluaran seperti yang diperlihatkan dalam
Gambar 8.3 dapat dijelaskan sebagai berikut. Dapat diteliti dari Gambar 6.3
bahwa untuk  = 0, gelombang tegangan keluaran akan kontinu (tidak terputus).
 
Terlihat pula bahwa vc akan bernilai nol untuk t = , negatif untuk t > , dan
3 3
va akan bernilai nol untuk t = , negatif untuk t > , serta vb akan bernilai nol
5 5 
untuk t = , negatif untuk t > . Karena pada t = gelombang va mulai
3 3 6
muncul di beban untuk  = 0 maka interval yang membuat gelombang tegangan
 
keluaran kontinu adalah pada 0    . Nilai dalam interval tadi merupakan
6 6
selisih antara kapan vc bernilai nol dan kapan va mulai muncul di beban.

148

Selanjutnya dapat dikatakan bahwa va akan bernilai positif dalam selang  t
6
 , jadi batas untuk pengaturan nilai  agar diperoleh gelombang tegangan
 5
keluaran yang tidak nol adalah 0   < ( - ) atau 0   < .
6 6
Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa gelombang tegangan keluaran
  5
pada beban resistif akan kontinu jika 0    ; akan terputus jika <
6 6 6
5
dan bernilai nol jika  = . Jadi daerah pengaturan nilai  untuk beban resistif
6
5
adalah 0    .
6
Berbeda dengan beban resistif, maka beban induktif akan tetap
menampilkan bagian negatif dari gelombang tegangan bila ada kecenderungan ke
arah itu. Jadi pengaturan nilai  untuk beban induktif adalah 0    .
Dengan berpatokan pada Gambar 6.3 dan berdasarkan uraian di atas,
dapatlah dibuat tabel pola pembentukan tegangan keluaran atau tegangan beban
seperti yang ditunjukkan oleh Tabel 8.1 sampai 8.3

Tabel 8.1 Pola pembentukan tegangan keluaran atau tegangan beban


pada konverter tiga-fasa setengah-gelombang untuk  = 0
pada semua jenis beban.

Tegangan fa- Tiristor yang cen- Tempat mulai kon-


Interval
sa terbesar derung konduksi duksi
  
-  t  vc T3 t = -
2 6 2
 5 
 t  va T1 t =
6 6 6
5 3 5
 t  vb T2 t =
6 2 6
3 13 3
 t  vc T3 t =
2 6 2

149
Tabel 8.2 Pola pembentukan tegangan keluaran atau tegangan beban
pada konverter tiga-fasa setengah-gelombang untuk beban
resistif dengan 0 <   /6 atau untuk beban induktif dengan
0 <   .

Tiristor yang Tegangan


cenderung Tempat mu- Interval konduksi dari yang mun-
Interval
untuk kon- lai konduksi tiristor cul di be-
duksi ban
    
-  t  T3 t = - + - +  t  + vc
2 6 2 2 6
 5   5
 t  T1 t = + +  t  + va
6 6 6 6 6
5 3 5 5 3
 t  T2 t = + +  t  + vb
6 2 6 6 2
3 13 3 3 13
 t  T3 t = + +  t  + vc
2 6 2 2 6

Tabel 8.3 Pola pembentukan tegangan keluaran atau tegangan beban


pada konverter tiga-fasa setengah-gelombang untuk beban
resistif dengan /6 <  < 5/6.

Tiristor yang Tegangan


cenderung Tempat mu- Interval konduksi dari yang mun-
Interval
untuk kon- lai konduksi tiristor cul di be-
duksi ban
    
-  t  T3 t = - + - +  t  vc
2 6 2 2 3
 5  
 t  T1 t = + +  t   va
6 6 6 6
5 3 5 5 5
 t  T2 t = + +  t  vb
6 2 6 6 3
3 13 3 3 7
 t  T3 t = + +  t  vc
2 6 2 2 3

Berdasarkan Tabel 8.2 dapatlah dibuat bentuk-bentuk gelombang dari


besaran-besaran pada konverter yang berbeban induktif tinggi ini seperti yang
dapat dilihat pada Gambar 8.4.

150
vo


Vm

ωt
0 π
6

π 5π
 
6 6
io

Ia

ωt
0
ia = iT1

Ia

π 5π
ωt
13π 17π
0    
6 6 6 6

Gambar 8.4 Bentuk-bentuk gelombang besaran-besaran pada konverter


tiga-fasa setengah-gelombang berbeban induktif “tinggi”.

8.2.2 HARGA RATA-RATA DAN HARGA EFEKTIF


Dengan memperhatikan Gambar 8.4, maka untuk beban induktif dapat
dinyatakan beberapa harga rata-rata dan harga efektif sebagai berikut :
5
 5

 
1 To 3 6
3Vm
Vdc =  v dt =  m
V sin tdt =  cos t 6

To 0 2  2
o

 6
6

3Vm 3
= cos  ......................................................................... (8-1)
2
5

To 6
1 3
Vrms =  v o2 dt =  (Vm sin t ) 2 dt
To o 2 

6

151
1  3 3 
= Vm   cos 2  ................................................ (8-2)
2  4 

Karena Vm = Vs 2 maka dapat ditulis :

3Vs 6
Vdc = cos  ......................................................................... (8-3)
2

1 3 3 
Vrms = Vs   cos 2  .................................................. (8-4)
 4 
Idc = Irms = Ia ................................................................................. (8-5)
Dengan menggunakan cara yang sama dengan di atas, dapatlah ditentukan harga
rata-rata dan harga efektif untuk arus-arus :
Ia
IT = Is(av) = ................................................................................ (8-6)
3
Ia
IT(rms) = Is = .............................................................................. (8-7)
3
Harga Rata-Rata dan Harga Efektif untuk Beban Resistif :

Untuk 0    , rumus untuk Vdc dan Vrms adalah sama dengan yang
6
dinyatakan dalam persamaan (8-1) dan (8-2), atau persamaan (8-3) dan (8-4) di
atas.

 5
Untuk <  :
6 6
3 
Vdc =
1 To
 v dt =  V sin tdt =
3Vm
 cos t 
To 2  2
0 o m

 6
6

3Vm   
= 1  cos(  )  .............................................................. (8-8)
2 6 

1 To 2 3 
Vrms =  v o dt =
To o 2 
 (Vm sin t ) 2 dt

6

152
3  5 1  
= Vm     sin( 2  ) .................................... (8-9)
4  6 2 3 

Karena Vm = Vs 2 maka dapat ditulis :

3Vs   
Vdc = 1  cos(  ) ............................................................ (8-10)
 2 6 

3  5 1  
Vrms = Vs     sin( 2  ) ................................. (8-11)
2  6 2 3 
Selanjutnya :
3Vs   
Idc = 1  cos(  ) .......................................................... (8-12)
R 2  6 

Vs 3  5 1  
Irms =     sin( 2  ) .................................. (8-13)
R 2  6 2 3 

Dengan menggunakan cara yang sama dengan di atas, dapatlah ditentukan harga
rata-rata dan harga efektif untuk arus dalam tiristor :
Vs   
IT = Is(av) = 1  cos(  ) .............................................. (8-14)
R 2  6 

Vs 1  5 1  
IT(rms) = Is =     sin( 2  ) ............................ (8-15)
R 2  6 2 3 

CONTOH 8-1 :
Sebuah konverter tiga-fasa setengah-gelombang yang rangkaiannya seperti dalam
Gambar 8.1(a) dihubungkan ke catu daya ac tiga-fasa 4-kawat 380 V; 50 Hz dan
melayani beban resistif R = 10 . Harga rata-rata tegangan keluaran yang
diperoleh adalah 25% dari nilai terbesar harga rata-rata tegangan keluaran.
Hitunglah :
a). Sudut penundaan dari tiristornya.
b). Efisiensi penyearahan ()
c). Faktor penggunaan transformator (transformer utilisation factor, TUF).

153
d). Faktor daya input (PF).
Pembahasan :

380 380 6
Dalam hal ini Vs(L-L) = 380 V, sehingga Vs = volt dan Vm = volt.
3 3
Harga maksimum dari tegangan keluaran rata-rata adalah apabila  = 0 dari
persamaan (8-10) :

3Vs  
Vdc(max) = 1  cos  ........................................................................ (8a-1)
 2 6
0,75 Vs  
a). Dalam hal ini diketahui Vdc = 25% Vdc(max) = 1  cos , kemudian
 2  6 
disubstitusikan ke persamaan (8-10) :
0,75 Vs   3Vs   
1  cos  = 1  cos(  ) , sehingga :
 2  6  2  6 
 
cos( + ) = 0,125 3 - 0,75   = cos-1(0,125 3 - 0,75) -
6 6
= 92

b) Dengan mensubstitusikan persamaan (8-10) sampai (8-13) ke dalam


persamaan (3-7), diperoleh :
2
 3   
 1  cos(  )
 2 
 = dc dc = 
V I 6
= 0,373
Vrms I rms 3  5 1  
   sin(2  )
2  6 2 3 
c) Dengan mensubstitusikan persamaan (8-10), (8-12) dan (8-15) ke dalam
persamaan (3-12), diperoleh :
2
 3   
 1  cos(  )
V I
TUF = dc dc =  2  6 
= 0,111
3 Vs I s 1  5 1  
3    sin( 2  )
2  6 2 3 

154
d) Faktor daya input dalam hal ini adalah merupakan perbandingan antara daya
aktif dalam watt dengan daya semu dalam VA. Daya aktif dalam watt dapat
dihitung pada beban dengan rumus :
Po = I 2rms R dan daya semu adalah : Sin = 3 Vs Is, sehingga :

I 2rms R
PF = .................................................................................... (8a-2)
3 Vs I s
dan dengan mensubstitusikan persamaan (8-13) dan (8-15) ke dalam
persamaan (8a-2) di atas, didapatkanlah :

1  5 1  
PF =     sin(2  ) = 0,298 (lagging )
2  6 2 3 

8.3 KONVERTER TIGA-FASA SEMI-JEMBATAN


Nama lain yang dapat disebutkan untuk konverter ini adalah “semi-
konverter tiga-fasa” (three-phase semi-converter). Diagram rangkaiannya dapat
dilihat pada Gambar 8.1(b). Sistem konverter ini hanya membutuhkan catu daya
ac tiga-fasa tiga-kawat tanpa titik netral (n) atau boleh juga catu daya ac tiga-fasa
empat-kawat namun titik netral (n) tidak terpakai.
Yang dimaksud semi-konverter dalam hal ini adalah konverter jembatan
yang setengah dari komponennya adalah tiristor dan setengahnya lagi adalah
dioda. Seperti pada konverter satu-fasa semi-jembatan, konverter semi-jembatan
ini juga dilengkapi dengan dioda “freewheeling”, sehingga tidak pernah dihasilkan
tegangan keluaran yang negatif.

8.3.1 PRINSIP KERJA


Prinsip operasi dalam rangkaian konverter ini adalah bahwa tegangan antar
fasa yang terbesar pada suatu saat akan menentukan pasangan tiristor-dioda mana
yang konduksi pada saat itu. Ini berarti bahwa dioda akan tetap konduksi jika
potensial titik katodanya mempunyai harga negatif yang terbesar. Sedangkan
tiristor tetap akan konduksi selama potensial titik anodanya mempunyai harga
positif yang terbesar, sambil memperhitungkan sudut penundaan .

155
Tabel 8.4 Kecenderungan komponen untuk konduksi dalam konverter
tiga-fasa semi-jembatan untuk  = 0 pada semua jenis beban.

Kecenderungan untuk konduksi Kecenderungan untuk konduksi


Komponen
Tegangan Komponen
dalam daerah
fasa Dalam interval dalam daerah Dalam interval
positif
negatif terbesar
terbesar
 5 7 11
va T1  t  D2  t 
6 6 6 6
11 5
 t 
5 3 6 2
vb T2  t  D3
6 2  
(   t  )
6 2
3 13
 t 
2 6  7
vc T3 D1  t 
  2 6
(   t  )
2 6

Tabel 8.4 adalah tabel kecenderungan komponen dalam konverter tersebut


untuk konduksi pada  = 0. Baik tiristor maupun dioda dalam rangkaian akan
konduksi selama 2/3, jika dioda Dm tidak bekerja. Berdasarkan uraian di atas
maka dapat dibuat pola-pola konduksi seperti yang diperlihatkan dalam Gambar
8.5.
Berbeda dengan beban resistif, maka beban induktif akan tetap
menampilkan bagian negatif dari gelombang tegangan bila ada kecenderungan ke
arah itu. Dengan berpatokan pada Tabel 8.4 di atas dan Gambar 8.5, atau Gambar
6.5 dan Gambar 8.1(b), dapatlah dibuat tabel pola pembentukan tegangan keluaran
atau tegangan beban seperti yang ditunjukkan oleh Tabel 8.5 sampai Tabel 8.8.

156
T3

T1 T2 T3

D3 D1 D2
ωt
0
π 7π 11π 2
2 6 6
π 5π 3π

2
D3
6 6
(a)

T3 T1 T2 T3

D3 D1 D2 D3
ωt
0
π 7π 11π 2
2 6 6
π 5π 3π
  
6 6 2
(b)

T2 T3 T1 T2

D3 D1 D2 D3
ωt
0
π 7π 11π 2
2 6 6
π π 5π
  
2 6 6
(c)

Gambar 8.5 Pola-pola konduksi tiristor dan dioda dalam konverter tiga-
fasa semi-jembatan. (a) Untuk  = 0 pada semua jenis
beban (tanpa atau dengan dioda freewheeling). (b) Untuk 0
<  < /3 pada semua jenis beban (tanpa atau dengan dioda
freewheeling). (c) Pada /3 <  < .

Tabel 8.5 Pola pembentukan tegangan keluaran atau tegangan beban


pada konverter tiga-fasa semi-jembatan untuk  = 0 pada
semua jenis beban.

Komponen
Tegangan antar-fasa Tegangan yang
Interval yang cenderung
terbesar muncul di beban
konduksi
 
-  t  T3, D3 vcb vcb
6 6

157
Tabel 8.5 (Lanjutan)

Komponen
Tegangan antar-fasa Tegangan yang
Interval yang cenderung
terbesar muncul di beban
konduksi
 
 t  T1, D3 vab vab
6 2
 5
 t  T1, D1 vac vac
2 6
5 7
 t  T2, D1 vbc vbc
6 6
7 3
 t  T2, D2 vba vba
6 2
3 11
 t  T3, D2 vca vca
2 6
11 13
 t  T3, D3 vcb vcb
6 6

Tabel 8.6 Pola pembentukan tegangan keluaran atau tegangan beban


pada konverter tiga-fasa semi-jembatan untuk 0 <  < /3
pada semua jenis beban (tanpa atau dengan dioda
freewheeling).

Komponen yang
Interval konduksi dari komponen Tegangan yang muncul di beban
cenderung konduksi
 
T3, D3   t  + vcb
6 6
 
T1, D3 +  t  vab
6 2
 5
T1, D1  t  + vac
2 6
5 7
T2, D1 +  t  vbc
6 6
7 3
T2, D2  t  + vba
6 2
3 11
T3, D2 +  t  vca
2 6
11 13
T3, D3  t  + vcb
6 6

158
Tabel 8.7 Pola pembentukan tegangan keluaran atau tegangan beban
pada konverter tiga-fasa semi-jembatan untuk  = /3 pada
semua jenis beban (tanpa atau dengan dioda freewheeling).

Komponen yang
Interval konduksi dari komponen Tegangan yang muncul di beban
cenderung konduksi
 
T3, D3   t  + vcb
6 6
 5
T1, D1  t  + vac
2 6
7 3
T2, D2  t  + vba
6 2
11 13
T3, D3  t  + vcb
6 6

Tabel 8.8 Pola pembentukan tegangan keluaran atau tegangan beban


pada konverter tiga-fasa semi-jembatan untuk /3 <  < .

Komponen Tegangan yang muncul di beban


yang Interval konduksi dari
Beban resistif atau induktif Beban induktif tanpa
cenderung komponen
dengan dioda freewheeling dioda freewheeling
konduksi
 
T2, D3   t   - 0 vba
6 2
 
T3, D3 -  t  vcb vcb
2 2
 
T3, D1  t  + 0 vcb
2 6
 7
T1, D1 +  t  vac vac
6 6
7 5
T1, D2  t  + 0 vac
6 6
5 11
T2, D2 +  t  vba vba
6 6
11 3
T2, D3  t  + 0 vba
6 2

159
vo

Vm 3

ωt
π 7π 11π 5π
0
2 6 6 2

π 5π 3π 13π
   
6 6 2 6
io
Ia

ωt
0
iT1
Ia

π 17π
ωt
0 5π 13π
   
6 6 6 6

iD1
Ia

π 7π 5π 19π ωt
0
2 6 2 6
ia
7π 11π 19π 23π
Ia 6 6 6
6

π 13π ωt
0  
6 6
- Ia
5π 17π
 
6 6

Gambar 8.6 Bentuk-bentuk gelombang dari besaran-besaran pada


konverter tiga-fasa semi-jembatan berbeban induktif
“tinggi” untuk 0 <  < /3.

160
vo

π 7π 11π 19π
ωt
0 5π
2 6 6 2 6

π π 5π 3π
 13π
   
2 6 6 2 6
io

Ia

ωt
0
iT1= iD1
Ia

7π 19π
ωt
0
6 6
π 13π
 
6 6
iDm

Ia

π 7π 11π 5π 19π ωt
0
2 6 6 2 6
π 5π 3π 17π
 13π
   
6 6 2 6 6
11π 23π
ia
6 6
5π 17π
 
Ia 6 6

7π 19π ωt
0
6 6
- Ia
π 13π
 
6 6

Gambar 8.7 Bentuk-bentuk gelombang dari besaran-besaran pada


konverter tiga-fasa semi-jembatan berbeban induktif
“tinggi” untuk  = 2/3 (dalam jangkauan /3 <  < .)

161
Dioda freewheeling tidak berpengaruh pada beban resistif sehingga ia
tidak pernah konduksi jika konverter melayani beban resistif. Dalam Tabel 3.19

untuk <  < , pasangan-pasangan tiristor T2 – dioda D3, tiristor T3 – dioda
3
D1, dan tiristor T1 – dioda D2 untuk beban resistif adalah tidak memungkinkan
sehingga tidak menimbulkan tegangan pada beban. Tetapi untuk beban induktif,
pasangan-pasangan tiristor T2 – dioda D3, tiristor T3 – dioda D1, dan tiristor T1 –
dioda D2 akan berturut-turut digantikan dengan pasangan-pasangan tiristor T2 –
dioda D2, tiristor T3 – dioda D3, dan tiristor T1 – dioda D1 sehingga tetap
menimbulkan tegangan pada beban.
Berdasarkan Gambar 8.5 dan Tabel 8.5 sampai Tabel 8.8, dapatlah dibuat
bentuk-bentuk gelombang dari besaran-besaran pada konverter yang berbeban
induktif tinggi ini seperti yang dapat dilihat pada Gambar 8.6 dan 8.7.

8.3.2 HARGA RATA-RATA DAN HARGA EFEKTIF


π
Untuk 0    :
3
Dengan memakai Tabel 8.6 dan Tabel 8.7 serta memperhatikan Gambar 8.6, maka
dapat dinyatakan beberapa harga rata-rata dan harga efektif sebagai berikut :
 5
 
/ 2
1 To 3  6 
Vdc =  v o dt =   v ab dt   v ac dt 
To 0
2 
  /2

6 
  5
 
3Vm 3   2  6 
=  cos(t  )  cos(t  )
2  6   6  
 6 2 

3Vm 3
= (1 + cos ) ........................................................... (8-16)
2

To
 5
 
/2
1 3  6 
Vrms =  v o2 dt =   v ab dt   v ac dt 
2 2
To o 2 
  /2 
6 

162
  5
 
9  1  2  1   6 
= Vm t  sin(2t  )  t  sin(2t  )
4   2 3     2 3  
 6 2 

3 9 3 cos 2 
= Vm  ........................................................... (8-17)
2 4
Karena Vm = Vs 2 maka dapat ditulis :

3Vs 6
Vdc = (1 + cos ) ............................................................... (8-18)
2

9 3 cos 2 
Vrms = Vs 3 ....................................................... (8-19)
2
dan :
Idc = Irms = Ia ............................................................................... (8-20)
Dengan menggunakan cara yang sama dengan di atas, dapatlah ditentukan harga
rata-rata dan harga efektif untuk arus-arus lainnya :
Ia
IT = Id = .................................................................................. (8-21)
3
Ia
IT(rms) = Id(rms) = ...................................................................... (8-22)
3
Is(av) = 0 ......................................................................................... (8-23)
Ia 6
Is = ..................................................................................... (8-24)
3
Untuk kondisi sudut  seperti di atas, dioda freewheeling tidak pernah konduksi.

π
Untuk < :
3
Dengan memakai Tabel 8.8 dan memperhatikan Gambar 8.7, maka dapat
dinyatakan beberapa harga rata-rata dan harga efektif sebagai berikut :
   7 
1 To 3 7  / 6  3Vm 3   6 
Vdc =  v o dt = 2   v ac dt  = 2  cos(t  6 )  
To 0
     

6  6

163
3Vm 3
= (1 + cos ) .............................................................. (8-25)
2

 
1 To 2 3 7  / 6 2 
Vrms =  v o dt =   v ac dt 
To o 2 
  
6 
7
9  1   6
= Vm t  sin(2t  )
4  2 3   
6

9 1
= Vm (    sin 2) ................................................... (8-26)
4 2
Karena Vm = Vs 2 maka dapat ditulis :

3Vs 6
Vdc = (1 + cos ) ............................................................... (8-27)
2

9 1
Vrms = Vs (    sin 2) .............................................. (8-28)
2 2
dan :
Idc = Irms = Ia ............................................................................... (8-29)
Dengan menggunakan cara yang sama dengan di atas, dapatlah ditentukan harga
rata-rata dan harga efektif untuk arus-arus lainnya :
(   ) I a
IT = Id = ....................................................................... (8-30)
2

IT(rms) = Id(rms) = I a ............................................................ (8-31)
2
Is(av) = 0 ......................................................................................... (8-32)


Is = I a ............................................................................... (8-33)

Untuk kondisi sudut  seperti di atas, dioda freewheeling mendapat kesempatan
untuk konduksi sehingga :
(3  ) I a
IDm = .......................................................................... (8-34)
2

164
3  
IDm(rms) = I a ..................................................................... (8-35)
2

CONTOH 8-2 :
Sebuah konverter tiga-fasa semi-jembatan yang rangkaiannya seperti dalam
Gambar 8.1(b) dihubungkan ke catu daya ac tiga-fasa 4-kawat 380 V; 50 Hz dan
melayani beban induktif tinggi sehingga arus beban sudah rata dan bebas kerut,
2
yaitu Ia. Jika sudut penundaan tiristornya adalah  = , hitunglah :
3
a). Faktor harmonik (HF) dari arus masukannya.
b). Faktor pergeseran (displacement factor, DF) dari arus masukannya.
c). Faktor daya masukan (PF).

Pembahasan :

Karena  > , maka tegangan beban sudah tidak kontinu lagi. Selain itu dioda
3
freewheeling mendapat kesempatan untuk konduksi. Untuk rangkaian yang
bersifat jembatan, arus masukan (is) selalu bersifat bolak balik. Jika dinyatakan
dalam deret Fourier, maka dapat ditulis :

is = Is(av) +  a n cos nt  b n sin nt  ................................................... (8b-1)
n 1

Menurut persamaan (8-32), Is(av) = 0, sehingga :


 
is =  a n cos nt  b n sin nt  =  A n sin(nt   n ) ......................... (8b-2)
n 1 n 1

dalam hal ini :

An = a 2n  b 2n ........................................................................................... (8b-3)

an
n = tan-1( ) ........................................................................................... (8b-4)
bn
Selanjutnya berdasarkan Gambar 8.7, dapat dilakukan analisis Fourier untuk an
dan bn :

165
 
2 Tin 1 7  / 6 11 / 6

an = si cos nt dt =  a I cos nt dt   I a cos nt dt
Tin 0   5

   
6 6 
2 Ia n  n 3n 
= sin cos(  n)  cos .............................................. (8b-5)
n 3  2 2 

Tin
7  / 6 11 / 6

2 1 
bn =
Tin 0 s
i sin nt dt =
  
I a sin nt dt   I a sin nt dt 
  5
 
6 6 
2 Ia n  n 3n 
= sin sin(  n)  sin ................................................ (8b-6)
n 3  2 2 
Pada n = 1 untuk komponen fundamental dari is, didapatkan :
 3I a
a1 = .................................................................................................. (8b-7)
2
Ia 3
b1 = ................................................................................................ (8b-8)
2
Jika persamaan (8b-7) dan (8b-8) disubstitusikan pada persamaan (8b-3), maka
diperoleh harga maksimum atau amplitudo dari is1 (komponen fundamental dari is)
yaitu :
Ia 3
A1 =

Harga efektif dari is1 dapat diketahui :
A1 Ia 6
Is1 = =
2 2
Sementara itu dari persamaan (8-33) diketahui :
2

 3 = Ia
Is = I a = Ia
  3
a). Faktor harmonik diperoleh dari persamaan (3-15) :

I 2 2
HF = ( s )2  1 =  1 = 1,09
I s1 9

b) Untuk n = 1 dari persamaan (8b-4) diperoleh :

166
a1 
1 = tan-1( ) = tan-1(- 3 ) = - 60 =  rad
b1 3
Faktor pergeseran diperoleh dari persamaan (3-13) :
DF = cos 1 = cos(- 60) = 0,5

c) Faktor daya masukan diperoleh dari persamaan (3-14) :


I s1 cos 1 3 2
PF = = cos(-60) = 0,338 (lagging)
Is 2

8.4 KONVERTER TIGA-FASA JEMBATAN-PENUH


Nama lain yang dapat disebutkan untuk konverter ini adalah “konverter-
penuh tiga-fasa” (three-phase full-converter). Diagram rangkaiannya dapat dilihat
pada Gambar 8.1(c). Yang dimaksud “penuh” dalam hal ini adalah konverter
jembatan yang semua dari komponennya adalah tiristor. Seperti pada konverter
satu-fasa jembatan-penuh, konverter tiga-fasa jembatan-penuh ini juga tidak
dilengkapi dengan dioda “freewheeling”, sehingga tidak pernah dihasilkan
tegangan keluaran yang negatif.
Salah satu perbedaan antara semi-konverter dan konverter-penuh yang
sekarang jelas terlihat adalah bahwa tegangan keluaran semi-konverter tidak
pernah bernilai negatif akibat aksi dioda freewheeling dalam konverter tersebut.
Tetapi konverter-penuh dikhususkan dirancang untuk menghasilkan tegangan
yang bervariasi dari negatif ke positif.

8.4.1 PRINSIP KERJA


Prinsip operasi dalam rangkaian konverter-penuh ini adalah pasangan
tiristor mana yang akan konduksi ditentukan oleh harga terbesar tegangan antar
fasa yang mengenainya artinya sebuah pasangan tiristor akan konduksi jika
potensial anoda salah satu tiristor positif terbesar, sementara potensial katoda
tiristor lainnya negatif terbesar, sambil keduanya memperhitungkan sudut
penundaan .

167
Dengan adanya sudut penundaan sebesar  maka tiristor T1 tidak akan
 
konduksi pada t = , tetapi pada t = + . Demikian pula tiristor T2 tidak
6 6
 
akan konduksi pada t = , tetapi pada t = + . Selengkapnya dapat dilihat
2 2
pada Tabel 8.9.

Tabel 8.9 Kecenderungan komponen untuk konduksi dalam konverter


tiga-fasa jembatan-penuh untuk  = 0 pada semua jenis beban.

Kecenderungan untuk konduksi Kecenderungan untuk konduksi


Tegang- Komponen Komponen
an fasa dalam daerah Dalam interval dalam daerah Dalam interval
positif terbesar negatif terbesar
 5 7 11
va T1  t  T4  t 
6 6 6 6
11 5
 t 
5 3 6 2
vb T3  t  T6
6 2  
(   t  )
6 2
3 13
 t 
2 6  7
vc T5 T2  t 
  2 6
(   t  )
2 6

Tabel 8.9 adalah tabel kecenderungan komponen dalam konverter tersebut


untuk konduksi pada  = 0. Setiap tiristor dalam rangkaian akan konduksi selama
2/3. Berdasarkan uraian di atas maka dapat dibuat pola-pola konduksi seperti
yang diperlihatkan dalam Gambar 8.8.
Juga dengan mengacu pada Tabel 8.9 dan Gambar 8.8, atau Gambar 6.5
dan Gambar 8.1(c), dapatlah dibuat tabel pola pembentukan tegangan keluaran
atau tegangan beban seperti yang ditunjukkan oleh Tabel 8.10.

168
Tabel 8.10 Pola pembentukan tegangan keluaran atau tegangan beban
pada konverter tiga-fasa jembatan-penuh untuk  = 0 pada
semua jenis beban.

Komponen
Interval Tegangan antar-fasa Tegangan yang
yang cenderung
terbesar muncul di beban
konduksi
 
-  t  T5, T6 vcb vcb
6 6
 
 t  T1, T6 vab vab
6 2
 5
 t  T1, T2 vac vac
2 6
5 7
 t  T2, T3 vbc vbc
6 6
7 3
 t  T3, T4 vba vba
6 2
3 11
 t  T4, T5 vca vca
2 6
11 13
 t  T5, T6 vcb vcb
6 6

Sifat-sifat beban resisitif terhadap pola-pola konduksi tiristor dalam


pembentukan gelombang tegangan keluaran seperti yang diperlihatkan dalam
Gambar 8.8 dapat dijelaskan sebagai berikut. Dapat diteliti dari Gambar 6.5
bahwa untuk  = 0, gelombang tegangan keluaran akan kontinu (tidak terputus).
 
Terlihat pula bahwa vcb akan bernilai nol untuk t = , negatif untuk t > ; vab
2 2
5 5
akan bernilai nol untuk t = , negatif untuk t > ; serta vac akan bernilai
6 6
7 7 3
nol untuk t = , negatif untuk t > ; vbc akan bernilai nol untuk t = ,
6 6 2
3 11
negatif untuk t > ; vba akan bernilai nol untuk t = , negatif untuk t >
2 6
11 13 13
; vca akan bernilai nol untuk t = , negatif untuk t > ; serta vcb akan
6 6 6

169
5 5 
bernilai nol untuk t = , negatif untuk t > . Karena pada t =
2 2 6
gelombang vab mulai muncul di beban untuk  = 0 maka interval yang membuat
 
gelombang tegangan keluaran kontinu adalah pada 0    . Nilai dalam
3 3
interval tadi merupakan selisih antara kapan vcb bernilai nol dan kapan vab mulai
muncul di beban. Selanjutnya dapat dikatakan bahwa vab akan bernilai positif
 5
dalam selang  t  , jadi batas untuk pengaturan nilai  agar diperoleh
6 6
5 
gelombang tegangan keluaran yang tidak nol adalah 0   < ( - ) atau 0  
6 6
2
< .
3
Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa gelombang tegangan keluaran
  2
pada beban resistif akan kontinu jika 0    ; akan terputus jika <
3 3 3
2
dan bernilai nol jika  = . Jadi daerah pengaturan nilai  untuk beban resistif
3
2
adalah 0    .
3
Berbeda dengan beban resistif, maka beban induktif akan tetap
menampilkan bagian negatif dari gelombang tegangan bila ada kecenderungan ke
arah itu. Jadi pengaturan nilai  untuk beban induktif adalah 0    .
Dengan berpatokan pada Tabel 8.10 dan Gambar 8.8 di atas, atau Gambar
6.5 dan Gambar 8.1(c), dapatlah dibuat tabel pola pembentukan tegangan keluaran
atau tegangan beban seperti yang ditunjukkan oleh Tabel 8.11 dan Tabel 8.12.

170
T5

T1 T3 T5

T6 T2 T4
π
ωt
7π 11π 2π
0
2 6 6

π 5π
2 T6
6 6

(a)

T5 T1 T3 T5

T4 T6 T2 T4
ωt
0 π



2
2 6
π 5π 3π
  
6 6 2

π

6
(b)

Gambar 8.8 Pola-pola konduksi tiristor dalam konverter tiga-fasa


jembatan-penuh. (a) Untuk  = 0 pada semua jenis beban.
(b) Untuk 0 <  < .

Tabel 8.11 Pola pembentukan tegangan keluaran atau tegangan beban


pada konverter tiga-fasa jembatan untuk 0 <  < /3 pada
beban resistif atau untuk 0 <  <  pada beban induktif.

Komponen yang
Interval konduksi dari komponen Tegangan yang muncul di beban
cenderung konduksi
 
T5, T6  +   t  + vcb
6 6
 
T1, T6 +   t  + vab
6 2
 5
T1, T2 +   t  + vac
2 6
5 7
T2, T3 +   t  + vbc
6 6

171
Tabel 8.11 (Lanjutan)

Komponen yang
Interval konduksi dari komponen Tegangan yang muncul di beban
cenderung konduksi
7 3
T3, T4 +   t  + vba
6 2
3 11
T4, T5 +   t  + vca
2 6
11 13
T5, T6 +   t  + vcb
6 6

Tabel 8.12 Pola pembentukan tegangan keluaran atau tegangan beban


pada konverter tiga-fasa jembatan-penuh untuk /3 <  <
2/3 pada beban resistif.

Komponen yang
Interval konduksi dari komponen Tegangan yang muncul di beban
cenderung konduksi
 
T5, T6  +   t  vcb
6 2
 5
T1, T6 +   t  vab
6 6
 7
T1, T2 +   t  vac
2 6
5 3
T2, T3 +   t  vbc
6 2
7 11
T3, T4 +   t  vba
6 6
3 13
T4, T5 +   t  vca
2 6
11 5
T5, T6 +   t  vcb
6 2

Berdasarkan Gambar 8.8 serta Tabel 8.11, dapatlah dibuat bentuk-bentuk


gelombang dari besaran-besaran pada konverter yang berbeban induktif tinggi ini
seperti yang dapat dilihat pada Gambar 8.9.

172
vo

ωt
0

π π 5π
 
6 6 6

π 7π
 
2 6
io
Ia

ωt
0

iT1
Ia

π 5π 17π
ωt
13π
0    
6 6 6 6

π 7π 11π
  
6 6 6
ia
Ia

ωt
π 5π 13π 17π
0    
6 6 6 6
- Ia

Gambar 8.9 Bentuk-bentuk gelombang dari besaran-besaran pada


konverter tiga-fasa jembatan-penuh berbeban induktif
“tinggi”.

8.4.2 HARGA RATA-RATA DAN HARGA EFEKTIF


Dengan memakai Tabel 8.11 serta memperhatikan Gambar 8.9, maka
dapat dinyatakan beberapa harga rata-rata dan harga efektif sebagai berikut :

 
 
1 To 3 3Vm 3 
2  2 
Vdc =  v o dt =  v ab dt =  cos(t  )
To 0
    6 


6
  6 

173
3Vm 3
= cos  ................................................................... (8-36)



To 2
1 3
Vrms =  v o2 dt = 
2
v ab dt
To o  

6

 
 
9  1   2 
= Vm
 t  sin(2t  ) 
2  2 3  

 6 

3 9 3 cos 2
= Vm  ........................................................... (8-37)
2 4
Karena Vm = Vs 2 maka dapat ditulis :

3Vs 6
Vdc = cos  ....................................................................... (8-38)

9 3 cos 2
Vrms = Vs 3  ....................................................... (8-39)
2
dan :
Idc = Irms = Ia ............................................................................... (8-40)
Dengan menggunakan cara yang sama dengan di atas, dapatlah ditentukan harga
rata-rata dan harga efektif untuk arus-arus lainnya :
Ia
IT = ......................................................................................... (8-41)
3
Ia
IT(rms) = ................................................................................... (8-42)
3
Is(av) = 0 ......................................................................................... (8-43)
Ia 6
Is = ..................................................................................... (8-44)
3

174
CONTOH 8-3 :
Sebuah konverter tiga-fasa jembatan-penuh yang rangkaiannya seperti dalam
Gambar 8.1(c) dihubungkan ke catu daya ac tiga-fasa 4-kawat 380 V; 50 Hz dan
melayani beban induktif tinggi sehingga arus beban sudah rata dan bebas kerut,

yaitu Ia. Jika sudut penundaan tiristornya adalah  = , hitunglah :
3
a). Faktor harmonik (HF) dari arus masukannya.
b). Faktor pergeseran (displacement factor, DF) dari arus masukannya.
c). Faktor daya masukan (PF).

Pembahasan :
Untuk rangkaian yang bersifat jembatan, arus masukan (is) selalu bersifat bolak
balik. Jika dinyatakan dalam deret Fourier, maka dapat ditulis :

is = Is(av) +  a n cos nt  b n sin nt  ................................................... (8c-1)
n 1

Menurut persamaan (8-43), Is(av) = 0, sehingga :


 
is =  a n cos nt  b n sin nt  =  A n sin(nt   n ) ......................... (8c-2)
n 1 n 1

dalam hal ini :

An = a 2n  b 2n ........................................................................................... (8c-3)

an
n = tan-1( ) ........................................................................................... (8c-4)
bn
Selanjutnya berdasarkan Gambar 8.7, dapat dilakukan analisis Fourier untuk an
dan bn :
 5  11
 
2 Tin 16 6 
an =  i s cos nt dt =    I a cos nt dt   I a cos nt dt
Tin 0 
   7
 
6 6 
4 Ia n
=  sin sin n untuk n = 1, 3, 5, ... ................................... (8c-5)
n 3

175
Tin
 5  11
 
2 1 6 6 
bn =
Tin
 i s sin nt dt =    I a sin nt dt   I a sin nt dt 
0
   7
 
6 6 
4 Ia n
= sin cos n untuk n = 1, 3, 5, ... ....................................... (8c-6)
n 3
Pada n = 1 untuk komponen fundamental dari is, didapatkan :
 3I a
a1 = ................................................................................................. (8c-7)

Ia 3
b1 = ................................................................................................ (8c-8)

Jika persamaan (8c-7) dan (8c-8) disubstitusikan pada persamaan (8c-3), maka
diperoleh harga maksimum atau amplitudo dari is1 (komponen fundamental dari is)
yaitu :
2I a 3
A1 =

Harga efektif dari is1 dapat diketahui :
A1 Ia 6
Is1 = =
2 
Sementara itu dari persamaan (8-33) diketahui :


 3 = Ia 6
Is = I a = Ia
  3
a). Faktor harmonik diperoleh dari persamaan (3-15) :

I 2
HF = ( s )2  1 =  1 = 0,311
I s1 9

b) Untuk n = 1 dari persamaan (8c-4) diperoleh :


a1 
1 = tan-1( ) = tan-1(  3 ) = - 60 =  rad
b1 3

Faktor pergeseran diperoleh dari persamaan (3-13) :


DF = cos 1 = cos(- 60) = 0,5

c) Faktor daya masukan diperoleh dari persamaan (3-14) :

176
I s1 cos 1 3
PF = = cos(-0) = 0,4775 (lagging )
Is 

8.5 PENUTUP : TEST FORMATIF


SOAL ESSAI

1. Sebuah konverter tiga-fasa setengah-gelombang yang memakai dioda


freewheeling mendapat suplai dari jala-jala 380 V; 60 Hz. Beban yang
dilayani adalah induktif “tinggi” sehingga arus beban dianggap kontinu dan

bebas kerut, yakni Ia. Jika sudut penundaan tiristornya adalah  = ,
3
hitunglah :
a. Faktor harmonik (HF) dari arus masukan.
b. Faktor pergeseran (DF).
c. Faktor daya masukan (PF).

2. Sebuah konverter tiga-fasa semi-jembatan yang diperlengkapi dengan dioda


freewheeling dihubungkan ke catu daya ac tiga-fasa 3-kawat 380 V; 50 Hz
dan melayani beban resistif R = 10 . Harga rata-rata tegangan keluaran
yang diperoleh adalah 25% dari nilai terbesar harga rata-rata tegangan
keluaran. Hitunglah :
a. Sudut penundaan dari tiristornya ().
b. Harga rata-rata dan harga efektif arus beban.
c. Harga rata-rata dan harga efektif arus tiristornya.
d. Efisiensi penyearahan ().
e. TUF.

3. Sebuah konverter tiga-fasa jembatan-penuh dihubungkan ke catu daya ac


tiga-fasa 3-kawat 380 V; 50 Hz dan melayani beban resistif R = 10 . Harga
rata-rata tegangan keluaran yang diperoleh adalah 25% dari nilai terbesar
harga rata-rata tegangan keluaran. Hitunglah :

177
a. Sudut penundaan dari tiristornya ().
b. Harga rata-rata dan harga efektif arus beban.
c. Harga rata-rata dan harga efektif arus tiristornya.
d. Efisiensi penyearahan ().
e. TUF.

178
BAB IX
KONVERSI DAYA DC KE AC :
INVERTER SATU-FASA

9.1 PENDAHULUAN
Inverter dikenal pula dengan nama konverter dc ke ac. Jadi fungsi inverter
adalah mengubah tegangan masukan dc ke tegangan keluaran ac sesuai dengan
besar (magnitude) dan frekuensi yang diinginkan. Tegangan maupun frekuensi
keluaran dapat bersifat tetap (fixed) atau variabel.
Ada dua cara dalam menghasilkan tegangan keluaran inverter yang
variabel. Pertama, tegangan dc masukan divariasikan sambil menjaga penguatan
(gain) inverter konstan. Kedua, jika tegangan dc masukan konstan atau tak dapat
dikontrol, maka penguatan inverterlah yang divariasikan. Pengaturan penguatan
pada inverter biasanya dilakukan oleh kontrol modulasi lebar pulsa (PWM, pulse
width modulation). Penguatan inverter didefenisikan sebagai perbandingan antara
tegangan keluaran ac terhadap tegangan masukan dc.
Sebuah inverter yang ideal akan menghasilkan gelombang sinus murni.
Namun secara praktis gelombang keluaran yang dihasilkan adalah non-sinus
serta mengandung harmonik-harmonik tertentu. Gelombang tegangan keluaran
yang berupa gelombang-persegi (square wave) atau gelombang persegi semu
(quasi square wave) dapat memadai pada level daya menengah dan rendah, tetapi
untuk level daya besar maka dipersyaratkan inverter mempunyai keluaran berupa
sinus dengan cacat (harmonik) sekecil mungkin. Hal ini dapat dicapai karena
adanya piranti semikonduktor daya berkecepatan tinggi melalui teknik
penyaklaran (switching techniques).
Inverter banyak digunakan pada aplikasi industri misalnya motor ac
putaran variabel, suplai daya siaga (standby power supply), serta suplai daya
kontinu (uninterruptible power supplies). Masukan inverter dapat berupa baterai,
sel bahan bakar, sel surya, atau sumber dc lainnya.

179
9.2 KLASIFIKASI INVERTER
Secara luas inverter dapat diklasifikasikan ke dalam 2 kategori yaitu :
1. Inverter satu-fasa
2. Inverter tiga-fasa
Bergantung pada penerapannya, masing-masing tipe tersebut di atas dapat
menggunakan piranti turn-on dan turn-off terkontrol seperti BJT (bipolar junction
transistor), MOSFET. IGBT (insulated-gate bipolar transistor), MCT (MOS-
controlled thyristor), SIT (static induction thyristor), atau GTO (gate turn-off
thyristor). Inverter-inverter tersebut umumnya memakai signal kontrol PWM
untuk menghasilkan tegangan keluaran ac.
Inverter dapat pula dikelompokkan ke dalam kategori sebagai berikut :
a. Voltage-fed inverter (VFI)
b. Current-fed inverter (CFI)
c. Variable dc linked inverter (VDLI)

Pada VFI tegangan masukan tetap konstan, sedangkan pada CFI arus
masukan tetap konstan. Pada VDLI, tegangan masukan dapat dikontrol.
Rangkaian VFI dan CFI dapat dilihat pada Gambar 9.1 dan Gambar 9.2.

i i i i
s o s o

Vs v Vs v
o o

(a) (b)

Gambar 9.1 Suatu voltage-fed inverter. (a) Masukan tetap. (b) Masukan variabel.

180
i i
o o

Is v Is v
o o

(a) (b)

Gambar 9.2 Suatu current-fed inverter. (a) Masukan tetap. (b) Masukan variabel.

9.3 INVERTER SETENGAH-JEMBATAN BERBEBAN


RESISTIF

Pada umumnya inverter memakai sumber dc 3-kawat, seperti yang


diperlihatkan dalam Gambar 9.3(a), tetapi sumber tegangan dc 2-kawat dapat pula
dipakai asalkan dilengkapi dengan 2 buah kapasitor yang sama nilai
kapasitansinya (C1 = C2) sebagai pembagi tegangan dan pembentuk kaki-tengah
atau centre-tap (titik G) seperti yang dapat dilihat pada Gambar 9.4(a). Dengan
Vs
demikian masing-masing kapasitor akan menanggung tegangan sebesar .
2
Centre-tap tersebut akan menjadi salah satu terminal dari beban. Dalam Gambar
9.4(a), transistor Q1 dan Q2 disulut bergantian dengan selang waktu yang sama,
To
dan masing-masing konduksi selama (atau ekivalen dengan ton = 180).
2
Gambar 9.3 memperlihatkan inverter satu-fasa setengah-jembatan yang
memakai sumber tegangan dc 3-kawat serta bentuk-bentuk gelombang dari
besaran-besaran dalam inverter tersebut.

181
9.3.1 PRINSIP KERJA
To
Jika hanya transistor Q1 konduksi selama maka tegangan keluaran
2
Vs
sesaat yang terjadi adalah vo = . Apabila hanya transistor Q2 konduksi selama
2
To V
maka tegangan keluaran sesaat adalah vo =  s . Dari gambar 9.3(a) dapat
2 2
diketahui bahwa PRBV (peak reverse blocking voltage) masing-masing transistor
adalah VS.

vo

Vs
2
t
0
Vs

2

io
Vs / 2R
t
0
 Vs / 2R

i1
Q1
 Vs / 2R
Vs i1
G a 3To
t
i2 0 To To
 io
2 2
Q2 i2
vo Beban Vs / 2R

3To
t
0 To To
2 2
(a) (b)

Gambar 9.3 Inverter satu-fasa setengah-jembatan dengan masukan sumber


tegangan 3-kawat. (a) Diagram rangkaian. (b) Bentuk-bentuk
gelombang untuk beban resistif.

182
9.3.2 HARGA EFEKTIF
Harga efektif tegangan keluaran atau tegangan beban disimbolkan dengan Vo,
yaitu :
2 To / 2
 (Vs / 2) 2 dt
2
V =
o ................................................................ (9-1)
To o
Jadi :
Vs
Vo = .......................................................................................... (9-2)
2
Dalam bentuk deret Fourier, tegangan Vo dapat dinyatakan sebagai :
 2Vs
vo =  sin( nt ) ............................................................... (9-3)
n 1,3,5,... n

= 0 untuk n = 2, 4, 6, ...
dalam hal ini :
ω = 2fo = frekuensi sudut dari tegangan keluaran (rad/s)
fo = 1/ To = frekuensi dari tegangan keluaran (Hz)
Komponen fundamental didapatkan dengan mengambil n = 1 pada persamaan
(9-3), sehingga :
2Vs
v1 = sin t ................................................................................ (9-4)

Harga efektif dari komponen fundamental adalah :
2Vs
V1 = = 0,4502 VS ................................................................................................. (9-5)
 2

9.4 INVERTER SETENGAH-JEMBATAN BERBEBAN


INDUKTIF

Gambar 9.4(b) dan 9.4(c) memperlihatkan bentuk gelombang arus beban


jika berbeban induktif dan induktif murni.
Pengaruh dari beban induktif adalah sebagai berikut. Jika transistor Q1
dipadamkan pada t = To/2 maka arus beban tidak langsung negatif (seperti pada
beban resistif), tetapi berlanjut mengalir melalui jalur : dioda D2 – beban –

183
kapasitor C2, serta menurun secara eksponensial hingga mencapai nol. Ketika arus
sudah nol, selanjutnya Q2 akan konduksi sampai t = To.

io
To
I1

t
0 tx To / 2 To  t x
I2

D1 (b)
C1 Q1
io
i1
Vs
a To / 4 3To / 4 To
i2
io Vs / 8fL
C2 Q2
D2 vo Beban t
Induktif 0 To / 2
 Vs / 8fL

(a) (c)

Gambar 9.4 Inverter satu-fasa setengah-jembatan dengan sumber tegangan 2-


kawat. (a) Diagram rangkaian. (b) Bentuk gelombang arus beban
untuk beban nduktif. (c) Bentuk gelombang arus beban untuk beban
induktif murni.

Jika pada t = To transistor Q2 dipadamkan maka arus io yang negatif


masih akan mengalir melalui jalur : dioda D1 – kapasitor C1 – beban, serta
menurun secara eksponensial hingga mencapai nol. Ketika arus ini sudah nol,
selanjutnya transistor Q1 akan konduksi sampai t = 3To/2. Demikian seterusnya
proses akan berlanjut.
Ketika dioda D1 dan D2 konduksi maka kedua sumber tegangan dc (dalam
hal ini diwakili oleh kapasitor C1 dan kapasitor C2) akan menyerap arus, jadi ada
energi yang dikembalikan (diumpan balik ke sumber ). Oleh sebab itu kedua
dioda yang digunakan disini disebut dioda umpan balik (feed back diodes).
Bergantung pada faktor daya beban, atau perbandingan antara 2fL
terhadap R dalam beban, maka lama konduksi dari transistor berkisar antara To/4
sampai To/2 (atau setara antara ton = 90 sampai ton = 180). Lama konduksi
yang tersingkat dicapai pada beban induktif murni, yaitu ton = Ton/4. Jika transistor
diganti dengan GTO atau tiristor terkomutasi-paksa lainnya maka waktu padam

184
(tq) dari tiristor harus diperhitungkan. Dengan demikian lama konduksi
To
maksimum dari piranti bukan lagi To/2 tetapi (  t q ). Ini dimaksudkan untuk
2
mencegah kondisi hubung singkat antara kedua tiristor yang dapat terjadi bila
tidak ada beda waktu (delay time). Arus beban (io) pada beban induktif ini dapat
dinyatakan dalam deret Fourier sebagai berikut :

 2Vs sin(nt   n )
io =  .................................................... (9-6)
n 1,3,5,... n R  (nL)
2 2

dalam hal ini :


nL
n = tan-1 ( )
R

Jika io1 adalah komponen fundamental (n =1) dari io maka dapat ditulis :

2Vs
io1 = sin(t  1 ) .................................................. (9-7)
 R  (L) 2
2

Terlihat bahwa harga maksimum (amplitudo) dari gelombang io1 adalah :

2Vs
Io1(max) = ............................................................. (9-8)
 R  (L) 2
2

Jika Io1 adalah harga rms dari io1 maka dapat ditulis :

2Vs / 2 0, 4502 VS
Io1 = = ........................................... (9-9)
 R 2  (L) 2 R 2  (L)2

Daya output untuk komponen fundamental (n = 1) adalah :

(0, 4502 VS ) 2 R
Po1 = I o21 R = V1 Io1 cos 1 = ............................. (9-10)
R 2  (L) 2

185
9.5 BEBERAPA PARAMETER UNJUK KERJA
(PERFORMANCE PARAMETERS)

9.5.1 FAKTOR HARMONIK DARI HARMONIK KE-n (HFn)


Faktor harmonik merupakan ukuran dari seberapa besar pengaruh
harmonik secara individual.
Vn
HFn = ............................................................................... (9-11)
V1
dalam hal ini :
Vn = harga rms dari komponen harmonik ke-n
V1 = harga rms dari komponen fundamental (n = 1) atau komponen ke-1

9.5.2 CACAT HARMONIK TOTAL (TOTAL HARMONIC DISTORTION,


THD)

Cacat harmonik total merupakan ukuran dari miripnya bentuk suatu


komponen harmonik terhadap bentuk komponen fundamental dari suatu
gelombang. THD dapat dirumuskan sebagai berikut.

1 
THD =  Vn2 ....................................................................... (9-12)
V1 n  2,3, 4,...

9.5.3 FAKTOR CACAT (DISTORTION FACTOR, DF)

THD yang telah disebutkan di atas menunjukkan kandungan harmonik


total tetapi tidak dapat menunjukkan seberapa besar level dari masing-masing
komponen harmonik. Faktor cacat dapat mengindikasikan jumlah komponen cacat
yang tetap tinggal pada suatu bentuk gelombang tertentu setelah dibagi dengan n2.

2
1  V 
DF =   2n  .......................................................... (9-13)
V1 n  2,3, 4,...  n 

186
9.5.4 FAKTOR CACAT SECARA INDIVIDUAL (DFn)

Faktor cacat secara individual (DFn) dari harmonik ke–n dapat


didefenisikan sebagai :

Vn
DFn = ............................................................................... (9-14)
n 2 V1

9.5.5 HARMONIK ORDE TERENDAH(LOWEST ORDER HARMONIC,


LOH)

Harmonik orde terendah didefinisikan sebagai komponen harmonik yang


frekuensinya paling mendekati frekuensi komponen fundamental serta
amplitudonya lebih besar atau sama dengan 3% dari amplitudo komponen
fundamental (HFn  3%).

CONTOH 9-1 :
Dari inverter satu-fasa setengah-jembatan pada Gambar 4.3(a) diketahui : R =
2,4  dan tegangan input dc Vs = 48 volt. Tentukanlah :
a). Harga rms komponen dasar dari tegangan output (V1).
b). Arus rata-rata tiap transistor.
c). PRBV masing-masing transistor.
d). DF

Pembahasan :
a). Menurut persamaan (9-5) :
V1 = 0,4502 Vs = 0,4502 x 48 V = 21,64 V

b). Jika IT(max) adalah arus maksimum dalam tiap transistor, dan karena masing-
masing transistor konduksi selama setengah periode, maka harga rata-rata
arus tiristor adalah :
I T (max) Vs 48
IT(av) = = = =5 A
2 4R 4 . 2,4

187
c). PRBV tiap transistor yang tidak konduksi menurut Gambar 9.3(a) adalah :
PRBV = Vs = 48 V

d). Menurut persamaan (9-13) :


 2 2 2 2
1  Vn  1  V3   V5   V7 
DF =
V1
  2 =
n  3,5,...  n  V1
 2    2    2   
3  5  7 
Tetapi dari persamaan (9-3) dapat diketahui bahwa :
V1 V V
V3 = , V5 = 1 , V7 = 1 , dan seterusnya
3 5 7
sehingga :
2 2 2
1 1 1
DF =  3    3    3     0,03804 = 3,804%
3  5  7 

9.6 INVERTER JEMBATAN


Gambar 9.5 memperlihatkan inverter jembatan satu-fasa. Perbedaannya
dengan rangkaian setengah-jembatan adalah bahwa sekarang terdapat empat buah
transistor yang seolah-olah membentuk jembatan yang lengkap. Diperlengkapinya
rangkaian dengan empat buah dioda adalah dengan maksud untuk melayani beban
induktif. Namun jika rangkaian melayani beban resistif, dioda yang terpasang
tidak akan berfungsi karena tidak mendapat kesempatan untuk konduksi.

D1 D3
Q1 Q3
C1
i1 i3
a G
Vs
b
i4 i2
C2 Q2
Q4
D4 D2 vo Beban

io

Gambar 9.5 Rangkaian inverter satu-fasa jembatan dengan sumber tegangan


2-kawat.

188
9.6.1 PRINSIP KERJA UNTUK BEBAN RESISTIF

Dari Gambar 9.5, jika hanya transistor Q1 dan Q2 disulut bersamaan


(secara simultan) dan konduksi selama To/2 maka pada beban akan muncul
tegangan Vo = Vab = Vs. Arus akan mengalir dalam jalur : kutub positif pencatu
daya – transistor Q1 – titik a – beban – titik b – transistor Q2 – kutub negatif
pencatu daya. PRBV masing-masing transistor yang tidak konduksi adalah Vs.
Jika hanya transistor Q3 dan Q4 disulut bersamaan (secara simultan) dan
konduksi selama To/2 berikutnya maka pada beban akan muncul tegangan Vo =
Vab = –Vs. Arus akan mengalir dalam jalur : kutub positif pencatu daya –
transistor Q3 – titik b – beban – titik a – transistor Q4 – kutub negatif pencatu
daya. PRBV masing-masing transistor yang tidak konduksi adalah Vs.
Berdasarkan prinsip kerja di atas, terjadilah bentuk-bentuk gelombang dari
beberapa besaran dalam inverter ini, seperti yang dapat dilihat pada Gambar 9.6.

vo  v
ab

Vs

0
t
 Vs

io
Vs / R

0
t
 Vs / R

i1  i
2
Vs / R

3To
t
0 To To
2 2
i3  i
4
Vs / 2R

3To
t
0 To To
2 2

Gambar 9.6 Bentuk gelombang dari besaran-besaran pada inverter satu-fasa


jembatan yang berbeban resistif.

189
9.6.2 HARGA EFEKTIF PADA KONDISI BERBEBAN RESISTIF
Harga efektif tegangan keluaran atau tegangan beban disimbolkan dengan
Vo, yaitu :

2 To / 2 2
Vo =
To o
 Vs dt .................................................................... (9-15)

Jadi :
Vo = Vs ........................................................................................... (9-16)
Dalam bentuk deret Fourier, tegangan Vo dapat dinyatakan sebagai :
 4Vs
vo =  sin nt ............................................................... (9-17)
n 1,3,5,... n

= 0 untuk n = 2, 4, 6, ...
dalam hal ini :
ω = 2fo = frekuensi sudut dari tegangan keluaran (rad/s)
fo = 1/ To = frekuensi dari tegangan keluaran (Hz)
Komponen fundamental didapatkan dengan mengambil n = 1 pada persamaan
(9-17), sehingga :
4Vs
v1 = sin t ............................................................................... (9-18)

Harga efektif dari komponen fundamental adalah :
4Vs
V1 = = 0,9004 VS .............................................................................................. (9-19)
 2

9.6.3 PRINSIP KERJA UNTUK BEBAN INDUKTIF


Jika transistor Q1 dan Q2 pada Gambar 9.5 dipadamkan pada t = To/2,
maka akan mengalir arus yang mengecil secara eksponensial melalui jalur : D3 –
kutub positif sumber tegangan – D4 – beban, sampai mencapai nol. Setelah arus
tersebut nol, selanjutnya Q3 dan Q4 akan konduksi sehingga mengalir arus negatif
pada beban sampai t = To.
Jika transistor Q3 dan Q4 pada Gambar 9.5 dipadamkan pada t = To, maka
akan mengalir arus yang mengecil secara eksponensial melalui jalur : D1 – kutub

190
positif sumber tegangan – D2 – beban, sampai mencapai nol. Setelah arus
tersebut nol, selanjutnya Q1 dan Q2 akan konduksi sehingga mengalir arus positif
pada beban sampai t = 3To/2.
Dioda D1, D2, D3, dan D4 disebut dioda umpan balik (feed back diodes),
karena selama konduksi dioda-dioda tersebut mengembalikan energi ke sumber
tegangan dc.
Bentuk gelombang arus yang lewat pada beban, dioda, dan transistor dapat
dilihat pada Gambar 9.7.

io
To
I1

t
0 To 3To
I2 2 2

i1  i
2
I1

0 tx To To  t 3To
t
x
2 2
i3  i
4
I1

0 To To 3To t
2T
t t o
2 x 2 x

i D3  i D 4
To 3To
t t
I1 2 x 2 x

0 To 3To t
2 2
i D1  i D 2
To  t 2To  t
I1 x x

0 tx To 2T
t
o

Gambar 9.7 Bentuk gelombang dari besaran-besaran pada inverter satu-fasa


jembatan yang berbeban induktif.

191
Arus beban (io) pada beban induktif ini dapat dinyatakan dalam deret Fourier
sebagai berikut :

 4Vs sin(nt   n )
io =  ..................................................... (9-20)
n 1,3,5,... n R  (nL)
2 2

dalam hal ini :


nL
n = tan-1 ( )
R
Jika io1 adalah komponen fundamental (n =1) dari io maka dapat ditulis :
4Vs
io1 = sin(t  1 ) ................................................ (9-21)
 R 2  (L) 2
Terlihat bahwa harga maksimum (amplitudo) dari gelombang io1 adalah :
4Vs
Io1(max) = ........................................................... (9-22)
 R  (L)
2 2

Jika Io1 adalah harga rms dari io1 maka dapat ditulis :
4Vs / 2 0,9004 Vs
Io1 = = ........................................ (9-23)
 R  (L)
2 2
R 2  (L) 2

Daya output untuk komponen fundamental (n = 1) adalah :


0,9004 Vs 2 R
Po1 = I R = V1 Io1 cos 1 =
2
.............................. (9-24)
R 2  (L) 2
o1

CONTOH 9-2 :
Dari inverter satu-fasa jembatan pada Gambar 9.5 diketahui : R = 2,4  dan
tegangan input dc Vs = 48 volt. Tentukanlah :
a). Daya keluaran (Po).
b). Arus maksimum dalam tiap transistor.
c). THD.

Pembahasan :
a). Menurut persamaan (9-16), Vo = Vs sehingga daya keluaran adalah :

192
Vo2 V 2 48 2
Po = = s = = 960 W
R R 2,4
V1 = 0,4502 Vs = 0,4502 x 48 V = 21,64

b). Jika IT(max) adalah arus maksimum dalam tiap transistor, maka dari Gambar
9.6 dapat diketahui :
Vs 48
IT(max) = = = 20 A
R 2,4
c). Menurut persamaan (9-16) :

1 1
THD =
V1
V
n  2 , 3, 4 ,...
2
n =
V1
V32  V52  V72  ...

Tetapi : V12 + V32 + V52 + V72 + . . . = Vo2 , sehingga :

V32 + V52 + V72 + . . . = Vo2 – V12 . Jadi :


2 2
1  Vo   Vs 
THD = Vo2  V12 =   1 =   1 = 0,4832
V1  V1   0,9004 Vs 
= 48,32%

9.7 PENUTUP : TEST FORMATIF


SOAL ESSAI

1. Dari inverter satu-fasa setengah-jembatan pada Gambar 9.3(a) diketahui Vs =


220 V. Bebannya adalah R = 10  dan L = 31,5 mH dan C = 112 F.
Frekuensi tegangan keluaran adalah fo = 60 Hz. Tentukanlah :
a. Arus beban sesaat (io) yang dinyatakan dalam deret Fourier
b. THD dari arus beban.
c. Komponen dasar dari arus yang diserap oleh beban.
d. Harga maksimum dari arus transistor.

193
2. Dari inverter satu-fasa jembatan-penuh pada Gambar 9.5 diketahui Vs = 220
V. Bebannya adalah R = 10  dan L = 31,5 mH dan C = 112 F. Frekuensi
tegangan keluaran adalah fo = 60 Hz. Tentukanlah :
a. Harga efektif dari komponen fundamental arus beban.
b. Daya yang diserap oleh beban.
c. Harga rata-rata dari arus yang disuplai oleh sumber tegangan masukan.

194
BAB X
KONVERSI DAYA DC KE AC :
INVERTER TIGA-FASA

10.1 PENDAHULUAN
Penerapan inverter tiga-fasa adalah biasanya pada daya besar. Inverter
tiga-fasa dapat dihasilkan dengan tiga cara, yaitu :
a. Menghubungkan tiga buah inverter setengah jembatan satu-fasa
b. Menghubungkan tiga buah inverter jembatan penuh satu-fasa
c. Membangun langsung inverter tiga-fasa

Gambar 10.1 berikut memperlihatkan inverter 3-fasa yang dibentuk dari


inverter satu-fasa.

 V 
s

a
Inverter
Satu-Fasa

b
Inverter
Satu-Fasa

c
Inverter
Satu-Fasa
n

Gambar 10.1 Suatu inverter tiga-fasa yang dibentuk dari tiga buah inverter satu-
fasa.

207
Terhadap rangkaian pada Gambar 10.1, signal penyulutan (gating signal)
dari inverter satu-fasanya harus berbeda 120 satu sama lain untuk mendapatkan
keluaran tiga-fasa yang seimbang.
Inverter tiga-fasa dapat pula dikonfigurasi langsung dari enam buah
transistor seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 10.2. Rangkaian dalam Gambar
10.2 adalah bersifat umum karena dilengkapi dengan enam buah dioda. Tujuannya
adalah untuk dipakai pada beban-beban induktif. Inverter tersebut dapat pula
melayani beban resistif, namun keenam dioda tidak berfungsi karena tidak
mendapat kesempatan untuk konduksi.

i D1 Q1 D3 Q3 D5 Q5
C1
G Vs a b c
ia ib ic
C2
Q4 Q6 Q2
D4 D6 D2

n
Beban

Gambar 10.2 Suatu inverter tiga-fasa yang dibentuk langsung dari enam buah
transistor dan melayani beban tiga-fasa seimbang terhubung bintang
(Y).

Dikenal dua tipe dalam kontrol signal penyulutan transistor, yaitu :


a. Sistem lama konduksi T/2 atau ton = 180.
b. Sistem lama konduksi T/3 atau ton = 120.

208
10.2 INVERTER TIGA-FASA DENGAN SISTEM KONDUKSI
T/2

Dalam hal ini transistor pada Gambar 10.2 konduksi selama T/2 yang
setara dengan ton = 180. Interval mulainya konduksi antara satu transistor dan
transistor berikutnya adalah T/6 yang setara dengan t = 60. Transistor-transistor
dinomori sedemikian rupa sehingga urutan penyulutan transistor adalah Q1-Q2-
Q3, Q2-Q3-Q4, Q3-Q4-Q5, Q4-Q5-Q6, Q5-Q6-Q1, dan Q6-Q1-Q2. Jadi dalam
waktu selama T/6 selalu terdapat tiga buah transistor yang konduksi bersamaan.
Gambar 10.3 memperlihatkan diagram penyulutan transistor pada sistem inverter
ini.

Q1

t
0 T/2 T 3T / 2
Q2

t
0 T/6 2T / 3 7T / 6 5T / 3
Q3

t
0 T/3 5T / 6 4T / 3
Q4

t
0 T/2 T 3T / 2
Q5

t
0 T/6 2T / 3 7T / 6
Q6

t
0 T/3 5T / 6 4T / 3

Gambar 10.3 Urutan penyulutan transistor pada inverter tiga-fasa dengan sistem
konduksi T/2.

209
Jika transistor Q1 konduksi maka titik “a” akan mempunyai potensial
sebesar +Vs/2 terhadap titik G dan bila transistor Q2 konduksi maka titik “c”
akan berpotensial sebesar –Vs/2 terhadap titik G. Hasil selengkapnya dapat
dilihat pada Tabel 10.1.

Tabel 10.1 Pola pembentukan tegangan antar-fasa pada beban dari


inverter tiga-fasa dengan sistem konduksi T/2.

Komponen Potensial terhadap titik G Tegangan antar fasa


Interval
yang vab = vbc = vca =
dari ωt va vb vc
konduksi va – vb vb – vc vc – va
0 – /3 Q5 – Q6 – Q1 + VS/2 – VS/2 + VS/2 VS – VS 0
/3 – 2/3 Q6 – Q1 – Q2 + VS/2 – VS/2 – VS/2 VS 0 – VS
2/3 –  Q1 – Q2 – Q3 + VS/2 + VS/2 – VS/2 0 VS – VS
 – 4/3 Q2 – Q3 – Q4 – VS/2 + VS/2 – VS/2 – VS VS 0
4/3 – 5/3 Q3 – Q4 – Q5 – VS/2 + VS/2 + VS/2 – VS 0 VS
5/3 – 2 Q4 – Q5 – Q6 – VS/2 – VS/2 + VS/2 0 – VS VS

Berdasarkan Tabel 10.1 di atas, dapatlah diketahui bentuk gelombang


tegangan antar-fasa pada beban seperti yang diperlihatkan pada Gambar 10.4.
Dalam ke-enam buah urutan konduksi dalam satu siklus seperti yang
dinyatakan dalam Tabel 10.1, maka rangkaian ekivalennya adalah seperti pada
Gambar 10.5.
Dari rangkaian ekivalen dalam Gambar 10.5, dapatlah ditentukan tegangan
per fasa (tegangan fasa ke netral) pada beban seperti yang dapat dilihat dalam
Tabel 10.2.
Berdasarkan Tabel 10.2, dapatlah digambarkan tegangan fasa dari
keluaran inverter atau tegangan fasa pada beban seperti yang diperlihatkan dalam
Gambar 10.6.

210
v ab

Vs

0 t
2 / 3 2 8 / 3
 Vs

v bc

Vs

0 t
2 / 3 4 / 3 8 / 3 10 / 3
 Vs

v ca

Vs

0 t
4 / 3 2
 Vs

Gambar 10.4 Bentuk gelombang tegangan antar-fasa pada beban dari inverter tiga-
fasa dengan sistem konduksi T/2.

a Beban Beban a Beban


i b i
n n n
  
Vs c Vs c Vs b
  i 
b a c
(a ) ( b) ( c)

a Beban Beban a Beban


b
i

 n  n  n
Vs c Vs c Vs b
 i   i
b a c
(d ) ( e) (f )

Gambar 10.5 Rangkaian ekivalen pada setiap urutan konduksi dari inverter tiga-
fasa dengan sistem konduksi T/2 dalam Gambar 10.2. (a) Untuk 0 < ωt
< /3. (b) Untuk /3 < ωt < 2/3. (c) Untuk 2/3 < ωt < . (d) Untuk 
< ωt < 4/3. (e) Untuk 4/3 < ωt < 5/3. (f) Untuk 5/3 < ωt < 2.

211
Tabel 10.2 Pola pembentukan tegangan fasa ke netral pada beban dari
inverter tiga-fasa dengan sistem konduksi T/2.

Interval dari ωt van vbn vcn vab vbc vca


0 – /3 Vs/3 –2 Vs/3 Vs/3 Vs – Vs 0
/3 – 2/3 2 Vs/3 – Vs/3 – Vs/3 Vs 0 – Vs
2/3 –  Vs/3 Vs/3 –2 Vs/3 0 Vs – Vs
 – 4/3 – Vs/3 2 Vs/3 – Vs/3 – Vs Vs 0
4/3 – 5/3 –2 Vs/3 Vs/3 Vs/3 – Vs 0 Vs
5/3 – 2 – Vs/3 – Vs/3 2 Vs/3 0 – Vs Vs

v an

2Vs / 3
Vs / 3
0 t
/3 2 / 3 7 / 3 8 / 3 3
 Vs / 3
 2Vs / 3
v bn

2Vs / 3
Vs / 3
0 t
 4 / 3 3
 Vs / 3
 2Vs / 3

v cn

2Vs / 3
Vs / 3
0 t
5 / 3 2
 Vs / 3
 2Vs / 3

Gambar 10.6 Bentuk gelombang tegangan fasa ke netral pada beban dari inverter
tiga-fasa dengan sistem konduksi T/2.

212
Dari Tabel 10.1 dan 10.2 dapat dikatakan bahwa cara pembentukan
tegangan antar-fasa pada beban dapat didekati dari dua cara. Pertama, dengan
meninjau potensial sesaat titik “a”, “b” dan “c” terhadap titik nol (G) pada sumber
tegangan masukan. Jika va, vb dan vc diketahui maka vab, vbc dan vca dapat
ditentukan. Kedua, dengan meninjau rangkaian ekivalen sesaat untuk setiap
urutan konduksi yang dapat menurunkan tegangan fasa ke netral pada beban,
yakni van, vbn, dan vcn. Jika tegangan fasa ke netral diketahui, maka tegangan antar-
fasa dapat ditentukan.
Selanjutnya dapat dikatakan bahwa tujuan utama meninjau rangkaian
ekivalen sesaat adalah untuk mendapatkan perumusan tegangan fasa ke netral
pada beban.
Dilihat dari bentuk gelombangnya, maka yang lebih mudah untuk
dianalisa kemudian dinyatakan ke dalam deret Fourier adalah tegangan antar-fasa.

 4Vs n n
vab =  cos sin(nt  ) ....................................... (10-1)
n 1,3,5,... n 6 6
 4Vs n 5n
vbc =  cos sin(nt  ) ...................................... (10-2)
n 1,3,5,... n 6 6
 4Vs n n
vca =  cos sin(nt  ) ...................................... (10-3)
n 1,3,5,... n 6 2

Terlihat dari persamaan (10-1) sampai (10-3) bahwa harmonik triplen


(untuk n = 3, 9, 15, ...) akan berharga nol di dalam tegangan antar-fasa.
Harga efektif (rms) dari tegangan antar-fasa pada beban selanjutnya akan
disimbolkan dengan VL, yang penentuannya adalah berdasarkan pada Gambar
10.4.

1 2 / 3 2 V 6
VL =  Vs dt = s = 0,8165 Vs .................................... (10-4)
 o 3
Selanjutnya harga efektif dari komponen harmonik ke-n pada tegangan antar fasa
adalah :

213
4Vs n
VLn = cos ................................................................... (10-5)
n 2 6
Untuk komponen fundamental/dasar (n = 1), maka diperoleh :
4Vs
VL1 = cos 30 = 0,7797 Vs ............................................. (10-6)
 2
Harga efektif tegangan fasa ke netral (per fasa) pada beban akan disimbolkan
dengan Vph dan besarnya adalah :
VL
Vph = = 0,4714 Vs ........................................................ (10-7)
3

Tegangan per fasa pada beban dalam deret Fourier didapatkan dengan cara
membagi tegangan antar-fasa dengan faktor 3 dan menggeser sudut fasanya

sebesar 30 atau rad.
6
 4Vs n
van =  cos sin nt ............................................... (10-8)
n 1,3,5,... n 3 6
 4Vs n
vbn =  cos sin(nt 120) ................................... (10-9)
n 1,3,5,... n 3 6
 4Vs n
vcn =  cos sin(nt  120) ................................. (10-10)
n 1,3,5,... n 3 6

Jika beban yang dilayani bersifat induktif maka arus dalam saluran untuk beban Y
(yaitu ia, ib, atau ic) dapat ditentukan sebagai berikut.

 4Vs n
ia =  cos sin(nt   n ) ................. (10-11)
n 1,3,5,... 3 n R  (nL) 2 2 6

dalam hal ini :


 nL 
n = tan 1   ........................................................................................ (10-12)
 R 
R = resistansi beban per-fasa
L = induktansi beban per-fasa

214
10.3 INVERTER TIGA-FASA DENGAN SISTEM KONDUKSI
T/3

Dalam hal ini transistor pada Gambar 10.2 konduksi selama T/3 yang
setara dengan ton = 120. Interval mulainya konduksi antara satu transistor dan
transistor berikutnya adalah tetap T/6 yang setara dengan t = 60. Jika transistor
dinomori seperti dalam Gambar 10.2 maka urutan penyulutan transistor adalah
Q1-Q2, Q2-Q3, Q3-Q4, Q4-Q5, Q5-Q6, dan Q6-Q1. Jadi dalam waktu selama T/6
selalu terdapat dua buah transistor yang konduksi bersamaan. Gambar 10.7
memperlihatkan diagram penyulutan transistor pada sistem inverter ini.

Q1

t
0 T/3 T 4T / 3
Q2

t
0 T/6 T/2 7T / 6 3T / 2
Q3

t
0 T/3 2T / 3 4T / 3 5T / 3
Q4

t
0 T/2 5T / 6 3T / 2
Q5

t
0 2T / 3 T 5T / 3
Q6

t
0 T/6 5T / 6 7T / 6

Gambar 10.7 Urutan penyulutan transistor pada inverter tiga-fasa dengan sistem
konduksi T/3.

215
Seperti pada uraian sebelumnya, jika transistor Q1 konduksi maka titik “a”
akan mempunyai potensial sebesar +Vs/2 terhadap titik G dan bila transistor Q2
konduksi maka titik c akan berpotensial sebesar –Vs/2 terhadap titik G. Juga,
jika transistor Q3 konduksi maka titik “b” akan mempunyai potensial sebesar
+Vs/2 terhadap titik G dan bila transistor Q4 konduksi maka titik “a” akan
berpotensial sebesar –Vs/2 terhadap titik G. Demikian pula, jika transistor Q5
konduksi maka titik “c” akan mempunyai potensial sebesar +Vs/2 terhadap titik G
dan bila transistor Q6 konduksi maka titik “b” akan berpotensial sebesar –Vs/2
terhadap titik G. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 10.3.

Tabel 10.3 Pola pembentukan tegangan antar-fasa pada beban dari


inverter tiga-fasa dengan sistem konduksi T/3.

Komponen Potensial terhadap titik G Tegangan antar fasa


Interval
yang vab = vbc = vca =
dari ωt va vb vc
konduksi va – vb vb – vc vc – va
0 – /3 Q6 – Q1 + VS/2 – VS/2 0 VS – VS/2 – VS/2
/3 – 2/3 Q1 – Q2 + VS/2 0 – VS/2 + VS/2 + VS/2 – VS
2/3 –  Q2 – Q3 0 + VS/2 – VS/2 – VS/2 VS – VS/2
 – 4/3 Q3 – Q4 – VS/2 + VS/2 0 – VS + VS/2 + VS/2
4/3 – 5/3 Q4 – Q5 – VS/2 0 + VS/2 – VS/2 – VS/2 VS
5/3 – 2 Q5 – Q6 0 – VS/2 + VS/2 + VS/2 – VS + VS/2

Berdasarkan Tabel 10.3 di atas, dapatlah diketahui bentuk gelombang


tegangan antar-fasa pada beban seperti yang diperlihatkan pada Gambar 10.8.
Dalam ke-enam buah urutan konduksi dalam satu siklus seperti yang dinyatakan
dalam Tabel 10.3, maka rangkaian ekivalennya adalah seperti pada Gambar 10.9.
Dari rangkaian ekivalen dalam Gambar 10.9, dapatlah ditentukan tegangan per
fasa (tegangan fasa ke netral) pada beban seperti yang dapat dilihat dalam Tabel
10.4. Berdasarkan Tabel 10.4, dapatlah digambarkan tegangan fasa dari keluaran
inverter atau tegangan fasa pada beban seperti yang diperlihatkan dalam Gambar
10.10.

216
v ab

Vs
Vs / 2
0 t
/3 2 7 / 3
 Vs / 2
 Vs
v bc

Vs
Vs / 2
0 t
2 / 3  8 / 3 3 10 / 3
 Vs / 2
 Vs

v ca

Vs
Vs / 2
0 t
4 / 3 5 / 3 10 / 3
 Vs / 2
 Vs

Gambar 10.8 Bentuk gelombang tegangan antar-fasa pada beban dari inverter tiga-
fasa dengan sistem konduksi T/3.

i a Beban i Beban Beban


a a

Vs n  i
 n n
b
Vs
  b
b Vs

c c c
(a ) ( b) ( c)

a Beban a Beban a Beban



Vs i 
 b n V n n


s
i b b
Vs i
c 
c c
(d ) ( e) (f )

Gambar 10.9 Rangkaian ekivalen pada setiap urutan konduksi dari inverter tiga-
fasa dengan sistem konduksi T/3 dalam Gambar 10.2. (a) Untuk 0 < ωt
< /3. (b) Untuk /3 < ωt < 2/3. (c) Untuk 2/3 < ωt < . (d) Untuk 
< ωt < 4/3. (e) Untuk 4/3 < ωt < 5/3. (f) Untuk 5/3 < ωt < 2.

217
Tabel 10.4 Pola pembentukan tegangan fasa ke netral pada beban dari
inverter tiga-fasa dengan sistem konduksi T/3.

Interval dari ωt van vbn vcn vab vbc vca


0 – /3 Vs/2 –Vs/2 0 VS – VS/2 – VS/2

/3 – 2/3 Vs/2 0 – Vs/2 + VS/2 + VS/2 – VS

2/3 –  0 Vs/2 –Vs/2 – VS/2 VS – VS/2

 – 4/3 – Vs/2 Vs/2 0 – VS + VS/2 + VS/2

4/3 – 5/3 –Vs/2 0 Vs/2 – VS/2 – VS/2 VS

5/3 – 2 0 – Vs/2 Vs/2 + VS/2 – VS + VS/2

v an

Vs / 2

0 t
2 / 3 2 8 / 3
 Vs / 2

v bn

Vs / 2

0 t
2 / 3 4 / 3 8 / 3 10 / 3
 Vs / 2

v cn

Vs / 2

0 t
4 / 3 2
 Vs / 2

Gambar 10.10 Bentuk gelombang tegangan fasa ke netral pada beban dari inverter
tiga-fasa dengan sistem konduksi T/3.

218
Sekali lagi dapat dikatakan dari Tabel 10.3 dan 10.4 bahwa cara
pembentukan tegangan antar-fasa pada beban dapat didekati dari dua cara.
Pertama, dengan meninjau potensial sesaat titik “a”, “b” dan “c” terhadap titik nol
(G) pada sumber tegangan masukan. Jika va, vb dan vc diketahui maka vab, vbc dan
vca dapat ditentukan. Kedua, dengan meninjau rangkaian ekivalen sesaat untuk
setiap urutan konduksi yang dapat menurunkan tegangan fasa ke netral pada
beban, yakni van, vbn, dan vcn. Jika tegangan fasa ke netral diketahui, maka
tegangan antar-fasa dapat ditentukan.
Pada sistem konduksi T/3 ini maka lebih mudah untuk menganalisa
tegangan fasa ke neral kemudian dinyatakan ke dalam deret Fourier.

 2Vs n n
van =  n
cos sin(nt  )
6 6
.................................. (10-13)
n 1,3,5,...

 2Vs n n
vbn =  cos sin(nt  ) ...................................... (10-14)
n 1,3,5,... n 6 2
 2Vs n 5n
vcn =  cos sin(nt  ) .................................. (10-15)
n 1,3,5,... n 6 6

Terlihat dari persamaan (10-13) sampai (10-15) bahwa harmonik triplen


(untuk n = 3, 9, 15, ...) akan berharga nol di dalam tegangan fasa ke netral.
Harga efektif (rms) dari tegangan antar-fasa pada beban selanjutnya akan
disimbolkan dengan VL, yang penentuannya adalah berdasarkan pada Gambar
10.4.
2 / 3
1 Vs 6
V dt =
2
VL = = 0,8165 Vs .................................. (10-16)

s
o
3

Selanjutnya harga efektif dari komponen harmonik ke-n pada tegangan antar fasa
adalah :
4Vs n
VLn = cos ................................................................. (10-17)
n 2 6
Untuk komponen fundamental/dasar (n = 1), maka diperoleh :

219
4Vs
VL1 = cos 30 = 0,7797 Vs ........................................... (10-18)
 2
Harga efektif tegangan fasa ke netral (per fasa) pada beban akan disimbolkan
dengan Vph dan besarnya adalah :
VL
Vph = = 0,4714 Vs ......................................................... (10-19)
3

Tegangan per fasa pada beban dalam deret Fourier didapatkan dengan cara
membagi tegangan antar-fasa dengan faktor 3 dan menggeser sudut fasanya

sebesar 30 atau rad.
6

4Vs n
van = 
n 1, 3, 5,... n 3
cos
6
sin nt .............................................. (10-20)


4Vs n
vbn = 
n 1, 3, 5,... n 3
cos
6
sin(nt 120) .................................. (10-21)


4Vs n
vcn = 
n 1, 3, 5,... n 3
cos
6
sin(nt  120) .................................. (10-22)

Jika beban yang dilayani bersifat induktif maka arus dalam saluran untuk beban Y
(yaitu ia, ib, atau ic) dapat ditentukan sebagai berikut.

 4Vs n
ia =  cos sin(nt   n ) ................. (10-23)
n 1,3,5,... 3 n R 2  (nL) 2 6

dalam hal ini :


 nL 
n = tan 1   ........................................................................................ (10-24)
 R 
R = resistansi beban per-fasa
L = induktansi beban per-fasa

220
CONTOH 10-1 :
Dari inverter tiga-fasa pada Gambar 10.2 untuk sistem konduksi T/2 diketahui : R
= 5  dan L = 23 mH. Bebannya adalah bersifat induktif terhubung Y pada
frekuensi keluaran 60 Hz. Jika tegangan input dc Vs = 220 volt. Tentukanlah :
a). Harga efektif tegangan antar-fasa pada beban.
b). Harga efektif komponen fundamental dari tegangan antar-fasa pada beban.
c). THD dari tegangan keluaran antar-fasa.
d). Harga rata-rata dari arus transistor.

Pembahasan :
a). Menurut persamaan (10-4) :
V1 = 0,8165 Vs = 0,8165 x 220 V = 179,63 V

b). Dari persamaan (10-6) diketahui :


VL1 = 0,7797 Vs = 171,53 V

c). Dengan menerapkan persamaan (9-12), diperolehlah :



1 1
THD =
VL1
V
n  2 , 3, 4 ,...
2
Ln =
VL1
VL23  VL25  VL27  ...

Tetapi : VL21 + VL23 + VL25 + VL27 + . . . = VL2 , sehingga :

VL23 + VL25 + VL27 + . . . = VL2 – VL21 . Jadi :


2 2
1  VL   0,8165Vs 
THD = VL2  VL21 =   1 =   1 = 0,3108
VL1  VL1   0,7797 Vs 
= 31,08%

d). Tegangan per fasa di beban menurut persamaan (10-7) adalah :


Vph = 0,4714 Vs
Maka harga efektif arus yang mengalir dalam beban adalah :
Vph 0,4714 . 220
IL = = = 10,36 A
R 2  (2f o L) 2 5 2  (2 . 60 . 0,023) 2

221

Anda mungkin juga menyukai