Anda di halaman 1dari 171

ELEKTRONIKA DASAR

Modul Kuliah Elektronika Dasar untuk Program MBKM

Penulis: Djukarna
Institut: Program Studi Pendidikan Fisika STKIP Surya
Tanggal: 10 OKtober 2020
Versi: 3.0
Daftar Isi

1 Listrik, Besaran Listrik dan Pengukurannya 1


1.1 Apa Itu Listrik? . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1
1.2 Besaran dan Satuan Listrik . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 12
1.3 Pengukuran Besaran Listrik . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 14

2 Resistor dan Rangkaiannya 17


2.1 Jenis-Jenis Resistor . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 20
2.2 Kode Warna Resistor . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 26
2.3 Rangkaian Resistor . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 27
2.4 Transformasi Rangkaian Star (F) Delta (∆) . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 32
2.5 Jembatan Wheatstone . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 38

3 Kapasitor dan Rangkaiannya 41


3.1 Kapasitor dan Kapasitas Kapasitor . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 41
3.2 Satuan dan Jenis-Jenis Kapasitor . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 47
3.3 Bahan Dielektrik . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 53
3.4 Rangkaian Kapasitor . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 58
3.5 Energi yang Tersimpan di dalam Kapasitor . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 61

4 Induktor dan Transformator 64


4.1 Induktor . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 64
4.2 Daya Induktor . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 69
4.3 Induksi Diri ( Self Inductance) Induktor . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 70
4.4 Induksi Antara 2 Induktor . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 72
4.5 Rangkaian Induktor . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 73
4.6 Tranformator . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 79

5 Semikonduktor 90
5.1 Komponen Elektronika Pasif dan Aktif . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 90
5.2 Semikonduktor . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 92
5.3 Teori Pita (Band Theory) . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 94

6 Dioda 98
6.1 Dioda dan Karakteristik Dioda . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 98
6.2 Klasifikasi Dioda . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 103
6.3 Rangkaian Dioda . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 131
DAFTAR ISI

7 Transistor 138
7.1 Dasar-Dasar transistor . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 138
7.2 Analisis Rangkaian Transistor . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 143
7.3 Rangkaian Transistor Sebagai Saklar . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 148

8 Gerbang-Gerbang Logika 150


8.1 Gerbang Logika "AND" . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 150
8.2 Gerbang Logika "OR" . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 155
8.3 Gerbang Logika "NOT" . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 159
8.4 Gerbang Logika "NAND" . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 161
8.5 Gerbang Logika "NOR" . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 164
8.6 Rangkuman . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 166

ii
Bab 1 Listrik, Besaran Listrik dan Pengukurannya

Pendahuluan
h Abstrak pat menjelaskan dengan benar ten-
Pokok bahasan ini akan membahas tang sumber-sumber arus listrik, be-
tentang sumber-sumber arus listrik, saran dan satuan yang digunakan di
besaran dan satuan yang digunakan elektronika
di elektronika dan pengukuran be- 2. Setelah mempelajari pokok ba-
saran listrik hasan ini, mahasiswa diharapkan da-
h Indikator pat melakukan pengukuran besaran
1. Setelah mempelajari pokok ba- listrik dengan benar.
hasan ini, mahasiswa diharapkan da-

1.1 Apa Itu Listrik?

1.1.1 Teori Atom

Sebelum kita membahas tentang listrik, ada baiknya kita mengulang kembali tentang teori
atom moderen karena listrik dapat dijelaskan menggunakan teori atom ini. Teori Atom moderen
menyatakan :
1. Semua benda-benda (zat) di alam tersusun oleh atom-atom
2. Atom adalah bagian terkecil dari zat yang tidak dapat dipisahkan lagi dengan hanya
menggunakann reaksi kimia biasa.
3. Atom tersusun atas inti atom yang terpusat di tengah atom dan dikelilingi oleh elektron-
elektron.
4. Inti atom tersusun oleh proton dan neutron.
5. Proton bermuatan positif (+), elektron bermuatan negatif (-) dan neutron tidak bermuatan
listrik (0).
6. Elektron mengelilingi inti atom dalam lintasan tertentu dan dapat berpindah dari satu
lintasan ke lintasan yang lain atau dapat juga berpindah dari atom yang satu ke atom yang
lainnya.
7. Atom netral adalah atom yang jumlah muatan positif (jumlah proton) sama dengan jumlah
muatan negatif (jumlah elektron).
8. Atom yang melepaskan elektron akan bermuatan positif karena kelebihan proton, sedang
kan atom yang menerima elektron akan bermuatan negatif karena kelebihan elektron.
9. Atom yang bermuatan listrik disebut Ion, sehingga ada 2 macam ion yaitu ion positif dan
ion negatif.
1.1 Apa Itu Listrik?

10. Jumlah proton dan neutron menentukan besar massa suatu atom, sedangkan massa elektron
sangat kecil sekali, sehingga tidak mempengaruhi massa atom.
11. Elektron berperan penting dalam terbentuknya arus listrik.
Pada kelistrikan aliran elektron berperan penting. Listrik pada bahasa Inggris disebut
electricity yang berasal dari kata elektron. Jadi aliran arus listrik sebenarnya berhubungan erat
dengan aliran elektron. Untuk lebih jelasnya perhatikan gambar sel Volta berikut ini.

Gambar 1.1: Susunan sel Volta

Gambar 1.1 menunjukkan susunan sel Volta sederhana. Sel Volta terbuat dari dua macam
elektroda yang berbeda yaitu tembaga (Cu) dan seng (Zn) yang direndam ke dalam larutan asam
kuat (bisanya menggunakan asam klorida (HCl)). Larutan asam adalah larutan elektrolit yang di
dalamnya banyak terdapat ion-ion positif dan negatif. Saat lempengan tembaga dan lempengan
seng dicelupkan ke dalam larutan asam, maka lempengan tembaga akan menarik ion-ion positif
dan menjadi elektroda positif dan lempengan seng akan menarik ion-ion negatif dan menjadi
elektroda negatif.
Ketika kedua elektroda ini dihubungkan dengan sebuah beban penghantar misalnya lampu,
maka elektron-elektron dari elektroda negatif akan bergerak di dalam penghantar menuju ke
lampu dan terus menuju ke elektroda positif. Saat elektron-elektron ini bergerak timbul arus
listrik yang arah geraknya berlawanan dengan arah gerak elektron yaitu dari elektroda positif
menuju ke elektroda negatif. Aliran arus listrik ini sering disebut sebagai aliran muatan positif.
Namun perlu dicatat, aliran arus listrik bukan aliran proton, walaupun proton bermuatan positif,
karena proton tidak dapat mengalir dan merupakan massa suatu zat.
Jadi dapat disimpulkan bahwa arus listrik adalah aliran muatan positif yang timbul karena
ada elektron yang bergerak. Besar aliran arus listrik sama dengan besar muatan elektron yang
bergerak, tetapi memiliki arah gerak yang berlawanan dengan arah gerak elektron. Jika muatan
negatif dinyatakan dengan Q, waktu dinyatakan dengan t, dan arus listrik dinyatakan dengan i,
maka secara matematis, aliran arus listrik dapat ditulis :

dQ
i=− (1.1)
dt

2
1.1 Apa Itu Listrik?

Pada kondisi tidak tercelup ke dalam larutan asam, kedua elektroda memiliki muatan yang
sama yaitu 0 (tidak bermuatan listrik). Kondisi ini disebut kedua elektroda mempunyai energi
potensial listrik yang sama yaitu 0, sehingga tidak ada beda potensial listrik. Ketika kedua
elektroda dicelupkan ke dalam larutan asam, maka elektroda tembaga akan bermuatan positif
dan elektroda seng akan bermuatan negatif. Sekarang potensial listrik kedua elektroda tidak lagi
sama besar. Maka antara kedua elektroda ini disebut memiliki beda energi potensial listrik atau
sering disebut beda potensial listrik saja. Beda potensial listrik antara 2 titik disebut tegangan
listrik. Tegangan listrik diberi satuan Volt (V).
Arus listrik dapat dibedakan menjadi 2 macam yaitu arus listrik searah (Direct Current
(DC)) dan arus listrik bolak balik (Alternating Current (AC)).

1.1.2 Arus Listrik Searah (DC)

Arus listrik searah adalah arus listrik yang setiap saat mengalir hanya satu arah saja. Tegan-
gan pada listrik searah besarnya konstan tiap saat. Arus searah memiliki 2 kutub (polaritas) yaitu
kutub positif dan kutub negatif. Arus listrik mengalir dari kutub positif menuju ke kutub negatif,
sebaliknya arus elektron mengalir dari kutub negatif menuju ke kutub positif. Perubahan besar
tegangan listrik terhadap waktu dapat digambarkan seperti pada gambar berikut ini.

Gambar 1.2: Perubahan besar tegangan DC (V) terhadap waktu (t)

Sumber arus searah umumnya berasal dari reaksi kimia (reaksi reduksi dan oksidasi (re-
doks)). Contoh sumber arus searah adalah sel Volta, sel seng karbon (baterai), Baterai asam
timbal (accumulator(accu)), solarcell, dan fuelcell. Berikut ini adalah beberapa cara kerja sumber
arus searah (DC) :
a Baterai Seng-Karbon (Zn − C)
Baterai konvensional yang sering digunakan adalah jenis baterai seng-karbon. Baterai
seng-karbon memiliki elektroda dari bahan seng dan karbon. Gambar berikut ini menun-
jukkan konstruksi baterai seng-karbon

3
1.1 Apa Itu Listrik?

Gambar 1.3: Konstruksi baterai seng-karbon

Elektroda karbon akan menjadi kutub positif dan elektroda seng yang sekaligus menjadi
wadah baterai akan menjadi kutub negatif. Baterai seng-karbon menggunakan elektrolit
berbentuk pasta yang merupakan campuran kalium permaganat, bubuk karbon, mangan
dioksida dan bahan bahan lain. Untuk mencegah kebocoran bahan elektrolit, baterai seng
karbon dilapisi secara berlapis-lapis dengan plastik dan logam. Beda potensial listrik yang
dihasilkan oleh baterai seng karbon adalah 1.5 V.
Baterai seng-karbon adalah baterai konvensional yang paling banyak digunakan pada saat
ini. Walaupun pada saat ini telah banyak ditemukan jenis baterai lain yang lebih tahan lama
dan dapat diisi ulang, baterai seng karbon belum bisa tergantikan sepenuhnya. Kelemahan
baterai seng-karbon adalah baterai ini rawan terhadap kebocoran terutama jika kondisinya
sudah lama dan beda potensialnya sudah turun. Lama-kelamaan baterai seng-karbon
akan membentuk gas dan dapat menimbulkan kebocoran yang akan merusak perangkat
elektronika. Selain itu beberapa bahan campuran yang terdapat di dalam baterai seng
karbon merupakan bahan kimia pencemar lingkungan dan beracun. Oleh sebab itu baterai
ini setelah habis masa pakainya tidak boleh dibuang sembarangan, karena dikhawatirkan
dapat mencemari lingkungan.
b Baterai Asam Timbal (accumulator)
Baterai asam timbal merupakan baterai yang dapat diisi ulang jika beda potensial antara
kutubnya sudah turun. Baterai ini banyak digunakan di kendaraan bermotor. Nama
populer baterai asam timbal di Indonesia adalah "AKI atau ACCU". Gambar berikut ini
menunjukkan konstruksi baterai asam timbal.

Gambar 1.4: Konstruksi baterai asam timbal (accu)

4
1.1 Apa Itu Listrik?

Baterai asam timbal menggunakan elektroda dari bahan timbal (P b) dan timbal dioksida
(P bO2 ) dengan larutan elektrolit berupa larutan asam sulfat (H2 SO4 ). Ketika elektroda
ini terendam ke dalam larutan asam sulfat, maka antara kedua elektroda akan timbul
beda potensial listrik sebesar 2V. Satu unit elektroda ini disebut sel. Baterai asam timbal
tersusun oleh beberapa sel yang dihubungkan secara seri untuk menaikkan beda potensial
baterai.
Energi listrik yang tersimpan di dalam baterai asam timbal dinyatakan dalam satuan A.h
(Ampere Hours). Misalnya sebuah baterai asam timbal memiliki energi sebesar 300 A.h,
artinya jika arus listrik yang diambil dari baterai sebesar 1 A maka energi listrik akan habis
dalam waktu 300 jam.
Saat digunakan, kedua elektroda akan berubah menjadi timbal sulfat (P bSO4 ). Ketika
kedua elektroda menjadi sama yaitu sama-sama timbal sulfat(P bSO4 ), maka beda poten-
sial antara kedua elektroda akan hilang. Supaya timbul beda potensial lagi, maka kedua
elektroda harus direduksi kembali dengan menggunakan arus listrik DC dari luar. Proses
mereduksi ulang elektroda ini disebut "mengisi" ulang baterai asam timbal.
Baterai asam timbal memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan baterai seng-
karbon yaitu jumlah energi listrik yang dihasilkan jauh lebih besar dibandingkan dengan
baterai seng-karbon, dan jenis baterai ini dapat diisi ulang jika sudah habis. Namun baterai
asam timbal memiliki beberapa kekurangan, antara lain, ukuran baterai yang besar dan
berat menyebabkan baterai ini tidak dapat ditanam ke dalam perangkat elektronika. Selain
itu baterai asam timbal menggunakan elektrolit cair berupa asam kuat yang sangat korosif
dan berbahaya.
Hal lain yang berbahaya dari baterai asam timbal adalah penggunaan elektroda berupa
logam timbal yang sangat beracun dan dapat mencemari air. Oleh sebab itu baterai
asam timbal yang sudah tidak dapat lagi digunakan tidak boleh dibuang sembarangan,
tetapi harus didaur ulang. Pada saat ini baterai asam timbal sudah dikembangkan dengan
mengganti larutan asam dengan pasta asam yang dapat dibuat ke dalam bentuk yang lebih
kecil dan tertutup rapat. Baterai jenis ini sering disebut baterai asam timbal kering ( "aki
kering"). kelebihannya baterai jenis ini tahan bocor dan lebih ringan.
c Baterai Nickel Cadnium (NiCad)
Baterai NiCad menggunakan elektroda berupa logam Nikel (III) oksida-hidroksida (N iO(OH))
dan logam Cadnium (Cd) dengan elektrolit berupa kalium hidroksida (KOH). Baterai
NiCad pertama kali dibuat oleh Waldemar Jungner dari Swedia pada tahun 1899. Baterai
ini diciptakan untuk menggantikan baterai asam timbal. Konstruksi baterai NiCad dapat
dilihat pada gambar berikut ini.

5
1.1 Apa Itu Listrik?

Gambar 1.5: Konstruksi baterai NiCad

Laju arus listrik maksimum saat pengosongan baterai NiCad adalah 1.8 A untuk baterai
ukuran kecil (AA) dan 3.5 A untuk baterai ukuran besar (D). Baterai NiCad tidak dapat
dikosongkan dengan arus listrik yang sangat besar, karena akan menimbulkan panas yang
tinggi dan dapat terbakar. Tegangan baterai NiCad adalah 1,2 V untuk tiap sel, lebih
rendah jika dibandingkan dengan baterai seng-karbon dan baterai asam timbal.
Proses pengisian baterai NiCad dapat dilakukan dengan kecepatan yang berbeda-beda,
tergantung pada bagaimana sel itu dibuat. Tingkat pengisian daya diukur dalam satuan
Ampere-jam. Namun pengisian baterai dengan cepat akan menyebabkan kenaikkan suhu
baterai dan dapat memperpendek umur baterai. Suhu kerja baterai adalah dari −20o C -
45o C. Selama proses pengisian suhu akan naik, suhu normal pengisian adalah 45 − 50o C.
Saat pengisi, suhu baterai harus diperhatikan, pengisian akan dihentikan jika suhu naik
melampaui 50o C.
Pada saat penggunaan dan pengisian, baterai NiCad akan menghasilkan gas oksigen dan
gas hidrogen, oleh sebab itu untuk mencegah kerusakan, biasanya baterai NiCad dilengkapi
dengan ventilasi udara untuk membuang gas yang dihasilkan.
Baterai NiCad banyak digunakan pada berbagai peralat elektronika mulai dari telepon
selular, mainan remote kontrol, kendaraan listrik dan juga untuk cadangan energi listrik
pada berbagai peralatan elektronika moderen.
Baterai NiCad kemudian dikembangkan menjadi baterai Nikel - metal Hibrid (NiMH).
Baterai NiHM memiliki kapasitas yang lebih besar dibandingkan dengan baterai NiCad,
tidak beracun dan memiliki harga yang lebih murah. Perbedaan utama antara baterai NiCad

6
1.1 Apa Itu Listrik?

dengan baterai NiMH adalah penggantian logam Cadnium yang beracun dan berbahaya
dengan menggunakan metal hibrid yang jauh lebih ramah lingkungan dan murah.
Kelemahan dari baterai NiCad dan NiHM adalah adanya efek memori. Efek memori
adalah kondisi dimana baterai akan mengingat titik terendah saat pengosongan ketika
pengisian dimulai. Efek ini akan berpengaruh pada proses pengosongan dan pengisian
berikutnya. Misalnya saat pertama kali diisi, baterai masih tersisa energi 30 %, maka saat
itu baterai menganggap kondisi 30% sisa sebagai kondisi baru untuk titik kosong, sehingga
pada pengisian berikutnya kapasitas akan turun menjadi hanya 70%. Untuk mencegah
efek memori ini, maka sebelum diisi baterai harus benar-benar dipastikan dalam keadaan
kosong.
d Baterai Lithium Ion (Li-ion)
Baterai yang dapat diisi ulang berikutnya adalah jenis baterai Li-ion atau baterai Lithium -
Ion. Baterai ini memiliki elektroda berupa elektrolit positif dan elektrolit negatif. Pada saat
ini banyak sekali ragam elektrolit yang dapat digunakan, tabel berikut ini menunjukkan
elektrolit positif dan perkembangannya dari sejak pertama kali diproduksi massal hingga
sekarang.

Table 1.1: Elektrolit positif baterai Li-ion

Bahan (teknologi) Tahun Aplikasi

Lithium nikel mangan kobalt 2008 Kendaraan listrik, komputer,


oksida (LiN ix M ny Coz Q2 ) UPS
Litium Nikel Cobalt 1999 Kendaraan listrik
Aluminium Oksida
(LiN iCoAlO2 )
Litium Mangan Oksida 1996 Kendaraan listrik hibrid,
(LiM nO4 ) ponsel dan laptop
Litium Ion Pospat 1996 Perkakas listrik, produk
(LiF eP O4 ) penerbangan, sistem hibrid,
konversi PHEV
Lithium Cobalt Oksida 1991 Penggunaan luas, laptop
(LiCoO2 )

Bahan elektroda negatif secara tradisional dibuat dari grafit dan bahan karbon lainnya,
meskipun bahan berbasis silikon yang lebih baru semakin banyak digunakan. Bahan-bahan
ini digunakan karena melimpah dan bersifat konduktor listrik serta dapat menginterkalasi
ion litium untuk menyimpan muatan listrik dengan ekspansi volume yang baik (kira-kira
10 %). Alasan penggunaan grafit adalah grafit material yang murah dan berlimpah di alam
selain itu voltase rendah dan performanya yang luar biasa. Berbagai material telah dicoba

7
1.1 Apa Itu Listrik?

tetapi voltase mereka tinggi yang menyebabkan kepadatan energi rendah. Tabel berikut
ini menampilkan perkembangan elektroda negatif yang digunakan di baterai Li-ion sejak
pertama kali diproduksi massal hingga sekarang.

Table 1.2: Elektrolit negatif baterai Li-ion

Bahan (teknologi) Tahun Aplikasi

silikon-karbon 2013 Ponsel moderen


Karbon keras 2013 elektronika rumah tangga
Litium Titanate 2008 Kendaraan listrik hibrid,
(Li4 T i5 O1 2) ponsel dan laptop
Paduan timah-kobalt 2005 elektronika konsumsi
Grafite 1991 Penggunaan luas, laptop

Konstruksi baterai Li-ion dapat dilihat pada gambar berikut ini.

Gambar 1.6: Konstruksi baterai lithium ion

Baterai Li-ion mempunyai elektroda berupa elektrolit positif dan negatif yang salah satu
sisinya dihubungkan dengan konduktor. Antara kedua elektroda dipisahkan oleh membran
khusus. Satu sel baterai Li-ion memiliki tegangan 3.2 V hingga 4.2 V. Saat diisi temperatur
baterai harus benar-benar dikontrol karena elektrolit yang digunakan pada baterai adalah
bahan yang sangat mudah terbakar. Untuk satu paket baterai yang tersusun atas bebarapa
sel, pada saat pengisiannya harus ada penyeimbang tegangan dan temperatur antar tiap sel
baterai.
Baterai Li-ion dapat bekerja pada rentang suhu 5 - 45o C. Baterai Li-ion merupakan
baterai masa depan yang terus dikembangkan. Aplikasi bateari Li-ion sekarang hampir ke
semua bidang, mulai dari peralatan komputer portable, telepon selular, kendaraan, hingga
satelit. Salah satu keunggulan baterai Li-ion dibandingkan dengan baterai NiCad dan

8
1.1 Apa Itu Listrik?

NiMH adalah baterai Li-ion tidak memiliki efek memori dan memiliki waktu pakai yang
lebih lama. Saat ini pengembangan baterai Li-ion diarahkan untuk mencari jenis material
yang ramah lingkungan, murah dan tahan lama.
e Fuel Cell
Fuelcell tidak termasuk jenis baterai, fuel cell adalah alat yang dapat digunakan untuk
menghasilkan energi listrik arus searah dengan cara mereaksikan gas hidrogen dengan gas
oksigen di dalam membran khusus yang disebut Proton -Exchange Membrane (PEM). Di
dalam fuel cell gas hidrogen (H2 ) direaksikan dengan gas oksigen (O2 ) membentuk uap
air (H2 O) dan melepaskan sejumlah elektron bebas. Gambar berikut ini menunjukkan
skema cara kerja fuel cell.

Gambar 1.7: Konstruksi fuelcell

Fuelcell tersusun atas anoda dan katoda yang menjepit membran PEM. Gas hidrogen
dialirkan ke anoda dan gas oksigen dialirkan ke katoda. Di dalam membran atom-atom
oksigen berpindah dan mengikat atom hidrogen membentuk uap air dan melepaskan
sejumlah elektron ke katoda. Uap air yang dihasilkan dikondensasi dan dibuang sebagai
air murni.
Fuelcell menggunakan gas hidrogen sebagai bahan bakar untuk menghasilkan listrik. Gas
hidorgen adalah gas yang sangat mudah terbakar dan dapat menimbulkan ledakan, sehingga
penggunaan fuelcell harus benar-benar diperhatikan dari segi penanganan gas hidrogen.
Selain itu fuelcell pada saat ini masih memiliki harga yang tinggi.
f SolarCell (PhotoVoltage)
Solar cell juga tidak termasuk jenis baterai. Pada solar cell tidak terjadi reaksi kimia. Solar
cell memanfaatkan energi foton yang dilepaskan oleh cahaya matahari untuk mengeksitasi
elektron bebas yang terdapat di dalam semikonduktor. Gambar berikut ini menunjukkan
konstruksi solarcell.

9
1.1 Apa Itu Listrik?

Gambar 1.8: Konstruksi solarcell

Solar cell terbuat dari lapisan 2 jenis semikonduktor yaitu semikonduktor tipe p dan
semikonduktor tipe P. Ketika semikonduktor tipe P dan semikonduktor tipe N digabung,
maka pada daerah sambungan akan terbentuk zona deplesi. Ketika Solar cell terpapar
oleh foton (paket energi) dari cahaya matahari, maka elektron akan tereksitasi bergerak
ke dari semikonduktor tipe P ke semikonduktor tipe N, akhirnya terjadi polarisasi pada
semikonduktor tipe N dan semikonduktor tipe P. semikonduktor tipe N akan menjadi
kutub negatif, dan semikonduktor tipe P akan menjadi kutub positif. Jika antara dua
semikonduktor ini dihubungkan dengan penghantar berupa beban, maka arus elektron
akan mengalir dari semikonduktor tipe N ke penghantar dan menuju ke semikonduktor
tipe P. Pada saat arus elektron mengalir, maka akan mengalir juga arus listrik yang besarnya
sama dengan arus elektron, tetapi memiliki arah yang berlawanan yaitu dari semikonduktor
tipe P menuju ke semikonduktor tipe N.

1.1.3 Arus Listrik Bolak Balik (AC)

Jika arus listrik searah dibangkitkan melalui proses kimia dengan cara mengumpulkan
elektron-elektron bebas ke satu elektroda, maka pada listrik arus bolak balik (listrik AC), arus
listrik dibangkitkan melalui dengan menciptakan perubahan medan magnet di sekitar kumparan
(lilitan kawat). Arus listrik AC terjadi dari perubahan energi mekanis menjadi energi listrik, lain
hal nya dengan arus searah yang timbul dari proses perubahan energi potensial kimia menjadi
energi listrik.
Sesuai dengan namanya arus listrik bolak-balik, pada sistem ini arus listrik mengalir bolak-
balik, jadi tidak ada titik potensial tinggi atau titik potensial rendah yang tetap. Karena arus
listrik bergerak bolak-balik, maka pada arus listrik AC terdapat frekuensi gerakan bolak-balik
yang disebut frekuensi listrik AC. Karena arus listrik bergerak bolak-balik, maka tegangan listrik
AC juga berubah secara teratur. Perubahan tegangan listrik AC terhadap waktu dapat dilihat
pada gambar berikut ini.

10
1.2 Besaran dan Satuan Listrik

Gambar 1.9: Kurva tegangan terhadap waktu untuk arus AC

Sumber arus listrik bolak balik adalah generator listrik. Generator listrik sederhana berupa
sebuah kumparan yang berputar di dalam medan magnet. Perubahan garis-garis medan magnet
yang memotong kumparan akan menimbulkan perubahan tegangan dan arus listrik. Gambar
berikut ini menunjukkan konstruksi generator listrik.

Gambar 1.10: Konstruksi generator listrik

Sumber arus listrik bolak balik yang utama adalah dari pembangkit energi listrik. Di
Indonesia, sumber arus bolak balik berasal dari Perusahaan Listrik Negara (PLN). Tegangan
listrik dari PLN untuk penggunaan di rumah adalah 220V dengan frekuensi 50Hz, 1 fasa,
berbeda dengan tegangan listrik PLN untuk industri yaitu 380V, 50Hz dan 3 fasa. Arus bolak
balik tidak digunakan di elektronika. Supaya dapat digunakan di alat-alat elektronika, maka arus
listrik bolak balik harus diubah terlebih dahulu menjadi arus listrik searah. Alat yang digunakan
untuk mengubah arus listrik bolak balik menjadi arus listrik searah disebut adaptor atau power
suplai. Peralatan elektronika moderen yang menggunakan arus listrik bolak balik, biasanya
sudah dilengkapi dengan adaptor di dalamnya.

11
1.2 Besaran dan Satuan Listrik

1.2 Besaran dan Satuan Listrik

Besaran listrik yang utama pada elektronika dasar ada 3 yaitu : Tegangan listrik (V), Kuat
arus listrik (i) dan Hambatan listrik (R). Selain ketiga besaran ini, kita juga membutuhkan daya
listrik (P) dan energi listrik (W).

1.2.1 Tegangan Listrik (V)

Tegangan listrik adalah jumlah energi listrik yang dibutuhkan untuk memindahkan satu unit
muatan listrik dari satu titik ke titik lainnya. Tegangan listrik dinyatakan dengan satuan Volt
(V). Tegangan listrik sering disebut juga dengan beda potensial listrik karena pada dasarnya
tegangan listrik adalah beda energi potensial listrik antara 2 titik. Suatu titik atau elektroda
dikatakan memilki potensial listrik yang lebih tinggi dibandingkan elektroda lain jika titik atau
elektroda tersebut memiliki jumlah muatan positif yang lebih banyak dibandingkan dengan titik
atau elektroda lain, sedangkan yang dimaksud dengan potensial listrik adalah banyaknya muatan
yang terdapat dalam suatu titik atau elektroda.
Tegangan listrik dapat dianggap sebagai gaya yang mendorong perpindahan elektron melalui
konduktor dan semakin tinggi tegangannya, semakin besar pula kemampuannya untuk mendorong
elektron melalui penghantar. Gaya pendorong ini disebut dengan gaya gerak listrik (ggl). Pada
rangkaian elektronika sumber tegangan digambarkan dengan simbol seperti pada gambar berikut
ini.

Gambar 1.11: Simbol sumber tegangan DC dan sumber tegangan AC

1.2.2 Kuat Arus Listrik (i)

Kuat arus listrik sering disebut arus listrik saja adalah aliran muatan listrik pada suatu
penghantar. Arus listrik dinyatakan dengan satuan Ampere (A) dan ditulis dengan simbol huruf i
kecil. Arus listrik timbul karena adanya aliran elektron. Jika elektron mengalir dari kutub negatif
yang kelebihan elektron ke kutub positif yang kekurangan elektron, maka arus listrik mengalir
dari kutub positif ke kutub negatif. Jadi arus listrik baru akan timbul jika ada aliran elektron.
Gambar berikut menunjukkan aliran elektron dan aliran arus listrik.

12
1.2 Besaran dan Satuan Listrik

Gambar 1.12: Aliran elektron dan aliran arus listrik pada penghantar

Arus listrik di dalam rangkaian elektronika sering digambar dengan tanda panah yang
diberi tanda huruf (i). Pada sumber arus listrik searah, arus listrik mengalir hanya satu arah saja,
sedangkan pada sumber arus listrik bolak balik, arus listrik mengalir bolak balik sesuai frekuensi
perubahannya.

1.2.3 Hambatan Listrik (R)

Hambatan listrik dinyatakan dengan simbol R dan satuan Ohm (Ω). Hambatan listrik adalah
kemampuan suatu zat atau materi untuk menahan besar arus listrik. Hubungan hambatan listrik
dengan tegangan listrik dan arus listrik untuk rangkaian linier dijelaskan dalam hukum Ohm.
Hukum Ohm menyatakan bahwa hambatan suatu benda (R) berbanding lurus dengan kenaikan
tegangan listrik (V) dan berbanding terbalik dengan arus listrik (i). Secara matematis, pernyataan
ini dapat ditulis :

V
R= (1.2)
i
Dimana R adalah hambatan listrik yang dinyatakan dengan satuan Ohm (Ω), V adalah
tegangan listrik (V) dan i adalah arus listrik (A)

1.2.4 Besaran Listrik Lainnya

1. Daya Listrik
Daya listrik dilambangkan dengan huruf P dan satuan Watt. Daya listrik adalah besar laju
energi listrik yang diserap atau dihasilkan oleh suatu perangkat listrik. Secara matematis
daya listrik dapat ditulis :

W
P = V.i atau P = (1.3)
t
P adalah daya listrik (Watt), V adalah tegangan listrik (Volt), i adalah arus listrik (Ampere),
W adalah energi listrik (Watt.Jam (W.h)) dan t adalah waktu (jam (h)).
2. Energi Listrik
Energi listrik adalah kemampuan untuk melakukan kerja (dalam hal ini listrik). Jika

13
1.3 Pengukuran Besaran Listrik

energi mekanik dinyatakan dalam satuan Joule (J), maka energi listrik dinyatakan dalam
satuan (daya × waktu) atau (W.h = watt jam). Satuan W.h untuk penggunaan sehari hari
dirasakan terlalu kecil, sehingga sering diganti dengan satuan kWh. 1 kWh = 1000 Wh =
3.600.000 Joule. Secara matematis, energi listrik dapat ditulis :

W = P.t (1.4)
W = V.i.t (1.5)
W = i2 .R.t (1.6)
V 2
W = .t (1.7)
R
W adalah energi listrik (W.h), V adalah tegangan listrik (V), i adalah arus listrik (A), R
adalah hambatan listrik (Ω) dan t adalah waktu (h = jam).

1.3 Pengukuran Besaran Listrik

Besaran listrik yang diukur pada elektronika ada 3 yaitu tegangan listrik, kuat arus listrik
dan hambatan listrik. Ketiga besaran ini sering disingkat AVO (Ampere - Volt - Ohm). Alat
ukur untuk ketiga besaran ini disebut AVOmeter. AVOmeter ada yang tipe digital, tetapi ada juga
yang tipe analog. Gambar berikut ini menunjukkan contoh AVOmeter.

Gambar 1.13: AVOmeter analog dan AVOmeter digital

Pengunaan AVOmeter untuk mengukur tegangan listrik, arus listrik atau hambatan listrik
sangat praktis dan mudah, namun yang harus diperhatikan adalah batas maksimum skala alat
ukur. Pada saat mengukur besaran listrik batas maksimum alat ukur harus lebih tinggi dari
perkiraan besar tegangan, arus listrik atau hambatan listrik yang akan diukur. Selain itu pada
saat mengukur besaran listrik, sebelum memulai pengukuran, periksa terlebih dahulu posisi
saklar putar supaya tidak terjadi kekeliruan pada saat melakukan pengukuran.

14
1.3 Pengukuran Besaran Listrik

1.3.1 Pengukuran Tegangan Listrik

Tegangan listrik dapat diukur dengan menggunakan Voltmeter atau AVOmeter dengan
fungsi sebagai Voltmeter. Pengukuran tegangan listrik dilakukan dengan memasang alat ukur
secara paralel dengan titik-titik yang akan kita ukur tegangannya (beda potensial listrik). Gambar
berikut ini menunjukkan cara mengukur tegangan listrik.

Gambar 1.14: Cara mengukur tegangan listrik

Voltmeter tidak boleh dipasang seri dengan rangkaian. Voltmeter memiliki hambatan dalam
yang sangat tinggi, sehingga arus listrik yang diambil atau dilewatkan ke voltmeter pada saat
pengukuran tegangan menjadi sangat kecil.

1.3.2 Pengukuran Arus Listrik

Kuat arus listrik dapat diukur dengan menggunakan amperemeter atau ammeter, dapat juga
menggunakan AVOmeter yang diatur sebagai Ammeter. Alat ukur kuat arus listrik dipasang seri
di dalam rangkaian, sehingga harus ada jalur yang dilepas dan dihubungkan ke ammeter ketika
kita akan mengukur kuat arus listrik. Gambar berikut ini menunjukkan cara mengukur kuat arus
listrik.

Gambar 1.15: Cara mengukur kuat arus listrik

Ampermeter tidak boleh dipasang paralel dengan rangkaian, karena amperemeter memiliki
hambatan dalam yang sangat rendah sehingga jika dipasang paralel dengan rangkaian akan
menyebabkan terjadinya hubungan singkat arus listrik yang akan merusak amperemeter.

15
1.3 Pengukuran Besaran Listrik

1.3.3 Pengukuran Hambatan Listrik

Hambatan listrik dapat diukur dengan menggunakan ohmmeter atau AVOmeter yang diatur
sebagai Ohmmeter. Jika kita akan mengukur hambatan suatu komponen di dalam rangkaian,
maka salah satu kaki komponen harus dilepas dari rangkaian. Gambar berikut ini menunjukkan
cara mengukur hambatan suatu komponen di dalam rangkaian.

Gambar 1.16: Cara mengukur hambatan komponen elektronika

Alat ukur Ohmmeter dipasang paralel dengan komponen yang akan kita ukur hambatannya
dengan salah satu kaki komponen yang dilepas dari rangkaian. Saat mengukur hambatan, aliran
listrik harus diputus terlebih dahulu.

16
Bab 2 Resistor dan Rangkaiannya

Pendahuluan
h Abstrak pat menjelaskan dengan benar ten-
Pokok resistor dan rangkaiannya tang resistor, karakteristik resistor,
akan membahas tentang resistor, jenis-jenis resistor dan rangkaian-
karakteristik resistor, jenis-jenis re- rangkaian resistor
sistor, dan rangkaian-rangkaian re- 2. Setelah mempelajari pokok ba-
sistor. hasan ini, mahasiswa diharapkan
h Indikator dapat membuat rangkaian resistor
1. Setelah mempelajari pokok ba- sederhana
hasan ini, mahasiswa diharapkan da-

Resistor adalah komponen elektronika yang paling dasar dan paling banyak digunakan.
Hampir semua peralatan elektronika menggunakan resistor. Ada banyak sekali jenis resistor
yang dijual dipasaran mulai dari resistor ukuran sangat kecil yang ditempel pada permukaan
PCB atau lebih dikenal dengan nama Surface Mounting Device (SMD) hingga resistor daya yang
memiliki ukuran yang besar.

Gambar 2.1: Contoh resistor yang umum digunakan

Prinsip kerja resistor adalah dengan mengatur elektron (arus listrik) yang mengalir mele-
watinya dengan menggunakan jenis material konduktif tertentu yang dicampur dengan material
lain sehingga menimbulkan suatu hambatan pada aliran elektron (arus listrik). Resistor juga
dapat dirangkai secara seri, parallel atau gabungannya sehingga dapat digunakan untuk membagi
arus listrik, tegangan listrik, penurun tegangan, filter dan sebagainya.
Resistor adalah komponen elektronika pasif yang tidak memiliki sumber daya listrik sendiri
atau fungsi penguatan (amplification) dan pengolahan signal, tetapi hanya mengurangi arus dan
tegangan suatu signal yang melewatinya. Pada saat resistor dilewatkan arus listrik maka terdapat
sejumlah energi yang hilang dalam bentuk panas.
Gambar 2.2: Mengukur tegangan pada kaki resistor

Untuk dapat dilewati oleh arus listrik maka pada kedua kaki resistor harus ada beda potensial
listrik. Besar potensial listrik ini seimbang dengan besar rugi-rugi panas yang timbul pada
resistor. Semakin besar beda potensial listrik , maka semakin besar rugi-rugi panas yang timbul.
Pada rangkaian DC beda potensial ini dikenal dengan sebutan voltage drop. Tegangan jepit pada
resistor dapat diukur dengan mengukur beda potensial pada kaki-kaki resistor pada saat resistor
sedang mengalirkan arus listrik.
Resistor termasuk jenis komponen elektronika linier yang menghasilkan voltage drop antara
kedua kaki ketika arus listrik mengalir melewatinya. Besar arus listrik dan voltage drop yang
terjadi mengikuti aturan hukum Ohm. Besar hambatan resistor akan menentukan besar arus
listrik yang mengalir atau besar tegangan jepit yang timbul. Hal ini akan sangat berguna dalam
pengaturan arus dan tegangan listrik di rangkaian elektronika.
Terdapat banyak sekali jenis resistor yang sudah dibuat pada saat ini. Resistor ini dibuat
dengan bentuk dan fungsi yang beragam menyesuaikan dengan fungsinya di dalam rangkaian
elektronika. Suatu jenis resistor dibuat dengan karakteristik dan tingkat ketelitian tertentu
sesuai dengan fungsi dan aplikasinya dalam rangkaian elektronika. Stabilitas tinggi, tahan
terhadap tegangan tinggi, tahan terhadap arus listrik yang besar atau dapat bekerja dengan stabil
pada frekuensi tinggi merupakan beberapa karakteristik yang menjadi pertimbangan dibuatnya
resistor-resistor dengan fungsi khusus. Namun secara umum karakteristik resistor meliputi :
koefisien temperature, koefisien tegangan, noise, respon frekuensi, daya, temperature kerja,
ukuran fisik dan ketahanan.
Di dalam rangkaian elektronika resistor digambarkan dengan symbol zig-zag atau kotak
kecil. Untuk resistor dengan hambatan yang dapat diubah-ubah digambarkan dengan symbol
zig-zag atau kotak kecil yang ditambahkan sebuah anak panah dan memiliki 3 buah kaki. Gambar
2.3 berikut ini menunjukkan simbol resistor yang umum digunakan.

18
2.1 Jenis-Jenis Resistor

Gambar 2.3: Macam-macam resistor dan simbolnya

Nilai hambatan sebuah resistor juga sangat beragam dari ukuran yang sangat kecil nilai
hambatannya (< 1Ω) hingga resistor dengan ukuran hambatan yang sangat besar (> 10M Ω).
Untuk fixed resistor hanya memiliki 1 nilai hambatan saja, sedangkan untuk variabel resistor
memiliki rentang nilai hambatan tertentu. Biasanya nilai hambatan pada sebuah variabel resistor
berkisar dari 0Ω hingga nilai maksimum yang tertera pada variabel resistor. Variabel resistor
ada 2 tipe yaitu variabel resistor tipe logaritma dan variabel resistor tipe linier. Variabel resistor
tipe logaritma memiliki skala rentang hambatannya menurut skala logaritma, sedangkan variabel
resistor linier memiliki skala rentang hambatannya menurut skala linier. Variabel resistor disebut
juga potensiometer. Gambar berikut ini menunjukkan beda potensiometer logaritma dengan
potensiometer linier.

Gambar 2.4: Potensiometer logaritma dan linier

19
2.1 Jenis-Jenis Resistor

2.1 Jenis-Jenis Resistor

Secara umum, resistor dapat dikelompokan menjadi 2 kelompok besar yaitu:


1. Fixed Resistor
Fixed resistor adalah resistor yang memiliki nilai hambatan yang tetap. Pada resistor jenis
ini, besar nilai hambatannya sudah dibuat tetap dan tidak dapat diubah-ubah lagi.
2. Variable Resistor
Variable resistor adalah resistor yang nilai hambatannya dapat diubah-ubah. Besar nilai
hambatan resistor jenis ini dapat diubah secara langsung dengan mennggunakan tangan
atau alat bantu, atau dapat juga berubah jika terjadi perubahan lingkungan disekitarnya.

2.1.1 Resistor Dengan Hambatan Tetap (Fixed Resistor)

1. Carbon Composite Resistor


Resistor karbon adalah jenis resistor yang paling banyak dibuat dan memiliki harga yang
sangat murah. Resistor ini dibuat dari campuran karbon dan keramik dengan komposisi
tertentu.

Gambar 2.5: Resistor karbon, bentuk dan konstruksinya

Rasio karbon dan keramik (konduktor terhadap isolator) menentukan hambatan total resis-
tor. Semakian banyak kandungan karbonnya maka hambatan resistor akan semakin kecil
dan sebaliknya semakin kecil kandungan karbonnya maka hambatan resistor akan semakin
besar. Campuran karbon dan keramik dicampur dengan baik dan merata kemudian dic-
etak dalam bentuk tabung kecil yang pada kedua ujung tabung dipasangkan seutas kawat
konduktor kecil sebagai kaki resistor. Sisi luar resistor ditutup dengan bahan isolator dan
diberikan kode warna untuk menentukan nilai hambatan resistor.
Karbon komposit resistor adalah resistor dengan daya rendah hingga medium yang memi-
liki tingkat induktansi yang kecil sehingga bagus digunakan pada rangkaian elektronika
yang bekerja pada frekuensi tinggi, seperti rangkaian radio. Resistor ini tidak tahan ter-
hadap panas dan noise. Carbon composite resistor ditandai dengan huruf CR contohnya
CR10kΩ, dan memiliki tingkat toleransi E6 (20%) , E12 (10%) dan E24 (5%). Carbon
composite resistor mempunyai daya 0,125 Watt hingga 5 Watt.

20
2.1 Jenis-Jenis Resistor

Carbon composite resistor memiliki harga yang murah dan umum digunakan dalam
rangkaian elektronika. Untuk aplikasi elektronika yang membutuhkan tingkat tolerasi
yang lebih baik maka dibuatlah resistor film (Film tipe resistor).
2. Film Cermet Resistor
Resistor tipe Film dibuat dari bahan metal film, carbon film atau metal oksida film.
Biasanya dibuat dengan menambahkan logam murni seperti nikel atau oksida film seperti
timah oksida ke dalam subtrat keramik.

Gambar 2.6: Contoh dan konstruksi resistor film

Resistor ini dibuat dari bahan metal film, karbon film atau metal oksida film. Lapisan
tipis logam murni seperti nikel atau oksida logam seperti timah oksida ditambahkan ke
dalam isolator yang umumnya menggunakan bahan keramik. Tebal dan panjang gulungan
lapisan film akan menentukan besarnya nilai hambatan resistor.
Film resistor memiliki toleransi hambatan yang bagus umumnya dibawah 1 %. Karena
dibuat dari bahan metal film dan memerlukan pengerjaan dengan teknologi tinggi, resistor
ini memiliki harga yang mahal dan hanya digunakan untuk keperluan khusus yang mem-
butuhkan nilai hambatan dengan toleransi yang kecil. Ciri khas resistor ini, memiliki 5
buah gelang sebagai penanda besarnya hambatan yang dimiliki dan umumnya memiliki
warna biru. Di pasaran sering dijumpai dengan daya 0,125 Watt sampai 1 Watt.
3. Wire Wound Resistor
Sesuai dengan namanya, resistor ini dibuat dari gulungan kawat nikrom. Kawat nikrom
adalah kawat yang memiliki hambatan jenis yang besar. Kawat nikrom dengan ukuran
tertentu digulung dengan rapat namun masih memiliki jarak pisah pada sebatang keramik.
Semakin kecil dan panjang gulungan maka semakin besar hambatan resistor dan seba-
liknya.
Karena dibuat dari gulungan kawat nikrom , maka resistor ini dapat bekerja pada arus
dan tegangan listrik yang besar, namun melepaskan panas yang cukup besar sehingga

21
2.1 Jenis-Jenis Resistor

body resistor dibuat dari bahan logam (biasanya alumunium) yang dilengkapi dengan sirip
pendingin. Tujuannya untuk membuang panas yang dihasilkan resistor.
Wire Wound Resistor umum digunakan sebagai beban,pull-up atau pull down pada arus
listrik yang besar. Wire wound resistor memiliki nilai hambatan dari 0,0 1 Ohm hingga
100 KΩ. Dengan daya 5 Watt hingga 300 Watt. Nilai toleransi yang tersedia berkisar dari
1 % hingga 20 %. Gambar 2.7 menunjukkan contoh dan konstruksi wire wound resistor.

Gambar 2.7: Contoh dan konstruksi resistor gulungan kawat

4. Semiconductor Resistor
SMD resistor adalah resistor yang dibuat dari bahan semikonduktor, biasanya mengu-
nakan semikonduktor silikon. Resistor ini memiliki ukuran yang kecil dan dipasang pada
jalur rangkaian tanpa perlu proses pengeboran pada pcb. Karena ukurannya yang kecil
dan membutuhkan teknik penyolderan khusus, maka resistor ini jarang digunakan pada
rangkaian-rangkaian umum. Umumnya resistor smd banyak dijumpai pada rangkaian
elektronika modern seperti komputer, HP, televisi modern.
Tujuan utama dibuatnya resistor smd adalah untuk memperkecil rangkaian elektronika.
Karena dibuat dari bahan silikon dan memiliki ukuran yang kecil, resistor ini memiliki
harga yang murah.
Nilai hambatan biasanya dicetak langsung pada body resistor dengan kode. Resistor smd
memiliki toleransi lebih kecil dari 1% dengan daya yang kecil (<0,25 Watt). Gambar 2.8
menunjukkan contoh resistor smd dan pemasangannya pada pcb.

22
2.1 Jenis-Jenis Resistor

Gambar 2.8: Contoh resistor SMD

Kode hambatan pada resistor smd sama seperti kode pada kapasitor non polar. Kode ini
memiliki 3 digit angka. Digit pertama dan kedua menyatakan angka sedangkan digit yang
ketiga menyatakan perkalian pangkat ke n.
Contoh :
Misalkan resistor smd memiliki kode angka 103 maka nilai hambatannya adalah :
10 x 103 = 10.000 Ω = 10 kΩ.
Misalnya kode angka resistor 471, maka nilai hambatannya adalah 47 x 101 = 470 Ω.

2.1.2 Resistor yang hambatannya dapat diubah-ubah (Variable resistor)

Variabel resistor adalah resistor yang nilai hambatannya dapat diubah-ubah. Variabel resis-
tor ada 2 jenis yaitu :
1. Potensiometer
Potensiometer adalah variabel resistor yang nilai hambatannya dapat diubah-ubah dengan
menggunakan tangan secara langsung, yaitu dengan memutar tuas atau menggeser tuas
resistor. Berikut ini adalah lambang dan contoh potensiometer.

Gambar 2.9: Simbol dan contoh potensiometer

23
2.1 Jenis-Jenis Resistor

Gambar 2.10: Konstruksi potensiometer

Sebuah potensiometer memiliki 3 buah terminal (kaki), seperti tampak pada gambar 2.10.
Kaki A dan B adalah sebuah resistor tetap sedangkan kaki W (kaki tengah) memiliki
kontak yang dapat bergeser sepanjang hambatan A dan B, sehingga bila kontak digeser
maka hambatan A-W dan W-B akan berubah.
2. Trimer Potensiometer
Merupakan potensiometer yang hanya bisa diubah nilai hambatannya dengan menggunakan
sebuah alat bantu seperti obeng untuk memutar kontaknya. Berikut lambang dan gambar
trimpot.

Gambar 2.11: Trimer potensiometer (Trimpot)

3. Termistor
Termistor adalah hambatan yang nilainya dapat berubah secara linier terhadap kenaikan
temperatur. Jadi hambatan sebuah termistor dipengaruhi oleh temperatur alat tersebut.

24
2.2 Kode Warna Resistor

Termistor sering digunakan sebagai sensor panas atau dapat juga digunakan untuk menjaga
suhu suatu rangkaian atau alat supaya tetap stabil. Lambang dan bentuk termistor dapat
dilihat pada gambar 2.12.

Gambar 2.12: Simbol dan contoh termistor

Termistor ada 2 jenis yaitu NTC (Negative Temperature Coefficient) dan PTC (Positive
Temperature Coefficient). Pada NTC hambatannya akan turun bila temperaturnya naik
sedangkan pada PTC sebaliknya, hambatan akan naik seiring dengan naiknya temperatur.
4. LDR(Light Depending Resistor)
LDR adalah resistor yang hambatannya berubah seiring dengan intensitas cahaya yang
diterimanya. LDR sering digunakan sebagai sensor cahaya. Nama lain LDR adalah
Photo-resistor. Hambatan sebuah LDR akan turun jika intensitas cahaya yang mengenainya
meningkat. Gambar 2.13 menunjukan bentuk dan lambang sebuah LDR.

Gambar 2.13: simbol dan contoh LDR

25
2.2 Kode Warna Resistor

2.2 Kode Warna Resistor

Hambatan sebuah resistor dinyatakan dalam bentuk kode warna. Pada resistor tipe karbon
memiliki 4 buah gelang warna sedangkan film resistor memiliki 5 buah gelang warna. Kode
warna resistor dapat dilihat seperti pada gambar berikut ini.

Gambar 2.14: Kode warna pada resistor

Untuk resistor dengan 4 gelang warna:


Gelang warna pertama menyatakan angka
Gelang warna kedua menyatakan angka
Gelang warna ketiga menyatakan pangkat
Gelang warna keempat menyatakan toleransi
Untuk resistor dengan 5 gelang warna :
Gelang warna pertama menyatakan angka
Gelang warna kedua menyatakan angka
Gelang warna ketiga menyatakan angka
Gelang warna keempat menyatakan pangkat
Gelang warna kelima menyatakan toleransi.

26
2.3 Rangkaian Resistor

Contoh Soal
1. Sebuah resistor memiliki 4 kode gelang warna yaitu: Merah - Merah - Coklat - Emas.
Berapa nilai hambatan resistor tersebut?
Jawab:
Merah - merah - coklat - emas = 22 × 101 ± 5%Ω = 220 ± 5%Ω
2. Sebuah resistor memiliki 5 kode gelang warna yaitu: Orange - Orange - Hitam - Hitam -
Coklat. Berapa nilai hambatan resistor tersebut?
Jawab:
Orange - Orange - Hitam - Hitam - Coklat = 330 × 100 ± 1%Ω = 330 ± 5%Ω
3. Sebuah resistor memiliki 4 kode gelang warna yaitu: Coklat - Hitam - Hitam - Emas.
Berapa nilai hambatan resistor tersebut?
Jawab:
Coklat - Hitam - Hitam - Emas = 10 × 100 ± 5%Ω = 10 ± 5%Ω
4. Resistor dengan nilai dasar 1000 Ohm dan toleransi 10% maka tentukan batas atas dan
bawah resistor tersebut !
Jawab:
Batas atas : 1000 Ohm + (10% × 1000) = 1100 Ω
Batas bawah : 1000 Ohm - (10% × 1000) = 900 Ω
Jadi nilai resistor tersebut berkisar 900 - 1100 Ω.
Dalam rangkaian biasanya nilai hambatan resistor sering disingkat dengan tambahan Huruf
R, K atau M. Tujuannya untuk memudahkan penulisan dan tidak menambah rumit rangkaian.
Contoh penulisan nilai resistor dalam rangkaian :
1R2 = 1,2 Ohm
1k5 = 1500 kiloOhm
1M = 1 MegaOhm

2.3 Rangkaian Resistor

2.3.1 Rangkaian Resistor Seri

Resistor yang dirangkai secara seri dapat dilihat seperti pada gambar berikut ini.

Gambar 2.15: Contoh rangkaian resistor secara seri

Bila resistor dirangkai secara seri maka nilai hambatan totalnya akan bertambah. Rangkaian

27
2.3 Rangkaian Resistor

seri dapat digunakan untuk membagi tegangan listrik. hambatan total dan pembagian tegangan
listrik dapat dihitung sebagai berikut :

Gambar 2.16: Rangkaian resistor seri dihubungkan dengan sumber tegangan DC

Gambar 2.16 menunjukkan 3 buah resistor dirangkai secara seri dan dihubungkan dengan
sumber arus DC sebesar V volt, maka dapat diketahui :

i = i1 = i2 = i3

V = V1 + V2 + V3

Dari hukum Ohm diketahui bahwa : V = i. R maka didapat:

i.Rs = i.R1 + i.R2 + i.R3


Rs = R1 + R2 + R3

Tegangan untuk tiap resistor dapat dihitung :


V1 = i.R1
V2 = i.R2
V3 = i.R3

2.3.2 Rangkaian Resistor Paralel

Resistor yang dirangkai secara paralel dapat dilihat seperti pada gambar berikut ini.

Gambar 2.17: Rangkaian resistor paralel

Bila resistor dirangkai secara paralel, maka hambatan total akan lebih kecil dari hambatan
resistor terkecil yang ada di dalam rangkaian. Pada rangkaian resistor paralel terjadi proses

28
2.3 Rangkaian Resistor

pembagian arus listrik, sedangkan tegangan sama untuk tiap resistor. Hambatan total dan
pembagian arus listrik dapat dihitung sebagai berikut.

Gambar 2.18: Rangkaian resistor paralel dihubungkan dengna sumber tegangan DC

Gambar 2.18 menunjukkan 3 buah resistor yang dipasang secara paralel dan dihubungkan ke
sumber arus DC, maka hambatan resistor total akan menjadi kecil dan terjadi proses pembagian
arus listrik. Besar hambatan total dan arus listrik yang mengalir pada tiap resistor dapat dihitung
sebagai berikut :

V = V1 = V2 = V3

i = i1 + i2 + i3

Dari hukum Ohm diketahui bahwa : V = i. R maka didapat:

V V V V
= + +
Rp R1 R2 R3
1 1 1 1
= + +
Rp R1 R2 R3
Arus listrik yang mengalir di tiap resistor dapat dihitung sebagai berikut:

V
i1 =
R1
V
i2 =
R2
V
i2 =
R3
Gambar berikut ini menunjukkan beberapa variasi dari rangkaian paralel:

29
2.3 Rangkaian Resistor

Gambar 2.19: Macam-macam rangkaian paralel

2.3.3 Rangkaian Kombinasi Seri dan Paralel

Beberapa resistor dapat dirangkai dalam bentuk kombinasi seri dan paralel. Bila resistor
dirangkai dalam kombinasi seri dan paralel maka terjadi proses pembagian arus dan tegangan
listrik. Berikut ini beberapa contoh rangkaian kombinasi seri dan paralel.
Contoh Rangkaian Kombinasi:
Perhatikan gambar 2.20 berikut ini, hitunglah hambatan total rangkaian dan pembagian arus
dan tegangan listrik yang terjadi di dalam rangkaian.

Gambar 2.20: Rangkaian kombinasi resistor seri dan paralel

Penyelesaian
Hambatan total rangkaian adalah:

Rt = R1 ⊕ (R4 //(R2 ⊕ R3 ))

keterangan : ⊕ menyatakan rangkaian di seri dan // menyatakan rangkaian di paralel

30
2.3 Rangkaian Resistor

Seri R2 dan R3 :

Rs = R2 + R3
Rs = 8 + 4 = 12 Ω

Paralel (R2 ⊕ R3 ) dengan R4 :

1 1 1
= +
Rp R4 Rs
1 1 1
= +
Rp 12 12
1 2
=
Rp 12
12
Rp = =6Ω
2

Maka hambatan total rangkaian menjadi:

RAB = R1 + Rp
RAB = 6 + 6 = 12 Ω

Pembagi tegangan dan arus listrik:

Pada R1 dan Rp terjadi pembagi tegangan yang dapat dihitung sebagai berikut :
Arus total yang melewati rangkaian :

V 12
i= = =1A
RAB 12
Maka tegangan pada R1 dapat dihitung :

VR1 = i × R1 = 1 × 6 = 6 V

Tegangan pada RAB :

VRAB = i × RAB = 1 × 6 = 6 V

Pembagian arus listrik terjadi pada R4 dan Rs dapat dihitung :


Arus listrik yang mengalir pada R4 :

31
2.4 Transformasi Rangkaian Star (F) Delta (∆)

VRAB 6
iR4 = = = 0.5 A
R4 12
Arus listrik yang mengalir pada Rs :

VRAB 6
iRs = = = 0.5 A
Rs 12
Pembagian tegangan pada R2 dan R3 adalah :
Tegangan pada R2 :
VR2 = iRs × R2 = 0.5 × 8 = 4 V

Tegangan pada R3 :
VR3 = iRs × R3 = 0.5 × 4 = 2 V

2.4 Transformasi Rangkaian Star (F) Delta (∆)

2.4.1 Transformasi Rangkaian Resistor Delta (∆) ke Rangkaian Resistor Star


(F)

Untuk menghitung rangkaian resistor komplek kadang-kadang kita menjumpai suatu rangka-
ian dalam bentuk Delta, sehingga rangkaian resistor tersebut tidak dapat diselesaikan. Cara
mudah untuk menyelesaikannya yaitu dengan mengubah rangkaian delta menjadi rangkaian
pengganti Star seperti gambar 2.21 berikut ini.

Gambar 2.21: Transformasi rangkaian resistor Delta ke rangkaian resistor Star

Perhatikan gambar 2.21, hambatan titik 1-2 pada rangkaian delta harus sama dengan ham-
batan pada titik 1-2 rangkaian star sehingga didapatkan :

Rp ⊕ Rr = Ra //(Rb ⊕ Rc )

atau dapat ditulis :

32
2.4 Transformasi Rangkaian Star (F) Delta (∆)

1 1 1
= +
Rp + Rr Ra Rb + Rc
1 Rb + Rc Ra
= +
Rp + Rr Ra (Rb + Rc ) Ra (Rb + Rc )
Ra (Rb + Rc )
Rp + Rr = (2.1)
Ra + Rb + Rc

Pada titik 2-3 :

Rq ⊕ Rr = Rc //(Ra ⊕ Rb )

1 1 1
= +
Rq + Rr Rc Ra + Rb
1 Ra + Rb Rc
= +
Rq + Rr Rc (Ra + Rb ) Rc (Ra + Rb )
Rc (Ra + Rb )
Rq + Rr = (2.2)
Ra + Rb + Rc

Pada titik 3-1 :

Rq ⊕ Rp = Rb //(Ra ⊕ Rc )

1 1 1
= +
Rq + Rp Rb Ra + Rc
1 Ra + Rc Rb
= +
Rq + Rp Rb (Ra + Rc ) Rb (Ra + Rc )
Rb (Ra + Rc )
Rq + Rp = (2.3)
Ra + Rb + Rc

Eliminasi persamaan (2.1) dengan persamaan (2.2) didapat :

Ra (Rb + Rc ) Rc (Ra + Rb )
Rp + Rr − (Rq + Rr ) = −( )
Ra + Rb + Rc Ra + Rb + Rc
Ra Rb + Ra Rc − Ra Rc + Rc Rb
Rp + Rr − Rq − Rr =
Ra + Rb + Rc
Rb (Ra − Rc )
Rp − Rq = (2.4)
Ra + Rb + Rc

33
2.4 Transformasi Rangkaian Star (F) Delta (∆)

Eliminasi persamaan (2.4) dengan persamaan (2.3) didapat :

Rb (Ra − Rc ) Rb (Ra + Rc )
Rp − Rq + (Rq + Rp ) = +( )
Ra + Rb + Rc Ra + Rb + Rc
Rb Ra + Rb Ra
Rp + Rp =
Ra + Rb + Rc
2Rb Ra
2Rp =
Ra + Rb + Rc
Ra Rb
Rp = (2.5)
Ra + Rb + Rc

Subtitusi persamaan (2.5) ke persamaan (2.4) dan didapat :

Rb Ra Rb (Ra − Rc )
− Rq =
Ra + Rb + Rc Ra + Rb + Rc
Rb Ra Rb (Ra − Rc )
Rq = −( )
Ra + Rb + Rc Ra + Rb + Rc
Rb Rc
Rq = (2.6)
Ra + Rb + Rc

Subtitusi persamaan (2.6) ke persamaan (2.2) dan didapat :

Rb Rc Rc (Ra + Rb )
+ Rr =
Ra + Rb + Rc Ra + Rb + Rc
Rc (Ra + Rb ) Rb Rc
Rr = −( )
Ra + Rb + Rc Ra + Rb + Rc
Ra Rc
Rr = (2.7)
Ra + Rb + Rc

Ringkasan :
Untuk mengubah dari rangkaian resistor Delta ke rangkaian resistor Star dapat digunakan
persamaan berikut ini.

34
2.4 Transformasi Rangkaian Star (F) Delta (∆)

Gambar 2.22: Transformasi rangkaian resistor Delta ke rangkaian resistor Star

Ra Rb
Rp =
Ra + Rb + Rc
Rb Rc
Rq =
Ra + Rb + Rc
Ra Rc
Rr =
Ra + Rb + Rc

2.4.2 Tranformasi Rangkaian Resistor Star ke Rangkaian Resistor Delta

Perhatikan gambar berikut ini.

Gambar 2.23: Transformasi rangkaian resistor Star ke rangkaian resistor Delta

Dari transformasi rangkaian resistor delta ke rangkaian resistor star didapat persamaan :

Ra Rb
Rp =
Ra + Rb + Rc
Rb Rc
Rq =
Ra + Rb + Rc
Ra Rc
Rr =
Ra + Rb + Rc

35
2.4 Transformasi Rangkaian Star (F) Delta (∆)

Jika tiap-tiap R pada rangkaian Star dikalikan maka dipeoleh persamaan:

Ra Rb Rb Rc
Rp Rq = .
Ra + Rb + Rc Ra + Rb + Rc
Ra Rc Rb2
Rp Rq = (2.8)
(Ra + Rb + Rc )2

Rb Rc Ra Rc
Rq Rr = .
Ra + Rb + Rc Ra + Rb + Rc
Ra Rb Rc2
Rq Rr = (2.9)
(Ra + Rb + Rc )2

Ra Rc Ra Rb
Rr Rp = .
Ra + Rb + Rc Ra + Rb + Rc
Rb Rc Ra2
Rr Rp = (2.10)
(Ra + Rb + Rc )2

Kemudian persamaan (2.8), (2.9) dan (2.10) dijumlahkan maka didapat :

Ra Rc Rb2 Ra Rb Rc2 Rb Rc Ra2


Rp Rq + Rq Rr + Rr Rp = + +
(Ra + Rb + Rc )2 (Ra + Rb + Rc )2 (Ra + Rb + Rc )2
Ra Rb Rc (Ra + Rb + Rc )
Rp Rq + Rq Rr + Rr Rp =
(Ra + Rb + Rc )2
Ra Rb Rc
Rp Rq + Rq Rr + Rr Rp = (2.11)
Ra + Rb + Rc

Untuk mencari Ra , Rb dan Rc , maka dapat dilakukan dengan membagi persamaan (2.11)
dengan persamaan (2.5), (2.6) atau (2.7) sebagai berikut:
Untuk mencari Ra :
Ra Rb Rc
Ra +Rb +Rc Rp Rq + Rq Rr + Rr Rp
Rb Rc
=
Ra +Rb +Rc
Rq
Rp Rq + Rq Rr + Rr Rp
Ra =
Rq

36
2.5 Jembatan Wheatstone

Untuk mencari Rb :
Ra Rb Rc
Ra +Rb +Rc Rp Rq + Rq Rr + Rr Rp
Ra Rc
=
Ra +Rb +Rc
Rr
Rp Rq + Rq Rr + Rr Rp
Rb =
Rr

Untuk mencari Rc :
Ra Rb Rc
Ra +Rb +Rc Rp Rq + Rq Rr + Rr Rp
Ra Rb
=
Ra +Rb +Rc
Rp
Rp Rq + Rq Rr + Rr Rp
Rc =
Rp

Ringkasan : Untuk mengubah dari rangkaian resistor star ke rangkaian resistor delta dengan
memperhatikan gambar dapat dilakukan secara cepat sebagai berikut :

Gambar 2.24: transformasi rangkaian resistor Star ke rangkaian resistor Delta

Rp Rq + Rq Rr + Rr Rp
Ra =
Rq
Rp Rq + Rq Rr + Rr Rp
Rb =
Rr
Rp Rq + Rq Rr + Rr Rp
Rc =
Rp

37
2.5 Jembatan Wheatstone

2.5 Jembatan Wheatstone

Jembatan Wheatstone adalah sebutan bagi sebuah rangkaian yang berbentuk seperti gambar
dibawah ini.

Gambar 2.25: Skema rangkaian jembatan Wheatstone

Jembatan Wheatstone pertama kali dibuat oleh Charles Wheatstone. Fungsi jembatan
Wheatstone adalah untuk menghitung besar suatu hambatan yang tidak diketahui besar ham-
batannya (pada waktu itu Ohmmeter belum ditemukan dan memang Ohmmeter hingga saat ini
masih menggunakan prinsip kerja jembatan Wheatstone).
Pada saat ini jembatan Wheatstone lebih sering digunakan sebagai alat bantu untuk pen-
gukuran (instrumentasi), karena rangkaian ini sangat sensitif dan akurat. Beberapa alat ukur yang
mengunakan prinsip jembatan Wheatstone : Ohmmeter, voltmeter, amperemeter, termometer
elektronik, staingauge dan lain sebagainya. Hampir semua alat ukur menggunakan prinsip ini.
Salah satu kelebihan jembatan wheatstone adalah dapat digunakan untuk mengukur perubahan
yang sangat kecil pada hambatan.
Perhatikan gambar 2.25, dalam kondisi seimbang, jembatan Wheatstone dapat disamakan
dengan 2 rangkaian seri resistor yang dipasang paralel seperti pada gambar 2.26, dimana tidak
ada beda potensial pada titik CD, sehingga tidak ada arus listrik yang mengalir melewati titik
CD.

Gambar 2.26: Jembatan Wheatstone dalam kondisi seimbang

38
2.5 Jembatan Wheatstone

Pada gambar 2.26, terlihat rangkaian seri resistor pada sisi kanan sama dengan rangkaian
seri resistor pada sisi kiri. Resistor – resistor tersebut akan membagi tegangan sumber (12 V)
menjadi V1 = 4 V dan V2 = 8 V demikian juga dengan sisi sebelah kanan yaitu V3 = 4 V dan
V4 = 8 V. Arus akan terbagi menjadi 2 juga yaitu i1 dan i2 yang besarnya sama karena besar
beda potensial titik AC sama dengan beda potensial titik AD, demikian juga beda potensial titik
CB besarnya sama dengan beda potensial titik DB, akibatnya potensial titik C akan sama besar
dengan potensial titik D, sehingga beda potensial titik CD akan sama dengan Nol. Kondisi ini
disebut jembatan Wheatstone seimbang.
Sekarang perhatikan gambar 2.27 berikut ini.

Gambar 2.27: Jembatan Wheatstone dalam kondisi tidak seimbang

Beda potensial antara titik C-B adalah 8 V, sedangkan beda potensial antara titik D-B adalah
4 Volt, sehingga potensial titik C dan titik D tidak sama. Potensial titik C adalah 8 V terhadap B
dan potensial titik D adalah 4 V terhadap B sehingga beda potensial titik C-D adalah : 8 - 4 = 4
V.
Rangkaian umum jembatan Wheatstone yang sering digunakan untuk pengukuran (instru-
mentasi) dapat dilihat pada gambar 2.28 berikut ini.

Gambar 2.28: Rangkaian jembatan Wheatstone untuk instrumentasi

Pada gambar 2.28 tampak rangkaian yang dapat digunakan untuk mengukur besar ham-
batan suatu resistor yang belum diketahui besarnya. Hambatan yang tidak diketahui besarnya
dipasang pada RX , sedangkan R3 diganti dengan sebuah potensiometer. Fungsi potensiometer

39
2.5 Jembatan Wheatstone

ini adalah untuk mengatur supaya beda tegangan antara titik C dan D sama dengan nol atau untuk
menyeimbangkan jembatan Wheatstone. Maka besar RX dapat dihitung.
Tegangan antara titik C-B :

R2
VCB =
R1 + R2
Tegangan antara titik D-B :

RX
VDB =
R3 + RX
Jembatan dalam keadaan seimbang jika beda potensial antara titik C-B sama dengan beda
potensial antara titik D-B atau dapat dinyatakankan :

VCB = VDB
R2 RX
=
R1 + R2 R3 + RX
RX (R1 + R2 ) = R2 (R3 + RX )
RX R1 + RX R2 = R2 R3 + R2 RX
RX R1 = R2 R3

didapat :

R2 R3
RX =
R1
R1 dan R2 adalah resistor yang ditetapkan besarnya, sedangkan R3 adalah sebuah variabel
resistor yang digunakan untuk menyeimbangkan beda potensial titik C-D.
Untuk menghasilkan nilai pengukuran yang baik, jembatan Wheatstone harus dibuat dengan
menggunakan resistor yang memiliki toleransi yang rendah dan potensiometer yang betul-betul
linier.

40
Bab 3 Kapasitor dan Rangkaiannya

Pendahuluan
h Abstrak tentang kapasitor, karakteristik ka-
Pokok kapasitor dan rangkaiannya pasitor, jenis-jenis kapasitor dan
akan membahas tentang kapasitor, rangkaian-rangkaian kapasitor
karakteristik karakteristik kapasitor, 2. Setelah mempelajari pokok ba-
jenis-jenis kapasitor, dan rangkaian- hasan ini, mahasiswa diharapkan da-
rangkaian kapasitor. pat melakukan perhitungan seder-
h Indikator hana untuk mengukur kapasitas dan
1. Setelah mempelajari pokok ba- energi yang tersimpan di dalam kap-
hasan ini, mahasiswa diharapkan asitor
dapat menjelaskan dengan benar

3.1 Kapasitor dan Kapasitas Kapasitor

Kapasitor adalah komponen elektronika yang digunakan untuk menyimpan muatan listrik
dalam jangka waktu tertentu. Seperti sebuah baterai, kapasitor juga digunakan untuk menyimpan
energi listrik hanya saja proses penyimpanan energi listrik pada kapasitor berbeda dengan proses
penyimpanan energi listrik pada baterai. Di dalam kapasitor juga terdapat 2 buah terminal sama
seperti baterai. Di dalam baterai terjadi reaksi kimia yang akan menyebabkan salah satu terminal
menghasilkan elektron dan terminal yang lainnya menyerap elektron , sehingga terjadilah aliran
muatan listrik. Sebuah kapasitor jauh lebih sederhana dibandingkan dengan baterai, kapasitor
tidak menghasilkan elektron, tetapi kapasitor menyimpan muatan listrik.
Di dalam kapasitor terdiri dari 2 buah terminal atau sering disebut lempeng konduktor
dan bahan dielektrik yang disisipkan di antara kedua lempeng konduktor. Dielektrik adalah
bahan isolator yang dapat digunakan untuk meningkatkan kapasitas sebuah kapasitor. Secara
teori, bahan dielektrik adalah sejenis isolator. Banyak bahan yang dapat digunakan sebagai
bahan dielektrik sebuah kapasitor antara lain : keramik, mika, kaca, kertas, udara, serat selulosa,
porselein, mylar, teflon dan bahan kimia cair. Penggunaan bahan-bahan dielektrik ini disesuaikan
dengan penggunaan kapasitor itu sendiri. Berikut adalah contoh penggunaan kapasitor yang
disesuaikan dengan bahan dielektriknya :
- Bahan dielektrik udara atau lebih dikenal dengan variabel kapasitor, umumnya digunakan
untuk men-turning frekuensi radio.
- Kapasitor mylar dengan bahan dielektrik mylar umum digunakan pada rangkaian clock
frekuensi, alarm atau counter.
3.1 Kapasitor dan Kapasitas Kapasitor

- Gelas atau kaca untuk digunakan pada kapasitor yang bekerja pada tegangan tinggi.
- Kapasitor keramik banyak digunakan pada frekuensi tinggi. Seperti pada rangkaian pe-
mancar dan antena, mesin sinar X dan mesin MRI.
- Kapasitor elektrolit dengan bahan dielektrika dari bahan kimia cair, umum digunakan pada
frekuensi rendah dan rangkaian daya. Kapasitor elektrolit ini umumnya memiliki kapasitas
yang besar-besar.
- Super kapasitor adalah kapasitor dengan muatan yang cukup besar bekerja pada tegan-
gan rendah dan memiliki waktu pengisian yang sangat singkat. Super kapasitor umum
digunakan pada rangkaian daya listrik dan mobil – mobil tenaga listrik
Sebuah kapasitor dalam kondisi tidak diisi muatan listrik, maka pada kedua lempeng kon-
duktornya tidak akan ada muatan listrik. Selama proses pengisian kapasitor, sebuah muatan
listrik dipindahkan dari satu konduktor ke konduktor lainnya dan memberikan muatan positif
pada salah satu lempeng konduktor dan muatan negatif pada lempeng konduktor lainnya. Contoh
sederhana sebuah kapasitor dapat dibuat dari 2 lempengan konduktor dengan luas permukaan
yang sama (A), yang dipasangkan paralel satu dengan lainnya dan terpisah pada jarak d seperti
pada gambar berikut ini.

Gambar 3.1: Kapasitor keping sejajar

Melalui percobaan, banyaknya muatan (Q) yang disimpan dalam sebuah kapasitor besarnya
linier dan proporsioal terhadap beda tegangan pada kedua lempeng konduktor kapasitor atau
secara matematis dapat ditulis :

Q ≈ ∆V

Q = C.∆V

Di mana :
Q = muatan listrik yang disimpan di dalam kapasitor (C (Coulomb))
C = Kapasitas kapasitor (F (Farrad))
∆V = beda potensial antara 2 konduktor di dalam kapasitor (V (Volt))

42
3.1 Kapasitor dan Kapasitas Kapasitor

3.1.1 Kapasitas Kapasitor

Bila ada 2 buah pelat konduktor dengan luas permukaan yang sama yaitu A yang dipisahkan
pada jarak d, kemudian lempeng konduktor bagian atas diberi muatan +Q dan lempeng konduktor
bagian bawah diberi muatan –Q, maka medan muatan pada 2 buah lempeng konduktor tersebut
dapat digambarkan sebagai berikut

Gambar 3.2: Ilustrasi medan listrik pada 2 lempengan konduktor sejajar

Untuk menghitung kapasitas kapasitor (C), pertama-tama kita harus mengetahui medan
listrik antara kedua lempeng konduktor. Sebenarnya sebuah kapasitor memiliki ukuran lem-
peng konduktor yang terbatas panjangnya. Maka garis medan listrik pada ujung pelat tidaklah
berupa garis lurus, tetapi berbentuk kurva lengkung yang disebut efek tepi. Medan listrik pada
ujung lempeng konduktor ini tidak seragam, namun untuk memudahkan menghitung kapasitas
kapasitor, kita akan mengabaikan efek ujung ini.
Dengan asumsi lempeng konduktor tidak terbatas panjangnya dan sistem mempunyai bentuk
yang simetri, maka kita dapat menghitung medan listrik di sembarang tempat dengan menggu-
nakan persamaan hukum Gauss didapat:
I I
~ A
E.d. ~ = E.A0 = Q
s 0

Q
E=
A0 .0

σ
E= (3.1)
0
Dengan A’ adalah luas penampang Gaussian yang dapat digambarkan sebagai berikut ini.

Gambar 3.3: Ilustrasi luas penampang Gaussian

Beda potensial antara 2 penampang pada gambar 3.3 adalah :


Z +
− + ~
V −V = ∆V = E.ds = −E.d (3.2)

43
3.1 Kapasitor dan Kapasitas Kapasitor

dengan mensubtitusi persamaan (3.1) ke persamaan (3.2) maka di dapat :

σ
|∆V | = .d (3.3)
0
Kapasitas kapasitor (C) dapat dinyatakan sebagai banyaknya muatan listik (Q) per beda
potensial (|∆V |), maka persamaan (3.3) dapat diubah menjadi :

Q
C= σ.d
0
Q.0
C=
σ.d

A
C = 0 . (3.4)
d
Di mana:
0 : Permitivitas ruang hampa yang besarnya = 8.88 × 10−12 F/m
d : jarak pisah antara 2 lempeng konduktor (m)
A : luas permukaan lempeng konduktor yang berhadapan (m2 )
Q : besar muatan listrik ( C )
∆V : beda potensial listrik antara 2 lempeng konduktor (V)
Dari persamaan (3.4) diketahui bahwa kapasitas kapasitor ditentukan oleh dimensi kapasitor( Ad )
dan nilai bahan dielektric pemisah kedua lempeng ()

Kapasitas kapasitor berbentuk silinder


Sebuah konduktor silinder dengan jari-jari a diselimuti oleh sebuah tabung dengan jarijari
bagian dalam b seperti pada gambar berikut ini.

Gambar 3.4: Ilustrasi kapasitor berbentuk silinder

Panjang kapasitor adalah L dan panjang L jauh lebih besar dibandingkan jarak b – a.
efek tepi diabaikan untuk memudahkan perhitungan. Inti bagian dalam tabung kapasitor diberi
muatan +Q dan selimut tabung diberi muatan listrik –Q, maka hukum Gauss untuk kapasitor
silinder dapat ditulis :

44
3.1 Kapasitor dan Kapasitas Kapasitor

I I
~ A
E.d. ~ = E.A0 = q
s 0

Q
E=
A0 .0
A adalah luas permukaan tabung yang besarnya A = 2πrL dan λ = besar muatan per satuan
panjang (C/m) maka didapat :

λ
E= (3.5)
2π0 r
Beda potensial listrik antara inti silinder dengan selimut tabung dapat diturunkan :

Z b
∆V = Er .dr
a
Z b
λ dr
∆V = −
2π0 a r
λ a
∆V = − ln( )
2π0 b
Maka kapasitas kapasitor berbentuk silinder dapat dihitung :

Q
C=
∆V
Q
C= λ
− 2π0
ln( ab )

2π0 L
C= (3.6)
ln( ab )
Dapat dilihat dari persamaan kapasitor silinder, bahwa kapasitas sebuah kapasitor berbentuk
silinder sangat ditentukan oleh dimensi kapasitor tersebut.

Kapasitas kapasitor berbentuk bola


Pada bagian ini kita akan menghitung kapasitas sebuah kapasitor yang berbentuk bola. Bila
ada sebuah kapasitor yang terdiri dari 2 buah bola yang disusun paralel dengan bola yang kecil di
bagian dalam dan bola yang lebih besar di bagian luar. Bola yang dibagian dalam diberi potensial
listrik positif dan bola bagian luar di beri potensial negative seperti pada gambar berikut ini.

Gambar 3.5: Ilustrasi kapasitor berbentuk bola

45
3.2 Satuan dan Jenis-Jenis Kapasitor

Pada bola yang diberi potensial listrik positif akan ada muatan listrik positif dan pada bola
yang diberi potensial listrik negaitf akan ada muatan listrik negatif. Jari-jari bola kecil adalah a
dan jari-jari bola besar adalah b. sedangkan r adalah jari-jari luas bidang Gaussian, maka medan
listrik pada daerah a < r < b dapat dihitung :
I I
~ A
E.d. ~ = E.A0 = q
s 0
atau

1 Q
Er = .
4π0 r2
Beda potensial antara 2 konduktor yaitu bola dalam dan bola luar dapat dihitung :

Z b
∆V = Vb − Va = − Er dr
a
Z b
Q dr
Vb − Va = − .
4π0 a r2
Q 1 1
Vb − Va = − .( − )
4π0 a b
Q b−a
Vb − Va = − .( )
4π0 a.b
Maka kapasitas kapasitor tipe bola dapat dihitung :

Q
C=
|∆V |
Q
C= Q b−a
4π0 . a.b

a.b
C = 4π0 (3.7)
b−a
Sekali lagi terlihat bahwa kapasitas kapasitor sangat ditentukan oleh dimensi kapasitor. Bila
konduktor b memiliki ukuran yang “tak terhingga” atau secara matematis b → ∞ ditulis maka
kapasitas kapasitor menjadi :

a.b
lim 4π0 . = 4π0 a
b−a
Maka untuk kapasitor dengan konduktor tunggal dengan jari-jari R dapat dihitung kapa-
sitasnya :

C = 4π0 a (3.8)

Jadi besar kapasitas sebuah kapasitor bola ditentukan oleh dimensi kapasitor tersebut.

46
3.2 Satuan dan Jenis-Jenis Kapasitor

3.2 Satuan dan Jenis-Jenis Kapasitor

3.2.1 Satuan Kapasitor

Kapasitor pertama kali dibuat pada tahun 1745 oleh ilmuwan Jerman Ewald Georg von
Kleist dan secara terpisah juga di buat oleh ilmuwan Belanda Pieter van Musschenbroek pada
tahun 1746. Pieter van Musschenbroek membuat kapasitor pertamanya di Universitas Leyden
(University of Leyden) dan menamakannya sebagai kapasitor Leyden atau lebih dikenal dengan
sebutan Leyden Jar. berikut gambar Leyden Jar.

Gambar 3.6: Konstruksi kapasitor Leyden (Leyden Jar)

Membuat kapasitor ini sangat mudah, kita hanya membutuhkan sebuah toples selai bekas
yang bersih, lembaran aluminium foil, kawat dan paku serta sebuah sumbat. Namun untuk
mengisihnya kita membutuhkan sumber listrik statis tegangan tinggi dari mesin Wimshurst atau
dari generator Van De Graff. Nantilah pada kesempatan berikutnya akan kita bahas cara membuat
mesin-mesin elektrostatis yang menarik ini, sekarang kita fokus dulu pada kapasitor.
Seiring dengan berkembang pesatnya industri elektronika, maka perkembangan kapasitor
juga tumbuh dengan cepat, Banyak industri di dunia yang mengembangkan kapasitor sehingga
dari tahun ke tahun kapasitor yang dibuat semakin kecil dalam hal ukuran namun semakin
besar kapasitas dan kemampuannya. Sekarang banyak industri dan pusat riset yang gencar
mengembangkan super-kapasitor dan ultrakapasitor, yaitu jenis kapasitor yang memiliki kapasitas
yang sangat besar dengan ukuran yang kecil dan memiliki hambatan dalam yang sangat rendah.
Kedua jenis komponen ini jauh lebih unggul bila dibandingkan baterai, karena memiliki waktu
pengisian dan pengosongan yang jauh lebih cepat dan hanya melepaskan sedikit energi panas.
Super-kapasitor dan ultra-kapasitor disiapkan untuk mengantikan penggunaan baterai dalam
kendaraan dengan penggerak listrik.
Kapasitas sebuah kapasitor dinyatakan dalam satuan Farrad (F) namum 1 Farrad adalah
harga yang sangat besar sekali untuk sebuah kapasitor. Di pasaran kapasitor umumnya dijual

47
3.2 Satuan dan Jenis-Jenis Kapasitor

dalam ukuran kapasitas yang jauh lebih kecil dari 1 Farrad. Untuk kapasitor polar (dwikutub)
dengan bahan dielektrik larutan elektrolit dijual dengan satuan mikro Farrad, umumnya dari 0,1
mikroFarrad hingga 47000 mikroFarrad (47 miliFarrad). Sedangkan untuk kapasitor non polar
umumnya tersedia dengan kapasitas yang lebih kecil lagi, berkisar dari 1000 nanoFarrad hingga
1 pikoFarrad.

1F arad = 1.000mF = 1.000.000µF = 1.000.000.000nF = 1.000.000.000.000pF


1F = 103 mF = 106 µF = 109 nF = 101 2pF
1pF = 10−3 nF = 10−6 µF = 10−9 mF = 10−12 F

3.2.2 Jenis-Jenis Kapasitor

Kapasitor dinamakan berdasarkan jenis bahan dielektriknya seperti kapasitor keremik bahan
dielektriknya dari keramik, kapasitor kertas bahan dielektriknya kertas, kapasitor elektrolit bahan
dielektriknya dari larutan elektrolit dan sebagainya. Berikut macam – macam kapasitor dan
contoh gambarnya.
1. Elektrolit Kapasitor (ELKO)
Kapasitor ini merupakan jenis kapasitor polar atau memilik 2 buah kutub pada kaki –
kakinya. Kaki yang panjang merupakan kutub positif dan kaki yang pendek atau kaki
yang memiliki tanda khusus adalah kaki negatif. Pemasangan kapasitor elektrolit dalam
rangkaian elektronika tidak boleh terbalik, khususnya untuk rangkaian arus DC namun
untuk arus AC tidak jadi masalah. Kapasitor ini tidak boleh terkena panas yang berlebih
pada saat proses penyolderan karena bahan elektrolit yang terdapat di dalam kapasitor
dapat mendidih dan menyebabkan kapasitor menjadi rusak. berikut gambar kapasitor
elektrolit

Gambar 3.7: Kapasitor elektrolit (ELKO)

48
3.2 Satuan dan Jenis-Jenis Kapasitor

Kapasitor ini tersedia dengan kapasitas yang cukup besar, paling kecil memiliki kapasitas
0,1 mikroFarrad dan paling besar yang umum terdapat di pasaran adalah 47000 mikro-
Farrad. Namun penulis pernah menjumpai kapasitor ini dalam ukuran 1 Farrad dengan
harga yang cukup membuat kantong menjadi kering. Tegangan kerja kapasitor ini sangat
beragam namun biasanya dituliskan pada bodi kapasitor. Tegangan kerjanya berkisar dari
6,7 V hingga 200 V.
2. Kapasitor Keramik
Kapasitor keramik adalah jenis kapasitor dengan bahan dielektrik yang terbuat dari
keramik. Ini termasuk kapasitor yang umum dan banyak terdapat di pasaran. kapa-
sitor keramik termasuk jenis kapasitor non polar artinya tidak ada perbedaan antara kedua
kakinya. Karena dielektrik terbuat dari bahan keramik, maka kapasitor ini sangat tahan
terhadap panas solder, pada waktu disolder kapasitor akan terlihat seperti mengeluarkan
cairan, namun itu tidak menjadi masalah. Kapasitor keramik juga sangat cocok digu-
nakan untuk rangkaian yang bekerja pada frekuensi tinggi. Berikut gambar dari kapasitor
keramik

Gambar 3.8: Kapasitor keramik

Kapasitor keramik tersedia dari ukuran 1000 nanoFarrad hingga 1 pikoFarrad. Tegangan
kerja kapasitor ini sangat tinggi, rata-rata bisa bekerja pada tegangan 400 V.
3. Kapasitor Mylar
Kapasitor mylar memiliki dielektrik yang terbuat dari bahan mylar. Kapasitor ini cocok
untuk pengandeng kristal frekuensi pada clock untuk mikrokontroller. Termasuk katergori
kapasitor non polar dan tidak terlalu tahan terhadap panas. Berikut contoh kapasitor mylar

49
3.2 Satuan dan Jenis-Jenis Kapasitor

Gambar 3.9: Kapasitor mylar

sama halnya dengan kapasitor keramik, kapasitor mylar juga tersedia dalam ukuran yang
kecil dari 1000 nano Farrad hingga 1 picoFarrad.
4. Kapasitor Kertas
Sesuai dengan namanya, kapasitor ini memiliki bahan dielektrik yang terbuat dari ker-
tas. Kapasitor kertas umum digunakan didalam rangkaian radio, karena bahan dielektrik
dari kertas sangat bagus untuk frekuensi radio dan otomatis kapasitor ini tidak terlalu
tahan panas sehingga pada saat penyolderan harus jumlah panas yang diberikan harus
diperhatikan. Berikut contoh kapasitor kertas.

Gambar 3.10: Kapasitor kertas

Kapasitor kertas memiliki ukuran yang kecil sama seperti kapasitor mylar dan keramik.
Kapasitor kertas juga termasuk jenis kapasitor yang non polar.
5. Kapasitor Tantalum
Bahan dielektrik kapasitor ini adalah logam tantalum. Kapasitor tantalum jarang terdapat
di pasaran dan mamiliki harga yang mahal. Kapasitor ini termasuk jenis kapasitor polar
sama seperti kapasitor elektrolit. Kelebihan kapasitor ini dibandingkan dengan Elko adalah
kapasitor tantalum memiliki arus bocor yang sangat kecil. Namun dipasaran, kapasitor ini
di jual dalam ukuran kapasitas yang kecil. Berikut gambar kapasitor tantalum

50
3.2 Satuan dan Jenis-Jenis Kapasitor

Gambar 3.11: Kapasitor tantalum

6. Kapasitor Mika
Sesuai namanya, kapasitor ini memiliki bahan dielektrik yang terbuat dari mika. Termasuk
dalam golongan kapasitor non polar dan memiliki ukuran yang kecil dari range 1000
nanoFarrad hingga 1 picoFarrad. Berikut contoh kapasitor mika.

Gambar 3.12: Kapasitor mika

7. Kapasitor Polistyrene
Kapasitor ini termasuk jenis kapasitor non polar dengan bahan dielektrik polystyrene.
Dipasarkan dengan ukuran yang kecil. Berikut contoh gambar kapasitor polystyrene.

51
3.3 Bahan Dielektrik

Gambar 3.13: Kapasitor polistyrene

8. Kapasittor Teflon
Kapasitor teflon memiliki bahan dielektrik yang terbuat dari teflon, Termasuk jenis ka-
pasitor non polar dan umumnya bekerja pada tegangan tinggi. Berikut contoh gambar
kapasitor teflon.

Gambar 3.14: Kapasitor teflon

9. Variabel Kapasitor (VarCo)


Variabel kapasitor adalah jenis kapasitor yang besar kapasitasnya bisa diubah-ubah dengan
mengatur luas bidang elektroda yang berhadapan. Variabel kapasitor umumnya menggu-
nakan bahan dielektrik udara. Variabel kapasitor dirangkai bersama dengan induktor
dan resistor, digunakan sebagai alat untuk men-turning frekuensi radio. Karena menggu-
nakan bahan dielektrik udara maka kapasitor ini memiliki kapasitas yang kecil dalam orde
picoFarrad. Berikut adalah gambar varibel kapasitor.

Gambar 3.15: Varibel Kapasitor (varco)

52
3.3 Bahan Dielektrik

3.3 Bahan Dielektrik

Dielektrik adalah bahan isolator yang disisipkan diantara 2 lempeng konduktor di dalam ka-
pasitor. Di dalam medan listrik molekul pada bahan dielektrik dapat terpolarisasi. Tidak seperti
halnya dengan konduktor yang dapat memindahkan muatan listrik, namun molekul penyusun
dielektric hanya bergeser dari posisi kesetimbangannya menjadi terpolarisasi. Karena molekul
penyusun bahan dielektrik terpolarisasi, maka muatan positif bahan dielektrik akan berhada-
pan dengan lempeng konduktor yang bermuatan negatif dan sebaliknya muatan negatif material
penyusun dielektrik akan berhadapan dengan lempeng konduktor yang bermuatan positif. Posisi
ini akan menciptakan medan listrik internal yang menyebabkan turunnya medan listrik keselu-
ruhan (medan listrik total), akibatnya tegangan kapasitor akan turun. Tegangan kapasitor yang
turun akan meningkatkan kapasitas kapasitor.

Gambar 3.16: Perbandingan kapasitor dengan dielektrik dengan kapasitor tanpa dielektrik

Bila kondisi awal kapasitor dengan muatan Q dan tegangan V0 akan memiliki kapasitas
sebesar :

Q
C0 =
V0
Setelah disisipkan bahan dielektrik yang memiliki konstanta dielektrik κ0 , maka tegangan
kapasitor akan turun menjadi V1 , dimana V1 < V0 , maka kapasitas kapasitor menjadi:

Q Q
C0 = = κ0 = κ0 .C0
V1 V0
Berikut adalah beberapa konstanta dielektrik untuk beberapa jenis bahan

53
3.3 Bahan Dielektrik

Table 3.1: Beberapa Konstanta Dielektrik Bahan

Bahan κ0

Ruang hampa 1.0000


Udara 1.0006
Kertas 2.5 - 3.5
Oli trafo 4
Gelas 5 - 10
Mika 3-6
Karet 2.5 - 35
Kayu 2.5 - 8
Perselin 6
Gliserini 56
Minyak 2
Air murni 81

Secara garis besar ada 2 jenis bahan dielektrik yaitu bahan dielektrik yang bersifat polar
contoh air dan bahan dielektrik yang bersifat non polar. Untuk bahan yang bersifat polar,
mempunyai momen dipole listrik yang permanen.

Gambar 3.17: Arah momen dipole pada bahan yg bersifat polar

Dalam daerah yang tidak ada medan listrik, maka arah molekul-molekul bahan dielektrik
yang bersifat polar akan acak. Ketika diberikan medan listrik sebesar E0 , akan timbul torsi yang
memutar molekul-molekul sehingga arah molekul-molekul menjadi searah dengan arah medan
listrik E0 . Molekul yang berubah menjadi searah dengan medan listrik eksternal, akan menim-
bulkan terjadinya medan listrik internal yang berlawanan arah dengan medan listrik eksternal
tetapi besarnya lebih kecil dibandingkan dengan medan listrik eksternal.
Pada bahan dielekrik yang bersifat non-polar tidak terdapat momen listrik dipole, tetapi
momen listrik dipole ini bisa diinduksikan dengan menempatkan bahan dielektrik ini ke dalam
medan listrik eksternal.

54
3.3 Bahan Dielektrik

Gambar 3.18: Momen dipole yang diinduksi oleh medan listrik

Gambar 3.18 menunjukkan arah molekul bahan non polar yang berada pada medan listrik
eksternal E0 . Induksi muatan listrik pada permukaan akan menciptakan medan listrik internal
Ep yang arahnya berlawanan dengan medan listrik eksternal E0 .

Polarisasi
Lebih lanjut, untuk mempelajari proses polarisasi ini, kita asumsikan bahan dielektrik
tersusun atas banyak dipole listrik baik yang timbul secara permanen maupun yang timbul
melalui proses induksi. Salah satu konsep penting yang harus dipahami adalah medan listrik
rata-rata yang dihasilkan oleh banyaknya dipole listrik yang searah. Anggap kita memiliki
sepotong bahan dielektrik dengan bentuk silinder yang memiliki luas penampang (A) dan tinggi
(h). Bahan ini mengandung dipole listrik sebanyak (n) dan semua dipole listrik tersebut tersebar
merata dan seragam di seluruh silinder serta memiliki momen dipole listrik (P~ ). Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada gambar berikut ini.

Gambar 3.19: Sebuah silinder dengan distribusi dipole yang seragam

Momen dipole listrik memiliki arah yang searah dengan sumbu silinder. Dipole – dipole
listrik tersebut memiliki medan listrik sendiri sedangkan medan listrik eksternal kita abaikan.
Maka Vektor polarisasi P~ dapat dihitung :

n
~ 1 X~
P = Pi
V
i=1

55
3.3 Bahan Dielektrik

Untuk kasus silinder pada gambar 3.19:

n.P
P~ =
A.h
Sekarang bagaimana dengan medan listrik rata-rata yang dihasilkan ?, perhatikan gambar
3.20 berikut ini.

Gambar 3.20: Silinder dengan distribusi dipole listrik yang seragam, 19b. distribusi muatan yang sama

Gambar 3.20a menunjukkan distribusi dipole listrik yang seragam pada sebuah bahan
dielektrik berbentuk silinder. Akibat distribusi dipole listrik yang seragam ini akan menyebabkan
timbulnya distribusi muatan listrik yang sama seperti pada gambar 3.20b. Muatan positif akan
berkumpul pada bagian atas silinder sedangkan muatan negatif akan berkumpul pada bagian
bawah silinder. (Qp .h) harus sama dengan jumlah total momen dipole listrik (n.P~ ). atau dapat
ditulis :

n.P~
Qp =
h
Untuk menghitung medan listrik yang dihasilkan oleh Qp , kita lihat kembali distribusi
muatan permukaan yang telah dibahas dalam topik kapasitor pelat paralel. Kerapatan muatan
permukaan σ0 adalah sama dengan besar polarisasi :

Qp n.P
σ0 = = =P
A A.h
C
Dalam SI, satuan P adalah m2
sama dengan satuan utnuk kerapatan muatan permukaan σ0 .
Secara umum vektor polarisasi membentuk sudut θ, maka kerapatan muatan permukaan dapat
dihitung :

σ0 = P~ . cos θ

Maka muatan – muatan yang sama pada sistem akan menghasilkan medan listrik rata-rata
yang besarnya :

P
Ep =
0
Karena arah medan listrik ini berlawanan dengan arah polarisasi maka dalam bentuk vektor
dapat ditulis menjadi :

56
3.4 Rangkaian Kapasitor

~
~ = −P
E
0
Perlu diperhatikan arah medan listrik disini berlawanan dengan arah dipole itu sendiri,
namun hal ini merupakan pandangan secara garis besar saja. Jika kita melihat lebih dekat ke
arah dipole masing-masing, maka medan listrik yang ditimbulkan akan berbeda.
Dalam pembahasan di atas kita mengabaikan medan listrik eksternal. Namun pada keny-
ataannya bahan – bahan dielektrik selalu berada dalam medan listrik eksternal. Medan listrik
total dengan mengikut sertakan medan listrik eksternal dapat dihitung sebagai berikut :

~
~ =E
E ~0 + E ~0 − P
~p = E
0
Dalam banyak kasus polarisasi (P) tidak selalu memiliki arah yang sama dengan E0 tetapi
besarnya selalu linier dan proporsional dengan E0 . Hal ini benar karena tanpa adanya medan
eksternal ( E0 ) maka dipole listrik yang searah tidak akan terbentuk. Hubungan antara P dan E0
dapat dituliskan sebagai berikut :

P~ = 0 χe E
~

χe disebut electric susceptibility . Material yang mengikuti persamaan ini adalah material
yang dielektriknya linier. Dari kombinasi 2 persamaan di atas, maka didapat hubungan sebagai
berikut :

~ 0 = (1 + χe )E
E ~ = κe E
~

Maka di dapat :

κe = (1 + χe )

κe disebut konstanta dielektrika bahan. Nilai konstanta ini selalu lebih besar dari 1 dengan
syarat χe > 0.
Bahan dielektrik selalu membuat medan listrik menjadi turun. Akibatnya tegangan pada
kapasitor juga ikut turun, bila tegangan turun maka kapasitas kapasitor akan naik. Tegangan
listrik yang turun secara matematis dapat dituliskan :

|∆V0
|∆V | =
κe
Akibatnya :

Q Q Q
C= = = κe = κe C 0
|∆V | |∆V0 | |∆V0 |
Medan listrik kapasitor akan turun sebesar faktor κe .

57
3.4 Rangkaian Kapasitor

3.4 Rangkaian Kapasitor

3.4.1 Rangkaian Kapasitor Seri

Bila sebuah kapasitor dihubungkan dengan sebuah sumber tegangan DC seperti pada gambar
berikut ini, maka besar kapasitas kapasitor dapat dinyatakan dengan persamaan :

Gambar 3.21: Rangkaian kapasitor dengan sumber tegangan DC

Q
C=
∆V
Dengan C adalah kapasitas kapasitor, Q besar muatan yang tersimpan di dalam kapasitor
dan ∆V adalah beda potensial pada kapasitor.
Bila beberapa buah kapasitor dipasang seri dan dihubungkan dengan sumber tegangan,
maka akan terjadi proses pembagian tegangan pada tiap kapasitor seperti pada gambar 3.22
berikut ini.

Gambar 3.22: Rangkaian beberapa buah kapasitor secara seri

Maka besar tegangan total pada rangkaian seri kapasitor di atas adalah :

58
3.4 Rangkaian Kapasitor

∆Vtotal = ∆V1 + ∆V2 + ∆V3

Q
Karena : ∆V = C maka dapat diturunkan :

Q Q Q Q
= + +
Ctotal C1 C2 C3
1 1 1 1
= + +
Ctotal C1 C2 C3

Atau dapat disederhanakan menjadi :

n
1 X 1
=
Ctotal Cn
i=1

Kapasitor yang dipasang secara seri maka kapasitas totalnya akan lebih kecil dari kapasitas
kapasitor yang terkecil yang ada dalam rangkaian seri kapasitor tersebut.

3.4.2 Rangkaian Kapasitor Paralel

Bila beberapa kapasitor diparalelkan, maka tegangan yang terjadi di kaki tiap-tiap kapasitor
akan sama, namun muatan yang diisikan ke kapasitor akan terbagi ke masing – masing kapasitor.
Lihat gambar berikut ini.

Gambar 3.23: rangkaian beberapa buah kapasitor secara paralel

Maka jumlah muatan yang disimpan di dalam kapasitor adalah :

Qtotal = Q1 + Q2 + Q3

Q
Karena : ∆V = C maka dapat diturunkan :

59
3.4 Rangkaian Kapasitor

∆V.Ctotal = ∆V.C1 + ∆V.C2 + ∆V.C3


Ctotal = C1 + C2 + C3

Atau dapat disederhanakan menjadi :

n
X
Ctotal = Cn
i=1

Kapasitor yang dipasang secara paralel maka kapasitas totalnya akan lebih besar dari kapa-
sitas kapasitor yang terbesar yang ada dalam rangkaian paralel kapasitor tersebut.

3.4.3 Rangkaian Kapasitor Dengan Resistor

Gambar (3.24) berikut ini menunjukan rangkaian seri kapasitor ( C ) dengan sebuah resistor
( R ), sebuah saklar (S1 ) digunakan untuk menghubungkan rangkaian kapasitor-resistor dengan
sumber tegangan arus searah ( V ).

Gambar 3.24: Rangkaian seri kapasitor dengan resistor

Maka besar tegangan yang terjadi pada resistor akan sebanding dengan arus listrik yang
mengalir. Atau dapat ditulis :

dQ
V = R.
dt
Bila diketahui besar kapasitas kapasitor adalah :

Q
C=
∆V
Maka dengan menghubungkan 2 persamaan itu di dapat :

Q dQ
= R.
C dt
Atau dapat dibentuk menjadi :

60
3.5 Energi yang Tersimpan di dalam Kapasitor

dQ 1
= .Q
dt R.C
Penyelesaiannya menjadi :

t
Q = Q0 .e− R.C

dengan membagi kedua ruas dengan C maka diperoleh :

t
V = V0 .e− R.C

Persamaan di atas merupakan persamaan untuk proses pengisian kapasitor. Untuk Proses
pengosongan kapasitor persamaan menjadi :

t
V = V0 .(1 − e− R.C )

Kurva karakteristik pengisian dan pengosongan kapasitor dapat digambarkan sebagai berikut
ini.

Gambar 3.25: Kurva pengisian dan pengosongan kapasitor (rangkaian R-C)

3.5 Energi yang Tersimpan di dalam Kapasitor

Seperti telah dibahas sebelumnya, kapasitor dapat digunakan untuk menyimpan energi listrik
dalam bentuk muatan listrik. Banyaknya energi yang tersimpan di dalam sebuah kapasitor sama
besarnya dengan kerja yang dilakukan oleh muatan listrik. Selama proses pengisian kapasitor,
sebuah sumber arus searah seperti baterai melakukan kerja dengan memindahkan muatan listrik
dari satu lempeng konduktor dan menimbunnya ke lempeng konduktor lainnya.
Sebuah kapasitor yang belum diisi oleh muatan listrik, maka pada kedua lempeng konduk-
tornya akan terdapat banyak sekali muatan listrik positif dan muatan listrik negatif yang tersebar
merata di permukaan lempeng konduktor. Jumlah muatan listrik negatif dan muatan listrik positif

61
3.5 Energi yang Tersimpan di dalam Kapasitor

ini sama sehingga jumlah total muatan listrik antara kedua lempeng konduktor sama dengan nol
atau lempeng konduktor tidak bermuatan listrik. Karena lempeng konduktor tidak bermuatan
listrik, maka tidak terjadi medan listrik di antara kedua lempeng konduktor. Perhatikan gambar
3.26 berikut ini.

Gambar 3.26: Ilustrasi pemindahan muatan di dalam kapasitor

Kemudian kita anggap ada sebuah eskalator yang menghubungkan lempeng konduktor
atas dan lempeng konduktor bawah. Eskalator ini akan memindahkan semua muatan positif
pada lempeng konduktor bawah ke lempeng konduktor atas dan semua muatan negatif dari
lempeng konduktor atas ke lempeng konduktor bawah, sehingga lempeng konduktor atas akan
bermuatan listrik positif dan lempeng konduktor pada bagian bawah akan bermuatan listrik
negatif. Akibatnya timbul medan listrik dan beda potensial antara kedua lempeng konduktor.
Kerja yang dilakukan oleh eskalator dalam memindahkan muatan listrik ini adalah :

dW = |∆V |.dQ
Z Q
W = |∆V |.dQ
0
Z Q
Q
W = .dQ
0 C
1 Q2
W = .
2 C

Ini disebut energi potensial listrik (Ue ) sebuah kapasitor. Besar energi potensial kapasitor
dapar dituliskan menjadi :

1 Q2
Ue = .
2 C
1
Ue = Q|∆V |2
2
1
Ue = C|∆V |2
2

Sekarang kita lihat hubungan antara kuat medan listrik (E0 ) dengan energi potensial listrik

62
3.5 Energi yang Tersimpan di dalam Kapasitor

(Ue ). Pada ulasan terdahulu tentang kapasitor pelat sejajar, kita ketahui kapasitas kapasitor pelat
0 .A
sejajar adalah :C = d dan beda potensial listrik ∆V = E.d , maka

1 0 .A 2 2
Ue = . .E .d
2 d
1
Ue = .0 E 2 Ad
2

A.d adalah volume dari kapasitor pelat sejajar dan dapat di tulis Volume = A.d
Rapat energi atau densitas energi (Ue ) adalah energi persatuan volume sehingga di dapat
besar rapat energi pada kapasitor :

Ue 1
ue = = .0 E 2
V olume 2
Besar kerapatan energi (ue ) ini sebanding dengan kwadrat medan listrik kapasitor (E 2 ).

63
Bab 4 Induktor dan Transformator

Pendahuluan
h Abstrak tang induktor, transformator, karak-
Pokok induktor dan transformator teristik induktor, jenis-jenis transfor-
akan membahas tentang induktor, mator, dan rangkaian transformator
transformator, karakteristik induk- step-down.
tor, jenis-jenis transformator, dan 2. Setelah mempelajari pokok ba-
rangkaian transformator step-down. hasan ini, mahasiswa diharapkan da-
h Indikator pat membuat rangkaian transforma-
1. Setelah mempelajari pokok ba- tor step-down sederhana yang dapat
hasan ini, mahasiswa diharapkan da- digunakan untuk praktikum
pat menjelaskan dengan benar ten-

4.1 Induktor

Induktor adalah komponen elektronika yang berfungsi untuk menghasilkan medan mag-
netik, tegangan induksi atau arus induksi. Induktor bekerja menurut hukum Faraday. Induktor
tidak lain adalah lilitan kawat pada sebuah coker atau inti logam. Pada saat arus listrik (i)
melewati lilitan kawat ini, maka akan timbul fluks magnetik (N.Φ) di sekitar induktor yang be-
sarnya proporsional dengan kuat arus listrik yang melewatinya. Gambar berikut ini menunjukkan
macam-macam induktor yang sering dijumpai dalam komponen elektronika.

Gambar 4.1: macam-macam induktor yang ada di pasaran

Induktor sering disebut juga Choke. Simbol induktor sebagai berikut.


4.1 Induktor

Gambar 4.2: simbol-simbol induktor di rangkaian elektronika

Induktor terbuat dari lilitan kawat pada sebuah inti. Konstruksi induktor dapat dilihat seperti
pada gambar berikut ini.

Gambar 4.3: konstruksi induktor

Arus yang melewati sebuah induktor akan menghasilkan medan magnet yang besarnya
berbanding lurus dengan arus listrik yang mengalir. Tidak seperti kapasitor yang terjadi pe-
rubahan kenaikan tegangan pada kedua lempeng konduktor ketika sedang diisi muatan listrik,
pada konduktor justru timbul perubahan kenaikkan arus listrik ketika diberi tegangan listrik,
perubahan kenaikan arus listrik ini menciptakan induksi energi di dalam medan magnet. Dengan
kata lain induktor mengatur perubahan arus listrik dan dengan tidak mengubah tegangan listrik.
Kemampuan induktor ini disebut induktansi dengan satuan Henry (H) dan diberi simbol L. Untuk
ukuran yang lebih kecil biasanya dinyatakan dalam satuan miliHenry (mH), mikroHenry (µH),
nanoHenry (nH) dan picoHenry (pH).
Sebuah induktor mempunyai inti dengan luas penampang inti (A), Jumlah lilitan kawat
per satuan panjang (l) . Jadi jika sebuah induktor dengan N lilitan kawat dihubungkan dengan
sejumlah fluk magnetik (Φ) maka induktor akan mempunyai fluk magnetik total sebesarN.Φ.
dan arus sebesar i yang mengalir melewatinya akan menghasilkan induksi fluk magnetik yang
arahnya berlawanan dengan arah aliran arus listrik. Menurut hukum Faraday, semua perubahan
fluk magnetik akan menghasilkan tegangan induksi yang besarnya :

65
4.1 Induktor


VL = N
dt
µN 2 A di
VL = .
l dt

Di mana : N adalah banyaknya lilitan, A adalah luas penampang inti (m2 ), Φ adalah fluks
magnetik (Wb), µ adalah permeabilitas material inti, l adalah panjang induktor (m) dan di⁄dt
adalah laju perubahan arus dalam satuan A/s. Laju perubahan medan magnetik yang menginduksi
tegangan besarnya proporsional dengan laju perubahan arus listrik dφ
dt ≈
di
dt atau dapat diturunkan
menjadi :

dΦ µN 2 A di
N = .
dt l dt
atau

dΦ di
N =L
dt dt
µN 2 A
L = l disebut induktansi induktor yang diberi satuan Henry (H). Maka tegangan
induksi sebuah induktor dapat ditulis :

di
VL (t) = L
dt

Gambar 4.4: ilustrasi tegangan induksi yang timbul pada induktor

Dari persamaan ini dapat dikatakan tegangan induksi = induktansi × laju perubahan arus
listrik. Sebuah rangkaian yang memiliki induktasi 1 Henry dengan tegangan induksi 1 Volt akan
menghasilkan laju perubahan arus listrik sebesar 1 Ampere/detik.
Dari persamaan ini terlihat yang berubah hanya arus listrik, sedangkan tegangan induksi
tidak berubah. Maka bila tegangan induksi = 0, perubahan arus listrik juga akan menjadi 0. Bila
induktor dihubungkan dengan sumber arus DC arus listriknya konstan terhadap waktu, maka
tidak akan timbul tegangan induksi pada induktor dan induktor hanya berfungsi sebagai sebuah

66
4.1 Induktor

penghantar saja.
Perubahan arus listrik tidak boleh dilakukan secara mendadak, karena jika hal ini terjadi,
di
maka akan timbul tegangan induksi yang tidak terhingga besarnya ( dt = ∞). Sebuah induktor
dengan induktansi 1 H dengan arus maksimum 1 A , bila perubahan arus dari 0 hingga maksimum
dalam waktu 1 detik, maka tegangan induksi yg ditimbul akan sebesar 1 V dapat digambar seperti
pada gambar berikut ini.

Gambar 4.5: hubungan tegangan dan kuat arus pada induktor dengan dt=1 s dan di = 1 A

1
Pada induktor yg sama , jika kita mengurangi dt hingga 10 nya atau perubahan arus sebesar
1 A dalam waktu 0,1 detik, maka tegangan induksi akan menjadi 10 kali lipat besarnya yaitu 10
V, dapat dilihat pada gambar berikut ini.

Gambar 4.6: hubungan i dengan V bila dt diubah menjadi 0,1 detik

Pada induktor yang sama, jika perubahan arus terjadi mendadak atau sangat cepat (dt = 0)
maka tegangan induksi yang timbul menjadi tidak terhingga besarnya atau dapat digambar seperti
pada gambar berikut ini.

67
4.1 Induktor

Gambar 4.7: bila dt=0 maka V akan menjadi tidak terhingga besarnya

Contoh Soal 1

Sebuah induktor 1 lapisan lilitan kawat memiliki lilitan sebanyak 500 lilitan dan meng-
hasilkan fluk medan magnet sebesar 10 mWb ketika dilewati oleh arus DC sebesar 10 A.
Hitunglah induktansi induktor tersebut, kemudian hitung juga tegangan induksi yang timbul jika
perubahan arus listrik terjadi dalam selang waktu 10 ms!
Jawab:

Φ
L=N
i
10 × 10−3
L = 500
10
L = 0, 5H

Jika selang waktu berubah menjadi 10 ms maka :

di
V =L
dt
10
V = 0, 5
10 × 10−3
V = 500V

Contoh Soal 2

Sebuah induktor dialiri oleh arus listrik sebesar 4 A, induktansi induktor sebesar 0,5 H, apa
yang terjadi jika arus listrik yang mengalir diputus secara mendadak dalam waktu 0,01 detik?
Jawab:
Jika arus listrik diputus mendadak maka akan timbul tegangan balik emf yang besarnya
dapat dihitung :

68
4.2 Daya Induktor

di
VL = L
dt
4−0
VL = 0.5
0.01
VL = 200V olt

4.2 Daya Induktor

Daya listrik secara matematis dapat ditulis :

P = V.i

Di mana P : daya listrik (Watt), V : tegangan listrik (V) dan i adalah arus listrik (A). Pada
induktor berlaku persamaan :

di
VL = L
dt
Maka daya induktor dapat diturunkan menjadi :

di
dP = (L ).i
dt
di
dP = L.i
Z Z dt
di
dP = L.i
dt
Z
di
∆P =L i
dt
1 2
∆P = L.i
2

Sebuah induktor ideal tidak mempunyai hambatan (R=0) sehingga tidak ada rugi-rugi daya
di dalam induktor, jadi dapat dikatakan induktor ideal tidak terjadi rugi-rugi daya.
Ketika ada daya yang mengalir melalui sebuah induktor, maka energi listrik disimpan di
dalam induktor dalam bentuk medan magnetik. Ketka arus listrik meningkat dalam selang waktu
(dt) yang mendekati nol, maka daya sesaat di dalam rangkaian juga akan meningkat dan energi
disimpan di dalam induktor. Sebaliknya jika arus yang mengalir melewati induktor berkurang
maka daya sesaat juga akan turun (menjadi negatif). Ini berarti induktor akan membuang
sejumlah energi dari rangkaian.
Energi disimpan dalam bentuk medan magnet yang timbul disekitar induktor. Pada induktor
ideal, tidak terdapat hambatan atau kapasitansi, sehingga arus yang naik ketika melewati induktor

69
4.3 Induksi Diri ( Self Inductance) Induktor

akan disimpan dalam bentuk medan listrik tanpa ada rugi-rugi. Medan listrik ini tidak berkurang
besarnya.
Bila induktor dilewatkan arus AC, maka induktor akan secara berkala menyimpan dan
membuang energi dalam bentuk siklus. Pada arus DC arus yang melewati induktor besarnya
konstan, maka tidak terjadi proses penyimpanan dan pembuangan energi secara berulang-ulang
seperti pada arus AC.
Melihat cara kerja induktor, dapat disimpulkan bahwa induktor adalah komponen pasif
elektronika yang dapat menyimpan dan menyalurkan energi listrik ke rangkaian listrik. Tetapi
induktor tidak dapat membangkitkan energi listrik.
Pada induktor real terdapat kerugian daya listrik akibat adanya hambatan di dalam kawat
penghantar induktor. Besar kerugian daya ini dapat dihitung dengan persamaan :

P = i2 .R

i adalah arus listrik (A), R hambatan dalam induktor (Ω) dan P adalah kerugian daya listrik
(W).
Fungsi utama induktor di dalam rangkaian listrik adalah sebagai filter, rangkaian resonansi
dan sebagai pembatas arus listrik. Sebuah induktor dapat digunakan untuk memblock arus AC
atau memblok frekuensi tertentu dari arus AC. Oleh sebab itu induktor dapat digunakan untuk
menyaring frekuensi radio yang melewatinya. Induktor juga dapat digunakan untuk menjaga
perangkat elektronika dari kenaikan tegangan dan arus listrik yang mendadak.

4.3 Induksi Diri ( Self Inductance) Induktor

Induktor menghasilkan induksi dengan cara membangkitkan induksi EMF (electro mag-
netic force) di dalam induktor itu sendiri akibat dari adanya perubahan medan magnet. Di
dalam rangkaian elektronika, ketika terjadi induksi EMF di dalam rangkaian, maka akan terjadi
perubahan arus listrik yang disebut induksi diri, Induksi diri induktor sering disebut tegangan
balik. Tegangan balik induktor ini memiliki arah yang berlawanan. Induksi diri dapat ditulis
secara matematik :

Φ
L=N
i
L adalah induksi diri (Henry), N adalah banyaknya lilitan, Φ adalah fluk medan magnet
(Weber) dan i adalah kuat arus listrik (A). Persamaan ini berlaku hanya untuk induktor dengan 1
lapisan lilitan kawat. Fluk medan magnet adalah kerapatan medan magnet yang dapat dinyatakan
:

Φ = B.A

70
4.4 Induksi Antara 2 Induktor

Di mana : Φ adalah fluks medan magnet (Weber) , B adalah kuat medan magnet (Tesla)
dan A adalah luas penampang yang dilewati oleh medan magnet (m2 ). Maka induktansi sebuah
induktor dapat ditulis ulang menjadi :

B.A
L=N
i
Untuk induktor dengan inti udara, kuat medan magnet dapat dinyatakan dengan persamaan
:

N.i
B = µ0
l
Dengan N adalah banyaknya lilitan, i : arus listrik yang mengalir, l : panjang lilitan dan
µ0 adalah permeabilitas ruang kosong (4πx10−7 ). Maka persamaan induktansi induktor dapat
ditulis menjadi :

µ0 N i
L=N A
l.i
N 2A
L = µo
l
L adalah induktansi induktor (Henry); µ0 adalah permeabilitas ruang hampa (4πx10−7 ); N
adalah banyaknya lilitan; A adalah luas penampang induktor (m2 ) dan l adalah panjang lilitan
(m).
Jadi induktansi sebuah induktor berbanding kuadratik terhadap jumlah lilitan dan luas pe-
nampang induktor, tetapi berbanding terbalik dengan panjang lilitan induktor. Untuk meningkatkan
induktansi induktor dapat dilakukan dengan mengganti inti udara dengan inti logam. Umumnya
digunakan logam ferromagnetik seperti pada gambar berikut ini.

Gambar 4.8: Contoh inti induktor

71
4.4 Induksi Antara 2 Induktor

4.4 Induksi Antara 2 Induktor

Gambar 4.9: Dua buah induktor yang saling berdekatan

Gambar 4.9 menunjukkan 2 buah induktor yang saling berdekatan. Induktor 1 dihubungkan
dengan arus listrik AC maka pada induktor 1 akan timbul fluks medan magnet. Akibatnya pada
induktor 2 akan terinduksi oleh medan magnet sehingga timbul tegangan dan arus listrik. Prinsip
ini disebut induksi bersama (Mutual Induction). Besar induksi bersama ini dapat dihitung dengan
persamaan :

µ0 µi N1 N2 A
M=
l
µ0 adalah permeabilitas udara yang memisahkan kedua induktor, µi adalah permeabilitas
bahan inti induktor, N1 dan N2 adalah jumlah lilitan induktor 1 dan induktor 2, A adalah luas
penampang induktor dalam hal ini kedua induktor memiliki luas penampang yang sama dan l
adalah panjang induktor.

Gambar 4.10: Dua induktor yang dipasang pada 1 buah inti

Induksi bersama untuk induktor 2 terhadap induktor 1 yang dipasang pada satu inti seperti
pada gambar (4.10) adalah :

72
4.5 Rangkaian Induktor

N2 Φ12
M12 =
l1
l1 adalah panjang induktor 1 dan N2 adalah banyaknya lilitan pada induktor 2, sebaliknya
induksi bersama untuk induktor 1 terhadap induktor 2 adalah :

N1 Φ21
M21 =
l2
Jika kedua induktor memiliki jumla lilitan kawat dan panjang yang sama, maka besar induksi
bersama kedua induktor ini akan sama sehingga dapat ditulis M12 = M21 = M . Induktansi
kedua induktor adalah :

µ0 µi N12 A µ0 µi N22 A
L1 = dan L2 =
l l
Dengan perkalian silang didapat:

M 2 = L1 .L2
p
M = L1 .L2

Persamaan ini berlaku jika tidak ada kebocoran / kehilangan fluks magnetik. Namun dalam
kenyataannya fluk magnetik pasti ada yang hilang. Sehingga persamaan induksi bersama yang
sebenarnya dengan mempertimbangkan kerugiaan fluk magnetik dapat ditulis :

p
M = k. L1 .L2

k adalah koefisien kopel (coupling coefficient) . jika k = 1 maka tidak ada kerugian fluk
magnetik, pada kenyataannya k selalu < 1.

4.5 Rangkaian Induktor

4.5.1 Rangkaian Induktor Seri

Selain kapasitor dan resistor, induktor juga dapat dirangkai secara seri. Induktor yang
dipasang seri maka induktansinya dapat dihitung sebagai berikut :

Gambar 4.11: Tiga buah induktor yang dirangkai secara seri

Sama seperti resistor bila induktor dirangkai secara seri, maka tidak terjadi pembagian arus
listrik, karena tidak terdapat percabangan. Sehingga dapat ditulis :

73
4.5 Rangkaian Induktor

iL1 = iL2 = iL3

Tetapi terjadi pembagian tegangan dan total tegangan pada induktor seri dapat ditulis :

VT = VL1 + VL2 + VL3

Untuk induktor tegangan dapat dinyatakan :

di
V =L
dt
Sehingga didapat:

di di di di
LT = L1 + L2 + L3
dt dt dt dt
LT = L1 + L2 + L3

Mutual induksi yang dihasilkan oleh induktor yang dirangkaian seri dapat dibagi menjadi 2
yaitu kumulatif kopel dan diferensial kopel. Kumulatif kopel dapat dilihat seperti pada gambar
berikut ini.

Gambar 4.12: Kumulatif kopel pada induktor seri

Besar mutual induksi pada kumulatif kopel dapat dihitung :

di di di di di
LT = L1 + L2 + L3 + 2M
dt dt dt dt dt
LT = L1 + L2 + L3 + 2M

Diferensial kopel dapat dilihat seperti pada gambar berikut ini.

74
4.5 Rangkaian Induktor

Gambar 4.13: Diferensial kopel pada induktor seri

Besar mutual induksi dapat dihitung :

di di di di di
LT = L1 + L2 + L3 − 2M
dt dt dt dt dt
LT = L1 + L2 + L3 − 2M

Secara garis besar induktor yang dirangkai secara seri bila diketahui mutual induksinya
dapat dihitung dengan persamaan

LT = L1 + L2 + L3 ± 2M

Contoh Soal 1
2 buah induktor dengan induktansi 10 mH dihubungkan secara seri sehingga memberikan
mutual induksi sebesar 5 mH. Hitunglah induktansi total kedua induktor tersebut.
Jawab:

LT = L1 + L2 + 2M
LT = 10 mH + 10 mH + (2 × 5 mH)
LT = 30 mH

Contoh Soal 2
2 buah induktor yang dihubungkan secara seri mempunyai induktansi masing-masing 20
mH dan 60 mH, total induktansi setelah dihubungkan secara seri adalah 100 mH, hitunglah
mutual induksi antara rangkaian induktor seri tersebut.
Jawab:

75
4.5 Rangkaian Induktor

LT = L1 + L2 + 2M
100 mH = 20 mH + 60 mH + 2M
2M = 20 mH
M = 10 mH

4.5.2 Rangkaian Induktor Paralel

Rangkain induktor paralel dapat dilihat seperti pada gambar berikut ini.

Gambar 4.14: Tiga buah induktor yang dirangkai secara paralel

Induktor yang dirangkai secara paralel, maka tegangan tiap induktor akan sama tetapi terjadi
pembagian arus listrik. Sehingga dapat ditulis :

VAB = VL1 + VL2 + VL3

iT = iL1 + iL2 + iL3

Tegangan induktor adalah :

di
V =L
dt
1
di = .V.dt
L
Maka didapat :

1 1 1 1
.V.dt = .V.dt + .V.dt + .V.dt
LT L1 L2 L3
1 1 1 1
= + +
LT L1 L2 L3

Mutual induksi pada rangkaian 2 induktor paralel dapat dibedakan menjadi 2 macam yaitu :

76
4.5 Rangkaian Induktor

1. Rangkaian 2 induktor yang diparalel dengan arah lilitan yang sama yang besar induktansi
totalnya dapat dihitung :

L1 L2 − M 2
LT =
L1 + L2 − 2M
2. Rangkaian 2 induktor yang diparalel dengan arah lilitan yang berbeda yang besar induktansi
totalnya dapat dihitung :

L1 L2 − M 2
LT =
L1 + L2 + 2M

4.5.3 Rangkaian Induktor dan Resistor Seri

Gambar 4.15: Rangkaian seri induktor dan resistor

Sebuah rangkaian seri induktor dengan resistor dapat dilihat seperti pada gambar 4.15. Bila
rangkaian ini dihubungkan dengan sumber arus DC yang dilengkapi dengan saklar, ketika saklar
ditutup, maka arus akan mengalir melewati resistor dan ke induktor. Arus yang melewati resistor
akan mengikuti persamaan hukum Ohm, sedangkan arus yang melewati induktor akan mengikuti
hubungan tegangan dan arus listrik pada induktor.
Tegangan pada resistor dapat dihitung :

VR = i × R

Tegangan pada induktor dapat dihitung :

di
V =L
dt
Maka tegangan total akan menjadi:

77
4.6 Tranformator

di
V (t) = i.R + L.
dt
V (t) i.R L di
= + .
R R R dt
V L di
i(t) = + .
R R dt

Penyelesaian persamaan diatas akan menjadi :

V Rt
i(t) = (1 − e− L )
R
V Rt
= i0 (1 − e− L )
R

Kurva i terhadap t dapat digambar seperti pada gambar 4.16 berikut ini.

Gambar 4.16: Kurva i terhadap t pada induktor

Daya dalam rangkaian seri induktor dengan resistor merupakan penjumlahan daya resistor
dengan daya induktor atau secara matematik dapat ditulis :

di
P = i2 R + L.i
dt
i2 R adalah daya yang diserap oleh resistor, daya ini diubah oleh resistor menjadi panas.
di
Sedangkan L.i. dt adalah daya yang diserap oleh induktor dan disimpan dalam bentuk energi
medan elektromagnetik.

78
4.6 Tranformator

4.6 Tranformator

4.6.1 Konstruksi Transformator

Transformator sering juga disebut trafo memiliki konstruksi dan simbol seperti pada gambar
berikut ini.

Gambar 4.17: Konstruksi dan simbol transfromator

Keterangan Gambar (4.17):


Np : jumlah lilitan primer
Ns : jumlah lilitan sekunder
Vp : tegangan primer (V)
Vs : tegangan sekunder (V)
Sebuah trafo terdiri dari kumparan dan inti besi. Biasanya terdapat 2 buah kumparan yaitu
kumparan primer dan kumparan sekunder. Kedua kumparan ini tidak berhubungan secara fisik
tetapi dihubungkan oleh fluks medan magnet. Untuk meningkatkan induksi magnetik antara 2
kumparan maka ditambahkan inti besi seperti pada gambar 4.17. Inti besi pada trafo dibedanya
menjadi 2 macam yaitu :
1. Inti besi tipe shell (Shell Core Transformator)
2. Inti besi tipe tertutup (Closed Core Transformator)
Kedua jenis inti besi ini dapat dilihat pada gambar 4.18 berikut ini.

Gambar 4.18: Dua jenis inti besi transformator

Pada trafo dengan inti besi berbentuk shell, kumparan dikelilingi oleh inti besi. Fluks
magnetik pada inti besi tipe shell akan terbelah dua (lihat gambar 4.18). Sementara kumparan

79
4.6 Tranformator

primer dan kumparan sekunder digulung bersamaan. Untuk trafo yang memiliki inti besi tipe
tertutup. Tidak ada pembagian fluks magnetik. Kumparan primer dan kumparan sekunder
terpisah dan dihubungkan dengan inti besi.
Inti besi trafo tidak dibuat berbentuk besi tunggal, tetapi dibuat dari pelat besi yang berlapis
– lapis. Bentuk lapisan pelat besi pada inti trafo dapat dilihat seperti pada gambar 4.19 berikut
ini.

Gambar 4.19: Inti besi berlapis pada trafo

Cara menghubungkan lapisan inti besi juga bermacam-macam. Beberapa cara yang umum
digunakan dapat dilihat seperti pada gambar 4.20 berikut ini.

Gambar 4.20: Cara menghubungkan lapisan inti besi pada trafo

Pada Inti besi terjadi keruugian yang disebut rugi inti besi (Iron Losses). Kerugian ini terdiri
dari :
1. Hysterisis losses ( rugi-rugi histerisis)
Kerugian histerisis disebabkan oleh gesekan molekul yang melawan aliran gaya magnet
di dalam inti besi. Gesekan molekul dalam inti besi ini menimbulkan panas. Panas yang
timbul ini menimbulkan kerugian energi, karena sebagian kecil energi listrik tidak dipin-
dahkan , tetapi diubah bentuk menjadi energi panas. Panas yang tinggi juga dapat merusak

80
4.6 Tranformator

trafo ,sehingga pada trafo – trafo transmisi daya listrik ukuran besar, harus didinginkan
dengan media pendingin. Umumnya digunakan minyak khusus untuk mendinginkan trafo
ini.
Sebuah trafo didesain untuk bekerja pada rentang frekuensi tertentu. Menurunnya frekuensi
arus listrik dapat menyebabkan meningkatnya rugi-rugi histerisis dan menurunkan kapa-
sitas (VA) trafo.
2. Kerugian karena arus Eddy (Eddy Current Losses)
Kerugian karena arus Eddy disebabkan oleh aliran sirkulasi arus listrik di dalam inti besi
yang disebabkan oleh perubahan fluks magnetik disekitar inti besi. Karena inti besi trafo
terbuat dari konduktor (umumnya besi lunak), maka arus Eddy yang menginduksi inti besi
akan semakin besar. Eddy current dapat menyebabkan kerugian daya pada sebuah trafo
karena pada saat terjadi induksi arus listrik pada inti besi, maka sejumlah energi listrik
akan diubah menjadi panas. Ini merupakan kerugian.
Untuk mengurangi arus Eddy, maka inti besi trafo dibuat berlapis-lapis, tujuannya untuk
memecah induksi arus Eddy yang terbentuk di dalam inti besi. Perbedaan induksi arus
Eddy di dalam inti besi tunggal dengan inti besi berlapis dapat dilihat pada gambar (4.21)
berikut ini.

Gambar 4.21: Eddy current pada inti besi tunggal dan inti besi berlapis

3. Rugi - rugi Tembaga (Copper Losses)


Rugi – rugi yang ketiga adalah rugi-rugi tembaga (copper losses). Rugi-rugi tembaga
terjadi di kedua kumparan. Kumparan primer atau sekunder dibuat dari gulungan kawat
tembaga yang dilapisi oleh isolator tipis yang disebut enamel. Umumnya kumparan
dibuat dari gulungan kawat yang cukup panjang. Gulungan kawat yang panjang ini
akan meningkatkan hambatan dalam kumparan. Pada saat trafo dialiri arus listrik maka
hambatan kumparan ini akan mengubah sejumlah kecil arus listrik menjadi panas yaitu
sebesar (i2 R). Semakin besar harga R maka semakin besar pula energi panas yang timbul
di dalam kumparan. Mutu kawat yang bagus dengan nilai hambatan jenis yang kecil dapat
mengurangi rugi – rugi tembaga.
sebuah trafo yang ideal diasumsikan tidak terdapat kerugian di dalamnya, sehingga semua
daya dari sisi primer dapat dipindahkan secara utuh ke sisi sekunder.

81
4.6 Tranformator

Gulungan Kawat Pada Kumparan Trafo


Menggulung kawat pada kumparan trafo tidak dilakukan dengan sembarangan, tetapi
mengikuti aturan tertentu. Pada trafo fase tunggal, terdapat 2 gulungan kumparan, yaitu gu-
lungan pada kumparan primer yang terhubung langsung ke sumber arus listrik dan gulungan
kumparan sekunder yang terhubung langsung ke beban. Perbandingan jumlah gulungan antara
kumparan primer dan kumparan sekunder akan menentukan jenis trafo, apakah jenis step-up
atau step-down. Bila gulungan kawat pada kumparan primer lebih banyak dibandingkan dengan
gulungan kawat pada kumparan sekunder maka trafo akan berfungsi sebagai penurun tegangan
atau step-down trafo. Sebaliknya jika gulungan kawat pada kumparan sekunder lebih banyak
dari pada gulungan kawat pada kumparan primer, maka trafo akan berfungsi untuk menaikan
tegangan atau step-up trafo.
Jenis material kawat yang banyak digunakan untuk membuat kumparan adalah kawat tem-
baga. Kawat tembaga memiliki konduktivitas listrik yang bagus, tetapi memiliki berat yang
besar. Untuk mengurangi berat transformator, sering juga digunakan jenis kawat aluminium.
Kawat dengan bahan dasar aluminium memiliki berat jenis yang kecil, tetapi kawat ini tidak
tahan terhadap panas dan konduktivitasnya masih lebih kecil dibandingkan dengan tembaga.
Satu hal yang penting dalam menggulung kumparan trafo adalah arah gulungan (orientasi
titik). Kumparan primer dan kumparan sekunder dapat digulung searah, tetapi dapat juga
digulung berlawanan arah. Hal ini akan berpengaruh ke fasa arus listrik. Apabila kumparan
primer dan kumparan sekunder digulung searah, maka fasa arus listrik pada kumparan primer
akan sama dengan fasa arus listrik pada kumparan sekunder. Sebaliknya apabila arah gulungan
kumparan primer dan sekunder berlawanan arah, maka fasa arus listrik pada kumparan primer
akan berlawanan dengan fasa arus listrik pada kumparan sekunder. Untuk jelasnya dapat dilihat
pada gambar (3.22) berikut ini.

Gambar 4.22: Arah gulungan kawat pada trafo

Trafo dapat digunakan untuk menaikan atau menurunkan tegangan. Trafo yang digunakan

82
4.6 Tranformator

untuk menaikan tegangan disebut trafo step – up sedangkan trafo yang digunakan untuk menu-
runkan tegangan disebut trafo step-down. Pada trafo step – up tegangan pada sisi sekunder akan
lebih tinggi dari tegangan pada sisi primer sebaliknya pada trafo step down tegangan sisi sekunder
akan lebih rendah dari tegangan pada sisi primer. Selain trafo step-up dan trafo step –down juga
ada trafo impedansi. Trafo impedansi tidak menaikan atau menurunkan tegangan, tetapi digu-
nakan untuk menyesuaikan impedansi suatu rangkaian listrik atau dapat juga digunakan sebagai
beban dan filter terhadap medan magnet.
Tegangan pada sisi primer (Vp ) dan tegangan sekunder (Vs ) ditentukan oleh jumlah lilitan
kawat pada kumparan primer dan sekunder. Perbandingan antara lilitan kawat pada kumparan
primer (Np ) dan lilitan kawat pada kumparan sekunder (Ns ) disebut rasio lilitan (n). Sedangkan
perbandingan antara tegangan primer (Vp ) dengan tegangan sekunder (Vs ) disebut rasio tegangan.
Besar rasio tegangan dengan rasio lilitan harus sama. Sehingga secara matematis dapat ditulis :

Np Vp is
= = =n
Ns Vs ip
Persamaan di hanya berlaku untuk trafo ideal (artinya daya primer (Pp ) sama dengan daya
sekunder (Ps ) atau tidak ada rugi-rugi dan frekuensi tegangan primer sama dengan frekuensi
tegangan sekunder (artinya tidak ada distorsi frekuensi). Pada Trafo ideal dianggap tidak ada
rugi-rugi sehingga dapat ditulis :

Pp = Ps

Karena daya (P) = V.i maka didapat:

Vp .ip = Vs .is
Vp is
=
Vs ip
Tegangan induksi yang timbul pada kumparan ditentukan oleh jumlah lilitan kumparan,
frekuensi dan besar fluks medan magneti disekitar kumparan. Ini dapat ditulis:

V = N.ωΦ

Untuk kumparan primer dan sekunder dapat ditulis :

Vp = Np .ωΦ
Vs = Ns .ωΦ

Untuk trafo ideal ω dan Φ sekunder dan primer sama maka:

83
4.6 Tranformator

Vp Np
=
Vs Ns
Bila digabungkan diperoleh perbandingan kumparan, tegangan dan arus pada trafo :

Np Vp is
= = =n
Ns Vs ip
Contoh Soal 3
Sebuah trafo memiliki jumlah lilitan kumparan primer 1500 dan jumlah lilitan pada kumparan
sekunder 500 hitunglah berapa rasio lilitan trafo tersebut. Bila pada sisi primer diberi tegangan
listrik AC 300 V, hitunglah tegangan pada sisi sekunder bila fluks magnet primer dan sekunder
sama.
Jawab:
Bila fluks medan magnet pada sisi primer dan sekunder sama, maka berlaku:

Vp Np
=
Vs Ns

1500 300
=
500 Vs
Vs = 100 V olt
1500
n= =3
500

4.6.2 Cara Kerja Transformator

Gambar 4.23: Fluks medan magnet pada inti besi

Penghubung antara kumparan primer dan kumparan sekunder adalah fluks medan magnet.
Ketika kumparan primer dialiri arus listrik AC, maka pada kumparan primer akan timbul medan
magnet disekelilingnya yang disebut mutual induktansi. Mutual induktansi ini bekerja menurut
hukum Faraday tentang induksi magnet pada kawat yang dialiri arus listrik. Kuat medan magnet

84
4.6 Tranformator


berubah dari nol hingga maksimum yang dinyatakan dengan dt .
Garis gaya magnet ini keluar dari kumparan primer dan diarahkan oleh inti besi. Fluk
magnetik ini berputar di dalam inti besi seperti pada gambar 2. Fluks medan magnet berubah
naik dan turun sesuai dengan sumber arus AC yang diberikan.
Besar medan magnet yang diinduksikan ke inti besi ditentukan oleh besarnya arus listrik
dan jumlah lilitan kumparan. Semakin besar lilitan kumparan dan semakin besar arus listrik
yang mengalir, maka semakin besar juga fluks medan magnet yang diinduksikan ke inti besi.
Ketika medan magnet ini memotong atau masuk ke kumparan sekunder, maka pada
kumparan sekunder akan timbul gaya gerak listrik yang disebut tegangan induksi. Besar tegangan
induksi ditentukan menurut hukum faraday yaitu :


V = N.
dt
Tegangan induksi ini tidak mengubah frekuensi, sehingga frekuensi pada kumparan primer
akan sama dengan frekuensi pada kumparan sekunder.
Bila kira mempunyai sebuah trafo dengan 1 lilitan tunggal pada kumparan primer dan
demikian juga dengan kumparan sekunder. Jika tegangan 1 volt diberikan pada kumparan primer
dan diasumsikan tidak ada kerugian, arus listrik yang mengalir cukup untuk membangkitkan fluks
medan magnet dan menghasilkan tegangan induksi sebesar 1 volt pada 1 lilitan di kumparan
sekunder. Ini yang disebut dengan besar tegangan per lilitan.
Jika fluks medan magnet bervariasi sebesar Φ = Φmax sin ω.t, maka hubungan antara
tegangan induksi (V) dan jumlah lilitan (N) diberikan :

V = N.ω.Φmax . cos ω.t

Tegangan maksimum jika nilai cos ω.t = 1 atau :

V = N.ω.Φmax

Tegangan rms (Vrms ) adalah :

N.ω.Φmax
Vrms = √ = 4.44.f.N.Φmax
2
Di mana : f adalah frekuensi tegangan Persamaan ini dikenal dengan nama transformer
EMF equation. Untuk kumparan primer maka digunakan NP dan untuk kumparan sekunder
digunakan Ns . Trafo tidak dapat bekerja pada arus DC, karena arus DC tidak menimbulkan fluk
medan magnet.
Contoh Soal 4;
Sebuah trafo mempunyai 480 lilitan pada kumparan primer dan 90 lilitan pada kumparan sekun-
der. Fluk magnet maksimum sebesar 1,1 Tesla pada tegangan 2000 Volt dengan frekuensi 50

85
4.6 Tranformator

Hz, hitunglah :
a Fluks maksimum di inti besi
b Luas penampang inti
c induksi sekunder
Jawab:
Fluks magnetik maksimum di inti besi :


Erms = √ .Φmax
2
Erms √
Φmax = × 2
N.ω
2000 √
Φmax = × 2
480 × 2π × 50
Φmax = 0.0206W b = 20.6mW b

Luas penampang inti :

Φmax = β × A
0.0206 = 1.1 × A
0.0206
A= = 0.0187 m2
1.1

Tegangan Induksi sekunder :

Vp Np
=
Vs Ns
2000 480
=
Vs 90
90 × 2000
Vs = = 412.5 V
480

4.6.3 Daya Transformator

Daya trafo dinyatakan dalam satuan VA (Volt-Ampere). Untuk ukuran yang lebih besar
dinyatakan dalam satuan kVA (kiloVolt-Ampere). Pada trafo yang ideal, daya yang diberikan
pada kumparan primer akan seluruhnya dipindahkan ke kumparan sekunder tanpa rugi-rugi.
Trafo ideal tidak mengubah daya yang diberikan, hanya mengubah tegangan. Trafo hanya
dapat menaikkan atau menurunkan tegangan tetapi tidak dapat menaikan daya listrik. Secara
matematis, daya sebuah trafo ideal dapat dituliskan :

86
4.6 Tranformator

daya primer = daya sekunder


Pp = Ps
Vp .ip . cos θp = Vs .is . cos θs

θp dan θs adalah fase pada kumparan primer dan kumparan sekunder.

4.6.4 Efisiensi Transformator

Sebuah trafo tidak membutuhkan bagian yang bergerak untuk memindahkan energi dari
kumparan primer ke kumparan sekunder. Ini berarti tidak ada kerugian karena gesekan atau
hambatan udara seperti yang terdapat pada mesin – mesin listrik (contoh motor listrik dan
generator). Namun di dalam trafo juga terdapat kerugian yang disebut rugi-rugi tembaga (copper
losses) dan rugi-rugi besi (iron losses). Rugi-rugi tembaga terdapat pada kumparan primer dan
kumparan sekunder, sedangkan rugi-rugi besi terdapat dalam inti besi. Rugi-rugi ini berupa
panas yang dilepaskan akibat terjadinya Eddy current. Tetapi rugi-rugi ini sangat kecil. Efisiensi
sebuah trafo dapat dihitung dengan membandingkan daya yang dikeluarkan di kumparan sekunder
dengan daya yang diberikan pada kumparan primer.
Sebuah trafo ideal akan memiliki efisiensi sebesar 100%. Artinya semua daya yang diberikan
pada kumparan primer dipindahkan ke kumparan sekunder tanpa ada kerugian. Sebuah trafo
yang real memiliki efisiensi di bawah 100% dan pada saat beban penuh (full load) efisiensi
trafo berkisar pada harga 94˘96%. Untuk trafo yang bekerja pada tegangan dan frekuensi yang
konstan, efisiensi trafo dapat mencapai 98%. Efisiensi trafo dapat dinyatakan :

Pp
ηtraf o = × 100%
Ps

4.6.5 Transformator Dengan Banyak Kumparan

Pada pembahasan sebelumnya kita hanya melihat trafo dengan 2 kumparan, yaitu 1 kumparan
primer dan 1 kumparan sekunder. Tetapi, trafo dapat dibuat dengan banyak kumparan, baik pada
kumparan primer maupun pada kumparan sekunder. Trafo dengan banyak kumparan disebut
multiple winding transformer.
Prinsip kerja trafo dengan banyak kumparan sama dengan trafo dengan 2 kumparan. Per-
hitungan tegangan primer, tegangan sekunder, jumlah lilitan primer dan jumlah lilitan sekunder
serta arah lilitan sama dengan perhitungan pada trafo dengan 2 kumparan. Hal yang perlu diper-
hatikan adalah polaritas tegangan pada kumparan, baik kumparan primer maupun kumparan
sekunder. Gambar (3.24) menunjukkan skema trafo dengan banyak kumparan.

87
4.6 Tranformator

Gambar 4.24: Skema trafo dengan banyak kumparan

Gambar 4.24 menunjukkan sebuah trafo yang memiliki 2 kumparan primer dan 3 kumparan
sekunder. Kumparan primer trafo dapat dihubungkan secara seri atau paralel. Apabila hendak
dihubungkan dengan tegangan yang lebih tinggi kumparan primer dapat dihubungkan seri. Bila
kumparan primer dihubungkan secara paralel, maka kumparan primer dapat dialiri arus listrik
yang lebih besar lagi. Demikian juga dengan kumparan sekunder. Bila dihubungkan secara seri,
maka tegangan yang dihasilkan akan semakin besar, dan bila dihubungkan secara paralel, maka
arus yang dihasilkan akan semakin besar.
Proses menghubungkan 2 kumparan atau lebih, harus diperhatikan polaritas masing -masing
kumparan. Kumparan yang dihubungkan seri atau paralel harus memiliki polaritas yang sama.
Gambar 8 memberikan contoh cara menghubungkan kumparan -kumparan primer dan kumparan
– kumparan sekunder.

88
4.6 Tranformator

Gambar 4.25: Contoh gabungan beberapa kumparan pada trafo

Trafo Dengan Titik Tengah (Center Tap Trasformator)


Trafo CT adalah trafo step-down yang kumparan sekundernya memiliki titik tengah (center
tap). Trafo ini digunakan untuk menciptakan 2 tegangan sekunder yang sama. Trafo CT
digunakan untuk membuat power supply bipolar. Gambar 4.26 menunjukkan skema trafo CT.

Gambar 4.26: Skema trafo CT

89
Bab 5 Semikonduktor

Pendahuluan
h Abstrak hasan ini, mahasiswa diharapkan
Pokok bahasan semikonduktor akan dapat menjelaskan dengan benar ten-
membahas tentang jenis-jenis mate- tang bahan semookonduktor, sifat
rial, terori semikonduktor, karakter- dan karakteristik semikomduktor,
istik semokonduktor murni, semikon- jenis-jenis semikonduktor dan ap-
duktor tipe N dan tipe P dan aplikasi likasi semikonduktor di bidang elek-
semokonduktor di bidang elektronika tronika
h Indikator
1. Setelah mempelajari pokok ba-

5.1 Komponen Elektronika Pasif dan Aktif

Komponen elektronika dapat dikelompokkan menjadi 2 kelompok besar yaitu komponen


elektronika pasif dan komponen elektronika aktif. Komponen elektronika pasif adalah jenis
komponen elektronika yang hanya dapat mengubah arus listrik, tegangan listrik dan hambatan
listrik tanpa bisa memperkuat signal yang diberikan padanya. Komponen ini dapat digolongkan
menjadi 3 golongan yaitu:
1. komponen resistif; yaitu komponen elektronika yang bekerja berdasarkan prinsip hambatan
listrik misalnya resistor dan keluarganya.
2. komponen capasitif; yaitu komponen elektronika yang bekerja berdasarkan kemampuan
untuk menyimpan muatan listrik misalnya kapasitor dan keluarganya
3. komponen induktif; yaitu komponen elektronika yang bekerja berdasarkan prinsip induksi
medan listrik dan medan magnet, misalnya induktor, kumparan dan transformator.
Komponen elektronika pasif biasanya mengkonsumsi energi energi listrik tanpa mengubah
signal yang diberikan kepadanya. Namun rangkaian elektronika aktif seperti pembangkit sig-
nal dan filter signal dapat dibuat dengan hanya menggunakan gabungan komponen-komponen
elektronika pasif, tetapi rangkaian tersebut tidak dapat memperkuat signal. Untuk memperkuat
signal, dibutuhkan komponen elektronika aktif.
Komponen elektronika aktif membutuhkan sumber arus listrik searah (DC) supaya dapat
bekerja sesuai dengan karakteristiknya. Biasanya supaya komponen elektronika aktif dapat bek-
erja dengan baik, membutuhkan bantuan beberapa komponen elektronika pasif untuk mengatur
arus dan tegangan listrik yang masuk ke komponen elektronika aktif. Komponen elektronika
aktif secara garis besar dapat dibedakan menjadi 2 golongan yaitu :
5.1 Komponen Elektronika Pasif dan Aktif

1. kelompok keluarga Dioda


2. kelompok keluarga Transistor
Gambar 5.1 berikut ini menunjukkan pengelompokan komponen-komponen elektronika.

Gambar 5.1: Diagram pengelompokan komponen elektronika

Komponen elektronika aktif dibuat dari bahan dasar semikonduktor. Bahan-bahan di alam
dapat digolongkan menjadi 3 golongan berdasarkan kemampuan untuk menghantarkan listrik,
yaitu :
1. Bahan konduktor; adalah jenis bahan yang dapat menghantarkan listrik dengan baik.
Bahan konduktor memiliki banyak elektron bebas, sehingga bahan ini mudah untuk meng-
hantarkan listrik.
2. Bahan isolator; adalah jenis bahan yang tidak dapat menghantarkan listrik. Bahan ini tidak
memiliki elektron bebas, sehingga tidak dapat menghantarkan listrik.
3. Bahan semikonduktor; adalah jenis bahan yang berada di antara bahan konduktor dan
bahan isolator. Pada suhu ruang atau pada kondisi normal, bahan semikonduktor akan
bersifat isolator, tetapi jika bahan ini mengalami perubahan suhu (suhunya meningkat)
atau jika bahan ini mendapat tambahan energi dari luar, maka sifat bahan akan berubah
dari isolator menjadi konduktor.
Bahan semikonduktor memiliki sifat yang unik. Pada kondisi normal bahan ini akan menjadi
isolator yang baik sehingga dapat menahan arus listrik, namun jika bahan mendapat tambahan
energi dari luar misalnya mendapat arus listrik yang lebih besar, maka bahan semikonduktor akan
berubah menjadi konduktor. Sifat ini yang dimanfaatkan untuk membuat komponen elektronika
aktif.
Komponen elektronika aktif pada dasarnya terbagi menjadi 2 golongan yaitu golongan dioda
dan golongan transistor. Sebelum membahas tentang karakteristik dan cara kerja komponen-
komponen elektronika aktif ini, terlebih dahulu harus mempelajari dasar semikonduktor, sehingga
memiliki pemahaman yang lebih baik ketika akan membahas tentang komponen-komponen

91
5.2 Semikonduktor

elektronika aktif.

5.2 Semikonduktor

Semikonduktor adalah bahan-bahan yang konduktifitas listriknya berada di antara konduk-


tor dan isolator. Tidak seperti bahan konduktor yang hambatan jenisnya akan meningkat jika
dipanaskan, pada bahan semikonduktor hambatan jenisnya akan menurun jika dipanaskan. Pada
saat ini terdapat 2 jenis bahan semikonduktor yang umum digunakan untuk membuat komponen
elektronika yaitu Germanium (Ge) dan Silikon (Si). Germanium merupakan logam semikon-
duktor yang langkah dan jarang dijumpai di alam, oleh sebab itu logam ini memiliki harga
yang mahal. Pada saat ini penggunaan logam Germanium untuk membuat bahan semikonduktor
sudah mulai ditinggalkan dan diganti dengan menggunakan silikon. Silikon merupakan unsur
yang banyak terdapat di kerak bumi. Silikon di alam dapat dijumpai dalam bentuk senyawa
silikon oksida (SiO2 ) atau sering disebut pasir silika. Sebelum digunakan untuk membuat bahan
semikonduktor, silikon oksida harus dimurnikan terlebih dahulu menjadi silikon murni dengan
kadar 98%. Proses pemurnian silikon oksida menjadi silikon merupakan proses yang sangat
komplek dan membutuhkan energi listrik yang besar, oleh sebab itu hanya negara-negara maju
yang memiliki teknologi untuk memurnikan silikon oksida menjadi silikon murni.
Proses pemurnian silikon dimulai dari proses mengubah silikon oksida (SiO2 ) menjadi
silikon murni (Si). Proses ini berlangsung pada tanur tinggi dengan mengunakan karbon sebagai
bahan pereduksi. Pada suhu tinggi (1500 - 2000 o C), karbon akan mengikat oksigen yang
terdapat pada pasir silika (silikon oksida) sehingga pasir silika berubah menjadi silikon murni.
Silikon yang dihasilkan dari proses ini disebut Metallurgy Grade Silicon. Grade ini belum dapat
digunakan untuk membuat komponen elektronika, oleh sebab itu Metallurgy Grade Silicon harus
dimurnikan lagi menjadi Electronic Grade Silicon.
Proses memurnikan Metallurgy Grade Silicon menjadi Electronic Grade Silicon dilakukan
dengan mereaksikan bubuk silikon dengan asam klorida (HCl) pada suhu 300 o C. Kemudian
hasil reaksi ini akan direaksikan dengan gas hidrogen (H2 ) pada suhu 1100 o C selama 200 - 300
jam untuk menghasilkan silikon murni. Reaksi ini berlangsung di dalam tabung khusus yang
hampa udara. Proses pemurnian ini ditemukan pertama kali oleh Siemens Industry pada awal
dekade 60-an, oleh sebab itu proses pemurnian silikon disebut proses Siemens. Hasil akhir dari
proses Siemens adalah silikon polikristal murni yang sudah dapat digunakan untuk membuat
bahan komponen elektronika. Silikon murni ini disebut semikonduktor interinsik
Semikonduktor interinsik masih bersifat netral (tidak bermuatan listrik). Semikonduktor
ini harus diubah menjadi semikonduktor yang bermuatan listrik dengan cara "dikotori" dengan
logam-logam lain. Proses penambahan unsur lain pada semikonduktor interinsik disebut "dop-
ing". Bahan semikonduktor yang sudah ditambahkan dengan unsur-unsur lain disebut bahan
semikonduktor eksterinsik. Semikonduktor eksterinsik ada 2 jenis yaitu semikonduktor tipe P

92
5.3 Teori Pita (Band Theory)

dan semikonduktor tipe N.


Semikonduktor tipe P
Semikonduktor tipe P adalah semikonduktor yang dibuat dari bahan semikonduktor in-
terinsik yang dikotori dengan atom-atom logam lain yang kekurangan elektron sehingga jumlah
lubangnya (muatan +) lebih banyak dari pada jumlah elektron bebasnya. Akibatnya bahan
semikonduktor ini akan bermuatan positif oleh sebab itu disebut semikonduktor tipe P. Con-
toh semikonduktor tipe P adalah silikon murni (Si) yang dikotori dengan atom-atom indium
(In). Semikonduktor tipe P kekurangan elektron valensi sehingga bermuatan positif, untuk
memudahkan mempelajari cara kerja komponen elektronika aktif, maka semikonduktor tipe P
ini dianggap sebagai semikonduktor yang memiliki banyak lubang (lubang = muatan positif).
Semikonduktor tipe P dapat digambar seperti pada gambar 5.2 berikut ini.

Gambar 5.2: Model semikonduktor tipe P

Semikonduktor tipe N
Semikonduktor tipe N adalah semikonduktor yang dibuat dari bahan semikonduktor interin-
sik (murni) yang dikotori dengan atom-atom lain yang kelebihan elektron sehingga kelebihan
elektron valensi dan bermuatan negatif. Contoh semikonduktor tipe N adalah silikon murni (Si)
yang dikotori dengan atom-atom arsen (As). Semikonduktor tipe N digambarkan seperti pada
gambar 5.3 berikut ini.

Gambar 5.3: Model semikonduktor tipe N

Selanjutnya akan dibahas tentang teori yang mendasari cara kerja bahan semikonduktor.

93
5.3 Teori Pita (Band Theory)

5.3 Teori Pita (Band Theory)

Salah satu sifat fisika yang dimiliki oleh material di alam adalah hambatan jenis. Semua
material di alam baik itu konduktor, isolator atau semikonduktor memiliki hambatan jenis.
Hambatan jenis adalah kemampuan suatu bahan untuk menahan arus listrik tiap panjang bahan.
Hambatan jenis dinyatakan dalam satuan Ω.m. Hambatan jenis bahan disimbolkan dengan ρ.
Gambar 5.4 berikut ini menunjukkan hambatan jenis pada temperatur ruang untuk beberapa jenis
bahan yang sering dijumpai.

Gambar 5.4: Hambatan jenis beberapa bahan di alam

Tabel pada gambar 5.4 menunjukkan perbedaan hambatan jenis yang dimiliki oleh bahan
konduktor, semikonduktor dan isolator. Pada bahan konduktor banyak terdapat elektron bebas,
sehingga bahan konduktor dapat menghantarkan arus listrik dengan mudah. Pada bahan isolator
dan semikonduktor tidak terdapat elektron bebas, sehingga bahan ini tidak dapat menghantarkan
arus listrik. Bahan yang tidak dapat menghantar arus listrik dengan baik akan memiliki nilai
hambatan jenis yang besar.
Bahan isolator tidak dapat menghantar arus listrik karena nilai hambatan jenisnya besar,
namun tidak demikian dengan bahan semikonduktor. Bahan semikonduktor pada suhu ruang
akan bersifat isolator, tetapi pada suhu yang lebih tinggi akan bersifat konduktor. Mekanisme
konduksi pada bahan semikonduktor tidak sama dengan mekanisme konduksi pada bahan kon-
duktor. Pada bahan konduktor, elektron bebas berperan dalam proses perpindahan muatan
listrik, sedangkan pada bahan semikonduktor tidak terdapat elektron bebas. Gambar 5.5 berikut

94
5.3 Teori Pita (Band Theory)

ini menunjukkan perbedaan perubahan hambatan jenis untuk bahan konduktor dengan bahan
semikonduktor dengan variasi temperatur bahan.

Gambar 5.5: Kurva hambatan jenis terhadap perubahan temperatur untuk bahan konduktor dan semikon-
duktor

Pada gambar 5.5a, menunjukkan perubahan hambatan jenis terhadap temperatur untuk
bahan konduktor. Pada bahan konduktor, semakin tinggi temperatur bahan, hambatan jenis
bahan juga akan semakin besar. Perubahan hambatan jenis bahan terhadap temperatur linier
untuk temperatur di atas 20 K. Gambar 5.5b menunjukkan perubahan hambatan jenis terhadap
perubahan temperatur pada suhu yang sangat rendah (<20K) untuk beberapa jenis konduktor.
Pada kondisi ini hambatan jenis konduktor menjadi sangat rendah. Gambar5.5c menunjukkan
perubahan hambatan jenis terhadap perubahan temperatur untuk bahan semikonduktor. Dari
kurva ini terlihat bahan semikonduktor menunjukkan perubahan sifat yang sangat berbeda bila
dibandingkan dengan bahan konduktor. Pada bahan semikonduktor, semakin tinggi temperatur
bahan, maka semakin kecil hambatan jenis bahan. Perubahan hambatan jenis bahan terhadap
perubahan temperatur untuk bahan semikonduktor adalah logaritma. Ketika mendekati 0 K,
hambatan jenis bahan semikonduktor akan meningkat dengan ekstrim menuju tidak terhingga.
Perubahan hambatan jenis bahan semikonduktor ini dapat dijelaskan dengan menggunakan
teori pita (Band Theory). Prinsip dasar dari teori pita adalah bahwa tiap elektron memiliki
tingkat energi tertentu untuk menempati suatu pita energi dalam susunan struktur atom. Antara
pita energi terdapat gap (jurang) yang memisahkan antara satu tingkat pita energi ke tingkat pita
energi yang lainnya (bisa lebih rendah atau lebih tinggi). Pada gap ini tidak boleh ada elektron.
Pada bagian terluar pita disebut pita valensi, elektron-elektron yang menempati pita valensi ini
disebut elektron valensi. Setelah pita valensi terdapat pita konduksi yang memegang peran
penting pada proses perpindahan muatan listrik. Susunan pita-pita energi ini dapat digambarkan
seperti pada gambar 5.6 berikut ini.

95
5.3 Teori Pita (Band Theory)

Gambar 5.6: Susunan pita - pita energi pada kulit atom

Teori pita energi dapat juga diterapkan pada bahan konduktor dan isolator. gambar 5.7
berikut ini menunjukkan pita energi untuk bahan konduktor, semikonduktor dan isolator.

Gambar 5.7: Pita valensi konduktor, semikonduktor dan isolator

Gambar 5.7 menunjukkan 3 jenis pita energi untuk bahan konduktor, semikonduktor dan
isolator. Bahan konduktor pita valensi berhimpitan dengan pita konduksi sehingga elektron
valensi dapat dengan mudah bergerak di dalam pita konduksi, ini yang menyebabkan konduktor
dapat menghantarkan muatan listrik dengan baik. Untuk bahan isolator, terdapat gap atau jurang
pemisah yang lebar antara pita valensi dengan pita konduksi, sehingga elektron valensi tidak
dapat melompati gap untuk berpindah ke tingkat pita kondusi yang memiliki level energi yang
lebih tinggi. Lain halnya dengan bahan semikonduktor. Pada bahan semikonduktor gap atau
jurang pemisah antara pita valensi dan pita konduksi tidak terlalu jauh, sehingga ketika temperatur
bahan naik, maka level energi pada pita valensi akan ikut naik dan pada suatu saat pita valensi ini
akan berhimpit dengan pita konduksi sehingga elektron valensi dapat berpindah ke pita konduksi
menyebabkan bahan berubah menjadi konduktor.
Ketika elektron berpindah dari pita valensi ke pita konduksi, maka elektron akan mening-

96
5.3 Teori Pita (Band Theory)

galkan suatu tempat di pita valensi. Tempat yang ditinggalkan oleh elektron valensi ini disebut
lubang (holes). Lubang dalam teori semikonduktor melambangkan muatan positif. Elektron
bergerak berlawanan dengan arah gerak arus listrik, sedangkan lubang (muatan positif) bergerak
searah dengan arus listrik. Semikonduktor murni (interinsik) memiliki elektron valensi yang
lengkap. Contoh semikonduktor interiksik adalah karbon murni, silikon murni dan germanium.
Semikonduktor tipe P adalah semikonduktor yang kekurangan elektron valensi sehingga
semikonduktor ini mempunyai banyak lubang-lubang kosong (muatan postif). Sedangkan
semikonduktor tipe N adalah semikonduktor yang kelebihan elektron valensi sehingga bermu-
atan negatif. selanjutnya prinsip lubang dan elektron ini akan digunakan untuk menjelaskan cara
kerja dioda dan transistor pada bab - bab berikut nya.

97
Bab 6 Dioda

Pendahuluan
h Abstrak dapat menjelaskan dengan benar
Pokok bahasan tentang dioda, karak- tentang dioda, karakteristik dioda,
teristik dioda, macam-macam dioda mecam-macam dioda dan rangkaian
dan aplikasi dioda di dalam rangka- dioda.
ian elektronika. 2. Setelah mempelajari pokok ba-
h Indikator hasan ini, mahasiswa diharapkan da-
1. Setelah mempelajari pokok ba- pat membuat rangkaian dioda seba-
hasan ini, mahasiswa diharapkan gai penyearah arus AC menjadi DC.

6.1 Dioda dan Karakteristik Dioda

Dioda adalah komponen elektronika aktif yang dibuat dari gabungan semikonduktor tipe P
dengan semikonduktor tipe N (single juntion). Gambar 6.1 berikut ini menunjukkan cara dioda
dibuat.

Gambar 6.1: Gabungan semikonduktor tipe P dengan semikonduktor tipe N


6.1 Dioda dan Karakteristik Dioda

Gambar6.1a menunjukkan 2 buah semikonduktor tipe P dan tipe N yang digabung menjadi
satu. Semikonduktor tipe P adalah semikonduktor yang banyak memilki lubang (muatan positif)
sedangkan semikonduktor tipe N adalah semikonduktor yang banyak memiliki elektron bebas.
Saat kedua semikonduktor ini digabung, maka di daerah sambungan (junction) akan terjadi
perpindahan elektron dari semikonduktor tipe N ke semikonduktor tipe P (gambar 6.1b). Namun
hanya daerah yg di dekat sambungan saja yg terjadi perpindahan elektron ini. Akibat perpindahan
elektron, maka di dearah sambungan akan terbentuk Depletion Zone atau ada yg menyebut sebagai
buffer zone dalam bahasa Indoensia kita sebut zona penyangga (gambar 6.1c). Zona penyangga
sangat tipis dan bersifat netral.
Kedua ujung semikonduktor tipe P dan tipe N dihubungkan dengan kawat konduktor yang
akan menjadi kaki dioda (gambar 6.2).

Gambar 6.2: Konstruksi dioda

Kaki yang terhubung dengan semikonduktor tipe P akan bermuatan positif dan menjadi
kaki anoda, sedangkankan kaki yang terhubung dengan semikonduktor tipe N akan bermuatan
negatif dan menjadi kaki katoda. Pada rangkaian elektronika dioda digambarkan dengan simbol
seperti pada gambar 6.3 .

Gambar 6.3: Simbol dioda

Simbol umum dioda berupa sebuah anak panah. Pangkal anak panah adalah kaki anoda dan
ujung anak panah adalah kaki katoda. Arus listrik hanya dapat mengalir dari kaki anoda ke kaki
katoda saja. Ketika kaki anoda diberi tegangan positif dan kaki katoda diberi tegangan negatif,
maka dikatakan dioda mendapat tegangan bias maju (forward bias), sebaliknya jika kaki katoda
mendapat tegangan positif dan kaki anoda mendapat tegangan negatif, maka dioda dikatakan
mendapat tegangan bias mundur (backward bias).

6.1.1 Cara Kerja Dioda

Dioda dibuat dari gabungan semikonduktor tipe P dan semikonduktor tipe N yang di daerah
sambungannya membentuk depletion Zone atau zona penyangga. Kaki yang terhubung dengan

99
6.1 Dioda dan Karakteristik Dioda

semikonduktor tipe P menjadi kaki anoda dan kaki yang terhubung dengan semikonduktor tipe
N menjadi kaki katoda. Gambar 6.4 menunjukkan rangkaian dioda yang dihubungkan dengan
sebuah lampu dan mendapat tegangan bias maju (forward bias) dari sumber arus DC.

Gambar 6.4: Rangkaian dioda dengan lampu dan mendapat bias maju dari sumber tegangan DC

Pada gambar 6.4 dioda mendapat tegangan bias maju dari sumber tegangan DC, ketika dioda
mendapat tegangan bias maju, maka arus listrik dari sumber arus DC dapat mengalir melewati
dioda, dan terus ke lampu dan menyalakan lampu dan terus mengalir ke kutub negatif sumber
arus DC. Hal ini dapat dijelaskan dengan lebih mudah dengan menggunakan gambar 6.5 berikut
ini.

Gambar 6.5: Dioda mendapat tegangan maju

Dioda memiliki zona penyangga (depletion zone), untuk dapat melewati zona penyanggah
ini, tegangan sumber harus lebih besar dari tegangan zona penyanggah. Batas tegangan minimum
untuk bisa melewati zona penyangga (depletion zone) disebut tegangan knee ( Knee Voltage).
Dioda silikon memiliki tegangan knee sebesar 0,7 V sedangkan untuk dioda germanium memilki
tegangan knee sebesar 0,3 V.
Pada gambar 6.5 ketika dioda mendapat tegangan maju, maka kaki anoda akan menda-
pat tegangan positif dari baterai, sedangkan kaki katoda akan mendapat tegangan negatif dari
baterai. Jika tegangan dari sumber tegangan lebih besar dari tegangan knee dioda, maka mu-

100
6.1 Dioda dan Karakteristik Dioda

atan negatif dari baterai (elektron) akan mampu untuk mendorong elektron-elektron yang ada
di dalam semikonduktor tipe N untuk bergerak melintasi zona penyanggah dan berpindah ke
semikonduktor tipe P, sehingga pada saat elektron bergerak, maka bergeraklah juga muatan
positif (arus listrik) dari kutup positif baterai, mendorong muatan positif pada semikonduktor
tipe P dan melewati zona penyanggah menuju ke kutub negati baterai. Maka mengalirlah arus
listrik melewati dioda dan lampu, sehingga lampu akan menyalah. Namun perlu dicatat, jika
tegangan sumber kurang atau lebih kecil dari tegangan knee dioda, maka muatan negatif dan
muatan positif baterai tidak akan mampu untuk mendorong elektron dan lubang yang ada di
dalam semikonduktor untuk melewati zona penyanggah.
Jika kutub baterai dibalik, maka dioda akan mendapat bias mundur (backward voltage).
Gambar rangkaian dioda dengan tegangan mundur dapat dilihar pada gambar 6.6 berikut ini.

Gambar 6.6: Rangkaian dioda dengan lampu dan mendapat bias mundur dari sumber tegangan DC

Gambar 6.6 terlihat kaki anoda dioda dihubungkan dengnn kutub negatif sumber tegangan
DC, dan kaki katoda dioda dihubungkan dengan kutub positif sumber tegangan DC. Kondisi
demikian disebut dioda mendapat bias mundur. Untuk memahami apa yang terjadi ketika dioda
mendapat bias mundur, maka perhatikan gambar 6.7 berikut ini

Gambar 6.7: Kondisi ketika dioda mendapat bias mundur

Pada gambar 6.7 ketika dioda mendapat bias mundur, kaki anoda dioda dihubungkan dengan

101
6.2 Klasifikasi Dioda

kutub negatif sumber tegangan, dan kaki katoda dioda dihubungkan dengan kutub positif sumber
tegangan. Sumber tegangan memiliki tegangan yang lebih besar dibandingkan dengan tegangan
knee dioda, akibatnya kutub negatif baterai akan mengisi lubang-lubang (muatan positif) yang
ada di dalam semikonduktor tipe P (kaki anoda) dioda sehingga semikonduktor berubah menjadi
netral, begitu juga dengan sisi katoda dioda, elektron-elektron bebas yang terdapat di dalam
semikonduktor tipe N dioda akan tertarik menuju ke kutub positif sumber tegangan sehingga
semikonduktor tipe N dioda juga akan menjadi netral. Akibatnya tidak ada aliran arus elektron
dan arus listrik di dalam rangkaian dan lampu tidak menyala. Kondisi ini disebut dioda sebagai
penyekat arus listrik.
Besar tegangan dan arus listrik pada kondisi bias maju dan bias mundur dioda dapat digam-
barkan dalam bentuk kurva kuat arus listrik terhadap tegangan. Kurva ini disebut kurva karak-
teristik dioda. Gambar 6.8 menunjukkan kurva karakteristik dioda.

Gambar 6.8: Kurva karakteristik dioda

Gambar 6.8 menunjukkan kurva karakteristik dioda. Pada bagian bias mundur atau dioda
berfungsi sebagai penyekat arus listrik, terdapat tegangan breakdown. Tegangan breakdown
adalah tegangan maksimum dimana dioda masih mampu menyekat arus listrik. Ketika tegangan
mundur melewati batas tegangan breakdown, maka dioda akan rusak sehingga arus listrik dapat
melewatinya. Tegangan breakdown untuk dioda silikon berkisar antara 300 - 600 V, untuk dioda
germanium tegangan ini lebih kecil lagi biasanya antara 70 - 100 V. Ketika dioda mendapat
tegangn mundur yang melebih tegangan breakdown, maka dioda akan rusak. Namun terdapat
dioda yang dibuat khusus untuk memotong tegangan dengan menggunakan prinsip breakdown
voltage. Dioda yang demikian disebut dioda zener. Dioda zener memiliki tegangan breakdown
yang bervariasi mulai dari 2,7 V hingga puluhan Volt dan digunakan sebagai stabilator tegangan
atau bisa juga untuk pemotong tegangan DC.

102
6.2 Klasifikasi Dioda

6.2 Klasifikasi Dioda

Dioda dapat diklasifikasikan berdasarkan karakteristik dan fungsinya, Gambar 6.9 menun-
jukkan klasifikasi dioda berdasarkan karakteristik dan fungsinya.

Gambar 6.9: Klasifikasi dioda menurut karakteristik dan fungsi kerjanya

Berdasarkan karakteristik dan fungsinya, dioda dapat dibedakan menjadi 5 golongan yaitu:
1. golongan dioda penyearah arus listrik (rectifier)
2. golongan dioda pemotong tegangan (dioda zener).
3. golongan dioda efek cahaya
4. golongan dioda dengan fungsi saklar (kontrol)
5. golongan varactor (variabel dioda dan kapasitor)
Dioda penyearah arus listrik pada umumnya dibuat dari bahan silikon. Dioda yang umum
digunakan adalah dioda silikon biasa (general purpose silicon diode). Namun sering kali di dalam
rangkaian elektronika, dibutuhkan dioda penyerah dengan kecepatan yang lebih tinggi, terutama
untuk penggunaan pada frekuensi tinggi. oleh sebab itu dikembangkanlah jenis dioda penyearah
yang lebih cepat yang disebut fast recovery diode dan dioda Schottky. Pada dasarnya prinsip
kerja ketiga jenis dioda ini sama. Untuk aplikasi frekuensi yang lebih tinggi lagi dikembangkan
dioda jenis tunnel diode. Dioda tunnel biasa digunakan pada peralatan pemancar gelombang
elektromagnetik dan dapat juga digunakan untuk pembangkit frekuensi tinggi.
Ketiga jenis dioda penyearah ini dapat dibedakan dari simbolnya di dalam rangkaian elek-
tronika. gambar berikut ini menunjukkan simbol-simbol dioda penyearah biasa, dioda Schottky
dan dioda tunnel

103
6.2 Klasifikasi Dioda

Gambar 6.10: Simbol dioda silikon, dioda Schottky dan dioda tunnel

Golongan kedua adalah golongan dioda pemotong tegangan. Dioda pemotong tegangan
yang paling populer dan banyak digunakan pada rangkaian elektronika adalah dioda zener.
Dioda zener bekerja berdasarkan prinsip tegangan breakdown. Jika dioda lain akan rusak jika
tegangan bias mundur melewati batas maksimum, pada dioda zener justru tidak akan rusak
dan akan kembali normal ketika tegangan bias mundur hilang. Selain dioda zener, dioda yang
digolongkan sebagai dioda pemotong tegangan adalah jenis dioda transient voltage suppression
= TVS atau peredam tegangan. Dioda TVS ada 2 jenis yaitu jenis yang 1 arah dan jenis yang 2
arah. Simbol kedua jenis dioda ini dapat dilihat pada gambar 6.11 berikut ini.

Gambar 6.11: Simbol dioda zener dan voltage suspression

Golongan ketiga adalah jenis dioda efek cahaya. Dioda efek cahaya ada 2 macam yaitu
dioda yang dapat memancarkan cahaya atau disebut LED (light emiting diode) dan jenis sensor
cahaya atau photodiode. Gambar 6.12 menunjukkan simbol LED dan Photodiode

104
6.2 Klasifikasi Dioda

Gambar 6.12: Simbol dioda efek cahaya

Golongan keempat adalah jenis dioda yang memiliki fungsi sebagai saklar. Dioda ini akan
melewatkan arus listrik jika mendapat implus dari luar. Implus dapat berupa tegangan masukkan,
atau suatu kondisi yang melewati batas tertentu dioda. Jenis dioda yang dapat digunakan sebagai
saklar ada 3 yaitu SCR (Silicon Control Rectifier), DiAC (Diode Alternating Current) dan TriAC
(Triode Alternating Current). Simbol ketiga jenis dioda ini dapat dilihat pada gambar 6.13
berikut.

Gambar 6.13: Simbol diode dengan fungsi saklar

Golongan kelima adalah jenis dioda yang digabung dengan sebuah variabel kapasitor. Dioda
jenis ini disebut Varactor. Varactor digunakan sebagai alat tunning frekuensi radio dalam
peralatan komunikasi. Simbol Varactor dapat dilihat pada gambar 6.14 berikut ini.

105
6.2 Klasifikasi Dioda

Gambar 6.14: Simbol varactor

1. Dioda Silikon biasa dan dioda FDR


Dioda silikon termasuk jenis dioda yang umum digunakan dan banyak dijumpai dipasaran.
Dioda ini dibuat dari bahan silikon murni yang cara kerjanya sudah dijelaskan pada sub
bab di atas. Varian terbaru dari dioda silikon adalah jenis Fast Recovery Diode (FDR)
yaitu dioda yang respon waktunya jauh lebih cepat dibandingkan dengan dioda silikon
biasa. Bentuk dan ukuran dioda FRD ini sama dengan dioda silikon biasa.
Ketika dioda silikon digunakan sebagai penyearah arus listrik AC menjadi arus listrik DC,
dioda bekerja pada frekuensi 50 Hz sesuai dengan frekuensi listrik AC yang digunakan di
Indonesia. Frekuensi 50 Hz cukup rendah dan dapat ditangani dengan mudah oleh dioda
silikon biasa. Tetapi ketika dioda silikon digunakan untuk menangai signal AC dengan
frekuensi yang lebih tinggi, Kecepatan respon dioda harus ditingkatkan untuk mencegah
timbulnya distorsi (catat) pada signal. Dioda silikon biasa memiliki waktu respon dalam
orde mikro detik dan kurang tepat untuk digunakan pada frekuensi tinggi, oleh sebab
itu diciptakan dioda silikon dengan respon waktu recoveri yang lebih cepat yang disebut
FDR. Dioda FDR memilki waktu respon dalam orde nano detik. Gambar 6.15 berikut ini
menunjukkan perbedaan waktu respon dioda biasa dengan dioda FDR.

Gambar 6.15: Perbedaan waktu recoveri antara dioda biasa dengan dioda FDR

Gambar 6.16 menunjukkan bentuk dioda silikon dan dioda FDR.

106
6.2 Klasifikasi Dioda

Gambar 6.16: Bentuk dioda silikon biasa dan dioda FDR

Dioda silikon biasanya digunakan sebagai penyearah arus listrik AC menjadi arus listrik
DC. Selain sebagai penyearah arus listrik , dioda silikon juga dapat digunakan untuk
melipat tegangan listrik, sebagai penahan arus listrik dan banyak lagi aplikasi lainnya.
Dioda silikon ada yang berbentuk tunggal tetapi ada juga yang sudah dijual dalam bentuk
paket dengan nama dioda bridge. Dioda Bridge digunakan sebagai penyearah gelombang
penuh arus listrik AC menjadi arus listik DC. Dioda bridge, di dalamnya terdapat 4 buah
dioda tunggal yang di rakit berbentuk bridge. Gambar 6.17 berikut ini menunjukkan
simbol dioda bridge dan macam-macam bentuk dioda bridge.

Gambar 6.17: Simbol dan macam-macam dioda bridge

Dioda jika dilihat dari bahan dasar nya dapat dibedakan menjadi dioda silikon dan dioda
germanium. Dioda silikon dan dioda germanium memiliki bentuk kurva karakteristik
yang sama. Perbedaan kurva karakteristik hanya terletak pada besar tegangan knee. Dioda
germanium memiliki tegangan knee sebesar 0.2 - 0.3 V, sedangkan dioda silikon memi-
liki tegangan knee sebesar 0.6 - 0.7 V. Gambar 6.18 menunjukkan kurva karakteristik
untuk kedua jenis dioda ini. Tegangan knee yang lebih kecil menunjukkan bahwa dioda
germanium lebih sensitif dibandingkan dengan dioda silikon.

107
6.2 Klasifikasi Dioda

Gambar 6.18: Kurva karakteristik dioda silikon dan dioda germanium

Pada gambar 6.18 terlihat dibagian tegangan bias maju, (forward bias) dioda silikon
memiliki bentuk grafik yang lebih curam. Setelah melewati tegangan knee, arus pada
dioda silikon akan langsung naik melonjak, menunjukkan hambatan dalam dioda silikon
setelah melewati tegangan knee sangat kecil. Berbeda dengan dioda germanium, setelah
melewati tegangan knee, arus naik secara linier, hal ini menunjukkan ada hambatan dalam
yg cukup besar di dalam dioda germanium. Adanya hambatan dalam yang lebih besar
menyebabkan respon dioda germanium lebih lambat jika dibandingkan dengan dioda
silikon, sehingga dioda germanium tidak cocok digunakan pada rangkaian-rangkaian yang
membutuhkan respon perubahan yang cepat.
Pada bagian tegangan bias mundur (backward bias), terlihat dioda germanium memiliki
arus bocor yang lebih besar dibandingkan dengan dioda silikon. Tegangan breakdown
(breakdown Voltage) dioda germanium juga lebih kecil jika dibandingkan dengan tegangan
breakdown dioda silikon. Pada saat ini penggunaan germanium sebagai bahan pembuatan
dioda sudah mulai ditinggalkan karena selain harga yang mahal, respon kecepatan dioda
germanium juga lebih rendah jika dibandingkan dengan dioda silikon.
2. Dioda Schottky
Dioda schottky adalah salah satu varian dari dioda silikon yang memiliki tegangan knee
yang lebih kecil dibandingkan dengan tegangan knee dioda silikon biasa, tetapi kenaikan
arus terhadap tegangan sama dengan dioda silikon yaitu sama sama memiliki hambatan
dalam yang kecil setelah melewati tegangan knee. Gambar 6.19 menunjukkan perbedaan
tegangan knee antara dioda Schotty dengan dioda silikon.

Gambar 6.19: Perbedaan tegangan knee dioda schottky dengan dioda silikon biasa

108
6.2 Klasifikasi Dioda

Dioda schottky banyak digunakan untuk penyearah, mengolah signal dan sebagai alat
bantu saklar. Beberapa IC gerbang Logika TTL dan CMOS menggunakan dioda Schottky
karena dioda Schottky memiliki daya yang lebih rendah kecepatan yang lebih tinggi.
Tidak seperti dioda biasa yang dibuat dari gabungan semikonduktor tipe P dengan semikon-
duktor tipe N, dioda Schottky dibuat dengan menggunakan elektronda logam yang di-
hubungkan dengan semikonduktor tipe N, elektroda logam ini menggantikan fungsi semikon-
duktor tipe P. Hal ini menyebabkan zona deplesi dioda schottky menjadi lebih tipis jika
dibandingkan dengan zona deplesi dioda biasa. Akibat zona deplesi yang lebih kecil,
maka tegangan knee dioda Schottky juga lebih rendah yaitu 0.3 - 0.5 V. Gambar 6.20
menunjukkan konstruksi dioda Schottky.

Gambar 6.20: Konstruksi dioda schottky

Dioda Schottky tidak memiliki semikonduktor tipe P di bagian anoda nya, sehingga saat
mendapat tegangan bias balik (mundur), maka dioda Schottky langsung akan memblok
arus listrik dengan sangat cepat. Oleh sebab itu respon dioda Schottky jauh lebih cepat jika
dibandingkan dengan dioda silikon biasa. Gambar 6.21 berikut ini menunjukkan bentuk
dioda Schottky yang dapat ditemukan dipasaran.

Gambar 6.21: Contoh dioda schottky

Bentuk dioda Schottky ada yang berbentuk seperti dioda silikon biasa, ada juga yang
berbentuk seperti transistor dengan 3 kaki atau 2 kaki. Dioda Schottky dapat dibedakan
dari nomor seri yang tercantum di komponen tersebut. Dioda Schottky memiliki nomor

109
6.2 Klasifikasi Dioda

seri 1N58XX untuk tipe silinder kecil (axial form), Seri SSXX untuk tipe smd (surface
mounting device) dan seri MBRXX untuk dioda schottky ukuran yang lebih besar.
3. Dioda Tunnel
Dioda tunnel disebut juga dioda Esaki adalah dioda silikon yang mempunyai "resistensi
negatif" yang efektif karena efek kuantum mekanik yang disebut "tunneling". Dioda tunnel
memiliki sambungan semikonduktor P dengan semikonduktor N yang sangat "dikotori"
atau ditambahkan unsur tertentu untuk meningkatkan elektron bebas dan lubang dengan
lebar 10 nm.
Penerapan transistor dalam rentang frekuensi yang sangat tinggi terhambat karena waktu
transit dan efek lainnya. Banyak perangkat menggunakan sifat "resistensi negatif" untuk
aplikasi frekuensi tinggi ini. Dioda tunnel adalah salah satu perangkat "resistensi negatif"
yang paling umum digunakan. Dioda ini juga dikenal sebagai dioda Esaki , karena pertama
kali ditemukan oleh L Esaki.
Cara Kerja Dioda Tunnel
Seperti yang sudah dijelaskan di atas, dioda tunnel dibuat dari sambungan semikonduktor
tipe P dan tipe N yang sangat "dikotori" untuk menambah banyak elektron bebas pada
semikonduktor tipe N dan lubang pada semikonduktor tipe P. Banyaknya tambahan lubang
dan elektron bebas ini menyebabkan depletion zone dioda tunnel menjadi sangat tipis
sehingga dengan tegangan maju sedikit saja dioda akan dapat menghantarkan arus listrik.
Gambar 6.22 menunjukkan konstruksi dioda tunnel.

Gambar 6.22: Konstruksi dioda tunnel

Istilah "tunneling" dikenal sebagai sebuah aliran langsung elektron menyeberangi zona
deplesi dari semkonduktor tipe N melewati pita konduksi ke semikonduktor tipe P di
pita valensi. Cara kerja dioda tunnel dapat dijelaskan dengan menggunakan prinsip pita
konduksi dan pita valensi. Pada dioda silikon biasa, semikonduktor tipe P dan tipe N
yang disambung tidak "dikotori" sebanyak dioda tunnel, sehingga terdapat gap energi yang
memisahkan pita konduksi dan pita valensi, Perhatikan gambar 6.23 berikut ini

110
6.2 Klasifikasi Dioda

Gambar 6.23: Ilustrasi pita valensi dan pita konduksi pada dioda silikon biasa

Pada gambar 6.23 terlihat semikonduktor tipe P yang memiliki banyak lubang terletak
pada pita valensi dengan energi sebesar Ev sedangkan semikonduktor tipe N yang memi-
liki banyak elektron bebas terletak pada pita konduksi yang memiliki energi sebesar Ec .
Antara pita konduksi dan pita valensi dipisahkan oleh gap yang cukup lebar dan memiliki
energi sebesar Eg . Elektron bebas harus memiliki cukup energi untuk dapat "melompati’
penghalang ini (gap / barier).
Pada dioda tunnel, semikonduktor tipe P ditambahkan atau dikotori dengan unsur lain
sehingga jumlah lubang menjadi jauh lebih banyak dibandingkan dengan dioda biasa.
Demikian juga dengan semikonduktor tipe N ditambahkan unsur lain supaya elektron
bebasnya menjadi lebih banyak. Akibat penambahan lubang dan elektron bebas ini, energi
pita konduksi dan pita valensi menjadi semakin dekat atau gap menjadi semakin kecil.
Gambar 6.24 berikut ini menunjukkan pita valensi dan pita konduksi untuk dioda tunnel.

Gambar 6.24: Ilustrasi pita valensi dan pita konduksi pada dioda tunnel

Pada gambar 6.24 terlihat gap antara pita konduksi dengan pita valensi menjadi lebih kecil
dan energi elektron bebas sejajar lubang, sehingga dengan mendapatkan tambahan energi
sedikit saja, elektron bebas dapat berpindah dari pita konduksi ke pita valensi tanpa harus
melompati penghalang, tetapi berpindah melalui semacam terowongan ("tunnel") yang
menembus penghalang (barrier). Oleh sebab itu dioda ini disebut dioda "tunnel".
Karakteristik Dioda Tunnel
Kurva karakteristik dioda tunnel dapat dilihat pada gambar 6.25 berikut ini.

111
6.2 Klasifikasi Dioda

Gambar 6.25: Kurva karakteristik dioda tunnel

Dari kurva karakteristik dioda tunnel, dapat dibagi menjadi 3 daerah kerja yaitu:
- Dari tegangan 0 hingga Vp ; pada daerah ini mengalir arus tunnel yang kecil. arus
tunnel ini naik dari 0 menjadi maksimum ketika tegangan dioda mencapai tegangan
Vp .
- Dari tegangan Vp hingga Vv ; pada dearah ini arus tunnel menurun, namun sejumlah
arus listrik mulai mengalir. Total arus yang mengalir melalui dioda tunnel pada
daerah ini bergerak turun. Kondisi ini disebut " resistensi negatif".
- Dari tegangan Vv dan seterusnya; pada daerah ini dioda bekerja sama seperti pada
dioda silikon biasa. Titik B adalah titik terendah yang disebut titik lembah (valley
point).
Ketika dioda tunnel tidak mendapat tegangan bias, pita konduksi yang banyak memiliki
elektron bebas kan berhimpitan dengan pita valensi yang banyak memiliki lubang (muatan
positif). Elektron dari sisi N dan lubang dari sisi P tumpang tindih satu dengan lainnya
dan mereka berada pada tingkat energi yang sama. Kondisi ini dapat digambarkan seperti
pada gambar 6.26 berikut ini.

112
6.2 Klasifikasi Dioda

Gambar 6.26: Kurva karakteristik dioda tunnel

Beberapa elektron dari sisi N dapat berpindah melewati tunnel ke sisi P jika dioda men-
galami kenaikkan temperatur, demikian juga dengan lubang (muatan positif) akan berpin-
dah dari pita valensi ke pita konduksi di daerah N. Akhirnya arus total akan menjadi nol
karena jumlah elektron yang berpindah sama dengan jumlah lubang yang mengalir ke arah
yang berlawanan.
Ketika tegangan listrik yang besarnya lebih kecil dari tegangan knee diberikan ke dioda
tunnel, tidak akan menyebabkan aliran arus listrik yang maju melalui sambungan. Namun
demikian sejumlah kecil elektron dari pita konduksi akan mulai menerobos ke pita valensi
menembus barrier.
Oleh karena itu gerakan ini akan menciptakan arus tunnel kecil yang bergerak maju.
Jadi adanya sedikit tegangan kecil (< tegangan knee) diberikan ke dioda, maka akan
menimbulkan arus listrik tunnel yang mengalir dari P ke N. Kondisi ini dapat digambarkan
seperti pada gambar 6.27 berikut

113
6.2 Klasifikasi Dioda

Gambar 6.27: Tegangan bias maju yang kecil menyebabkan timbulnya arus tunnel

Ketika jumlah tegangan yang diberikan dinaikkan, maka jumlah elektron bebas yang
dihasilkan di sisi N dan lubang di sisi P juga akan bertambah. Peningkatan tegangan ini
menyebabkan tumpang tindih pita konduksi dan pita valensi juga semakin meningkat. Arus
tunnel maksimum mengalir ketika tingkat energi pita konduksi sisi N dan tingkat energi
pita valensi sisi P menjadi sama. Kondisi ini dapat digambarkan seperti pada gambar 6.28
berikut ini.

114
6.2 Klasifikasi Dioda

Gambar 6.28: Kondisi saat arus tunnel maksimum

Jika tegangan listrik terus ditambah, maka akan menyebabkan timbulnya sedikit ketidak
sejajaran pita konduksi dan pita valensi dioda tunnel, namun kedua pita masih tetap
bertumpang tindih. Elektron berpindah dari pita konduksi ke pita valensi di daerah P.
Oleh karena itu, hal ini menyebabkan sejumlah kecil arus listrik mengalir dan arus tunnel
akan mulai berkurang. Jumlah total arus listrik yang mengalir melalui dioda tunnel akan
berkurang. Kondisi ini dapat digambarkan seperti pada gambar 6.29.

115
6.2 Klasifikasi Dioda

Gambar 6.29: Berkurangnya arus tunnel menyebabkan turunnya arus total yang melewati dioda seiring
dengan naiknya tegangan

Arus tunnel akan menjadi nol ketika tegangan yang diberikan dinaikkan lebih tinggi. Pada
level tegangan ini, pita valensi dan pita konduksi tidak lagi tumpang tindih. ini membuat
dioda tunnel beroperasi sama seperti dioda silikon biasa. Kurva arus terhadap tegangan
pada kondisi ini dapat digambarkan seperti pada gambar 6.30.

Gambar 6.30: Tegangan yang lebih tinggi menyebabkan dioda tunnel bekerja seperi dioda biasa

Saat arus tunnel berkurang dan total arus listrik menurun seiring dengan naiknya tegangan
yang diberikan, kondisi ini disebut dioda berada pada daerah resistensi negatif. Dioda
yang beroperasi di daerah resistensi negatif bisa digunakan sebagai penguat atau osilator.
Bentuk dioda tunnel dapat dilihat pada gambar 6.31

116
6.2 Klasifikasi Dioda

Gambar 6.31: Contoh dioda tunnel

Dioda tunnel dapat digunakan sebagai saklar, amplifier, osilator, pealatan elektronika yang
bekerja pada frekuensi tinggi, memory dan perangkat pemancar gelombang radio.
4. Dioda Zener
Dioda silikon umumnya dibuat untuk bekerja pada kondisi bisa maju (forward bias).
Dengan sedikti peningkatan tegangan maju maka dioda akan langsung mengalirkan arus
listrik dengan hambatan dalam yang sangat kecil. Pada kondisi bisa mundur (backward)
dioda digunakan untuk memblok arus listrik. Dioda silikon mampu memblok arus listrik
hingga tegangan ratusan Volt. Jika tegangan balik ini sangat besar, maka dioda akan
menjadi rusak. Lain hal nya dengan dioda zener. Pada dioda zener, ketika tegangan balik
melebih batas tegangan breakdown, maka dioda zener akan mengalir arus listrik balik
dan tidak rusak. ketiak tegangan balik ini menjadi nol, maka dioda zener akan kembali
memblok arus listrik. Karena dioda zener bekerja pada kondisi tegangan breakdown, maka
dioda ini sering disebut dioda breakdown.
Dioda zener dibuat dengan kondisi tertentu yang tidak akan rusak ketika tegangan balik
mencapai level tegangan rusak, namun arus balik yang melewati dioda zener harus dibatasi
untuk mencegah panas berlebih yang timbul pada dioda.
Dioda zener dinamai menurut nama Clarence Melvin Zener dari Bell Laboratories, yang
menemukan jenis dioda ini. Dioda ini adalah jenis dioda unik dengan konsentrasi doping
yang tinggi pada saat pembuatan. Karena doping yang tinggi, sejumlah besar elektron
bebas dan lubang elektron dibuat dan bertanggung jawab untuk mengalirkan arus men-
jadi pembawa minoritas (minority carries) pada kondisi bias balik. Dioda ini dirancang
memiliki karakteristik tegangan breakdown yang sangat curam.
Dioda zener memungkinkan arus mengalir ke arah depan dengan cara yang sama seperti
dioda ideal, dan juga memungkinkan arus mengalir ke arah sebaliknya ketika tegangan
berada di atas nilai tertentu yang dikenal sebagai tegangan breakdown. Tegangan ini juga
bisa disebut sebagai tegangan knee zener atau tegangan zener.
Jika tegangan balik dioda zener dinaikkan, suhu meningkat dan ion kristal bergetar dengan
amplitudo yang lebih besar dan semua ini mengarah pada kerusakan lapisan penahan arus
balik. Ketika kerusakan terjadi, akan ada peningkatan tajam pada arus balik. Sejumlah
besar arus balik yang bervariasi dapat melewati dioda tanpa merusaknya. Jadi dioda zener
diciptakan untuk bekerja pada kondisi bias balik ini. Besar tegangan knee zener berkisar
dari 2.4 V hingga 200 V. Nilai ini bergantung pada konsentrasi "pengotor".
Ada banyak jenis dioda Zener. dioda zener dikelompokan berdasarkan disipasi daya, tegan-

117
6.2 Klasifikasi Dioda

gan kerja nominal, arus maju, tegangan maju, jenis kemasan dan arus balik maksimum.
Nilai umum tegangan knee zener adalah 5,1 V, 6,2 V, 15 V dan seterusnya. Arus maju
dapat memiliki kisaran dari 200uA hingga 200A dengan arus maju yang paling umum
adalah 10mA atau 200mA.
Kurva Karakteristik Zener
Ketika mendapat bias maju, dioda zener bekerja seperti dioda silikon biasa dengan tegangan
knee 0,4 - 0,7 V. Ketika dioda zener diberikan bias balik (mundur), maka dioda zener akan
menahan arus balik hingga batas tegangan knee zener tercapai. Saat tegangan balik
besarnya melebih tegangan knee zener, maka dioda zener akan mengalirkan arus balik
pada tegangan yang konstan, yaitu pada level tegangan knee zener. Kurva karakteristik
dioda zener dapat dilihat pada gambar 6.32 berikut ini.

Gambar 6.32: Kurva karakteristik dioda zener

Daya maksimum dioda zener dapat dihitung dengan persamaan :

Pz = Vz × iz (6.1)

Dengan : Pz : Daya dioda zener (Watt); Vz : tegangan knee zener (V);dan Iz : arus balik
yang melewati zener (A)
Dioda zener digunakan untuk stabilator dan regulator tegangan DC. Di pasaran dioda zener
dijual dengan no seri BZX XX seri. Gambar berikut ini menunjukkan contoh dioda zener.

Gambar 6.33: Contoh dioda zener

118
6.2 Klasifikasi Dioda

5. Transient Voltage Suppresors (TVS) dioda


TVS dioda adalah dioda khusus yang dibuat untuk mencegah lonjakan tegangan di dalam
rangkaian elektronika daya. Tegangan transien adalah lonjakan tegangan atau arus listrik
yang berdurasi pendek yang dapat merusak rangkaian elektronika. Tegangan transien tidak
hanya terjadi satu kali di rangkaian elektronika daya, tetapi dapat juga terjadi berulang-
ulang kali. Besar tegangan transien ini berkisar dari mV hingga ribuan Volt yang berlang-
sung dalam orde nano detik hingga mili detik. Kurva berikut ini menunjukkan contoh
tegangan transien.

Gambar 6.34: Tegangan transien

Tegangan transien dapat disebabkan oleh koneksi internal atau eksternal dalam suatu
rangkaian. Misalnya, tegangan transien dapat dihasilkan secara internal karena pengalihan
beban induktif atau kontak yang salah pada sakelar, dan konektor. Secara eksternal dapat
dihasilkan karena sambaran petir atau sakelar induktif.
Transient Voltage Suppressor Diode adalah dioda PN-Junction solid-state yang dirancang
khusus untuk meniadakan efek tegangan lebih mendadak atau sesaat pada semikonduktor
dan sirkuit sensitif. Transient Voltage Suppressor Diode adalah perangkat penjepit, jadi
setiap kali tegangan yang diinduksi melebihi tegangan kerusakan, ia akan menyerap energi
berlebih dari peristiwa tegangan transien, dan kemudian secara otomatis diatur ulang
setelah kondisi tegangan normal. Meskipun benar bahwa, dioda standar dan dioda Zener
juga dapat digunakan untuk tegangan berlebih / perlindungan transien, tetapi dioda dioda
tersebut tidak sekuat dioda TVS karena dioda standar dan Zener dirancang untuk penyearah
dan pengaturan tegangan bukan untuk mencegah tegangan transien.
Dioda TVS ada 2 jenis yaitu :
a Unidirectional TVS Diode dioda penekan tegangan transien searah
Dioda Penekan Tegangan Transien searah bekerja sebagai penyearah dalam rangkaian
ke arah depan seperti dioda lainnya, dan dioda searah ini dibuat untuk menahan arus
puncak yang sangat besar. Simbol dioda TVS searah ditunjukkan pada gambar di
bawah ini, dan ini sangat mirip dengan dioda Zener.

119
6.2 Klasifikasi Dioda

Gambar 6.35: Simbol TVS dioda satu arah

b Bidirectional TVS Diode dioda penekan tegangan transien dua arah


Di sisi lain, dioda penekan tegangan transien dua arah dapat diwakili oleh dua dioda
zener yang saling berlawanan yang dihubungkan secara seri satu sama lain. Dioda
ini dihubungkan secara paralel dengan perangkat atau sirkuit yang akan dilindungi.
Berbeda dengan simbol, dioda ini dibuat sebagai satu komponen. Simbol dioda TVS
dua arah ditunjukkan pada gambar di bawah ini.

Gambar 6.36: Simbol TVS dioda dua arah

6. LED Light Emitting Diode


Light Emitting Diode atau hanya LED adalah salah satu sumber cahaya yang paling umum
digunakan saat ini. Baik itu lampu depan mobil, lampu ruang tamu rumah, hingga ke
layar monitor TV, aplikasi LED tidak terhitung jumlahnya. Tidak seperti lampu filamen
atau lampu pendar, LED memerlukan rangkaian khusus agar dapat berfungsi, rangkaian
ini disebut LED driver.
Dua sumber cahaya semikonduktor paling banyak digunakan dalam berbagai aplikasi
adalah dioda LASER dan LED. Prinsip kerja dioda LASER didasarkan pada emisi terstim-
ulasi, sedangkan LED didasarkan pada emisi spontan.LED adalah dioda pemancar cahaya
terdiri dari dua elemen utama semikonduktor. Mereka semikonduktor tipe-P bermuatan
positif dan semikonduktor tipe-N yang bermuatan negatif.
Ketika sisi Positif dihubungkan dengan kutub positif sumber tegangan dan sisi negatif
dihubungkan dengan sisi negatif sumber tegangan, maka hubungan seperti itu disebut
bias maju dan memungkinkan arus listrik mengalir melalui LED. Migrasi elektron dan
lubang pada gilirannya melepaskan sejumlah foton yang melepaskan energi dalam bentuk

120
6.2 Klasifikasi Dioda

cahaya monokromatik pada panjang gelombang yang konstan, panjang gelombang yang
dihasilkan dalam orde nanometer. Spektrum warna LED sangat sempit.
Secara umum, ini dapat ditentukan sebagai rentang panjang gelombang tertentu dalam
spektrum elektromagnetik. Pemilihan emisi warna dari LED cukup terbatas karena sifat
semikonduktor yang digunakan dalam pembuatannya. Warna LED yang umum tersedia
adalah merah, hijau, biru, kuning dan putih. Cahaya dari warna merah, biru dan hijau
dapat dengan mudah digabungkan untuk menghasilkan cahaya putih dengan kecerahan
terbatas. Tegangan kerja warna merah, hijau, kuning dan kuning sekitar 1,8 volt. Kisaran
aktual tegangan kerja dioda pemancar cahaya dapat ditentukan oleh tegangan rusaknya
bahan semikonduktor yang terlibat dalam konstruksi LED. Warna cahaya yang dipancarkan
dalam LED ditentukan oleh bahan semikonduktor yang membentuk sambungan PN dioda.
Hal ini disebabkan oleh perbedaan struktur pita celah energi bahan semikonduktor dan
perbedaan jumlah foton yang dipancarkan dengan frekuensi yang berbeda-beda. Namun
panjang gelombang cahaya bergantung pada celah pita dari bahan semikonduktor disam-
bungan dan intensitas cahaya tergantung pada jumlah daya atau energi yang diterapkan
melalui dioda. Panjang gelombang keluaran dapat dipertahankan dengan menggunakan
semikonduktor majemuk, sehingga warna yang dibutuhkan dapat diamati, memberikan
keluaran di dalam cahaya tampak.
Cahaya LED dapat diproduksi dan dikendalikan dengan alat elektronik dalam berbagai
cara. Pada LED, cahaya dihasilkan melalui konsep electroluminescence yang merupakan
proses solid state. Di bawah kondisi tertentu yang menghasilkan cahaya, prosedur solid
state dapat menghasilkan cahaya yang koheren, sama seperti di dioda laser.
Jenis-jenis LED
LED dapat dibagi menjadi 2 golongan yaitu :
a LED cahaya tampak
b LED cahaya tidak tampak
LED yang cahayanya terlihat terutama digunakan untuk sakelar, tampilan optik dan untuk
tujuan penerangan. LED yang cahayanya tidak terlihat digunakan dalam aplikasi termasuk
sakelar optik, analisis dan komunikasi optik, dan lain-lain.
Efikasi LED
Efikasi LED adalah rasio fluk luminasi terhadap daya input LED. Satuan efikasi adalah
lumen per Watt. Fluk luminasi ditentukan oleh panjang gelombang cahaya. Tabel 6.1
menunjukkan jenis-jenis LED dengan warna dan panjang gelombangnya masing-masing.

121
6.2 Klasifikasi Dioda

Table 6.1: Warna, panjang gelombang, efikasi LED

Material Warna panjang gelombang (nm) efikasi (Lumen/Watt) efikasi (W/W)

GaAsP Merah 620 - 645 72 0.39


AlGaP Hijau 520 - 550 93 0.15
SiC biru 460 - 490 37 0.35
GaAsP Cyan 490 - 420 75 0.26
GaAsP:N Kuning 610 - 620 98 0.29

Konstruksi LED
Konstruksi LED jauh berbeda dari dioda sinyal semikonduktor biasa. Cahaya akan dipan-
carkan dari LED ketika sambungan P-N-nya mendapat bias maju. Sambungan PN ditutupi
oleh cangkang dan diberi pemancar berbentuk hemispherical dari bahan resin padat dan
plastik transparan digunakan untuk melindungi LED dari gangguan atmosfer, getaran, dan
kejutan termal. Sambungan P-N dibentuk menggunakan bahan celah pita terendah seperti
gallium antimonide, gallium arsenide, indium antimonide dan indium arsenide dan lain -
lain.
Sebenarnya sambungan LED tidak memancarkan banyak cahaya sehingga badan resin
epoksi dibuat sedemikian rupa sehingga foton cahaya yang dipancarkan oleh sambungan
tersebut dipantulkan menjauh dari dasar substrat sekitarnya dan difokuskan melalui bagian
atas kubah dari LED. , yang dengan sendirinya bertindak sebagai lensa yang mengkonsen-
trasikan jumlah cahaya yang lebih besar. Itulah alasan mengapa cahaya yang dipancarkan
tampak paling terang di bagian atas LED. Gambar 6.37 menunjukkan konstruksi LED.

Gambar 6.37: Konstruksi LED

LED dibuat dari lapisan yang sangat tipis dari bahan semikonduktor yang cukup banyak
dikotori dan tergantung pada bahan semikonduktor yang digunakan dan jumlah doping,

122
6.2 Klasifikasi Dioda

ketika mendapat bias maju, sebuah LED akan memancarkan cahaya berwarna pada pan-
jang gelombang spektral tertentu. Ketika LED mendapat bias maju, elektron dari pita
konduksi semikonduktor bergabung kembali dengan lubang dari pita valensi melepaskan
energi yang cukup untuk menghasilkan foton yang memancarkan cahaya monokromatik
(warna tunggal). Karena lapisan tipis ini sejumlah foton dimungkinkan untuk dapat
meninggalkan sambungan dan memancarkan keluar menghasilkan cahaya berwarna. maka
dapat dikatakan bahwa ketika dioperasikan dalam arah bias maju LED adalah perangkat
semikonduktor yang mengubah energi listrik menjadi energi cahaya.
Namun, tidak semua LED dibuat dengan kubah berbentuk setengah bola. Beberapa LED
indikator memiliki konstruksi berbentuk persegi panjang atau silindris yang memiliki
permukaan datar di bagian atas atau bodinya berbentuk batang atau panah. Umumnya,
semua LED dibuat dengan dua kaki yang menonjol dari bagian bawah bodi.
Kaki LED ada 2 yaitu kaki katoda yang menjadi terminal negatif (-) ditandai dengan
sebuah takik atau bidang datar didekat pangkalnya dan biasanya kaki katoda dibuat lebih
pendek dari kaki anoda. Kaki kedua LED adalah kaki Anoda yang menjadi terminal
positif (+). Jika kedua kaki ini dipotong sama panjang, maka kita dapat membedakan
kaki anoda dan katoda dengan melihat bagian dalam elektrodanya. kaki anoda biasanya
memiliki elektroda yang lebih besar dan terdapat cekungan untuk memancarkan cahaya.
sedangkan kaki katoda hanya berupa sebuah batang tegak yang lebih tinggi dari kaki anoda.
Gambar berikut ini menunjukkan perbedaan kaki katoda dan anoda jika dilihat dari bentuk
elektroda nya.

Gambar 6.38: Katoda dan anoda LED

Warna cahaya yang dihasilkan oleh LED sangat ditentukan oleh jenis material "pengo-
tor" semikonduktor. Gambar 6.39 berikut ini menunjukkan hubungan, warna, panjang
gelombang, jenis material dan besar tegangan knee LED.

123
6.2 Klasifikasi Dioda

Gambar 6.39: Warna, bahan semikonduktor, panjang gelombang dan tegangan knee LED

Karakteristik LED
Karakteristik LED sama dengan dioda biasa. LED umumnya hanya digunakan pada
daerah bias maju saja. Besar tegangan knee LED ditentukan oleh jenis material semikon-
duktornya dan ini juga menentukan warna LED. Gambar 6.40 berikut ini menunjukkan
kurva karateristik LED dengan berbagai warna

Gambar 6.40: Kurva karakteristik LED untuk berbagai warna

Dari kurva pada gambar 6.40 terlihat LED infra merah memiliki tegangan knee yang pal-
ing rendah dan LED dengan warna putih memiliki tegangan knee yang paling besar. Dari
kurva karakteristik terlihat arus listrik maksimum yang diijinkan untuk LED adalah 20
mA. Jika LED diberikan arus lebih besar dari 20 mA tentu saja akan menyala lebih terang,
tetapi akan memperpendek umur pakai LED tersebut.

124
6.2 Klasifikasi Dioda

7. Photodioda
Perangkat Photojunction pada dasarnya adalah sensor cahaya PN-Junction atau detektor
yang terbuat dari sambungan PN semikonduktor silikon yang sensitif terhadap cahaya dan
dapat mendeteksi tingkat cahaya tampak dan cahaya infra merah. Perangkat persimpangan
foto secara khusus dibuat untuk merasakan cahaya dan kelas sensor cahaya fotolistrik ini
mencakup Photodiode dan Phototransistor.
Konstruksi sensor cahaya Photodiode mirip dengan dioda PN-junction konvensional ke-
cuali bahwa selubung luar dioda transparan atau memiliki lensa bening untuk mem-
fokuskan cahaya ke persimpangan PN untuk meningkatkan sensitivitas. Persimpangan
akan merespon cahaya dengan panjang gelombang yang lebih panjang seperti merah dan
infra-merah daripada cahaya tampak.
Karakteristik ini dapat menjadi masalah untuk dioda dengan badan manik-manik transparan
atau kaca seperti dioda sinyal 1N4148. LED juga dapat digunakan sebagai fotodioda karena
keduanya dapat memancarkan dan mendeteksi cahaya dari persimpangannya. Semua PN-
junction peka cahaya dan dapat digunakan dalam mode tegangan tidak bias foto-konduktif
dengan PN-junction dari fotodioda selalu "Reverse Biased" sehingga hanya kebocoran
dioda atau arus gelap yang dapat mengalir.
Karakteristik tegangan arus (Kurva I / V) dari fotodioda tanpa cahaya di persimpangannya
(mode gelap) sangat mirip dengan sinyal normal atau dioda penyearah. Ketika fotodioda
bias maju, terjadi peningkatan eksponensial arus, sama seperti dioda normal. Ketika
bias balik diterapkan, arus saturasi balik kecil muncul yang menyebabkan peningkatan
wilayah penipisan, yang merupakan bagian sensitif dari persimpangan. Fotodioda juga
dapat dihubungkan dalam mode arus menggunakan tegangan bias tetap di persimpangan.
Mode saat ini sangat linier dalam rentang yang luas.
karakteristik photodioda

Gambar 6.41: kurva karakteristik photodioda

125
6.2 Klasifikasi Dioda

Saat digunakan sebagai sensor cahaya, arus gelap fotodioda (0 lux) sekitar 10µA untuk
geranium dan 1µA untuk dioda jenis silikon. Ketika cahaya jatuh pada persimpangan lebih
banyak pasangan lubang / elektron terbentuk dan arus bocor meningkat. Arus bocor ini
meningkat seiring dengan meningkatnya iluminasi persimpangan.
Dengan demikian, arus fotodioda berbanding lurus dengan intensitas cahaya yang jatuh
ke persimpangan-PN. Salah satu keuntungan utama fotodioda bila digunakan sebagai
sensor cahaya adalah responsnya yang cepat terhadap perubahan tingkat cahaya, tetapi
satu kelemahan dari jenis perangkat foto ini adalah aliran arus yang relatif kecil bahkan
ketika menyala penuh.
Rangkaian berikut menunjukkan rangkaian konverter foto-arus-ke-tegangan menggunakan
penguat operasional sebagai perangkat penguatnya. Tegangan keluaran (Vout ) diberikan
sebagai Vout = IP × Rf dan yang sebanding dengan karakteristik intensitas cahaya dioda.
Jenis rangkaian ini juga memanfaatkan karakteristik penguat operasional dengan dua
terminal input pada tegangan sekitar nol untuk mengoperasikan fotodioda tanpa bias.
Konfigurasi OP-Amp bias nol ini memberikan pembebanan impedansi tinggi ke fotodioda
yang menghasilkan lebih sedikit pengaruh oleh arus gelap dan rentang linier arus foto
yang lebih luas relatif terhadap intensitas cahaya radiasi. Kapacitor Cf digunakan untuk
1
mencegah osilasi atau gain memuncak dan untuk mengatur bandwidth keluaran ( 2πRC ).
8. Tyristor, DiAC dan TriAC
Tyristor
Tyristor adalah perangkat semikonduktor multi-layer. Tyristor membutuhkan sinyal ger-
bang untuk mengubahnya menjadi "ON", setelah ON tyristor akan berkerja sebagai
penyearah layaknya sebuah dioda. Jadi tyristor adalah dioda yang dapat dikontrol on/off
nya. Tyristor disimbolkan sebagai dioda yang dilengkapi dengan gate pengontrol. Simbol
tyristor dapat dilihat pada gambar berikut ini.

Gambar 6.42: Simbol tyristor dan contoh tyristor

Gambar 6.42 menunjukkan simbol tyristor. Tyristor memiliki 3 buah kaki, yaitu kaki
anoda (A), katoda (K) dan gate (G). Kaki gate digunakan sebagai input signal kontrol.
Jika kaki gate mendapat signal, maka tyristor akan mengalirkan arus listrik dari anoda ke
katoda, tetapi jika kaki gate tidak mendapat signal, maka tyristor akan memblok arus dari
2 arah. Kurva karateristik tyristor dapat dilihat pada gambar berikut ini.

126
6.2 Klasifikasi Dioda

Gambar 6.43: Kurva karakteristik tyristor

Setelah tyristor telah dinyalakan "ON" dan melewatkan arus ke arah depan (dari anoda
ke positif), sinyal gerbang akan kehilangan semua kontrol karena adanya proses pengun-
cian regeneratif dari kedua transistor internal. Penerapan sinyal gerbang atau pulsa apa
pun setelah regenerasi dimulai tidak akan berpengaruh sama sekali karena tyristor sudah
berjalan dan sepenuhnya ON.
Tidak seperti transistor, tyristor tidak harus terus diberi tegangan bias untuk tetap berada
dalam keadaan ON. Besaran dan durasi pulsa "ON" gerbang memiliki sedikit pengaruh
pada pengoperasian perangkat karena konduksi dikontrol secara internal. Untuk mengak-
tifkan tyristor hanya membutuhkan signal pulsa sesaat ke kaki gate, dan tyristor akan terus
ON.
Setelah menyala, tyristor hanya dapat dimatikan dengan cara melepas sumber arus ke
tyristor untuk sumber arus DC dan membalik fase gelombang untuk sumber arus AC.
Karena sifat uniknya ini tyristor dapat digunakan untuk memotong tegangan pada sumber
arus AC. Gambar berikut ini menunjukkan tyristor yang digunakan untuk mengontrol fase
pada arus AC.

Gambar 6.44: Tyristor untuk mengontrol fase arus AC

Gambar 6.44 menunjukkan sebuah tyristor yang dihubungkan dengan sumber arus AC
dan sebuah lampu. Tyristor hanya dapat mengalirkan sumber arus AC dengan fase positif

127
6.2 Klasifikasi Dioda

(untuk gambar 6.44). Ketika fase sumber arus AC berbalik arah (negatif), maka tyristor
akan memblok arus tersebut (OFF). Pada kurva a. terlihat pulsa gate diberikan bersamaan
saat awal fase positif, dan tyristor akan meneruskan fase postifi tersebut. Ketika fase
berubah negatif maka tyristor akan OFF.
Pada kurva b, terlihat pulsa gate diberikan pada sudut 90 derajat, akibatnya tyristor hanya
mengalirka setengah dari fase positif. Pada kurva c pulsa gate diberikan sesudah sudut 90
derajat dan gelombang yang diteruskan menjadi terpotong menjadi bentuk segitiga.
DiAC
DiAC singkatan dari Diode Alternating Current adalah sebuah dioda 2 arah yang terkontrol.
Karena DiAC dapat dilalui arus listrik dari 2 arah, maka kaki DiAC tidak ada katoda dan
anoda, kaki utama DiAC ditandai dengan A1 dan A2, dan tidak memiliki kaki kontrol
gate (G). Prinsip kerja DiAC berbeda dengan tyristor, DiAC tidak terdapat kaki kontrol.
DiAC akan mengalirkan arus listrik jika tegangan yang diberikan kepadanya melewati
tegangan breakdown. Arus listrik dapat melewati DiAC dari dua arah. Prinsip kerja Diac
ini mirip dengan dioda Zener, namun jika dioda zener hanya dapat mengalirkan arus 1
arah (unidirection) maka DiAC dapat mengalirkan arus 2 arah. Simbol DiAC dapat dilihat
pada gambar 6.45 berikut ini.

Gambar 6.45: Simbol DiAC

Kurva karakteristik DiAC dapat dilihat pada gambar berikut ini.

Gambar 6.46: Kurva karakteristik DiAC

128
6.2 Klasifikasi Dioda

Kita dapat melihat dari kurva karakteristik DiAC di atas bahwa DiAC memblokir aliran
arus di kedua arah sampai tegangan yang diberikan lebih besar dari VBR , di mana titik
"breakdown" perangkat terjadi dan DiAC bekerja sama seperti dioda zener. Titik VBR ini
disebut titik Breakdown DiAC atau breakover voltage.
Dalam dioda zener biasa, tegangan yang melewatinya akan tetap konstan saat arus meningkat.
Namun, dalam DiAC, karena terdapat transistor di dalamnya menyebabkan tegangan berku-
rang dengan meningkatnya arus. Setelah berada dalam kondisi konduksi, resistansi diac
turun ke nilai yang sangat rendah sehingga arus yang relatif besar dapat mengalir. Untuk
DiAC yang paling umum tersedia seperti ST2 atau DB3, tegangan rusaknya biasanya berk-
isar antara ± 25 hingga 35 volt. Tersedia peringkat tegangan breakover yang lebih tinggi,
misalnya 40 volt untuk diac DB4.
Tindakan ini memberi DiAC karakteristik resistansi negatif seperti yang ditunjukkan di
atas. Karena DiAC adalah perangkat simetris, oleh karena itu ia memiliki karakteristik
yang sama untuk tegangan positif dan negatif dan tindakan resistansi negatif inilah yang
membuat DiAC cocok sebagai perangkat pemicu untuk SCR (tyristor) atau triac.
TriAC
TriAC digunakan untuk sebagai alat kontrol tegangan yang lebih tinggi dari tegangan
kontrol, seperti mengontrol heater, lampu, Motors dan sebagainya dengan menggunakan
tegangan kontrol yang lebih rendah. Prinsip kerja TriaAC sama dengan tyristor, yang
membedakannya, TriAC dapat mengalirkan arus dari 2 arah, sedangkan tyristor hanya
dapat mengalirkan arus 1 arah saja. Simbol TriAC dapat dilihat pada gambar berikut ini.

Gambar 6.47: Simbol TriAC

Kurva karakteristik TriAC dapat dilihat pada gambar berikut ini.

129
6.2 Klasifikasi Dioda

Gambar 6.48: Kurva karakteristik TriaAC

Di kuadran 1 TriAC dipicu oleh suatu signal di kaki Gate (G) sehingga TriAC menjadi
aktif dan mengalirkan arus listrik, demikian juga dengan kuadran 3 TriAC ketika mendapat
signal di kaki Gate juga akan mengalirkan arus balik. Kerja TriAC ini mirip dengan kerja
Tyristor tetapi TriAC dapat mengalirka arus untuk bias maju dan bias mundur (balik).
Tabel berikut ini perbedaan antara dioda zener, DiAC, Tyristor dan TriAC

Table 6.2: Perbedaan Dioda Zener, DiAC, Tyristor dan TriAC

Dioda simbol Aktivasi arah arus aplikasi

Dioda Zener V > VBR Searah Regulator tegangan DC

Dioda AC (DiAC) V > VBR dua arah Regulator tegangan AC

Tyristor Pulsa signal on Gate Searah Kontroler tegangan AC to DC

Triode AC (TriAC) Pulsa signal on Gate Dua arah Kontroler tegangan AC to AC

130
6.3 Rangkaian Dioda

9. Varactor
Dioda varactor adalah jenis dioda yang kapasitansi dalamnya bervariasi dan berbanding
lurus dengan tegangan balik. Dioda varactor selalu bekerja pada tegangan balik dan
tegangan kerjanya ditentukan oleh perangkat semikonduktor. Dioda varactor dikenal
dengan nama lain seperti varicap, voltcap, voltage variable capacitance atau tunning dioda.
Simbol dioda varactor dapat dilihat pada gambar berikut ini.

Gambar 6.49: Simbol dioda varactor

Dioda varactor hampir sama dengan dioda silicon biasa yang membedakannya di kaki
katoda dioda varactor terdapat 2 garis sejajar yang melambangkan kapasitor.
Cara kerja dioda varactor
Fungsi utama dari dioda varactor adalah untuk menyimpan muatan, jadi dioda ini selalu
bekerja pada kondisi tegangan bias balik. Ketika dioda mendapat tegangan bias maju,
arus listrik mengalir ke dioda dari kaki anoda dan zona deplesi dioda menjadi menghilang,
dan muatan disimpan ke dalam kapasitor yang terdapat di dalam dioda varactor. ketika
arus bisa berubah arah menjadi bias balik, maka muatan yang tersimpan di dalam dioda
varactor akan dilepas keluar dari dioda melalui kaki katoda.
Dioda varactor digunakan pada antena frekuensi radio, filter signal radio dan kontroller
tegangan pada osilator. Gambar berikut ini menunjukkan bentuk dioda varactor.

Gambar 6.50: Contoh dioda varactor

6.3 Rangkaian Dioda

6.3.1 Rangkaian Dioda Sebagai Penyearah Arus Listrik AC Menjadi Arus


Listrik DC

Rectifier atau penyearah adalah rangkaian yang digunakan untuk mengubah arus AC menjadi
arus DC. Rectifier terdiri dari rangkaian beberapa buah dioda. Ada 2 jenis penyearah yaitu
penyearah setengah gelombang dan penyearah gelombang penuh. Penyearah setengah gelombang
jarang digunakan pada adaptor, biasanya bentuk penyearah ini digunakan untuk keperluan khusus.

131
6.3 Rangkaian Dioda

Untuk adaptor biasanya digunakan bentuk penyearah gelombang penuh. Untuk trafo engkel
diperlukan 4 buah dioda yang dipasang dalam bentuk jembatan untuk mendapatkan bentuk
gelombang penuh, sedangkan untuk trafo CT hanya dibutuhkan 2 buah dioda untuk membentuk
penyearah gelombang penuh.
Jenis dioda yang umum digunakan untuk penyearah adalah jenis dioda silikon. Berikut
gambar rangkaian penyearah dan bentuk gelombangnya.
a Penyearah setengah gelombang

Gambar 6.51: Rangkaian dioda penyearah setengah gelombang

b Penyearah gelombang penuh tipe bridge

Gambar 6.52: Rangkaian dioda penyearah gelombang penuh tipe bridge

c Penyearah gelombang penuh dengan trafo CT

Gambar 6.53: Rangkaian dioda penyearah gelombang penuh dengan trafo Ct

d Penyearah bipolar

132
6.3 Rangkaian Dioda

Gambar 6.54: Rangkaian dioda penyearah bipolar

6.3.2 Rangkaian Dioda Zener Untuk Regulator Tegangan

Dioda zener memiliki fungsi utama sebagai regulator tegangan DC. Gambar 6.55 berikut
ini menunjukkan rangkaian sederhana dioda zener sebegai regulator tegangan DC.

Gambar 6.55: Rangkaian dioda zener sebagai regulator tegangan DC

Resistor Rs dihubungkan dengan dioda zener dan berfungsi untuk membatasi arus listrik
yang melewati dioda zener. Vs adalah tegangan masuk ke rangkaian, sedangkan Vz adalah
tegangan keluaran yang sudah teregulator oleh dioda zener. Besar tegangan yang keluar adalah
sebesar Vz yaitu sebesar tegangan dioda zener. Rangkaian pada gambar 5.55 dapat dimodifikasi
menjadi bertingkat dengan berbagai tegangan keluaran. Gambar 5.56 menunjukkan modifikasi
rangkaian dioda zener utk menghasilkan beberapa tegangan output yang teregulasi.

Gambar 6.56: Rangkaian dioda zener bertingkat untuk menghasilkan beberapa tingkat tegangan output
yang teregulasi

Dari gambar 5.66 terlihat tegangan keluaran dari rangkaian regulator bervariasi dari tegan-

133
6.3 Rangkaian Dioda

gan 19 V, 13,9 V, 10,6 V dan 10 V. Tegangan keluar sama besar dengan tegangan breakdown
dioda zener yang digunakan. Resistor Rs berfungsi untuk membatasi arus listrik supaya dioda
zener tidak kelebihan arus listrik.

6.3.3 Rangkaian Dioda Zener Untuk Membentuk Gelombang Trapesiumi

Berikut ini adalah gambar rangkaian sederhana dioda zener yang digunakan sebagai pemo-
tong tegangan untuk membentuk gelombang trapesium.

Gambar 6.57: Rangkaian dioda zener untuk membentuk gelombang trapesium

Dioda zener yang terhubung back to back dapat digunakan sebagai pengatur gelombang
AC yang menghasilkan gelombang persegi yang berbentuk trapesium. Dengan menggunakan
pengaturan ini kita dapat memotong bentuk gelombang antara nilai positif + 8,2V dan nilai
negatif -8,2V untuk dioda zener 7,5V.
Jadi misalnya, jika kita ingin memotong bentuk gelombang keluaran antara dua nilai mini-
mum dan maksimum yang berbeda katakanlah, + 8V dan -6V, kita hanya akan menggunakan dua
dioda zener dengan nilai berbeda. Perhatikan bahwa output sebenarnya akan memotong bentuk
gelombang AC antara + 8,7V dan -6,7V karena penambahan tegangan dioda bias maju.
Dengan kata lain tegangan puncak-ke-puncak 15,4 volt, bukan 14 volt yang diharapkan,
karena penurunan tegangan bias maju melintasi dioda bertambah 0,7 volt di setiap arah.
Jenis konfigurasi pemotong tegangan ini cukup umum untuk melindungi sirkuit elektronik
dari tegangan berlebih. Kedua zener umumnya ditempatkan di seberang terminal input catu daya
dan selama operasi normal, salah satu dioda zener dalam keadaan "OFF" dan dioda memiliki
sedikit atau tidak ada pengaruh. Namun, jika bentuk gelombang tegangan input melebihi batas-
nya, maka zener akan mengaktifkan "ON" dan memotong input untuk melindungi rangkaian.

6.3.4 Rangkaian Tyristor Sebagai Kontroller Lampu

Gambar berikut ini menunjukkan rangkaian sederhana tyristor sebagai kontroller lampu.

134
6.3 Rangkaian Dioda

Gambar 6.58: Rangkaian tyristor sebagai kontroler lampu

Pada gambar di atas, terlihat sebuah tyristor digunakan sebagai kontroler lampu. S1 dan
S2 adalah tombol yang digunakan untuk menghidupkan dan mematikan lampu (load). Tombol
S1 adalah tombol NOFF yaitu tombol yang dalam kondisi tidak diaktivasi dia posisinya OFF,
sedangkan tombol S2 adalah tombol NON yaitu tombol yang dalam kondisi tidak diaktivasi dia
posisinya ON. Ketika tombol S1 ditekan, maka arus listrik akan mengalir ke kaki Gate Tyristor
dan mengaktifkan tyristor. Akibatnya tyristor akan aktif dan mengalirkan arus listrik sehingga
lampu ((load) akan menyala. Ketika tombol S1 dilepas, maka lampu tetap menyala karena
tyristor tetap dalam keadaan jenuh (terhubung) walaupun pulsa di kaki gate ditiadakan.
Tyristor akan non aktif jika arus listrik yang melewati tyristor di-non aktifkan dengan cara
menekan tombol 2. Ketika arus listrik ke tyristor ditiadakan maka tyristor akan OFF dan lampu
(load) akan padam kembali. Rg dan Rgk digunakan sebagai pembagi tegangan supaya tegangan
signal yang masuk ke kaki gate tidak terlalu besar. Jika sumber arus diganti dengan sumber
arus AC, maka lampu akan menyala berkedip-kedip sesuai dengan frekuensi arus AC. Gambar
berikut menunjukkan tyristor yang rangkai dengan sumber arus AC dan lampu (load).

Gambar 6.59: Rangkaian tyristor dengan sumber arus AC, lampu dan tyristor

135
6.3 Rangkaian Dioda

6.3.5 Rangkaian DiAC Untuk Mencegah Overload Pada Power Suplai

DiAC dapat digunakan untuk mendeteksi dan mengamankan power suplai dari kelebihan
beban. Ketika sebuah power suplai kelebihan beban, maka tegangan jepit pada terminal keluaran
power suplai akan jatuh, jika hal ini dibiarkan tentu saja akan merusak komponen di dalam power
suplai. DiAC dapat digunakan sebagai sebuah saklat otomatis yang akan memutuskan arus listrik
ke beban jika power suplai mengalami beban lebih. Gambar berikut ini menunjukkan rangkaian
DiAC sebagai pengaman power suplai dari beban lebih.

Gambar 6.60: Rangkaian pengaman overload pada power suplai DC

Gambar di atas menunjukkan rangkaian yang akan langsung mematikan beban ketika tegan-
gan power suplai melampaui level tetapnya. Unit kemudian tetap dimatikan sampai tegangan
diturunkan dan rangkaian disetel ulang. Dalam kondisi normal, DiAC (D1) tidak akan aktfi, dan
arus transistor tidak cukup tinggi untuk memicu relai (RY1). Ketika power suplai mengalami
beban lebih, maka tegangan keluaran power supply akan turun dan ini akan memicu DiAC men-
jadi aktif. DiAC yang aktif akan mengaktifkan transistor dan relay sehingga memutuskan arus
listirk dari power suplai ke beban. DiAC akan kembali normal jika tombol reset S1 di tekan.

6.3.6 Rangkaian TriAC Untuk Kontroller Lampu

Gambar 6.61: Rangkaian TriAC sebagai pengontrol lampu

136
6.3 Rangkaian Dioda

Gambar 6.61 menunjukkan rangkaian sederhana TriAC yang digunakan untuk saklar lampu.
Keunikan TriAC adalah, komponen ini dapat diberikan pulsa kecil untuk menyalahkan lampu
dengan tegangan yang jauh lebih tinggi, sehingga TriAC sangat cocok untuk interface dari
mikrokontroller ke peralatan-peralatan akhir yang menggunakan tegangan yang lebih tinggi.
TriAC bekerja seperti sebuah relay. Hal yang membedakan TriAC dengan relay adalah, TriAC
untuk mengubah dari OFF menjadi ON hanya membutuhkan 1 kali signal inpuls saja, sedangkan
relay harus diberi daya terus menerus untuk tetap mangaktfikannya.
Pada gambar 6.61, jika saklar sw1 ditekan, maka triAC akan mendapat signal impuls dari
sumber arus DC Vg dan menjadi aktif> TriAC yang aktif akan menghubungkan beban lampu
100W dengan sumber tegangan AC. TriAC akan kembai OFF jika sumber tegangan AC dimatikan.
R 50 Ohm berfungsi untuk membatasi arus listrk yang masuk ke kaki gate TriAC.

137
Bab 7 Transistor

Pendahuluan
h Abstrak pat menjelaskan dengan benar ten-
Pada pokok bahasan ini akan dipela- tang cara kerja transistor, tegangan
jari tentang cara kerja transistor, bias pada transistor dan kurva karak-
tegangan bias pada transistor dan teristik transistor
kurva karakteristik transistor 2. Setelah mempelajari pokok ba-
h Indikator hasan ini, mahasiswa diharapkan da-
1. Setelah mempelajari pokok ba- pat membuat rangkaian transistor se-
hasan ini, mahasiswa diharapkan da- bagai saklar

7.1 Dasar-Dasar transistor

Transistor yang akan dibahas adalah transistor jenis BJT (Bias Junction Transistor). Tran-
sistor BJT pertama kali dibuat oleh William Bradford Schockley, John Bardeen dan Walter
Houser Brattain pada tahun 1951 atas penemuannya ini ketiga Ilmuan ini dianugrahi hadiah
Nobel pada tahun 1956 dalam bidang fisika. Penemuan transistor membawa perubahan yang
ekstrim dalam dunia khususnya bidang elektronika. Jika dulu sebelum ada transistor peralatan
elektronika dibuat masih menggunakan tabung hampa yang memiliki ukuran yang besar dan
membutuhkan daya listrik yang tinggi untuk pengoperasiannya, namun setelah ditemukannya
transistor, peralatan elektronika dapat dibuat menjadi lebih kecil, handal dan tidak membutuhkan
daya yang besar untuk pengoperasiaanya. Penemuan transistor membawa perubahan besar dalam
industri elektronika dan membuka gerbang menuju dunia moderen hingga saat ini.
Dari awal mula transistor dibuat hingga saat ini ada 2 golongan besar transistor yaitu :
1. Transistor tegangan bias (Bias Juntion Transistor(BJT))
2. Transistor efek medan (Field Effect Transistor (FET))
Namun dipasaran transistor jenis BJT paling banyak digunakan. Transistor efek medan
(FET) lebih banyak digunakan pada peralatan yang membutuhkan kecepatan kerja yang tinggi.
Pada pokok bahasan ini hanya membahas tentang transistor BJT saja.

7.1.1 Bias Junction Transistor

Transistor BJT sering disebut transistor saja, transistor berdasarkan susunan semikonduktor
pembentuknya dapat dibagi menjadi 2 tipe transistor yaitu : tipe PNP (Positif – Negatif – Positif)
dan Tipe NPN (Negatif – Positif – Negatif ). Gambar 7.1 berikut ini menunjukkan perbedaan
simbol transistor NPN dan Transistor PNP.
7.1 Dasar-Dasar transistor

Gambar 7.1: Perbedaan simbol dan susuan semikonduktor penyusun transistor BJT

Kaki emitor (e) adalah kaki yang memiliki tanda anak panah. Kaki basis (b) adalah kaki
tengah pada simbol dan sisanya kaki kolektor (c). Transistor terbuat dari gabungan 3 buah lapisan
semikonduktor. Untuk transistor NPN tersusun oleh semikonduktor tipe P yang diapit oleh 2
buah semikonduktor tipe N, sedangkan transistor PNP terbuat dari semikonduktor tipe N yang
diapit oleh 2 buah semikonduktor tipe P seperti pada gambar 7.1. Kedua tipe transistor ini dapat
disamakan dengan gabungan 2 buah dioda seperti pada gambar 7.2 berikut ini.

Gambar 7.2: Gabungan 2 buah dioda untuk menjelaskan cara kerja transistor

Transistor mempunyai 3 kaki yaitu kaki emitor, kaki kolektor dan kaki basis, artinya di dalam
transistor juga terdapat 3 buah area yaitu area emitor, area kolektor dan area basis. Gambar 7.3
menunjukkan 3 area yang terdapat di dalam transistor.

Gambar 7.3: Konstruksi transistor NPN

Gambar 7.3 menunjukkan sketsa konstruksi transistor NPN. Terlihat lapisan tipis semikon-
duktor tipe P yang diapit oleh 2 semikonduktor tipe N. Semikonduktor tipe N yang lebih kecil akan
menjadi daerah emitor. Pada semikonduktor tipe N yang menjadi daerah emitor ini disisipkan

139
7.1 Dasar-Dasar transistor

lebih banyak logam pengotor dibandingkan dengan semokonduktor tipe N yang menjadi daerah
kolektor, sehingga pada daerah emitor lebih banyak terdapat elektron bebas dibandingkan dengan
daerah kolektor, walaupun kedua daerah ini dibuat dari bahan yang sama yaitu semikonduktor
tipe N. Semikonduktor tipe P yang menjadi daerah basis dibuat tipis dan banyak mengandung
muatan positif (lubang).
Untuk menjelaskan cara kerja transistor, ketiga daerah ini dapat digambar seperti pada
gambar 7.4 berikut ini.

Gambar 7.4: Sketsa 3 daerah pada transistor

Bila 2 semikonduktor yang berbeda misalnya tipe N dan tipe P disambung, maka pada
bagian sambungan akan timbul lapisan penyangga atau lebih tepat disebut depletion layer. Pada
transistor karena dibuat dari sambungan 3 lapis semikondutor, maka terdapat 2 lapisan penyangga
(depletion layer) yaitu antara sambungan daerah emitor dengan basis dan sambungan antara
basis dengan kolektor. Kondisi dapat digambar seperti pada gambar 8.4. Karena daerah emitor
memiliki elektron bebas lebih banyak, maka tebal lapisan deplesi antara sambungan emitor-basis
akan lebih tebal dibandingkan dengan sambungan basis kolektor. Besar tegangan untuk melewati
lapisan penyangga ini adalah 0,7 V untuk semikonduktor dari bahan silikon dan 0,3 V untuk
semikonduktor dari bahan germanium. Tegangan ini identik dengan tegangan Knee (Vknee ) pada
dioda. Karena hampir semua transistor pada saat ini terbuat dari bahan silikon, maka untuk
pembahasan selanjutnya kita akan menggunakan nilai 0,7 V untuk perhitungan – perhitungan
transistor.
Transistor tipe BJT baru akan bisa bekerja jika kaki-kakinya diberi tegangan bias. Ada
banyak metode yang dapat digunakan untuk memberi tegangan bias ini dan masing-masing
metode memiliki kelebihan dan kekurangannya sendiri-sendiri. Pada pokok bahasan ini akan
dibahas proses pemberian tegangan bias pada kaki basis atau disebut tegangan bias basis. Gambar
berikut ini menunjukan rangkaian pemberian tegangan bias pada transistor NPN.

140
7.1 Dasar-Dasar transistor

Gambar 7.5: Transistor NPN yang diberi tegangan bias basis

Pada gambar 7.5, saat tidak ada tegangan bias pada kaki basis, maka arus basis (ib ) tidak
mengalir ke transistor akibatnya transistor dalam posisi OFF atau tidak ada arus listrik yang
mengalir pada transistor. Ini terjadi karena kaki kolektor diberi tegangan balik (backward
voltage) dari tegangan sumber (VCC ). Akibat tegangan balik ini zone deplesi pada sambung
kolektor-basis menjadi semakin tebal.

Gambar 7.6: Ketika arus basis mengalir melalui kaki basis

Ketika kaki basis diberi tegangan bias maju (tegangan +), maka kaki basis – emitor yang
merupakan sebuah dioda mendapat tegangan maju (forward voltage), akibatnya elektron bebas
yang banyak terdapat di daerah emitor akan bergerak ke basis, zona deplesi antara sambungan
basis-emitor hilang. Karena jumlah elektron bebas pada daerah emitor lebih banyak dari pada
jumlah elektron bebas pada daerah kolektor, maka daerah kolektor akan bersifat lebih positif
dibandingkan dengan daerah emitor. Selain itu pada daerah kolektor terhubung langsung ke
tegangan + sumber (VCC ), yang jauh lebih besar dibandingkan dengan tegangan bias basis, maka
elektron – elektron bebas dari daerah emitor sebagian besar akan mengalir ke tegangan + sumber
melewati daerah kolektor dan sebagian kecil akan mengalir ke tegangan + bias basis.
Pada saat elektron ini mengalir, maka akan mengalir arus listrik yang besarnya sama dengan
arus elektron tetapi arahnya berlawanan dengan arus elektron. Jika arus elektron mengalir melalui
emitor ke kolektor, maka arus listrik akan mengalir dari kolektor ke emitor. Arus listrik yang
mengalir dari tegangan sumber ke kaki kolektor disebut arus listrik kolektor (iC ) dan arus listrik

141
7.2 Analisis Rangkaian Transistor

yang mengalir dari kaki emitor menuju ke ground disebut arus listrik emitor (iE ). Arus listrik
yang mengalir masuk ke kaki basis akan menuju ke kaki emitor, karena potensial listrik di kaki
kolektor lebih tinggi dibandingkan dengan potensial listrik di kaki basis, maka arus listrik akan
mengalir ke kaki emitor yang memiliki potensial listrik paling rendah seperti pada gambar 7.7
berikut ini.

Gambar 7.7: Transistor NPN aktif dan mengalirkan arus listrik dari kaki kolektor ke kaki emitor

Kesetimbangan arus listrik yang mengalir melewati transistor ini dapat ditulis secara matem-
atis sebagai berikut :

ie = ib + ic (7.1)

Sama halnya dengan transistor NPN, hanya pada transistor PNP polaritas tegangan dibalik
seperti pada gambar 7.8 berikut ini.

Gambar 7.8: Cara memberi tegangan bias pada transistor PNP dan transistor NPN

Pada transistor PNP kaki kolektor dihubungkan ke kutub negatif sumber tegangan (VCC )
dan kaki emitor dihubungkan ke kutub positif sumber tegangan. Kutub negatif tegangan bias
(VBB ) dihubungkan ke kaki basis dan kutub positif tegangan bias bersama dengan kutub positif
sumber tegangan dihubungkan menjadi ground. Bila pada transistor NPN yang menjadi ground
adalah kutub negatif, maka pada transistor PNP yang menjadi ground adalah kutub positif.

142
7.2 Analisis Rangkaian Transistor

7.2 Analisis Rangkaian Transistor

Ada 3 macam rangkaian bias pada transistor yang umum digunakan yaitu:
1. Common Emittor(C-E), emitor yang dihubungkan ke ground
2. Common Collector(C-C), kolektor yang dihubungkan ke ground
3. Common Basis(C-B), basis yang dihubungkan ke ground

7.2.1 Rangkaian Common Emitor

Pada pembahasan ini, akan dibahas tentang rangkaian transistor common emitor. Rangkaian
common emitor adalah rangkaian yang paling umum dan mudah untuk dianalisa. Berikut ini
adalah contoh rangkaian common emitor yang paling sederhana.

Gambar 7.9: Rangkaian Common Emitor

Pada rangkaian common emitor seperti pada gambar 7.9, kaki emitor dihubungkan ke
ground. Rangkaian ini mempunyai 2 loop yaitu loop kolektor-emitor (loop c-e) dan loop basis-
emitor (loop b-e).
Pada loop be transistor mendapat tegangan bias maju (forward bias) dari basis ke emitor.
Arus listrik basis (ib ) dapat diatur besarnya dengan mengubah besar nilai resistor pembatas arus
Rb . Mengubah arus listrik basis (ib ) juga akan mengubah besar arus listrik kolektor (ic ). Artinya
arus listrik kolektor (ic ) dapat dikontrol dengan mengubah – ubah arus listrik basis (ib ). Besar
arus basis jauh lebih kecil dibandingkan dengan arus kolektor.
Pada loop c-e sumber tegangan Vcc memberikan tegangan balik (backward) ke kolektor –
emitor pada transistor melalui RC . Dalam kondisi tanpa bias maju pada loop b-e, transistor tidak
akan bekerja. Transistor baru akan bekerja jika ada arus basis. Karena transistor memiliki 3
kaki, maka terdapat 3 tegangan pada transistor yaitu :
- Vce = tegangan antara kaki kolektor dengan kaki emitor (Vce = Vc − Ve )
- Vcb = tegangan antara kaki kolektor dengan kaki basis (Vcb = Vb − Vb )
- Vbe = tegangan antara kaki basis dan kaki emitor (Vbe = Vb − Ve )

143
7.2 Analisis Rangkaian Transistor

Gambar berikut ini menunjukan posisi ketiga tegangan pada kaki-kaki transistor.

Gambar 7.10: Tegangan listrik pada kaki-kaki transistor

Untuk gambar 7.9, tegangan pada kaki emitor (Ve ) = 0 sehingga tegangan pada kaki transistor
dapat disederhanakan menjadi :

Vce = Vc
Vcb = Vc − Vb
Vbe = Vb

Loop b-e
Kaki basis ke emitor dapat dianggap sebagai sebuah dioda seperti pada gambar berikut ini.

Gambar 7.11: Kaki basis ke emitor dapat dianggap sebagai sebuah dioda

Maka hubungan arus basis dengan tegangan Vbe dapat digambar sebagai sebuah tegangan
knee (Vknee ) pada dioda B-E.

144
7.2 Analisis Rangkaian Transistor

Gambar 7.12: Tegangan knee pada dioda b-e

Jadi arus listrik basis (ib ) dapat mengalir melalui B-E jika tegangan Vbe lebih besar dari 0,7
V untuk transistor dengan bahan silikon dan lebih besar dari 0,3 V untuk transistor germanium.
Karena Vbe besarnya sama dengan Vb jika tegangan emitor sama dengan nol, maka Vb akan sama
dengan 0,7 V untuk transistor silikon dan akan sama dengan 0,3 volt untuk transistor germanium.
Dengan menggunakan hukum 2 Kirchoff , maka arus basis dapat dihitung. Gambar 7.13
memperlihatkan loop b-e.

Gambar 7.13: Loop b - e

Menurut hukum ke 2 kirchoff dalam rangkaian tertutup, maka jumlah tegangan harus sama
dengan nol, sehingga didapat :

Vbb − ib .Rb + Vbe = 0


ib .Rb + Vbe = Vbb
Vrb + Vbe = Vbb

(U ntuk transistor Silikon Vrb = Vbb − 0.7)


(U ntuk transistor germanium Vrb = Vbb − 0.3)

145
7.2 Analisis Rangkaian Transistor

Loop c-e
Gambar 7.14 berikut ini memperlihatkan loop c-e pada transistor common emitor.

Gambar 7.14: Loop e - e

Sama dengan loop b-e, loop c-e juga dapat dianalisa dengan menggunakan hukum ke 2
Kirchoff yaitu :

ic .Rc + Vce − Vcc = 0


Vcc = Vce + ic .Rc
Vcc = Vce + VRe

Hubungan Ib , ic dan Vce dapat digambar sebagai sebuah kurva karakteristik transistor yaitu
:

Gambar 7.15: hubungan ic , ib dan vce sebagai sebuah kurva karakteristik transistor

Daya yang hilang (PD ) dapat dihitung :

PD = Vce .ic (7.2)

Daya yang hilang atau digunakan oleh transistor adalah besarnya tegangan kolektor emitor

146
7.2 Analisis Rangkaian Transistor

(Vce ) dikalikan dengan besarnya arus listrik kolektor (ic ). Daya ini menyebabkan naiknya
temperatur pada sambungan semikonduktor kolektor dengan semikonduktor basis dan emitor.
Transistor umumnya akan rusak jika temperatur sambungan ini melebihi 150o C. Pada gambar
7.15 terlihat kurva karakteristik transistor yang bekerja pada arus basis sebesar ib dengan tegangan
Vce yang bervariasi dari nol hingga Vbreak . Vsat adalah tegangan saturasi yaitu tegangan pada
saat arus kolektor yang mengalir melalui transistor menjadi stabil (konstan). Sedangkan Vbreak
adalah tegangan rusak. Daerah antara tegangan saturasi dengan tegangan rusak disebut daerah
aktif transistor. Transistor tidak boleh bekerja melebihi tegangan rusaknya. Daerah dariVce = 0
hingga Vce = Vsat disebut daerah jenuh (saturation zone). Pada daerah jenuh ini penguatan arus
listrik (β) akan lebih kecil dari β ada daerah aktifnya.
Untuk arus basis yang bervariasi dari kecil hingga besar maka kurva karakteristik transistor
dapat digambar seperti pada gambar 7.16. Pada saat arus basis 0, maka arus kolektor masih ada
sedikit yang mengalir. Namun arus ini tidak dapat berpengaruh apa-apa. Daerah kurva pada saat
ib = 0 disebut cut-off region dan arus kolektor yang lewat pada zona cut-off region disebut arus
cut-off kolektor.
Arus cut-off kolektor ini terjadi karena pada dioda kolektor terdapat kebocoran arus, tapi
kebocoran arus ini sangat kecil sehingga dalam perhitungan dapat diabaikan.

Gambar 7.16: Kurva karakteristik transistor

Jadi pada kurva karakteristik transistor terdapat 4 daerah (zona) yaitu daerah aktif, daerah
saturasi, daerah cut-off dan daerah breakdown. Transistor yang dirangkain untuk bekerja sebagai
penguat signal (amplifier) akan bekerja pada daerah aktif. Sedangkan transistor yang dirangkai
sebagai saklar akan bekerja pada daerah saturasi ketika dalam kondisi ON dan bekerja pada
daerah cut-off ketika dalam kondisi OFF. Bila kerja transistor masuk ke daerah breakdown, maka
transistor menjadi rusak. Ke 4 daerah kerja transistor ini dapat digambarkan sebagai berikut.

147
7.3 Rangkaian Transistor Sebagai Saklar

Gambar 7.17: Empat daerah kerja transistor dalam kurva karakteristik transistor

7.3 Rangkaian Transistor Sebagai Saklar

Salah satu fungsi transistor adalah sebagai saklar elektronik untuk memberikan tegangan ke
suatu rangkaian atau bisa juga untuk meng-ground-kan suatu rangkaian. Rangkaian transistor
sebagai saklar sederhana dapat dilihat pada gambar berikut ini.

Gambar 7.18: Rangkaian transistor sebagai saklar

Kedua jenis transistor ini memiliki sifat yang unik. Pada transistor NPN prinsip kerjanya
adalah menghubungkan beban pada kolektor dengan ground (meng-"ground"-kan suatu beban)
sedangkan pada transistor PNP menyalurkan arus listrik ke beban (menghubungkan beban ke
positif). Beban dalam hal ini adalah lampu LED yang akan dinyalakan.
R2 pada rangkaian transistor NPN berfungsi sebagai pulldown resistor.R2 akan menghubungkan
kaki basis transistor NPN ke ground (negatif) sehingga transistor akan menyumbat atau tidak
dapat mengalirkan arus listrik dari kolektor ke emitor. Sedangkan R1 berfungsi sebagai pemberi
arus basis. Bila transistor NPN diberi arus basis (tombol ditekan), maka akan mengalir arus listrik
ke kaki basis transistor sehingga transistor akan mengalirkan arus listrik dari kolektor ke emitor

148
7.3 Rangkaian Transistor Sebagai Saklar

sehingga beban pada kolektor (lampu LED) akan terhubung ke ground dan menyala.R3 berfungsi
sebagai pembatas arus listrik yang mengalir melewati LED. Perlu dicatat bahwa arus basis yang
diberikan ke transistor harus jauh lebih kecil dibandingkan dengan arus kolektor-emitor, hal ini
untuk mencegah panas berlebih pada transistor.
Pada rangkaian transistor PNP sebagai saklar cara kerjanya adalah kebalikan dari cara kerja
transistor NPN sebagai saklar. R1 pada rangkaian transistor PNP berfungsi sebagai pull-up, yang
akan selalu memberikan arus listrik ke kaki basis transistor. Sifat transistor PNP adalah bila kaki
basis diberi arus listrik, maka transistor akan menyumbat atau tidak mengalirkan arus dari emitor
ke kolektor. Bila tombol di tekan maka R2 akan meng-"ground"-kan atau menghubungkan kaki
basis ke ground (negatif). Akibatnya transistor akan mengalirkan arus listrik ke beban (LED). R3
bergungsi sebagai pembatas arus listrik yang mengalir pada LED. Hampir semua jenis transistor
dapat digunakan sebagai saklar.

149
Bab 8 Gerbang-Gerbang Logika

Pendahuluan
h Abstrak hasan ini, mahasiswa diharapkan da-
Pada pokok bahasan ini akan diba- pat menjelaskan dengan benar ten-
has dan dipelajari tentang gerbang- tang gerbang-gerbang logika dasar,
gerbang logika dan IC gerbang fungsi dan jenis-jenisnya
logika sebagai dasar untuk masuk ke 2. Setelah mempelajari pokok ba-
elektronika digital hasan ini, mahasiswa diharapkan da-
h Indikator pat membuat rangkaian sederhana
1. Setelah mempelajari pokok ba- dengan menggunakan gerbang logika

8.1 Gerbang Logika "AND"

Gerbang logika AND adalah gerbang logika yang akan mengeluarkan output "1" jika kedua
inputnya mendapat nilai "1". Ekspresi persamaan Boolean untuk gerbang logika AND adalah :

Q = A.B

Tanda (.) tidak dibaca "kali", tetapi dibaca "and" atau "dan". Jadi ekspresi Boolean di atas
dibaca : Output Q hanya akan bernilai "1" jika nilai input A dan input B bernilai "1". Tabel
kebenaran untuk logika AND dapat disusun sebagai berikut :

Table 8.1: Tabel kebenaran logika AND


Input A Input B Output Q
0 0 0
0 1 0
1 0 0
1 1 1

Simbol elektronika untuk gerbang logika AND dapat dilihatkan seperti pada gambar 4.1
berikut ini.

Gambar 8.1: Simbol gerbang logika AND

Pada gambar 8.1 terlihat simbol gerbang logika AND. Pada bagian input di sisi sebelah kiri
terdapat 2 buah titik input yaitu input A dan input B sedangkan pada sisi sebelah kanan terdapat
8.1 Gerbang Logika "AND"

1 buah output yaitu output Q. Output Q akan bernilai "1" jika kedua input A dan input B juga
bernilai "1". Jika salah satu atau kedua input ada yang bernilai "0" maka output Q akan bernilai
"0".
Gerbang logika AND dapat diwujudkan dalam rangkaian saklar sederhana. Gambar 4.2
menunjukkan rangkaian 2 buah saklar dan lampu yang bekerja berdasarkan logika AND

Gambar 8.2: Rangkaian saklar sederhana yang bekerja berdasarkan logika AND

Pada gambar 8.2 terlihat 2 buah saklar S1 dan S2 yang dirangkai secara seri dengan lampu
dan sumber tegangan V. Lampu akan menyala jika kedua saklar dalam posisi ON. Jika salah satu
saklar OFF maka lampu akan padam. Cara kerja rangkaian pada gambar 4.2 dapat dinyatakan
dalam tabel berikut.
Table 8.2: Tabel kebenaran rangkaian saklar pada gambar 8.2
S1 S2 Lampu
OFF OFF Padam
OFF ON Padam
ON OFF Padam
ON ON Nyala

Selain dengan menggunakan saklar, rangkaian logika AND juga bisa dibuat dengan meng-
gunakan rangkaian transistor yang bekerja sebagai saklar. Rangkaian elektronika dengan meng-
gunakan transistor untuk gerbang logika AND disajikan pada gambar 8.3 berikut ini.

151
8.1 Gerbang Logika "AND"

Gambar 8.3: Rangkaian transistor untuk gerbang logika AND

S0 dan S1 adalah input dengan menggunakan saklar, ketika S0 diaktifkan maka lampu
LED0 akan menyala menandakan nilai input "1". Demikian juga S1, jika S1 diaktifkan maka
lampu LED1 akan menyala. Lampu LED2 sebagai indikator output. I0 dan I1 adalah titik input
jika rangkaian menggunakan input tegangan dari luar rangkaian, Sedangkan O0 merupakan titik
output yang memberikan keluaran berupa tegangan untuk rangkaian luar.
Cara kerja rangkaian.
Ketika saklar S0 diaktifkan, maka transistor Q1 akan mendapat tegangan bias mundur di
kaki basisnya sehingga transistor akan aktif dan memberikan tegangan bias maju ke transistor
Q2. Transistor Q2 dan transistor Q4 bekerja sebagai transistor logic. transistor Q4 dikendalikan
oleh transistor Q3 yang cara kerjanya sama dengan transistor Q1. Jika kedua transistor Q2
dan Q4 aktif, maka akan mengalirkan arus maju ke transistor Q5 dan akhirnya mengaktfikan
transistor Q6 yang nantinya akan memberikan output tegangan pada titik O0. Transistor Q2,
Q4 dan Q5 bekerja berdasarkan logika AND. Tabel kebenaran untuk rangkaian tersebut dapat
disusun sebagai berikut.

Table 8.3: Tabel kebenaran rangkaian saklar pada gambar 8.3


S0(LED0) S1(LED1) LED2 I0 I1 O0
OFF OFF Padam 0V 0V 0V
OFF ON Padam 0V 5V 0V
ON OFF Padam 5V 0V 0V
ON ON Nyala 5V 5V 5V

Gerbang logika AND sudah dibuat dalam bentuk rangkaian terpadu (IC). Pada saat ini
banyak sekali tipe gerbang logika AND, selain memiliki 2 buah input, gerbang logika AND
dalam bentuk IC juga ada yang dibuat dengan input lebih dari 2, Simbol gerbang logika AND

152
8.1 Gerbang Logika "AND"

dengan input lebih dari 2 dapat dilihat pada gambar berikut ini.

Gambar 8.4: Simbol gerbang logika AND dengan input 3 dan input 4

Tabel kebenaran untuk gerbang logika AND dengan 3 input dan 1 output dapat disusun
sebagai berikut.

Table 8.4: Tabel kebenaran untuk gerbang logika AND dengan 3 input
Input A Input B Input C Output Q
0 0 0 0
0 0 1 0
0 1 0 0
0 1 1 0
1 0 0 0
1 0 1 0
1 1 0 0
1 1 1 1

Tabel kebenaran untuk gerbang logika AND dengan 4 input dan 1 output dapat disusun
sebagai berikut.

153
8.2 Gerbang Logika "OR"

Table 8.5: Tabel kebenaran untuk gerbang logika AND dengan 4 input
Input A Input B Input C Input D Output Q
0 0 0 0 0
0 0 0 1 0
0 0 1 0 0
0 0 1 1 0
0 1 0 0 0
0 1 0 1 0
0 1 1 0 0
0 1 1 1 0
1 0 0 0 0
1 0 0 1 0
1 0 1 0 0
1 0 1 1 0
1 1 0 0 0
1 1 0 1 0
1 1 1 0 0
1 1 1 1 1

Gerbang logika dalam kemasan IC dapat dibagi menjadi 2 golongan yaitu golongan IC TTL
dan golongan IC CMOS. Berikut ini jenis IC - IC gerbang logika AND.
1. Jenis IC TTL antara lain :
74LS08 : Quad 2 input AND gate
74LS11 : Triple 3 input AND gate
74LS21 : Dual 4 input AND gate
2. Jenis IC CMOS antara lain :
CD4081 : Quad 2 input AND gate
CD4073 : Triple 3 input AND gate
CD4082 : Dual 4 input AND gate
Konfigurasi pin untuk IC gerbang-gerbang logika AND dapat dilihat pada gambar 8.5.

Gambar 8.5: Contoh konfigurasi kaki untuk IC-IC gerbang logika AND

154
8.2 Gerbang Logika "OR"

8.2 Gerbang Logika "OR"

Gerbang logika OR adalah gerbang logika yang akan memberikan output "1" jika salah satu
atau kedua input nya mendapat logika "1". Ekspresi persamaan Boolean untuk gerbang logika
OR adalah

Q=A+B

Ekspresi Boolean untuk gerbang logika OR dapat dibaca : Output Q akan bernilai "1" jika
salah satu nilai input A atau input B atau keduanya bernilai "1". Tabel kebenaran untuk gerbang
logika OR dapat disusun sebagai berikut :

Table 8.6: Tabel kebenaran logika OR


Input A Input B Output Q
0 0 0
0 1 1
1 0 1
1 1 1

Simbol elektronika untuk gerbang logika OR dapat dilihat seperti pada gambar 8.6 dibawah
ini.

Gambar 8.6: Simbol gerbang logika OR

Pada gambar 8.6 terlihat simbol gerbang logika OR. Pada bagian input di sisi sebelah kiri
terdapat 2 buah titik input yaitu input A dan input B sedangkan pada sisi sebelah kanan terdapat
1 buah output yaitu output Q. Output Q akan bernilai "1" jika kedua input atau salah satu dari
inputA atau input B bernilai "1". Output Q akan mengeluarkan nilai "0" jika kedua input A dan
Input B bernilai "0".
Gerbang logika OR dapat diwujudkan dalam rangkaian saklar sederhana. Gambar 8.7
menunjukkan skema rangkaian saklar dan lampu yang bekerja menurut logika OR.

Gambar 8.7: Rangkaian saklar sederhana yang bekerja berdasarkan logika OR

155
8.2 Gerbang Logika "OR"

Pada gambar 8.7 terlihat 2 buah saklar S1 dan S2 yang dirangkai secara paralel dan kemudian
kedua saklar dihubungkan secara seri dengan lampu dan sumber tegangan. Lampu akan menyala
jika salah satu atau kedua saklar dalam posisi ON. Jika kedua saklar OFF maka lampu akan
padam. Cara kerja rangkaian pada gambar 8.7 dapat dinyatakan dalam tabel berikut.

Table 8.7: Tabel kebenaran rangkaian saklar pada gambar 8.7


S1 S2 Lampu
OFF OFF Padam
OFF ON Nyala
ON OFF Nyala
ON ON Nyala

Selain dengan menggunakan saklar, rangkaian logika OR juga bisa dibuat dengan menggu-
nakan rangkaian transistor yang bekerja sebagai saklar. Rangkaian elektronika dengan menggu-
nakan transistor untuk gerbang logika OR disajikan pada gambar 8.8 berikut ini.

Gambar 8.8: Rangkaian transistor yang membentuk logika OR

S0 dan S1 adalah input dengan menggunakan saklar, ketika S0 diaktifkan maka lampu
LED0 akan menyala menandakan nilai input "1". Demikian juga S1, jika S1 diaktifkan maka
lampu LED1 akan menyala. Lampu LED2 sebagai indikator output. I0 dan I1 adalah titik input
jika rangkaian menggunakan input tegangan dari luar rangkaian, Sedangkan O0 merupakan titik
output yang memberikan keluaran berupa tegangan untuk rangkaian luar.
Cara kerja rangkaian.
Ketika saklar S0 diaktifkan, maka transistor Q1 akan mendapat tegangan bias mundur di
kaki basisnya sehingga transistor akan aktif dan memberikan tegangan bias maju ke transistor Q2.
Transistor Q2 dan transistor Q4 bekerja sebagai transistor logic. transistor Q4 dikendalikan oleh

156
8.2 Gerbang Logika "OR"

transistor Q3 yang cara kerjanya sama dengan transistor Q1. Jika salah satu atau kedua transistor
Q2 dan Q4 aktif, maka akan mengalirkan arus maju ke transistor Q5 dan akhirnya mengaktfikan
transistor Q6 yang nantinya akan memberikan output tegangan pada titik O0. Transistor Q2, Q4
dan Q5 bekerja berdasarkan logika OR. Tabel kebenaran untuk rangkaian tersebut dapat disusun
sebagai berikut.

Table 8.8: Tabel kebenaran rangkaian saklar pada gambar 8.8


S0(LED0) S1(LED1) LED2 I0 I1 O0
OFF OFF Padam 0V 0V 0V
OFF ON Nyala 0V 5V 5V
ON OFF Nyala 5V 0V 5V
ON ON Nyala 5V 5V 5V

Pada saat ini gerbang logika OR sudah dibuat dalam bentuk rangkaian terpadu (IC). Di-
pasaran, banyak sekali tipe gerbang logika OR, selain memiliki 2 buah input, gerbang logika
OR dalam bentuk IC juga ada yang mempunyai input lebih dari 2. Simbol gerbang logika OR
dengan input lebih dari 2 dapat dilihat pada gambar 8.9 berikut ini.

Gambar 8.9: Simbol gerbang logika OR dengan input 3 dan input 4

Tabel kebenaran untuk gerbang logika OR dengan 3 input dapat disusun sebagai berikut:

Table 8.9: Tabel kebenaran untuk gerbang logika OR dengan 3 input


Input A Input B Input C Output Q
0 0 0 0
0 0 1 1
0 1 0 1
0 1 1 1
1 0 0 1
1 0 1 1
1 1 0 1
1 1 1 1

157
8.3 Gerbang Logika "NOT"

Tabel kebenaran untuk gerbang logika OR dengan 4 input dapat disusun seperti pada tabel
berikut ini.
Table 8.10: Tabel kebenaran untuk gerbang logika OR dengan 4 input
Input A Input B Input C Input D Output Q
0 0 0 0 0
0 0 0 1 1
0 0 1 0 1
0 0 1 1 1
0 1 0 0 1
0 1 0 1 1
0 1 1 0 1
0 1 1 1 1
1 0 0 0 1
1 0 0 1 1
1 0 1 0 1
1 0 1 1 1
1 1 0 0 1
1 1 0 1 1
1 1 1 0 1
1 1 1 1 1

Gerbang logika dalam kemasan IC dapat dibagi menjadi 2 golongan yaitu golongan IC TTL
dan golongan IC CMOS. Berikut ini beberapa jenis IC untuk gerbang logika OR
1. Jenis IC TTL antara lain :
74LS32 : Quad 2 input OR gate
2. Jenis IC CMOS antara lain :
CD4071 : Quad 2 input OR gate
CD4075 : Triple 3 input OR gate
CD4072 : Dual 4 input OR gate
Konfigurasi pin untuk IC gerbang logika OR dapat dilihat pada gambar 8.10.

Gambar 8.10: Konfigurasi kaki IC gerbang logika OR

158
8.3 Gerbang Logika "NOT"

8.3 Gerbang Logika "NOT"

Gerbang logika NOT merupakan gerbang logika yang digunakan untuk membalikkan
keadaan atau sering disebut juga inverter. Pada kondisi normal, output gerbang logika NOT
akan memberikan nilai “1” dan akan berubah menjadi logika “0” ketika mendapat input “1”.
Gerbang logika NOT memiliki ekspresi persamaan Boolean :

Q=A

Ekspresi persamaan Boolean di atas dibaca "Output Q sama dengan invert (kebalikan) dari
Input A". Simbol elektronika untuk gerbang logika NOT ditunjukkan pada gambar 8.11 berikut
ini.

Gambar 8.11: Simbol gerbang logika NOT

Tabel kebenaran untuk gerbang logika NOT dapat disusun sebagai berikut :

Table 8.11: Tabel kebenaran logika NOT


Input A Output Q
0 1
1 0

Sama halnya dengan gerbang-gerbang logika OR dan AND, gerbang logika NOT juga
dapat dibuat dengan menggunakan rangkaian saklar dan lampu sederhana. Gambar berikut ini
menunjukkan contoh rangkaian saklar sederhana untuk membuat logika NOT.

Gambar 8.12: Rangkaian saklar dan lampu sederhana untuk logika NOT

Pada gambar 8.12 saklar S1 berfungsi sebagai input dan lampu sebagai output. Ketika
kondisi normal, saklar S1 akan terbuka (logika “0”) dan lampu akan menyala (logika “1”)

159
8.4 Gerbang Logika "NAND"

karena arus listrik mengalir dari baterai melalui resistor Rc menuju lampu, tetapi ketika saklar
S1 ditutup (logika “1”) maka lampu akan padam (logika “0”) karena arus listrik lebih memilih
melewati saklar yang tidak ada hambatan dibandingkan mengalir melalui lampu. Selain dengan
menggunakan rangkaian saklar, logika NOT juga dapat dibentuk dengan menggunakan rangkaian
transistor sederhana seperti pada gambar berikut ini.

Gambar 8.13: Rangkaian transistor untuk membuat gerbang logika NOT

Gambar 8.13 menunjukkan rangkaian transistor yang bekerja menbentuk logika NOT. saklar
S0 berfungsi sebagai input, LED0 berfungsi sebagai indikator input. Jika saklar S0 ditekan, maka
saklar akan menberikan tegangan bias mundur pada transistor Q1, dan LED0 akan menyala,
menandakan ada input "1". Karena mendapat bias mundur, transistor PNP Q1 akan aktif dan
memberikan bias maju ke transistor NPN Q2 sehingga transistor Q2 juga ikut aktif. Q2 yang
aktif (ON) akan memotong arus listrik yang tadinya lewat di LED1. Akibatnya nya LED1 yang
pada mula nya menyala, sekarang menjadi padam. Cara kerja ini sama dengan logika NOT.
Q3 berfungsi memotong arus maju yang masuk ke Q4 atau dengan kata lain Q3 berfungsi
untuk menon-aktifkan Q4. Saat input di S0 sama dengan nol, Q4 akan aktif sehingga memberikan
logika "1".
Gerbang logika NOT dalam bentuk IC antara lain :
1. Jenis IC TTL antara lain :
74LS04 : Hex Inverting NOT gate
74LS14 : Hex Schmitt Inverting NOT gate
74LS004 : Hex Inverting Drivers
2. Jenis IC CMOS antara lain :
CD4009 : Hex Inverting NOT gate
CD4069 : Hex Inverting NOT gate

160
8.4 Gerbang Logika "NAND"

8.4 Gerbang Logika "NAND"

Gerbang logika NAND merupakan gabungan dari gerbang logika AND dan gerbang logika
NOT, sehingga outputnya merupakan kebalikan dari output gerbang logika AND. Gambar berikut
ini menunjukkan gabungan gerbang logika AND dan gerbang logika NOT membentuk gerbang
logika NAND. Kata "NAND" sendiri berasal dari singkatan Not AND.

Gambar 8.14: Gerbang logika NAND dan gabungan gerbang logika AND dan NOT

Simbol elektronika untuk gerbang logika NAND ditunjukkan pada gambar 8.15 berikut ini.

Gambar 8.15: Simbol gerbang logika NAND

Pada gambar 8.15 terlihat bentuk simbol NAND hampir sama dengan simbol AND, yang
membedakan adalah pada bagian output simbol NAND terdapat lingkaran kecil yang menandakan
bahwa di bagian output tersebut ada gerbang NOT. Ekspresi persamaan Boolean untuk logika
NAND dapat ditulis sebagai berikut.

Q = A.B

Ekspresi persamaan Boolean untuk logika NAND dapat dibaca: "Output Q sama dengan
invert (kebalikan) Input A dan Input B" .Tabel kebenaran logika NAND dapat disusun seperti
pada tabel berikut ini.

Table 8.12: Tabel kebenaran Logika NAND


Input A Input B Output Q
0 0 1
0 1 1
1 0 1
1 1 0

Contoh soal
Dengan menggunakan tabel kebenaran, buktikan bahwa gabungan gerbang logika AND
dengan gerbang logika NOT membentuk gerbang logika NAND.
Jawab :

161
8.4 Gerbang Logika "NAND"

Maka tabel kebenaran dapat disusun :

Table 8.13: Tabel kebenaran Logika NAND


Input A Input B Output Q Output Q
0 0 0 1
0 1 0 1
1 0 0 1
1 1 1 0

Terbukti output Q sama dengan output pada tabel kebenaran logika NAND (Tabel 8.12).
Logika NAND juga dapat dibuat dengan menggunakan rangkaian saklar. Gambar berikut
ini menunjukkan rangkaian saklar yang bekerja berdasarkan logika NAND.

Gambar 8.16: Rangkaian saklar dan lampu untuk membentuk logika NAND

Pada gambar 8.16 terdapat 2 buah saklar yang dirangkai secara seri dan dirangkai secara
paralel dengan lampu. Terdapat juga satu buah resistor R1 yang dirangkai seri dengan sumber
tegangan dan saklar. Ketika kedua saklar atau salah satu saklar dalam kondisi terbuka (logika
“0”), maka lampu akan menyala (logika “0”), tetapi ketika kedua saklar ditutup (logika “1”), maka
lampu akan padam (logika “0”). Kondisi ini sama dengan logika NAND. Selain dapat dibuat
dengan menggunakan rangkaian saklar, logika NAND juga dapat dibuat dengan mengggunakan
rangkaian transistor. Gambar 8.17 berikut ini menunjukkan rangkaian transistor yang bekerja
sesuai dengan logika NAND.

162
8.5 Gerbang Logika "NOR"

Gambar 8.17: Rangkaian transistor untuk membentuk logika NAND

Rangkaian transistor pada gambar 8.17 bekerja berdasarkan logika NAND. R1 dan R2
berfungsi untuk membatasi arus listrik yang masuk ke kaki basis, R3 Berfungsi untuk membatasi
arus yang masuk ke kaki kolektor transistor, R4 adalah optional, boleh digunakan boleh juga
tidak digunakan. output diambil dari kaki kolektor kedua transistor T1. Pada saat pin input A
dan pin input B tidak diberikan tegangan (logika “0”), maka transistor tidak aktif sehingga arus
tidak dapat mengalir melewati transistor, akibatnya output Q akan mendapatkan tegangan dari
resistor R3 dan bernilai “1”. Ketika pin A dan pin B mendapatkan tegangan (logika “1”), maka
transistor akan aktif dan mengalirkan arus listrik dari kolektor ke emitor, akibatnya output Q
akan turun menjadi “0”. Cara kerja ini sama dengan logika NAND.
Rangkaian terpadu (IC) untuk gerbang logika NAND antara lain :
1. Jenis IC TTL antara lain :
74LS00
74LS10
74LS20
74LS30
2. Jenis IC CMOS antara lain :
CD4011
CD4023
CD4012

163
8.5 Gerbang Logika "NOR"

8.5 Gerbang Logika "NOR"

Gerbang logika NOR merupakan gerbang logika gabungan OR dan NOT, sehingga out-
putnya merupakan kebalikan dari output gerbang logika OR. Gerbang logika NOR disimbolkan
sebagai berikut.

Gambar 8.18: Simbol gerbang logika NOR

Gerbang logika NOR dibentuk dari gabungan gerbang logika OR dan NOT. Tujuan peng-
gabungan ini adalah untuk membalik hasil output gerbang logika OR. Gambar berikut ini me-
nunjukkan skema pengabungan gerbang logika OR dengan gerbang logika NOT.

Gambar 8.19: Skema gerbang logika OR dan gerbang logika NOT membentuk gerbang logika NOR

Tabel kebenaran berikut ini membuktikan gabungan gerbang logika OR dengan gerbang
logika NOT membentuk gerbang logika NOR.

Table 8.14: Tabel kebenaran Logika NOR


Input A Input B Output Q Output Q
0 0 0 1
0 1 1 0
1 0 1 0
1 1 1 0

Persamaan Boolean untuk gerbang logika NOR dapat dituliskan sebagai berikut.

Q=A+B

Sedangkan tabel kebenaran untuk gerbang logika NOR adalah

Table 8.15: Tabel kebenaran Logika NOR


Input A Input B Output Q
0 0 1
0 1 0
1 0 0
1 1 0

164
8.5 Gerbang Logika "NOR"

Logika NOR juga dapat dibuat dengan menggunakan rangkaian saklar. Gambar berikut ini
menunjukkan rangkaian saklar yang bekerja berdasarkan logika NOR.

Gambar 8.20: Rangkaian saklar dan lampu sederhana untuk membentuk logika NOR

Pada gambar 8.22 terdapat 2 buah saklar yang dirangkai secara paralel dengan lampu dan
sumber tegangan. Terdapat juga satu buah resistor Rc yang dirangkai seri dengan sumber
tegangan dan saklar. Ketika kedua saklar dalam kondisi terbuka (logika “0”), maka lampu akan
menyala (logika “1”), tetapi ketika salah satu atau kedua saklar ditutup (logika “1”), maka lampu
akan padam (logika “0”). Kondisi ini sama dengan logika NOR. Selain dapat dibuat dengan
menggunakan rangkaian saklar, logika NOR juga dapat dibuat dengan mengggunakan rangkaian
transistor. Gambar 8.23 berikut ini menunjukkan rangkaian transistor yang bekerja sesuai dengan
logika NOR.

Gambar 8.21: Rangkaian transistor untuk membentuk logika NOR

Rangkaian transistor pada gambar 8.23 bekerja berdasarkan logika NOR. R1 dan R2
berfungsi untuk membatasi arus listrik yang masuk ke kaki basis, R3 Berfungsi untuk mem-

165
8.6 Rangkuman

batasi arus yang masuk ke kaki kolektor kedua transistor, R4 adalah optional, boleh digunakan
boleh juga tidak digunakan. output diambil dari kaki kolektor kedua transistor T1 dan T2. Pada
saat pin input A dan pin input B tidak diberikan tegangan (logika “0”), maka transistor tidak aktif
sehingga arus tidak dapat mengalir melewati transistor, akibatnya output Q akan mendapatkan
tegangan dari resistor R3 dan bernilai “1”. Ketika pin A atau pin B atau kedua pin A dan B
mendapatkan tegangan (logika “1”), maka transistor akan aktif dan mengalirkan arus listrik dari
kolektor ke emitor, akibatnya output Q akan turun menjadi “0”. Cara kerja ini sama dengan
logika NOR.
Rangkaian terpadu (IC) untuk gerbang logika NOR antara lain :
1. Jenis IC TTL antara lain :
74LS02
74LS27
74LS60
2. Jenis IC CMOS antara lain :
CD4001
CD4025
CD4002

8.6 Rangkuman

1. Gerbang logika AND


Simbol :

Operator Boolean logika AND:

Q = A.B

Tabel kebenaran untuk logika AND :

Input A Input B Output Q


0 0 0
0 1 0
1 0 0
1 1 1

2. Gerbang logika OR
Simbol :

166
8.6 Rangkuman

Operator Boolean logika OR :

Q=A+B

Tabel kebenaran untuk logika OR :

Input A Input B Output Q


0 0 0
0 1 1
1 0 1
1 1 1

3. Gerbang logika NOT


Simbol :

Operator Boolean logika NOT :

Q=A

Tabel kebenaran logika NOT :

Input A Output Q
0 1
1 0

4. Gerbang logika NAND


Simbol :

Operator Boolean logika NAND :

Q = A.B

Tabel kebenaran logika NAND :

167
8.6 Rangkuman

Input A Input B Output Q


0 0 1
0 1 1
1 0 1
1 1 0

5. Gerbang logika NOR


Simbol :

Operator Boolean logika NOR :

Q=A+B

Tabel kebenaran logika NOR :

Input A Input B Output Q


0 0 1
0 1 0
1 0 0
1 1 0

168

Anda mungkin juga menyukai