Anda di halaman 1dari 31

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hipertensi merupakan kelainan kardiovaskuler yang menjadi penyebab kematian utama di seluruh dunia.

Hipertensi adalah keadaan meningkatnya tekanan darah sistolik lebih besar dari 140 mmHg, atau diastolik lebih besar dari 90 mmHg pada dua kali pengukuran dengan selang waktu 5 menit dalam keadaan cukup istirahat/ tenang (Kuswardhani, 2005). Menurut Khancit (2011), WHO mencatat ada satu miliar orang yang terkena hipertensi. Di Indonesia, angka penderita hipertensi mencapai 32 persen pada 2008 dengan kisaran usia di atas 25 tahun. Jumlah penderita pria mencapai 42,7 persen, sedangkan 39,2 persen adalah wanita. (Kompas, 2013). Hasil survei Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik yang dilaksanakan pada tahun 2009 menunjukkan bahwa hipertensi termasuk dalam 10 penyakit yang paling sering dijumpai pada pasien-pasien rawat jalan, yaitu sebanyak 123.269 kasus, berjajar bersama penyakit menular lainnya seperti diare, infeksi saluran napas gastroenteritis, dan lain-lain. (Depkes, 2009). Hipertensi merupakan penyakit yang memerlukan terapi dalam

pengobatannya, maka sangat diperlukan managemen hipertensi yang didasarkan pada kepatuhan terapi. Tujuan terapi hipertensi adalah mencapai dan mempertahankan tekanan darah sitolik di bawah 140 mmHg dan tekanan darah diastolik di bawah 90 mmHg dan mengontrol faktor risiko (Ganiswarna, 2007). Menurut Katzung & Bertram (2007), ada dua terapi yang dilakukan untuk mengobati hipertensi yaitu terapi farmakologis dan terapi non farmakologis. Terapi farmakologis yaitu dengan menggunakan obat-obatan antihipertensi yang terbukti dapat menurunkan tekanan darah, sedangkan terapi non farmakologis atau disebut juga dengan modifikasi gaya hidup yang meliputi berhenti merokok, mengurangi kelebihan berat badan, menghindari alkohol, modifikasi diet serta yang mencakup psikis antara lain mengurangi stress, olahraga, dan istirahat (Astawan, 2002).

Keberhasilan suatu terapi tidak hanya ditentukan oleh diagnosis dan pemilihan obat yang tepat, tetapi juga oleh kepatuhan (compliance) pasien untuk melaksanakan terapi tersebut. Salah satu faktor yang mempengaruhi pasien hipertensi dalam menjalankan program terapi adalah pengetahuan (Saputro, 2009). Menurut Irmalita (2003) kebanyakan pasien tidak meminum obat antihipertensi sesuai dengan yang diresepkan dan menghentikannya setelah 1 tahun. Hal ini disebabkan karena kurangnya pengetahuan pasien tentang program terapi hipertensi. Oleh karena itu, sangat penting memberikan edukasi tentang manfaat pengontrolan tekanan darah dalam jangka panjang untuk mencapai hasil terapi yang diinginkan (Kaplan, 2001). Pentingnya informasi mengenai hipertensi akan menambah pengetahuan sehingga pasien hipertensi dapat mengendalikan tekanan darahnya melalui program terapi yang diikutinya (Ragot, et al., 2005). Kepatuhan mencakup kombinasi antara kontrol tekanan darah dan penurunan faktor risiko yang dilakukan pasien. Keberhasilan dalam mengendalikan tekanan darah tinggi merupakan usaha bersama antara pasien dan dokter yang menanganinya. Kepatuhan seorang pasien yang menderita hipertensi tidak hanya dilihat berdasarkan kepatuhan dalam meminum obat antihipertensi tetapi juga dituntut peran aktif pasien dan kesediaannya untuk memeriksakan kesehatannya ke dokter sesuai dengan jadwal yang ditentukan serta perubahan gaya hidup sehat yang dianjurkan (Burnier, 2001). Ketidakpatuhan pasien hipertensi terhadap program terapi merupakan masalah yang besar pada penderita hipertensi. Diperkirakan 50% diantara mereka menghentikan pengobatan dalam 1 tahun pemulihan. Pengontrolan tekanan darah yang memadai hanya dapat dipertahankan pada 20%, namun bila pasien berpartisipasi aktif dalam program terapi, termasuk pemantauan diri mengenai tekanan darah dan diit, kepatuhan cenderung meningkat karena dapat segera diperoleh umpan balik sejalan dengan perasaan semakin terkontrol (Brunner & Suddarth, 2001). Di Indonesia kesadaran dan pengetahuan tentang penyakit hipertensi masih sangat rendah hal ini terbukti, masyarakat lebih memilih makanan siap saji yang umumnya rendah serat, tinggi lemak, tinggi gula, dan mengandung banyak

garam. Pola makan yang kurang sehat ini merupakan pemicu penyakit hipertensi (Austriani,2008). Di negara Indonesia, penderita hipertensi yang berobat teratur di Puskesmas sekitar 22,8% sedangkan yang tidak teratur mencapai 77,2%, (Riskesdas) 2007. Hal ini terlihat dari hasil pengukuran tekanan darah pada usia 18 tahun ke atas ditemukan prevalensi (jumlah keseluruhan kasus penyakit yang terjadi pada suatu waktu tertentu di suatu wilayah) hipertensi di Indonesia sebesar 31,7% (http://okezone.com). Berdasarkan hal diatas peneliti merasa tertarik untuk meneliti Gambaran Tingkat Kepatuhan Pasien Hipertensi Dalam Pelaksanaan Program Terapi di Poliklinik Interna RSUP Sanglah Tahun 2013.

B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian dari latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan penelitian :Bagaimanakah gambaran tingkat kepatuhan pasien hipertensi dalam pelaksanaan program terapi di Poliklinik Interna RSUP Sanglah Tahun 2013?

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Adapun tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran tingkat kepatuhan pasien hipertensi dalam pelaksanaan program terapi di Poliklinik Interna RSUP Sanglah Tahun 2013. 2. Tujuan Khusus a. Mengidentifikasi karakteristik pasien hipertensi yang menjalani program terapi yang meliputi umur, jenis kelamin, pendidikan dan pekerjaan.

b. Mengidentifikasi kepatuhan pasien hipertensi yang menjalani program terapi yang meliputi kepatuhan pada aktivitas, diet, obat dan ketiga program terapi hipertensi.

D. Manfaat Penelitian 1. Segi Teoritis Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan di bidang keperawatan dalam khususnya dalam masalah hipertensi dan bermanfaat untuk memberikan materi tentang pelaksanaan program terapi kepada pasien. 2. Segi Praktis Perawat dalam pemberian pendidikan kesehatan kepada pasien hipertensi tentang pentingnya kepatuhan dalam menjalankan program terapi yang dianjurkan oleh tim medis.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Hipertensi 1. Pengertian Hipertensi Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg dan tekanan diastoliknya di atas 90 mmHg. Pada populasi manula, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan diastolik 90 mmHg (Brunner & Suddarth, 2002). Menurut WHO hipertensi terjadi bila tekanan darah diatas 160/95 mmHg, sementara itu Smelttzer & Bare (2002) mengemukakan bahwa hipertensi merupakan tekanan darah persisten atau terus menerus sehingga melebihi batas normal dimana tekanan sistolik diatas 140 mmHg dan tekanan diastole diatas 90 mmHg.

Hipertensi juga sering diartikan sebagai suatu keadaan dimana tekanan darah sistolik lebih dari 120 mmHg dan tekanan diastolik lebih dari 80 mmHg (Ardiansyah, 2012). Dari beberapa definisi diatas maka dapat disimpulkan bahwa hipertensi adalah suatu keadaan dimana terjadi peningkatan tekanan darah sistolik 140 mmHg dan tekanan diastoliknya 90 mmHg. 2. Etiologi Hipertensi dibagi menjadi dua golongan berdasarkan penyebabnya a. Hipertensi Primer/Hipertensi Esensial Menurut Hananta (2011) faktor resiko terjadinya hipertensi primer adalah sebagai berikut : 1) Faktor Keturunan (Genetik) Faktor genetik dapat menyebabkan seseorang mengalami hipertensi, efeknya tidak secara langsung namun melalui tingkat sensitivitas kita terhadap garam atau Nacl. Berdasarkan penelitian eksperimental, diketahui bahwa respon tekanan darah manusia terhadap garam diturunkan secara genetik. Maksudnya adalah bahwa seseorang bisa saja mudah mengalami kenaikan tekanan darah bila mengonsumsi makanan atau minuman yang banyak mengandung garam atau tidak sama sekali. 2) Usia, Ras, dan Jenis Kelamin Semakin lanjut usia seseorang, maka tekanan darah akan semakin tinggi karena beberapa faktor : elastisitas pembuluh darah yang berkurang, fungsi ginjal sebagai penyeimbang tekanan darah yang menurun. Jenis kelamin berpengaruh terhadap kadar hormon yang dimiliki seseorang. Estrogen yang dominan dimiliki wanita diketahui sebagai faktor protektif/perlindungan pembuluh darah, sehingga penyakit jantung dan pembuluh darah (kardiovaskuler) lebih banyak ditemukan pada pria yang kadar estrogennya lebih rendah daripada wanita. Sedangkan seorang wanita yang telah menopause, dengan kata lain produksi hormon estrogennya berkurang, lebih berisiko menderita penyakit jantung dan pembuluh darah. Penyakit ini sering disebut silent killer atau pembunuh yang diam karena orang yang mengalami hipertensi biasanya tidak

mengalami tanda atau gejala yang khusus. Penderita penyakit ini biasanya baru menyadarinya saat tekanan darah sudah menjadi sangat tinggi dan mengarah pada serangan jantung dan stroke. Hipertensi yang tidak ditangani dengan baik dapat mengarah pada banyak penyakit degeneratif seperti gagal jantung kongestif, gagal ginjal fase akhir, dan penyakit kardiovaskuler lainnya. 3) Berat Badan Penelitian dan beberapa studi yang dilakukan dunia telah menemukan bahwa orang gemuk lebih mudah terkena hipertensi. Berat badan berhubungan dengan tekanan darah. Berdasarkan Framingham Heart Study, sebanyak 75% dan 65% kasus hipertensi yang terjadi pada pria dan wanita secara langsung berkaitan dengan kelebihan berat badan dan obesitas. Namun tidak semua kegemukan berhubungan dengan hipertensi. Ada dua jenis kegemukan, yaitu kegemukan sentral dan perifer. Pada kondisi kegemukan sentral lemak mengumpul di sekitar perut atau kata lain, buncit. Sedangkan kegemukan perifer adalah kegemukan yang merata di seluruh tubuh. Artinya lemak menyebar rata di seluruh bagian tubuh. Kegemukan sentral merupakan faktor penentu yang lebih penting terhadap peningkatan tekanan darah dibandingkan dengan kelebihan berat badan perifer. Hipertensi lebih banyak ditemukan pada orang dengan kegemukan sentral. 4) Asupan Garam Asupan garam yang berlebihan dapat meningkatkan tekanan darah kita. Teori ini memang didukung bahwa faktanya semakin banyak orang mengonsumsi garam (baik secara sengaja atau tidak) maka akan semakin tinggi tekanan darahnya. Garam, yang secara kimiawi dirumuskan Nacl terdiri dari natrium (Na) dan klor (Cl). Natrium yang beeredar dalam darahlah yang memiliki efek langsung pada peningkatan tekanan darah ini dengan membentuk ikatan dengan air (H2O) yang menyebabkan jumlah/volume cairan darah meningkat. Pada kondisi peningkatan volume cairan darah, maka tubuh, dalam hal ini jantung, merespons dengan meningkatkan tekanan darah untuk menjamin seluruh cairan darah dapat beredar ke seluruh tubuh. 5) Stres Stres yang akut dapat meningkatkan tekanan darah.

6) Gaya hidup yang kurang sehat Orang normotensi serta kurang gerak dan tidak bugar mempunyai risiko 20 50% lebih besar untuk terkena hipertensi selama masa tindak lanjut jika dibandingkan dengan orang yang lebih aktif dan bugar. Olahraga yang teratur, yang cukup untuk mencapai sekurang kurangnya atas kebugaran fisik sedang, ternyata bermanfaat, baik untuk mencegah maupun untuk menangani hipertensi (Laporan Komisi Pakar WHO,2001). b. Hipertensi Sekunder/Hipertensi Renal Menurut Ardiansyah (2012) hipertensi sekunder adalah jenis hipertensi yang penyebabnya diketahui. Beberapa gejala atau penyakit yang menyebabkan hipertensi jenis ini antara lain : 1) Coarctation aorta, yaitu penyempitan aorta congenital yang (mungkin) terjadi pada beberapa tingkat aorta torasik atau aorta abdominal. Penyempitan ini menghambat aliran darah melalui lengkung aorta dan mengakibatkan peningkatan tekanan darah di atas area konstriksi. 2) Penyakit parenkim dan vaskular ginjal. Penyakit ini merupakan penyebab utama hipertensi sekunder. Hipertensi renovaskuler berhubungan dengan penyempitan satu atau lebih arteri besar, yang secara langsung membawa darah ke ginjal. Sekitar 90% lesi arteri renal pada pasien dengan hipertensi disebabkan oleh arterosklerosis atau fibrous dysplasia (pertumbuhan abnormal jaringan fibrous). Penyakit parenkim ginjal terkait dengan infeksi, inflamasi, serta perubahan struktur serta fungsi ginjal. 3) Penggunaan kontrasepsi hormonal (esterogen). Oral kontrasepsi yang berisi estrogen dapat menyebabkan hipertensi melalui mekanisme renin-aldosteronmediate volume expansion. Dengan penghentian oral kontrasepsi, tekanan darah kembali normal setelah beberapa bulan. 4) Gangguan endokrin. Disfungsi medulla adrenal atau korteks adrenal dapat menyebabkan hipertensi sekunder. Adrenal-mediate hypertension disebabkan kelebihan primer aldosteron, kortisol, dan katekolamin. Pada aldosteron primer, kelebihan aldosteron menyebabkan dan hipokalemia. Aldosteonisme primer biasanya timbul dari adenoma korteks adrenal yang benign (jinak). Pada sindrom cushing, terjadi kelebihan glukokortikoid yang diekskresi dari

korteks adrenal. Sindrom chusing mungkin disebabkan oleh hiperplasi adrenokortikal atau adenoma adrenokortikal. 5) Kegemukan (obesitas) dan gaya hidup yang tidak aktif (malas berolahraga) 6) Stres, yang cenderung menyebabkan kenaikan tekanan darah untuk sementara waktu. Jika stres telah hilang, maka tekanan darah biasanya akan kembali normal. 7) Kehamilan 8) Luka bakar 9) Peningkatan volume intravaskular 10) Merokok. Nikotin dalam rokok dapat merangsang pelepasan katekolamin. Peningkatan katekolamin ini mengakibatkan iritabilitas miokardial, peningkatan denyut jantung, serta menyebabkan vasokontriksi yang kemudian meningkatkan tekanan darah.

3. Klasifikasi Hipertensi Menurut The Joint National Committee on Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (1998), klasifikasi tekanan darah pada orang dewasa terbagi menjadi kelompok normal, normal tinggi, hipertensi derajat 1, derajat 2, derajat 3 dan derajat 4 : Tabel 1 Klasifikasi Hipertensi Kategori Normal Normal tinggi Hipertensi tinggi 1 (ringan) tinggi 2 (sedang) tinggi 3 (berat) tinggi 4 (sangat berat) 90-99 100-109 110-119 120 140-159 160-179 180-210 210 TDD (mmHg) < 85 85-89 TDS (mmHg) < 130 130-139

Sumber : The Joint National Committee on Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (1998) dalam Buku Keperawatan Medikal Bedah (Ardiansyah, 2012)

4. Patofisiologi Hipertensi Mekanisme yang mengontrol kontriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak di pusat vasomotor, pada medula di otak. Dari pusat vasomotor ini bermula rajas saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medulla spinalis ke ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui sistem saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya norepinefrin mengakibatkan kontriksi pembuluh darah. Berbagai factor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi resposns pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstriktor. Individu dengan hipertensi sangat sensitif terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi. Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagai respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas vasokontriksi. Medula adrenal mensekresi epinefrin, yang menyebabkan vasokontriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat respons vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokontriksi yang mengakibatkan penurunan aliran darah ke ginal, menyebabkan pelepasan renin. Renin merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume intravaskuler. Semua faktor tersebut cenderung mencetuskan keadaan hipertensi (Brunner & Suddarth, 2002). 5. Tanda dan Gejala Hipertensi Menurut Ardiansyah (2012), sebagian tanda dan gejala yang timbul setelah penderita mengalami hipertensi selama bertahun-tahun. Gejalanya berupa :

a. Nyeri kepala saat terjaga, terkadang disertai mual dan muntah akibat peningkatan tekanan darah interaknium b. Penglihatan kabur karena terjadi kerusakan pada retina sebagai dampak dari hipertensi c. Ayunan langkah yang lemah karena terjadi kerusakan sususan saraf pusat d. Noturia (sering berkemih di malam hari) karena adanya peningkatan aliran darah ke ginjal dan filtrasi glomerulus e. Edema dependen dan pembengkakan akibat peningkatan tekanan kapiler Pada kasus hipertensi berat, gejala yang dialami pasien antara lain sakit kepala (rasa berat di tengkuk), palpitasi, kelelahan, nausea, munyah-muntah, kegugupan, keringat berlebih, tremor otot, nyeri dada, epistaksis, pandangan kabur atau ganda, tinnitus (telinga mendenging), serta kesulitan tidur. 6. Penatalaksanaan Hipertensi Penanggulangan hipertensi secara garis besar dibagi menjadi 2 jenis penatalaksanaan yaitu penatalaksanaan non farmakologi dan penatalaksaan farmakologi atau dengan obat (Suyono, 2001). a. Penatalaksanan non farmakologi 1) Aktivitas Fisik / Olahraga Bagi penderita hipertensi, kesehatan fisik dan psikis sangat diperlukan untuk menjaga keseimbangan tekanan darah agar berada pada kisaran normal. Olahraga adalah vasoaktif alami. Olahraga akan membuat pembuluh darah menjadi lebar, sehingga sirkulasi darah menjadi lancar. Olahraga membantu memompa darah ke seluruh sistem tubuh. Perbaikan kualitas otot meski hanya sedikit cukup bermakna untuk memperbaiki keseimbangan sistem biologis yang bekerja di dalam tubuh, termasuk sistem yang bekerja mengatur tekanan darah. Jenis olahraga yang direkomendasikan untuk penderita hipertensi adalah aerobik. Latihan aerobik ada bermacam-macam seperti jalan kaki, bersepeda, dan berenang (Lingga, 2012). Seorang pengidap hipertensi dianjurkan untuk menghindari kebiasaan hidup tidak aktif seperti duduk lama menonton televisi, bermain game, atau bermain internet terlalu lama. Rajin melakukan aktivitas fisik dan olahraga secara

teratur selama 30-45 menit sebanyak 3-5 kali per minggu dapat membantu menurunkan bobot badan dan menurunkan risiko berbagai penyakit kardiovaskular (Garnadi, 2012). 2) Diet makanan a) Diet rendah garam Diet hipertensi adalah mengurangi asupan garam harian kurang dari 2.400 gram. Ketidakpatuhan penderita hipertensi untuk melaksanakan diet rendah garam merupakan salah satu penyebab kegagalan terapi hipertensi (Garnadi, 2012). Pengurangan asupan garam terbukti dapat menurunkan tekanan darah. Pada hipertensi derajat 1, pengurangan asupan garam dapat digunakan sebagai langkah awal pengobatan hipertensi. Nasehat pengurangan asupan garam harus memperhatikan kebiasaan makan pasien, dengan memperhitungkan jenis makanan tertentu yang banyak mengandung garam. Di negara yang sedang berkembang asupan garam tiap hari sekitar 150-200 mmol. Pengurangan garam sepertiganya atau asupan garam sebanyak 90-100 mmol tiap hari terbukti cukup efektif dalam menurunkan tekanan darah dan masih dapat diterima oleh pasien (Suyono, 2001). Pengurangan garam dalam makanan menyebabkan pengurangan asupan natrium yang akan mengakibatkan peningkatan asupan kalium karena akan dipilih makanan tertentu yang sudah diproses lebih dahulu yang pada umumnya banyak mengandung kalium. Penambahan kalium akan menurunkan natrium intrasel dengan cara aktivasi pompa Na-K-ATP (sodium potasium adenosinetriphosphatase pump) yang akan mengakibatkan pengurangan efek peninggian tekanan darah yang disebabkan oleh asupan natrium yang banyak (Suyono, 2001). Menurut Garnadi (2012) dalam Buku Hidup Nyaman Dengan Hipertensi disebutkan ada beberapa prinsip diet rendah garam sebagai berikut :
(1) Kurangi asupan garam tidak lebih dari 2.400 mg per hari (1-1

sendok teh).

Satu sendok teh garam mengandung 2.000 mg garam natrium. (2) Kurangi penambahan garam sebagai bumbu masak. (3) Kurangi konsumsi bahan makanan olahan yang diberi garam selama proses pembuatannya, seperti kecap, saus, margarin, mentega, keju, terasi, dan petis.

(4) Hindari bahan makanan yang diawetkan dengan metode pengasinan, misalnya ikan asin cumi asin. (5) Hindari konsumsi makanan yang diawetkan, seperti sarden, kornet, hot dog, dan sosis. Pilih daging segar untuk dikonsumsi sehari hari. (6) Hindari camilan berkadar garam cukup tinggi, seperti kue, biskut, dan krakers. Camilan yang baik adalah buah buahan segar. (7) Perbanyak konsumsi buah buahan segar, bukan buah yang diawetkan seperti asinan buah buahan. (8) Hindari makanan atau minuman yang mengandung natrium glutamate. Bahan pengawet tersebut biasanya ada pada makanan kalengan dan minuman soft drink. (9) Hindari camilan yang mengandung MSG atau mono sodium glutamate. Ciri makanan ber MSG adalah cita rasa gurih, misalnya aneka keripik kemasan. (10) Perhatikan informasi kandungan natrium (sodium) pada berbagai label informasi makanan kemasan. b) Diet sehat dan Diet DASH (Dietary Approaches to stop Hypertension) Untuk menurunkan tekanan darah pengidap hipertensi tidak cukup hanya membatasi asupan garam, tetapi juga mengubah pola makan menjadi pola makan sehat. Pola makan sehat membantu menurunkan bobot badan. Beberapa prinsip diet sehat adalah meningkatkan konsumsi buah buahan dan sayuran, menghindari konsumsi lemak jenuh dan makanan berkolesterol tinggi, serta tidak mengonsumsi minuman beralkohol. Banyak mengonsumsi sayuran dan buah buahan sangat baik karena kaya akan kalium, magnesium, dan kalsium yang baik bagi penurunan tekanan darah. Pengidap hipertensi sebaiknya juga memperbanyak konsumsi sayuran dan buah buahan yang kaya akan serat (Garnadi, 2012). Menurut Martha (2012), prinsip utama dalam melakukan pola makan sehat adalah gizi seimbang, dimana mengonsumsi beragam makanan yang seimbang yaitu : (1)Sumber karbohidrat (2)Sumber protein hewani (3)Sumber protein nabati : biji bijian. : ikan, unggas, putih telor, dan susu bebas lemak. : kacang kacangan dan kacang polong.

(4)Sumber vitamin dan mineral b. Penatalaksanaan farmakologi

: sayur dan buah buahan segar.

Dalam semua jenis hipertensi, obat-obatan hanya bisa menghilangkan gejalanya, tidak dapat mengobati penyebabnya. Jenis dan kuantitas obat yang diresepkan dalam pengobatan hipertensi berbeda dari satu pasien ke pasien lainnya. Jika tekanan darah hanya cukup tinggi, dokter mungkin meresepkan satu jenis obat saja, sedangkan pada kasus hipertensi serius ia mungkin meresepkan suatu kombinasi obat-obatan ( Wolff, 2006 ). Contoh obat-obat yang sering digunakan adalah golongan diuretik. Diuretik adalah golongan obat yang mekanisme kerjanya mengeluarkan cairan dan garam dari dalam tubuh melalui ginjal. Gejala yang biasa ditemui adalah peningkatan frekuensi miksi (berkemih). Contoh golongan obat diuretik adalah HCT (Hydro Chloro Tiazid) dan furosemid (Garnadi, 2012). Jenis obat lainnya adalah golongan ACE-Inhibitor. ACE-Inhibitor adalah golongan obat yang bermanfaat mencegah timbulnya serangan jantung pada pasien berisiko tinggi, pria lanjut usia, dan pengidap diabetes. Sekaligus mencegah pembesaran jantung. Mekanisme kerja dari ACE-Inhibitor adalah menurunkan tekanan darah dengan memblokade sistem renin-angiotensinaldosteron. Contoh golongan obat dari ACE-Inhibitor adalah kaptropril, lisinopril, enalapril dan ramipril (Garnadi, 2012). Obat jenis lainnya adalah golongan angiotensin II receptor blokers. Angiotensin II receptor blokers adalah golongan obat yang bermanfaat mencegah serangan jantung. Obat golongan ini lebih efektif dibandingkan dengan golongan beta blockers. Mekanisme kerja dari obat golongan tersebut adalah menurunkan tekanan darah dengan memblokade sistem renin-angiotensin-aldosteron di lokasi yang lebih spesifik. Contoh golongan obat dari angiotensin II receptor blokers adalah valsartan, termisartan, dan olmesartan (Garnadi, 2012). Adapun jenis obat lainnya adalah golongan beta blocker (penyekat beta). Beta blocker adalah golongan obat yang bermanfaat mengurangi beban jantung dalam memompa darah. Mekanisme kerja dari golongan beta blocker adalah menurunkan tekanan darah dengan memblokade aksi hormon adrenalin pada sistem saraf otonom sehingga menurunkan frekuensi jantung (heart rate) dan

curah jantung (heart output). Contoh golongan obat ini adalah propanolol dan atenolol (Garnadi, 2012). Kemudian obat jenis golongan calcium channel blocker berfungsi untuk menurunkan tekanan darah dengan memblokade kanal kalsium sehingga pembuluh darah melebar dan tekanan pembuluh darah menurun (Garnadi, 2012). 7. Komplikasi Hipertensi Menurut Ardiansyah (2012), komplikasi dari penyakit hipertensi adalah sebagai berikut : a. Stroke Stroke dapat timbul akibat perdarahan karena tekanan darah tinggi di otak atau akibat embolus yang terlepas dari pembuluh nonotak. Stroke dapat terjadi pada hipertensi kronis apabila arteri-arteri yang memperdarahi otak mengalami hipertrofi dan menebal, sehingga aliran darah ke daerah-daerah yang diperdarahinya arterosklerosis menjadi dapat berkurang. melemah, Arteri-arteri sehingga otak yang mengalami kemungkinan meningkatkan

terbentuknya aneurisma. b. Infark Miokardium Dapat juga terjadi infark miokardium apabila arteri koroner yang mengalami aterosklerotik tidak dapat menyuplai cukup oksigen ke miokardium atau apabila terbentuk thrombus yang dapat menghambat aliran darah melalui pembuluh tersebut. Karena terjadi hipertensi kronik dan hipertrofi ventrikel, maka kebutuhan oksigen miokardium tidak dapat dipenuhi dan dapat terjadi iskemia jantung yang menyebabkan infark. Demikian juga, hipertrofi ventrikel dapat menimbulkan perubahan-perubahan waktu hantaran listrik saat melintasi ventrikel, sehingga terjadi disritmia, hipoksia jantung, dan peningkatan risiko pembentukan pembekuan darah. c. Gagal Ginjal Dapat terjadi gagal ginjal karena kerusakan progresif akibat tekanan tinggi kapiler-kapiler glomerulus. Dengan rusaknya glomerulus, darah akan mengalir ke unit-unit fungsional ginjal, neuron akan terganggu, dan dapat berlanjut menjadi hipoksik dan kematian. Dengan rusaknya membrane glomerulus, protein akan

keluar melalui urine, sehingga tekanan osmotic koloid plasma berkurang. Hal ini menyebabkan edema yang sering dijumpai pada hipertensi kronik. d. Ensefalopati Ensefalopati (kerusakan otak) dapat terjadi terutama pada hipertensi maligna (hipertensi yang meningkat cepat). Tekanan yang sangat tinggi akibat kelainan ini menyebabkan peningkatan tekanan kapiler dan mendorong cairan ke dalam ruang intertisium di seluruh susunan saraf pusat. Akibatnya, neuron-neuron di sekitarnya menjadi kolaps dan terjadi koma serta kematian. e. Disfungsi Ereksi Salah satu keluhan yang dilontarkan kaum pria penderita hipertensi adalah disfungsi ereksi yang mereka alami. Penurunan fungsi seksual tersebut kondisi ini bertambah parah jika pria yang bersangkutan juga menderita diabetes dan mengalami obesitas (Lingga, 2012). B. Konsep Kepatuhan 1. Definisi Kepatuhan Kepatuhan adalah suatu kondisi yang tercipta dan berbentuk melalui proses dari serangkaian perilaku yang menunjukkan nilai-nilai ketaatan, kepatuhan, kesetiaan, keteraturan dan ketertiban. Sikap atau perbuatan yang dilakukan bukan lagi atau sama sekali tidak dirasakan sebagai beban, bahkan sebaliknya akan mebebani dirinya bila mana ia tidak dapat berbuat sebagaimana lazimnya (http://pengertian-kepatuhan.html). Kepatuhan adalah istilah yang menggambarkan penggunaan terapi obat kita persis sesuai dengan petunjuk pada resep. Ini mencakup penggunaan obat pada waktu yang benar dan mengikuti aturan makan tertentu (misalnya harus dipakai dengan perut kosong). (Ardinata, 2011). Jadi, jika dilihat dari kedua pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa kepatuhan memiliki arti serangkaian perilaku yang menunjukkan nilai-nilai ketaatan, kepatuhan yang menggambarkan penggunaan terapi obat kita persis sesuai dengan petunjuk pada resep. Ini mencakup penggunaan obat pada waktu yang benar dan mengikuti aturan makan tertentu. 2. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Kepatuhan

Berikut ini ditampilkan beberapa faktor yang mendukung kepatuhan pasien, jika faktor ini lebih besar dari pada hambatannya. Faktor-faktor tersebut diantaranya adalah : a. Pendidikan Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Pendidikan pasien dapat meningkatkan kepatuhan, sepanjang bahwa pendidikan tersebut merupakan pendidikan yang aktif seperti penggunaan buku-buku oleh pasien secara mandiri (Niven, 2002).

b. Akomodasi Suatu usaha harus dilakukan untuk memahami ciri kepribadian pasien yang dapat mempengaruhi kepatuhan. Sebagai contoh, pasien yang lebih mandiri harus dapat merasakan bahwa ia dilibatkan secara aktif dalam program pengobatan, sementara pasien yang lebih mengalami anseitas dalam menghadapi sesuatu, harus diturunkan dahulu tingkat anseitasnya dengan cara meyakinkan diaatau dengan teknik-teknik lain sehingga ia termotivasi untuk mengikuti anjuran pengobatan (Niven, 2002). c. Modifikasi faktor lingkungan dan sosial Hal ini berarti membangun dukungan sosial dari keluarga dan temanteman. Kelompok-kelompok pendukung dapat dibentuk untuk membantu kepatuhan terhadap program pengobatan seperti pengurangan berat badan, berhenti merokok dan menurunkan konsumsi alcohol (Niven, 2002). d. Perubahan model terapi Program pengobatan dapat dibuat sesederhana mungkin, dan pasien terlibat aktif dalam pembuatan program tersebut. Dengan cara ini komponenkomponen sederhana dalam program pengobatan dapat diperkuat, untuk

selajutnya dapat mematuhi komponen-komponen yang lebih kompleks (Niven, 2002). e. Meningkatkan interaksi profesional kesehatan dengan pasien Meningkatkan interaksi profesional kesehatan dengan pasien adalah suatu hal penting untuk memberikan umpan balik pada pasien setelah memperoleh infomasi tentang diagnosis. Suatu penjelasan penyebab penyakit dan bagaimana pengobatannya, dapat membantu meningkatkan kepercayaan pasien. Untuk melakukan konsultasi dan selanjutnya dapat membantu meningkatkan kepatuhan. Semakin baik pelayanan yang diberikan tenaga kesehatan, semakin teratur pula pasien melakukan pengobatan (Niven, 2002). f. Pengetahuan Pengetahuan merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu obyek tertentu, dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Menurut fungsinya pengetahuan merupakan dorongan dasar untuk ingin tahu, untuk mencari penalaran, dan untuk mengorganisasikan pengalamannya. Adanya unsur pengalaman yang semula tidak konsisten dengan apa yang diketahui oleh individu akan disusun, ditata kembali atau diubah sedemikian rupa, sehingga tercapai suatu konsistensi (Ardinata, 2011). g. Usia Usia adalah umur yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai saat akan berulang tahun. Semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berpikir dan bekerja. Dari segi kepercayaan, masyarakat yang lebih dewasa akan lebih dipercaya daripada orang yang belum cukup tinggi tingkat kedewasaannya. Hal ini sebagai akibat dari pengalaman dan kematangan jiwanya (Ardinata, 2011). h. Dukungan Keluarga Keluarga adalah unit terkecil masyarakat yang terdiri atas 2 orang atau lebih, adanya ikatan persaudaraan atau pertalian darah, hidup dalam satu rumah tangga berinteraksi satu sama lain, mempertahankan satu kebudayaan (Ardinata, 2011).

C. Kepatuhan Dalam Melaksanakan Program Terapi Pengertian dari tingkat kepatuhan pasien Hipertensi terhadap program terapi adalah usaha keras yang diperlukan pada pasien hipertensi untuk menjaga gaya hidup atau diit, aktivitasnya dan minum obat yang diresepkan oleh dokter secara teratur (Brunner & Suddarth, 2002). 1. Kepatuhan terhadap Olahraga Usaha yang dilakukan pasien hipertensi berupa aktivitas aerobik yang teratur guna memperbaiki perfoma jantung dan pembuluh darah, mengendalikan tekanan darah dan menjaga kestabilan tekanan darah. Durasi olahraga untuk setiap orang harus disesuaikan dengan kondisi fisik dari masing-masing orang. Lakukan aktivitas aerobik selama 30 menit dengan kondisi stamina tetap stabil (Lingga, 2012). Adapun kriteria kepatuhan pasien hipertensi dalam menjalankan program terapi aktivitas fisik dan olahraga yaitu : a) Menyelingi kerja dengan istirahat dan bermain b) Cukup tidur c) Berolahraga d) Mengatur jadwal kerja untuk menghilangkan tekanan yang terlalu banyak serta jam-jam yang panjang dan tidak teratur. e) Menghindari stres ektra dan pengeluaran tenaga berlebihan f) Menghindari jam-jam kerja yang panjang, bekerja pada malam hari, atau kerja shift g) Menyelingi dengan berjalan biasa, kira-kira 20-30 langkah, dengan 20-30 langkah jogging h) Mengendalikan reaksi seseorang terhadap faktor pencetus stres yang diketahui. i) Minum air putih yang banyak setelah berolahraga. 2. Kepatuhan terhadap Diet Hipertensi Salah satu cara yang harus ditaati oleh pasien hipertensi untuk mengatasi hipertensi tanpa efek samping yang serius, karena dengan melakukan diet hipertensi seperti mengkonsumsi buah-buahan, sayuran, biji-bijian dan

dikombinasikan dengan pengurangan konsumsi natrium dapat menurunkan tekanan darah lebih optimal. Adapun kriteria kepatuhan pasien hipertensi dalam menjalankan program terapi diet hipertensi yaitu : a) Lebih mudah makan dengan baik bila kita merencanakan hidangan yang akan kita makan, membaca label makanan dan menyimpan bahan-bahan yang sehat. b) Ketika masak, kurangi penggunaan garam (12 gr sehari) dan pakai sedikit atau tanpa lemak sama sekali (2 gr sehari). Gunakan cara lain untuk menambah rasa pada makanan seperti bawang, jamu, rempah-rempah. c) Ketika makan diluar, carilah hidangan yang rendah lemak dan garam, dan jangan takut mengajukan permintaan khusus. d) Menghindari makanan yang digoreng dan porsi berukuran ekstra besar, pilihlan satuan menu yang direbus atau dibakar. e) Memperbanyak mengkonsumsi buah dan sayuran segar guna memperoleh khasiat vitamin yang terkandung di dalamnya. f) Mengurangi minum-minuman beralkohol dan gula yang diproses, jika memilih minum alkohol, batasi jumlahnya menjadi satu kali minum per hari bila seorang wanita dan dua kali minum bila seorang laki-laki. g) Menghentikan atau mengurangi merokok. h) Mengurangi konsumsi kopi. i) Menjaga berat badan ideal atau berusaha menghindari pertambahan berat badan 3. Kepatuhan terhadap Obat-obatan Hipertensi Mengikuti pengobatan yang diresepkan secara lebih taat bagi pasien hipertensi yang menjalani terapi obat jangka panjang atau permanen. Pasien tahu efek samping dari pengobatan. Selain itu pasien juga harus tahu apa yang akan terjadi jika pasien mengabaikan atau melupakan terapi obat hipertensi yang diajalaninya (Wolff, 2006). Salah satu penilaian kepatuhan minum obat adalah dengan skala Morisky. Pada pertengahan 1980-an, Morisky dan rekan mengembangkan kuesioner singkat untuk membantu praktisi dalam prospektif memprediksi kepatuhan dengan obat

antihipertensi (Morisky, 1983). Adapun tingkat kepatuhan minum obat menurut Morisky adalah : a. Kepatuhan tinggi b. Kepatuhan sedang c. Kepatuhan rendah Adapun kriteria kepatuhan pasien hipertensi dalam menjalankan program terapi obat yaitu: a) Minum sesuai dengan waktu yang dianjurkan (setelah makan atau sebelum makan) b) Tidak menghentikan minum obat sebelum mendapat indikasi dari dokter c) Tidak mengubah dosis obat tanpa izin dokter Tidak berhenti minum obat antihipertensi secara tiba-tiba. BAB III KERANGKA KONSEP A. Kerangka Konsep Kerangka konsep penelitian adalah suatu hubungan atau ikatan antara konsep satu terhadap konsep lainnya dari masalah yang ingin di teliti (Setiadi, 2013). Kerangka konsep penelitian dijabarkan sebagai berikut :
Faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya hipertensi primer : 1. Genetik 2. Usia, ras dan jenis kelamin 3. Berat badan 4. Asupan garam 5. Stres Faktor yg mempengaruhi tk. kurang: sehat kepatuhan 1. 2. 3. 4. 5. Pendidikan Akomodasi Modifikasi faktor lingkungan dan sosial Perubahan model terapi Meningkatkan interaksi profesional kesehatan dengan pasien Pengetahuan Usia Dukungan keluarga Hipertensi Primer Karakteristik px HT: 1. Umur 2. Jenis Kelamin 3. Pendidikan

6. Gaya hidup yang

Program terapi hipertensi: 1. Olahraga 2. Diet Makanan 3. Obat-obat

6. 7. 8.

Kepatuhan terhadap program terapi hipertensi

Gambar 1 Kerangka Konsep Gambaran Tingkat Kepatuhan Pasien Hipertensi dalam Pelaksanaan Program Terapi di Poliklinik Interna RSUP Sanglah Tahun 2013 Keterangan : = = = Variabel yang diteliti Varibel yang tidak diteliti Alur pikir

B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 1. Variabel Penelitian Variabel merupakan karakteristik yang diamati yang mempunyai variasi nilai dan merupakan operasionalisasi dari suatu konsep agar dapat diteliti secara empiris atau ditentukan tingkatannya (Setiadi, 2013). Variabel pada penelitian ini adalah tingkat kepatuhan pasien hipertensi dalam pelaksanaan program terapi di Poliklinik Interna RSUP Sanglah Tahun 2013. 2. Definisi Operasional Definisi operasional adalah penjelasan semua variabel dan istilah yang akan digunakan dalam penelitian secara operasional sehingga akhirnya mempermudah pembaca dalam mengartikan makna penelitian (Setiadi, 2013). Untuk menghindari perbedaan persepsi, maka perlu disusun definisi operasional yang merupakan penjelasan lanjut dari variabel sebagai berikut:

Tabel 2 Definisi Operasional Variabel Penelitian Gambaran Tingkat Kepatuhan Pasien Hipertensi dalam Pelaksanaan Program Terapi di Poliklinik Interna RSUP Sanglah Tahun 2013 Definisi Operasional Variabel 2 Kepatuhan pasien dalam

Variabel 1 Tingkat

Alat Ukur 3

Skala 5 Ordinal a. Kepatuhan tinggi, jika jumlah skor jawaban tentang kuesioner kepatuhan

yang Kuisioner

Kepatuhan Pasien dilakukan Hipertensi dalam hipertensi Pelaksanaan Program Terapi terapi berupa : a. Kepatuhan meliputi

menjalankan program

dalam aktivitas

olahraga 6-8 poin b. Kepatuhan sedang, jika jumlah skor kuesioner kepatuhan 3-5 poin c. Kepatuhan rendah, jika jumlah skor kuesioner kepatuhan 0-2 poin jawaban tentang olahraga jawaban tentang olahraga

terapi olahraga yang aerobik yang teratur (jalan kaki, jogging, bersepeda menimbulkan refreshing menyenangkan menjaga tekanan membantu memperlancar darah b. Kepatuhan yang meliputi aliran dalam Kuisioner diet darah dan kesan dan guna dan kestabilan berenang) yang dapat

Ordinal a. Kepatuhan tinggi, jika jumlah skor

terapi diet hipertensi

rendah garam dan diet sehat dan diet DASH (Dietary Approaches to stop Hypertension) yaitu garam mengonsumsi untuk mengonsumsi dan buahmakanan yang rendah

jawaban tentang

kuesioner kepatuhan

diet 6-8 poin b. Kepatuhan sedang, jika jumlah skor keisioner poin c. Kepatuhan rendah, jika jumlah skor kuesioner poin Ordinal a. Kepatuhan tinggi, jika jumlah skor jawaban tentang kuesioner kepatuhan jawaban tentang jawaban tentang

kepatuhan diet 3-5

buahan dan sayuran mengatasi hipertensi tanpa efek samping yang serius

kepatuhan diet 0-2 c. Kepatuhan terapi yang yang dalam Kuisioner meliputi diresepkan

obat-obatan

mengikuti pengobatan secara lebih taat bagi pasien hipertensi yang menjalani terapi obat jangka panjang atau permanen dan menghentikan pengobatan tiba-tiba yang tidak meliputi dosis, jadwal,

minum obat 3-4 poin b. Kepatuhan sedang, jika jumlah skor kuesioner kepatuhan obat 1-2 poin c. Kepatuhan rendah, jika jumlah skor kuesioner kepatuhan jawaban tentang minum jawaban tentang minum

obat 0 poin

BAB IV METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Dalam penelitian ini menggunakan desain penelitian deskriptif dimana penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan (memaparkan) peristiwa-peristiwa urgen yang terjadi pada masa kini. Deskripsi peristiwa dilakukan secara sistematik dan lebih menekankan pada data faktual daripada penyimpulan. Dalam penelitian ini tidak diperlukan adanya hipotesis karena peneliti hanya menyajikan fenomena secara apa adanya dan tidak mencoba menganalisis bagaimana dan mengapa fenomena tersebut bisa terjadi (Nursalam, 2003) B. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan di Poliklinik Interna RSUP Sanglah. Tempat ini dipilih karena memenuhi kriteria sampel penelitian. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan September sampai dengan Oktober tahun 2013. C. Populasi dan Sampel Penelitian 1. Populasi Penelitian Populasi adalah keseluruhan dari subyek dan objek dengan karakteristik yang dimiliki oleh populasi (Nursalam, 2003). Populasi dalam penelitian ini

adalah semua pasien Hipertensi yang berkunjung di Poliklinik Interna RSUP Sanglah. 2. Sampel Penelitian Sampel merupakan bagian dari populasi yang akan diteliti atau sebagian jumlah dari karakteristik yang dimiliki oleh populasi (Nursalam, 2003). Kriteria inklusi merupakan kriteria dimana subjek penelitian dapat mewakili dalam sampel penelitian yang memenuhi syarat sebagai sampel. Sedangkan kriteria eksklusi adalah mengeluarkan karakteristik-karakteristik sampel yang tidak kita harapkan (Nursalam, 2003). Kriteria Inklusi dalam penelitian ini adalah : a. Pasien hipertensi dengan jenis hipertensi primer b. Pasien yang mendapatkan program terapi hipertensi di Poliklinik Interna RSUP Sanglah. c. Pasien hipertensi yang umurnya 25 sampai lebih dari 65 tahun d. Pasien hipertensi yang bersedia untuk diteliti e. Pasien hipertensi yang dapat membaca dan menulis Kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah : a. Pasien hipertensi dengan penyakit penyerta lain atau komplikasi seperti : penyakit ginjal dan jantung b. Pasien hipertensi yang tidak bersedia diteliti c. Pasien hipertensi yang tidak bisa baca dan tulis 3. Sampling Sampling adalah suatu proses dalam menyeleksi porsi dari suatu populasi untuk dapat mewakili populasi. Teknik sampling merupakan cara-cara yang ditempuh dalam pengambilan sampel, agar memperoleh sampel yang benar-benar sesuai dengan keseluruhan subjek penelitian (Nursalam, 2003). Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah Non Probability Sampling yaitu Consecutive Sampling, di mana sampel yang dipilih adalah setiap pasien hipertensi yang memenuhi kriteria inklusi dimasukkan sebagai sampel penelitian sampai kurun waktu tertentu hingga jumlah responden

yang diperlukan terpenuhi (Nursalam, 2003). Menurut Notoatmodjo (2005), untuk populasi kecil atau lebih kecil dari 10.000, dapat menggunakan formula :

Keterangan : N = Besar Populasi n = Besar Sampel d = Tingkat kepercayaan / ketepatan yang diinginkan (0,05) Berdasarkan data dari RSUP Sanglah didapatkan data jumlah penderita hipertensi tahun 2012 sebanyak 663 orang. Jadi rata-rata jumlah penderita hipertensi dalam satu bulan adalah 55 orang. Jika data tersebut dimasukan ke dalam formula di atas, maka :

= 48,35 = 48 responden Dalam penelitian ini, peneliti menentukan jumlah sampel sebanyak 48 responden yang terdiri dari seluruh pasien yang melakukan rawat jalan di Poliklinik Interna RSUP Sanglah yang memenuhi kriteria inklusi. D. Jenis dan Cara Pengumpulan Data 1. Jenis Data yang Dikumpulkan Dalam penelitian ini data yang dikumpulkan adalah data primer berupa data kepatuhan pada terapi olahraga, diet hipertensi, dan obat-obatan yang diperoleh melalui pengisian kuesioner oleh responden. 2. Cara Pengumpulan Data Data dikumpulkan langsung dengan menggunakan angket. Langkahlangkah pengumpulan data yaitu dengan pendekatan formal kepada petugas di Poliklinik Interna RSUP Sanglah dalam mencari sampel penelitian, kemudian melakukan pemilihan kriteria inklusi dan terakhir pendekatan secara informal kepada sampel yang diteliti dengan menjelaskan maksud dan tujuan penelitian, memberikan lembar persetujuan dan jika subjek bersedia untuk diteliti maka harus

menandatangani lembar persetujuan dan jika subjek menolak untuk diteliti maka peneliti tidak akan memaksa dan menghormati hak responden. 3. Instrumen Pengumpulan Data Data kepatuhan pada olahraga, kepatuhan pada diet hipertensi, kepatuhan pada program pengobatan dikumpulkan dengan kuesioner. Kuesioner dikembangkan berdasarkan konsep kepatuhan pada olahraga menurut Lingga (2012), konsep kepatuhan pada diet hipertensi menurut Lingga (2012), dan konsep kepatuhan pada program pengobatan menurut Wolff (2006). Dalam kuesioner tersebut terdiri dari dua bagian yaitu karakteristik responden dan daftar pertanyaan tentang kepatuhan dalam menjalankan program terapi. Dalam kuesioner tentang karakteristik responden memuat tentang umur, jenis kelamin, pendidikan dan pekerjaan. Sedangkan daftar pertanyaan tentang kepatuhan dalam menjalankan program terapi pada pasien hipertensi memuat 20 pertanyaan dengan bentuk pertanyaan tertutup dan menggunakan skala Gutman dengan dua alternative jawaban yaitu ya dan tidak dimana responden menjawab sesuai dengan pendapatnya sendiri. Pertanyaan nomor 1-8 memuat pertanyaan tentang kepatuhan dalam terapi olahraga, pertanyaan nomor 9-16 memuat pertanyaan tentang kepatuhan dalam terapi diet hipertensi, dan pertanyaan nomor 17-20 memuat pertanyaan tentang kepatuhan dalam terapi pengobatan. Untuk pertanyaan positif masing-masing jawaban memiliki skor, ya = 1 dan tidak = 0 sedangkan untuk pertanyaan negatif masing-masing jawaban memiliki skor, ya = 0 dan tidak = 1. Setelah responden mengisi kuesioner sesuai dengan penelitian responden tentang dirinya dan sesuai dengan petunjuk yang telah diberikan maka didapatkan: 1. Kepatuhan terhadap olahraga a. Kepatuhan tinggi, jika jumlah skor jawaban kuesioner tentang kepatuhan olahraga 6-8 poin b. Kepatuhan sedang, jika jumlah skor jawaban kuesioner tentang kepatuhan olahraga 3-5 poin

c. Kepatuhan rendah, jika jumlah skor jawaban kuesioner tentang kepatuhan olahraga 0-2 poin 2. Kepatuhan terhadap diet hipertensi a. Kepatuhan tinggi, jika jumlah skor jawaban kuesioner tentang diet hipertensi 68 poin b. Kepatuhan sedang, jika jumlah skor jawaban kuesioner tentang diet hipertensi 3-5 poin c. Kepatuhan rendah, jika jumlah skor jawaban kuesioner tentang diet hipertensi 0-2 poin 3. Kepatuhan terhadap pengobatan a. Kepatuhan tinggi, jika jumlah skor jawaban kuesioner tentang pengobatan 3-4 poin b. Kepatuhan sedang, jika jumlah skor jawaban kuesioner tentang pengobatan 1-2 poin c. Kepatuhan rendah, jika jumlah skor jawaban kuesioner tentang pengobatan 0 poin 4. Kepatuhan terhadap ketiga program terapi a. Kepatuhan tinggi, jika jumlah skor jawaban kuesioner 14-20 poin atau 80100% b. Kepatuhan sedang, jika jumlah skor jawaban kuesioner 7-13 poin atau 40-70% c. Kepatuhan rendah, jika jumlah skor jawaban kuesioner 0-6 poin atau 0-30% E. Pengolahan dan Analisa Data 1. Teknik pengolahan data Langkah-langkah teknik pengolahan data yaitu (Setiadi, 2013) : a. Editing Dengan memeriksa dan menyesuaikan data-data yang telah diperoleh yaitu mengecek dan memperjelas nama dan kelengkapan data identitas responden, isi instrumen pengisian kuesioner. b. Coding Dengan memberikan kode-kode pada data-data yang diperoleh sesuai

dengan rencana yaitu tiap responden diberikan kode R dari nomor 1,2,3...dst (misalnya : responden nomor 3 diberi kode R3). c. Entry Kegiatan memasukkan data ke dalam program komputer untuk memudahkan mencari data bila data tersebut diperlukan lagi dan mencegah risiko kehilangan data. d. Cleaning Kuesioner yang sudah terkumpul diberi kode selanjutnya dientry untuk diperiksa kembali. Bila ditemukan kesalahan maka dicocokan kembali dengan melihat variabel apakah data sudah benar atau belum. 2. Analisa Data Teknik analisa data yang digunakan adalah analisa statistik deskriptif. Frekuensi distribusi digunakan untuk mengorganisasi data secara sistematis dalam bentuk angka yang paling rendah ke yang paling tinggi. Jawaban dari responden pada kuesioner tingkat kepatuhan terapi dilakukan scoring. Pemberian skor dari tingkat kepatuhan untuk masing-masing pertanyaan tersebut berdasarkan skala Guttman yaitu : 1. Kepatuhan terhadap terapi olahraga memuat 8 pertanyaan positif : a. Skor 0 : bila responden menjawab tidak b. Skor 1 : bila responden menjawab ya 2. Kepatuhan terhadap diet hipertensi memuat 8 pertanyaan positif : a. Skor 0 : bila responden menjawab tidak b. Skor 1 : bila responden menjawab ya 3. Kepatuhan terhadap pengobatan memuat 4 pertanyaan negatif : a. Skor 0 : bila responden menjawab ya b. Skor 1 : bila responden menjawab tidak Penilaian pada masing-masing item kepatuhan terapi dilakukan dengan rumus sebagai berikut : P=
a x 100 % b

Keterangan :

P = persentase hasil kepatuhan pasien terhadap pengobatan a = jumlah jawaban yang benar b = jumlah pertanyaan (Setiadi, 2007) 1. Kepatuhan terhadap olahraga a. Kepatuhan tinggi, jika jumlah skor jawaban kuesioner tentang kepatuhan olahraga 6-8 poin b. Kepatuhan sedang, jika jumlah skor jawaban kuesioner tentang kepatuhan olahraga 3-5 poin c. Kepatuhan rendah, jika jumlah skor jawaban kuesioner tentang kepatuhan olahraga 0-2 poin 2. Kepatuhan terhadap diet hipertensi a. Kepatuhan tinggi, jika jumlah skor jawaban kuesioner tentang diet hipertensi 68 poin b. Kepatuhan sedang, jika jumlah skor jawaban kuesioner tentang diet hipertensi 3-5 poin c. Kepatuhan rendah, jika jumlah skor jawaban kuesioner tentang diet hipertensi 0-2 poin 3. Kepatuhan terhadap pengobatan a. Kepatuhan tinggi, jika jumlah skor jawaban kuesioner tentang pengobatan 3-4 poin b. Kepatuhan sedang, jika jumlah skor jawaban kuesioner tentang pengobatan 1-2 poin c. Kepatuhan rendah, jika jumlah skor jawaban kuesioner tentang pengobatan 0 poin 4. Kepatuhan terhadap ketiga program terapi a. Kepatuhan tinggi, jika jumlah skor jawaban kuesioner 14-20 poin atau 80100% b. Kepatuhan sedang, jika jumlah skor jawaban kuesioner 7-13 poin atau 40-70% c. Kepatuhan rendah, jika jumlah skor jawaban kuesioner 0-6 poin atau 0-30%

Anda mungkin juga menyukai