Anda di halaman 1dari 26

8

BAB II KONSEP DASAR A. Konsep Dasar Penyakit 1. Pengertian Demam tifoid adalah penyakit menular yang bersifat akut, yang ditandai dengan bakterimia, perubahan pada sistem retikuloendotelial yang bersifat difus, pembentukan mikroabses dan ulserasi Nodus peyer di distal ileum. (Soegeng, 2002) Tifus abdominalis adalah suatu infeksi sistem yang ditandai demam, sakit kepala, kelesuan, anoreksia, bradikardi relatif, kadang-kadang pembesaran dari limpa/hati/kedua-duanya. (Samsuridjal D dan heru S, 2003) 2. Etiologi Salmonella typhi yang menyebabkan infeksi invasif yang ditandai oleh demam, toksemia, nyeri perut, konstipasi/diare. Komplikasi yang dapat terjadi antara lain: perforasi usus, perdarahan, toksemia dan kematian. (Ranuh, Hariyono, dan dkk. 2001) Etiologi demam tifoid dan demam paratipoid adalah S.typhi, S.paratyphi A, S.paratyphi b dan S.paratyphi C. (Arjatmo, 1997) 3. Epidemiologi Demam tifoid dan demam paratifoid endemik di Indonesia. Penyakit ini termasuk penyakit menular yang tercantum dalam undang-undang No. 6
8

tahun 1962 tentang wabah. Kelompok penyakit menular ini merupakan penyakit-penyakit yang mudah menular dan dapat menyerang banyak orang, sehingga dapat menimbulkan wabah. Walaupun demam tifoid tercantum dalam undang-undang wabah dan wajib dilaporkan, namun data yang lengkap belum ada, sehingga gambaran epidemiologisnya belum diketahui secara pasti. Di Indonesia demam tifoid jarang dijumpai secara epidemik, tetapi lebih sering bersifat sporadik, terpencar-pencar disuatu daerah, dan jarang menimbulkan lebih dari satu kasus pada orang-orang serumah. Sumber penularannya biasanya tidak dapat ditemukan. Ada dua sumber penularan Salmonella Typhi : pasien dengan demam tifoid dan yang lebih sering carrier. Orang-orang tersebut mengekskresi 109 sampai 1011 kuman pergram tinja. Didaerah endemik transmisi terjadi melalui air yang tercemar. Makanan yang tercemar oleh carrier merupakan sumber penularan yang paling sering di daerah nonendemik. Carrier adalah orang yang sembuh dari demam tifoid dan masih terus mengekskresi Salmonella Typhi dalam tinja dan air kemih selama lebih dari satu tahun. Disfungsi kandung empedu merupakan predisposisi untuk terjadinya carrier. Kuman-kuman Salmonella Typhi berada didalam batu empedu atau dalam dinding kandung empedu yang mengandung jaringan ikat, akibat radang menahun.

10

4. Anatomi dan Fisiologi system pencernaan Saluran pencernaan makanan merupakan saluran yang menerima makan dari luar dan mempersiapkannya untuk diserap oleh tubuh dengan jalan proses pencernaan (pengunyahan, penelanan, pencampuran dengan enzim dari air yang terbentuk mulai mulut (oris) sampai anus(Brunner & Suddath,2001)

Gambar 1. Anatomi Sistem Pencernaan Susunan pencernaan terdiri atas: a. Oris (mulut) Mulut adalah permulaan saluran pencernaan yang terdiri daru dua bagian: 1) Bagian luar yaitu ruang diantara gigi, lidah, pipi, dan bibir.

11

2) Bagian dalam atau rongga mulut yaitu rongga mulut yang dibatasi sisinya oleh tulang maksilaris palatum dari mandibularis disebelah belakang dengan faring. b. Faring (Tekak) Banyak mengandung limfosit dan merupakan pertahanan terhadap infeksi. c. Esofagus (kerongkongan) Yaitu saluran yang menghubungkan rongga mulut dengan lambung, panjangnya kurang lebih 25 cm, mulai dari faring sampai masuk cardiac di bawah lambung, esofagus terletak di belakang trachea dan di depan tulang rawan melalui thoraks menembus diafragma masuk ke dalam abdomen menyambung dengan lambung. d. Gaster (lambung) Yaitu bagian dari saluran yang dapat mengembang paling banyak terutama di daerah epigaster, bagian lambung terdiri dari: 1) Fundus ventriculum, bagian yang menonjol ke atas terletak di sebelah kiri osteum kardium dan biasanya penuh berisi gas. 2) Korpus ventriculi, setinggi ostium radium, suatu lekukan pada bagian bawah kurvatura minor. 3) Pylorus,bagian lambung berbentuk tabung mempunyai otot yang tebal membentuk sfingter pilorus.

12

4) Kurvatura minor, terdapat di sebelah kanan lambung terbentang dari ostium cardiac sampai pilorus. 5) Kurvatura mayor, terbentang dari sisi kiri ostium kardiakum melalui ventriculi menuju ke kanan sampai pylorus inferior. 6) Ostium kardiakum, yaitu tempat dimana esophagus bsgian abdomen masuk ke dalam lambung.

Gambar 2. Anatomi Gaster (Lambung) e. Intestinum minor Merupakan bagian dari sistem pencernaan makanan yang berpangkal pada pylorus dan berakhir pada saikum, panjangnya kira-kira 6 m, merupakan saluran paling panjang tempat proses pencernaan yang terdiri dari lapisan usus halus:

13

1) Lapisan mukosa. 2) Lapisan otot melingkar. 3) Lapisan otot memanjang(m.longitudinal). 4) Lapisan serosa. f. Intestinum mayor (usus besar) Panjangnya kira-kira 1 m,lebarnya 5-6 cm,lapisan-lapisan usus besar dari dalam sampai luar yaitu: 1) Selaput lendir. 2) Lapisan otot melingkar. 3) Lapisan otot panjang. 4) Jaringan ikat. g. Anus Yaitu bagian dari saluran pencernaan yang menghubungkan rectum dengan dunia luar (udara luar) terletak di dasar pelvis, dindingnya diperkuat oleh 3 sfingter yaitu: 1) Ani internus (sebelah kiri), bekerja tidak menurut kehendak 2) Sfingter levator ani, bekerja juga tidak menurut kehendak 3) Sfingter ani eksternus (sebelah bawah) bekerja menurut kehendak. (Brunner & Suddarth, 2001)

14

5. Patofisiologi Kuman Salmonellay Typhi masuk ketubuh manusia melalui mulut dengan makanan dan air yang tercemar. Sebagian kuman dimusnahkan oleh asam lambung. Sebagian lagi masuk ke usus halus dan mencapai jaringan limfoid plaque Peyeri di ileum terminalis yang mengalami hipertropi. Ditempat ini komplikasi perdarahan dan perforasi intestinal dapat terjadi. Kuman Salmonella Typhi kemudian menembus ke lamina propina, masuk aliran limfe dan mencapai kelenjar limfe messenterial yang juga mengalami hipertropi. Setelah melewati kelenjar-kelenjar limfe ini Salmonella Typhi masuk kealiran darah melalui duktus thoracicus. Kuman-kuman Salmonella Typhi lain mencapai hati melalui sirkulasi portal dari usus. Salmonella Typhi bersarang di plaque Peyeri, limpa, hati dan bagian-bagian lain system retikuloendotial. Semula disangka demam dan gejala-gejala toksemia pada demam tifoid disebabkan oleh endotoksemia. Tapi kemudian berdasarkan penelitianeksperimental disimpulkan bahwa endotoksemia bukan merupakan penyebab utama demam dan gejala-gejala toksemia pada demam tifoid. Endotoksin Salmonella Typhi berperan pada patogenesis demam tifoid, karena membantu terjadinya proses inflamasi lokal pada jaringan setempat Salmonella Typhi berkembang biak. Demam pada tifoid disebabkan karena Salmonella Typhi

15

dan endotoksinnya merangsang sintesis dan pelepasan zat pirogen oleh leukosit pada jaringan yang meradang. (Brunner & Suddarth, 2001) 6. Manifestasi klinis Masa tunas demam tifoid berlangsung 10 14 hari. Gejala-gejala yang timbul sangat bervariasi. Perbedaan ini tidak saja antara berbagai bagian dunia, tetapi juga di daerah yang sama dari waktu ke waktu. Selain itu gambaran penyakit bervariasi dari penyakit ringan yang tidak terdiagnosis, sampai gambaran penyakit yang khas dengan komplikasi dan kematian. Hal ini menyebabkan bahwa seorang ahli yang sudah sangat berpengalaman pun dapat mengalami kesulitan untuk membuat diagnosis klinis demam tifoid. Dalam minggu pertama penyakit, keluhan dan gejala serupa dengan penyakit akut pada umumnya. Yaitu demam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare, perasaan tidak enak diperut, batuk dan epistaksis. Pada pemeriksaan fisik hanya dijumpai suhu badan meningkat. Dalam minggu kedua gejala-gejala menjadi lebih jelas berupa demam, bradikardi relatif, lidah yang khas (kotor ditengah, tepi dan ujung merah dan tremor), hepatomegali, splenomegali, meteorismus, gangguan mental berupa samnolen, stupor, koma, delirium atau psikosis, roseolae jarang ditemukan pada orang Indonesia. (Ngastiyah, 2005) 7. Komplikasi Komplikasi demam tifoid dapat dibagi dalam :

16

a. Komplikasi intestinal : 1) Perdarahan usus 2) Perforasi usus 3) Ileus paralitik b. Komplikasi ekstra-intestinal : 1) Komplikasi kardiovaskular Kegagalan sirkulasi perifer (renjatan sepsis), miokarditis, trombosis dan tromboflebitis. 2) Komplikasi darah : Anemia hemolitik, trombositopenia dan/atau Disseminated

Intravascular Coagulation (DIC) dan sindrom uremia hemolitik. 3) Komplikasi paru : Pneumonia, empiema dan pleuritis. 4) Komplikasi hepar dan kandung empedu : Hepatitis dan kolesistisis. 5) Komplikasi ginjal : Glomerulonefritis, pielonefritis dan perinefritis. 6) Komplikasi tulang : Osteomielitis, periostitis, spondilitis dan artitis. 7) Komplikasi neuropsikatrik :

17

Delirium, meningismus, meningitis, polineuritis perifer, SGB, psikosis dan sindrom katatonia. Pada anak-anak dengan demam paratifoid , komplikasi lebih jarang terjadi. Komplikasi sering terjadi pada keadaan toksemia berat dan kelemahan umum terutama bila perawatan pasien kurang sempurna. (Ngastiyah, 2005) 8. Pemeriksaan Diagnostik a. Pemeriksaan leukosit b. Pemeriksaan SGOT dan SGPT c. Biakan darah d. Uji widal Hati-hati adanya postif dan negatif palsu pada hasil pemeriksaan. (Ngastiyah, 2005) 9. Penatalaksanaan Pengobatan demam tifoid terdiri atas tiga bagian yaitu : Perawatan, Diet dan Obat-obatan. a. Perawatan Pasien dengan demam tifoid perlu dirawat di rumah sakit untuk isolasi, observasi dan pengobatan. Pasien harus tirah baring absolut sampai minimal 7 hari bebas demam atau kurang lebih selama 14 hari. Mobilisasi pasien harus dilakukan secara bertahap, sesuai dengan pulihnya kekuatan pasien.

18

Pasien dengan kesadaran yang menurun, posisi tubuhnya harus diubahubah pada waktu-waktu tertentu untuk menghindari komplikasi

pneumonia hipostatik dan dekubitus. Defekasi dan buang air kecil perlu diperhatikan karena kadang-kadang terjadi obstipasi dan retensi air kemih. b. Diet Dimasa lampau, pasien dengan demam tifoid diberi bubur saring, kemudian bubur kasar dan akhirnya nasi sesuai dengan tingkat kesembuhan pasien. Karena ada pendapat bahwa usus perlu diistirahatkan. Beberapa peneliti menunjukkan bahwa pemberian makanan padat dini dapat diberikan dengan aman pada pasien demam tifoid. c. Obat Obat-obat antimikroba yang sering dipergunakan ialah : 1) Kloramfenikol 2) Thiamfenikol 3) Kotrimoksazol 4) Ampisillin dan Amoksisilin 5) Sefalosporin generasi ketiga 6) Fluorokinolon. Obat-obat simptomatik : 1) Antipiretika (tidak perlu diberikan secara rutin).

19

2) Kortikosteroid (tapering off Selama 5 hari). Vitamin B komp. Dan C sangat diperlukan untuk menjaga kesegaran dan kekuatan badan serta berperan dalam kestabilan pembuluh darah kapiler. (Mansjoer, A, 2000) B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Proses keperawatan adalah metode dimana suatu konsep diterapkan dalam keperawatan. Hal ini bisa disebut sebagai suatu pendekatan problem solving yang memerlukan ilmu, teknik dan keterampilan interpersonal ditujukan untuk memenuhi kebutuhan klien atau keluarga, proses keperawatan terdiri dari pengkajian, diagnosis, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi asuhan

keperawatan. Kelima tahap tersebut, dalam proses keperawatan dipakai sebagai suatu organisasi yang mengatur pelaksanaan asuhan keperawatan berdasarkan suatu rangkaian pengelolaan yang sistematik dalam menberikan asuhan keperawatan kepada klien. Seperti yang telah dijabarkan diatas maka proses keperawatan tersebut adalah 1. Pengkajian Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status klien. Tahap pengkajian merupakan dasar utama dalam menberikan asuhan keperawatan sesuai

20

dengan kebutuhan individu. Oleh karena itu, pengkajian yang akurat, lengkap, sesuai dengan kenyataan, kebenaran data sangat penting untuk merumuskan suatu diagnosa keperawatandan memberikan pelaporan keperawatan sesuai dengan respon individu sebagai mana yang telah ditentukan dalam standar praktek keperawatan ANA (American Nursing Association ). Pengumpulan data a. Biodata : 1) Identitas klien (Nama, Tempat/Tanggal lahir, Agama, Jenis kelamin, Alamat, Pendidikan, Tanggal pengkajian dan Diagnostik). 2) Identitas orang tua : a) Ayah : nama, usia, pendidikan, pekerjaan/ sumber

penghasilan, agama, dan alamat b) Ibu : nama, usia, pendidikan, pekerjaan / sumber

penghasilan, agama dan alamat. 3) Identitas saudara kandung : nama, usia, hubungan stastus kesehatan. b. Keluhan utama Keluhan yang dirasakan klien pada saat dilakukan pengkajian yaitu nyeri

21

c. Riwayat kesehatan 1) Riwayat kesehatan sekarang Keadaan dan keluhan yang dirasakan oleh klien pada saat masuk Rumah Sakit dan dibuat berdasarkan PQRST : Paliatif, Quality, Region, Sindrom, dan Time. a) Riwayat kesehatan masa lalu Penyakit yang pernah diderita, kecelakaan yang pernah dialami, apakah pernah dirawat di Rumah Sakit, apakah ada alergi makanan, obat-obatan, zat atau substansi kimia dan tekstil. Apakah klien mengkonsumi obat bebas dan bagaimana perkembangan anak dibandingkan dengan saudaranya. b) Riwayat kesehatan keluarga Apakah ada penyakit menular, kronik dan herediter dalam anggota keluarga seperti alergi, asma TBC, migren, DM, kanker dan penyakit jiwa. c) Genogram Tujuan untuk mengetahui adanya factor penularan dari genersi sebelumnya kepada generasi berikutnya. d. Riwayat psikososial Apakah klien tinggal di rumah sendiri, di apertamen, atau kontrak, lingkungan kota atau desa, apakah ada sekolah atau tempat bermain dekat

22

rumah. Apakah punya kamar sendiri atau tidak bagaimana hubungan antara anggota keluarga e. Riwayat spiritual Support dalam keluarga dan kegiatan keagamaan yang diikuti f. Riwayat Hospitalisasi 1) Pemahaman keluarga tentang sakit dan rawat inap mengapa orang tua membawa klien ke Rumah Sakit, apakah dokter telah menceritakan kondisi klien, bagaimnan perasan orant tua saat ini apakah cemas, kwatir, atau biasa saja, dan siapa akan tinggal bersama klien. 2) Pemahaman klien tentang sakit dengan rawat inap, apakah klien mengerti mengapa keluarga membawanya ke Rumah Sakit apakah dokter menceritakan keadaan klien, dan bagaimana perasaan saat di Rumah Sakit takut, bosan, atau senang g. Aktivitas sehari-hari Meliputi : pengkajian tentang nutrisi, cairan eliminasi, olahraga, istirahat, rekreasi, dikaji keadaan atau kondisi sebelum dan saat sakit. h. Pemeriksaan fisik Dengan melakukan pemeriksaan yang berfokus pada gejala yang sering atau utama melalui :

23

1)

Inspeksi

Suatu proses observasi yang dilaksanakan dengan menggunakan indra penglihatan, pendengaran dan penciuman untuk pengumpulan data

2)

Palpasi

Proses pemerikaan dengan mengunakan tangan atau jari pada permukaan ekternal tubuh

3)

Perkusi

Pemeriksaan dengan mendengarkan suara yang dihasilkan dengan cara mengetuk pada daerah permukaan tubuh dengan tujuan menghasilkan suara

4)

Auskultasi :

Pemeriksaan dengan mendengarkan suara yang dihasilkan stetoskop. oleh tubuh dengan menggunakan

Pemeriksaan fisik pada format pengkajian meliputi : 1) Keadaan umum klien 2) TTV : nadi, suhu, respirasi dan tekanan darah 3) Antopometri yaitu : TB, BB, lingkar lengan atas, lingkar kepala, lingkar dada dan lingkar perut. 4) Sistem Pernafasan meliputi : a) Inspeksi : bentuk thoraks apakah biasa / normal atau ada kelaianan bentuk b) Palpasi : vokal fremitus

24

c) Perkusi : penilaian suara yang ditimbulkan oleh perkusi : sonor, redup, pekak atau hypersonor d) Auskultasi : ada 3 unsur yang didengar yaitu suara napas, ucapan, dan suara tambahan 5) Sistem Kardiovaskuler : a) Inspeksi : denyutan ictus cordi pada dinding thorax b) Palpasi frekuensi. c) Perkusi : batas-batas jantung : denyutan arteri karotis, tekanan vena jungularis,

d) Aukultasi : bunyi jantung SI dan S2 6) Sistem Pencernaan : a) Inspeksi b) Auskultasi c) Palpasi d) Perkusi 7) Sistem Indra a) Mata (1) Inspeksi : kelopak mata, bulu mata dan alis, lapang pandang, refleks pupil dan visus (2) Palpasi : TIO ( Tekanan Intra Okuler ) : bibir, mulut, dan kemampuan menelan : jumlah peristaltik usus : region supra ubica : suara perkusi abdomen dan ginjal.

25

b) Hidung (1) Inspeksi : apa ada sekret, trauma atau epitaksis, simetris atau tidak, apakah ada polip (2) Palpasi : apakah ada nyeri teken c) Telinga (1) Inspeksi : keadaan daun telinga, ada serumen atau tidak dan fungsi pendengaran baik (2) Perkusi : apakah ada nyeri pada daerah mastoid 8) Sistem Syaraf a) Fungsi serebral b) Fungsi cranial c) Fungsi motorik d) Fungsi sensorik 9) Sistem Muskuloskeletal Yang meliputi pemeriksaan kepala, vetebrata, lutut, kaki dan tangan 10) Sistem Endokrin a) Inspeksi : apakah ada pembesaran tyroid secara nyata, eksekresi urin, suhu tubuh yang tidak seimbang, keringat berlebihan, polidipsi, dan polifagri b) Palpasi : pembesaran pada kelenjar tyroid

26

11) Sistem Perkemihan a) Inspeksi : oedema palpebra, moon face dan oedema anasarea, disuria b) Palpasi kandung kemih 12) Sistem Reproduksi a) Wanita : keadaan payudara, putting, labia mayora. Inspeksi : labia minora dan secret b) Pria : inspeksi keadaan penis, letak uretra dan kebersihan Palpasi : testis turun atau belum 13) Sistem Imun a) Apakah ada alergi cuaca, debu, bulu binatang dan zat kimia b) Apakah ada penyakit yang berhubungan dengan cuaca dan urticaria. ( Doengoes, 2000)

27

Penyimpangan kdm Salmonella typhosa

Saluran pencernaan

Diserap oleh usus halus

Bakteri memasuki aliran darah sistemik

Kelenjar limfoid usus halus

Hati

Limpa

Endotoksin

Tukak

Hepatomegali

Splenomegali

Demam

Pendarahan dan perforasi


Nyeri perabaan

Mual/tidak nafsu makan

Perubahan nutrisi

Resiko kurang volume cairan

28

2. Diagnosa keperawatan a. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses inflamasi kuman salmonella thypii. b. Nyeri berhubungan dengan proses peradangan. c. Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake yang tidak adekuat. d. Resiko devisit volume cairan berhubungan dengan intake yang tidak adekuat dan peningkatan suhu tubuh. ( Doengoes, 2000) 3. Perencanaan Rencana keperawatan adalah tindakan keperawatan yang akan dilaksanakan untuk mengulangi masalah keperawatan yang telah ditentukan dengan tujuan a. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses inflamasi kuman salmonella thypii. Tujuan : Setelah diberikan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, suhu tubuh normal Criteria : Tidak ada tanda-tanda peningkatan suhu tubuh Tanda-tanda vital dalam batas normal

29

Intervensi 1. Observasi tanda-tanda vital

Rasional 1. Tanda-tanda vital berubah sesuai dengan tingkat perkembangan

penyakit dan menjadi indicator untuk melakukan intervensi selanjutnya 2. Beri kompres hangat di dahi 2. Pemberian kompres dapat

menyebabkan peralihan panas secara konduksi dan membantu tubuh untuk menyesuaikan terhadap panas 3. Anjurkan untuk banyak minum air 3. Peningkatan putih suhu tubuh

mengakibatkan penguapan sehingga perlu diimbangi dengan asupan air yang banyak

4. Kolaborasi pemberian antipiretik, 4. Mempercepat proses penyembuhan, antibiotik sesuai indikasi menurunkan demam. Pemberian

antibiotik menghambat pertumbuhan dan proses infeksi dari bakteri

30

b. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan proses peradangan.. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 X 24 jam nyeri hilang/berkurang Criteria : tidak ada keluhan nyeri wajah tampak rileks skala nyeri 0 1 tanda-tanda vital dalam batas normal Intervensi Rasional

1. Kaji tingkat nyeri, lokasi, sifat dan 1. sebagai indicator dalam melakukan lamanya nyeri intervensi selanjutnya dan untuk mengetahui dipersepsikan 2. Berikan posisi yang nyaman sesuai 2. Posisi yang nyaman akan membuat dengan keinginan pasien klien lebih rileks sehingga sejauh mana nyeri

merilekskan otot-otot 3. Ajarkan dalam teknik relaksasi napas 3. teknik relaksasi napas dalam dapat merelaksasi otot-otot sehingga

mengurangi nyeri 4. Kolaborasi pemberian analgetik 4. Pemberian obat analgetik dapat

31

sesuai indikasi

menekan atau mengurangi rasa nyeri

c. Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake yang tidak adekuat. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam kekurangan nutrisi tidak terjadi Kriteria : Nafsu makan meningkat Tidak ada keluhan anoreksia Porsi makan dihabiskan Intervensi 1. Kaji kemampuan makan klien Rasional 1. Untuk mengetahui perubahan nutrisi klien dan sebagai indicator intervensi selanjutnya 2. Berikan makanan dalam porsi kecil 2. Memenuhi kebutuhan nutrisi dengan tapi sering meminimalkan muntah 3. Beri nutrisi dengan diet lunak, tinggi 3. memenuhi kebutuhan nutrisi yang kalori dan tinggi protein adekuat rasa mual dan

4. Anjurkan kepada keluarga untuk 4. Menambah selera makan dan dapat

32

memberi disukai

makan

makanan

yang

menambah

asupan

nutrisi

yang

dibutuhkan klien mual/muntah,

5. Kolaborasi pemberian antiemetic, 5. Mengatasi antasida sesuai indikasi

menurunkan asam lambung yang dapat memicu mual/muntah

d. Resiko devisit volume cairan berhubungan dengan intake yang tidak adekuat dan peningkatan suhu tubuh. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, tidak terjadi deficit volume cairan Criteria :

Tidak terjadi tanda-tanda dehidrasi Keseimbagan intake dan output dengan urine normal dalam konsentrasi jumlah Intervensi Rasional

1. Kaji tanda dan gejala dehidrasi 1. hipotensi, takikardia, demam dapat hypovolemik, riwayat muntah, menunjukkan respons terhadap dan atau efek dari kehilangan cairan segera dilakukan tindakan

kehausan dan turgor kulit

2. Observasi adanya tanda-tanda syok, 2. Agar tekanan darah menurun, nadi cepat

/penaganan jika terjadi syok

33

dan lemah 3. Berikan cairan peroral pada klien 3. Cairan sesuai kebutuhan peroral akan membantu

memenuhi kebutuhan cairan klien

4. Anjurkan kepada orang tua klien 4. Asupan cairan secara adekuat sangat untuk mempertahankan asupan diperlukan untuk menambah volume cairan tubuh cairan 5. pemberian terapi intravena sangat penting bagi klien untuk memenuhi kebutuhan cairan yang hilang

cairan secara adekuat 5. Kolaborasi pemberian

intravena sesuai indikasi

Anda mungkin juga menyukai