Anda di halaman 1dari 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BRONKOPNEUMONIA Definisi Bronkopneumonia adalah inflmasi yang mengenai parenkim paru yang disebabkan oleh

berbagai organisme seperti bakteri, virus, jamur dan parasit. Bronkopneumonia disebut juga sebagai pneumonia. Kebanyakan kasus pneumonia disebabkan oleh mikroorganisme, tetapi ada sejumlah penyebab noninfeksi yang kadang-kadang perlu dipertimbangkan. Penyebab non-infeksi ini meliputi aspirasi makanan dan/atau asam lambung, benda asing, hidrokarbon, dan bahan lipoid, reaksi hipersensitivitas dan pneumonitis akibat obat atau radiasi. Virus pernapasan adalah penyebab pneumonia yang paling sering selama usia beberapa tahun pertama. Kejadian yang paling sering mengganggu mekanisme pertahanan paru adalah infeksi virus yang mengubah sifat-sifat sekresi normal sehingga sering penyakit virus pernapasan mendahului perkembangan pneumonia bakteri beberapa hari. Bronkopneumonia digunakan untuk menggambarkan pneumonia yang mempunyai pola penyebaran berbercak, teratur dalam satu atau lebih area terlokalisasi didalam bronki dan meluas ke parenkim paru yang berdekatan di sekitarnya. Pada bronkopneumonia terjadi konsolidasi area berbercak (Smeltzer,2000). Epidemiologi Insiden penyakit ini pada negara berkembang hampir 30% pada anak-anak di bawah umur 5 tahun dengan resiko kematian yang tinggi, sedangkan di Amerika pneumonia menunjukkan angka 13% dari seluruh penyakit infeksi pada anak di bawah umur 2 tahun. Menurut survey kesehatan nasional (SKN) 2001, 27,6% kematian bayi dan 22,8% kematian balita di Indonesia disebabkan oleh penyakit system respirasi, terutama pneumonia FAKTOR RESIKO Terdapat beberapa faktor resiko yang menyebabkan tingginya angka mortalitas pada anak balita di Negara berkembang. Faktor resiko tersebut adalah: pneumoni yang terjadi pada masa bayi, berat badan lahir rendah (BBLR), tidak mendapat imunisasi, tidak mendapat ASI yang adekuat, malnutrisi, defisiensi vitamin A, tingginya prevalens kolonisasi bakteri pathogen di nasofaring, dan tingginya pajanan terhadap polusi udara (polusi industri atau asap rokok) ETIOLOGI Penyebab bronkopneumonia yang sering di jumpai adalah: 1. Bakteri

a. Pneumococcus penyebab utama penumonia. Pada orang dewasa disebabkan oleh penumokokus 1 8 (pada anak anak tipe 14, 1, 6, 9). Insiden meningkat pada usia lebih kecil dari 14 tahun dan menurun dengan meningkatnya umur.

b. Streptococcus, sering merupakan komplikasi dari penyakit virus lain seperti morbili, influenza, cacar air atau komplikasi dari bakteri lain seperti pertusis. 2. Virus

Virus penyebab pneumonia yang paling lazim adalah virus respiratori sinsitial, virus para influenza, virus influenza, virus adeno, virus cytomegalo virus. virus respiratori sinsitial yang paling sering menyebabkan pneumonia terutama pada bayi. Pneumonia virus paling sering terjadi pada bulanbulan musim dingin. Angka serangan puncak untuk pneumonia virus adalah 2-3 tahun dan menurun untuk sesudahnya. 3. Aspirasi

Makanan, kerosen (bensin dan minyak tanah), cairan amnion, dan benda asing. 4. Pneumonia Hipostatik

Disebabkan oleh tidur terlentang terlalu lama, misalnya pada anak yang sakit dengan kesadaran menurun, penyakit lain yang harus istirahat di tempat tidur yang lama sehingga terjadi kongesti pada paru belakang bawah. Kuman yang tadinya komensal berkembang biak menjadi patogen dan menimbulkan radang. Oleh karena itu pada anak yang menderita penyakit dan memerlukan istirahat panjang seperti tifoid harus diubah ubah posisi tidurnya.

5.

Jamur

H. Capsulatum, Candida albikans, Blastomycetes dermatitis, Koksidiomikosis, Aspergilosis dan Aktinimikosis. 6. Sindrom Loeffler

Etiologi oleh larva A. Lumbricoedes. Secara klinis biasa, berbagai etiologi ini sukar dibedakan. Untuk pengobatan tepat, pengetahuan tentang penyebab pneumonia perlu sekali, sehingga pembagian etiologis lebih rasional daripada pembagian anatomis. Pneumokokus merupakan penyebab utama pneumonia. Pneumokokus dengan serotipe 1 sampai 8 menyebabkan pneumonia pada orang dewasa lebih dari 80 % sedangkan pada anak ditemukan tipe 14, 1, 6 dan 9. Angka kejadian tertinggi ditemukan pada usia kurang dari 4 tahun dan berkurang dengan meningkatnya umur. Usia Etiologi yang sering Etiologi yang jarang

Lahir sampai 20 hari

Bakteri Bakteri

E. colli Bakteri Anaerob Streptococcus Grup B Streptococcus Grup D

Listeria monocytogenes Haemophillus influenza Streptococcus pneumonia Ureaplasma Urealyticum Virus Virus cytomegalo Virus Herpes Simplex

3 minggu sampai 3 bulan

Bakteri Bakteri

ChlamydiaTrachomatis Bordetella pertussis Streptococcus pneumonia Virus Moraxella catarrhalis Staphylococcus Aureus Haemophillus influenza tipe B

Virus Adeno

Virus Influenza Ureaplasma Urealyticum Virus Parainfluenza 1,2,3 Respiratory Syncytial Virus Virus Virus cytomegalo

4 bulan sampai 5 tahun Bakteri Bakteri

Chlamydia pneumonia Haemophillus influenza Mycoplasma pneumonia Streptococcus pneumonia Virus Staphylococcus Aureus Virus Moraxella catarrhalis Neisseria meningitides

Virus Adeno

Virus Influenza Virus Varicella zoster Virus Parainfluenza 1,2,3 Respiratory Syncytial Virus Virus Rhino

5 tahun sampai remaja Bakteri Bakteri Chlamydia pneumonia Haemophillus influenza Streptococcus pneumonia Mycoplasma pneumonia Virus Virus Adeno Virus Epstein-barr Virus Influenza Virus Parainfluenza Virus Rhino Respiratory Syncytial Virus Legionella sp Staphylococcus Aureus

KLASIFIKASI

Pembagian pneumonia pada umumnya berdasarkan anatomi dan etiologi. Beberapa ahli telah membuktikan bahwa pembagian pneumonia berdasarkan etiologi terbukti secara klinis dan memberikan terapi yang lebih relevan. Pembagian secara anatomis : 1. 2. 3. Pneumonia lobaris Pneumonia lobularis (bronkopneumonia) Pneumonia intersisialis (brokiolitis) Pembagian secara etiologi : 1. Bakteri : Pneumococcus pneumonia, Streptococcus pneumonia, Staphylococcus pneumonia, Haemofilus influenza. 2. Virus : Respiratory Synctitial virus, Parainfluenza virus, Adenovirus.

3. Jamur : Candida, Aspergillus, Mucor, Histoplasmosis, Coccidiomycosis, Blastomycosis, Cryptoccosis. 4. 5. 6. Corpus alienum Aspirasi Pneumonia hipostatik

PATOGENESIS Mikroorganisme masuk ke dalam paru melalui jalan nafas secara percikan (droplet), proses radang pneumonia dapat dibagi atas 4 stadium, yaitu : 1. Stadium kongesti (4-12 jam pertama)

Kapiler melebar dan kongesti serta di dalam alveolus terdapat eksudat jernih, bakteri dalam jumlah banyak, beberapa neutrofil dan makrofag. 2. Stadium hepatisasi merah (48 jam berikutnya)

Lobus dan lobulus yang terkena menjadi padat dan tidak mengandung udara, warna menjadi merah. Dalam alveolus didapatkan fibrin, leukosit netrofil, eksudat dan banyak sekali eritrosit dan kuman. Stadium ini berlangsung sangat pendek. 3. Stadium hepatisasi kelabu (3-8 hari)

Lobus masih tetap padat dan warna merah menjadi pucat kelabu. Permukaan pleura suram karena diliputi oleh fibrin. Alveolus terisi fibrin dan leukosit, tempat terjadi fagositosis pneumokokus. Kapiler tidak lagi kongestif. 4. Stadium resolusi (8-11 hari)

Eksudat berkurang. Dalam alveolus makrofag bertambah dan leukosit mengalami nekrosis dan degenerasi lemak. Fibrin diresorbsi dan menghilang. Secara patologi anatomis bronkopneumonia berbeda dari pneumonia lobaris dalam hal lokalisasi sebagai bercak bercak dengan distribusi yang tidak teratur. Dengan pengobatan antibiotika urutan stadium khas ini tidak terlihat. GAMBARAN KLINIS Sebagian besar gambaran klinis pneumonia pada anak berkisar antara ringan hingga sedang, sehingga dapat berobat jalan saja. Hanya sebagian kecil yang berat, mengancam kehidupan dan mungkin terdapat komplikasi sehingga memerlukan perawatan di rumah sakit.

Beberapa faktor yang mempengaruhi gambaran klinis pneumonia pada anak adalah imaturitas anatomik dan imunologik, mikroorganisme penyebab yang luas, gejala klinis yang kadangkadang tidak khas terutama pada bayi, terbatasnya penggunaan prosedur diagnostik invasif, etiologi non infeksi yang relatif lebih sering dan faktor patogenesis. Gejala pneumonia pada umumnya adalah berupa demam, nyeri dada, napas yang cepat dan dangkal, sakit kepala, berkurangnya nafsu makan dan kelemahan. Bronkopneumonia bisa juga didahului oleh infeksi saluran napas atas selama beberapa hari. Demam pada pneumonia berupa demam yang tinggi hingga 39-40oC. Karena demam yang tinggi ini juga mungkin dapat disertai dengan kejang. Batuk pada awalnya berupa batuk kering yang lama kelamaan menjadi batuk produktif dengan dahak kehijauan atau kuning. Pada bronkopneumonia terdapat trias yaitu sesak napas, pernapasan cuping hidung dan sianosis disekitar mulut dan hidung. Gejala klinik pada bronkopneumonia juga dapat dibagi berdasarkan usia penderita. 1. Neonatus

Pneumonia pada neonatus jarang menimbulkan gejala batuk. Biasanya gejala yang muncul adalah adanya apnea, takipnea, sianosis, retraksi pada pernapasan, muntah, lethargi, tidak mau minum dan merintih. Merintih pada neonatus disebabkan oleh pendekatan dari pita suara untuk mengusahakan peningkatan tekanan positif akhir ekspirasi dan menjaga agar jalan napas bawah tetap terbuka. Merintih menandakan adanya penyakit pada saluran napas bagian bawah. Retraksi muncul karena usaha untuk meningkatkan tekanan intrathoraks untuk mengkompesasi menurunnya compliance paru. 2. Bayi sampai usia 1 tahun

Merintih lebih jarang muncul, namun takipnea dan retraksi sering muncul dan mungkin diikuti dengan batuk persisten, sumbatan, demam, iritabilitas, nafsu makan yang menurun, demam menggigil serta gejala gastrointestinal seperti muntah dan diare. 3. Balita usia pra sekolah

Gejala yang sering muncul adalah demam dan batuk, baik produktif ataupun nonproduktif, takipnea, dan sumbatan. Terdapat juga muntah setelah batuk.

4.

Anak dan remaja

Pada kelompok usia ini gejala yang sering muncul adalah demam, batuk, sumbatan, nyeri dada, dehidrasi dan letargi. Dapat juga muncul gejala ekstrapulmonal seperti nyeri perut dan muntah pada penderita pneumonia paru lobus inferior, nuchal rigidity pada penderita pneumonia paru kanan lobus superior3. PEMERIKSAAN LABORATORIUM 1. Gambaran darah menunjukkan leukositosis, biasanya 15.000 40.000/ mm3 dengan pergeseran ke kiri. Jumlah leukosit yang tidak meningkat berhubungan dengan infeksi virus atau mycoplasma. 2. 3. Nilai Hb biasanya tetap normal atau sedikit menurun. Peningkatan LED.

4. Kultur dahak dapat positif pada 20 50% penderita yang tidak diobati. Selain kultur dahak, biakan juga dapat diambil dengan cara hapusan tenggorok (throat swab). 5. Analisa gas darah(AGD) menunjukkan hipoksemia dan hiperkarbia. Pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis metabolik. 6. Pengambilan sekret secara bronkoskopi dan fungsi paru untuk preparasi langsung, biakan dan test resistensi dapat menemukan atau mencari etiologinya, tetapi cara ini tidak rutin dilakukan karena sulit. 7. Foto toraks bronkopeumoni terdapat bercak-bercak infiltrat pada satu atau beberapa lobus, jika pada pneumonia lobaris terlihat adanya konsolidasi pada satu atau beberapa lobus.

DIAGNOSIS Diagnosis ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik yang sesuai dengan gejala dan tanda yang diuraikan sebelumnya disertai pemeriksaan penunjang. Pada bronkopneumonia, bercak-bercak infiltrat didapati pada satu atau beberapa lobus. Foto rontgen dapat juga menunjukkan adanya komplikasi seperti pleuritis, atelektasis, abses paru, pneumotoraks atau perikarditis. Gambaran ke arah sel polimorfonuklear juga dapat dijumpai. Pada bayi-bayi kecil jumlah leukosit dapat berada dalam batas yang normal. Kadar hemoglobin biasanya normal atau sedikit menurun.Diagnosis etiologi dibuat berdasarkan pemeriksaan mikrobiologi serologi, karena pemeriksaan mikrobiologi tidak mudah dilakukan dan bila dapat dilakukan kuman penyebab tidak selalu dapat ditemukan. Oleh karena itu WHO mengajukan pedoman diagnosa dan tata laksana yang lebih sederhana. Berdasarkan pedoman tersebut bronkopneumonia dibedakan berdasarkan : Bronkopneumonia sangat berat :

Bila terjadi sianosis sentral dan anak tidak sanggup minum, maka anak harus dirawat di rumah sakit dan diberi antibiotika. Bronkopneumonia berat :

Bila dijumpai adanya retraksi, tanpa sianosis dan masih sanggup minum,maka anak harus dirawat di rumah sakit dan diberi antibiotika. Bronkopneumonia :

Bila tidak ada retraksi tetapi dijumpai pernafasan yang cepat : > 60 x/menit pada anak usia < 2 bulan > 50 x/menit pada anak usia 2 bulan 1 tahun > 40 x/menit pada anak usia 1 - 5 tahun. Bukan bronkopenumonia :

Hanya batuk tanpa adanya tanda dan gejala seperti diatas, tidak perlu dirawat dan tidak perlu diberi antibiotika. Diagnosis pasti dilakukan dengan identifikasi kuman penyebab: 1. Kultur sputum atau bilasan cairan lambung 2. Kultur nasofaring atau kultur tenggorokan (throat swab), terutama virus 3. Deteksi antigen bakteri DIAGNOSIS BANDING Bronkiolitis Aspirasi pneumonia Tb paru primer

PENATALAKSANAAN Sebagian besar pneumonia pada anak tidak perlu dirawat inap. Indikasi perawatan terutama berdasarkan berat ringannya penyakit,misalnya toksis, distres pernapasan, tidak mau makan/minum atau ada penyakit dasar yang lain, komplikasi dan terutama mempertimbangkan usia pasien. Neonatus dan bayi kecil dengan kemungkinan klinis pneumonia harus dirawat inap. Dasar tatalaksana pneumonia rawat inap adalah pengobatan kausal dengan antibiotik yang sesuai, serta tindakan suportif. Pengobatan suportif meliputi pemberian cairan intravena, terapi oksigen dan koreksi terhadap gangguan keseimbangan asam-basa, elektrolit dan gula darah. Untuk nyeri dan demam dapat diberikan analgetik/antipiretik. Suplementasi vitamin A tidak terbukti efektif. Penyakit penyerta harus ditanggulangi dengan adekuat, komplikasi yang mungkin terjadi harus dipantau dan diatasi.

Penggunaan antibiotik yang tepat merupakan kunci utama keberhasilan pengobatan. Terapi antibiotik harus segera diberikan pada anak dengan pneumonia yang diduga disebabkan oleh bakteri. Identifikasi dini mikroorganisme penyebab tidak dapat dilakukan karena tidak tersedianya uji mikrobiologis cepat. Oleh karena itu,antibiotik dipilih berdasarkan pengalaman empiris sesuai pola kuman tersering yaitu streptococcus pneumonia dan haemophilus pneumoniae. Umumnya pemilihan antibiotik empiris didasarkan pada kemungkinan etologi penyebab dengan mempertimbangkan usia dan keadaan klinis pasien serta faktor epidemiologis. Pemberian antibiotic sesuai dengan kelompok umur: a. b. Usia <3 bulan : Penisilin (ampisilin 50-100 mg/kgBB/hari, i.m/i.v, terbagi dalam 4 dosis) + Aminoglikosida (gentamisin 5-7 mg/kgBB/hari, i.m/i.v , terbagi dalam 2 dosis) Usia >3 bulan:

Ampisilin + Kloramfenikol (50-100 mg/kgBB/hari i.v terbagi dalam 3-4 dosis) merupakan obat pilihan utama. Bila keadaan pasien berat atau terdapat empiema, antibiotic pilihan adalah golongan sefalosporin. Antibiotic parenteral diberikan sampai 48-72 jam setelah panas turun, dilanjutkan dengan pemberian per oral selama 7-10 hari. Bila diduga penyebab pneumonisnya adala S aureus, kloksasilin 50 mg/kgbb/hari i.v terbagi dalam 4 dosis dapat segera di berikan. Bila alergi terhadap penisilin dapat diberikan cefazolin, klindamicin atau vancomycin. Lama pengobatan untuk stafilokok adalah 3-4 mgg. Dilakukan teapi bedah bila ditemukan komplikasi pneumothoraks atau pneumomediastinum. Pemberiaan terapi suportif dapat berupa pemberian oksigen sesuai derajat sesaknya. Tunda pemberian nutrisi secara oral bila anak masih sesak dan mulai dengan nutrisi parenteral. Bila terjadi atelektasis diperlukan rujukkan ke rehabilitasi medic. KOMPLIKASI Komplikasi dari bronchopneumonia adalah : Atelektasis adalah pengembangan paru-paru yang tidak sempurna atau kolaps paru merupakan akibat kurangnya mobilisasi atau refleks batuk hilang. Empisema adalah suatu keadaan dimana terkumpulnya nanah dalam rongga pleura terdapat di satu tempat atau seluruh rongga pleura. Abses paru adalah pengumpulan pus dalam jaringan paru yang meradang. Infeksi sitemik Endokarditis yaitu peradangan pada setiap katup endokardial.

Meningitis yaitu infeksi yang menyerang selaput otak. PROGNOSIS Sembuh total, mortalitas kurang dari 1 %, mortalitas bisa lebih tinggi didapatkan pada anak-anak dengan keadaan malnutrisi energi-protein dan datang terlambat untuk pengobatan. Interaksi sinergis antara malnutrisi dan infeksi sudah lama diketahui. Infeksi berat dapat memperjelek keadaan melalui asupan makanan dan peningkatan hilangnya zat-zat gizi esensial tubuh. Sebaliknya malnutrisi ringan memberikan pengaruh negatif pada daya tahan tubuh terhadap infeksi. Kedua-duanya bekerja sinergis, maka malnutrisi bersama-sama dengan infeksi memberi dampak negatif yang lebih besar dibandingkan dengan dampak oleh faktor infeksi dan malnutrisi apabila berdiri sendiri. PENCEGAHAN Penyakit bronkopneumonia dapat dicegah dengan menghindari kontak dengan penderita atau mengobati secara dini penyakit-penyakit yang dapat menyebabkan terjadinya bronkopneumonia ini. Selain itu hal-hal yang dapat dilakukan adalah dengan meningkatkan daya tahan tubuh kaita terhadap berbagai penyakit saluran nafas seperti : cara hidup sehat, makan makanan bergizi dan teratur, menjaga kebersihan , beristirahat yang cukup, rajin berolahraga dll. Melakukan vaksinasi juga diharapkan dapat mengurangi kemungkinan terinfeksi antara lain: a. b. c. d. Vaksinasi Pneumokokus Vaksinasi H. Influenza Vaksinasi Varisela yang dianjurkan pada anak dengan daya tahan tubuh rendah Vaksin influenza yang diberikan pada anak sebelum anak sakit.

BAB III ANALISA KASUS Diagnosa bronkopneumonia non spesifik pada pasien ini ditegakkan berdasarkan : 1. Anamnesa

Keluhan utama sesak. Keluhan tambahan berupa batuk berdahak, pilek dan demam. Ada riwayat terpapar asap rokok. Tidak ada riwayat asma ataupun alergi pada pasien dan juga dalam keluarga pasien. 2. Pemeriksaan fisik

Kesan umum : Tampak sakit ringan, compos mentis, gizi baik, tidak tampak sesak. Status internus : Terdapat ronkhi basah halus dan wheezing pada auskultasi kedua lapang paru. 3. Pemeriksaan penunjang

Laboratorium : Leukositosis. Rontgen thorax : Corakan bronkovaskular meningkat. Tampak bercak pada perihilar dan parakardial paru kanan dan kiri. Tak tampak penebalan hilus. Diafragma dan sinus costophrenicus kanan dan kiri normal.

Kesan : Gambaran bronkopneumonia. Dari pemeriksaan antropometri didapatkan status gizi normal.

DAFTAR PUSTAKA 1. 2. Nelson Texbook of Pediatrics 2008. Hanifah M., editor. Pulmonologi Pneumonia. Pediatricia. Edisi 2; Jakarta.2005. Hal IV.2-IV.4.

3. Price, Sylvia Anderson.1994. Pathophysiology : Clinical Concepts Of Disease Processes. Alih Bahasa Peter Anugrah. Ed. 4. Jakarta : EGC 4. 5. Smeltzer, Suzanne C.2000. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah,Volume I.Jakarta : EGC Rahajoe, Nastini.N.2008.Buku Ajar Respirologi,Edisi 1.Jakarta : IDAI

6. Murray,nedels.2005.Text Book of Respiratory Medicine,Edisi 1,Volume1. United State of America :Elseiver Saunders. 7. 8. Zul Dahlan.2000. Ilmu Penyakit Dalam. Edisi II, Jakarta : Balai Penerbit FKUI. Nelson .2000.Ilmu Kesehatan Anak, Edisi 15,Volume 2.Jakarta :EGC.

Anda mungkin juga menyukai