Anda di halaman 1dari 3

| Pendidikan | Medika | Probis | Otomotif | Dialog Jum'at | Manajemen Qalbu |

Home

MEDIKA Belanja Anjangsana Etalase Gaya Konsultasi Hukum Mal Tips Dialog Dinamika Dunia Islam Humor Sufi Info Halal Info ZIS Iqra Kabar Khasanah Muhibah Pengalaman Rohani Quraish Shihab Silaturahmi Tasawuf Telaah Ufuk Umroh-Haji Wawancara Medika Ekstrak Jurnal Kisah Klinika Konsultasi Mikroskop Visite Wawancara MQ Jendela Keluarga Klinik MQ

CARI :

Sampaikan kepada rekan

Cetak berita ini

GO

Lintas Usaha Ragam Seputar MQ Taushiyah Wawasan Otomotif Otohobi Otoproduk Otoprofil Ototekno Ototips Spion Tips Pendidikan Dinamika Klinik Mancanegara Sambang Sosok Terampil Teropong Probis Corporate Gov Etika Kepemimpinan Khas Kreatif Marketing Profesi Profil SDM Siasat Taktiktak Wirausaha Rekor Jendela Profil

Selasa, 15 Maret 2005

Srisupar Yati Soenarto

Selama 35 Tahun Geluti Diare


Dulu diare merupakan penyebab tertinggi angka kematian di Indonesia. Separo dari pasien anak di rumah sakit menderita penyakit tersebut. Itu membuat Prof Dr dr Srisupar Yati Soenarto SpA tergerak untuk meneliti penyebab dan cara untuk mengatasinya. Menurut Kepala Bagian Ilmu Penyakit Anak Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada ini, semakin lama semakin banyak masalah yang terkait dengan diare. Hasil penelitian yang dilakukannya pada 1970 menunjukkan, sepertiga dari pasien anak yang diare di rumah sakit meninggal. ''Saya tertarik pada masalah diare karena ingin membantu dan tidak ada pamrih apa-apa. Bila bisa bermanfaat rasanya puas,'' kata dr Yati, sapaan akrab Srisupar Yati Soenarto. Ia menuturkan, dulu anak diare yang dirawat di rumah sakit diberi infus, obat antidiare, dan antibiotik. Waktu itu dia berpikir, mengapa harus diberi antibiotik? Apakah diare karena infeksi? Kebetulan pada 1973 seorang ahli mikrobiologi dari Melbourne, Australia, Prof Ruth Bishop, menemukan ada rotavirus pada bayi yang menderita diare. Dengan penemuan rotavirus sebagai salah satu penyebab diare maka antibiotik diberikan hanya kalau diare disebabkan oleh infeksi. Ketika melakukan penelitian, ia mendapati bahwa 38 persen dari seluruh pasien anak yang menderita diare di rumah sakit ternyata mengidap rotavirus. Bersama Prof Ruth Bishop, ia meneliti dan berkesimpulan bahwa rotavirus merupakan penyebab terbanyak kasus diare. Setelah oralit ditemukan Yati gencar memberi pelatihan tentang penggunaan oralit dan cara pembuatan oralit secara sederhana kepada ibu-ibu rumah tangga. Ada satu pengalaman sangat berkesan waktu awal ia memperkenalkan oralit. Saat itu ada seorang ibu terpelajar (kepala sekolah SD) datang ke rumahnya membawa bayi gemuk yang sedang diare. Yati memberitahu sang ibu tentang bahaya kurang cairan sehingga sang bayi harus sering diberi oralit. Namun, sang ibu mengatakan kalau dia mau ke sekolah sebentar. ''Saya wanti-wanti (berpesan - Red) agar ke sekolahnya ditunda saja dan bayinya jangan sampai ditinggal,'' tuturnya. Ketika pulang dari rumah sakit Yati kebetulan lewat depan rumah ibu tersebut dan melihat ada banyak pelayat di sana. Yang meninggal adalah sang bayi tadi. Saat mencari tahu penyebab kematian bayi tersebut terungkap bahwa saat sang ibu pergi bayi dititipkan pada pembantu. Pembantu salah memberi ukuran oralit, yaitu lima bungkus oralit diaduk bersama satu gelas air sehingga bayi kebanyakan garam natrium. Padahal, seharusnya satu bungkus oralit dicampur dengan satu gelas air. ''Walaupun kami sudah memberikan pendidikan dan pelatihan pada orang tua sangat intens, ternyata yang mempraktikkan bukan hanya ibunya. Ini yang tak pernah saya lupakan. Alhamdulillah sekarang masyarakat semakin tahu cara penggunaan dan manfaat oralit dan edukasi tidak hanya orang per orang melainkan secara massal. Di televisi pun ada pesan untuk masyarakat sehingga anak-anak juga tahu,'' kata dr Yati yang juga konsultan Unit Pelayanan Krisis Terpadu Perempuan dan Anak RS Dr Sardjito, Yogyakarta, ini. Ketika pertama ditemukan, oralit masih mengandung natrium dalam dosis

natrium penderita kolera banyak yang terbuang. Namun, bila kandungan tinggi natrium itu diberikan pada bayi atau anak, mereka akan mengalami kejang-kejang, atau cairan dalam otak mereka keluar. Karena itu Yati melakukan modifikasi oralit dengan mengurangi garam natrium. Menurutnya, oralit merupakan temuan luar biasa karena angka kesakitan dan kematian akibat diare bisa ditekan. ''Sekarang saya sudah jarang menemukan kasus kematian akibat diare,'' kata wanita yang lahir di Sukamandi, Jawa Barat, 5 Februari 1944 ini. Ketua Staf Medik Fungsional RS Dr Sardjito ini sampai sekarang masih aktif melakukan penelitian dan seminar yang terkait dengan diare, baik di dalam negeri maupun luar negeri. Pada 2004 Yati menjadi pemenang pertama Penghargaan Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat UGM untuk kategori penelitian kolaboratif terbaik yang mengungkap tentang rotavirus. ( nri )

2005 Hak Cipta oleh Republika Online Dilarang menyalin atau mengutip seluruh atau sebagian isi berita tanpa ijin tertulis dari Republika

Anda mungkin juga menyukai