BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Pasal 2
Pasal 3
Pasal 4
(1) Semua data, contoh, peta dan dokumen lainnya yang diperoleh BU/BUT
dari kegiatan eksplorasi dan eksploitasi minyak dan gas bumi berdasarkan
ketentuan-ketentuan Peraturan Pemerintah ini adalah milik Pemerintah.
(2) BU/BUT wajib menyampaikan kepada Menteri semua laporan dan semua
data berdasarkan ketentuan-ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini,
yang perinciannya akan ditetapkan lebih lanjut oleh Menteri.
Dengan seizin Menteri, BU/BUT dapat mengirimkan contoh dan data mengenai
wilayah kegiatan usaha migas dan atau wilayah kerjanya keluar negeri untuk
keperluan penilaian dan penelitian.
Pasal 6
Pasal 7
Pasal 9
(1) BU/BUT diwajibkan menyimpan pada tempat yang layak peta yang
seksama mengenai wilayah kegiatan usaha dan/atau wilayah kerjanya
Pasal 10
Pasal 11
Pasal 12
Dilarang masuk dalam kegiatan usaha migas kecuali mendapat izin dan
dikawal.
Pasal 13
Kepala Inspektur Migas dan atau Kepala Teknik Migas dapat memberhentikan
seseorang karena tindakan-tindakan/pekerjaan–pekerjaan yang
membahayakan.
Pasal 14
Setiap orang berkewajiban untuk melaporkan kepada Inspektur Migas dan atau
Kepala Teknik Migas apabila mengetahui seseorang dengan tindakan-tindakan/
pekerjaan-pekerjaan yang membahayakan.
Pasal 15
Pasal 16
Setiap kegiatan usaha migas mulai dari rencana, dilaksanakan, berhenti untuk
sementara atau permanen, wajib dilaporkan kepada Menteri.
Pasal 18
Pasal 19
BAB III
PERSYARATAN UMUM
Pasal 20
(1) Pemilik BU/BUT wajib menyediakan dalam jumlah yang cukup alat-alat
penyelamat dan pelindung diri yang jenisnya disesuaikan dengan sifat
nya.
(2) Alat-alat termaksud pada ayat (1) setiap waktu harus memenuhi syarat-
syarat keselamatan migas yang telah ditentukan.
(3) Kepala Teknik Migas wajib mengawasi bahwa alat-alat tersebut benar-
benar digunakan sesuai dengan kegunaannya oleh setiap pekerja dan
orang lain yang memasuki tempat kerja.
Pasal 21
(1) Pada tempat yang ditentukan dalam tempat kegiatan usaha minyak dan
gas bumi harus tersedia petugas dan tempat yang memenuhi syarat untuk
Pasal 22
Pasal 23
BAB IV
KONSERVASI SUMBER DAYA MIGAS
Bagian Kesatu
Produksi, Penimbunan, Pemuatan dan Konservasi
Pasal 24
Pasal 26
Pasal 27
Pasal 28
Sebelum melakukan usaha sekunder dan tersier pada suatu reservoar BU/BUT
diwajibkan memberitahukan kepada Menteri.
Pasal 29
Pasal 30
Pasal 31
Pasal 32
Pasal 34
Pasal 35
Bagian Kedua
Manajemen Reservoar
Pasal 36
Pasal 39
Bagian Ketiga
Tahapan Eksplorasi
Pasal 40
Pasal 41
Pasal 42
Setiap kapal atau peralatan yang digunakan untuk survei geologi wajib
dilakukan pemeriksaan teknis oleh Menteri dan wajib memenuhi syarat
keselamatan migas sebagaimana ditetapkan oleh Menteri.
Pasal 43
Setiap tenaga kerja yang digunakan pada kegiatan survei geologi wajb memiliki
sertifikat kompetensi sesuai ketentuan yang ditetapkan oleh Menteri.
Pasal 44
Pasal 45
Bagian Keempat
Tahapan Penemuan Cadangan
Pasal 46
Pasal 47
Bagian Kelima
Tahapan Pengembangan Lapangan
Pasal 48
Pasal 49
Pasal 50
Studi yang dimaksud pada Pasal 48 wajib juga menganalisis hal-hal terkait
dengan rencana pengembangan lapangan yaitu faktor ekonomi, aspek sumber
daya, aspek keselamatan yang terkait, aspek teknik, aspek komersial dan
lingkungan, demikian juga mengenai fasilitas produksi yang akan dibongkar
pada saat kontrak telah habis atau cadangan habis (tidak ekonomis).
Bagian Keenam
Tahapan Produksi
Pasal 51
Pasal 52
Bagian Ketujuh
Tahapan Produksi Lanjut
Pasal 53
Bagian Kedelapan
Rencana Pembongkaran
Pasal 54
Pasal 55
Pasal 56
Bagian Kesembilan
Persyaratan Keselamatan
Pasal 57
Pasal 58
Pasal 59
Apabila terjadi suatu kecelakaan atau kondisi darurat, Menteri dapat meminta
pihak lain disekitar kegiatan untuk membantu serta mengerahkan sumber daya
untuk menghentikan kondisi darurat.
Bagian Kesebelas
Kawasan Keselamatan Operasi Migas Zona Aman (Safety Zones)
Pasal 60
Pasal 61
Pada saat terjadinya suatu kecelakaan ataupun keadaan darurat Menteri dapat
memperluas kawasan keselamatan migas.
Pasal 62
Pasal 63
Disekitar fasilitas yang telah ditinggalkan dapat ditetapkan oleh Menteri sebagai
kawasan keselamatan migas.
Pasal 64
Pasal 65
BAB VI
INSTALASI HULU
Pasal 66
Pasal 67
(1) Bahan-bahan peledak hanya dapat diterima atau diangkut, ditimbun dan
diberikan kepada orang-orang yang ditunjuk oleh orang-orang yang
Pasal 68
(1) Persediaan detonator tidak boleh lebih besar dari pada persediaan
sehingga harus seimbang dengan jumlah maksimum dari bahan-bahan
peledak.
(2) Detonator-detonator harus disimpan dalam tempat kering yang tertutup
dan yang memberikan cukup keselamatan pada lingkungannya.
Pasal 69
Paling sedikit sekali seminggu maka isi dan keadaan dari tempat timbunan
yang tersebut dalam pasal sebelumnya diperiksa dengan seksama oleh
BU/BUT atau oleh Kepala Teknik Migas atau oleh seseorang yang ditunjuk oleh
mereka yang juga diberikan tugas untuk memeliharanya, mereka mencatat
pendapatnya dalam daftar persediaan.
Pasal 70
(1) Bahan-bahan peledak dalam waktu 24 jam setelah tiba dalam pekerjaan
eksplorasi atau pekerjaan tambang diserahkan dan ditimbun dalam tempat
penimbunan.
(2) Waktu pengangkutan bahan-bahan peledak dilarang untuk merokok,
mempunyai bahan-bahan menyala atau pijar dan memakai lampu-lampu
keselamatan dari tembaga atau kuningan pada waktu pengangkutan
peluru-peluru dan detonator-detonator di tambang-tambang dari tempat
penimbunan ke tempat kerja maka diperbolehkan untuk menggunakan
lampu-lampu.
(3) Pengangkutan bahan-bahan peledak ke tempat penimbunan dan suatu
tempat penimbunan ke tempat penimbunan yang lain hanya dapat
dilaksanakan dalam koli yang tertutup baik dan dibawah pengawasan
orang-orang tertentu yang ditugaskan untuk kepentingan itu.
(4) Harus dijaga sebaik-baiknya agar pada waktu pengangkutan bahan-bahan
peledak jangan dibanting-banting.
(5) Pengangkutan itu hanya diperbolehkan di atas permukaan tanah pada
siang hari dan dilindungi selayaknya terhadap penyinaran mata hari dan di
dalam tambang sebanyak mungkin dilaksanakan di antara dua waktu
kerja.
(6) Pengangkutan bahan-bahan tembak melalui sumur tambang harus
dilaksanakan secara mekanis dan lambat dan baru setelah diberitahukan
Pasal 71
(1) Bahan-bahan peledak yang dianggap rusak tidak boleh dipakai lagi, akan
tetapi harus segera dimusnahkan di atas tanah di tempat yang
diperuntukkan untuk kepentingan itu dengan memperhatikan penjagaan-
penjagaan yang diperlukan oleh orang-orang yang khusus ditunjuk untuk
kepentingan ini.
(2) Pada waktu pemberhentian untuk sementara atau tetap dari pekerjaan-
pekerjaan eksplorasi atau penggalian maka segala bahan-bahan peledak
yang masih ada pada pekerjaan disingkirkan dari tempat itu sesuai dengan
kehendak kepala inspektur Migas, kecuali bila oleh pemegang wilayah
Kerja atau pemegang kuasa pertambangan dengan musyawarah dengan
kepala inspektur Migas mengambil tindakan-tindakan lain.
Pasal 72
Pasal 73
Pasal 74
Pasal 75
Pasal 76
Pasal 77
Pasal 78
(1) BU/BUT atau Kepala Teknik Migas migas harus menyelenggarakan daftar
yang menyebutkan:
a. nama-nama dan jumlah-jumlah dari bahan-bahan tembak yang
diterima pada tambang dan tanggal-tanggal penerimanya;
b. tempat-tempat penimbunan di mana bahan-bahan tembak itu disimpan.
Pasal 79
Pasal 80
Pasal 81
Pasal 82
(1) Dilarang pada waktu mengisi suatu lubang cam memakai alat-alat lain
daripada yang diberikan untuk kepentingan itu oleh BU/BUT atau Kepala
Teknik Migas.
(2) Untuk mengisi hanya dapat dipakai pasir halus atau batu-batuan lembek
yang juga digosok tidak menimbulkan nyala.
(3) Memasukkan peluru tembak dalam dan pengisian penuh dari lobang cam
hanya dapat dilaksanakan dengan alat-alat dari kayu atau dari tembaga
atau juga dari kuningan.
(4) Dilarang untuk menyalakan lubang cam tanpa diisi penuh, terkecuali
dalam keadaan khusus dan hanya dibawah pengawasan pribadi dari
Pasal 83
Pasal 84
(1) Kecuali jika telah pasti betul bahwa semua isi yang harus meledak
berturut-turut juga sungguh-sungguh meledak dan selalu dapat isi-isi yang
sekaligus meledak, maka tidak ada sesuatu orang yang dengan alasan
apapun juga diperbolehkan untuk dalam seperempat jam, setelah
tembakan yang terakhir didengarkan, mendekati tempat penembakan.
(2) Orang yang sesuai dengan ayat (1) Pasal 80 ditunjuk untuk menembak
dalam mengizinkan para pekerja memasuki tempat penembakan,
sebelumnya ia membuktikan bahwa tempat penembakan ini telah
dibersihkan secukupnya daripada gas-gas yang berbahaya.
Pasal 85
(1) Jika penembakan diselenggarakan pada akhir masa kerja dan jika tidak
ada regu lain yang harus kerja dalam tempat kerja itu, maka orang yang
termaksud didalam ayat (2) Pasal 84, dapat mengundurkan penyelidikan
yang termaksud dalam ayat tersebut sampai masa kerja yang pertama
kalinya berturut, asal saja diusahakan bahwa tempat kerja itu tidak
dimasuki antar waktu.
(2) Pada penggilingan regu-regu maka pekerja pelopor dari regu yang pulang
memberitahukan kepada pekerja pelopor dari regu yang datang tentang
isi-isi yang belum meletus dan tentang apakah yang telah diusahakan. Bila
regu yang satu menyambut regu yang lain dengan tenggang waktu maka
Pasal 86
Instalasi
Pasal 87
(1) Setiap akan mendirikan suatu instalasi kegiatan usaha migas, BU/BUT
wajib memberitahukan secara tertulis dalam jangka waktu selambat-
lambatnya 14 (empat belas) hari sebelumnya kepada Menteri dengan
menjelaskan hal-hal yang perinciannya akan ditetapkan lebih lanjut oleh
Menteri.
(2) Sesuai ayat (1), BU/BUT wajib berkoordinasi dengan instansi terkait
lainnya.
Pasal 88
Pasal 89
Instalasi kegiatan usaha migas harus didirikan sedemikian rupa sehingga aman
terhadap kekuatan angin, gelombang dan arus laut yang mungkin timbul.
Pasal 90
(1) Helikopter atau pesawat terbang lainnya hanya boleh mendarat pada atau
naik dari suatu instalasi apabila pada instalasi kegiatan usaha migas
tersebut telah dibangun geladak khusus untuk keperluan tersebut.
(2) Penggunaan geladak sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1) pasal ini
harus seizin Menteri terkait.
Pasal 91
(1) Suatu instalasi kegiatan usaha migas yang tidak dipakai lagi harus
dibongkar seluruhnya dalam jangka waktu yang ditetapkan Menteri,
dengan melakukan tindakan-tindakan yang layak untuk menjamin
keamanan pekerjaan dan alur pelayaran.
(2) BU/BUT diwajibkan memberitahukan secara tertulis kepada Menteri
selambat-lambatnya dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari sebelum
dilakukannya pembongkaran instalasi kegiatan usaha migas dengan
menjelaskan hal-hal sebagai berikut:
a. letak tempat di mana instalasi kegiatan usaha migas ditempatkan
dinyatakan dalam koordinat geografis;
b. tanggal dimulainya pekerjaan pembongkaran termaksud.
(3) BU/BUT diwajibkan melaporkan penyelesaian pembongkaran dengan
mencantumkan hal-hal yang telah dibongkar, dalam jangka waktu
selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari setelah selesai pekerjaan
tersebut.
Pasal 92
Pasal 93
Pasal 94
Pasal 95
Pasal 96
Pasal 97
Pasal 98
Pasal 99
(1) Dalam hal pemeriksaan teknis keselamatan migas atas instalasi, peralatan
dan teknik yang dipergunakan dilaksanakan dengan bantuan pihak lain
sebagaimana termaksud dalam Pasal 94, biaya pemeriksaan teknis
ditanggung oleh perusahaan pemakai jasa pemeriksaan.
(2) Menteri dapat menetapkan batas maksimum besarnya biaya pemeriksaan
termaksud pada ayat (1) pasal ini.
(3) Pelaksanaan pemeriksaan teknis dibiayai dari Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara sesuai dengan kemampuan keuangan negara, serta
sumber pembiayaan lainnya yang tidak mengikat.
Yang dimaksudkan dengan bangunan lepas pantai minyak dan gas bumi di
daerah lepas pantai dalam Peraturan Pemerintah ini, selanjutnya disebut
bangunan lepas pantai, adalah setiap bangunan di atas atau di bawah air, yang
dipasang secara tetap dan digunakan pada kegiatan usaha minyak dan gas
bumi di daerah lepas pantai.
Pasal 101
(1) Setiap bangunan lepas pantai termasuk yang sedang didirikan dan yang
sudah berdiri sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini harus memiliki
Sertifikat Kelayakan Konstruksi yang dikeluarkan pemerintah setelah
diadakan pemeriksaan teknis atas bangunan lepas pantai tersebut.
(2) Pemeriksaan teknis atas bangunan lepas pantai dilakukan oleh Menteri
c.q. Direktorat Jenderal atau dengan bantuan pihak atau pihak-pihak
ketiga yang ditunjuk Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi.
Pasal 102
Jenis pemeriksaan teknis atas bangunan lepas pantai antara lain meliputi segi-
segi sebagai berikut:
Pasal 103
Pasal 104
Pasal 105
(1) Segala biaya yang diperlukan untuk mengadakan pemeriksaan teknis atas
bangunan lepas pantai dibebankan pada perusahaan yang menggunakan
bangunan lepas pantai yang bersangkutan
Pasal 106
(1) Apabila bangunan lepas pantai dianggap berbahaya untuk operasi, maka
Menteri dapat melakukan tindakan–tindakan sebagai berikut:
a. teguran untuk meniadakan bahaya termaksud dalam jangka waktu yang
ditetapkan, kepada perusahaan yang menggunakan bangunan lepas
pantai 3 (tiga) kali berturut-berturut dalam jangka waktu 1 (satu) bulan;
b. apabila teguran tersebut pada huruf a di atas tidak diindahkan, maka
Menteri dapat melakukan penghentian untuk sementara waktu
penggunaan bangunan lepas pantai sampai bangunan lepas pantai
tersebut diperbaiki sebagai tersebut pada huruf a di atas;
c. apabila tindakan tersebut pada huruf b di atas tidak dipatuhi, maka
Menteri dapat melakukan tindakan penghentian penggunaan bangunan
lepas pantai dan mencabut Sertifikat Kelayakan Konstruksi.
(2) Apabila bangunan lepas pantai menurut penilaian Menteri dianggap
berbahaya sedemikian rupa, maka Menteri dapat segera menghentikan
penggunaan bangunan lepas pantai tersebut dan mencabut Sertifikat
Kelayakan Konstruksi.
Pasal 107
Pasal 108
Pasal 109
Hal-hal yang belum atau belum cukup diatur dalam Peraturan Pemerintah ini
selanjutnya akan ditetapkan oleh Menteri c.q. Direktur Jenderal Minyak dan
Gas Bumi.
Persyaratan Khusus
Pasal 110
Pasal 111
Pasal 112
Ketentuan lebih lanjut mengenai keamanan dan keselamatan migas dan segala
sesuatu yang bersangkutan ditetapkan tersendiri dengan suatu Peraturan
Menteri.
Pasal 113
Pasal 114
(1) Apabila untuk eksplorasi dan eksploitasi minyak dan gas bumi akan
dipasang pipa penyalur, maka pengusaha wajib memberitahukan secara
tertulis dalam jangka waktu selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari
sebelumnya kepada Direktur Jenderal dengan menjelaskan hal-hal yang
perinciannya akan ditetapkan lebih lanjut oleh Menteri.
(2) Pada pemberitahuan sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1) pasal ini
harus dilampirkan peta yang menggambarkan dengan jelas letak trayek
pipa penyalur yang akan dipasang.
Pasal 115
Pemasangan pipa penyalur untuk eksplorasi atau eksploitasi minyak dan gas
bumi harus dilakukan sedemikian rupa, sehingga:
a. dapat menjamin keamanan alur pelayaran dan pekerja;
b. dapat dicegah pengkaratan (korosi) dan erosi terhadap pipa penyalur;
c. tidak menimbulkan kerusakan terhadap kabel, pipa penyalur di bawah laut
yang telah ada;
d. tidak mengakibatkan pencemaran sebagaimana dimaksudkan pada Pasal
111 ayat (1) Peraturan Pemerintah ini.
Pasal 116
Apabila terdapat kebocoran atau kerusakan lainnya pada pipa penyalur yang
dipasang untuk eksplorasi dan eksploitasi minyak dan gas bumi, BU/BUT harus
segera melakukan perbaikan sebagaimana mestinya.
Pasal 117
Pasal 118
Pasal 119
Pasal 120
(1) Penggelaran pipa penyalur baik di darat maupun di laut dapat dilakukan
dengan cara ditanam atau diletakkan di permukaan tanah.
(2) Pipa Transmisi Gas dan Pipa Induk yang digelar di daratan wajib ditanam,
dengan kedalaman minimum 1 (satu) meter dari permukaan tanah.
(3) Disain, konstruksi dan klasifikasi lokasi penggelaran pipa penyalur wajib
memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI) wajib.
(4) Klasifikasi lokasi penggelaran Pipa Transmisi Minyak, Pipa Transmisi
Gas, Pipa Alir Sumur dan Pipa Induk ditetapkan oleh Menteri.
Pasal 121
(1) BU/BUT wajib menyediakan tanah untuk tempat digelarnya pipa penyalur
dan ruang untuk Hak Lintas Pipa (Right of Way) serta memenuhi
ketentuan Jarak Minimum.
(2) Penyediaan tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dilakukan
BU/BUT dengan cara membeli, membebaskan, menyewa atau
mendapatkan izin dari instansi pemerintah, badan hukum atau
perorangan.
(3) Pemegang hak atas tanah yang telah memberikan Hak Lintas Pipa
dilarang menghalang-halangi BU/BUT dalam pelaksanaan penggelaran,
pengoperasian dan pemeliharan pipa penyalur.
Pasal 122
(1) Pipa Transmisi Gas dan Pipa Induk yang digelar di daratan dengan
tekanan lebih dari 16 (enam belas) bar, harus dirancang sesuai ketentuan
klasifikasi lokasi kelas 2 (dua) serta memenuhi ketentuan Pasal 120
dengan Jarak Minimum ditetapkan sekurang-kurangnya 9 (sembilan)
meter.
(2) Pipa Transmisi Gas dan Pipa Induk yang digelar di daratan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), dapat dirancang dengan ketentuan klasifikasi
Pasal 123
(1) Penggelaran Pipa Transmisi Gas dan Pipa Induk yang akan dioperasikan
pada tekanan dari 4 (empat) bar sampai dengan 16 (enam belas) bar,
harus memenuhi klasifikasi kelas 4 (empat) dengan ketentuan Jarak
Minimum ditetapkan 2 (dua) meter.
(2) Dalam hal Jarak Minimum 2 (dua) meter sebagaimana pada ayat (1) tidak
dapat dipenuhi, harus memenuhi klasifikasi lokasi kelas 4 (empat) dan
faktor disain tidak lebih dari 0,3 (tiga per sepuluh) dan dilengkapi dengan
pengaman tambahan atau dengan ketentuan lain yang ditetapkan oleh
Kepala Inspektur Migas.
Pasal 124
(1) Pipa Transmisi minyak di daratan yang dioperasikan dengan tekanan yang
dapat menimbulkan tegangan melingkar (hoop stress) lebih ditetapkan
besar dari 20% (dua puluh persen) Kuat Ulur Minimum Spesifikasi (KUMS)
wajib ditanam sekurang-kurangnya sedalam 1 (satu) meter dari
permukaan tanah dan mempunyai Jarak Minimum sekurang-kurangnya 3
(tiga) meter.
(2) Pipa Transmisi Minyak di daratan yang dioperasikan dengan tekanan yang
dapat menimbulkan tegangan melingkar lebih kecil dari 20% (dua puluh
Pasal 125
(1) Peralatan pendukung yang dipasang pada pipa penyalur antara lain
meliputi kerangan utama atau cabang, stasiun pengirim atau penerima pig,
stasiun pengatur aliran atau tekanan, stasiun penghubung atau pembagi
aliran dan stasiun kompresor atau pompa, wajib dilengkapi dengan
pelindung dan atau pagar pengaman.
(2) Pada peralatan pendukung Pipa Induk yang bertekanan sampai 16 (enam
belas) bar, dilarang mendirikan bangunan, meletakkan barang-barang
ataupun menanam tanaman keras dalam jarak sekurang-kurangnya 20
(dua puluh) meter dari sisi luar peralatan.
(3) Pada peralatan pendukung Pipa Induk yang bertekanan sampai 16 (enam
belas) bar, dilarang mendirikan bangunan, meletakkan barang-barang,
menanam tanaman keras dalam jarak sekurang-kurangnya 6 (enam)
meter dari sisi luar peralatan.
(4) Dalam hal ketentuan jarak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan (3)
tidak terpenuhi, harus mengikuti klasifikasi daerah berbahaya sesuai
standar yang berlaku dan atau dilengkapi dengan sarana pengaman
tambahan atau ketentuan lain yang ditetapkan Kepala Inspektur Migas.
Pasal 126
(1) Pipa penyalur yang digelar melintasi sungai atau saluran irigasi wajib
ditanam dengan kedalaman sekurang-kurangnya 2 (dua) meter di bawah
dasar normalisasi sungai atau saluran irigasi.
(2) Pipa penyalur yang digelar melintasi daerah rawa-rawa wajib ditanam
dengan kedalaman sekurang-kurangnya 1 (satu) meter di bawah dasar
rawa serta dilengkapi dengan sistem pemberat sedemikian rupa sehingga
pipa tidak akan tergeser maupun berpindah, atau disangga dengan pipa
pancang.
(3) Pipa penyalur yang digelar di laut wajib memenuhi ketentuan sebagai
berikut:
a. dalam hal kedalaman dasar laut kurang dari 13 (tiga belas) meter
maka pipa harus ditanam sekurang-kuranganya 2 (dua) meter di
bawah dasar laut (sea bed), serta dilengkapi dengan sistem
pemberat agar pipa tidak tergeser atau berpindah;
b. dalam hal kedalaman dasar laut 13 (tiga belas) meter atau lebih
maka pipa dapat diletakkan di dasar laut, serta dilengkapi dengan
sistem pemberat agar pipa tidak tergeser atau berpindah;
c. setelah diselesaikannya penggelaran pipa, pada daerah keberadaan
pipa harus dilengkapi dengan Sarana Bantu Navigasi Pelayaran
Pasal 127
Pasal 128
(1) Dalam hal terjadi perubahan kondisi lingkungan pada jalur pipa, BU/BUT
wajib melakukan analisis risiko untuk menetapkan langkah pengaman
tambahan.
(2) Hasil analisis risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib
mendapatkan persetujuan dari Kepala Inspektur Migas.
Pasal 129
Pasal 130
(1) Dalam hal tidak dapat dipenuhinya ketentuan dalam Peraturan Pemerintah
ini, Kepala Inspektur Migas dapat memberikan petunjuk dan ketentuan
yang wajib ditaati oleh BU/BUT.
(2) Petunjuk dan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
secara jelas dan tertulis.
Pasal 131
Pasal 132
Pasal 133
Pasal 134
Pasal 135
Pasal 136
(1) BU/BUT wajib mengambil tindakan yang diperlukan untuk melindungi dan
atau menjaga keselamatan migas, dalam hal terjadi kebocoran, kebakaran
dan atau ledakan, yang mengakibatkan tumpahan minyak atau gas bumi.
Pasal 137
(1) BU/BUT wajib memasang dan memelihara marka dan rambu, peringatan
dan atau tanda batas yang jelas dan mudah dilihat.
(2) Marka sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipasang pada tiap jarak 100
(seratus) meter dan rambu dipasang setiap 500 (lima ratus) meter.
(3) Pada daerah yang terdapat atau padat hunian atau lalu lintas orang dan
atau barang, jarak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat
diperpendek sesuai kebutuhan.
(4) Marka atau rambu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa tulisan
yang jelas dalam huruf kapital dan berbunyi “DILARANG, PERINGATAN,
AWAS, BERBAHAYA, LINTASAN SALURAN PIPA GAS” dan memuat
nama perusahaan dengan alamat dan nomor telepon, diletakkan pada
ketinggian yang cukup dan mudah dilihat.
Pasal 138
Gas bumi yang disalurkan melalui Pipa Induk, wajib diberi pembau yang khusus
dibuat untuk itu, dengan ketentuan tidak mengurangi mutu gas bumi, tidak
merusak pipa dan tidak mencemari lingkungan.
Pasal 139
Pasal 140
Pasal 141
Pasal 142
(1) Terhadap setiap bagian-bagian tertentu dari setiap instalasi pipa penyalur
dapat dilakukan analisis risiko secara terintegrasi yang meliputi aspek
keselamatan migas, lindungan lingkungan, disain, konstruksi,
pemeliharaan dan operasi.
(2) Dalam hal terjadi perubahan kondisi operasi, BU/BUT wajib membuat
analisis risiko pada tempat perubahan terjadi untuk menetapkan langkah
pengamanan.
(3) Hasil analisis risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib
mendapatkan persetujuan dari Kepala Inspektur Migas.
Pasal 143
Pasal 144
(1) Semua alat pengukur dan cara pengukuran tunduk pada pengujian dan
pemeriksaan yang dilakukan oleh Inspektur Migas.
(2) Semua alat pengukur yang dipergunakan dalam usaha produksi, kecuali
yang khusus dipergunakan oleh BU/BUT untuk keperluan pemeriksaan
intern, harus dikalibrasikan secara berkala menurut peraturan yang
berlaku.
(3) Untuk memberikan kesempatan kepada Inspektur Migas dalam
melaksanakan pengujian sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1) dan
menyaksikan kalibrasi sebagaimana dimaksudkan pada ayat (2) pasal ini,
BU/BUT diwajibkan memberitahukan terlebih dahulu kepada Menteri.
(4) Alat pengukur yang terbukti tidak lagi memenuhi syarat, dilarang untuk
dipergunakan selanjutnya dan segera harus diperbaiki atau diganti dengan
yang memenuhi syarat.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai alat pengukur akan ditetapkan oleh
Menteri.
Pasal 146
Pasal 147
(1) Bangunan lepas pantai yang tidak dipakai lagi harus dibongkar seluruhnya
atau sebagian dengan melakukan tindakan-tindakan yang layak untuk
menjamin keamanan pekerjaan dan alur pelayaran.
(2) BU/BUT, diwajibkan memberitahukan secara tertulis kepada Menteri
usulan program pembongkaran bangunan lepas pantai paling lambat 2
(dua) tahun atau paling cepat 3 (tiga) tahun dari perkiraan penghentian
penggunaan bangunan lepas pantai.
(3) Usulan program pembongkaran bangunan lepas pantai sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2), wajib dilampiri dengan kajian awal yang
sekurang-kurangnya meliputi:
a. desain awal dan modifikasi yang pernah dilakukan;
b. catatan sejarah operasi serta hasil inspeksi tahunan dan khusus;
c. alternatif teknologi atau metode pemotongan yang dipilih;
d. kajian lingkungan;
e. alternatif pengelolaan hasil pembongkaran;
f. analisis resiko.
Pasal 148
(1) Dalam jangka waktu 60 (enam puluh) hari terhitung sejak diterimanya
usulan program sebagaimana dimaksud dalam Pasal 147 ayat (2), Menteri
wajib melaksanakan evaluasi usulan program dan menerbitkan
pengesahan hasil evaluasi.
(2) Evaluasi usulan program sekurang-kurangnya meliputi aspek:
a. keselamatan dan kesehatan kerja;
b. pengelolaan lingkungan hidup;
c. teknologi atau metode yang dipergunakan;
d. kompetensi pelaksana kegiatan;
e. efisiensi dan keekonomian;
f. hasil verifikasi kondisi terakhir oleh pihak independen.
Pasal 149
(1) Apabila dianggap perlu Menteri dapat menunjuk lembaga independen atau
perguruan tinggi yang berkompeten untuk membantu pelaksanaan
evaluasi usulan program.
(2) Biaya yang diperlukan untuk jasa evaluasi independen sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) ditanggung oleh BU/BUT.
(3)
(4) Besar biaya evaluasi oleh pihak independen ditentukan berdasarkan atas:
a. mekanisme pasar;
b. kompleksitas dari instalasi bangunan lepas pantai;
c. teknologi yang akan digunakan.
Pelaksanaan Pembongkaran
Pasal 150
Pasal 151
Pasal 152
(1) Untuk instalasi yang dipasang pada kedalaman laut kurang dari 55 (lima
puluh lima) meter kaki jacket, tiang pancang dan dudukannya wajib
dipotong 3 (tiga) meter di bawah mudline atau sejajar dengan permukaan
dasar laut (seabed) dalam hal jarak antara mudline dan seabed kurang
dari 3 (tiga) meter.
(2) Untuk instalasi yang dipasang pada kedalaman 55 (lima puluh lima) meter
atau lebih, kaki jacket, tiang pancang dan dudukannya wajib dipotong
sedemikian hingga jarak antara permukaan laut rata-rata dengan ujung
atas sisa instalasi minimal 55 (lima puluh lima) meter.
Pasal 153
Pasal 154
(1) Dalam hal terdapat sisa instalasi yang ditinggalkan pada lokasi, selambat-
lambatnya dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari kerja BU/BUT wajib
memberitahukan kepada Menteri dan instansi lain yang berkepentingan
dengan penggunaan laut.
(2) Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), sekurang-
kurangnya meliputi informasi posisi dan koordinat, elevasi sisa instalasi,
ukuran dan informasi lain yang diperlukan.
Pasal 155
Pembinaan dan Pengawasan
BAB VII
(Instalasi Hilir)
Bangunan
Pasal 156
(1) Selambat-lambatnya 2 (dua) bulan sebelum mulai membangun atau
mengadakan perubahan dan atau perluasan tempat kegiatan usaha
migas, BU/BUT diwajibkan menyampaikan secara tertulis kepada Kepala
Inspektur Migas mengenai hal-hal:
a. lokasi geografis;
b. denah bangunan dan instalasi pemurnian dan pengolahan;
c. bahan baku, bahan penolong beserta hasil pemurnian dan
pengolahannya;
d. proses disain;
e. instalasi pencegahan dan penanggulangan kebakaran yang bersifat
permanen, baik dengan air maupun bahan kimia;
f. jumlah dan perincian tenaga kerja dan atau tambahannya;
g. hal-hal lain yang dianggap perlu oleh Kepala Inspektur Mgas.
(2) Apabila dalam pelaksanaannya terdapat perubahan mengenai hal-hal
yang telah diajukan sesuai dengan ketentuan termasuk pada ayat (1),
BU/BUT diwajibkan menyampaikannya secara tertulis kepada Kepala
Inspektur Migas.
(3) Dalam masa pembangunan tempat kegiatan usaha migas, pembuatan,
pendirian, penyusunan dan pemasangan semua peralatan, bangunan dan
instalasi kegiatan usaha migas berada di bawah pengawasan Kepala
Inspektur Migas.
Pasal 157
(1) Semua bangunan dan instalasi dalam tempat kegiatan usaha migas harus
memenuhi syarat-syarat teknis dan keselamatan migas yang sesuai
dengan sifat-sifat khusus dari proses dan lokasi yang bersangkutan.
(2) Perencanaan, pendirian dan pemeliharaan instalasi kegiatan usaha migas
harus dilaksanakan dengan baik untuk menjaga keselamatan migas.
(3) Semua bangunan dan instalasi yang didirikan di dalam daerah yang
mempunyai kemungkinan besar bagi timbulnya bahaya kebakaran, harus
dibuat dari bahan-bahan yang tidak mudah terbakar.
(4) Semua bangunan dan instalasi harus dilengkapi dengan sistem
telekomunikasi yang baik.
Pasal 158
Tanda warna peralatan pada tempat pemurnian dan pengolahan seperti kolom,
pipa, pesawat, rambu tanda bahaya, alat pelindung, dan lain-lainnya harus
memenuhi keseragaman warna yang disetujui oleh Kepala Inspektur Migas.
Pasal 159
(1) Jalan dalam tempat kegiatan usaha migas harus baik dan cukup lebar,
sehingga setiap tempat dapat dicapai dengan mudah dan cepat oleh orang
maupun kendaraan serta harus dipelihara dengan baik, diberikan
penerangan yang cukup dan dimana perlu dilengkapi dengan rambu-
rambu lalu-lintas.
(2) Apabila di dalam tempat kegiatan usaha migas terdapat jalan kereta api,
maka jalan tersebut harus dibuat sesuai dengan keadaan tanah, beban
jalan serta kecepatan kereta api.
(3) Sepanjang jembatan, sekeliling lubang yang membahayakan dan dipinggir
tebing yang terbuka harus diberi pagar yang cukup kuat.
(4) Setiap instalasi migas harus mempunyai tempat kerja dan tempat lalu-
lintas yang baik, aman dan harus selalu dalam keadaan bersih.
(5) Lantai terbuka, selokan dan penggalian di tempat kerja harus diberi tanda
yang jelas dan dapat dilihat dengan mudah, baik pada siang maupun
malam hari.
(6) Geladak kerja, lantai dan lorong, termasuk titian untuk berjalan, jembatan,
tangga dan lubang yang dibuat di lantai dan dinding harus dipelihara
dengan baik dan dibuat dengan memenuhi syarat-syarat keselamatan
migas serta apabila dianggap perlu, dilindungi dengan pagar yang aman
untuk mencegah terjadinya bahaya atau kecelakaan.
Pasal 160
Pasal 161
Pasal 162
(1) Bagian-bagian pesawat, mesin perkakas dan alat transmisi yang bergerak,
yang dapat membahayakan pekerja yang melayaninya dan
membahayakan lalu-lintas, harus terlindung dengan baik dan aman.
(2) Pesawat dan mesin perkakas yang dalam penggunaannya dapat
menimbulkan bahaya terhadap pekerja yang melayaninya harus diberi
pelindung dan dipasang sedemikian rupa sehingga tidak membahayakan.
Pasal 163
(1) Pada pesawat pengangkat harus dinyatakan dengan jelas batas daya
angkat aman yang telah ditentukan untuk pesawat tersebut.
(2) Bagian-bagian yang bergerak seperti rantai, roda gigi, dan rem serta alat
pengaman pesawat pengangkat harus selalu berada dalam keadaan baik.
(3) Pesawat pengangkat harus dilayani oleh ahli yang ditunjuk oleh Kepala
Teknik Migas.
(4) Dilarang membebani pesawat pengangkat melebihi batas daya angkat
aman yang telah ditentukan untuk pesawat tersebut.
Pompa
Pasal 164
Pasal 165
(1) Jika pada suatu baterai pompa, sebuah pompa atau lebih dibersihkan atau
diperbaiki, sedangkan yang lainnya masih digunakan, maka semua
saluran pipa dari dan ke pompa tersebut harus dilepaskan dan ditutup
dengan flensa mati.
(2) Semua saluran pipa yang bersuhu tinggi atau bersuhu rendah sekali harus
disalut dengan baik di tempat-tempat yang dapat menimbulkan bahaya
terhadap orang dan peralatan di sekitarnya.
Pasal 166
(1) Kompresor dan bejana tekan adalah peralatan yang bekerja dengan
tekanan kerja di dalam peralatan melebihi ½ (setengah) atmosfir tekanan
lebih.
(2) Pompa vakum dan bejana vakum adalah peralatan yang bekerja dengan
tekanan kerja di dalam peralatan kurang dari 1 (satu) atmosfir absolut.
Pasal 167
Tungku Pemanas
Pasal 168
(1) Tungku pemanas untuk memanaskan atau menguapkan minyak dan gas
bumi atau zat-zat lain harus memenuhi syarat-syarat sebagaimana
tercantum dalam Standar Nasional Indonesia, kecuali apabila ditentukan
lain dalam Peraturan Pemerintah ini atau oleh Kepala Inspektur Migas,
tungku pemanas harus diperiksa secara berkala dan diuji kemampuannya
menurut tatacara yang ditentukan oleh Kepala Inspektur Migas.
(2) Pada tungku pemanas harus dipasang alat-alat pengaman yang selalu
harus dapat bekerja dengan baik.
(3) Apabila terjadi kebocoran aliran minyak dan gas bumi atau zat-zat lain
dalam tungku pemanas, aliran tersebut harus dapat dihentikan dengan
segera dari tempat yang aman.
(4) Apabila terjadi perubahan, penambahan atau pemindahan terhadap suatu
tungku pemanas dan perlengkapannya, maka kemampuan tungku
pemanas tersebut berserta perlengkapannya harus diuji kembali. Syarat-
syarat pemakaian yang diperbolehkan dan jangka waktu pemakaian
sebelum inspeksi berikutnya akan ditentukan kembali.
Pasal 169
(1) Jika pada suatu baterai tungku pemanas, sebuah tungku pemanas atau
lebih harus dibersihkan atau diperbaiki, sedangkan yang lainnya masih
digunakan, maka semua saluran pipa dari dan ketungku pemanas tersebut
harus dilepaskan dan ditutup dengan flensa mati.
(2) Semua saluran pipa yang berisi uap dan cairan panas harus disalut
dengan baik di tempat-tempat yang dapat menimbulkan bahaya terhadap
orang dan peralatan di sekitarnya.
Pasal 170
Pasal 171
(1) Jika pada suatu baterai kondensor atau heat exchanger, sebuah
kondensor atau sebuah heat exchanger atau lebih harus dibersihkan atau
diperbaiki, sedangkan yang lainnya masih digunakan, maka semua
saluran pipa dari dan ke kondensor atau heat exchanger tersebut harus
dilepaskan dan ditutup dengan flensa mati.
(2) Semua saluran pipa yang bersuhu tinggi atau bersuhu rendah sekali harus
disalut dengan baik di tempat-tempat yang dapat menimbulkan bahaya
terhadap orang dan peralatan disekitarnya.
Pasal 172
Perpipaan
Pasal 173
Tempat Penimbunan
(1) Tempat penimbunan minyak dan gas bumi beserta hasil pemurnian dan
pengolahannya, termasuk gas bumi yang dicairkan, bahan cair dan gas
lainnya yang mudah terbakar dan atau mudah meledak dan zat yang
berbahaya lainnya, harus memenuhi syarat-syarat sebagaimana
tercantum dalam Standar Nasional Indonesia, kecuali apabila ditentukan
lain dalam Peraturan Pemerintah ini atau oleh Kepala Inspektur Migas.
(2) Tempat penimbunan termasuk pada ayat (1) harus dilengkapi dengan alat-
alat pengaman dan dibuat atau dibangun sedemikian rupa sehingga tidak
akan menimbulkan bahaya kebakaran atau ledakan harus dapat dibatasi
atau dilokalisir setempat.
(3) Tempat penimbunan yang berbentuk tanki untuk bahan cair harus
dikelilingi dengan tanggul yang dapat menampung sejumlah bahan cair
yang ditentukan. Tinggi tanggul tidak boleh melebihi 150 (seratus
limapuluh) centimeter dari permukaan tanah dibagian luar tempat yang
ditanggul. Setiap tempat yang ditanggul harus dilengkapi dengan sistim
saluran untuk pengeringan yang dapat ditutup apabila diperlukan.
(4) Kapasitas tempat penimbunan tersebut harus dinyatakan dengan jelas
pada masing-masing tempat dan dilarang mengisi tempat penimbunan
melebihi kapasitas yang telah ditentukan.
(5) Aliran bahan cair dan gas dari dan ke tempat penimbunan harus dapat
dihentikan dengan segera untuk masing-masing tempat penimbunan dari
tempat yang aman.
(6) Tempat penimbunan harus selalu berada dalam keadaan terpelihara baik
dan khusus untuk tempat penimbunan berbentuk tanki secara berkala
harus diadakan pembersihan dan pemeliharaan pada bagian dalam.
(7) Kompleks tempat penimbunan harus dilengkapi dengan sistem pemadam
kebakaran yang permanen.
Listrik
Pasal 174
Pasal 175
Pasal 176
(1) Penerangan lampu dalam instalasi dan di tempat kegiatan usaha migas.
(2) Dalam tempat kegiatan usaha migas serta unit-unitnya tidak boleh
digunakan penerangan lampu selain dari pada lampu listrik yang dilindungi
dengan tutup gelas yang kuat dan kedap gas. Di tempat-tempat yang
dianggap perlu sebelah luar tutup lampu tersebut harus dilindung dengan
keranjang pelindung yang baik dan cukup kuat.
(3) Pada tempat dan instalasi tertentu harus disediakan alat penerangan
lampu darurat yang aman yang setiap waktu siap digunakan.
(4) Pada tempat dan pekerjaan tertentu harus digunakan arus listrik tegangan
di bawah 50 (lima puluh) volt.
Pemadam Kebakaran
Pasal 178
(1) Kepala Teknik Migas wajib membentuk regu pemadam kebakaran yang
tetap dan kompeten serta selalu berada dalam keadaan siap.
(2) Kepala Teknik Migas wajib menunjuk seorang petugas yang bertanggung
jawab dalam hal penanggulangan kebakaran, petugas tersebut harus
dicatat oleh Kepala Teknik Migas dalam Buku Keselamatan Migas.
(3) Kepala Teknik Migas wajib memeriksa secara berkala kondisi semua alat
pemadam kebakaran beserta perlengkapan penyelamat.
(4) BU/BUT wajib menjamin penggunaan alat pemadam kebakaran yang
memenuhi syarat-syarat keselamatan migas.
Instalasi SPBU
Pasal 180
Pasal 181
Pasal 182
Pasal 183
Pasal 184
Penerimaan dan Verifikasi/Komisioning
(1) Kepala Teknik Migas harus memastikan bahwa fasilitas yang telah selesai
dikerjakan, baik yang baru, hasil pengembangan atau modifikasi, serta
semua sistem keselamatan yang berkaitan, telah selesai dibangun, dan
semua peralatan yang terpasang, memenuhi disain dan kriteria khusus.
(2) Pekerjaan konstruksi yang dilakukan harus sesuai dengan gambar dan
spesifikasi dan dalam kualitas yang baik.
(3) Kontraktor yang mengerjakan mempunyai kompetensi, inspeksi yang
efektif, dan kesesuaian peralatan.
(4) Semua pekerjaan selama konstruksi atau pengembangan memerlukan
pengawasan yang memadai. Pengaturan untuk inspeksi, termasuk
kunjungan pihak yang berwenang, harus di setujui oleh semua pihak yang
terkait sebelum memulai pekerjaan.
(5) Material dan peralatan yang digunakan harus memenuhi Standar Nasional
Indonesia maupun internasional yang relevan.
(6) Verifikasi yang dilakukan selama commissioning harus meliputi
penelaahan langkah-langkah untuk memastikan bahwa:
a. rekaman menunjukkan bahwa tanki penimbun dan semua bahan bakar
kendaraan yang terkait dengannya dan pipa untuk uap bahan bakar
kedap terhadap kobocoran;
b. gambar klasifikasi daerah berbahaya (hazardous area classification)
telah disiapkan dan pemeriksaan visual telah dilakukan;
(7) Kepala Teknik Migas harus memastikan bahwa verifikasi dilakukan oleh
yang berkompetensi.
(8) Pada tahapan penyelesaian dari kegiatan commissioning, harus ada
pemeriksaan akhir untuk adanya bukti kebocoran dari semua peralatan
yang mengandung bahan bakar. Harus juga diperiksa lagi bahwa semua
hasil dan sertifikat dari pengujian dan operasi commissioning tersedia dan
telah diberikan kepada Kepala Teknik Migas.
(9) Kepala Teknik Migas harus menjaga rekaman/catatan pengujian awal dan
prosedur commissioning untuk acuan di masa yang akan datang.
Pasal 185
Konstruksi dan Keselamatan Konstruksi
(1) Seluruh pihak yang terlibat baik perencana, kontraktor dan operator harus
mengikuti peraturan pemerintah dan standar yang berlaku pada setiap
tahap kegiatan.
(2) BU wajib membuat sistem manajemen kesehatan dan keselamatan kerja
(SMK3) yang melibatkan semua pihak yang terkait dan menjalankannya
pada setiap tahap pekerjaan.
(3) Sebelum pekerjaan konstruksi dimulai, semua pihak yang terkait harus
melakukan pengkajian untuk menentukan potensi bahaya dan membuat
prosedur pelaksanaan dari pekerjaan yang akan dilaksanakan.
(4) Setiap akan melakanakan pekerjaan harus memiliki izin kerja yang
dikeluarkan oleh orang yang ditunjuk dan mempunyai pengetahuan
mengenai bahaya dan resiko pada setiap kegiatan.
(5) BU wajib menjaga lingkungan sekitar agar terhindar dari gangguan
dan/atau pencemaran yang dapat terjadi akibat dari kegiatannya.
(1) Sistem yang berisi BBM harus didisain, dikonstruksi dan dioperasikan
sedemikian sehingga dapat mencegah kebocoran yang diakibatkan dari
kendaraan, korosi, degradasi kimia, kerusakan mekanik.
(2) Tanki penimbun wajib didisain dan dikonstruksi mengacu pada Standar
Nasional Indonesia.
(3) Tanki penimbun wajib dipendam dengan proyeksi horisontal atau vertikal.
(4) Material tanki penimbun terbuat dari baja, glass reinforced plastic atau
kombinasi dari baja dan glass reinforced plastic.
(5) Penggunaan material tanki penimbun bukan baja dan atau glass
reinforced plastic wajib dilaksanakan analisis resiko dan mendapatkan
persetujuan Direktur jenderal.
(6) Tanki wajib dikonstruksi dengan 2 (dua) dinding dan dilengkapi manhole
Comment [PV1]: Akan diperbaiki
minimal ............ diameter inci.
(7) Pengelasan untuk konstruksi tanki timbun baja hanya boleh dilakukan
berdasarkan prosedur pengelasan yang telah dikualifikasi sesuai Standar
Nasional Indonesia dan mendapat pengesahan dari Direktur Jenderal.
(8) Juru Las dan Operator Las harus berkualifikasi sesuai Standar Nasional
Indonesia dan telah mendapat pengesahan dari Direktur Jenderal.
(9) Penyambungan untuk konstruksi tanki timbun GRP hanya boleh dilakukan
berdasarkan prosedur penyambungan yang telah dikualifikasi sesuai
Standar Nasional Indonesia dan mendapat pengesahan dari Direktur
Jenderal.
(10) Juru Sambung dan Operator Sambung harus berkualifikasi sesuai Standar
Nasional Indonesia dan telah mendapat pengesahan dari Direktur
Jenderal.
(11) Tanki penimbun wajib dilakukan uji hidrostatik dengan tekanan minimal 1
(satu) barg selama 1 (satu) jam.
(12) Tanki penimbun harus dilengkapi dengan as-built drawing dan sertifikat
jaminan mutu yang diterbitkan oleh pabrik pembuat.
(13) Sertifikat jaminan mutu sekurang kurangnya memuat pernyataan jaminan
mutu produk, Surat Keterangan Terdaftar, klien, lokasi pemasangan,
kapasitas, test pressure, tanda tangan manajemen pabrik pembuat.
(14) Tanki penimbun yang telah dioperasikan wajib dilakukan pemeriksaan
internal, dan kebocoran setiap 5 (lima) tahun sekali.
(15) Tata cara pemeriksaan internal dan kebocoran diatur lebih lanjut dalam
Peraturan Menteri.
(16) Hanya pekerja yang kompeten yang dapat melakukan perawatan tanki
penimbun.
Pasal 187
Dispenser dan Alat Pengendalian
Pasal 188
Sistem Deteksi Kebocoran
(1) SPBU harus dilengkapi dengan fasilitas yang sesuai untuk memonitor dan
mencegah secepat mungkin kebocoran minyak ke tanah.
(2) Sistem deteksi dan pencegahan kebocoran dibagi menjadi beberapa kelas
sesuai dengan hasil dari penilaian resiko fasilitas SPBU.
(3) Tanki penimbun minyak harus dilengkapi dengan alat pengukur level dan
sistem pencegahan tumpahan yang dikalibrasi secara rutin.
(4) SPBU wajib memiliki prosedur investigasi dan penanggulangan kebocoran
dan/atau tumpahan minyak.
(5) SPBU wajib menjaga kehandalan dan keakurasian data peralatan deteksi
dan pencegahan kebocoran dan tumpahan minyak.
(6) BU wajib mendidik pekerja yang baru maupun lama perihal pendeteksian
dan penanggulangan kbocoran dan/atau tumpahan minyak.
(7) BU wajib menjalankan program inspeksi dan pemeliharaan peralatan
pencegahan dan/atau penanggulangan kebocoran minyak secara rutin
dan efektif.
(1) Bangunan, kanopi dan struktur lainya pada SPBU secara umum harus
didesain dan dikonstruksi menurut peraturan bangunan yang ada.
(2) Semua elemen struktur bangunan harus terbuat dari material yang tidak
mudah terbakar.
(3) Peralatan untuk penerangan harus didesain dan dipasang oleh orang yang
mempunyai kualifikasi dan ketrampilan yang cukup.
(4) Operator harus memastikan bahwa pemasangan, pengujian, dan
pemeliharaan peralatan listrik pada bangunan sesuai dengan standar yang
ada.
(5) Bangunan toko harus sejauh minimal 4 (empat) m dari titik dispenser atau
tanki penimbun, dan mempunyai nilai ketahanan api paling tidak selama
30 (tiga puluh) menit dan harus tersedia alat penyelamatan diri dalam
keadaan darurat.
Pasal 190
Pasal 191
(1) Semua bangunan SPBLPG, Instalasi dan Peralatan yang ada harus
memenuhi syarat-syarat teknis Keselamatan Migas yang ditetapkan
Menteri.
(2) Tanda warna Peralatan dan Instalasi, rambu tanda bahaya, alat pelindung
dan lain-lainnya harus memenuhi keseragaman warna yang berlaku.
Pasal 192
(1) Jalan pada SPBLPG harus baik dan cukup lebar sehingga dapat dilalui
dengan mudah untuk keluar masuk kendaraan, diberi penerangan dan
dilengkapi dengan rambu-rambu lalu lintas.
(2) Permukaan lapisan jalan harus diratakan sedemikian rupa sehingga dapat
mengurangi dan mencegah terjadinya kecelakaan kerja.
Pasal 193
(1) Setiap tempat pada SPBLPG harus bersih dan dipelihara dengan baik
(2) Tempat kerja harus dilengkapi dengan penerangan yang baik sesuai
dengan syarat keselamatan migas.
Pasal 194
Pasal 195
Pasal 196
(1) Setiap peralatan yang berbentuk tanki, pompa dan tempat pengisian agar
dilengkapi dengan peralatan penanggulangan keadaan darurat dan
diletakkan pada lokasi yang memudahkan untuk maksud tersebut.
(2) Peralatan yang berupa tempat pengisian dapat ditempatkan pada
permukaan tanah atau pada dengan ketinggian tertentu yang
memudahkan pelayanan.
Pasal 197
Sirkulasi udara pada suatu bangunan instalasi harus terjamin baik, sehingga
gas yang berbahaya tidak terakumulasi dalam bangunan.
Pasal 199
Pasal 200
Pasal 201
(1) Pada saluran pipa yang masuk ke pompa harus dilengkapi dengan
peredam getar.
(2) Pada saluran pipa yang keluar dari pompa harus dilengkapi dengan:
a. katup penahan aliran balik;
b. katup pengaman dan katup penutup otomatis;
c. peredam getar.
Pasal 202
Pada sistem kabel harus diberi tanda dan dipasang secara aman sesuai
ketentuan yang berlaku.
Pasal 203
(1) Setiap tempat pengisian harus dipasang di atas pondasi yang sepadan
dan dilengkapi dengan tanda tanda dan petunjuk yang jelas dan mudah
dibaca.
(2) Tempat pengisian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilengkapi
dengan sakelar pengaman (safety shut down swicthes).
(3) Tempat pengisian harus dilindungi terhadap cuaca dengan memasang
atap (kanopi) yang dibuat sedemikian rupa sehingga gas tidak
terperangkap
(1) Slang pada tempat pengisian harus selalu dalam keadaan baik serta
diperiksa dan diuji secara berkala sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
(2) Panjang slang sebagaimana termaksud pada ayat (1), tidak boleh lebih
dan 5,5 (lima setengah) meter dan dilengkapi dengan katup penutup aliran
otomatis sesuai syarat yang ditetapkan.
Jarak Aman
Pasal 205
Pasal 206
Peralatan yang berupa tanki, pompa dan tempat pengisian harus diletakkan
sekurang-kurangnya berjarak 10 (sepuluh) meter dan kemungkinan sumber
nyala api terbuka.
Pasal 207
Pasal 208
Dalam hal terdapat jalan menikung, jarak antara tempat pengisian dan tikungan
jalan tidak boleh kurang dari 8 (delapan) meter.
Tempat Penimbunan
Pasal 209
(1) Tanki Timbun LPG harus terletak di atas permukaan tanah dengan
memenuhi syarat keselamatan migas yang berlaku.
(2) Tanki Timbun harus selalu berada dalam keadaan terpelihara dengan baik
dan secara berkala harus diadakan pembersihan dan pemeliharaan.
Pasal 210
Tanki Timbun harus dilengkapi dengan katup penyalur tekanan (pressure relief
device) dan katup pengaman (safety valve).
Pasal 211
Pasal 212
Dalam hal tempat penimbun LPG berupa mobil tanki, maka parkir mobil harus
terpisah dengan pompa dan tempat pengisian.
Pasal 213
Pada Tanki Timbun LPG harus tersedia penerangan yang cukup dan pada saat
terdapat aktivitas penerimaan dan pembongkaran, tidak dibenarkan adanya
sumber nyala api terbuka dalam jarak sekurang-kurangnya 25 (dua puluh lima)
meter.
Pasal 214
(1) Minyak yang tidak dibungkus hanya boleh diangkut dalam tanki dari kapal-
kapal tanki atau kapal-kapal tanki pedalaman yang sesuai dan dibangun
khusus untuk pengangkutan itu.
(2) Kapal-kapal tanki itu harus memenuhi syarat-syarat yang berlaku untuk
kapal-kapal yang ditetapkan oleh Menteri Perhubungan dalam surat
keputusan (beslit) Perkapalan tahun 1927; kapal-kapal pedalaman harus
memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan dalam Pasal 10, 11 dan 12.
Pasal 215
(1) Suatu kapal pedalaman yang digunakan untuk mengangkut minyak yang
dibebaskan dan tidak dibungkus, harus memenuhi syarat-syarat berikut:
a. tanki-tankinya harus rapat betul (kedap gas) dan tidak boleh
bocor;
b. tergantung dari pada besarnya tanki-tanki dan pelayaran yang
ditempuh oleh kapal-kapal pedalaman itu, tanki-tankinya harus
dilengkapi dengan sekat yang membujur di atas kapal atau
dengan dinding-dinding penahan yang cukup jumlahnya dan jika
mungkin membuat ruangan ekspansi atau ruangan lain, agar
supaya minyak dapat kesempatan cukup untuk memuai;
bagaimanapun juga harus diatur/ disusun ruangan-ruangan
Pasal 216
(1) Tanki dari suatu kapal pedalaman yang berisi atau bekas berisi minyak
berbahaya atau minyak biasa yang tidak dibungkus dan belum dibersihkan
dari minyak dan gas, harus tetap tertutup sampai setelah pembersihan
gas, pembukaan tanki dan sebagainya untuk membersihkannya, harus
dilakukan. Untuk tanki-tanki kecil yang bekas berisi minyak biasa yang
tidak dibungkus, dapat diberikan penyimpangan oleh Kepala Inspektur
Migas.
(2) Ketentuan mengenai pengisian kofferdam-kofferdam dari kapal tanki
selama dan sesudahnya mengangkut minyak berbahaya yang tidak
Pasal 217
(1) Kapal tanki pedalaman hanya boleh digunakan jika pemiliknya mempunyai
sertifikat yang masih berlaku, diberikan di tempat-tempat di mana ada
Syahbandar ahli; oleh beliau dan di tempat lain oleh pejabat yang ditunjuk
oleh Kepala Inspektur Migas untuk memberikan sertifikat-sertifikat ini.
(2) Sertifikat harus diminta secara tertulis oleh pemilik atau atas nama pemilik
kepada pejabat yang bersangkutan yang ditunjuk untuk memberikan
sertifikat-sertifikat tersebut; pejabat ini tidak akan mengeluarkan sertifikat
sebelum diketahui bahwa kapal tersebut ternyata dalam keadaan
sempurna dan memenuhi syarat-syarat yang berlaku terhadap kapal itu
yang termaktub dalam Pasal 217.
(3) Sertifikat tersebut menyatakan apakah kapal itu cocok/baik untuk
mengangkut minyak biasa dan/atau minyak berbahaya yang tidak
dibungkus atau hanya mengangkut minyak yang dibebaskan dan yang
tidak dibungkus; sertifikat diberikan dalam rangkap dua, yang aslinya
dengan materai diberikan kepada pemilik dan tembusannya yang tidak
bermaterai atas usaha si pemilik digantungkan di kapal tanki pedalaman
itu di tempat yang ditunjuk oleh pejabat yang memberikan sertifikat.
(4) Sertifikat diberikan untuk selama-lamanya 1 (satu) tahun dan tidak berlaku
lagi setelah kapal tanki pedalaman itu tidak memenuhi lagi syarat-syarat
yang ditetapkan.
(5) Kapal tanki pedalaman yang memiliki sertifikat yang masih berlaku hanya
diizinkan untuk pemeriksaan guna mendapatkan sertifikat baru, selama
bulan terakhir dari masa berlakunya sertifikat itu; setelah masa berlaku
habis waktunya, mulailah sertifikat yang baru itu berlaku.
(6) Jika pemilik mengajukan permohonan untuk pemeriksaan tepat pada
waktunya, tetapi pejabat yang bersangkutan tidak mungkin memeriksa
kapal itu sebelum masa berlakunya sertifikat lama habis, pejabat tersebut
dapat memperpanjang sementara berlakunya sertifikat lama, tetapi tidak
lebih dari 1 (satu) bulan.
(7) Untuk memeriksa suatu kapal tanki pedalaman berhubung dengan
permohonan untuk mendapatkan sertifikat yang dimaksud dalam ayat (1),
akan dikenakan biaya sebesar ......... rupiah oleh Pemerintah, jumlah mana
harus dibayar pada waktu mengajukan permohonan sertifikat.
Pasal 218
(1) Nakhoda dari kapal pedalaman atau kapal laut yang berukuran isi kotor
kurang dari 500 (lima ratus) m3:
Pasal 219
(1) Kapal-pedalaman dan kapal-laut yang berukuran isi kotor 500 (lima ratus)
m3 atau lebih, seperti yang dimaksud dalam Pasal 215 ayat (1), tidak boleh
berada dalam jarak masing-masing 5 (lima) meter sejauh mengenai
minyak biasa dan 10 (sepuluh) meter sejauh mengenai minyak berbahaya,
dari nyala-api yang terbuka atau dari barang-barang yang mudah terbakar.
(2) Kapal yang didalamnya ada nyala-api yang terbuka atau api, jika tidak
perlu tidak boleh masuk ke dalam jarak 10 (sepuluh) meter dari kapal
seperti yang dimaksud dalam Pasal 215 ayat (1) atau dari tempat
penimbunan minyak terapung.
(3) Ketentuan dalam ayat (1) tidak dapat diterapkan terhadap kapal-kapal dan
alat-alat penyeberang lain seperti yang dimaksud disatu, kecuali nakhoda-
nakhoda yang bersangkutan berkeberatan; ketentuan dalam ayat (2) tidak
berlaku terhadap penundaan di lambung dari kapal-laut yang berukuran isi
kotor 500 (lima ratus) m3 atau lebih, jika hal demikian tidak menimbulkan
bahaya berhubung dengan kemungkinan adanya minyak dikapal sebagai
muatan geladak, juga terhadap penundaan di lambung dari kapal-
pedalaman atau kapal-laut yang berukuran isi kotor kurang dari 500 (lima
Pasal 220
Pasal 221
(1) Suatu tempat penimbunan minyak terapung hanya dapat digunakan, jika
pemiliknya mempunyai sertifikat yang masih berlaku, dimana ternyata
bahwa pemilik telah mendapat izin untuk menggunakan tempat
penimbunan itu. Terhadap pemberian izin itu dapat dicantumkan syarat-
syarat.
(2) Didalam sertifikat yang harus diminta secara tertulis oleh atau atas nama
pemilik disebutkan tempat-tempat kedudukan dari tempat penimbunan
minyak terapung itu; pemilih wajib mengusahakan menempati tempat
penimbunan yang ditunjuk dan tidak pindah tempat kedudukan kecuali
dengan izin dari pejabat yang ditugaskan untuk pengawasan.
(3) Sertifikat diberikan ditempat-tempat dimana ada Syahbandar (ahli); oleh
Syahbandar ini dan selanjutnya oleh pejabat yang ditunjuk untuk itu, suatu
perusahaan pelabuhan, oleh Menteri Perhubungan dan untuk tempat-
Pasal 222
(1) Tempat penimbunan minyak terapung harus dibuat dari besi atau baja.
(2) Pada penimbunan minyak di bawah geladak harus dipenuhi syarat-syarat
berikut:
a. tidak boleh ada lubang-lubang lain di geladak selain lubang-lubang
palka yang memberi jalan masuk ke ruangan-ruangan dimana minyak
itu ditimbun dan yang dimaksud dalam d; Comment [PV3]: Cek ulang
b. palka-palka harus dapat ditutup atau dijepit kedap gas dan
penutupannya harus sedemikian sehingga dapat dijamin dengan kunci;
c. geladak harus rapat betul dan dibuat dari besi atau baja;
d. memompa-lensa (lenspompen) harus dapat dilakukan tersendiri pada
tiap ruangan dengan satu pompa-lensa atau lebih; jika pompa atau
pompa-pompa lensa yang dapat dilepas daya pemadaman yang sama
atau kebakaran minyak;
e. alat-alat penolong yang cukup memungkinkan semua
penumpang/pelayar dalam keadaan bahaya meninggalkan tempat
penimbunan itu;
f. penangkal-penangkal petir yang diperlukan dan dalam keadaan baik;
g. jika ada alasan untuk itu, alat-alat yang diperlukan untuk dapat
membersihkan ruangan dibawah geladak, dari gas.
(3) Dalam sertifikat dicatat apa yang telah ditetapkan berdasarkan ketentuan
dalam ayat terdahulu.
Pasal 223
Pasal 224
Pasal 225
(1) Dilarang mengeringkan kapal tanki, kapal tanki pedalaman, kapal yang
khusus dibangun dan digunakan untuk pengangkutan minyak berbahaya
yang dibungkus (diisi dalam kaleng, drum dan sebagainya), di bawah
geladak atau tempat penimbunan minyak terapung atau melakukan
perbaikan baik dengan perantaraan galangan atau bengkel reparasi, jika
untuk maksud itu sebelumnya tidak diberikan izin tertulis oleh pejabat
pengawas yang bersangkutan.
(2) Ketentuan dalam ayat terdahulu yang bertalian dengan pelaksanaan
perbaikan atas kapal tanki atau kapal tanki pedalaman, sejauh hal itu
ditentukan oleh Presiden, juga berlaku atas perbaikan-perbaikan pada dan
dalam tempat-tempat penyimpanan tetap (bunkers) dari kapal untuk
minyak yang tidak dibungkus, guna keperluan kapal.
(3) Oleh atau atas nama Presiden ditetapkan ketentuan-ketentuan lebih lanjut
untuk pelaksanaan yang ditentukan dalam ayat-ayat terdahulu.
Pasal 226
(1) Pipa hawa yang berada pada tanki bensin di bawah tanah, harus
dilengkapi paling sedikit dengan 3 (tiga) lapis kasa yang dibuat dari
kuningan atau tembaga yang besar lobangnya tidak melebihi 0,25 (satu
perempat) mm2 dan besar kawat antara 0,3 s.d. 0,4 mm sedang didalam
pipa isi selain saringan bensin, dipasang dengan rapat pada dinding tanki,
sepasang dari dua buah saringan yang dibuat dari kasa seperti tersebut di
atas.
(2) Bagian dalam dan luar dari tanki harus dijaga jangan sampai berkarat, baik
dengan cara menempatkan tanki itu didalam lubang yang tidak dapat
dimasuki air atau dengan cara lain yang tidak mungkin akan menimbulkan
karatan.
(3) Ruangan galian disekeliling dan di atas tanki harus diisi dengan pasir dan
dalamnya galian harus sedemikian rupa sehingga bagian atas dari tanki itu
berada sedikitnya ½ (setengah) meter di bawah permukaan tanah.
(4) Tanki itu harus dapat menahan tekanan dari dalam sebesar 7 (tujuh)
atmosfir.
(5) Dilarang menempatkan tanki-tanki seperti itu dibawah rel kereta api atau
dibawah tempat-tempat yang dilalui kendaraan berat.
(6) Jika pengisian tanki tidak dilakukan dengan cara seperti yang disebutkan
dalam ayat (7), maka lubang isi harus berada pada jarak sedikitnya 10 Comment [PV12]: Cek ulang
(sepuluh) meter dari tempat penempatan. Drum-drum dan kaleng-kaleng
yang telah kosong harus segera disingkirkan.
(7) Pengisian tanki dari kereta ketel atau drum yang menggunakan alat yang
mengalirkan secara tertutup yang berarti bahwa, bensin atau gasnya
sewaktu mengalir dalam saluran itu, dimana-mana tidak berhubungan
dengan udara luar, maka jarak minimum antara lubang isi dan tempat
pengetapan tidak perlu diperhatikan. Saluran dan sambungan-
sambungannya pada kereta-ketel dan pada tanki harus rapat betul dan
tidak bocor, sedang pada waktu mengisi bagian-bagian dari kereta ketel
atau drum, saluran dan tanki harus saling berhubungan denan baik untuk
mengalirkan listrik statis yang mungkin timbul kedalam tanah.
(8) Dilarang adanya api, barang-barang yang terbakar atau membara dan
penerangan selain penerangan listrik didekat pompa dan lubang pengisian
dari tanki.
(9) Tanki beserta alat-alatnya tidak boleh digunakan, sebelum ada pernyataan
bahwa ia telah memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan, sedang
pengawasan yang tetap dan teratur dari atau atas nama pembesar yang
telah memberikan izin, harus diperbolehkan oleh pemegang izin tersebut.
Pasal 229
BAB VIII
PERSYARATAN PEKERJA
(Kompetensi)
Pasal 230
Setiap tenaga kerja yang akan ditempatkan pada jabatan teknik khusus dalam
kegiatan usaha minyak dan gas bumi wajib memiliki Sertifikat Tenaga Teknik
Khusus yang dikeluarkan oleh Menteri.
Pasal 231
Pasal 232
(1) Sertifikat Tenaga Teknik Khusus sebagaimana termasuk dalam Pasal 230
dapat diberikan kepada tenaga kerja yang memenuhi persyaratan umum
sebagai berikut:
a. telah memiliki pengalaman kerja dalam keahlian dan atau keterampilan
teknik khusus yang bersangkutan dalam jangka waktu tertentu;
b. menguasai bidang keahlian dan atau keterampilan teknik khusus
sesuai persyaratan yang berlaku;
c. memilki tingkat kesehatan jasmani sesuai persyaratan yang berlaku;
d. telah dinyatakan lulus dalam pengujian teknik khusus yang
diselenggarakan untuk bidang keahlian dan atau keterampilan yang
bersangkutan.
(2) Menteri menetapkan persyaratan teknis dan persyaratan lainnya yang
harus dipenuhi oleh tenaga kerja yang bersangkutan untuk dapat
memperoleh Sertifikat Tenaga Teknik Khusus sebagaimana termaksud
dalam Pasal 230.
Pasal 233
(1) BU/BUT yang menempatkan tenaga kerja pada Jabatan Teknik Khusus
Wajib mengajukan calon Tenaga Teknik Khusus kepada Menteri untuk
memperoleh Sertifikat Tenaga Teknik Khusus sesuai bidang keahlian dan
atau keterampilan yang bersangkutan.
(2) Calon Tenaga Teknik Khusus wajib mengikuti ujian yang dilaksanakan
oleh Menteri.
Pasal 234
Pasal 235
Pasal 237
Setiap tenaga kerja, baik tenaga kerja Indonesia maupun tenaga kerja asing
yang akan ditempatkan pada jabatan teknik khusus wajib memiliki sertifikat
Tenaga Teknik Khusus yang dikeluarkan oleh Lembaga Sertifikasi Profesi yang
terakreditasi.
Pasal 238
Pasal 239
Setiap tenaga kerja yang akan ditempatkan pada jabatan teknik khusus pada
Kegiatan Usaha Migas wajib memiliki Sertifikat Tenaga Teknik Khusus yang
dikeluarkan oleh Menteri atau Lembaga Sertifikasi Profesi yang terakreditasi.
Pasal 240
Dalam hal penggunaan Tenaga Kerja Teknik Khusus dengan status WNA
pendatang wajib mendapat rekomendasi izin kerja dari Menteri.
Pasal 241
(1) Tugas atau pekerjaan dalam tempat kegiatan usaha migas yang
keselamatan dan kesehatan para pekerjanya sangat tergantung pada
pelaksanaan yang baik, hanya dapat diserahkan kepada pekerja-pekerja
yang dapat dipercaya dan memenuhi syarat-syarat jasmani dan rohani
yang diperlukan.
(2) Seorang pekerja harus segera dibebaskan dari tugas atau pekerjaannya,
apabila ternyata yang bersangkutan tidak memenuhi syarat dan kurang
dapat dipercaya atau jika oleh Inspektur Migas dianggap perlu untuk
membebaskan yang bersangkutan setelah diadakan pemeriksaan khusus
terhadapnya.
Pasal 242
BAB IX
PERSYARATAN SISTEM DAN PROSEDUR
Bagian kesatu
Sistem Manajemen Keselamatan Migas
Pasal .........
BU/BUT wajib menyusun, memiliki, dan mensosialisasikan Sistem Manajemen
Keselamatan Migas dalam operasinya
Pasal....
Sistem Manajemen Keselamatan Migas termaksud minimal terdiri dari elemen-
elemen sebagai berikut:
1. Komitmen Manajemen
2. Pelatihan dan kompetensi
3. Inspeksi
4. Manajemen perubahan
5. Audit
6. Investigasi
7. Pelaporan
Pasal ..........
Sistem Manajemen Keselamatan Migas termaksud di atas harus mendapat
persetujuan Menteri sebelum diimplementasikan
Bagian kedua
Eksplorasi, Eksploitasi, Pengolahan, Pemurnian, Pengangkutan Dan
Penimbunan
Pasal 243
Pasal 244
Pasal 245
Pasal 246
Pasal 247
Pasal 248
Pasal 249
Pasal 250
Pasal 252
Bagian kedua
Seismik dan Pemboran
Pasal 253
Seismik
Pasal 254
Pemboran
(1) Persyaratan umum pemboran minyak dan gas bumi wajib mengikuti SNI
13-6910-2002 dan atau edisi terakhir tentang operasi pemboran darat dan
lepas pantai yang aman di Indonesia.
(2) Kegiatan pemboran wajib mengikuti ketentuan Rencana Umum Tata
Ruang Nasional atau Daerah.
(3) Dilarang melakukan kegiatan pertambangan lainnya di sekitar kegiatan
pemboran dalam jarak 3 (tiga) km kecuali mendapat persetujuan dari
Menteri terkait.
(4) BU/BUT diwajibkan memberitahukan secara tertulis kepada Menteri dalam
jangka waktu selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari sebelum
dilakukannya pemboran sumur eksplorasi, sumur pengembangan dan
sumur penilaian.
Instalasi
(15) Setiap instalasi yang akan digunakan untuk kegiatan pemboran wajib
dilakukan pemeriksaan teknis untuk menjamin kelayakannya sesuai
dengan standar yang diacu.
(16) Instalasi pemboran sebagaimana dimaksud pada ayat (25) terdiri dari:
peralatan angkat, peralatan putar, peralatan sirkulasi, peralatan
pengendali sumur, peralatan listrik dan peralatan keselamatan wajib
dilakukan pemeriksaan teknis untuk menjamin kelayakannya sesuai
dengan standar yang diacu.
(17) Peralatan penunjang pemboran, kerja ulang sumur dan perawatan sumur
wajib dilakukan pemeriksaan teknis untuk menjamin kelayakannya sesuai
dengan standar yang diacu.
(18) Tata cara Pemeriksaan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat
sebelumnya diatur lebih lanjut dalam Peraturan Menteri.
(Choke Manifold)
(24) Choke manifold wajib memiliki tekanan yang sama dengan alat pencegah
semburan liar.
(25) Choke manifold wajib dilakukan pemeriksaan teknis sesuai dengan
standar yang berlaku.
(Peralatan Listrik)
(30) Semua peralatan listrik wajib dilakukan pemeriksaan teknis sesuai dengan
Standar Nasional Indonesia yang berlaku.
(Pipa Selubung)
(32) BU/BUT wajib menjamin pemasangan pipa selubung permukaan dengan
ketentuan sebagai berikut:
a. perencanaan dan penempatan pipa selubung permukaan wajib
disesuaikan dengan data geologi dan data teknik terkait;
b. pipa selubung permukaan wajib ditempatkan di bawah sumber air
minum yang digunakan masyarakat;
c. pipa selubung permukaan wajib ditempatkan setidaknya 25 (dua puluh
lima) m di atas formasi terpilih sesuai dengan program pemboran yang
telah ditentukan;
d. semua lubang annulus wajib disemen sesuai dengan program
pengeboran;
e. program pemasangan pipa selubung permukaan wajib dicatat dan
didokumentasikan untuk dapat diperiksa oleh Inspektur Migas.
(33) BU/BUT wajib menjamin semen permukaan memiliki daya ikat
(compressive strength) yang cukup sebelum melanjutkan pemboran ke
tahap selanjutnya.
(Lingkungan)
(40) Sebelum memulai kegiatan pemboran, kerja ulang dan perawatan sumur,
BU/BUT wajib melakukan studi lingkungan.
(41) BU/BUT dilarang mengakibatkan terjadinya pencemaran pada air laut, air
sungai, pantai dan udara dengan minyak mentah atau hasil
pengolahannya, gas yang merusak, zat yang mengandung racun, bahan
radio aktif, barang yang tidak terpakai lagi serta barang kelebihan dan lain-
lain.
(42) Apabila terjadi pencemaran, BU/BUT diwajibkan untuk menanggulanginya.
(43) Ketentuan pengelolaan lumpur bor diatur lebih lanjut dalam Peraturan
Menteri.
(44) BU/BUT yang melaksanakan pemboran pada suatu struktur geologi wajib
melakukan pengelolaan lumpur bor, limbah lumpur dan serbuk bor.
(Pelaporan)
(45) BU/BUT wajib memberitahukan secara tertulis kepada Menteri dalam
jangka waktu selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari sebelum
dilakukannya pemboran sumur eksplorasi, sumur pengembangan dan
sumur penilaian.
(46) BU/BUT wajib melaksanakan tindak lanjut terhadap rekomendasi hasil
pemeriksaan aspek K3PL yang dilakukan oleh Inspektur Migas dan
menyampaikan hasilnya kepada Kepala Inspektur Migas sebelum
dilakukan penajakan
(47) BU/BUT dilarang memindahkan instalasi pertambangan kesuatu lokasi
untuk pemboran sumur eksplorasi, sumur pengembangan dan sumur
penilaian tanpa pemberitahuan terlebih dahulu kepada Menteri.
(48) Pemberitahuan pemindahan instalasi sebagaimana dimaksudkan pada
ayat (2) pasal ini harus diajukan dalam jangka waktu selambat-lambatnya
14 (empat belas) hari sebelum dilakukannya pemindahan instalasi
pertambangan yang bersangkutan. Pemberitahuan tersebut dapat
dimintakan untuk satu sumur atau dalam bentuk rencana pemboran
disertai penjelasan mengenai jumlah sumur dan lokasi alternatifnya.
Pasal 255
Klasifikasi peralatan pengendalian sumur untuk kegiatan kerja ulang sumur dan
perawatan sumur sebagai berikut:
a. sumur kelas A adalah sumur yang memiliki tekanan minimum pada casing
produksi sama atau lebih kecil dari 21.000 kPA (3.000 psi) dan mengandung
gas H2S kurang dari 10 ppm;
b. sumur kelas B adalah sumur yang memiliki tekanan minimum casing
produksi:
(i) lebih besar dari 21.000 kPa, atau
Pasal 256
Penutupan Sumur
Pasal 257
Pasal 258
Jarak Minimum
BAB X
Pelaku usaha jasa penunjang yang akan melakukan kegiatan usaha jasa harus
memiliki sarana dan prasarana, kompetensi, kemampuan, modal dan
manajemen. (Catatan : menunggu draf Kepmen Usaha Jasa Penunjang dari
pak Hafiz)
Pasal 259
Pasal 260
Perusahaan Jasa termaksud pada Pasal 260 wajib memenuhi syarat khusus
sebagai berikut:
1. memiliki Tenaga Ahli yang mempunyai tanggung jawab atas bidang
keahlian, serta memiliki pengalaman yang cukup;
2. memiliki peralatan atau dapat menunjukkan surat jaminan penggunaan
dari pemilik peralatan penunjang inspeksi yang dibutuhkan sebagai
dengan bidang inspeksinya;
3. memiliki kemampuan membuat prosedur pemeriksaan teknis secara rinci
sesuai bidang inspeksinya;
4. dapat mempresentasikan kemampuan yang dimiliki Perusahaan
Penunjang Migas kepada Tim Evaluasi Perusahaan.
Pasal 262
Pasal 263
Pasal 264
Pasal 265
Dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari setelah melengkapi persyaratan dan
data pendukung yang diperlukan, Direktur Jenderal akan menerbitkannya:
1. Surat Penunjukan apabila Perusahaan Jasa memenuhi persyaratan
sebagaimana dimaksud dalam peraturan ini dan persyaratan yang
ditetapkan Tim Evaluasi Perusahaan, atau
2. Surat Penolakan apabila Perusahaan Jasa tidak memenuhi persyaratan
yang cukup sebagaimana diatur dalam Peraturan ini dan persyaratan yang
ditetapkan Tim Evaluasi Perusahaan.
Pasal 266
Pasal 267
Pasal 268
Pasal 269
Pasal 270
Pasal 271
BAB XI
INFRASTRUKTUR TEKNOLOGI
(Sertifikasi, Akreditasi, Metrologi)
Sertifikasi
Pasal 272
Pasal 273
Pasal 275
(1) Terhadap instalasi yang digunakan dalam kegiatan usaha migas wajib
dilaksanakan pemeriksaan teknis dan pengujian terhadap kesesuaian
terhadap standar teknik yang berlaku.
Pasal 276
Pasal 277
(1) Terhadap instalasi, peralatan, barang dan atau jasa, proses, sistem dan
personel yang telah memenuhi ketentuan/spesifikasi teknis Standar
Nasional Indonesia dapat diberikan sertifikat dan atau dibubuhi tanda SNI
dan atau keselamatan.
(2) Sertifikasi dilakukan oleh lembaga sertifikasi, lembaga inspeksi, lembaga
pelatihan, atau laboratorium.
(3) Tanda SNI dan atau keselamatan yang berlaku adalah sebagaimana
tercantum dalam lampiran Peraturan Pemerintah ini.
(4) Persyaratan dan tata cara pemberian sertifikat dan pembubuhan tanda
SNI dan atau keselamatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan
ayat (2) diatur lebih lanjut oleh Ketua Komite Akreditasi Nasional.
Pasal 278
Pasal 279
Pasal 280
Pasal 281
Pasal 282
Pasal 283
Pasal 284
Pasal 285
(1) Pengawasan terhadap pelaku usaha, barang dan atau jasa yang telah
memperoleh sertifikat dan atau dibubuhi tanda SNI dan atau keselamatan
yang diberlakukan secara wajib, dilakukan oleh Menteri
(2) Pengawasan terhadap unjuk kerja pelaku usaha yang telah memperoleh
sertifikat produk dan atau tanda SNI dan atau keselamatan dilakukan oleh
lembaga sertifikasi produk /inspeksi yang menerbitkan sertifikat dimaksud.
(3) Masyarakat dan lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat
melakukan pengawasan terhadap barang yang beredar di pasaran
Pasal 286
Pasal 287
Pasal 288
Pasal 290
(1) Tenaga Ahli yang akan bekerja pada kegiatan usaha migas harus
mengikuti diklat yang diselenggarakan oleh Lembaga Diklat Profesi dan
diuji oleh Lembaga Sertifikasi Profesi.
(2) Lembaga Sertifikasi Profesi dan Lembaga Uji harus terakreditasi sesuai
dengan ketentuan BNSP.
(3) Tenaga ahli yang telah lulus uji Lembaga Sertifikasi Profesi diberikan
sertifikat.
Pasal 291
Dalam hal Lembaga Sertifikasi Profesi dan Lembaga Diklat Profesi yang
terakreditasi belum terbentuk, Menteri dapat melakukan pembinaan teknis dan
memberikan sertifikat.
Akreditasi
Pasal 292
Pasal 293
Metrologi
Pasal 294
(1) Tanki Penimbun yang digunakan sebagai alat ukur dalam kegiatan usaha
minyak dan gas bumi wajib dilaksanakan Pemeriksaan Keselamatan
Migas.
Pasal 295
Apabila dianggap perlu Direktur Jenderal dapat menunjuk pihak lain yang telah
memenuhi persyaratan untuk membantu melaksanakan Pemeriksaan
Keselamatan Migas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 294.
Pasal 296
Pasal 297
Pasal 298
Pasal 299
Pasal 300
Pasal 301
(1) Apabila dianggap perlu pengujian untuk memberikan tera atau tera ulang
UTTP dapat dilakukan oleh pihak ketiga, setelah mendapat persetujuan
Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri dan Direktur Jenderal.
(2) Pengujian UTTP oleh pihak ketiga termaksud pada ayat (1) pasal ini harus
disaksikan oleh pejabat atau petugas yang ditunjuk oleh Direktur Metrologi
dan pejabat atau petugas yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal.
Pasal 303
Pasal 305
BAB XII
LARANGAN UMUM
Instalasi
Pasal 307
Pasal 308
Pasal 309
(1) Kecuali dengan izin Menteri bersama dengan Menteri lain yang
bersangkutan eksplorasi dan eksploitasi minyak dan gas bumi tidak dapat
dilakukan di tempat-tempat sebagai berikut:
a. daerah atau pangkalan pertahanan, alur keluar masuknya pesawat
terbang, alur pelayaran, instalansi pelayaran, pelabuhan, menara suar,
rambu suar, dan instalasi lain yang bersifat permanen diatas atau
dibawah permukaan air;
b. tempat keagamaan, atu tempat suci, kuburan, peninggalan jaman kuno
yang penting, daerah suaka alam atau daerah yang secara resmi
daerah yang dinyatakan sebagai daerah pariwisata;
Pasal 310
(1) BU/BUT dilarang mengakibatkan terjadinya pencemaran pada air laut, air
sungai, pantai dan udara dengan minyak mentah atau hasil
pengolahannya, gas yang merusak, zat yang mengandung racun, bahan
radio aktif, barang yang tidak terpakai lagi serta barang kelebihan dan lain-
lain.
(2) Apabila terjadi pencemaran, BU/BUT diwajibkan untuk menanggulanginya.
Pasal 311
Pasal 312
Pasal 313
(1) Selama memuat atau membongkar minyak berbahaya dan selama lubang-
lubang palka dari ruangan dimana terdapat minyak berbahaya yang
dikemas, tidak ditutup, maka merokok diatas kapal dilarang, demikian juga
penggunaan alat-pemancar telegrap-radio dan tidak boleh adanya lampu
atau api terbuka yang menyala, selain dalam hal-hal yang benar-benar
(1) Jika dikapal yang berukuran isi kotor kurang dari 500 (lima ratus) m3,
praktis tidak mungkin memenuhi ketentuan dalam Pasal 22 ayat (1), di Comment [PV15]: Cek ulang
bawah a dan c mengenai lampu-lampu semboyan yang peraturan-
peraturan pelanggaran dilaut atau peraturan-peraturan pedalaman, maka
pejabat yang ditugaskan untuk pengawasan dapat mengizinkan
penyimpangan sejauh hal demikian diperlukan; di atas kapal-kapal yang
membawa minyak berbahaya, maka lampu-lampu itu jika diperlihatkan,
harus dipasang tinggi di atas badan kapal, setidak-tidaknya 2 (dua) meter
di atasnya.
(2) Jika untuk menyalakan lampu-lampu yang dimaksud dalam ayat terdahulu
harus menggunakan nyala api yang terbuka, maka penyalaan ini harus
dilakukan di tempat yang aman dan dalam hal seperti dimaksud dalam
ayat terdahulu, cukup tinggi di atas badan kapal.
Pasal 316
(1) Setiap orang dilarang memasuki lokasi SPBLPG, kecuali para pekerja dan
pihak lain yang berdasarkan pekerjaannya atau kepentingannya berkaitan
langsung dengan SPBLPG.
(2) Pada tempat-tempat yang dianggap rawan kebakaran, harus dipasang
tanda larangan merokok dan setiap orang dilarang melakukan pekerjaan-
pekerjaan yang dapat menimbulkan api terbuka.
Pasal 317
(1) Semua pekerja pada lokasi SPBLPG dilarang bekerja tanpa menggunakan
peralatan keselamatan migas perorangan yang sesuai dengan jenis
pekerjaannya.
(2) BU dilarang menggunakan tenaga kerja yang tidak terampil dalam
pekerjaannya dan tidak memenuhi persyaratan tenaga teknik khusus yang
ditetapkan.
Pasal 318
(1) Pada tempat kerja, jalan dan gedung harus dilengkapi dengan tanda-tanda
larangan, peringatan dan anjuran yang jelas dan mudah dimengerti yang
ditempatkan pada lokasi yang strategis.
(2) Dalam melaksanakan pekerjaan yang rawan bahaya harus terdapat
tatacara yang wajib diikuti oleh para pekerja dengan memperhatikan segi
keselamatan migas meliputi prosedur kerja aman dan prosedur keadaan
darurat.
BAB XIII
KEWAJIBAN UMUM
Pasal 319
Pasal 320
Tiap orang dari para pegawai di bawah BU/BUT atau Kepala Teknik Migas
kegiatan usaha migas yang diberikan tugas untuk memimpin atau mengawasi
suatu bagian dari BU/BUT, dalam batas-batas lingkungan pekerjaan yang
diberikan kepadanya wajib seperti BU/BUT atau Kepala Teknik Migas untuk
mengindahkan Peraturan Pemerintah ini.
Pasal 321
Pasal 322
(1) Kepala Teknik Migas wajib:
a. melaksanakan ketentuan umum tentang kesehatan pekerja;
b. memperhatikan kebersihan seluruh kegiatan usaha migas;
c. memperhatikan kesehatan para pekerjanya.
(2) Kepala Teknik Migas wajib menyediakan air minum yang memenuhi syarat-
syarat kesehatan serta tempat-tempat untuk berganti pakaian dan
membersihkan badan bagi para pekerja dalam jumlah yang cukup, bersih
dan memenuhi syarat kesopanan.
(3) Kepala Teknik Migas wajib mengambil langkah-langkah tertentu untuk
mencegah timbulnya penyakit jabatan pada pekerjanya yang dipekerjakan
di tempat-tempat atau dengan bahan-bahan yang membahayakan
keselamatan migas.
Pasal 323
Pasal 324
(1) Kepala Teknik Migas atau pejabat yang ditunjuk untuk mewakilinya wajib
mendampingi Inspektur Migas pada saat melaksanakan pemeriksaan di
tempat kegiatan usaha migas.
(2) BU/BUT, Kepala Teknik Migas dan setiap pekerja yang berada di tempat
pekerjaan wajib memberikan keterangan yang benar yang diminta oleh
dalam melaksanakan pemeriksaan dan penyidikannya.
Pasal 325
(1) Kepala Teknik Migas wajib membuat dan menyimpan di tempat pekerjaan
daftar kecelakaan migas yang disusun menurut bentuk yang ditetapkan
oleh Kepala Inspektur Migas.
(2) Kepala Teknik Migas wajib memberitahukan secara tertulis setiap
kecelakaan yang menimpa seseorang ditempat pekerjaan yang
bersangkutan dalam jangka waktu 2 x 24 ( dua kali dua puluh empat ) jam
setelah kecelakaan tersebut terjadi atau setelah diketahui akibat dari
kecelakaan tersebut kepada Kepala Inspektur Migas dan Kepala Daerah
setempat. Pemberitahuan tersebut harus dibuat menurut bentuk yang
ditetapkan oleh Kepala Inspektur Migas.
(3) Pemberitahuan harus disampaikan dengan segera kepada Kepala
Inspektur Migas antara lain dengan telepon/sms, faksimili, teleks, telegram
dalam hal terjadi kecelakaan yang menimbulkan luka-luka berat atau
kematian seseorang atau lebih. Apabila dikemudian hari terjadi kematian
seseorang akibat luka-luka pada kecelakaan sebelumnya, kematian
tersebut wajib diberitahukan dengan segera secara tertulis kepada Kepala
Inspektur Migas.
(4) Kepala Teknik Migas wajib memberitahukan dengan segera kecelakaan
yang menimbulkan kerugian materiil yang besar kepada Kepala Inspektur
Migas dengan menyebut sifat serta besarnya kerugian tersebut.
(5) Apabila oleh Kepala Inspektur Migas dianggap perlu, sehubungan dengan
kemungkinan dapat hadirnya Inspektur Migas dalam waktu singkat di
tempat kecelakaan, sejauh hal tersebut tidak mengganggu jalannya
tindakan-tindakan penyelamatan dan tidak membahayakan, maka segala
sesuatu ditempat tersebut harus dalam keadaan tidak berubah sampai
selesainya penyidikan oleh Inspektur Migas.
(6) Selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari setelah selesainya tiap triwulan,
Kepala Teknik Migas wajib menyampaikan kepada Kepala Inspektur Migas
laporan kecelakaan migas yang terjadi dalam triwulan tersebut menurut
bentuk yang ditetapkan oleh Kepala Inspektur Migas.
(7) Setiap akhir tahun takwim, Kepala Teknik Migas wajib menyampaikan
kepada Kepala Inspektur Migas daftar jumlah tenaga kerja rata-rata dalam
setahun menurut bentuk yang ditetapkan oleh Kepala Inspektur Migas.
Pasal 326
(1) Untuk keperluan pemberitahuan termaksud dalam Pasal 325 ayat (2) dan
ayat (3) kecelakaan migas dibagi dalam 4 (empat) golongan yaitu:
a. ringan, kecelakaan yang tidak menimbulkan kehilangan hari kerja;
Pasal 327
Pasal 328
Pasal 329
Pasal 330
Pasal 331
Pasal 332
Dengan peraturan perundangan diatur kewajiban dan atau hak tenaga kerja
untuk:
a. memberikan keterangan yang benar bila diminta oleh pegawai pengawas
dan atau keselamatan migas;
b. memakai alat perlindungan diri yang diwajibkan;
c. memenuhi dan mentaati semua syarat-syarat keselamatan dan kesehatan
kerja yang diwajibkan;
d. meminta pada BU/BUT agar dilaksanakan semua syarat keselamatan
migas yang diwajibkan;
e. menyatakan keberatan kerja pada pekerjaan dimana syarat kesehatan dan
keselamatan kerja serta alat-alat perlindungan diri yang diwajibkan
diragukan olehnya kecuali dalam hal-hal khusus ditentukan lain oleh Kepala
Teknik Migas dalam batas-batas yang masih dapat dipertanggung
jawabkan.
Pasal 333
BU/BUT diwajibkan:
a. secara tertulis menempatkan dalam tempat kerja yang dipimpinnya,
semua syarat keselamatan kerja yang diwajibkan, Peraturan Pemerintah
ini dan semua peraturan pelaksanaannya yang berlaku bagi tempat kerja
yang bersangkutan, pada tempat-tempat yang mudah dilihat dan menurut
petunjuk pengawas atau ahli keselamatan migas;
b. memasang dalam tempat kerja yang dipimpinnya, semua gambar
keselamatan migas yang diwajibkan dan semua bahan pembinaan
lainnya, pada tempat-tempat yang mudah dilihat dan terbaca menurut
petunjuk pengawas atau ahli keselamatan migas;
c. menyediakan secara cuma-cuma, semua alat perlindungan diri yang
diwajibkan pada tenaga kerja berada di bawah pimpinannya dan
menyediakan bagi setiap orang lain yang memasuki tempat kerja tersebut,
disertai dengan petunjuk-petunjuk yang diperlukan menurut pengawas
atau ahli keselamatan migas.
BAB XIV
PENGAWASAN
Pasal 335
Pasal 336
Pasal 337
Pasal 338
Wewenang Penyidikan
Pasal 339
Pasal 340
(1) Apabila BU/BUT atau Kepala Teknik Migas tidak dapat menerima
keputusan Inspektur Migas dalam hal-hal yang bersifat teknis, maka ia
dapat mengajukan keberatan kepada Kepala Inspektur Migas untuk
dipertimbangkan Kepala Inspektur Migas.
(2) Keputusan Kepala Inspektur Migas dalam hal termaksud pada ayat (1)
adalah mengikat.
BAB XV
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP
Pasal 341
Pasal 342
Pasal 343
Pasal 346
(1) Lumpur yang berasal dari pengeboran (drilling mud) dilarang dapat
dibuang ke lingkungan setelah dilakukan pengujian yang hasilnya
memenuhi standar yang ditetapkan oleh Menteri.
(2) Pengelolaan lumpur pengeboran dan limbah pengeboran wajib
dilaksanakan sesuai dengan Pedoman yang telah disetujui oleh Menteri.
(3) Minyak mentah hasil uji produksi harus dikelola di lapangan produksi
terdekat dan dilarang dibakar/dibuang.
Pemeliharaan Peralatan
Pasal 348
Pasal 349
(1) Untuk menanggulangi tumpahan minyak pada kegiatan usaha minyak dan
gas bumi, BU/BUT wajib menyediakan peralatan dan bahan-bahan
Pasal 350
Pasal 351
Pelaporan
BAB XVI
Penghargaan Keselamatan Migas
Pasal 352
Pasal 353
Pasal 354
Pasal 355
Pasal 356
Pasal 357
(1) Menteri menetapkan persyaratan teknis dan persyaratan lain yang harus
dipenuhi untuk dapat memperoleh Tanda Penghargaan Keselamatan
Migasi termaksud dalam Pasal 356 ayat (1) Peraturan Pemerintah ini.
(2) Menteri atas usul Direktur Jenderal menetapkan BU/BUT calon penerima
Tanda Penghargaan Keselamatan Migas atas prestasi yang telah dicapai
dalam bidang keselamatan migas.
(3) BU/BUT dapat juga mengajukan permohonan kepada Menteri c.q. Direktur
Jenderal untuk memperoleh Tanda Penghargaan Keselamatan Migas
sesuai dengan prestasi yang dicapai dalam bidang keselamatan migas
dan memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan.
Pasal 358
(1) Menteri membentuk Panitia yang diketuai oleh Direktur Jenderal dan
menetapkan tatacara penilaian dan pemberian Tanda Penghargaan
Keelamatan Migas.
Pasal 359
BU/BUT yang telah memenuhi persyaratan teknis dan persyaratan lalu pada
saat berlakunya Peraturan Pemerintah ini diutamakan memperoleh Tanda
Penghargaan Keselamatan Migas.
Pasal 360
BAB XVII
KETENTUAN PIDANA
Pasal 361
Pasal 362
Pasal 363
Pasal 364
Pasal 365
Pasal 366
(1) Dalam hal diketahuinya pelanggaran dari ketentuan dalam pasal 7 ayat 1,
maka minyak yang diangkut dan yang berlawanan dengan pasal itu,
dapat disita dan ditimbun atas beaya pemiliknya.
(2) Oleh Presiden ditetapkan bagaimana harus bertindak terhadap kejadian
seperti yang dimaksud dalam ayat terdahulu dan dengan syarat-syarat
apa mengembalian minyak yang disita itu, dapat dilakukan.
Pasal 367
(1) Dengan pengecualian hal yang dimaksud dalam ayat kedua, jika diatas
kapal tidak ada nakhoda yang diangkat oleh pemilik, maka kewajiban
pada nakhoda dan pelaksanaan ketentuan-ketentuan hukuman
berdasarkan ordonansi ini, pemilik dianggap sebagai nakhoda.
(2) Jika diatas kapal yang ditunda tidak ada nakhoda yang diangkat oleh
pemilik, maka nakhoda yang berada diatas kapal menunda, dianggap
juga sebagai nakhoda kapal yang ditunda.
(3) Jika suatu kapal dimiliki oleh perseroan terbatas, badan koperasi atau
perkumpulan atau yayasan yang memiliki badan hukum, maka untuk
pelaksanaan pasal 15 ayat 1 sub b, dianggap sebagai pemiliknyalah
anggota atau anggota-anggota pengurus yang melakukan tindakan yang
dapat dihukum itu.
Pasal 368
Pasal 369
Sanksi
BAB XVIII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 370
(1) Terhadap kegiatan usaha migas yang sudah beroperasi pada saat
berlakunya Peraturan Pemerintah ini, wajib diadakan penyesuaian paling
lambat 12 (dua belas) bulan setelah ditetapkan Peraturan Pemerintah ini.
(2) Dalam hal yang luar biasa Menteri dapat menetapkan ketentuan-ketentuan
lebih lanjut mengenai pelaksanaan ketentuan termaksud pada ayat (1)
BAB XIX
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 371
Hal-hal yang belum atau belum cukup diatur dalam Peraturan Pemerintah ini
akan ditetapkan lebih lanjut oleh Menteri.
Pasal 372
Hal-hal yang belum atau belum cukup diatur dalam Peraturan Pemerintah ini
akan ditetapkan lebih lanjut oleh Menteri.
Pasal 373
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal...............
Ttd