Anda di halaman 1dari 12

1.

Kejang Merupakan adalah suatu kejadian paroksismal yang disebabkan oleh lepas muatan hiperinkron abnormal dari suatu kumpulan SSP. Kejang terjadi karena perubahan fungsi otak mendadak dan sementara sebagai akibat dari aktivitas neuronal yang abnormal dan pelepasan listrik serebral yang berlebihan (Price and wilson, 2005). Klasifikasi kejang Kejang merupakan suatu manifestasi dari suatu penyakit mendasar yang membahayakan, misalnya gangguan metabolisme, infeksi intrakranium, gejala putus-obat, intoksikasi obat, atau ensefalopati hipertensi.Kejang diklasifikasikan sebagai parsial dan generalisata berdasarkan apakah kesadaran utuh atau lenyap (Price dan Wilson, 2006). 1. Kejang parsial Kejang dengan kesadaran utuh disebut sebagai kejang parsial. Kejang parsial dibagi lagi menjadi parsial sederhana (kesadaran utuh) dan parsial kompleks (kesadaran berubah, tetapi tidak hilang. Kejang parsial biasanya dimulai dari korteks serebrum (Price dan Wilson, 2006). 2. Kejang generalisata Kejang generalisata melibatkan seluruh korteks serebrum dan diensefalon serta ditandai dengan awitan kejang yang bilateral dan simetrik yang terjadi di kedua hemisfer tanpa tanda-tanda bahwa kejang berawal sebagai kejang fokal. Pasien tidak sadar dan tidak mengetahui keadaan di sekelilingnya saat mengalami kejang (Price dan Wilson, 2005).

2. Demam Merupakan peningkatan suhu tubuh sebagai akibat dari infeksi atau peradangan, sebagai respon terhadap infeksi mikroba (Sherwood, 2001).

a. Patomekanisme demam
Infeksi atau peradangan

Neutrofil

Pirogen Endogen E2

Prostaglandin

Bagan 2. Patomekanisme Demam (Guyton dan Hall, 2007)

Patomekanisme batuk

Rangsang

Sensor taktil dan kemoreseptor afferen melalui n. vagus

Medulla oblongata

Pita suara menutup

Epiglottis menutup glotis

Inspirasi

Terjadi tekanan dalam alveoli

Otot abdomen dan intercostalis eksterna kontraksi dengan kuat

Secara mendadak terjadi ekspirasi yang kuat

Batuk untuk mengeluarkan benda asing

Udara keluar melewati bronchus dan trachea

Epiglotis dan pita suara terbuka

Bagan 3. Patomekanisme Batuk (Soemantri, 2007)

. Patomekanisme kejang Instabilitas membran sel saraf: sel lebih mudah teraktivasi

Neuron-neuron menjadi hipersensitif Ambang pelepasan mutan menurun Bila terpicu pelepasan muatan akan berlebihan

Kelainan Polarisasi : (Polarisasi berlebihan, hipopolarisasi, atau selang waktu dalam repolarisasi) oleh karena kelebihan asetilkolin/ defisiensi asam gama aminobutirat (GABA)

Ketidakseimbangan ion sehingga mengubah keseimbangan asam-basa atau elektrolit sehingga mengganggu homeostasis kimiawi neuron sehingga terjadi kelainan pada depolarisasi neuron

Bagan 4. Patomekanisme Kejang (Price and Wilson, 2006) 1. Lemah Malaise adalah perasaan samar berupa tubuh yang tidak nyaman dan lelah (Dorland, 2002). 2. Muntah

Muntah: komplikasi dan penanganannya Muntah adalah suatu gejala/simptom, bukan penyakit. Gejala ini berupa keluarnya isi lambung (dan usus) melalui mulut dengan paksa atau dengan kekuatan. Muntah merupakan reflek protektif tubuh karena dapat berfungsi melawan toksin yang tidak sengaja tertelan. Selain itu, muntah merupakan usaha mengeluarkan racun dari tubuh dan bisa mengurangi tekanan akibat adanya sumbatan atau pembesaran organ yang menyebabkan penekanan pada saluran pencernaan. Secara umum muntah terdiri atas tiga fase, yaitu nausea (mual), retching (maneuver awal untuk muntah) dan regurgitasi (pengeluaran isi lambung/usus ke mulut). Muntah dapat menyebabkan berbagai hal seperti: 1. Tubuh kekurangan cairan, disebut juga dehidrasi. Pada saat muntah, maka isi perut yang kebanyakan adalah cairan akan keluar, sehingga membuat tubuh kehilangan cairan yang tadinya penting untuk berperan dalam homeostasis. Dehidrasi ini akan berimplikasi hipovolemik pada tubuh, kulit kering/pecahpecah, penurunan kesadaran, serta sianosis.

2. Alkalosis metabolik, akibat kekurangan H+ pada lambung. 3. Kerusakan gigi akibat tergerus asam lambung (perimylolysis). Pada saat muntah, asam lambung akan keluar bersamaan dengan isi perut. Ketika asam lambung keluar dan berada di dalam mulut, maka akan merusak email gigi sehingga gigi menjadi rapuh dan gampang rusak. 4. Lemahnya perut, gangguan pandangan, pendengaran, dll. Penanganan yang dapat dilakukan untuk mengatasi muntah adalah sebagai berikut: a. Pemberian cairan (minum) untuk menggantikan cairan yang telah hilang dan mencegah terjadinya dehidrasi. b. Mengusahakan agar pasien berdiri tegak agar isi lambung tidak naik ke atas (melawan gravitasi)/ muntah. c. Menggunakan obat-obat antimuntah, seperti: 1) Prometasine. Golongan antihistamin, bermanfaat untuk segala jenis muntah. Efek sampingnya mengantuk dan gejala ekstra piramidal (distonik, diskinetik terutama pada anak dan remaja). 2) Domperidone/Butyrophenones. Memiliki efek ringan sedang jika digunakan pada kondisi kemoterapi atau post operasi. Domperidone meningkatkan peristaltik esophagus dan tekanan sfingter esophagus bagian distal, meningkatkan motilitas dan peristaltik gaster serta memperbaiki koordinasi gastroduodenal sehingga memfasilitasi

pengosongan lambung dan menurunkan waktu transit usus halus. 3) Chlorpromazine. mempunyai reaksi Merupakan golongan dan phenolthiazine antihistamin. Obat yang ini

antikolinergik

mengurangi transisi dopamin ke CTZ dan mengurangi rangsang aferen dari pusat muntah ke usus halus. Efek samping obat ini adalah sedasi, reaksi ekstra piramidal, jaundice dan gangguan darah. 4) Metochiopramide. Suatu golongan antagonis dopamin, bekerja pada reseptor dopamin pada CTZ. 5) Cisapride. Obat prokinetik baru yang meningkatkan pelepasan asetilkolin pada pleksus mienterikus. Cisapride juga dapat

meningkatkan motilitas gastrointestinal, meningkatkan peristaltik dan tekanan sfingter esophagus bagian distal, meningkatkan pengosongan

lambung. Kontraindikasi pada kasus hipersensitivitas, perdarahan saluran cerna, obstruksi mekanin dan perforasi saluran cerna. Cisapride juga dikontraindikasikan untuk pasien dengan interval QT memanjang, riwayat aritmia, gagal jantung kongestif, gagal ginjal, gangguan elektrolit serta gagal nafas. 6) Ondansetron. Merupakan serotonergis agonis dan antagonis terbaru dengan efek antimuntah yang sangat efektif Sherwood, Lauralee. Fisiologi Manusia: dari Sel ke Sistem. Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 1996 _____________________________________________________________________ Muntah adalah pengeluaran isi lambung secara ekspulsif melalui mulut dengan bantuan kontraksi otot-otot perut. Perlu dibedakan dengan regurgitasi, ruminasi, ataupun refluks esofagus. Regurgitasi adalah makanan yang dikeluarkan kembali ke mulut akibat gerakan antiperistaltik esofagus. Ruminasi yaitu pengeluaran makanan secara sadar untuk dikunyah kemudian ditelan kembali. Sedangkan refluks esofagus merupakan kembalinya isi lambung ke dalam esofagus dengan cara pasif yang dapat disebabkan oleh hipotoni sfingter esofagus bagian bawah, posisi abnormal sambungan esofagus dengan kardia, atau pengosongan isi lambung yang lambat.

Patofisiologi Muntah merupakan respons refleks simpatis terhadap berbagai rangsangan yang melibatkan aktivitas otot perut dan pernafasan. Pada saat muntah terjadi respons yang berlawanan dari keadaan normal, dimana tonus sfingter esofagus bawah, fundus, dan korpus menurun, sedangkan peristaltik antrum, tonus pilorus dan duodenum meningkat. Proses muntah dibagi menjadi 3 fase berbeda, yaitu: nausea, retching, dan emesis (ekspulsif). a. Nausea merupakan sensasi psikis yang dapat dditimbulkan akibat rangsangan pada organ dalam, labirin, atau emosi dan tidak selalu diikuti oleh retching atau muntah. b. Retching merupakan fase dimana terjadi gerak nafas spasmodik dengan glotis tertutup, bersamaan dengan adanya usaha inspirasi dari otot dada dan diafragma sehingga menimbulkan tekanan intratoraks yang negatif.

c. Emesis (ekspulsi) terjadi bila fase retching mencapai puncaknya yang ditandai dengan kontraksi kuat otot perut, diikuti dengan bertambah turunnya diafragma, disertai dengan penekanan mekanisme antirefluks. Pada fase ini, pilorus dan antrum berkontraksi, fundus dan esofagus relaksasi, dan mulut terbuka.

Manifestasi klinis Perlu dibedakan antara muntah medis dengan muntah yang memerlukan pertolongan bedah segera. Tanda akut abdomen seperti nyeri perut yang mendahului muntah dan/atau berlangsung selama lebih dari 3 jam, muntah bercampur empedu, dan distensi abdomen merupakan petunjuk perlunya pertolongan bedah segera. Muntah dapat merupakan manifestasi awal dari berbagai penyakit. Oleh karena itu pendekatan untuk identifikasi masalah sangat penting, yang meliputi: a. Usia dan jenis kelamin b. Tentukan terlebih dahulu apa yang dihadapi: muntah/ yang lain c. Bagaimana keadaan gizi anak d. Adakah faktor predisposisi e. Apakah ada penyakit yang menyerang anak secara interkuren f. Bagaimana bentuk (isi) muntahan, apakah seperti susu/makanan asal (tanda isi dari esofagus), atau telah merupakan susu yang telah menggumpal (isi lambung) atau mengandung empedu (isi duodenum), atau adakah darah. g. Apakah saat muntah berhubungan dengan saat makan/minum. h. Apakah perubahan posisi tubuh mempengaruhi muntah i. Informasi diet: kualitas, kuantitas, dan frekuensi makan (terutama untuk anak kecil) j. Bagaimana teknik pemberian minum k. Bagaimana kondisi psikososial di rumah

Pemeriksaan fisik dilakukan sebagaimana lazimnya

Pemeriksaan penunjang Sesuai keperluan, seperti analisis urin dan darah, dan foto polos abdomen maupun dengan kontras, USG, pielografi intra vena atau sistogram, endoskopi dengan biopsi, atau monitoring pH esofagus. Pemeriksaan prikiatri biladijumpai kelainan tingkah laku

1. Klarifikasi istilah a. Mual (Nausea) b. Muntah (Vomit) Muntah adalah suatu gejala/simptom, bukan penyakit. Gejala ini berupa keluarnya isi lambung (dan usus) melalui mulut dengan paksa atau dengan kekuatan. Muntah merupakan reflek protektif tubuh karena dapat berfungsi melawan toksin yang tidak sengaja tertelan. Selain itu, muntah merupakan usaha mengeluarkan racun dari tubuh dan bisa mengurangi tekanan akibat adanya sumbatan atau pembesaran organ yang menyebabkan penekanan pada saluran pencernaan. Secara umum muntah terdiri atas tiga fase, yaitu nausea (mual), retching (maneuver awal untuk muntah) dan regurgitasi (pengeluaran isi lambung/usus ke mulut) (Sherwood, 2001).

Patofisiologi Muntah merupakan respons refleks simpatis terhadap berbagai rangsangan yang melibatkan aktivitas otot perut dan pernafasan. Pada saat muntah terjadi respons yang berlawanan dari keadaan normal, dimana tonus sfingter esofagus bawah, fundus, dan korpus menurun, sedangkan peristaltik antrum, tonus pilorus dan duodenum meningkat. Proses muntah dibagi menjadi 3 fase berbeda, yaitu: nausea, retching, dan emesis (ekspulsif). d. Nausea merupakan sensasi psikis yang dapat dditimbulkan akibat rangsangan pada organ dalam, labirin, atau emosi dan tidak selalu diikuti oleh retching atau muntah. e. Retching merupakan fase dimana terjadi gerak nafas spasmodik dengan glotis tertutup, bersamaan dengan adanya usaha inspirasi dari otot dada dan diafragma sehingga menimbulkan tekanan intratoraks yang negatif. f. Emesis (ekspulsi) terjadi bila fase retching mencapai puncaknya yang ditandai dengan kontraksi kuat otot perut, diikuti dengan bertambah turunnya diafragma, disertai dengan penekanan mekanisme antirefluks. Pada fase ini, pilorus dan antrum berkontraksi, fundus dan esofagus relaksasi, dan mulut terbuka.

c. Demam/ febris

Demam ialah suatu peningkatan suhu dalam tubuh akibat adanya gangguan dalam mekanisme pengatur panas yang di sebabkan oleh infeksi kerusakan jaringan program dan latihan yang berlebihan (Nelson, 2000). Demam adalah suatu keadaan suhu tubuh diatas normal, yaitu diatas 37,2C (99,5F) sebagai akibat peningkatan pusat pengatur suhu di hipotalamus yang dipengaruhi oleh interleukin-1 (IL-1). Demam sangat berguna sebagai pertanda adanya suatu proses inflamasi, biasanya tingginya demam mencerminkan tingkatan dari proses inflamasinya. Dengan peningkatan suhu tubuh juga dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan bakteri maupun virus (Bellig, 2005). Demam dapat digolongkan sebagai (1) demam yang singkat dengan tandatanda yang khas terhadap suatu penyakit sehingga diagnosis dapat ditegakkan melalui riwayat klinis dan pemeriksaan fisik, dengan atau tanpa uji laboratorium; (2) demam tanpa tanda-tanda yang khas terhadap suatu penyakit, sehingga riwayat dan pemeriksaan fisik tidak memberi kesan diagnosis tetapi uji laboratorium dapat menegakkan etiologi; dan (3) demam yang tidak diketahui sebabnya (Fever of Unknown Origin = FUO) (Bellig, 2005). Klasifikasi demam: 1) Hipotermia : < 35,7oC 2) Normotermia : 36,5 oC sampai 37,5 oC 3) Subfebris : > 37.5 oC sampai < 38.0 oC 4) Febris : 38.0 oC 5) Hiperpireksia : 41,2 oC (Widoyono, 2005) Demam atau febris adalah kenaikan suhu tubuh yang ditengahi oleh kenaikan itik ambang regulasi panas hipotalamus (Nelson, 2000). Ada beberapa tipe demam yang biasa dijumpai, yaitu (Nelwan, 2007): 1) Demam Septik Suhu badan berangsur naik ke atas normal yang tinggi sekali pada malam hari dan turun kembali ke tingkat di atas normal pada pagi hari. Sering disertai keluhan menggigil dan berkeringat. Bila demam tinggi turun ke yingkat yang normal dinamakan demam hektik. 2) Demam Remitten

Suhu badan dapat turun setiap hari tetapi tidak pernah mencapai suhu normal. Perbedaan suhu yang mungkin tercatat dapat mencapai dua derajat dan tidak sebesar perbedaan suhu yang dicatat pada demam septik. 3) Demam Intermitten Suhu badan turun ke tingkat yang normal selama beberapa jam dalam satu hari. Bila demam seperti terjadi seperti itu terjadi setiap dua hari sekali disebut tersiana dan bila terjadi dua hari bebas demam diantara dua serangan demam disebut kuartana. 4) Demam Kontinyu Variasi suhu sepanjang hari tidak berbeda lebih dari satu derajat. Pada tingkat demam yang terus menerus tinggi sekali disebut hiperpireksia. 5) Demam Siklik Kenaikan suhu badan selama beberapa hari yang diikuti oleh periode bebas demam untuk beberapa hari yang kemudian diikuti oleh kenaikan suhu seperti semula.

d. Buang air besar (Defekasi) Pembuangan tinja dari rektum (Dorland, 2002) Defekasi Proses pengeluaran feses Peningkatan tekanan rectum Stimulasi refleks defekasi Impuls motorik saraf parasimpatis Peningkatan aktivitas kontraksi otot Peningkatan tekanan rectum (15mmHg) Relaksasi sfinkter ani interna Kontraksi otot-otot abdomen dan diafragma Feses terdorong ke rectum Relaksasi sfinkter ani eksterna Feses terdorong keluar dari anus volunter involunter

e. Buang air kecil (miksi)/ mikturisi atau berkemih Proses pengosongan kandung kemih, diatur oleh dua mekanisme. Refleks berkemih dan kontrol volunter (Sherwood, 2001).

Daftar Pustaka Dorland, W.A. Newman. 2002. Kamus Kedokteran Dorland. Jakarta: EGC Sherwood, Lauralee. 2001. Fisiologi Manusia: dari Sel ke Sistem. Jakarta: EGC. Widoyono. 2005. Penyakit Tropis. Semarang: Erlangga Medical Series

Anda mungkin juga menyukai