Anda di halaman 1dari 16

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Hiperlirubin adalah akumulasi berlebihan dari bilirubin didalam darah (Wong, 2004).

Ikterus terjadi apabila terdapat akumulasi bilirubin dalam darah. Pada sebagian neonatus, ikterus akan ditemukan dalam minggu pertama kehidupannya. Dikemukakan bahwa angka kejadian ikterus terdapat pada 60% bayi cukup bulan dan pada 80% bayi kurang bulan. Di Jakarta dilaporkan 32,19% menderita ikterus. Ikterus ini pada sebagian lagi mungkin bersifat patologik yang dapat menimbulkan gangguan yang menetap atau menyebabkan kematian, karenanya setiap bayi dengan ikterus harus mendapat perhatian terutama apabila ikterus ditemukan dalam 24 jam pertama kehidupan bayi atau kadar bilirubin meningkat lebih dari 5 mg/dl dalam 24 jam. Proses hemolisis darah, infeksi berat, ikterus yang berlangsung lebih dari 1 minggu serta bilirubin direk lebih dari 1 mg/dl juga merupakan keadaan yang menunjukkan kemungkinan adanya ikterus patologik. Dalam keadaan tersebut penatalaksanaan ikterus harus dilakukan sebaik-baiknya agar akibat buruk ikterus dapat dihindarkan. Hiperbilirubinemia adalah kondisi dimana terdapat kadar bilirubin yang tinggi dalam darah. Biasanya terjadi pada bayi baru lahir. Sesungguhnya hiperbilirubinemia merupakan keadaan normal pada bayi baru lahir selama minggu pertama, karena belum sempurnanya metabolisme bilirubin bayi. Ditemukan sekitar 25-50% bayi normal dengan keadaan hiperbilirubinemia.

B. Rumusan masalah 1. Apa yang di maksud dengan hiperbilirubinemia pada anak ? 2. Apa klasifikasi dari hiperbilirubinemia ? 3. Apa etiologi dari hiperbilirubenia ? 4. Bagaiman patofisiologi hiperbilirubinemia ? 5. Apa manifestasi klinis dari hiperbilirubinemia ? 6. Bagaimana asuhan keperawatan hiperbilirubinemia pada anak ? C. Tujuan 1. Tujuan Umum Untuk lebih mengerti dan dapat membuat Asuhan Keperawatan hiperbilirubenimia pada anak. 2. Tujuan Khusus a. Mampu membuat pengkajian pada hiperbilirubinemia anak. b. Mampu menegakkan diagnosa pada hiperbilirubinemia anak. c. Mampu melakukan intervensi pada hiperbilirubinemia anak. d. Mampu mengaplikasikan implementasi pada hiperbilirubinemia anak. e. Mampu mengevaluasi pada hiperbilirubinemia anak.

BAB II PEMBAHASAN A. Anatomi fisiologi Kantung atau kelenjar empedu merupakan kantung berbentuk buah pir dengan panjang sekitar 7,5 cm dan dapat menampung 50 ml cairan empedu. Cairan empedu adalah cairan kental berwarna kuning keemasan atau kehijauan yang dihasilkan terus menerus dalam jumlah 500 1000 ml/hari, merupakan zat esensial dalam pencernaan dan penyerapan lemak, suatu media yang dapat mengekskresikan zat-zat tertentu yang tidak dapat diekskresikan oleh ginjal (Windiyasih, 2009). Metabolisme bilirubin terdiri dari empat tahap : 1. Produksi. Sebagian besar bilirubin terbentuk sebagai akibat pemecahan haemoglobin (menjadi globin dan hem) pada sistem retikulo endoteal (RES). Hem dipecah oleh hemeoksigenase menjadi bilverdin, dan oleh bilirubin reduktase diubah menjdai bilirubin. Merupakan bilirubin indirek / tidak terkonjugasi. 2. Transportasi. Bilirubin indirek kemudian ditransportasikan dalam aliran darah hepatik. Bilirubin diikat oleh protein pada plasma (albumin), selanjutnya secara selektif dan efektif bilirubin diambil oleh sel parenkim hepar atau protein intraseluler (ligandin sitoplasma atau protein Y) pada membran dan ditransfer menuju hepatosit. 3. Konjugasi. Bilirubin indirek dalam hepar diubah atau dikonjugasikan oleh enzim Uridin Difosfoglukoronal Acid (UDPGA) atau glukoronil transferase menjadi bilirubin direk atau terkonjugasi yang bersifat polar dan larut dalam air. 4. Ekskresi. Bilirubin direk yang terbentuk, secara cepat diekskresikan ke sistem empedu melalui membran kanalikuler. Selanjutnya dari sistem
3

empedu dikskresikan melalui saluran empedu ke sistem pencernaan (usus) dan diaktifkan dan diabsorpsi oleh bakteri / flora normal pada usus menjadi urobilinogen. Ada sebagian kecil bilirubin direk yang tidak diabsorpsi melainkan dihidrolisis menjadi bilirubin indirek dan direabsorpsi melalui sirkulasi enterohepatik. Menurut Klous dan Fanaraft (1998) dalam bilirubin dibedakan menjadi dua jenis yaitu a. Bilirubin tidak terkonjugasi atau bilirubin indirek atau bilirubin bebas yaitu bilirubin tidak larut dalam air, berikatan dengan albumin untuk transport dan komponen bebas larut dalam lemak serta bersifat toksik untuk otak karena bisa melewati sawar darah otak. b. bilirubin terkonjugasi atau bilirubin direk atau bilirubin terikat yaitu bilirubin larut dalam air dan tidak toksik untuk otak. B. Definisi Hiperbilirubinemia adalah kondisi dimana terjadi akumulasi bilirubin dalam darah yang mencapai kadar tertentu dan dapat menimbulkan efek patologis pada neonatus ditandai joudince pada sclera mata, kulit, membrane mukosa dan cairan tubuh (Adi Smith, G, 1988). Hiperbilirubinemia adalah peningkatan kadar bilirubin serum (hiperbilirubinemia) yang disebabkan oleh kelainan bawaan, juga dapat menimbulkan ikterus. (Suzanne C. Smeltzer, 2002). Hiperbilirubinemia adalah peningkatan kadar bilirubin serum dihubungkan dengan hemolisis sel darah merah dari bilirubin yang tidak terkonjugasi dari usus kecil. (Mitayani, 2011). C. Klasifikasi 1. Ikterus fisiologi Terjadi pada 2-4 hari setelah bayi baru lahir dan akan sembuh pada hari ke7. penyebabnya organ hati yang belum matang dalam memproses bilirubin
4

2. Ikterus patologis Terjadi karena factor penyakit atau infeksi. Biasanya disertai suhu badan yang tinggi dan berat badan tidak bertambah. D. Etiologi Etiologi hiperbilirubin antara lain (Anonim, 2008) : 1. Peningkatan produksi a. Hemolisis, misalnya pada inkompalibilitas yang terjadi bila terdapat ketidaksesuaian golongan darah dan anak pada penggolongan rhesus dan ABO. b. c. Perdarahan tertutup misalnya pada trauma kelahiran Ikatan bilirubin dengan protein terganggu seperti gangguan metabolic yang terdapat pada bayi hipoksia atau asidosis d. e. Defisiensi G6PD (Glukosa 6 Phostat Dehidrogenase) Breast milk jaundice yang disebabkan oleh kekurangannya pregnan 3 (alfa), 20 (beta), diol (steroid) f. Kurangnya enzim glukoronil transferase, sehingga kadar bilirubin indirek meningkat misalnya pada BBLR g. 2. Kelainan congenital

Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan misalnya hipoalbuminemia atau karena pengaruh obat-obat tertentu misalnya sulfadiazine.

3.

Gangguan fungsi hati yang disebabkan oleh beberapa mikroorganisme atau toksin yang dapat langsung merusak sel hati dan darah merah seperti infeksi, toksoplasmasiss, syphilis.

4. 5.

Gangguan ekskresi yang terjadi intra atau ektra hepatic. Peningkatan sirkulasi enterohepatik, misalnya pada ileus obstruktif.

E. Patofisiologi

F. Manifestasi klinik 1. Ikterus pada kulit dan konjungtiva, mukosa dan alat-alat tubuh lainnya. Bila ditekan akan timbul kuning 2. Bilirubin direk ditandai dengan kulit kuning kehijauan dan keruh pada ikterus berat. 3. Bilirubun inderek di tandai dengan kulit kuning terang pada ikterus berat 4. Bayi menjadi lesu 5. Bayi menjadi malas minum 6. Tanda-tanda klinis ikterus jarang muncul

7. Letargi 8. Tunus otot meningkat 9. Leher kaku 10. Opistotonus G. Penatalaksanaan medis dan keperawatan 1. Fototherapi Fototherapi dapat digunakan sendiri atau dikombinasi dengan Transfusi Pengganti untuk menurunkan Bilirubin. Memaparkan neonatus pada cahaya dengan intensitas yang tinggi ( a boun of fluorencent light bulbs or bulbs in the blue-light spectrum) akan menurunkan Bilirubin dalam kulit. Fototherapi menurunkan kadar Bilirubin dengan cara memfasilitasi eksresi Biliar Bilirubin tak terkonjugasi. Hal ini terjadi jika cahaya yang diabsorsi jaringan mengubah Bilirubin tak terkonjugasi menjadi dua isomer yang disebut Fotobilirubin. Fotobilirubin bergerak dari jaringan ke pembuluh darah melalui mekanisme difusi. Di dalam darah Fotobilirubin berikatan dengan Albumin dan dikirim ke Hati. Fotobilirubin kemudian bergerak ke Empedu dan diekskresi ke dalam Deodenum untuk dibuang bersama feses tanpa proses konjugasi oleh Hati (Avery dan Taeusch 1984). Hasil Fotodegradasi terbentuk ketika sinar mengoksidasi Bilirubin dapat dikeluarkan melalui urine. Fototherapi mempunyai peranan dalam pencegahan peningkatan kadar Bilirubin, tetapi tidak dapat mengubah penyebab Kekuningan dan Hemolisis dapat menyebabkan Anemia. Secara umum Fototherapi harus diberikan pada kadar Bilirubin Indirek 4 -5 mg / dl. Neonatus yang sakit dengan berat badan kurang dari 1000 gram harus di Fototherapi dengan konsentrasi Bilirubun 5 mg / dl. Beberapa ilmuan mengarahkan untuk memberikan Fototherapi Propilaksis pada 24 jam pertama pada Bayi Resiko Tinggi dan Berat Badan Lahir Rendah. 2. Tranfusi Pengganti Transfusi Pengganti atau Imediat diindikasikan adanya faktor-faktor :
8

a. Titer anti Rh lebih dari 1 : 16 pada ibu. b. Penyakit Hemolisis berat pada bayi baru lahir. c. Penyakit Hemolisis pada bayi saat lahir perdarahan atau 24 jam pertama. d. Tes Coombs Positif e. Kadar Bilirubin Direk lebih besar 3,5 mg / dl pada minggu pertama. f. Serum Bilirubin Indirek lebih dari 20 mg / dl pada 48 jam pertama. g. Hemoglobin kurang dari 12 gr / dl. h. Bayi dengan Hidrops saat lahir. i. Bayi pada resiko terjadi Kern Ikterus. 3. Therapi Obat Phenobarbital dapat menstimulasi hati untuk menghasilkan enzim yang meningkatkan konjugasi Bilirubin dan mengekresinya. Obat ini efektif baik diberikan pada ibu hamil untuk beberapa hari sampai beberapa minggu sebelum melahirkan. Penggunaan penobarbital pada post natal masih menjadi pertentangan karena efek sampingnya (letargi). Colistrisin dapat mengurangi Bilirubin dengan mengeluarkannya lewat urine sehingga menurunkan siklus Enterohepatika.

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN

A. pengkajian pengkajian yang dapat dilakukan oleh seorang perawat ada bayi dengan hiperbilirubinemia : 1. biodata bayi dan ibu diantara: Nama, usia, jenis kelamin, pekerjaan, alamat 2. Riwayat kesehatan keluarga Penyakit ini terjadi biasa dengan ibu riwayat hiperbilirubinemia pada kehamilan atau sibling sebelumnya, penyakit hepar, fibrosiskistik, kesalahan metabolisme saat lahir (galaktosemia), diskrasiasi darah atau sfeosititas dan definisi glukosa-6 fosfat dehidrogenase (G-6P) 3. riwayat kesehatan dahulu Ibu dengan diabetes mellitus, mengkonsumsi obat-obatan tertentu misalnya salisilat, sulfonamidoral pada rubella, sitomegalovirus pada proses persalinan dengan ekstrasi vacum, induksi, oksitosin, dan perlambatan pengikatan tali pusat atau trauma kelahiran yang lain . 4. Riwayat kesehatan sekarang 5. Bayi dengan kesadaran apatis, daya isap lemah atau bayi tak mau minum, hipotonia letargi, tangis yang melengking, dan mungkin terjadi kelumpuhan otot ekstravaskuler. a. Pemeriksaan fisik Keadaan umum : lesu, letargi, koma. Tanda-tanda vital : Pernapasan : 120-160 kali /menit. Nadi : 40 kali /menit Suhu : 36,5 37oC kesadaran apatis sampai koma. Daerah kepala dan leher kulit kepala ada atau tidak terdapat bekas tindakan persalinan seperti : vacum atau terdapat caput, sklera ikterik, muka kuning, leher kaku.

10

Pernapasan Riwayat asfiksia, mukus, bercak merah (edema pleura, hemoragi pulmonal). Abdomen Pada saat palpasi menunjukkan pembesaran limpa dan hepar, turgor buruk, bising usus hipo aktif. Genoitalia Tidak terdapat kelainan Eliminasi Buang air besar (BAB) : proses aliminasi mungkin lambat, feses lunak coklat atau kehijauan selama pengeluaran bilirubin. Buang air kecil (BAK) urine berwarna gelap pekat, hitam kecoklatan (sindrom bayi gronze). Ekstremitas Tonus otot meningkat, dapat terjadi spasme otot dan epistotonus. Sistem Integumen Terlihat joundice diseluruh permukaan kulit. B. Diagnosa keperawatan 1. Resiko cedera berhubungan dengan kadar bilirubin darah toksik dan komplikasi berkenaan dengan fototerapi. 2. Resiko terhadap kekurangan volume cairan yang berhubungan dengan kehilangan air tidak tampak oleh mata dan dehidrasi dari fototerapi. 3. Risiko kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan efek samping fototerapi yang menyebabkan kulit kering, iritasi pada mata

11

C. INTERVENSI KEPERAWATAN DIAGNOSA KEPERAWATAN Resiko cedera berhubungan dengan kadar bilirubin darah toksik dan komplikasi berkenaan dengan fototerapi. TUJUAN Tidak cedera kriteria kadar indirek mg/dl. 2. Ukur energi fluoresen kuantitas bola lampu dengan < terjadi dengan hasil bilirubin 12 PERENCANAAN INTERVENSI 1. Perhatikan perkembangan usus. adanya bilirubin dan obstruksi

NO 1.

RASIONAL karena foto isomer bilirubin Yang di produksi dalam kulit dan jaringan eksresikan subkutan dengan penajaman terapi sinar tidak siap di

EVALUASI Tidak terjadi cedera pada bayi.

1. pada kondisi ini kontra indikasi

foto 2. Intensitas sinar yang menembus kulit dari spektrum biru (sinar biru) menentukan seberapa dekat bayi di tempatkan retina dan kongjungtiva dari sinar intensitas tinggi.

menggunakan fotometer menutup mata, inspeksi mata setiap 24 jam bila penutup mata di lepas

3. Berikan penutup untuk 3. Mencegah kemungkinan kerusakan

untuk makanan, mata.

pemberiaan dan sering

pantau potensi penutup 4. Ubah posisi bayi dengan 4. Memungkinkan sering, sedikitnya setiap 2 jam. pemajanan

seimbang dari permukaan kulit terhadap sinar fluoresensi serta mencegah pemajanan berlebihan dari bagian tubuh tertentu dan

2.

Resiko volume

terhadap cairan

kekurangan yang volume

kekurangan 1. Timbang cairan dengan pakaian makan 2. Pantau

berat dan

membatasi area tekanan. badan 1. Dengan menimbang berat badan Tidak setiap hari dapat timbang apakah dapat terjadi kekurangan volume cairan tubuh atau tidak kehilangan cairan

terjadi cairan,

bayi setiap hari tanpa juga sebelum memberi masukan

diketahuinya kekurangan berat badan bayi bertambah.

berhubungan dengan kehilangan teratasi dehidrasi dari fototerapi.

air tidak tampak oleh mata dan kriteria hasil berat badan tetap atau bertambah

dan 2. Peningkatan

pengeluaran cairan 3. Kolaborasi

melalui feses dan evaforasi dapat menyebabkan dehidrasi cairan

pemberian 3. Kolaborasi : pemberian

cairan dengan parenteral sesuai dengan indikasi

memperbaiki dehidrasi berat

atau

mencegah

3.

Risiko kerusakan integritas kulit samping foto terapi kulit

Integritas

kulit 1. Melindungi kedua mata 1. Mencegah iritasi kornea. Chek Integritas dengan bayi.Buat penutup mata khusus untuk melindungi mata bayi 2. Rencanakan therapi, pencahayaan, lampu pembuka mata bayi. 3. Tinjau ulang perawatan bayi dengan dengan / lamanya type jarak bayi, penutup mata bayi setiap shift untuk membaik. drainage ( kekeringan mata ) atau iritasi pada mata 2. Mempererat hubungan orang tua dan bayi

kulit

yang berhubungan dengan efek baik menyebabkan iritasi pada mata kering, ada

yang kriteria hasil tidak kemerahan pada kulit dan tidak ada lesi pada kulit dan tidak iritasi pada konjungtiva

tempat tidur & pelindung 3. Mengecek bilirubin perkembangan kadar

hiperbilirubinemia

BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Hiperlirubin adalah akumulasi berlebihan dari bilirubin didalam darah. Ikterus akan terjadi apabila terdapat akumulasi bilirubin dalam darah. Pada sebagian neonatus, ikterus akan ditemukan dalam minggu pertama kehidupannya. Metabolisme bilirubin ada 4 tahap , yaitu : produksi, transportasi, konjugasi dan sekresi. Hiperbilirubin di sebabkan oleh peningkatan produksi bilirubin, gangguan trasnportasi akibat penurunan kapasitas, gangguan fungsi hati yang disebabkan oleh beberapa mikroorganisme atau toksin, gangguan ekskresi yang terjadi intra atau ektra hepatic, dan peningkatan sirkulasi enterohepatik. B. Saran Semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan bagi penyusun makalah khususnya. Semoga makalah ini dapat menjadi referensi pembelajaran dalam perkuliahan.

Anda mungkin juga menyukai