Anda di halaman 1dari 18

Modul III : Penyakit Paru Obstruktif Kronis Blok : 13 14 ( Sistem Respirasi )

Kelompok 15 : 1. Melissa Setiawan P. 2. Gregorius Enrico A. 3. Felicitas Nia 4. Andreas Jonathan 5. Erni Nuraeni 6. Ratih Nurdiany S 7. Khrisna P 8. Aurelia Maria L. 9. I.G.B.Indra Angga 0610005 0610037 0610042 0610055 0610080 0610119 0610172 0610184 0610186

Tutor : dr. Fanny Rahardja Msi

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha Bandung

Chronic Obstructive Pulmonary Disease


DEFINISI Penyakit yg dapat dicegah dan ditangani dg efek ekstra paru yg signifikan yg dapat berpengaruh pd keparahan pasien. Komponen parunya ditandai dg terbatasnya airflow yang tidak sepenuhnya reversible. Terbatasnya airflow biasanya progresif dan berhubungan dg respon inflamasi abnormal paru terhadap partikel dan gas berbahaya/tidak sehat/bersifat merusak. COPD meliputi :
1. Emfisema (definisi anatomis) 2. Bronkitis kronik (definisi klinis) 3. Small airways disease (penyempitan bronkiolus)

KLASIFIKASI Stage I Stage II Mild Moderate FEV1/FVC < 0.70 FEV1 > 80% predicted FEV1/FVC < 0.70 50% < FEV1 < 80% Stage III Severe predicted FEV1/FVC < 0.70 30% < FEV1 < 50% Stage IV Very severe predicted FEV1/FVC < 0.70 FEV1 < 30% predicted or FEV1 < 50% predicted plus chronic respiratory faiure PREVALENSI Untuk stage 1 dan yg lebih tinggi :
Perokok dan eks-perokok >40 tahun

Laki-laki

FAKTOR RESIKO
1. Genetik Defisiensi alpha-1 antitrypsin (inhibitor serine protease). Ada banyak varian dari protease inhibitor (PI) locus yang mengkode 1AT yang telah diketahui : M allele berhubungan kadar normal 1AT S allele berhubungan dg pengurangan kadar 1AT Z allele berhubungan dg lebih banyak lagi pengurangan kadar 1AT Null allele berarti tidak adanya 1AT

Bentuk yg paling umum dari 1AT deficiency adalah PiZ, dimana seseorang dg dua Z allele atau satu Z allele dan satu Null allele. Adapun Pi MZ = 60% dari kadar PiMM. Genetik lainnya misalnya tumor necrosing factor alpha (TNF ) dan microsomal epoxide hydrolase 1 (mEPHX1). Tetapi masih inkonsisten.
2. Exposure to particles a. Merokok b. Occupational dusts, organic dan inorganic c. Indoor air pollution : kayu, feses hewan, crop residues, batu bara, kompor rusak (memasak dg biomass tanpa ventilasi yg baik). 3. Outdoor air pollution (asap rokok dan asap dari pembakaran bahan bakar fosil) 4. Pertumbuhan dan perkembangan paru

Pertumbuhan paru dipengaruhi saat kehamilan, lahir, dan kontak saat anak2. Terdapat hubungan antara berat badan saat lahir terhadap FEV1 saat dewasa. 5. Oxidative stress Ketidak seimbangan antara oksidan (endogen = makrofag & sel lain dan eksogen = polutan & asap rokok) dan antioksidan (enzimatik dan non-enzimatik). 6. Gender Wanita lebih rentan terhadap efek rokok drpd laki2. 7. Umur 8. Infeksi pernapasan Infeksi bakteri dan virus berperan dalam eksaserbasi. 9. Low status sosioekonomi 10.Nutrisi 11.Komorbiditas (missal asma = 12 kali lebih berbahaya)

PATOLOGI, PATOGENESIS DAN PATOFISIOLOGI. PENDAHULUAN COPD timbul akibat adanya proses inflamasi kronik yang mengakibatkan terjadinya kerusakan jaringan parenkim paru (yang berakibat emphysema) dan terganggunya proses perbaikan jaringan yang rusak dan mekanisme pertahanan paru (yang berakibat fibrosis saluran nafas). Keseluruhan proses patologis tersebut mengarah kepada air trapping (terperangkapnya udara di dalam jaringan paru) dan hambatan/limitasi aliran udara yang bersifat progresif. PATOLOGI Gambaran patologis yang khas pada COPD dapat ditemukan pada saluran nafas

bagian proksimal, saluran nafas bagian perifer, parenkim paru dan pembuluh darah paru. Perubahan patologis ini melibatkan proses inflamasi kronik, ditandai dengan meningkatnya jumlah sel-sel inflamasi yang spesifik pada bagian-bagian paru tertentu. dan juga melibatkan perubahan structural yang diakibatkan oleh proses kerusakan dan perbaikan yang berulang. Pada umumnya, proses inflamasi dan perubahan struktur saluran nafas ini meningkat seiring perjalanan penyakit yang bertambah parah dan menetap pada perokok aktif. Saluran Nafas Proksimal ( trachea, bronchus) Saluran Nafas Perifer (bronkhiolus) Sel-sel Inflamasi Makrofag CD8+ (cytotoxic) T-cell Neutrofil Eosinofil Makrofag CD8+ > CD4+ Sel B Limfosit Fibroblas Neutrofil Eosinofil Perubahan Struktur Jumlah Sel Goblet meningkat Pembesaran kelenjar submukosa Metaplasia epitel Penebalan dinding saluran nafas Fibrosis peribronkhial Eksudasi sel-sel inflamasi di lumen. Penyempitan saluran Peningkatan eksudat dan respons inflamasi bergantung kepada derajat keparahan. Parenkim Paru (bronkhiolus respiratorius dan alveoli) Makrofag CD8+ T Limfosit Destruksi dinding alveolus Apoptosis sel epitel dan sel endotel

Pembuluh darah Paru

Makrofag T Limfosit

Penebalan intima Disfungsi sel endotel Hipertrofi otot polos yang mengakibatkan hipertensi pulmonal.

PATOGENESIS Inflamasi pada saluran pernafasan yang terjadi pada COPD merupakan reaksi inflamasi abnormal sebagai respons dari saluran pernafasan terhadap iritan-iritan kronik seperti asap rokok. Mekanisme terjadinya inflamasi yang abnormal ini belum diketahui secara pasti, akan tetapi kemungkinan besar dipengaruhi oleh faktor genetic. Proses inflamasi paru ini secara lanjut akan diperparah dengan adanya stress oksidatif dan proteinase yang berlebihan pada paru. Secara bersamaan, mekanisme di atas yang akan mengakibatkan perubahan gambaran patologis pada COPD. Sel-Sel Inflamasi COPD memiliki sel-sel inflamasi spesifik seperti neutrofil, makrofag dan limfosit. Sel-sel ini melepaskan mediator inflamasi dan berinteraksi secara langsung dengan sel-sel pada saluran nafas atau parenkim paru. Macam-macam sel inflamasi pada COPD : Neutrofil : berhubungan dengan tingkat keparahan penyakit. Mengakibatkan adanya hipersekresi mucus dan melepaskan protease. Makrofag : dideferensiasikan dari sel monosit pada jaringan paru. Memproduksi mediator inflamasi dan protease sebagai respons terhadap asap rokok dan memiliki fungsi fagosit. T Limfosit : Baik CD4+ dan CD8+ meningkat jumlahnya, namun jumlah CD8+ lebih tinggi disbanding CD4+. CD8+ T sel mensekresikan interferongamma. Selain itu CD8+ T sel bersifat sitotoksik terhadap sel alveolus yang mengakibatkan destruksi atau kerusakan sel alveolus. B Limfosit : meningkat jumlahnya jika terjadi kolonisasi bakteri yang bersifat kronik atau jika terjadi infeksi pada saluran nafas.

Eosinofil : meningkat pada keadaan eksaserbasi. Sel Epitel : memproduksi mediator pro inflamasi.

Mediator Inflamasi Banyak mediator inflamasi yang dihasilkan pada proses patologis COPD, dan dapat dikelompokkan menjadi ; Chemotactic factor : berfungsi untuk memanggil sel inflamasi dari sirkulasi. Terdapat dua jenis chemotactic factor : Lipid chemotactic factor ( Leukotrien B4 yang memanggil Neutrofil dan T-Limfosit) serta Chemokines ( Interleukin 8 yang mengaktifkan neutrofil dan monosit) Pro-Inflammatory Cytokines : berfungsi untuk mempertahan reaksi inflamasi dan berkontribusi terhadap efek sistemik dari COPD. Contohnya adalah TNFalpha, IL1 dan IL6 Growth Factor : mengakibatkan perubahan structural dari saluran nafas dan jaringan paru, contohnya adalah TGF beta yang mengakibatkan fibrosis pada saluran nafas. Stress Oksidatif Stress oksidatif merupakan sebuah mekanisme utama yang dapat memperparah perjalanan penyakit COPD. Biomarker terjadinya stress oksidatif (hydrogen peroksida, 8-isoprostane) meningkat pada sputum dan sirkulasi sistemik penderita COPD. Stress oksidatif akan semakin meningkat pada keadaan eksaserbasi akut. Oksidan yang dihasilkan oleh asap rokok atau partikel-partikel asing lain, akan dilepaskan oleh sel-sel inflamasi seperti makrofag dan neutrofil. Selain meningkatnya jumlah oksidan pada pasien COPD, terjadi juga penurunan antioksidan, sehingga terjadi ketidakseimbangan antara oksidan dan antioksidan. Beberapa pengaruh stress oksidatif terhadap jaringan paru adalah : Aktivasi dari gen inflamasi Inaktivasi anti protease Stimulasi sekresi mucus Stimulasi peningkatan sekresi eksudat. Reduksi aktivitas histon deasetilase pada jaringan paru yang mengakibatkan

peningkatan ekspresi gen inflamasi dan reduksi aktivitas glukokortikosteroid sebagai anti-inflamasi. Ketidakseimbangan aktivitas protease dan anti-protease. Enzim protease mengakibatkan kerusakan komponen jaringan pengikat, sedangkan anti protease berfungsi untuk proteksi komponen jaringan ikat. Pada pasien COPD, terdapat peningkatan jumlah enzim protease yang berasal dari sel inflamasi dan sel epitel. Kerusakan elastin, yang merupakan komponen utama jaringan ikat pada parenkim paru, diakibatkan oleh aktivitas enzim protease dan mengakibatkan terjadinya emphysema yang bersifat irreversible. Protease dan Anti protease yang berperan pada COPD : Serine Protease Increased Protease Neutrophil elastase Cathepsin G Proteinase3 Decreased protease Alpha1 antitripsin Alpha1 antichymotripsin Secretory leukoprotease inhibitor Cysteine Protease Cathepsins B, K, L, S Matrix Metalloproteinase MMP8 (MMPs) MMP9 MMP12 Elafin Cystatins Tissue inhibitor of MMP14 (TIMP 1-4)

PATOFISIOLOGI Hambatan aliran udara dan Terperangkapnya udara pada jar. Paru (Airflow Limitation and Air Trapping) Adanya proses inflamasi, fibrosis dan eksudat pada lumen berkorelasi positif dengan reduksi nilai FEV1 dan Rasio FEV1/FVC. Pada obstruksi saluran nafas perifer yang terjadi secara progresif, udara tidak dapat dikeluarkan pada saat ekspirasi sehingga terjadi hiperinflasi paru. Hiperinflasi paru akan mengakibatkan penurunan fungsi pernafasan, sehingga terjadi peningkatan kapasitas residu fungsional, terutama pada saat beraktivitas. Hal ini yang mengakibatkan terjadinya dispnea (sesak nafas) dan

keterbatasan untuk beraktivitas. Menurut penelitian, hiperinflasi terjadi pada awal perjalanan penyakit dan merupakan mekanisme utama terjadinya dyspnoe d effort. Gangguan Pertukaran Udara (Gas Exchange Abnormalities) Gangguan pertukaran udara mengakibatkan terjadinya hipoksemia dan pada akhirnya, hiperkapnia, yang diakibatkan oleh terganggunya fungsi otot pernafasan. Gangguan pertukaran udara ini diakibatkan oleh rusaknya jaringan alveolus (emphysema) Hipersekresi Mukus Hipersekresi mucus, mengakibatkan terjadinya batuk yang produktif. Salah satu gejala dari bronchitis kronis, meskipun bronchitis kronis tidak selalu disertai dengan obstruksi saluran nafas. Sebaliknya, tidak semua pasien COPD memiliki gambaran klinis berupa batuk yang produktif. Hipersekresi mukus ini diakibatkan oleh metaplasia mukosa yang mengakibatkan peningkatan jumalah sel goblet dan pembesaran kelenjar submukosa sebagai respons terhadap kontak kronik iritans. Beberapa mediator inflamasi dan protease mengaktivasi epidermal growth factor receptor (EGFR) untuk menstimulasi produksi mucus, sehingga terjadi hipersekresi mucus. Hipertensi Pulmonal Hipertensi pulmonal ringan sampai berat dapat terjadi pada akhir perjalanan penyakit COPD. Hal ini diakibatkan oleh vasokontriksi arteri pulmonalis yang mengakibatkan hyperplasia tunika intima dan hipertrofi serta hyperplasia otot polos pembuluh darah. Selain itu terjadi pula proses inflamasi pada dinding pembuluh darah yan mengakibatkan terjadinya disfungs sel endotel. Hilangnya pembuluh kapiler paru pada pasien yang mengalami emphysema juga dapat meningkatkan tekanan pada sirkulasi pulmonum. Hipertensi pulmonal yang berjalan secara progresif dapat mengakibatkan terjadinya hipertrofi ventrikel kanan dan kegagalan jantung kanan (cor pulmonale) Efek Sistemik Timbulnya efek sistemik pada pasien COPD kemungkinan dimediasi oleh

peningkatan konsentrasi mediator inflamasi, termasuk TNF-alpha, IL 6 dan oksidan radikal bebas. Beberapa efek sistemik yang mungkin timbul, adalah ; Cachexia : Hilangnya massa lemak bebas Disfungsi otot skeletal ; apoptosis, atrofi Osteoporosis Depresi Normochromic Normocytic Anemia Peningkatan resiko terkena penyakit kardiovaskuler; karena terjadi

peningkatan C-reactive Protein (CRP) GEJALA KLINIK 1. Sesak nafas yang bertambah berat, terutama bila beraktivitas 2. Kadang-kadang disertai dengan wheezing 3. Batuk dengan dahak yang produktif 4. Rasa berat di dada.

DASAR DIAGNOSIS * Manifestasi klinik progresif 15-25 tahun proses mulai terjadi, 25-35 tahun kemampuan kerja beratnya menurun dan mulai timbul perubahan pada saluran nafas kecil, dan fungsi paru mulai berubah, 35-45 tahun batuk produktif dan FEV1 menurun, 45-55 tahun sesak nafas, hipoksemia, perubahan spirometri, sering infeksi berulang, sering atau sama sekali tidak dapat bekerja, 55-65 tahun cor pulmonale, gagal nafas, meninggal dunia.

Anamnesis a. Keluhan Sesak nafas (bertambah berat dengan aktivitas) Kadang disertai mengi Batuk dengan dahak produktif (sputum mukoid, jika ada infeksi menjadi purulen/mukopurulen) Rasa berat di dada

b. Riwayat penyakit Keluhan progresif (batuk dengan dahak sekurang-kurangnya 3 bulan berturutturut dalam 1 tahun dan paling sedikit selama 2 tahun) c. Faktor resiko Usia > 45 tahun Merokok aktif atau pasif Terpajan zat toksik (polusi, debu, gas kimiawi) Riwayat infeksi saluran nafas (batuk berulang pada masa kanak-kanak) Berat badan lahir rendah

Pemeriksaan Fisik a. Umum Pursed-lips breathing Peningkatan JVP atau edema tungkai (bila telah terjadi decompensatio cordis kanan) b. Thorax Inspeksi o Barrel chest o Penggunaan otot pernafasan tambahan o Pelebaran sela iga o Hipertrofi otot pernafasan tambahan Palpasi o Fremitus melemah/tidak ada

o Sela iga melebar Perkusi o Hipersonor o Peranjakan hepar mengecil, batas paru-hepar lebih rendah, letak diafragma rendah o Perkusi dull jantung berkurang Auskultasi o Suara nafas vesikuler normal, atau melemah o Ronki atau mengi pada bernafas biasa atau saat ekspirasi o Ekspirasi memanjang Pemeriksaan Penunjang a. Paling sederhana Jalan 6 menit (400 m), kemudian evaluasi fungsi paru atau analisis gas darah sebelum dan sesudah berjalan, didapatkan keluhan lelah atau sesak. b. Foto thorax Menyingkirkan penyakit paru lain. Gambaran PPOK: Hiperinflasi Hiperlusen atau meningkatnya gambaran bronkovaskular Diafragma mendatar Tear-drop appearance

Bronkitis kronik: tubular shadow berupa bayangan garis pararel keluar dari hilus menuju apeks dan corakan paru bertambah. Emfisema: overinflasi dengan diagfragma rendah dan datar, pengecilan pembuluh darah pulmonal, penambahan corakan ke distal, bullae, dan corakan paru bertambah. c. Pemeriksaan faal paru dengan spirometri Konfirmasi diagnosis PPOK dan menentukan derajat beratnya penyakit, menunjukkan obstruksi dan menurunnya pertukaran udara akibat destruksi jaringan paru. Kapasitas total paru dapat normal atau meningkat akibat air trapping. Dilakukan pemeriksaan reversibilitas karena 20% pasien mengalami

perbaikan dari pemberian bronkodilator. Yang diukur dengan menggunakan spirometri adalah: FEV1 (Forced Expiratory Volume in one second) FVC (Forced Vital Capacity) Rasio FEV1/FVC

d. Analisis gas darah Emfisema: PaCO2 rendah atau normal Bronkitis kronik: PaCO2 naik, saturasi Hb turun Penambahan eritropoesis (hipoksia kronik merangsang pembentukan eritropoetin sehingga menimbulkan polisitemia) e. Pemeriksaan EKG Paling dini adalah rotasi clock wise jantung. Gambaran cor pulmonale (jika ada: deviasi aksis ke kanan dan P-pulmonal pada II, III, dan aVF, low voltage QRS) Sering terdapat incomplete RBBB

f. Pemeriksaan darah Hb, Ht, leukosit g. CT scan Memastikan adanya bullae

DIFERENSIAL DIAGNOSIS
Asma Bronchiale Onset usia dini Gejala bervariasi dari hari ke hari Etiologi jarang karena rokok Terjadi hiperreaktivitas bronkus yang lebih menonjol Terdapat eosinofil pada sputum Gejala mengi lebih sering terjadi Gejala pada waktu malam / subuh lebih menonjol Dapat ditemukan rinitis, alergi dan atau eksim Adana riwayat asma pada keluarga

Obstruksi aliaran udara umumnya reversibel

Gagal jantung kongestif Riwayat hipertensi Ronchi basah halus di basal paru Pada foto thorax terdapat kardiomegali dan oedema paru Pemeriksaan faal paru restriksi

TB Paru Onset semua usia Gambaran foto thorax terdapat bayangan cavitas, bercak keras, garis keras (fibrosis), noda keras biasanya terdapat di apex paru Penegakan diagnosis dengan pemeriksaan sputum SPS BTA +

Bronkiektasis sputum purulen dengan jumlah banyak sering berhubungan dengan infeksi bakteri Rochi basah kasar dan jari tabuh (clubbing finger) Gambaran foto thorax tampak honeycomb appereance dan penebalan dinding bronkus

Sindrom Obstruksi Pasca TB (SOPT) riwayat pengobatan TB yang adekuat Gambaran foto thorax terdapat bekas TB fibrotik dan kalsifikasi minimal

PENATALAKSANAAN 1. Penatalaksanaan PPOK Stabil : Tujuan : mempertahankan fungsi paru, meningkatkan kualitas hidup, mencegah eksaserbasi. Farmakologi : - Berhenti merokok : memperlambat penurunan fungsi paru ; bupropion (antidepressant), nicotine replacement. Gum, transdermal patches, inhaler, nasal spray. Menghindari zat-zat iritasi yang bersifat iritatif karena dapat menimbulkan eksaserbasi dan memperburuk penyakit. - Oksigen : menurunkan tingkat mortalitas pasien PPOK

- Bronkodilator : simptomatik, meningkatkan status kesehatan. Disesuaikan dengan derajat PPOK. Antikolinergik : ipratropium bromide. Beta agonis : SABA (isoproterenol, metaproterenol), LABA (salmeterol). ES : tremor, takikardia dan hipokalemia Teofilin. Gagal dengan pengobatan antikolonergik dan beta agonis. Sustainedrelease, memperbaiki saturasi oksigen hemoglobin arteri saat tidur. - Kortikosteroid : Glukokortikoid inhalasi : menurunkan frekuensi eksaserbasi 25-30%. ES : oropharyngeal candidiasis, penurunan densitas tulang. Parenteral kortikosteroid - Vaksinasi influenza. Pasien > 60 tahun dan pasien PPOK sedang, berat dan Sangay berat. - Mukolitik dan antioksidan : N-acetyl cysteine Non farmakologi : - Rehabilitasi : memperbaiki quality of life, dyspnoe, kapasitas latihan, menurunkan angka masuk rs. - Lung volume reduction surgery (LVRS) : menurunkan volume paru pasien dgn emphysema, tidak untuk pasien dengan penyakit pleura, extreme deconditioning, CHF, kondisi kegawatan lain. - Lung transplantation : pasien < 65 tahun, severe diasability meskipun telah mendapat pengobatan maksimal, tdk memiliki penyakit hepar, ginjal dan jantung. - Bullectomy : meringankan gejala dyspnea berat. CO2 laser via thoracoscopy. Edukasi : - Berhenti merokok - Pengetahuan tentang dasar PPOK - Obat-obatan, ES, manfaatnya - Cara pencegahan dan perburukan penyakit - Penyesuaian aktivitas

2. penatalaksanaan PPOK Eksaserbasi : gejala utama : - sesak bertambah - produksi sputum meningkat - perubahan warna sputum tipe eksaserbasi akut PPOK berdasarkan gejala - tipe I : eksaserbasi berat, 3 gejala - tipe II : eksaserbasi sedang, 2 gejala - tipe III : eksaserbasi ringan, 1 gejala + infeksi saluran nafas > 5 hari, demam tanpa sebab lain, peningkatan batuk, mengi, frekuensi pernafasan >20% baseline, frekuensi nadi > 20% baseline. penyebab eksaserbasi - primer : infeksi trakheobronkial - sekunder : pneumonia, gagal jantung kanan/kiri/aritmia, emboli paru, pneumothoraks spontan, dll. Prinsip penatalaksanaan eksaserbasi PPOK 1. Optimalisasi penggunaan obat : a. Bronkodilator - Agonis B2 + antikolinergik perinhalasi (nebuliser - Xantin (teofilin) i.v. b. Kortikosteroid sistemik : 30-40 mg prednisolon oralselama 10-14 hr. c. Antibiotik golongan makrolid (azitromisin, klaritomisin, roksitromisin), kuinolon respirasi, sefalosforin generasi III/IV. d. Mukolitik : karboksi metil sistein e. Ekspektoran : bromheksin 2. Terapi oksigen 1-3 liter/menit 3. Terapi nutrisi 4. Rehabilitasi fisik ( meningkatkan kapasitas latihan pada pasien dyspnea berat) dan respirasi 5. Evaluasi progresifitas penyakit

Penatalaksanaan eksaserbasi akut dapat dilaksanakan di : - klinik rawat jalan - UGD RS - Ruang rawat - Ruang ICU KOMPLIKASI 1. Cor Pulmonale 2. End Stage Lung Disease 3. Eksaserbasi akut 4. Pneumothorax 5. Pneumonia 6. Polisitemia 7. Ketergantungan pada ventilator dan terapi oksigen. PROGNOSIS Quo ad vitam : dubia ad malam Quo ad functionam : ad malam Quo ad sanationam : ad malam PENCEGAHAN 1. Stop merokok 2. Menghindari polusi udara 3. Menghindari infeksi saluran nafas yang berulang 4. Memakai masker jika di lingkungan pekerjaan banyak polutan 5. Edukasi kepada masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

1. Suyono, H. Slamet, dkk. 2004. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Edisi Ketiga. Jakarta : Gaya Baru. 2. Davey, Patrick. 2006. At a Glance medicine. Jakarta : Erlangga 3. Mansjoer, Arif, dkk. 1999. Kapita Selekta Kedokteran FK UI. Jakarta : Media Aesculapius 4. Kasper,Dennis, dkk. 2005. Harrisons Principle of Internal Medicine. USA : McGraw Hill 5. Global Initiative for Chronic Obstructive Pulmonary Disease 6. Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Penyakit Paru Obstruktif Kronis.

Anda mungkin juga menyukai