Anda di halaman 1dari 13

BAGIAN / SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERAN VASKULAR BPK RSUZA BANDA ACEH

BAB II PERIPARTUM KARDIOMIOPATI 2.1 Pendahuluan Pada beberapa negara berkembang, terdapat sejumlah kematian maternal yang berhubungan dengan penyakit jantung seperti gangguan miokardial yang semakin meningkat pada dua dekade terakhir. Peripartum kardiomiopati (PPCM) termasuk sebagai penyakit kardiomiopati pada kehamilan yang jarang terjadi. Penyakit ini termasuk kedalam kondisi yang mengancam jiwa dimana penyebab pasti dari penyakit ini belum diketahui dengan jelas,yang pada umumnya PPCM terjadi selama periode peripartum1,2. Peripartum kardiomiopati (PPCM) merupakan komplikasi yang terjadi pada kehamilan yang ditandai dengan dilatasi dan disfungsi ventrikel kiri yang terjadi selama akhir kehamilan, selain itu dapat juga ditemukan gejala gagal jantung yang dapat meningkat pada akhir trimester kehamilan hingga 5 bulan setelah persalinan. Peripartum kardiomiopati (PPCM),dengan gejala klinis yang khas, telah menjadi fokus perhatian pada beberapa literatur obstetri karena etiologi yang belum jelas, perjalanan penyakit yang tidak dapat diprediksi, dan sering dengan outcome yang kurang baik. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Whitehead dari 245 kasus kematian akibat penyakit Kardiomiopati yang terjadi selama 1991-1997, ditemukan sebanyak 171 (70%) kasus diakibatkan oleh PPCM. Angka kematian meningkat pada wanita dengan usia lebih tua dan menurut Whitehead wanita kulit hitam memiliki kemungkinan 6 kali lebih besar untuk mengalami PPCM dibandingkan wanita kulit putih. Dari 171 kasus tersebut dilaporkan bahwa 2% meninggal sebelum kelahiran, 48% meninggal pada 42 hari setelah kelahiran dan 50% meninggal antara 42 hari hingga 1 tahun kelahiran. Faktor risijko dari PPCM ini belum diketahui secara pasti dan pada beberapa literatur dikatakan bahwa riwayat penyakit PPCM pada keluarga pada umumnya jarang. Tetapi, angka insidensi PPCM ditemukan lebih tinggi pada beberapa wilayah, khususnya di Afrika dan Haiti, yang mengindikasikan kemungkinan adanya faktor genetik yang terlibat pada kejadian PPCM ini1,2,3,4,5,6.

17

BAGIAN / SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERAN VASKULAR BPK RSUZA BANDA ACEH

2.2

Definisi

Peripartum kardiomiopati (PPCM) dapat didefinisikan sebagai 2.3Etiopatogenesis Peripartum kardiomiopati (PPCM) pada umumnya merupakan penyakit yang etiologinya belum diketahui secara pasti, namun demikian ada beberapa mekanisme yang diutarakan dan dianggap sebagai etiologi yang ikut berperan dalam proses terjadinya PPCM tetapi diantara mekanisme tersebut belum ada yang pasti, diantaranya: a. Miokarditis Miokarditis telah ditemukan pada biopsi endomiokardium ventrikel kanan pada pasien dengan PPCM, dengan gambaran infiltrat limfosit yang tebal dan ditemukan sejumlah edema mikosit, nekrosis, dan fibrosis. Prevalensi pasien miokarditis pada pasien dengan PPCM berkisar antara 8,8% - 78% di beberapa studi berbeda. Dikatakan bahwa hipotesis menurunnya sistem imunitas selama hamil, dapat meningkatkan replikasi virus, dan kemungkinan untuk menyebabkan terjadinya miokarditis akan meningkat. b. Infeksi virus kardiotropik c. Apoptosis dan inflamasi d. Respon hemodinamik yang abnormal Selama kehamilan, volume darah dan cardiac output meningkat, namun after load menurun karena adanya relaksasi otot polos pemubuluh darah. Peningkatan volume darah dan cardiac output selama kehamilan menyebabkan hipertrofi ventrikel kiri untuk sementara waktu dan dapat kembali seperti biasa, hal ini bertujuan untuk memenuhi kebutuhan ibu dan janin. Cardiac output mencapai titik maksimal pada usia 20 minggu kehamilan.

18

BAGIAN / SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERAN VASKULAR BPK RSUZA BANDA ACEH

Disfungsi sistolik sementara dari ventrikel kiri akan kembali normal (baseline) selama trimester III dan pada awal kelahiran dimana cardiac output akan kembali menurun. e. Kemungkinan faktor lainnya Yang termasuk sebagai kemungkinan faktor lain adalah prolaktin, relaxin, kompleks imun, sintesis nitrat oksidasi nitrat jantung, sel dendrit yang tidak matang, distrophin jantung, dan reseptor toll-like. 2.4 Epidemiologi Penyakit gagal jantung yang dialami selama kehamilan telah dikenal pada awal tahun 1849, tetapi penyakit ini digambarkan sebagai bentuk kardiomiopati tahun 1930. Peripartum kardiomiopati (PPCM) merupakan penyakit yang relatif jarang terjadi. Menurut The National Hospital Discharge Survey (1990-2002) memprediksikan bahwa penyakit ini terjadi pada 1 diantara 2.289 orang di Amerika Serikat. Menurut Nabhan, penyakit PPCM terjadi pada 1 diantara 3.000 hingga 15.000 wanita hamil, dengan insidensi tertinggi terjadi di Afrika, meskipun demikian semua ras dapat juga mengalami penyakit ini. Sekitar 4 juta kelahiran yang dilaporkan di Amerika Serikat, diperkirakan 250 hingga 1350 wanita akan mengalami PPCM setiap tahunnya2,8. Menurut Twomley dan Ramaraj pada penelitian yang berbeda dikatakan bahwa ada beberapa faktor risiko tinggi untuk kejadian PPCM, diantaranya 2,7,8: a. Usia; wanita yang mengandung anak diatas usia 30 tahun ternyata memiliki insidensi lebih tinggi untuk mengalami PPCM ini walaupun penyakit dapat terjadi pada wanita dengan usia berapapun. b. Etnik Afrika Amerika c. Multiparitas d. Kehamilan multifetal (kembar) e. Hipertensi gestasional f. Preeklampsia g. Hipertensi kronik h. Penggunaan tokolitikdalam jangka waktu yang lama 19

BAGIAN / SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERAN VASKULAR BPK RSUZA BANDA ACEH

i.

Obesitas

2.5 Gambaran Klinis Peripartum kardomiopati (PPCM) akan menunjukkan gambaran disfungsi sistolik ventrikel kiri pada wanita tanpa adanya riwayat penyakit jantung. Tetapi pada pasien dengan PPCM akan menunjukkan gambaran klinis berupa2: a. Tanda-tanda gagal jantung; seperti dispnea, pusing, edema tungkai, dan ortopnea. Selain itu edema pulmonal juga dilaporkan sebagai salah satu gejala yang dirasakan pada 106 pasien pada studi di Cina tahun 2007. b. Tromboemboli; dapat ditemukan pada pasien dengan PPCM. Hemoptisis dan nyeri dada pleuritik mungkin juga dilaporkan sebagai gejala dari emboli paru. c. Aritmia jantung dan henti jantung tiba-tiba juga pernah dilaporkan d. Bentuk laten dari PPCM juga pernah dilaporkan; terkadang pasien PPCM juga dilaporkan tidak memiliki gejala klinis yang khas Selain gejala klinis yang dilaporkan oleh Ramaraj di atas, terdapat gambaran klinis lain yang dialami oleh wanita dengan PPCM yang dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu8: a. Gejala, meliputi: Dispnea Ortopnea Paroksisimal nokturna dispnea Batuk Nyeri dada Anoreksia Lemah (fatigue) Edema tungkai

b. Tanda, meliputi: Tanda umum 20

BAGIAN / SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERAN VASKULAR BPK RSUZA BANDA ACEH

Distensi vena jugular

Takikardia Takipneu Hepatomegali Refluks hepatojugular Asites Edema perifer Perubahan status mental Tromboemboli Tanda dari jantung Irama gallop Ditemukannya murmur dari regurgitasi mitral Basiler pulmonari rales Tanda-tanda hipertensi pulmonal (suara P2 yang mengeras)

2.6 Kriteria Diagnosis Demakis et al pada tahun 1971 kemudian dilanjutkan oleh The National Heart, Lung, and Blood Institute (NHLBI) dan The National Institute of Health (NIH) pada April 1997 mempublikasikan beberapa kriteria diagnosis untuk PPCM yang bertujuan untuk memudahkan penelitian yang lebih akurat mengenai epidemiologi, patofisiologi, dan outcome dari penyakit ini. Kriteria diagnosis tersebut adalah1,2,7,8: a. Ditemukannya gejala klinis dari gagal jantung pada akhir kehamilan atau 5 bulan setelah kelahiran b. Adanya fraksi ejeksi (an ejection fraction) yang kurang 45% atau kombinasi dari pemendekan dari fraksi tipe M (an M-mode fractional shortening) yang kurang dari 30% dan adanya dimensi akhir diastolik yang lebih besar dari 2,7 cm/m2 c. Tidak ada penyakit jantung yang diketahui sebelum akhir kehamilan, dan d. Tidak ada penyebab gagal jantung yang teridentifikasi 21

BAGIAN / SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERAN VASKULAR BPK RSUZA BANDA ACEH

Seorang klinisi harus berhati-hati dalam mengeksklusi penyebab lain dari penyakit jantung sebelum diagnosis PPCM ditegakkan, yang dapat berubah. Selama kehamilan ada banyak perubahan fisiologis yang menyerupai penyakit gagal jantung. Oleh karena itu, pada pasien yang dicurigai disfungsi ventrikel kiri (LVD), ekokardiografi menjadi salah satu pemeriksaan yang direkomendasikan tidak hanya untuk menegakkan diagnosis tetapi juga untuk mengeksklusikan penyebab-penyebab lain pada gagal jantung seperti penyakit katup jantung8. Pada pemeriksaan elektrokardiogram (EKG) pada umumnya akan menunjukkan gambaran yang normosinus atau sinus takikardia, tetapi frekuensi ektopi dan atrial aritmia mungkin juga bisa ditemukan. Selain itu, hipertrofi ventrikel kiri, adanya gelombang T inverted, gelombang Q, dan perubahan segmen ST-T juga pernah dilaporkan. Dan pada umumnya pemeriksaan foto thoraks akan membrikan gambaran pembesaran jantung (kardiomegali)8. Selain pemeriksaan ekokardiografi dan elektrokardiogram Ramaraj pada penelitiannya mengungkapkan bahwa Magnetic Resonance Imaging (MRI) dapat dijadikan sebagai modalitas pelengkap untuk menegakkan diagnosis PPCM, dan mungkin dapat membuktikan mekanisme penting yang terlibat pada penyakit ini. Pemeriksaan ini dapat menilai kontraksi miokardial secara global dan segmental, dan dapat menilai karakteristik dari miokardium. Selanjutnya, peningkatan kontras yang tertunda (dengan menggunakan gadolinium) dapat membantu membedakan tipe nekrosis mikosit, yaitu, miokarditis versus iskemik. Pada miokarditis ditemukan distribusi nonvaskuler pada subepikardium dengan nodul-nodul atau gambaran band-like, dan sebaliknya pada iskemik ditemukan adanya distribusi vaskuler di lokasi subendokardial atau transmural. Kawano et al pada penelitiannya menggambarkan seorang pasien dengan PPCM yang memiliki kerusakan pada miokardium menunjukkan peningkatan kontras yang tertunda pada ventrikel kiri. Dan penilaian ini berubah setelah pasien tersebut diobati dengan beta-blocker, angitensin receptor blocker (ARB), dan Spironolakton (Aldactone), dan fungsi jantung pasien tersebut kembali seperti semula. Laurent et al menganjurkan menggunakan MRI jantung sebagai 22

BAGIAN / SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERAN VASKULAR BPK RSUZA BANDA ACEH

pedoman dalam melakukan biopsi di daerah jantung yang abnormal, yang memiliki lebih banyak manfaat dibanding biopsi buta2.

2.7 Penatalaksanaan Penatalaksanaan pasien dengan PPCM pada umumnya mirip dengan penatalaksanaan dilatasi kardiomiopati noniskemik yang terdiri dari dua unsur yaitu unsur norfarmakologis dan unsur farmakologis. Untuk tata laksana secara nonfarmakologis terdiri dari: a. Diet rendah garam (<4 gram/hari) b. Pembatasan cairan (<2L/hari) c. Olahraga harian ringan, seperti berjalan Sedangkan untuk penatalaksanaan PPCM terkait unsur farmakologis, tata laksana juga dibagi ke dalam dua kelompok, yaitu PPCM selama kehamilan dan setelah kehamilan. 1. Pengobatan gagal jantung selama kehamilan Dalam mengobati gagal jantung selama kehamilan, maka yang harus dipertimbangkan adalah keselamatan janin dan sang ibu. Sehingga manajemen yang terkoordinasi dengan spesialis merupakan hal yang sangat penting untuk memonitor keadaan jantung janin. a. Angiotensin Converting Enzyme (ACE) inhibitors dan Angiotensin Receptor Blockers (ARB) merupakan obat-obatan yang kontraindikasi pada kehamilan, karena obat-obat tersebut dapat menyebabkan kecacatan, meskipun obat tersebut merupakan pengobatan lini pertama pada wanita dengan gagal jantung setelah kehamilan. Efek teratogenik terjadi pada trimester II dan III dengan karakteristik kelainan janin berupa hipotensi fetal, ologohidramnion, dan displasia tubular renal. Tetapi, studi terkini juga melaporkan adanya risiko malformasi yang terjadi pada trimester pertama akibat ACE inhibitors. b. Digoxin, Beta blockers, Loop diuretic, dan obat-obat yang menurunkan afterload seperti Hidralazin dan Nitrat terbukti aman dan menjadi terapi lini pertama gagal jantung selama kehamilan. Beta blockers memiliki 23

BAGIAN / SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERAN VASKULAR BPK RSUZA BANDA ACEH

efikasi yang kuat pada pasien dengan gagal jantung, tetapi obatobat tersebut belum diuji coba pada PPCM. Namun demikian, beta blockers telah lama digunakan pada wanita hamil dengan hipertensi tanpa ada efek yang merugikan bagi janin, dan pasien dapat mengkonsumsi agen tersebut sebelum diagnosis ditegakkan secara pasti dan dapat melanjutkannya dengan aman. 2. Pengobatan gagal jantung setelah kehamilan Setelah persalinan, pengobatan gagal jantung mirip dengan wanita yang tidak hamil dengan kardiomiopati dilatasi. a. ACE inhibitors dan ARBs, dengan dosis target adalah satu setengah dari dosis maksimum obat antihipertensi. b. Diuretics, diberikan untuk meredakan gejala/ simptom. c. Spironolakton atau digoxin biasanya digunakan untuk mengobati gejala gagal jantung dengan New York Heart Association (NYHA) kelas III dan IV. Dosis sasaran untuk spironolakton 25 mg/ hari setelah dosis obat lain maksimal. Terget digoxin adalah dosis harian yang paling rendah untuk memperoleh tingkat digoxin serum yang mudah didapat, yang seharusnya kurang dari 1,0 ng/mL. Pada the Digitalis Investigation Group trial, tingkat digoxin serum mula dari 0,5 hingga 0,8 ng/mL (0,6-1,0 nmol/L) yang merupakan tingkat yang berguna, dan pada tingkat 1,1 hingga 1,5 ng/mL (1,4-1,9 nmol/ L) biasanya dihubungkan dengan peningkatan risiko kematian yang berhubungan dengan gagal jantung. d. Beta blockers merupakan obat yang direkomendasikan pada PPCM, untuk menghilangkan gejala, fraksi ejeksi (ejection fraction), dan untuk kelangsungan hidup. Nonselektif Beta blockers seperti Carvedilol (Coreg) dan selektif Beta blockers seperti Metoprolol succinate (Toprol XL) telah menunjukkan manfaat yang baik. Dosis target Carvedilol adalah 25 mg dua kali sehari (50 mg 2 x 1 pada pasien yang lebih besar) atau Metoprolol succinate 100 mg satu kali sehari. 3. Terapi Antikoagulan Selain obat-obatan di atas, terdapat terapi penting yang perlu dipertimbangkan pada pasien dengan PPCM, terapi tersebut adalah 24

BAGIAN / SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERAN VASKULAR BPK RSUZA BANDA ACEH

antikoagulan. Selama kehamilan, risiko komplikasi tromboemboli meningkat karena konsentrasi faktor koagulasi yang lebih tinggi yaitu faktor II, VII, VIII, dan X serta fibrinogen plasma, dimana risiko ini akan mengakibatkan disfungsi sistolik dan kemungkinan adanya atrial fibrilasi. Risiko ini dapat bertahan hingga 6 minggu setelah kehamilan, namun pada penelitan yang dilakukan oleh Twomley keadaan ini justru dapat bertahan hingga 3 bulan setelah kehamilan. Untuk menghindari hal tersebut pemberian antikoagulan perlu dipertimbangkan. Warfarin dan Aspilet merupakan agen yang berperan sebagai antikoagulan, namun sampai saat ini penelitian masih belum bisa menemukan agen mana yang dapat mencegah kematian atau stroke pada pasien dengan fraksi ejeksi ( ejection fraction) yang kurang dari 35%. Warfarin dapat menyebabkan perdarahan serebral spontan pada janin pada trimester II dan III sehingga pada umumnya obat ini menjadi kontraindikasi pada kehamilan. Tetapi menurut pedoman The American College of Cardiology dan The American Heart Association pada menajemen pasien dengan penyakit katup jantung dikatakan bahwa Warfarin mungkin aman penggunannya selama 6 minggu usia gestasi, tetapi akan timbul risiko embriopati bila warfarin diberikan antara 6 hingga 12 minggu usia kehamilan. Pedoman tersebut juga mengatakan bahwa pemberian warfarin relatif aman selama trimester II dan III tetapi harus dihentikan atau diganti menjadi heparin beberapa minggu sebelum kelahiran. 4. Transplantasi Jantung Pada pasien dengan gagal jantung yang berat meskipun telah mengunakan obat-obatan yang maksimal juga diperlukan transplantasi jantung untuk mempertahankan dan meningkatkan kualitas hidupnya. Lebih dari sekitar 3.000 jantung yang siap untuk ditransplantasikan setiap tahunnya di dunia. Alat bantuan ventrikuler merupakan indikasi untuk dilakukannya transplantasi jantung. Pasien dengan gejala aritmia ventrikuler seharusnya dipertimbangkan untuk implantasi defibrilator. 5. Pengobatan Terbaru

25

BAGIAN / SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERAN VASKULAR BPK RSUZA BANDA ACEH

Hingga saat ini penelitian mengenai PPCM terus saja dilakukan termasuk pengobatan yang semakin lama semakin berkembang, di bawah ini merupakan beberapa agen yang menjadi pengobatan terbaru pada PPCM: a. Pentoksifilin Pada sebuah penelitian dikatakan bahwa penggunaan terapi konvesional pada PPCM dengan menggunakan pentoksifilin dapat mengubah outcome, fungsi ventrikel kiri, dan gejala klinis. b. Imunoglobulin intravena (IVIG) Pada beberapa studi dikatakan bahwa penggunaan imunoglobulin intravena dapat menghilangkan fraksi ejeksi (ejection fraction) dan secara bermakna dapat menurunkan tingkat inflamasi sitokin, yang disebut tioredoksin. c. Terapi imunosupresif Terapi ini belum menunjukkan peranan yang penuh, tetapi terapi perlu dipertimbangkan pada pasien yang menunjukkan miokarditis. Berbagai macam mekanisme etiologi PPCM, dan sepertinya tidak mungkin imunosupresan dapat membantu semua pasien. Lagipula, tanpa adanya percobaan dengan skala besar, pengobatan akan berhasil karena mungkin saja hal itu merupakan perjalanan penyakit yang natural. d. Bromokriptin Pada penyakit PPCM terdapat hubungan antara PPCM dengan stres oksidatif yang dimediasi oleh antiangiogenik dan proapoptosis 16kD yang merupakan bentuk dari prolaktin dan mengakibatkan terganggunya mikrovaskularisasi jantung. Sebuah studi menunjukkan bahwa penghambatan prolaktin oleh bromokriptin pada terapi tambahan dapat mencegah episode berulang pada pasien PPCM di kehamilan selanjutnya. Berdasarkan studi tersebut laporan kasus terbaru menunjukkan bahwa bromokriptin juga bermanfaat pada PPCM akut. Survei yang dilakukan lebih dari 1400 wanita hamil yang menggunakan bromokriptin pada beberapa minggu awal kehamilan tidak menunjukkan peningkatan angka aborsi spontan atau kelainan kongenital.

26

BAGIAN / SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERAN VASKULAR BPK RSUZA BANDA ACEH

2.8 Prognosis Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa PPCM merupakan salah satu kasus yang jarang detemui pada wanita hamil namun apabila terkena maka angka kesakitan dan kematian pada ibu dan janin harus diperhaitkan dengan teliti. Berdasarkan laporan kasus yang dilaporkan oleh Segal, dikatakan bahwa pada pasien yang mampu bertahan melawan PPCM saat pertama kali menderita namun tidak mendapatkan perbaikan yang maksimal atau fungsi dari ventrikel kiri tidak begitu normal maka kehamilan beriktunya sebaiknya dihindari karena akan meningkatkan risiko kejadian ulangan (reccurrence). Ramaraj juga mengatakan bahwa meskipun setelah terjadi perbaikan pada fungsi ventrikel kiri, kehamilan beriktunya pada seorang wanita dapat meningkatkan risiko ulangan penyakit PPCM. Berdasarkan studi yang dilakukan di Haiti pada 99 pasien, 15 dari total keseluruhan sampel hamil kembali, 8 diantaranya mengalami gagal jantung yang sangat buruk dan mengalami disfungsi sistolik yang berkepanjangan. Penelitian lain juga dilakukan pada 6 orang wanita Afrika Selatan dimana mereka didiagnosis gagal jantung dengan NYHA derajat I dan kembali hamil, 2 orang diantara mereka mengalami kematian pada 8 minggu setelah kelahiran dan 4 orang lainnya mengalami gejala gagal jantung yang berkelanjutan2,3. Selain itu, apabila terjadi perbaikan yang komplit pada wanita dengan PPCM dalam artian tidak ditemukan lagi adanya disfungsi ventrikel kiri maka risiko kejadian ulangan PPCM pada kehamilan berikutnya lebih rendah, namun tidak tertutup kemungkinan untuk terjadi lagi. Oleh karena itu, konsultasi dengan dokter yang lebih ahli perlu dilakukan dengan tetap mengontrol fungsi jantung 2,3.

27

BAGIAN / SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERAN VASKULAR BPK RSUZA BANDA ACEH

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan pada bab sebelumnya dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Penyakit peripartum kardiomiopati (PPCM) merupakan penyakit yang jarang terjadi, namun penyakit ini merupakan kondisi yang mengancam jiwa karena angka mortalitas dan morbiditasnya yang sangat tinggi. 2. Sampai saat ini penyebab pasti dari PPCM masih belum diketahui namun terdapat beberapa faktor penyebab yang masih diajukan antara lain penyakit miokarditis, infeksi virus kardiotropik, apotosis dan inflamasi, respon hemodinamik yang abnormal, dan beberapa faktro lainnya seperti peranan prolaktin. 3. Dalam upaya penegakan diagnosis PPCM harus memenuhi kriteria diagnosis yang telah dipublikasikan oleh The National Heart, Lung, and Blood Institute (NHLBI) dan The National Institute of Health (NIH) yang terdiri dari: Ditemukannya gejala klinis dari gagal jantung pada akhir kehamilan atau 5 bulan setelah kelahiran Adanya fraksi ejeksi (an ejection fraction) yang kurang 45% atau

kombinasi dari pemendekan dari fraksi tipe M (an M-mode fractional shortening) yang kurang dari 30% dan adanya dimensi akhir diastolik yang lebih besar dari 2,7 cm/m2 28

BAGIAN / SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERAN VASKULAR BPK RSUZA BANDA ACEH

Tidak ada penyakit jantung yang diketahui sebelum akhir

kehamilan, dan 4. Tidak ada penyebab gagal jantung yang teridentifikasi

Penatalaksanaan pasien dengan PPCM harus memperhatikan keadaan ibu dan janin karena terdapat beberapa agen yang memiliki efek yang merugikan bagi ibu dan juga janin.

5.

Prognosis pasien dengan PPCM pada umumnya bergantung pada proses recovery dari ventrikel kiri, bila recovery tidak komplit atau fungsi ventrikel kiri tidak begitu baik maka kemungkinan kejadian PPCM ulangan pada kehamilan berikutnya lebih tinggi dibandingkan dengan prooses recovery yang komplit. Oleh karena itu konsultasi dengan dokter yang lebih ahli perlu dilakukan untuk proses pengontrolan jantung di kemudian hari.

29

Anda mungkin juga menyukai