Anda di halaman 1dari 8

Hal yang harus di lakukan oleh ketua tim adalah: Manajmen bencana sebagai ketua tim adalah; Manajemen

bencana sebagai sebuah kepentingan publik yang bertujuan untuk mengurangi korban nyawa dan kerugian harta benda. Substansi dari manajemen bencana ini adalah adanya suatu langkah konkrit dalam mengendalikan bencana sehingga korban yang tidak diharapan dapat terselamatkan, dan upaya untuk pemulihan pasca bencana dapat dilakukan dengan cepat dan efektif. Manajemen bencana yang didefinisikan sebagai aplikasi ilmu pengetahuan yang secara sistematik mengamati dan menganalisis bencana yang meliputi tahapan : pencegahan, mitigasi, perencanaan sistematis terhadap keadaan darurat, tanggap darurat, dan recovery (rekonstruksi) sebagai siklus. Pada kasus bencana gempa dan tsunami, beberapa bidang khusus pengelolaan yang perlu diperhatikan meliputi: 1. Kerusakan yang berat dan berkala besarmenyebabkan pula perlunya segera dilakukannya pencarian dan penyelamatan, serta bantuan obat-obatan dan penampungan sementara dalam skala yang besar pula 2. Masalah politis agar dapat dipinggirkan sementara agar dapatmemudahkan akses dan pergerakan bantuan kemanusiaan 3. Kerusakan infrastruktur dan gangguan fasilitas pelayanan umum menjadi prioritas untuk segera dipulihkan agar dampak sosial tidak membesar 4. Recovery mencakup perbaikan dan pembangunan kembali memerlukan energi dan biaya yang tinggi, serta waktu yang lama 5. Kejadian yang jarang menyebabkan kesulitan dalam meningkatkan kepedulian masyarakat dan usaha mitigasi pada saat kondisi normal

6. Prevention (pencegahan). Mengukur dan memperkirakan bencana apa saja yang akan terjadi. Memang pada dasarnya sangat susah untuk memperkirakan dimana bencana akan menghadang akan tetapi kita bisa (berusaha) mencegah dengan, sebagai contoh : membuat bangunan yang secara konstruksi kuat menahan goncangan, membangun rumah tidak terlalu dekat dengan laut atau setidaknya memperhatikan syarat-syarat standar keamanan pembangunan, pengeboran, dan lain sebagainya.

7. Mitigation (mitigasi atau usaha memperkecil efek bencana). Tindakan mitigasi bisa dalam bentuk program yang spesifik. Ini di upayakan agar pada saat kejadian bencana, program ini dapat memperkecil korban jiwa dan kerusakan. Contohnya : membudayakan pelatihan menghadapi bencana yang bisa dimulai dari sekolah-sekolah dan instansi pemerintah. Selalu memperbaharui standarstandar penanganan bencana, Pelaksanaan kode-kode standar keamanan pada pembangunan fisik, Peringatan dini bencana (early warning), regulasi tata guna lahan, regulasi keamanan bangunan tingkat tinggi dan kontrol terhadap penggunaan bahanbahan berbahaya. Membentuk sistem perlindungan untuk instalasi kunci, seperti pembangkit listrik dan bangunan telekomunikasi vital.

1. Preparedness (Kesiap-siagaan). Dengan adanya standar tanggap bencana yang sebaiknya ditetapkan oleh pemerintah dan disosialisasikan kepada publik, diharapkan dapat melatih masyarakat, baik sebagai komunitas maupun kelompok selalu siap siaga menghadapi yang terburuk dan agar tidak terjadi kepanikan masal. Karena kepanikan bisa menimbulkan efek yang lebih mematikan daripada bencana itu sendiri. Standar tanggap bencana ini termasuk formulasi tata cara menghadapi bencana (the formulation of viable counter-disaster plans). Kejelasan sumber informasi agar tidak terjadi penyebaran kabar yang diragukan kebenarannya seperti yang terjadi baru-baru ini. Kejelasan inventaris sumber daya dalam menghadapi bencana dan pelatihan personel tanggap bencana yang diharapkan dapat efektif ketika sebelum dan sesudah bencana terjadi. Kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana bisa dibagi menjadi 3 bagian, antara lain :

Warning (peringatan). Ketika suatu daerah mengalami tanda-tanda alam ataupun berita adanya bencana yang mendekat baik oleh BMG maupun dari instansi yang terkait, maka tanda peringatan harus difungsikan semaksimal mungkin. Kentongan, pengeras suara di Masjid-masjid, breaking news di televisi dan radio maupun pesan singkat melalui SMS dapat digunakan untuk memberikan peringatan awal. Threat (ancaman). Ketika gejala dan peringatan sudah dapat dikenali sebagai bencana yang berpotensi berbahaya, maka penduduk diminta untuk bersiap-siap mengungsikan diri dengan dibimbing oleh tenaga yang sudah dilatih dalam manajemen bencana agar tidak terjadi kesimpang-siuran penanganan. Precaution (tindakan pencegahan). Tindakan nyata dilakukan setelah kejelasan berita bencana yang mendekat adalah betul membahayakan, antara lain : menutup perkantoran, sekolah dan tempat-tempat umum berkumpulnya massa; membawa generator atau pembangkit tenaga darurat; mengarahkan ke tempat pengungsian yang sudah dipersiapkan keamanannya; membawa peralatan yang terdiri atas peralatan minimal untuk bertahan hidup seperti persediaan air bersih, tenda dan makanan.

1. Response (reaksi cepat).

Reaksi cepat biasanya dapat dilakukan sesegera mungkin pada saat maupun setelah bencana menghantam. Dengan adanya personel di dalam masyarakat yang sudah terlatih diharapkan masyarakat secara mandiri dapat melakukan penanganan dini sebelum bantuan datang. Tindakan yang diharapkan adalah menyelamatkan hidup korban dan menjaga harta benda yang masih tersisa. Memperbaiki (minimal) kerusakan yang disebabkan oleh bencana, antara lain dapat berupa; pembersihkan area jalan, agar transportasi dari dan ke lokasi bencana tidak terhambat. Menetapkan lokasi pengungsian, agar bantuan logistik dan pelayan kesehatan bisa terpusat sehingga kinerja penanganan pasca tsunami bisa efektif.

1. Recovery (perbaikan). Proses perbaikan di utamakan kepada kebutuhan dasar masyarakat korban tsunami seperti tempat tinggal, sanitasi dan MCK kemudian dilanjutkan dengan perbaikan infrastruktur yang mendukung percepatan pemulihan sektor ekonomi daerah gempa. Perbaikan dan pemulihan ini dilakukan oleh masyarakat dengan pendampingan dari pemerintah dan lembaga yang berkompeten. Dibutuhkan rencana jangka panjang untuk perbaikan dan pemulihan ini, proses ini bisa bervariasi antara 5-10 tahun, atau bahkan lebih. Bagian ini termasuk aspek-aspek lain seperti restorasi dan rekonstruksi infrastruktur termasuk pendampingan untuk perbaikan mental korban gempa agar seminim mungkin tidak terjadi gejala putus harapan.

1. Development ( pengembangan). Pengembangan dan moderninsasi penanganan gempa harus selalu dilakukan untuk mengantisipasi bencana yang tidak bisa ditebak wujudnya. Dengan pengembangan yang terus-menerus maka budaya 'lupa' bisa dihindari. Budaya 'lupa' adalah ancaman terselubung dari penanganan bencana, dengan melupakan kejadian bencana pada masa lalu maka kita juga melupakan hal-hal yang bisa menyelamatkan hidup dan harta pada saat bencana menghantam. Dibutuhkan pengembangan simulasi-simulasi berbagai macam bencana yang mungkin menghantam negara kita agar kita selalu siap dalam menghadapi efek-efek bencana. Selain itu, sudah saatnya pemerintah membuat sebuah departemen khusus yang bertugas untuk mempersiapkan dan mematangkan Manajemen Bencana ini. Agar respon Pemerintah (baik daerah maupun pusat) dalam menghadapi ancaman bencana yang selama ini lambat dapat diperbaiki apabila terdapat kejadian lain di masa depan, tanpa harus mengunggu bantuan dari luar negeri. Prinsip-prinsip penanggulangan bencana tsunami: 1. Peringatan Dini Serangkaian kegiatan sesegera mungkin kepada masyarakat tentang kemungkinan terjadi bencana pada suatu tempat oleh lembaga yang berwenang.(UU 24/2007)

2. Pemulihan Serangkaian kegiatan untuk mengembalikan kondisi masyarakat dan lingkungan hidup yang terkena bencana dengan memfungsikan kembali kelembagaan,prasarana,dan sarana dengan melakukan upaya rehabilitasi.(UU 24/2007) 3. Pencegahan bencana susulan Serangkaian kegiatan untuk mengurangi dan mencegah resiko bencana ,baik melalui pengurangan ancaman bencana maupun kerentanan pihak yang terancam bencana. (UU 24/2007) 4. Pengungsi Orang atau kelompok yang terpaksa atau di paksa keluar dari tempat tinggalnya untuk jangka waktu yangbelum pasti sebagai akibat dampak buruk bencana.(UU24/2007) 5. Pola ruang Distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi eruntukan ruang untuk fungsi lindung dan budidaya.(UU 26/2007) 6. Penataan ruang Suatu sistem perencanaan tata ruang,pemanfatan dan pengendalian pemanfaatan ruang.(UU26/2007) 7. Penyelenggaraan penataaan ruang Kegiatan yang meliputi pengaturan,pembinaan,pelaksanaan,dan pengawasan ruang. (UU26/2007) 8. Peraturan penataan ruang(UU26/2007) 9. Pembinaan penataan ruang(UU26/2007) 10. Pengawasan penataan ruang(UU26/2007) 11. Perencanaan tata ruang(UU26/2007) 12. Pemanfaatan ruang(UU26/2007) 13. Pengendalian pemanfaatan ruang Menghadapi Tsunami(UU26/2007) Tiga peraturan pemerintah indonesia tentang penanggulangan bencana: 1. Pp no 21 tahun 2008 tentang penyelenggaraan penanggulangan bencana 2. Pp no 22 tahun 2008 tentang pendanaan penanggulangan bencana

3. Pp no 23 tahun 2008 tentang peran serta lembagga internasional dan lembaga asing dalam penanggulangan bencana. Tujuh Prinsip Perencanaan dan Perancangan Dampak Tsunami sangatlah merusak, terutama bagi masyarakat pesisir pantai. Mereka tidak memiliki pengalaman tentang dampak tsunami karena tidak memadainya sistem pengamanan bahaya. Upaya yang dapat dilakukan berupa persiapan evakuasi dan keadaan darurat, serta pengurangan risiko dampak tsunami dengan mengubah prosedur perizinan perencanaan tata guna lahan dan pembangunan. Walaupun upaya ini belum menjadi prioritas utama, usaha yang relatif sederhana sebagai upaya perencanaan tindakan menghadapi bencana dapat meningkatkan keamanan masyarakat secara nyata. Prinsip 1: Kenali Risiko Tsunami di Daerah Anda: Bahaya, Kerentanan dan Kerusakan Prinsip 2: Hindari pembangunan baru di daerah terpaan tsunami untuk mengurangi korban pada masa mendatang. Prinsip 3: Atur pembangunan baru di daerah terpaan tsunami untuk memperkecil kerugian pada masa mendatang. Prinsip 4: Rancang dan bangun bangunan baru untuk mengurangi kerusakan. Prinsip 5: Lindungi pembangunan yang ada dari kerugian melalui pembangunan kembali, perencanaan dan proyek pemanfaatan kembali lahan. Prinsip 6: Lakukan pencegahan khusus dalam menempatkan serta merancang infrastruktur dan fasilitas penting untuk mengurangi kerusakan. Prinsip 7: Rencanakan evakuasi.

IDENTIIKASI DAERAH RAWAN TSUNAMI 1. Analisis Bahaya Tsunami Analisa bahaya tsunami ditujukan untuk mengidentifikasi daerah yang akan terkena bahaya tsunami. Daerah bahaya tsunami tersebut dapat diidentifikasi dengan 2 (dua) metode : 2. Mensimulasikan hubungan antara pembangkit tsunami (gempa bumi, letusan gunung api, longsoran dasar laut) dengan tinggi gelombang tsunami. Dari hasil simulasi tinggi gelombang tsunami tersebut kemudian disimulasikan lebih lanjut dengan kondisi tata guna, topografi, morfologi dasar laut serta bentuk dan struktur geologi lahan pesisir. 3. Memetakan hubungan antara aktivitas gempa bumi, letusan gunung api, longsoran dasar laut dengan terjadinya elombang tsunami berdasarkan sejarah terjadinya

tsunami. Dari hasil analisa tersebut kemudian diidentifikasi dan dipetakan lokasi yang terkena dampak gelombang tsunami. 4. Analisis Tingkat Kerentanan terhadap Tsunami. Analisa kerentanan ditujukan untuk mengidentifikasi dampak terjadinya tsunami yang berupa jumlah korban jiwa dan kerugian ekonomi, baik dalam jangka pendek yang berupa hancurnya pemukiman infrastruktur, sarana dan prasarana serta bangunan lainnya, maupun jangka panjang yang berupa terganggunya roda perekonomian akibat trauma maupun kerusakan sumberdaya alam lainnya. Analisa kerentanan tersebut didasarkan beberapa aspek, antara lain tingkat kepadatan pemukiman di daerah rawan tsunami, tingkat ketergantungan perekonomian masyarakat pada sector kelautan, keterbatasan akses transportasi untuk evakuasi maupun penyelamatan serta keterbatasan akses komunikasi. 5. Analisis Tingkat Ketahanan Terhadap Tsunami Analisa tingkat ketahanan ditujukan untuk mengidentifikasi kemampuan pemerintah serta masyarakat pada umumnya untuk merespn terjadinya bencana tsunami sehingga mampu mengurangi dampaknya. Analisis tingkat ketahanan tersebut dapat diidentifikasi dari 3 (tiga) aspek, yaitu :

Jumlah tenaga kesehatan terhadap jumlah penduduk Kemampuan mobilias masyarakat dalam evakuasi dan penyelamatan, dan Ketersedian peralatan yang dapat dipergunakan untuk evakuasi.

MITIGASI BENCANA TSUNAMI 1. Upaya Mitigasi Bencana Tsunami Struktural Upaya structural dalam menangani masalah bencana tsunami adalah upaya teknis yang bertujuan untuk meredam/mengurangi energy gelombang tsunami yang menjalar ke kawasan pantai. Berdasarkan pemahaman atas mekanisme terjadinya tsunami, karateristik gelombang tsunami, inventarisasi dan identifikasi kerusakan struktur bangunan, maka upaya structural tersebut dapat dibedakan menjadi 2(dua) kelompok, yaitu :

Alami, seperti penanaman hutan mangrove/ green belt, disepanjang kawasan pantai dan perlindungan terumbu karang. Buatan, Pembangunan breakwater, seawall, pemecah gelombang sejajar pantai untuk menahan tsunami, Memperkuat desain bangunan serta infrastruktur lainnya dengan kaidah teknik bangunan tahan bencana tsunami dan tata ruang akrab bencana, dengan mengembangkan beberapa insentif anatara lain Retrofitting dan Relokasi.

1. Upaya Mitigasi Bencana Tsunami Non Struktural Upaya Non structural merupakan upaya non teknis yang menyangkut penyesuaian dan pengaturan tentang kegiatan manusia agar sejalan dan sesuai dengan upaya mitigasi structural maupun upaya lainnya. Upaya non structural tersebut meliputi antara lain :

Kebijakan tentang tata guna lahan/ tata ruang/ zonasi kawasan pantai yang aman bencana, Kebijakan tentang standarisasi bangunan (pemukiman maupun bangunan lainnya) serta infrastruktur sarana dan prasarana, Mikrozonasi daerah rawan bencana dalam skala local, Pembuatan peta potensi bencana tsunami, peta tingkat kerentanan dan peta tingkat ketahanan, sehingga dapat didesain komplek pemukiman "akrab bencana" yang memperhaikan berbagai aspek, Kebijakan tentang eksplorasi dan kegiatan perekonomian masyarakat kawasan pantai, Pelatihan dan simulasi mitigasi bencana tsunami, Penyuluhan dan sosialisasi upaya mitigasi bencana tsunami dan, Pengembangan system peringatan dini adanya bahaya tsunami.

Ancaman tsunami dapat dikelompokan menjadi 2 bagian yaitu ancaman tsunami jarak dekat (local) dan ancaman tsunami jarak jauh. Kejadian tsunami di Indonesia pada umumnya adalah tsunami local yang terjadi sekitar 10-20 ment setelah terjadinya gempa bumi dirasakan oleh masyarakat setempat. Sedangkan tsunami jarak jauh terjadi 1-8 jam setelah gempa dan masyarakat setempat tidak merasakan gempa buminya. Bencana tsunami Bencana tsunami juga membawa banyak risiko pada kesehatan. Risiko paling banyak, antara lain, saat terjadi tsunami banyak orang tenggelam. Adapun bagi yang selamat, menurut Tri Yunis, air yang sempat memenuhi paru-paru mengakibatkan komplikasi serius. Air yang masuk ke paru menimbulkan pembengkakan yang mengganggu fungsi paru, mengakibatkan infeksi, dan pneumonia (radang paru). Rawan terjadi pula sepsis atau infeksi umum akibat beredarnya kuman penyakit dalam darah yang biasanya disebabkan oleh bakteri. Adapun air laut yang masuk ke dalam tubuh rawan menimbulkan masalah keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh. Pada penderita tenggelam air laut biasanya terjadi kenaikan natrium dan klorida serum sehingga perlu adanya koreksi guna menyeimbangkan elektrolit tubuh. Masalah lain ialah mayat terendam air yang belum dikuburkan atau tersimpan berhari-hari lamanya di rumah sakit.

Racun mayat biasanya mulai tercium setelah delapan jam kematian. Umumnya, gas yang keluar hidrogen sulfida atau amonia, hasil aktivitas bakteri. Biasanya tidak sampai mematikan, tergantung paparannya. Namun, bisa menyebabkan akibat akut, seperti mual dan muntah, ujar Tri Yunis. Selain gas, dihasilkan pula cairan asam dan cairan lain yang mengandung protein beracun. Cairan dapat masuk ke tubuh bersama dengan bakteri berbahaya lainnya. Pembusukan juga mengundang serangga penyebar penyakit, seperti lalat. Semua bangkai pada dasarnya merupakan penyebar penyakit, akibatnya bermunculan kasus tifus atau kolera, ujarnya.

Patah tulang dan tetanus Gempa yang diikuti tsunami mengakibatkan kerusakan bangunan sehingga kerap terjadi patah tulang dan luka-luka pada warga yang tertimpa runtuhan. Bella Donna mengungkapkan, puing-puing, termasuk bagian tajam besi atau paku yang berkarat, jika melukai tubuh rawan pula menimbulkan tetanus dan infeksi. Pada situasi demikian, pertolongan pertama menjadi sangat penting. Jika tetanus dibiarkan dapat menelan korban jiwa. Tak hanya berbagai ancaman di atas. Situasi serba darurat, perburukan lingkungan, minimnya air bersih, dan kerusakan sejumlah fasilitas kesehatan, jika tidak diantisipasi dengan baik, akan menurunkan kualitas kesehatan warga. Bencana kerap diikuti dengan adanya kantongkantong pengungsian. Masalah pada pengungsian terkait kepadatan orang berkumpul dan daya tahan tubuh rendah. Kondisi tubuh pengungsi biasanya melemah akibat kelelahan dan stres. Ketiadaan sarana pembuangan limbah (air bekas cuci piring dan sayur), pembuangan kotoran manusia, penyediaan air bersih, dan pembuangan sampah memunculkan tempat perkembangbiakan kuman dan vektor penyakit. Bahan polutan dari gunung berapi dapat pula mengontaminasi sumur minum atau sumber makanan penduduk. Pencemaran dan tidak baiknya kondisi pengungsian meningkatkan risiko penyebaran penyakit menular, seperti diare, kulit, infeksi saluran napas akut, serta demam berdarah dengue dan malaria

Anda mungkin juga menyukai