Anda di halaman 1dari 31

LEPTOSPIROSIS

DEFINISI

Leptospirosis adalah penyakit infeksi. Penyakit ini disebabkan oleh leptospira patogenik dan memiliki manifestasi klinis yang luas, bervariasi mulai dari infeksi yang tiak jelas sampai fulminan dan fatal. Pada jenis yang ringan, leptospirosis dapat muncul seperti influenza dengan sakit kepala dan myalgia. Leptospirosis yang berat, ditandai oleh jaundice, disfungsi renal dan diatesis hemoragik, dikenal dengan Weils syndrome.

EPIDEMIOLOGI

Leptospirosis adalah suatu penyakit zoonosis yang tersebar di seluruh dunia, disemua benua kecuali Antartika, namun terbanyak didapati didaerah tropis. Penularan leptospirosis pada manusia ditularkan oleh hewan yang terinfeksi kuman leptospira. Binatang pengerat terutama tikus merupakan vektor yang paling banyak. Tikus merupakan vektor utama dari L. icterohaemorrhagica penyebab leptospirosis pada manusia. Dalam tubuh tikus kuman leptospira akan menetap dan membentuk koloni serta berkembang biak di dalam epitel tubus ginjal tikus dan secara terus dikeluarkan melalui urin saat berkemih. International Leptospirosis Society menyatakan Indonesia sebagai Negara dengan insidens leptospirosis tinggi dan peringkat ketiga dunia untuk mortalitas.

CARA PENULARAN

Penularan leptospirosis dapat secara langsung dan tidak langsung. Penularan langsung dapat terjadi melalui darah, urin, atau cairan tubuh lain yang mengandung kuman leptospira masuk ke dalam tubuh pejamu; dari hewan ke manusia merupakan penyakit akibat pekerjaan; dan dari manusia ke manusia meskipun jarang Penularan tidak langsung terjadi melalui kontak dengan genangan air, sungai, danau, selokan saluran air dan lumpur yang telah tercemar urin binatang yang terinfeksi leptospira. Infeksi tersebut terjadi jika terdapat luka / erosi pada kulit atau selaput lendir.

Terpapar lama pada genangan air yang terkontaminasi terhadap kulit yang utuh juga dapat menularkan leptospira. Oleh karena leptospira diekskresi melalui urin dan dapat bertahan hidup berbulan-bulan, maka air memang peranaa penting sebagai alat transmisi.

ETIOLOGI

Leptospirosis disebabkan oleh genus leptospira, famili treponemataceae, suatu mikroorganisme spirocheata. Secara sederhana, genus leptospira terdiri atas dua spesies yaitu : L. intterogans yang patogen dan L. Biflexa yang hidup bebas (non patogen atau saprofit). Kuman Leptospira bersifat aquatic micro-organism dan slow growing anaerobes, bentuknya berpilin seperti spiral, tipis, organisme yang dapat bergerak cepat dengan kait diujungnya dan 2 flagella periplasmik yang dapat menembus ke jaringan. Panjangnya 6-20 m dan lebar 0,1 m. Kuman ini sangat halus tapi dapat dilihat dengan mikroskop lapangan gelap dan pewarnaan perak. Kuman leptospira dapat hidup di air tawar selama kurang lebih 1 bulan. Tetapi dalam air laut, selokan dan air kemih yang tidak diencerkan akan cepat mati. Kuman leptospira hidup dan berkembang biak ditubuh hewan. Semua hewan bias terjangkiti. Paling banyak tikus dan hewan pengerat lainnya, selain hewan ternak, hewan peliharaan dan hewan liar pun dapat terjangkiti.

PATOGENESIS

Leptospira masuk ke dalam tubuh melalui kulit atau selaput lender, memasuki aliran darah dan berkembang, lalu menyebar secara luas ke jaringan tubuh. Kemudian terjadi respon imunologi baik secara seluler maupun humoral sehingga infeksi ini dapat ditekan dan terbentuk antibodi spesifik. Walaupun demikian beberapa organisme ini masih bertahan pada daerah yang terisolasi secara imunologi seperti dalam ginjal dimana sebagian mikroorganisme akan mencapai convoluted tubules, bertahan disana dan dilepaskan melalui urin. Leptospira dapat dijumpai dalam air kemih sekitar 8 hari sampai beberapa minggu setelah infeksi dan sampai berbulanbulan bahkan bertahun-tahun kemudian. Leptospira dapat dihilangkan dengan fagositosis dan mekanisme humoral. Kuman ini dengan cepat lenyap dari darah setelah terbentuknya agglutinin. Setelah fase leptospiremia 4-7 hari, mikroorganisme hanya dapat ditemukan dalam jaringan ginjal dan okuler. Leptospiruria berlangsung 1-4 minggu. Tiga mekanisme yang terlibat pada patogenese leptospirosis : invasi bakteri langsung, factor inflamasi non spesifik, dan reaksi imunologi.

PATOLOGI

Dalam perjalanan pada fase leptospiremia, leptospira melepaskan toksin yang bertanggung jawab atas terjadinya keadaan patologi pada beberapa organ. Lesi yang muncul terjadi karena kerusakan pada lapisan endotel kapiler. Pada leptospirosis terdapat perbedaan antara derajat gangguan fungsi organ dengan kerusakan secara histiologik. Pada leptospirosis lesi histologis yang ringan ditemukan pada ginjal dan hati pasien dengan kelainan fungsional yang nyata dari organ tersebut. Perbedaan ini menunjukkan bahwa kerusakan bukan pada struktur organ. Lesi inflamasi menunjukkan edema dan infiltrasi sel monosit, limfosit dan sel plasma. Pada kasus yang berat terjadi kerusakan kapiler dengan perdarahan yang luas dan disfungsi hepatoseluler dengan retensi bile. Selain di ginjal leptospira juga dapat bertahan pada otak dan mata. Leptospira dapat masuk kedalam cairan serebrospinalis pada fase leptospiremia. Hal ini akan menyebabkan meningitis yang merupakan gangguan neurologi terbanyak yang terjadi sebagai komplikasi leptospirosis. Organ-organ yang sering dikenai leptospira adalah ginjal, hati, otot dan pembuluh darah. Kelainan spesifik pada organ :

1. Ginjal Interstitial nefritis dengan infiltrasi sel mononuclear merupakan bentuk lesi pada leptospirosis yang dapat terjadi tanpa gangguan fungsi ginjal. Gagal ginjal terjadi akibat tubular nekrosis akut. Adanya peranan nefrotoksin, reaksi imunologis, iskemia ginjal, hemolisis dan invasi langsung mikroorganisme juga berperan menimbulkan kerusakan ginjal.

2. Hati Hati menunjukkan nekrosis sentilobuler fokal dengan infiltrasi sel limfosit fokal dan proliferasi sel kupfer dengan kolestasis. Pada kasus-kasus yang diotopsi, sebagian ditemukan leptospira dalam hepar. Biasanya organisme ini terdapat diantara sel-sel parenkim.

3. Jantung Epikardium, endokardium dan miokardium dapat terlibat. Kelainan

miokardium dapat fokal atau difus berupa interstitial edema dengan infiltrasi sel mononuclear dan plasma. Nekrosis berhubungan dengan infiltrasi neutrofil. Dapat terjadi perdarahan fokal pada miokardium dan endokarditis.

4. Otot rangka Pada otot rangka, terjadi perubahan-perubahan berupa local nekrotis, vakuolisasi dan kehilangan striata. Nyeri otot yang terjadi pada leptospira disebabkan invasi langsung leptospira. Dapat juga ditemukan antigen leptospira pada otot.

5. Mata Leptospira dapat masuk ruang anterior dari mata selama fase leptospiremia dan bertahan beberapa bulan walaupun antibody yang terbentuk cukup tinggi. Hal ini akan menyebabkan uveitis.

6. Pembuluh darah Terjadi perubahan pada pembuluh darah akibat terjadinya vaskulitis yang akan menimbulkan perdarahan. Sering ditemukan perdarahan/pteki pada mukosa, permukaan serosa dan alat-alat viscera dan perdarahan bawah kulit

7. Susunan saraf pusat Leptospira mudah masuk kedalam cairan cerebrospinal (CSS) dan dikaitkan dengan terjadinya meningitis. Meningitis terjadi sewaktu terbentuknya respon antibody, tidak pada saat memasuki CSS. Diduga bahwa terjadinya meningitis diperantarai oleh mekanisme imunologis. Terjadi penebalan meninges dengan sedikit peningkatan sel mononuclear arakhnoid. Meningitis yang terjadi adalah meningitis aseptic, biasanya paling sering disebabkan oleh L. canicola.

8. Weil Disease Weil disease adalah leptospirosis berat yang ditandai dengan ikterus, biasanya disertai perdarahan, anemia, azotemia, gangguan kesadaran dan demam tipe kontinua. Penyakit weil ini biasanya terdapat pada 1-6% kasus dengan leptospirosis. Penyebab weil disease adalah serotype icterohaemorragica pernah juga dilaporkan oleh serotype copanhageni dan bataviae. Gambaran klinis bervariasi berupa gangguan renal, hepatic, atau disfungsi vascular.

MANIFESTASI KLINIK Masa inkubasi penyakit ini berkisar antara 2 26 hari, biasanya 7 - 13 hari dan ratarata 10 hari.

Gambaran klinik pada leptospirosis : Yang sering: demam, menggigil, sakit kepala, meningismus, anoreksia, mialgia, conjungtivitis, mual, muntah, nyeri abdomen, ikterus, hepatomegali, ruam kulit, fotofobia. Yang jarang: pneumonitis, hemaptoe, delirium, perdarahan, diare, edema,

splenomegali, artralgia, gagal ginjal, periferal neuritis, pankreatitis, parotitis, epididimytis, hematemesis, asites, miokarditis.

Leptospirosis mempunyai 2 fase penyakit yang khas ( bifasik ) leptospiremia/septikemia dan fase imun.

yaitu fase

Fase Leptospiremia / fase septikemia (4-7 hari) Fase leptospiremia adalah fase ditemukannya leptospira dalam darah dan css,

berlangsung secara tiba-tiba dengan gejala awal sakit kepala biasanya di frontal, rasa sakit pada otot yang hebat terutama pada paha, betis dan pingang disertai nyeri tekan pada otot tersebut. Mialgia dapat di ikuti dengan hiperestesi kulit, demam tinggi yang disertai mengigil, juga didapati mual dengan atau tanpa muntah disertai mencret, bahkan pada sekitar 25% kasus disertai penurunan kesadaran. Pada pemeriksaan keadaan sakit berat, bradikardi relatif, dan ikterus (50%). Pada hari ke 3-4 dapat di jumpai adanya conjungtivitis dan fotophobia. Pada kulit dapat dijumpai rash yang berbentuk macular, makulopapular atau urtikaria. Kadang-kadang dijumpai splenomegali, hepatomegali, serta limfadenopati. Fase ini berlangsung 4-7 hari. Jika cepat di tangani pasien akan membaik, suhu akan kembali normal, penyembuhan organ-organ yang terlibat dan fungsinya kembali normal 3-6 minggu setelah onset. Pada keadaan sakit yang lebih berat demam turun setelah 7 hari diikuti oleh bebas demam selama 1-3 hari, setelah itu terjadi demam kembali. Keadaan ini disebut fase kedua atau fase imun.

Fase Imun (minggu ke-2) Fase ini disebut fase immune atau leptospiruric sebab antibodi dapat terdeteksi

dalam sirkulasi atau mikroorganisme dapat diisolasi dari urin, namun tidak dapat ditemukan dalam darah atau cairan serebrospinalis. Fase ini muncul sebagai konsekuensi dari respon imun tubuh terhadap infeksi dan berakhir dalam waktu 30 hari atau lebih. Gejala yang muncul lebih bervariasi dibandingkan dengan gejala pada fase pertama. Berbagai gejala tersebut biasanya berlangsung selama beberapa hari, namun ditemukan juga beberapa kasus dengan gejala penyakit bertahan sampai beberapa minggu. Demam dan mialgia pada fase yang ke-2 ini tidak begitu menonjol seperti pada fase pertama. Sekitar 77% pasien dilaporkan mengalami nyeri kepala hebat yang nyaris tidak dapat dikonrol dengan preparat analgesik. Nyeri kepala ini seringkali merupakan tanda awal dari meningitis.

Anicteric disesase ( meningitis aseptik ) merupakan gejala klinik paling utama yang menandai fase imun anicteric Gejala dan keluhan meningeal ditemukan pada sekitar 50 % pasien. Namun, cairan cerebrospinalis yang pleiositosis ditemukan pada sebagian besar pasien. Gejala meningeal umumnya menghilang dalam beberapa hari atau dapat pula menetap sampai beberapa minggu. Meningitis aseptik ini lebih banyak dialami oleh kasus anak-anak dibandingkan dengan kasus dewasa

Icteris disease merupakan keadaan di mana leptospira dapat diisolasi dari darah selama 24-48 jam setelah warna kekuningan timbul. Gejala yang ditemukan adalah nyeri perut disertai diare atau konstipasi ( ditemukan pada 30 % kasus ), hepatosplenomegali,mual, muntah dan anoreksia. Uveitis ditemukan pada 2-10 % kasus, dapat ditemukan pada fase awal atau fase lanjut dari penyakit. Gejala iritis, iridosiklitis dan khorioretinitis ( komplikasi lambat yang dapat menetap selama beberapa tahun ) dapat muncul pada minggu ketiga namun dapat pula muncul beberapa bulan setelah awal penyakit.

Komplikasi

mata

yang paling sering ditemukan

adalah

hemoragia

subconjunctival, bahkan leptospira dapat ditemukan dalam cairan aquaeous. Keluhan dan gejala gangguan ginjal seperti azotemia, piuria, hematuria, proteinuria dan oliguria ditemukan pada 50 % kasus. Manifestasi paru ditemukan pada 20-70 %

kasus. Selain itu, limfadenopati, bercak kemerahan dan nyeri otot juga dapat ditemukan. Fase Penyembuhan / Fase reconvalesence (minggu ke 2-4)

Demam dan nyeri otot masih bisa dijumpai yang kemudian berangsur-angsur hilang.

1. Leptospirosis anikterik 90% dari seluruh kasus leptospirosis di masyarakat. Perjalanan penyakit leptospirosis anikterik maupun ikterik umumnya bifasik karena mempunyai 2 fase, yaitu : a. Fase leptospiremia/fase septikemia - Organisme bakteri dapat diisolasi dari kultur darah, cairan serebrospinal dan sebagian besar jaringan tubuh. - Selama fase ini terjadi sekitar 4-7 hari, penderita mengalami gejala nonspesifik seperti flu dengan beberapa variasinya. - Karakteristik manifestasi klinis : demam, menggigil kedinginan, lemah dan nyeri terutama tulang rusuk, punggung dan perut. - Gejala lain : sakit tenggorokan, batuk, nyeri dada, muntah darah, ruam, sakit kepala regio frontal, fotofobia, gangguan mental, dan gejala lain dari meningitis.

b. Fase imun atau leptospirurik - sirkulasi antibodi dapat dideteksi dengan isolasi kuman dari urine dan mungkin tidak dapat didapatkan lagi pada darah atau cairan serebrospinalis. - Fase ini terjadi karena akibat respon pertahanan tubuh terhadap infeksi dan terjadi pada 0-30 hari atau lebih. - Gangguan dapat timbul tergantung manifestasi pada organ tubuh yang timbul seperti gangguan pada selaput otak, hati, mata atau ginjal.

Manifestasi klinik terpenting leptospirosis anikterik : meningitis aseptik yang tidak spesifik sehingga sering tidak terdiagnosis.

Pasien leptospirosis anikterik jarang diberi obat, karena keluhannya ringan, gejala klinik akan hilang dalam kurun waktu 2 sampai 3 minggu.

Merupakan penyebab utama fever of unknown origin di beberapa negara Asia seperti Thailand dan Malaysia.

Adanya conjunctival suffusion dan nyeri tekan di daerah betis, limfadenopati, splenomegali, hepatomegali dan ruam makulopapular dapat ditemukan meskipun jarang.

Kelainan mata berupa uveitis dan iridosiklitis dapat dijumpai pada pasien leptospirosis anikterik maupun ikterik.

2. Leptospirosis ikterik Demam dapat persisten dan fase imun menjadi tidak jelas atau nampak tumpang tindih dengan fase septikemia. Keberadaan fase imun dipengaruhi oleh jenis serovar dan jumlah kuman leptospira yang menginfeksi, status imunologi, status gizi pasien dan kecepatan memperoleh terapi yang tepat. Pasien tidak mengalami kerusakan hepatoselular, bilirubin meningkat, kadar enzim transaminase serum hanya sedikit meningkat, fungsi hati kembali normal setelah pasien sembuh. Leptospirosis sering menyebabkan gagal ginjal akut, ikterik dan manifestasi perdarahan, yang merupakan gambaran klinik khas penyakit Weil. Azotemia, oliguria atau anuria umumnya terjadi dalam minggu kedua tetapi dapat ditemukan pada hari ketiga perjalanan penyakit. Pada leptospirosis berat, abnormalitas pencitraan paru sering dijumpai meskipun pada pemeriksaan fisik belum ditemukan kelainan. Pencitraan yang paling sering ditemukan adalah patchy alveolar pattern yang berhubungan dengan perdarahan alveoli yang menyebar sampai efusi pleura. Kelainan pencitraan paru umumnya ditemukan pada lobus perifer paru bagian bawah. Komplikasi berat seperti miokarditis hemoragik, kegagalan fungsi beberapa organ, perdarahan masif dan Adult Respiratory Distress

Syndromes (ARDS) merupakan penyebab utama kematian yang hampir semuanya terjadi pada pasien-pasien dengan leptospirosis ikterik. Penyebab kematian leptospirosis berat : koma uremia, syok septikemia, gagal kardiorespirasi dan syok hemoragik. Faktor-faktor prognostik yang berhubungan dengan kematian pada pasien leptospirosis hdala oliguria terutama oliguria renal,

hiperkalemia, hipotensi, ronkhi basah paru, sesak nafas, leukositosis (leukosit > 12.900/mm3), kelainan Elektrokardiografi (EKG)

menunjukkan repolarisasi, infiltrat pada foto pencitraan paru. Kelainan paru pada leptospirosis berkisar antara 20-70% pada umumnya ringan berupa batuk, nyeri dada, hemoptisis, meskipun dapat juga terjadi Adult Respiratory Distress Sndromes (ARDS) dan fatal. Manifestasi klinik sistem kardiovaskular pada leptospirosis dapat berupa miokarditis, gagal jantung kongestif, gangguan irama jantung.

Tabel perbedaan gambaran klinik leptospirosis anikterik dan ikterik :

Sindroma, Fase Leptospirosis anikterik * Fase leptospiremia (3-7 hari)

Gambaran klinik

Spesimen laboratorium

Demam

tinggi,

nyeri

kepala,

Darah, cairan serebrospinal

mialgia, nyeri perut, mual, muntah, conjunctival suffusion. Fase imun (3-30 hari) Demam ringan, nyeri kepala, urin

muntah, meningitis aseptik Leptospirosis ikterik Fase leptospiremia dan fase imn (sering menjadi satu atau tumpang tindih) Demam, nyeri kepala, mialgia, ikterik, gagal ginjal, hipotensi, manifestasi pneumonitis leukositosis. perdarahan, hemoragik, Darah, cairan serebrospinal (minggu I) Urin (minggu II)

Tabel 2. perbedaan gambaran klinik leptospirosis anikterik dan ikterik * antara fase leptospiremia dengan fase imun terdapat periode asimtomatik (1-3 hari)

Kasus leptospirosis jarang dilaporkan pada anak, mungkin karena tidak terdiagnosis atau karena manifestasi klinis yang berbeda dengan orang dewasa.

Pada kasus yang berat dijumpai miokarditis, ruam deskuamasi yang menyerupai penyakit Kawasaki, dengan perdarahan paru.

Manifestasi klinis pada kasus ringan hdala demam dan gastroenteritis.

Tabel 3. Patofisiologi leptospirosis

DIAGNOSIS KLINIS DAN DIAGNOSIS BANDING Langkah untuk menegakkan diagnosis dilakukan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium. Pola klinis leptospirosis di beberapa rumah sakit tidak sama, tergantung dari : jenis kuman leptospira, kekebalan seseorang, kondisi lingkungan dan lain-lain. A. Anamnesis Pada anamnesis identitas pasien, keluhan yang dirasakan dan data bepidemiologis penderita harus jelas karena berhubungan dengan lingkungan pasien. Identitas pasien ditanyakan: nama,umur, jenis kelamin, tempat tinggal, jenis pekerjaan, dan jangan lupa menanyakan hewan peliharaan maupun hewan liar di lingkungannya, karena berhubungan dengan leptospirosis. B. Pemeriksaan fisik Gejala klinik menonjol yaitu: ikterik, demam, mialgia, nyeri sendi serta conjungtival suffusion. Conjungtival suffusion dan mialgia merupakan gejala klinik yang paling sering ditemukan. Conjungtival suffusion bermanifestasi bilateral di palpebra pada hiri ke 3 selambatnya hari ke 7 terasa sakit dan sering disertai perdarahan konjungtiva unilateral ataupun bilateral yang disertai fotofobia dan injeksi faring; faring terlihat merah dan bercak-bercak. Mialgia dapat sangat hebat, pemijatan otot betis akan menimbulkan nyeri hebat dan hiperestesi kulit. Kelainan fisik lain yang ditemukan yaitu: hepatomegali, splenomegali, kaku kuduk, rangsang meningeal, hipotensi, ronki paru dan adanya diatesis hemoragi. Diatesis hemoragi timbul akibat proses vaskulitis difus di kapiler disertai hipoprotrombinemia dan trombositopenia, uji pembendungan dapat positif. Perdarahan sering ditemukan pada leptospirosis ikterik dan manifestasi dapat terlihat sebagai petekie, purpura, perdarahan konjungtiva, dan ruam kulit. Ruam kulit dapat berwujud eritema, makula, makulopapula ataupun urtikaria generalisata maupun setempat pada badan, tulang kering atau tempat lain.

C. Pemeriksaan laboratorium a. Pemeriksaan laboratorium umum Termasuk pemeriksaan laboratorium umum yaitu: 1) Pemeriksaan darah Pada pemeriksaan darah rutin dijumpai leukositosis, normal atau menurun, hitung jenis leukosit, terdapat peningkatan jumlah netrofil. Leukositosis dapat mencapai 26.000 per mm3 pada keadaan anikterik. Morfologi darah tepi terlihat mielosit yang menandakan gambaran pergeseran ke kiri. Faktor pembekuan darah normal. Masa perdarahan dan masa pembekuan umumnya normal, begitu juga fragilitas osmotik eritrosit keadaannya normal. Masa protrombin memanjang pada sebagian pasien namun dapat dikoreksi dengan vitamin K. Trombositopenia ringan 80.000 per mm3 sampai 150.000 per mm3 terjadi pada 50 % pasien dan berhubung dengan gagal ginjal, dan pertanda penyakit berat jika hitung trombosit sangat rendah yaitu 5000 per mm 3. Laju endapan darah meninggi, dan pada kasus berat ditemui anemia hipokromia mikrositik akibat perdarahan yang biasa terjadi pada stadium lanjut perjalanan penyakit. 2) Pemeriksaan fungsi ginjal Pada pemeriksaan urin terdapat albuminuria dan peningkatan silinder (hialin, granuler ataupun selular) pada fase dini kemudian menghilang dengan cepat. Pada keadaan berat terdapat pula bilirubinuria, yang dapat mencapai 1 g/hari dengan disertai piuria dan hematuria. Gagal ginjal kemungkinan besar akan dialami semua pasien ikterik. Ureum darah dapat dipakai sebagai salah satu faktor prognostik, makin tinggi kadarnya makin jelek prognosa. Peningkatan ureum sampai di atas 400 mg/dL. Proses perjalanan gagal ginjal berlangsung progresif dan selang 3 hari kemudian akan terjadi anuri total. Ganguan ginjal pada pasien penyakit Weil

ditemukan proteinuria serta azotemia, dan dapat terjadi juga nekrosis tubulus akut. Oliguria: produksi urin kurang dari 600 mL/hari, terjadi akibat dehidrasi, hipotensi. 3) Pemeriksaan fungsi hati Pada umumnya fungsi hati normal jika pasien tidak ada gejala ikterik. Ikterik disebabkan karena bilirubin direk meningkat. Gangguan fungsi hati ditunjukkan dengan meningkatnya serum transaminase (serum glutamic oxalloacetic transaminase = SGOT dan serum glutamic pyruvate transaminase = SGPT). Peningkatannya tidak pasti, dapat tetap normal ataupun meningkat 2 3 kali nilai normal. Berbeda dengan hepatitis virus yang selalu menunjukkan peningkatan bermakna SGPT dan SGOT. Kerusakan jaringan otot menyebabkan kreatinin fosfokinase juga meningkat. Peningkatan terjadi pada fase-fase awal perjalanan penyakit, rata-rata mencapai 5 kali nilai normal. Pada infeksi hepatitis virus tidak dijumpai peningkatan kadar enzim kreatinin fosfokinase. b. Pemeriksaan laboratorium khusus Pemeriksaan laboratorium khusus untuk mendeteksi keberadaan kuman leptospira dapat secara langsung dengan mencari kuman leptospira atau antigennya dan secara tidak melalui pemeriksaan antibodi terhadap kuman leptospira dengan uji serologis 1) Pemeriksaan langsung: a) Pemeriksaan mikroskopik dan immunostaining Pemeriksaan langsung dapat mendeteksi kuman leptospira dalam darah, cairan peritoneal dan eksudat pleura dalam minggu pertama sakit, khususnya antara hari ke 3 7, dan di dalam urin pada minggu ke dua, untuk diagnosis definitif leptospirosis. Spesimen urin diambil dengan kateter, punksi supra pubik dan urin aliran tengah, diberi pengawet formalin 10 % dengan perbandingan

1:4. Bila jumlah spesimen banyak dilakukan dua kali pemusingan untuk memperbesar peluang menemukan kuman leptospira. Pemusingan pertama dilakukan pada kecepatan rendah, misalnya 1000 g selama 10 menit untuk membuang sel, dilanjutkan dengan pemusingan pada kecepatan tinggi antara 3000 4000 g selama 20 30 menit agar kuman leptospira terkonsentrasi, kemudian satu tetes sedimen (10 -20 mL) diletakkan di atas kaca obyek bersih dan diberi kaca [penutup agar tersebar rata. Selain itu dapat dipakai pewarnaan Romanowsky jenis Giemsa, dan pewarnaan perak yang hasilnya lebih baik dibanding Gram dan Giemsa (kuman leptospira lebih jelas terlihat). Pewarnaan imunofluoresein lebih disukai dari pada pewarnaan perak karena kuman leptospira lebih muda terlihat dan dapat ditentukan jenis serovar. Kelebihan pewarnaan imunofluoresein dapat dicapai tanpa mikroskop fluoresein dengan memakai antibodi yang telah dilabel enzim, seperti fosfotase dan peroksidase atau logam seperti emas. b) Pemeriksaan molekuler Pemeriksaan molekuler dengan reaksi polimerase berantai untuk deteksi DNA kuman leptospira spesifik dapat dilakukan dengan memakai primer khusus untuk memperkuat semua strain patogen. Spesimen dari 2 ml serum, 5 mL darah tanpa antikoagulan dan 10 mL urin. dikirim pada suhu 70 C dalam waktu

c) Biakan Spesimen diambil sebelum pemberian antibiotik. Hasil optimal bila darah, cairan serebrospinal, urin dan jaringan postmortem segera

ditanam ke media, kemudian dikirim ke laboratorium pada suhu kamar. d) Inokulasi hewan percobaan Kuman leptospira virulen dapat menginfeksi hewan percobaan, oleh karena itu hewan dapat dipakai untuk isolasi primer kuman leptospira. Umumnya dipakai golden hamsters (umur 4 6 minggu) dan marmut muda ( 150 175 g), yang bukan karier kuman leptospira. 2) Pemeriksaa tidak langsung / serologi Jenis uji serologi: 1. Microscopic agglutination test (MAT) Microscopic slide

agglutination test (MSAT) 2. Uji carik celup a. LEPTO Dipstick b. LeptoTek Lateral Flow Enzyme linked immunosorbent assay (ELISA) D. Penegakan diagnosis Diagnosis Leptospirosis dapat ditegakkan atas dasar pemeriksaan klinis dan laboratorium. Diagnosis leptospirosis dapat dibagi dalam 3 klasifikasi yaitu: Suspek Bila ada gejala klinis, tanpa dukungan uji laboratorium. Diagnosis menurut Faine dengan menggunakan nilai skor berdasarkan gejala klinis dan data epidemiologi, sekarang tidak dianjurkan lagi, karena pasien dengan nilai skor rendah, pemeriksaan kultur dapat positif atau sebaliknya.

Probable Bila gejala klinis sesuai leptospirosis dan hasil tes serologi penyaring yaitu dipstick, lateral flow, atau dri dot positif. Definitif 1) Ditemukan kuman leptospira atau antigen kuman leptospira dengan pemeriksaan mikroskopik, kultur, inokulasi hewan atau reaksi polimerase berantai. 2) Gejala klinis sesuai dengan leptospirosis dan didukung dengan hasil uji MAT serial yang menunjukkan adanya serokonversi atau peningkatan titer 4 kali atau lebih atau IgM ELISA positif.
Contoh Penderita Leptospirosis

Gambar.1 Contoh penderita akibat Leptospirosis

E. Diagnosis banding Leptospirosis anikterik: influensa, demam dengue dan demam berdarah dengue, demam kuning, riketsiosis, boreliosis, bruselosis, malaria, pielonefritis, meningitis aseptik, keracunan bahan kimia, keracunan makanan, demam tifoid dan penyakit demam enterik lain, dan infeksi virus/bakteri lain.

Leptospirosis ikterik: malaria falciparum berat, hepatitis virus, demam tifus dengan komplokasi ganda, haemorrhagic fever with renal failure, demam berdarah virus lain dengan komplikasi.

TERAPI Kuman leptospira sensitif terhadap sebagian besar antibiotika, terkecuali vakomisin, rafampisin dan mitronidasol. Pemantauan fungsi jantung perlu dilakukan pada hari pertama rawat inap dengan mencakup aspek terapi kausatif, simtomatik dan suportif. Terapi leptospirosis ringan 1. Pemberian antipiretik, terutama apabila demam melebihi 38 C. 2. Pemberian antibiotik-antikuman leptospira. Pada leptospirosis ringan diberikan terapi: Doksisiklin 100 mg yang diberikan 2 kali sehari, selama 7 hari, pada anak di atas 8 tahun: 2 mg/Kg/hari (maksimal 100 mg) Ampisilin 500 750 mg yang diberikan 4 kali sehari per oral Amoksisilin 500 mg yang diberikan 4 kali sehari per oral. Terapi leptospirosis berat 1. Pemberian antipiretik. 2. Pemberian Nutrisi dan cairan Pemberian nutrisi perlu diperhatikan, karena nafsu makan pasien menurun, sehingga asupan nutrisi berkurang. Kalori diberikan dengan mempertimbangkan keseimbangan nitrogen, dengan perhitungan: Berat badan 0 10 kg : 100 kalori/kgBB/hari Berat badan 20 30 kg : ditambahkan 50 kalori/kgBB/hari Berat badan 30 40 kg : ditambahkan 25 kalori/kgBB/hari Berat badan 40 50 kg : ditambahkan 10 kalori/kgBB/hari Berat badan 50 60 kg : ditambahkan 5 kalori/kgBB/hari

Karbohidrat diberikan dalam jumlah cukup untuk mencegah terjadinya ketosis. Protein yang cukup mengandung asam amino esensial, diberikan sebanyak 0,2 0,5 gram/kgBB/ hari.

Pemberian antibiotik : Prokain penisilin 6 8 juta unit sehari yang diberikan 4 kali sehari intramuskular. Ampisilin 1 gram yang diberikan 4 kali sehari intravena. Amoksisilin 1 gram yang diberikan 4 kali sehari intravena.

Antibiotik pada anak: Prokain penesilin 50.000 IU/kg BB; maksimal 2 juta IU sehari yang diberikan 4 kali sehari intramuskular. Doksisiklin pada anak >8 tahun: 2 mg/kgBB; maksimal 100 mg sehari yang diberikan 2 kali sehari per oral. Pananganan khusus: a. Hiperkalemia : Merupakan keadaan yang harus segera ditangani, karena menyebabkan cardiac arrest. b. Asidosis metabolik. c. Hipertensi: perlu diberikan anti hipertensi d. Gagal jantung: pembatasan cairan, digitalis dan diuretik; e. Perdarahan diatasi dengan transfusi.

PROGNOSIS

Jika tidak ada ikterus, penyakit jarang fatal. Pada kasus dengan ikterus, angka kematian 5% pada umur di bawah 30 tahun, dan pada usia lanjut mencapai 30-40%. Leptospirosis selama kehamilan dapat meningkatkan mortality fetus.

KOMPLIKASI

I.

Gagal Ginjal Akut

Keterlibatan ginjal pada gagal ginjal akut sangat bervariasi dari insufisiensi ginjal ringan sampai gagal ginjal akut (GGA) yang fatal. Gagal ginjal akut pada leptospirosis disebut sindroma pseudohepatorenal. Selama periode demam ditemukan albuminuria, piuria, hematuria, disusul dengan adanya azotemia, bilirubinuria, urobilinuria. Manifestasi klinik gagal ginjal akut pada leptospirosis ada 2 tipe yaitu gagal ginjal akut ologuri dan gagal ginjal akut non-oliguri dengan tipe katabolic, dimana produksi ureum lebih tinggi dari 60mg%/24jam. Disebut gagal ginjal oliguri bila produksi urin <500ml/24jam, dan disebut anuri bila produksi urin <100ml/24jam. Prognosis gagal ginjal akut non oliguri lebuh baik disbanding gagal ginjal nonologuri.

Terjadinya gagal ginjal aku pada leptospirosis melalui 3 mekanisme: 1. Invasi atau nefrotoksik langsung dari leptospira Invasi leptospira menyebabkan kerusakan tubulus dan glomerulus sebagai efek langsung dari migrasi leptospira yang menyebar hematogen ke kapiler peritubuler menuju jaringan interstitium tubulus dan lumen tubulus. Kerusakan jaringan tidak jelas apakah hanya efek migrasi atau efek endotoksin leptospira. 2. Reaksi immunologi Reaksi immunologi berlangsung cepat, adanya kompleks immune dalam sirkulasi dan endapan komplemen dan adanya electron dance bodies pada glomerulus membuktikan adanya proses immune cmplexs glomerulonephritis, dan terjadi tubule interstitial nefritis (TIN). 3. Reaksi non spesifik terhadap infeksi seperti infeksi yang lain Iskemia ginjal Hipovolemia dan hipotensi akibat adanya: Intake cairan yang kurang Meningkatnya evaporasi oleh karena demam

Pelepasan kinin, histamine, serotonin, prostaglandin semua ini akan menyebabkan peningkatan permeabilitas kapiler sehingga terjadi

kebocoran albumin dan cairan ekstravaskuler. Pelepasan sitokin akibat kerusakan endotel yang menyebabkan

permeabilitas sel dan vaskuler meningkat. Hipovolemia dan hemokonsentrasi akan merangsang RAA dan

menyebabkan vasokonstriksi. Hiperfibrinogenemia akibat kerusakan endotel kapiler (DIC) menyebabkan viskositas darah meningkat. Iskemia ginjal, glomerulonefritis dan TIN, invasi kuman menyebabkan terjadinya nekrosis (GGA) sehingga terjadi pelepasan mediator inflamasi (TNF-, IL1, PAF, PDGF-, TXA2, LTC4, TGF-) dan terekspresinya leucocyte adhesion molecules yang akan meregulasi fungsi leukosit sebagai respon adanya renal injury. Bentuk gagal ginjal akut pada leptospirosis: a. Gagal ginjal akut oliguria Temasuk disini adalah produksi urine <600ml/24jam dan penderita sudah dalam keadaan hidrasi yang baik, kadar kreatinin darah >2gr%. Terjadi kira-kira pada 54% penderita leptospirosis, dan mempunyai mortalitas yang tinggi serta prognosis yang kurang baik. Faktor-faktor yang meramalkan prognosis kurang baik adalah: Adanya oliguri atau anurinyang berlangsung lama BUN selalu meningkat >60mg%/24jam Ratio ureum urine : ureum darah, tidak meingkat

b. Gagal ginjal akut non-ologuri Terdapat 50% darin leptospirosis, produksi urine >600ml/24jam, mortalitas lebih rendah dibandingkan GGA oliguri. GGA oliguri mempunyai prognosis yang kurang baik, dengan mortalitas 50-90%.

Histopatologi dengan pemeriksaan mikroskop electron: 1. pada GGA oliguri, Nampak adanya gambaran obstruksi tubulus, nekrosis tubulus dan endapan komplemen pada membrane basalis glomerulus, dan infiltrasi sel radang pada jaringan interstitialis.

2. Pada GGA non-oliguri, Nampak edema pada tubulus dan jaringan interstitium tanpa adanya nekrosis. Duktus kolektiferus pars medularis resisten terhadap vasopressin, sehingga tidak mampu memekatkan urin dan terjadi poliuria. Perubahan abnormal elektrolit dan hormone pada GGA leptospirosis: 1. Hipokalemia, terjadi oleh karena peningkatan fractional urinary excretion (Fe) kalium yang diikuti FeNa. Hal ini oleh karena sekresi K+ meningkat dan adanya gangguan reabsorbsi Natrium oleh tubulus proximal. Fe K+ dan FeNa berkorelasi dengan beratnya GGA. 2. Hormon kortisol dan aldosteron meningkat dan akan meningkatkan eksresi kalium lewat urine. Sehingga makin menambah hipokalemia, sehingga perlu penambahan kalium. 3. CD3, CD4 menurun, Limfosit B meningkat, bersifat reversible. TATALAKSANA GGA oliguri / non-oliguri Suportif: Hidrasi dengan cairan yang mengandung elektrolit sampai tercapai rehidrasi. Monitoring elektrolit dan produksi urine dan balance cairan /24jam. Diuretika (furosemid/manitol), untuk mengubah GGA oliguria menjadi poliuria. Dopaminergik agent untuk memperbaiki perfusi ginjal (dopamine). Arterial natriuretik peptide. Untuk preservasi integritas sel: calcium channel blocker Stimulasi regenerasi sel (asam amino termasuk glysin, growth factor)

Antibiotika: eradikasi leptospira Nutrisi: Meminimalkan balance nitrogen negative Intake kalori yang adequate. Mencegah volume overload.

Indikasi dialysis: Hiperkatabolik, produksi ureum > 60mg/24jam. Hiperkalemia, serum kalium >6meq/L.

Asidosis metabolic, HCO3 < 12meq/L/ Perdarahan. Kadar ureum yang sangat tinggi diikuti gejala klinik.

Hemodialisis tidak lebih menguntungkan untuk terapi pengganti pada GGA leptospirosis, lebih dipilih tindakan dialysis peritoneal bila telah ada indikasi. Imam Parsudi (1976), dialysis peritoneal pada GGA leptospirosis disamping dapat mengkoreksi kelainan biokimiawi akibat GGA, juga dapat mengeluarkan bahanbahan toksik akibat penurunan faal hati.

II.

Perdarahan Paru

Kelainan paru berupa hemorrhagic pneumonitis, patogenesisnya tidak jelas diduga akibat dari endotoksin langsung yang kemudian menyebabkan kersakan kapiler. Hemoptisis terjadi pada awal septicemia. Perdarahan terjadi pada leura, alveoli, trakheobronkhial, kelainan berupa: kongesti septum paru, perdarahan alveoli yang multifocal, infiltrasi sel mononuclear. Manifestasi klinis: batuk, blood tinged sputum sampai terjadi hemoptisis masif sehingga menyebabkan asfiksia. 13,20

III.

Liver Failure

Terjadinya ikterik pada hari ke 4-6, dapat juga terjadi pada hari ke-2 atau ke-9. Pada hati terjadi nekrosis sentrolobuler dengan proliferasi sel Kupfer. Terjadi ikterik pada leptospirosis disebabkan oleh beberapa hal antara lain: 1. Kerusakan sel hati. 2. Gangguan fungsi ginjal, yang akan menurunkan sekresi bilirubin, sehingga meningkatkan kadar bilirubin darah. 3. Terjadinya perdarahan pada jaringan dan hemolisis intravaskuler akan meningkatkan kadar bilirubin. 4. Proliferasi sel Kupfer sehingga terjadi kolestatik intrahepatik. Kerusakan parenkim hati disebabkan antara lain: penurunan hepatic flow dan toksinyang dilepas leptospira. Gambaran histopatologi tidak spesifik pada leptospirosis, karena disosiasi sel hati, proliferasi histiositik dan perubahan peri porta terlihat juga pada penyakit infeksi yang parah.

IV.

Perdarahan gastrointestinal

Perdarahan terjadi akibat adanya lesi endotel kapiler.

V.

Shock

Infeksi akan menyebabkan terjadinya perubahan homeostasis tubuh yang mempunyai peran pada timbulnya kerusakan jaringan, perubahan ini adalah hipovolemia, hiperviskositas koagulasi. Hipovolemia terjadi akibat intake cairan yang kurang, meningkatnya permeabilitas kapiler oleh efek dari bahan-bahan mediator yang dilepaskan sebagai respon adanya infeksi. Koagulasi intravaskuler, sifatnya minor, terjadi peningkatan LPS yang akan mempengaruhi keadaan pada mikrosirkulasi sehingga terjadi stasis kapiler dan anoxia jaringan. Hiperviskositas, akibat dari peleasan bahan-bahan mediator terjadi permeabilitas kapiler meningkat, keadaan ini menyebabkan hipoperfisi jaringan sehingga menyokong terjadinya disfungsi organ.

VI.

Miokarditis

Komplikasi pada kardiovaskuler pada leptospirosis dapat berupa gangguan sistem konduksi, miokarditis, perikarditis, endokarditis, dan arteritis koroner. Manifestasi klinis miokarditis sangat bervariasi dari tanpa keluhan sampai bentuk yang berat berupa gagal jantung kongesif yang fatal. Keadaan ini diduga sehubungan dengan kerentanan secara genetic yang berbeda-beda pada setiap penderita. Manifestasi klinik miokarditis jarang didapatkan pada saat puncak infeksi karena akan tertutup oleh manifestasi penyakit infeksi sistemik dan batu jelas saat fase pemulihan. Sebagian akan berlanjur menjadi bentuk kardiomiopati kongesif / dilated. Juga akan menjadi penyebab aritmia, gangguan konduksi atau payah jantung yang secara structural dianggap normal.

VII.

Enchepalophaty

Didapatkan gejala meningitis atau meningoenchepalitis, nyeri kepala, pada cairan cerebrospinalis (LCS) didapatkan pleositosis, santokrom, hitung sel leukosit 10100/mm3, sel terbanyak sel leukosit neutrofil atau sel mononuclear, glukosa dapat normal atau rendah, protein meningkat (dapat mencapai 100mg%). Kadang-kadang

didapatkan tanda-tanda menngismus tanpa ada kelainan LCS, sindroma Gullian Barre. Pada pemeriksaan patologi didapatkan: infiltrasi leukosit pada selaput otak dan LCS yang pleositosis. Setiap serotip leptospira yang patologis mungkin dapat menyebabkan meningitis aseptic, paling sering Conikola, Icterohaemorrhagiae dan Pamoma.

PENCEGAHAN

Pencegahan leptospirosis khususnya didaerah tropis sangat sulit. Banyaknya hospes perantara dan jenis serotype sulit untuk dihapuskan. Bagi mereka yang mempunyai risiko tinggi untuk tertular leptospirosis harus diberikan perlindungan berupa pakaian khusus yang dapat melindunginya dari kontak dengan bahan-bahan yang telah terkontaminasi dengan kemih binatang reservoir. Pemberian doksisiklin 200 mg perminggu dikatakan bermanfaat untuk mengurangi serangan leptospirosis bagi mereka yang memiliki risiko tinggi dan terpapar dalam waktu singkat. Penelitian terhadap tentara Amerika di hutan Punama selama 3 minggu, ternyata dapat mengurangi serangan leptospirosis dari 4-2% menjadi 0,2% san efikasi pencegahan 95%.(1) Vaksinasi terhadap hewan-hewan tersangka reservoir sudah lama direkomendasikan, tetapi vaksinasi terhadap manusia belum berhasil dilakukan, masih memerlukan penelitian lebih lanjut. Sementara itu, cara-cara yang dapat dilakukan oleh masyarakat agar terhindar dari penyakit ini, diantaranya: Menyimpan makanan dan minuman dengan baik agar terhindar dari tikus. Mencuci tangan, dengan sabun sebelum makan. Mencuci tangan, kaki serta bagian tubuh lainnya dengan sabun setelah bekerja di sawah/ kebun/ sampah/ tanah/ selokan dan tempat tempat yang tercemar lainnya. Melindungi pekerja yang beresiko tinggi terhadap Leptospirosis ( petugas kebersihan, petani, petugas pemotong hewan dan lain lain ) dengan menggunakan sepatu bot dan sarung tangan. Menjaga kebersihan lingkungan. Menyediakan dan menutup rapat tempat sampah. Membersihkan tempat tempat air dan kolam kolam renang.

Menghindari adanya tikus didalam rumah atau gedung. Menghindari pencemaran oleh tikus. Melakukan desinfeksi terhadap tempat tempat tertentu yang tercemar oleh tikus. Meningkatkan penangkapan tikus.

KESIMPULAN

Leptospirosis adalah suatu penyakit zoonosis yang disebabkan leptospira. Manusia dapat terinfeksi melalui kontak dengan leptospira secara incidental. Gejala klinis yang timbul mulai dari yang ringan sampai yang berat bahkan kematian, bila terlambat mendapat pengobatan. Diagnosis dini yang tepat dan penatalaksanaan yang cepat akan mencegah perjalanan penyakit menjadi berat. Pencegahan dini terhadap mereka yang terekspos diharapkan dapat melindungi mereka dari serangan leptospirosis.

DAFTAR PUSTAKA

Brooks, Geo F: Mikrobiologi kedokteran ed 23, Jakarta, 2008, EGC. Fauci, Anthony S: Harrison's principles of internal medicine ed 17, United States of America, 2008, Mc Graw Hill. Ganon WF: Buku ajar fisiology kedokteran ed 20, Jakarta, 2003, EGC. Price, Sylvia A: Patofisiologi, Jakarta, 2006, EGC. Sherwood, Lauralee: Fisiologi manusia dari sel ke sistem ed 2, Jakarta, 2001, EGC. Sudoyo, Aru W: Buku ajar ilmu penyakit dalam ed 4, Jakarta, 2006, Pusat Penerbitan Departmen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Sutanto, Inge: Parasitologi kedokteran ed 4, Jakarta, 2008, Balai Penerbit FKUI.

Anda mungkin juga menyukai

  • HIPERTIROID
    HIPERTIROID
    Dokumen7 halaman
    HIPERTIROID
    Ayu Assa Chua
    0% (1)
  • Chapter I-1
    Chapter I-1
    Dokumen3 halaman
    Chapter I-1
    Chofi Qolbi
    Belum ada peringkat
  • LEUKOPLAKIA
    LEUKOPLAKIA
    Dokumen12 halaman
    LEUKOPLAKIA
    nyoman gede prayudi
    100% (5)
  • Chapter II Dra
    Chapter II Dra
    Dokumen7 halaman
    Chapter II Dra
    Dedi Aje
    Belum ada peringkat
  • Kel 11
    Kel 11
    Dokumen23 halaman
    Kel 11
    raannttii
    Belum ada peringkat
  • Refereat Hiv
    Refereat Hiv
    Dokumen33 halaman
    Refereat Hiv
    Ranti Apriliani Putri
    Belum ada peringkat
  • Angina Ludwig
    Angina Ludwig
    Dokumen15 halaman
    Angina Ludwig
    Ranti Apriliani Putri
    Belum ada peringkat
  • Chapter II PDF
    Chapter II PDF
    Dokumen23 halaman
    Chapter II PDF
    Sitti Nur Qomariah
    Belum ada peringkat
  • Keracunan Makanan
    Keracunan Makanan
    Dokumen3 halaman
    Keracunan Makanan
    Ranti Apriliani Putri
    Belum ada peringkat
  • HIPERKALEMIA
    HIPERKALEMIA
    Dokumen5 halaman
    HIPERKALEMIA
    Ranti Apriliani Putri
    Belum ada peringkat
  • Gingivitis
    Gingivitis
    Dokumen2 halaman
    Gingivitis
    dprihantin
    Belum ada peringkat
  • Nama
    Nama
    Dokumen6 halaman
    Nama
    Ranti Apriliani Putri
    Belum ada peringkat
  • Bahan Ajar Digesti Ipdv II
    Bahan Ajar Digesti Ipdv II
    Dokumen70 halaman
    Bahan Ajar Digesti Ipdv II
    Amalia An-Nisak
    100% (1)
  • Step 7 1
    Step 7 1
    Dokumen7 halaman
    Step 7 1
    Ranti Apriliani Putri
    Belum ada peringkat
  • Ebm
    Ebm
    Dokumen11 halaman
    Ebm
    Ranti Apriliani Putri
    Belum ada peringkat
  • Skenario 1 Agromedicine
    Skenario 1 Agromedicine
    Dokumen10 halaman
    Skenario 1 Agromedicine
    Ranti Apriliani Putri
    Belum ada peringkat
  • 1
    1
    Dokumen4 halaman
    1
    Ranti Apriliani Putri
    Belum ada peringkat
  • Sken 1 Ikkom
    Sken 1 Ikkom
    Dokumen1 halaman
    Sken 1 Ikkom
    Ranti Apriliani Putri
    Belum ada peringkat
  • Cover KT Pengantar Ske 1
    Cover KT Pengantar Ske 1
    Dokumen2 halaman
    Cover KT Pengantar Ske 1
    Ranti Apriliani Putri
    Belum ada peringkat
  • Ttrial Sken 1 Step 7
    Ttrial Sken 1 Step 7
    Dokumen39 halaman
    Ttrial Sken 1 Step 7
    Ranti Apriliani Putri
    Belum ada peringkat
  • Isi Ebm RNT Fix
    Isi Ebm RNT Fix
    Dokumen14 halaman
    Isi Ebm RNT Fix
    Ranti Apriliani Putri
    Belum ada peringkat
  • Isi Ebm RNT Fix
    Isi Ebm RNT Fix
    Dokumen14 halaman
    Isi Ebm RNT Fix
    Ranti Apriliani Putri
    Belum ada peringkat
  • Ebm
    Ebm
    Dokumen11 halaman
    Ebm
    Ranti Apriliani Putri
    Belum ada peringkat
  • Isi Ebm RNT Fix
    Isi Ebm RNT Fix
    Dokumen14 halaman
    Isi Ebm RNT Fix
    Ranti Apriliani Putri
    Belum ada peringkat
  • Laporan Tutorial Kelompok 7 Kasus 2
    Laporan Tutorial Kelompok 7 Kasus 2
    Dokumen35 halaman
    Laporan Tutorial Kelompok 7 Kasus 2
    Ranti Apriliani Putri
    100% (1)
  • Kata Pengantar
    Kata Pengantar
    Dokumen3 halaman
    Kata Pengantar
    Ranti Apriliani Putri
    Belum ada peringkat
  • Maldesensus Testis
    Maldesensus Testis
    Dokumen16 halaman
    Maldesensus Testis
    Andriani Kemala Sari
    Belum ada peringkat
  • Skenario 3
    Skenario 3
    Dokumen21 halaman
    Skenario 3
    Ranti Apriliani Putri
    Belum ada peringkat
  • Kata Pengantar
    Kata Pengantar
    Dokumen3 halaman
    Kata Pengantar
    Ranti Apriliani Putri
    Belum ada peringkat