Anda di halaman 1dari 39

STEP 7

1. Tatalaksana berbagai macam luka Penyembuhan Luka Tubuh yang sehat mempunyai kemampuan alami untuk melindungi dan mamulihkan dirinya. Peningkatan aliran darah kedaerah yang rusak, membersihkan sel dan benda asing serta perkembangan awal seluler bagian dari proses penyembuhan luka. Proses penyembuhan terjadi secara normal tanpa bantuan, walaupun beberapa bahan perawatan dapat membantu untuk mendukung proses penyembuhan. Sebagai contoh, melindungi area luka yang bebas dari kotoran dengan menjaga kebersihan,dapat membantu untuk meningkatkan penyembuhan jaringan . Penyembuhan luka didefinisikan oleh Wound Healing Society (WHS) sebagai suatu yang kompleks dan dinamis sebagai akibat dari pengembalian kontinitas dan fungsi anatomi. Berdasarkan WHS suatu penyembuhan luka yang ideal adalah kembali normalnya struktur , fungsi dan anatomi kulit. Batas waktu penyembuhan luka ditentukan oleh tipe luka dan lingkungan instrinsik maupun ekstrinsik. Proses penyembuhan luka yang alami : a. Fase inflamasi atau lag Phase Berlangsung pada hari ke -5. Akibat luka terjadi pendarahan. Ikut keluar trombosit dan sel-sel radang. Trombosit mengeluarkan prostaglandin, tromboksan, bahan kimia tertentu dan asam amino tertentu yang mempengaruhi pembekuan darah, mengatur tonus dingding pembuluh darah dan kemotaksis terhadap leukosit. Terjadi vasokonstriksi dan proses penghentian darah. Sel redang keluar dari pembuluh darah secara diapedesis dan menuju daerah luka secara kemotaksis. Sel mast mengeluarkan serotonin dan histamlin yang meninggikan permeabilitas kapiler, terjadi aksudasi cairan edema. Dengan demikian timbul tanda- tanda radang. Leukosit, limfosit dan monosit menghancurkan dan memakan kotoran maupun kuman (proses pagositosis). Pertautan pada fase ini hanya oleh fibrin, belum ada kekuatan pertautan luka sehingga di sebut fase tertinggal (lag phase). b. Fase proliferasi atau fibroblast Berlangsung dari hari ke-6 sampai dengan 3 minggu. Terjadi proses proliferasi dan pembentukan fibroblast (menghubungkan sel-sel) yang berasal dari sel-sel mesenkim. Fibroblas menghasilkan mukopolisakarid dan serat kolangen yang terdiri dari asam-asam amino glisin, prolin dan hidroksiprolin. Mukopolisekarid mengatur deposisi serat-serat kolangen yang akan mempertautkan tepi luka. Serat-serat baru dibentuk, diatur, mengkerut, yang tak diperlukan dihancurkan, dengan demikian luka mengkerut/mengecil. Pada fase ini luka diisi oleh sel-sel radang, fibroblas, serat- serat kolagen, kapiler-kapiler baru; membentuk jaringan kemerahan dengan permukaan tak rata disebut jaringan granulasi. Epitel sel basal ditepi luka lepas dari dasarnya dan pindah menutupi dasar luka, tempat diisi hasil mitosis sel lain. Proses migrasi epitel hanya berjalan kepermukaan yang rata atau lebih rendah, tidak dapat naik pembentukan orignan granulasi berhenti setelah seluruh permukaan luka tertutup epitel dan mulailah proses pendewasaan penyembuhan luka : penyatuhan kembali, penyerapan yang berlebih.

c. Fase remondeling atau fase resorpsi Dapat berlangsung berbulan-bulan dan berakhir bila tanda radang sudah hilang. Parut dan sekitarnya berwarna pucat, tipis, lemas, tak ada rasa sakit maupun gatal. Berlangsung dengan sintesis kolagen oleh fibroblas hingga struktur luka menjadi utuh. Penyembuhan luka sebagai suatu proses yang kompleks dan dinamis sebagai akibat dari penyembuhan kontinuitas dan fungsi anatomi. Penyembuhan luka yang ideal adalah kembali normal strukturnya, fungsinya dan penampilan anatomi kulit. Batas waktu penyembuhan luka di tentukan oleh tipe luka dan lingkungan ekstrinsik maupun intrinsik (Wound Healing Society). Prinsip penyembuhan luka mengikuti fase penyembuhan luka menurut Schwatz (2000) yaitu : a. Koagulasi Terjadinya luka baik yang bersifat traumatic atau yang terbentuk pada pembedahan menyebabkan perdarahan dari pembuluh darah yang rusak. Vasokonstriksi segera terjadi sebagai akibat dilepaskannya katekolamin kedalam lingkungan cedera. Brakinin, serotonin, dan histamine merupakan senyawa vaso aktif lain yang dilepas oleh sel mast kejaringan sekitar. Senyawa-senyawa ini mengawali peristiwa diapedesis yaitu keluarnya sel-sel intravascular kedalam ruang ekstravaskular yang rusak. Suatu bekuan darah terbentuk dari trombosit yang dikeluarkan dari ekstravasasi darah. Faktor-faktor pembekuan yang dilepaskan dari trombosit menghasilkan fibrin yang bersifat hemostatik dan membentuk suatu jaringan yang akan menampung migrasi lebih lanjut sel- sel inflamasi dan fibroblast. Fibrin merupakan produk akhir dari aliran proses pembekuan. Tanpa kerja fibrin ini maka kekuatan akhir dari suatu luka akan berkurang. Trombosit juga penting dalam menghasilkan sitokin esensial yang dapat mempengaruhi peristiwa penyembuhan luka. b. Inflamasi Fase inflamasi dimulai dengan migrasi leukosit kedalam luka. Leukosit polimorfonuklear akan mendominasi luka dalam 24 jam pertama, diikuti oleh makrofag dalam jumlah yang banyak, dan kemudian limfosit. Sel-sel radang ini mengatur perbaikan matriks jaringan ikat dengan melepaskan berbagai macam sitokin, yang sebelumnya dikenal sebagai faktor pertumbuhan. c. Fibroplasia Fibroplasia adalah fase penyembuhan luka yang ditandai oleh sintesis kolagen. Sintesis kolagen dimulai 24 jam pertama setelah cedera, namun tidak akan mencapai puncak hingga 5 hari kemudian. Setelah 7 hari sintesi kolagen akan berkurang secara perlahan-lahan. Remodeling luka mengacu pada keseimbangan antara sintesis kolagen dan degradasi kolagen. Pada saat serabut kolagen tua diuraikan oleh kolagenase jaringan, serabut baru dibentuk dengan kepadatan pengerutan yang makin bertambah. Proses ini akan meningkatkan kekuatan potensial dari jaringan parut.

d. Sitokin Sitokin memungkinkan berjalannya seluruh interaksi antar sel. Mereka juga berperan penting dalam penatalaksanaan penyembuhan luka. Contohnya sitokin ikut mengatur peranan dan pengaturan fibrosis, penyembuhan luka kronik, cangkokan kulit, vaskularisasi, peningkatan kekuatan tendon dan tulang setelah perbaikan. e. Metabolisme matriks ekstraseluler Matriks ekstraseluler merupakan suatu struktur yang kompleks, dimana berbagai jenis sel dan komponen berinteraksi. Kolagen merupakan komponen utama dari matriks ekstraseluler, dari semua jaringan lunak, tendon, ligament dan matriks tulang. f. Sintesis kolagen Sintesis kolagen dimulai dengan transkrip DNA menjadi mRNA. Translasi mRNA berlangsung pada ribosom di reticulum endoplasma yang kasar. Kolagen berbeda dengan protein lain karena kolagen akan mengalami beberapa modifikasi jika telah mencapai lingkungan ekstraseluler. Disini terjadi pengerutan kolagen untuk membentuk fibril dan serabut kolagen. Lisil oksidase merupakan enzim yang diperlukan untuk pengerutan kolagen. Jadi pada sintesis kolagen terjadi sintesa protein tingkat tinggi, sehingga tubuh memerlukan asupan protein yang banyak dalam makanan yang dimakan. g. Degradasi kolagen Degradasi kolagen atau penguraian kolagen diawali oleh enzim-enzim yang sangat spesifik yang disebut kolagenase jaringan yang dihasilkan oleh berbagai sel, termasuk sel radang, fibroblast dan sel epitel. Kolagenase masih dalam bentuk tidak aktif dan harus diaktifkan oleh protein seperti plasmin. Setelah kolagenase menjadi aktif, enzim dapat dihambat dengan menggabungkannya dengan protein plasma dan jaringan yaitu makroglobulin alfa-2. h. Substansi dasar Substansi dasar terdiri dari proteoglikan dan glikosaminoglikan. Kombinasi kartilago dan proteoglikan berfungsi sebagai peredam syok molekuler. Keduanya juga berperan menjaga kelembapan dan mengeluarkan sitokin. Asam hialuronat memberikan linkungan yang cair untuk mempermudah gerakan sel yang cepat dan diferensiasi sel. Asam ini timbul dini dan bertahan untuk sementara waktu setelah cedera pada orang dewasa, namun bertahan lebih lama pada kulit dan luka di janin. i. Kontraksi luka Kontraksi luka merupakan salah satu tenaga mekanis tubuh yang paling kuat. Pada luka terbuka ditemukan sel-sel mirip fibroblast yang berkontraksi. Sel-sel ini memiliki komponen otot polos dalam sitoplasmanya serta memiliki sifat-sifat fibroblast lainnya. j. Epitelisasi

Sel epitel berfungsi untuk menutupi semua permukaan kulit yang terpapar dengan lingkungan luar. Kulit merupakan suatu contoh dari proses epitelisasi tetapi mekanisme perbaikan epitel adalah sama diseluruh tubuh. Lapisan luar kulit yaitu epidermis terdiri dari epitel berlapis gepeng yang melindungi kulit dari kehilangan cairan, invasi bakteri dan trauma. Luka ketebalan partial akan sembuh melalui proses epitelisasi. Terdapat dua fenomena utama dalam proses epitelisasi yaitu : migrasi dan mitosis. Setelah epitel rusak akan terbentuk bekuan darah. Keropeng merupakan bekuan darah yang mengering yang melindungi dermis dibawahnya. Migrasi sel epitel mengawali proses perbaikan dan tidak bergantung pada mitosis epitel. Sel- sel yang bermigrasi berasal dari tepi luka dan polikel rambut serta kelenjar sebasea didasar luka. Luka superficial dan tidak melewati membrane basalis akan sembuh dengan regenerasi yang cepat. Luka yang menembus membrane basalis seperti luka bakar akan sembuh melalui proses epitelisasi tapi lama dan hasilnya seringkali memuaskan. Proses migrasi selalu dimulai dari stratum basalis dari epitel dan kelenjar sebasea serta folikel rambut yang terletak lebih dalam. Sel-sel akan memipih dan membentuk tonjolan- tonjolan kesekitarnya. Sel ini akan kehilangan perlekatan dengan sel basal disekitarnya dan mulai bermigrasi. Beberapa hari setelah migrasi dimulai, sel akan istirahat dan membelah diri. Setelah permukaan kulit ditutupi oleh sel-sel epitel, sel-sel ini akan kembali ke fenotipik yang normal. Epetelisasi yang berhasil, diperluas dengan mempertahankan permukaan kulit agar tetap lembab dan tidak kering. Keropeng alami mungkin cukup baik untuk tujuan ini, bahan penutup yang tidak lengket sangat baik untuk mempertahankan permukaan kulit tetap lembab dan dapat meningkatkan proses epitelisasi secara bermakna. k. Nutrisi Nutrisi yang tidak adekuat dapat mengganggu proses penyembuhan. Misalnya penghambatan respon imun dan opsonisasi bakteri. Defisiensi asam askorbat merupakan penyebab gangguan penyembuhan luka yang paling sering. Asam askorbat merupakan suatu kofaktor dalam hidroksilasi prolin menjadi asam aminohidroksi prolin pada sintesis kolagen dalam penambahan molekul oksigen. Jaringan parut lama, memiliki aktifitas kolagenase yang lebih tinggi dari pada kulit normal. Oleh sebab itu pada pasien skorbut, jaringan parut akan retak lebih dahulu dibandingkan kulit normal. Terapi penggantian vitamin c secara agresif harus segera dilakukan setelah tauma mayor unutk mencegah komplikasi penyembuhan luka. Zat besi merupakan unsure yang penting untuk penyembahan luka yang sesuai. Besi jaga diperlukan untuk berlangsungnya hidroksilase reisdu prolin. Kalsium dan magnesium dibutuhkan untuk aktivasi kolagenase dan sintesis protein secara umum. Faktor esensial lain untuk penyembuhan luka adalah suplai oksigen yang adekuat. Kebanyakan penyembuhan luka yang kronik dapat diatasi secara efektif dengan meningkatkan oksigenisasi jaringan.

Faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka a. Faktor yang mempercepat penyembuhan luka terdiri dari

1). Pertimbangan perkembangan Anak dan orang dewasa lebih cepat lebih cepat penyembuhan luka daripada orang tua. Orang tua lebih sering terkena penyakit kronis, penurunan fungsi hati yang dapat mengganggu sintesis dari faktor pembekuan darah 2).Nutrisi Penyembuhan menempatkan penambahan pemakaian metabolisme pada tubuh. Klien memerlukan diit kaya Protein, Karbonhidrat, Lemak, Vitamin dan Miniral (Fe, Zn) Bila kurang nutrisi diperlukan waktu untuk memperbaiki status nutrisi setelah pembedahan jika mungkin. Klien yang gemuk meningkatkan resiko infeksi luka dan penyembuhan lama karena supply darah jaringan adipose tidak adekwat 3).Infeksi Ada tidaknya infeksi pada luka merupakan penentu dalam percepatan penyembuhan luka. Sumber utama infeksi adalah bakteri. Dengan adanya infeksi maka fase-fase dalam penyembuhan luka akan terhambat. 4) Sirkulasi dan Oksigenasi Sejumlah kondisi fisik dapat mempengaruhi penyembuhan luka. Saat kondisi fisik lemah atau letih maka oksigenasi dan sirkulasi jaringan sel tidak berjalan lancar. Adanya sejumlah besar lemak subkutan dan jaringan lemak yang memiliki sedikit pembuluh darah berpengaruh terhadap kelancaran sirkulasi dan oksigenisasi jaringan sel. Pada orang gemuk penyembuhan luka lambat karena jaringan lemak lebih sulit menyatu, lebih mudah Infeksi dan lama untuk sembuh. Aliran darah dapat terganggu pada orang dewasa yang mederita gangguan pembuluh darah prifer, hipertensi atau DM. Oksigenasi jaringan menurun pada orang yang menderita anemia atau gangguan pernafasan kronik pada perokok. 5).Keadaan luka Kedaan kusus dari luka mempengaruhi kecepatan dan efektifitas penyembuhan luka. Beberapa luka dapat gagal untuk menyatu dengan cepat. Misalnya luka kotor akan lambat penyembuhannya dibanding dengan luka bersih. 6). Obat Obat anti inflamasi (seperti aspirin dan steroid), heparin dan anti neoplasmik mempengaruhi penyembuhan luka. Penggunaan antibiotik yang lama dapat membuat tubuh seseorang rentan terhadap Infeksi luka. Dengan demikian pengobatan luka akan berjalan lambat dan membutuhkan waktu yang lebih lama. b. Faktor yang memperlambat penyembuhan luka Tidak adanya penyembuhan luka akibat dari kerusakan pada satu atau lebih dari proses penyembuhan normal. Proses ini diklasifikasikan menjadi faktor Intrinsik dan ekstrinsik

1) Faktor Intrinsik Ketika luka terinfeksi, respon inflamatori berlangsung lama dan penyembuhan luka terlambat. Luka tidak akan sembuh selama ada infeksi. Infeksi dapat berkembang saat pertahanan tubuh lemah. Diagnosa dari infeksi jika nilai kultur luka melebihi nilai normal. Kultur memerlukan waktu 24-48 jam dan selama menunggu pasien di beri antibiotika spektrum luas. Kadang-kadang benda asing dalam luka adalah sumber infeksi. Suplai darah yang adekuat perlu bagi tiap aspek penyembuhan. Suplai darah dapat terbatas karena kerusakan pada pembulu darah Jantung/ Paru. Hipoksia mengganggu aliran oksigen dan nutrisi pada luka, serta aktifitas dari sel pertumbuhan tubuh. Neutropil memerlukan oksigen untuk menghasilkan oksigen peroksida untuk membunuh patogen. Demikian juga fibroblast dan fagositosis terbentuk lambat. Satusatunya aspek yang dapat meningkatkan penyembuhan luka pada keadaan hipoksia adalah angio genesis. 2) Faktor ekstrinsik Faktor ektrinsik dapat memperlambat penyembuhan luka meliputi malnutrisi, perubahan usia dan penyakit seperti diabetes melitus. Malnutrisi dapat mempengaruhi beberapa area dari proses penyembuhan. Kekurangan protein menurunkan sintesa dari kolagen dan leukosit. Kekurangan lemak dan karbonhidrat memperlambat semua fase penyembuhan luka karena protein di rubah menjadi energi selama malnut risi. Kekurangan V itamin menyebabkan terlambatnya produksi dari kolagen, respon imun dan respon koagulasi. Pasien tua yang mengalami penurunan respon inflamatari yang memperlambat proses penyembuhan. Usia tua menyebabkan penurunan sirkulasi migrasi sel darah putih pada sisa luka dan fagositasis terlambat. Ditambah pula kemungkinan Pasien mengalami gangguan yang secara bersamaan menghambat penyembuhan luka seperti Diabetes Melitus. Diabetes Melitus adalah gangguan yang menyebabkan banyak pasien mengalami kesulitan dalam proses penyembuhan karena gangguan sintesa kolagen, angiogenesis dan fagositosis. Peningkatan kadar glucosa mengganggu transport sel asam askorbat kedalaman bermacam sel termasuk fibroblast dan leukosit. Hiperglikemi juga menurunkan leukosit kemotaktis, arterosklerosis, kususnya pembuluh darah kecil, juga pada gangguan suplai oksigen jaringan. Neurapati diobotik mrupakan gangguan penyembuhan lebih lanjut dengan mengganggu komponen neurologis dari penyembuhan. Kontrol dari gulu darah setelah operasi memudahkan penyembuhan luka secara normal. Merokok adalah gangguan Vaso kontriksi dan hipoksia karena kadar Co2 dalam rokok serta membatasi suplai oksigen ke jaringan. Merokok meningkatkan arteri sklerosis dan platelet agregasi. Lebih lanjut kondisi ini membatasi jumlah oksigen dalam luka. Penggunaan steroid memperlambat penyembuhan dengan menghambat kologen sintesis, Pasien yang minum steroid mengalami penurunan strenght luka, menghambat kontraksi dan menghalangi epitilisasi.

Untungnya Vitamin A ada untuk meningkatkan penyembuhan luka yang terhambat karena gangguan atau penggunaan steroid. Jenis-jenis penyembuhan luka a. Healing by Primary Intention (Penutupan luka primer) Penutupan ini akan merapatkan jaringan yang terputus dengan bantuan benang, klip dan verban perekat. Setelah beberapa waktu, maka sintesis, penempatan dan pengerutan jaringan kolagen akan memberikan kekuatan dan integritas pada jaringan tersebut. Pertumbuhan kolagen tersebut sangat penting pada tipe penyembuhan ini. Pada penutupan primer tertunda, perapatan jaringan ditunda beberapa hari setelah luka di buat atau terjadi. Penundaan penutupan luka ini bertujuan mencegah infeksi pada luka-luka yang jelas terkontaminasi oleh bakteri atau yang mengalami trauma jaringan yang hebat. Fase-fase dalam intention primer : 1. Fase inisial berlangsung 3-5 hari 2. Sudut insisi merapat, migrasi sel-sel epitel,mulai pertumbuhan sel 3. Fase granulasi (5 hari 4 mg) Fibroblas bermigrasi kedalam bagian luka dan mensekresi kolagen. Selama fase granulasi luka berwarna merah muda dan mengandung pembuluh darah. Tampak granula- granula merah. Luka beresiko dehiscence dan resisten terhadap infeksi. Epitelium pada permukaan tepi luka mulai terlihat. Dalam beberapa hari lapisan epithelium yang tipis akan bermigrasi menyebrangi permukaan luka. Epitel menebal dan mulai matur dan luka mulai merapat. Pada luka superficial, reepitelisasi terjadi 3-5 hari. 4. Fase kontraktur scar (7 hari beberapa bulan) Serabut-serabut kolagen terbentuk dan terjadi proses remodeling. Pergerakan miofibroblast yang aktif menyebabkan kontraksi area penyembuhan, menutup defek dan membawa ujung kulit tertutup bersama-sama. Skar yang matur selanjutnya terbentuk. Skar yang matur tidak mengandung pembuluh darah dan pucat, serta lebih terasa nyeri dari pada fase granulasi. b. Healing by Secondary Intention (Penutupan luka sekunder) Luka yang terjadi dari trauma, ulserasi dan infeksi dan memiliki sejumlah besar eksudat dan luas, batas luka ireguler dengan kehilangan jaringan yang cukup luas menyebabkan tepi luka tidak merapat. Reaksi inflamasi dapat lebih besar dari pada penyembuhan luka. Kegagalan penutupan sekunder dari luka terbuka akan berakibat terbentuknya luka terbuka kronis. c. Healing by Tertiary Intention (Penutupan luka tertier) Adalah intension primer yang tertunda. Terjadi karena dua lapisan jaringan granulasi dijahit bersamasama. Ini terjadi ketika luka yang terkontaminasi, terbuka dan dijahit rapat setelah infeksi dikendalikan. Juga dapat terjadi ketika luka primer mengalami infeksi, terbuka dan dibiarkan tumbuh jaringan granulasi dan kemudian dijahit. Intension tersier biasanya mengakibatkan skar yang lebih luas dan lebih dalam dari pada intension primer atau sekunder.

Komplikasi penyembuhan luka Meliputi Infeksi, pendarahan, dehiscence dan evicerasi a. Infeksi Invasi bakteri pada luka dapat terjadi pada saat trauma, selama pembedahan atau setelah pembedahan. Gejala dari Infeksi sering muncul dalam 2-7 hari setelah pembedahan.gejalanya berupa infeksi termasuk adanya purulent, peningkatan drainage, nyeri, kemerahan dan bengkak di sekeliling luka, peningkatan suhu, dan peningkatan leukosit. b. Pendarahan Dapat menunjukkan suatu pelepasan jahitan, sulit membeku pada garis jahitan, infeksi atau erosi dari pembuluh darah oleh benda asing (seperti darain). Hipovolemia mungkin tidak cepat tampak, sehingga balutan jika mungkin harus sering di lihat selama 48 jam pertama setelah pembedahan dan tiap 8 jam setelah itu. Jika terjadi perdarahan yang berlegihan, penambahan tekanan luka steril mungkin diperluk an. Pemberian cairan & intervensi pembedahan mungkin diperlukan. c. Dehiscence dan Eviscerasi Dehiscence dan Eviscerasi adalah komplikasi post operasi yang serius. Dehiscence yaitu terbukanya lapisan luka partial. Eviscerasi yaitu keluarnya pembulu kapiler melalui daerah irisan. Sejumlah faktor meliputi ; kegemukan, kurang nutrisi, multiple trauma, gagal untuk menyatu, bentuk yang berlebihan, muntah dan dehidrasi dapat mempertinggi resiko klien mengalami dehiscence luka. Ketika dehiscence & eviscerasi terjadi luka, harus segera ditutup dengan balutan steril yang lebar kompres dengan normal saline. Klien disiapkan untuk segera dilakukan perbaikan pada daerah luka. Perkembangan perawatan luka. Prinsip penanganan luka saat ini meliputi beberapa hal a. Mengontrol infeksi Isolasi substansi tubuh dan tehnik cuci tangan yang baik dan benar. Sarung tangan yang bersih atau steril dan balutan steril. Instrumen steril untuk mengganti balutan. Krasher dan Kennedi (1994) melakukan metode alternatif dalam mengganti balutan dengan kombinasi tehnik steril dan non steril. Merujuk ke teknik tidak boleh disentuh adalah sebagai berikut : 1. Gunakan dua pasang sarung tangan tidak steril, kasa steril ukuran 44 , normal salin (Nacl 0,9%) steril. 2. Sarung tangan pertama digunakan untuk membuka bantuan luka yang kotor, kemudian lepaskan dan cuci tangan.

3. Buka peralatan steril menggunakan tehnik steril. 4. Kenakan sarung tangan kedua, tuang normal saline di atas luka dengan menampung waskom dibawah luka. 5. Pegang kasa steril pada sisanya/pinggir luka, bagian depan (yang menyentuh luka) jangan samapai tersentuh oleh tangan yang mengenakan sarung tanga tidak steril. 6. Bersihkan luka dengan gerakan sirkuler/ melingkar diawali dari bagian dalam luka kearah luar. Untuk tiap putaran kasa diganti dengan yang baru. 7. Bersihkan dan keringkan juga disekeliling luka. 8. Tutup kembali luka dengan meletakkan balutan di atasnya, pegang sisi/sudut balutan penutup dan letakkan bagian yang tidak tersentuh di atas permukaan luka. 9. Tutup dengan balutan transparan, tulis tunggal, jam dan initial balutan. Gunakan Sodium Clorida 0,9% untuk irigasi dan bersihkan luka. Minimalkan trauma dengan gosokan luka secra hati-hati. Ganti balutan baru setiap kali membersihkan luka. b. Moist wound healing (penyembuhan luka dengan kondisi lembab) Kondisi fisiologis jaringan adalah dengan kondisi hidrasi yang seimbang untuk mempertahankan kelembaban. Kondisi yang lembab memfasilitasi pertumbuhan jaringa n yang baru (granulasi). Keadaan ini biasanya dapat terjaga dengan baik bila kondisi kulit utuh. Namun inilah masalahnya dimana kulit sudah mengalami kerusakan dan gagal melakukan fungsinya. Untuk itu seorang perawat memikirkan bagai mana mempertahankan kondisi hidrasi luka yang sudah kehilang perlindungan yaitu kulit, dan bahan apa yang dapat menggantikan kulit tersebut. Pengkajian luka a. Lokasi Lokasi luka dapat mempengaruhi penyembuhan luka, dimana tidak semua lokasi tubuh mendapatkan peredaran darah yang sama. Ditinjau dari prinsip fisiologis, pada bagian tubuh yang memiliki pembuluh darah yang banyak akan mendapatkan aliran darah yang banyak. Hal ini akan mendukung penyembuhan luka lebih cepat dibandingkan dari bagian tubuh yang lebih sedikit mendapat aliran darah. b. Ukuran luka Diukur panjang, lebar dan diameternya bila bentuk luka bulat dengan sentimeter, gambarkan bentuk luka tersebut dengan lembar transparan yang telah dicatat berpola kotak- kotak berukuran sentimeter. c. Kedalaman luka Kedalaman luka dapat diukur dengan kapas lidi steril yang sudah dilembabkan dengan normal saline, masukan dengan hati-hati kedalam luka dengan

o posisi tegak lurus (90 ) hingga kedasar luka. Beri tanda pada lidi sejajar dengan permukaan kulit disekitar luka. Ukur dengan sentimeter. d. Gowa atau terowongan Gowa dan terowongan dapat diketahui denga melakukan palpas jaringan disekeliling pinggir luka, dimana akan teraba tenderness/perlukan. Masukan saline melalui mulut lubang ke dasar luka/ujung terowongan. Beri tanda pada lidi sejajar dengan permukaan kulit disekitar luka. Beri tekanan /palpasi dengan hati-hati dan kaji saluran yang abnormal tersebut. Jangan pernah menggunakan kekuatan dorongan yang berlebilan bila menggunakan kapas lidi. Ukur lokasi dan kedalaman lubang/penetrasi. Untuk penentuan lokasi ditetepkan dengan pola arah jarum jam dengan pusat pada tengah luka dan jam 12 sesuai garis anatomis sumbu tubuh manusia. Misalnya lokasi mulut lubang terdapat pada posisi jam 8 dengan kedalaman 5 cm atau dapat dibuatkan gambar jam dengan tanda pada posisi jam 8. e. Warna dasar luka Warna dasar luka sangat penting dikaji karena berhububungan dengan penentuan terapi topikal dan jenis balutan luka. Ada beberapa macam warna dasar luka yang membutuhkan perlakuan spesifik terhadap masing-masing sesuai warna dasar tersebut. 1) Nekrotik Biasanya warna dasar hitam, tampak kering dan keras disebut keropeng. Kering tidak berarti jaringan dibawahnya tidak terinfeksi atau tidak ada sksudat, ini tidak dapat dipastikan tanpa dilakukan palpasi terlebih dahulu. Dengan melakukan palpasi dapat dirasakan ada tenderness atau tidak dibawah jaringan keropang tersebut dan disekitar luka teraba panas dan tampak tanda radang disekelilingnya yang perlu diperhatikan. Dan juga tidak terlepas dari keluhan penderita apakah merasa nyeri berdenyut dibawah jaringan nekroit tersebut. Untuk luka seperti ini membutuhkan suasana yang lembab sehingga nekrotik yang kering tersebut dapat lepas dengan sendirinya. Jenis balutan yang baik adalah hidrogel. Diatasnya diletakan kasa dan balutan transparan. 2) Sloughy Warna dasar luka ini tampak kekuningan, sangat eksudatif atau tampak berair/basah. Sloughy ini harus diangkat dari permukaan luka karena jaringan ini juga sedang mengalami nekrotik, dengan demikian pada dasar luka akan tumbuh jaringan granulasi buntuk proses penyembuahan. Untuk luka seperti ini dibutuhkan hydrogen untuk melepas jaringan nekroit. Gunakan hydrofiber untuk menyerap eksudat yang berlebihan sehingga tercipta lingkungan yang konduksif. (moist/lembab) untuk proses panyembuhan luka. Bila luka mudah berdarah lebih baik digunakan calcium alginate. Hydrofiber yang mengandung calcium alginato dapat menghentikan pendarahan dengan segera. 3). Granulasi Warna dasar luka ini adalah merah. Perlu diketahui bahwa ini merupakan

pertumbuhan jaringan yang baik, namun tidak dapay dibiarkan tanpa pambalut. Tetap harus diberi pelindung sebagai pengganti kulit utuk mencegah kontaminasi dari dunia luar dan menciptakan kondisi lingkungan luka yang baru untuk pertumbuhan sel granulasi tersebut. Biasanya luka ini sangat mudah berdarah. Boleh diberikan balutan hydrogen dan apabila eksudat banyak dapat digunakan hydrofiber yang mengandung calcium alginate labih efektif. 4). Epitelisasi Warna dasarnya adalah pink, kadang-kadang sebagian luka ini masih dalam proses glanulasi. Untuk itu perlu pemilihan balutan yang dapat mendukung mutasi sel yaitu douderm tipis (extra thin). Balutan ini berbentuk wafer/padat, tidak berbentuk seruk, namun cukup lunak dan nyaman diletakan diatas permukaan luka dan tidak menimbulkan trauma terghadap luka, dapat juga menyetap eksudut yang minimal melindungi luka dari kontaminasi. 1) Infeksi Luka ini banyak warna dasarnya, umumnya ada pada ke empat warna diatas. Untuk luka ini balutan balutan dapat dikombinasi. Bila cendrung berdarah dapat ditutup dengan calciun alginate diatas bagian yang berdarah tersebut. Untuk eksudat yang banyak dapat dipilih hydrofiber dan untuk bau yang tidak enak dapat diberikan Carboflex. Kemudian tutup denga balutan transparan untuk memantau kondisi dari luar tanpa membuka balutan 2) Funging malodours Warna luka berfariasi, luka ini sangat kompleks biasanya dialami oleh penderita kangker, terutama kangker mammae dimana sebagian permukaan luka sangat mudah berdarah, eksudat banyak, bau tidak enak, ukurannya besar dan lokasinya dekat dengan hidung. Untuk menentukan balutan yang efektif dapat dilakukan sesuatu dengan petunjuk pada luka yang terinfeksi yang telah ditulis sebelumnya. Bahan yang digunakan untuk perawatan luka a Sodium Clorida 0,9% Sodium Clorida 0,9% adalah larutan fisiologis yang ada di seluruh tubuh karena tidak ada reaksi hiper sensi tivitas terhadap Sodium Clorida (Nacl). Normal saline aman digunakan untuk kondisi apapun. Natrium dan clorida sama seperti plasma darah. Larutan ini tidak mempengaruhi sel darah merah. Nacl tersedia dalam beberapa konsentrasi, yang paling sering adalah Sodium Clorida 0,9%. Merupakan larutan isotonis aman untuk tubuh, tidak iritan, melindungi granulasi jaringan dari kondisi kering, menjaga kelembapan sekitar luka dan membantu proses penyembuhan luka serta mudah didapat dengan harga relatif murah. Hanya normal saline solutio yang di rekomondasikan oleh American Health Care Police and Research ( ALICPR) untuk perawatan luka seperti membersihkan dan membalut luka. Normal saline fisiologis tidak akan merusak kulit dan secara adekuat menjaga kebersihan luka . b. Povidine Iodine

Povidine Iodine adalah elemen non metalik yang tersedia dalam bentuk garam yang di kombinasi dengan bahan lain. Walaupun Iodine bahan non metalik, Iodine berwarna hitam kebiru-biruan, kilau metalik dan bau yang jelas. Iodine hanya larut sedikit di air tetapi dapat larut keseluruhan dalam alkohol . Larutan ini akan melepaskan Iodine anorganik bila kontak dengan kulit atau selaput lendir sehingga cocok untuk luka kotor dan terinfeksi bakteri gram positif dan negatif, spora, jamur dan protozoa. Bahan ini agak iritan dan alargen serta maninggalkan residu Studi menunjukkan bahwa antiseptik seperti Povidine Iodine toxic terhadap sel .Iodine dengan konsentrasi > 3% dapat memberi rasa panas pada kulit. Rosa terbakar akan nampak ketika daerah yang di rawat ditutup dengan balutan Oklusif kulit dapat ternoda serta nyeri pada sisi luka Povidine Iodine 10% mempunyai aktivitas baktericida yang baik terhadap bakteri yang ada di kulit dan kelenjar keringat yang kemudian pada kulit sering timbul resida atau sisa warna Iodine .

2. Basic Life Support Penderita trauma/multitrauma memerlukan penilaian dan pengelolaan yang cepat dan tepat untuk menyelamatkan jiwa penderita. Waktu berperan sangat penting, oleh karena itu diperlukan cara yang mudah, cepat dan tepat. Proses awal ini dikenal dengan Initial assessment ( penilaian awal ). Penilaian awal meliputi: 1. Persiapan 2. Triase 3. Primary survey (ABCDE) 4. Resusitasi 5. Tambahan terhadap primary survey dan resusitasi 6. Secondary survey 7. Tambahan terhadap secondary survey 8. Pemantauan dan re-evaluasi berkesinarnbungan 9. Transfer ke pusat rujukan yang lebih baik Urutan kejadian diatas diterapkan seolah-seolah berurutan namun dalam praktek sehari-hari dapat dilakukan secara bersamaan dan terus menerus.

I. PERSIAPAN A. Fase Pra-Rumah Sakit 1. Koordinasi yang baik antara dokter di rumah sakit dan petugas lapangan 2. Sebaiknya terdapat pemberitahuan terhadap rumah sakit sebelum penderita mulai diangkut dari tempat kejadian. 3. Pengumpulan keterangan yang akan dibutuhkan di rumah sakit seperti waktu kejadian, sebab kejadian, mekanisme kejadian dan riwayat penderita. B. Fase Rumah Sakit 1. Perencanaan sebelum penderita tiba 2. Perlengkapan airway sudah dipersiapkan, dicoba dan diletakkan di tempat yang mudah dijangkau

3. Cairan kristaloid yang sudah dihangatkan, disiapkan dan diletakkan pada tempat yang mudah dijangkau 4. Pemberitahuan terhadap tenaga laboratorium dan radiologi apabila sewaktu-waktu dibutuhkan. 5. Pemakaian alat-alat proteksi diri

II. TRIASE Triase adalah cara pemilahan penderita berdasarkan kebutuhan terapi dan sumber daya yang tersedia. Dua jenis triase :

A. Multiple Casualties Jumlah penderita dan beratnya trauma tidak melampaui kemampuan rumah sakit. Penderita dengan masalah yang mengancam jiwa dan multi trauma akan mendapatkan prioritas penanganan lebih dahulu.

B. Mass Casualties Jumlah penderita dan beratnya trauma melampaui kemampuan rumah sakit. Penderita dengan kemungkinan survival yang terbesar dan membutuhkan waktu, perlengkapan dan tenaga yang paling sedikit akan mendapatkan prioritas penanganan lebih dahulu.

Pemberian label kondisi pasien pada musibah massal :

A. Label hijau Penderita tidak luka . Ditempatkan di ruang tunggu untuk dipulangkan.

B. Label kuning Penderita hanya luka ringan. Ditempatkan di kamar bedah minor UGD.

C. Label merah Penderita dengan cedera berat. Ditempatkan di ruang resusitasi UGD dan disiapkan dipindahkan ke kamar operasi mayor UGD apabila sewaktuwaktu akan dilakukan operasi

D. Label biru Penderita dalam keadaan berat terancam jiwanya. Ditempatkan di ruang resusitasi UGD disiapkan untuk masuk intensive care unit atau masuk kamar operasi.

E. Label hitam Penderita sudah meninggal. Ditempatkan di kamar jenazah.

Gambar 1 Alur Skema Triase

Ukur Tanda Vital dan Tingkat Kesadaran


LANGKAH 1

GCS<14 atau RR<10 atau >29 atau

Tek. Darah Sistolik<90 atau RTS<11 atau PTS<9

YA. Panggil tim trauma

TIDAK. Nilai anatomi cedera

LANGKAH 2

Flail chest Fraktur 1/lebih fraktur tulang

Paralisis ekstremitas Fraktur pelvis Kombinasi trauma-luka bakar Luka bakar luas

Panjang Amputasi proks. Wrist/ankle Cedera Tembus kepala, leher, toraks abdomen, proksimal lutut/siku Fr. Tengkorak, terbuka dan impresi

YA. Panggil tim trauma

TIDAK. Nilai mekanisme cedera dan bukti benturan keras


Waktu ekstrikasi >20 menit Jatuh > 6 m Mobil terbalik Pejalan kaki X Mobil kecepatan

Terlempar dari mobil

LANGKAH 3

Meninggal di mobil yang sama Pejalan kaki terlempar/terlindas Mobil kecepatan tinggi Kecepatan >64 km/jam Mobil penyok >50 cm Instruksi dalam kabin > 30 cm

> 8 km/jam
KLL motor kecepatan > 32 km/jam

atau moto-pengendara terpisah

YA. Panggil tim trauma atau rujuk ke pusat trauma

TIDAK

LANGKAH 4

Umur < 5 atau > 55 tahun Hamil Imunosupresi

Penyakit jantung-paru IDDM, Sirosis

morbid obesity, koagulopati

YA. Panggil tim trauma rujuk ke pusat trauma

TIDAK, Re evaluasi bersama control medik

III. PRIMARY SURVEY A. Airway dengan kontrol servikal 1. Penilaian a. Mengenal patensi airway ( inspeksi, auskultasi, palpasi) b. Penilaian secara cepat dan tepat akan adanya obstruksi 2. Pengelolaan airway a. Lakukan chin lift dan atau jaw thrust dengan kontrol servikal inline immobilisasi b. Bersihkan airway dari benda asing bila perlu suctioning dengan alat yang rigid c. - Pasang pipa nasofaringeal atau orofaringeal Pasang airway definitif sesuai indikasi ( lihat tabel 1 )

3. Fiksasi leher 4. Anggaplah bahwa terdapat kemungkinan fraktur servikal pada setiap penderita multi trauma, terlebih bila ada gangguan kesadaran atau perlukaan diatas klavikula. 5. Evaluasi
Tabel 1- Indikasi Airway Definitif
Kebutuhan untuk perlindungan airway Tidak sadar Apnea Paralisis neuromuskuler Tidak sadar Fraktur maksilofasial Usaha nafas yang tidak adekuat Takipnea Hipoksia Hiperkarbia Sianosis Bahaya aspirasi Perdarahan Muntah - muntah Bahaya sumbatan Hematoma leher Cedera kepala tertutup berat yang membutuhkan hiperventilasi singkat, bila terjadi penurunan keadaan neurologis Kebutuhan untuk ventilasi

Cedera laring, trakea Stridor

Gambar 2

Algoritme Airway Keperluan Segera Airway Definitif Kecurigaan cedera servikal Oksigenasi/Ventilasi

Apneic Intubasi orotrakeal dengan imobilisasi servikal segaris Cedera maksilofasial berat Tidak dapat intubasi Tidak dapat intubasi

Bernafas Intubasi Nasotrakeal atau orotrakeal dengan imobilisasi servikal segaris*

Tidak dapat intubasi Tambahan farmakologik Intubasi orotrakeal Tidak dapat intubasi

Airway Surgical * Kerjakan sesuai pertimbangan klinis dan tingkat ketrampilan/pengalaman

B. Breathing dan Ventilasi-Oksigenasi 1. Penilaian a. Buka leher dan dada penderita, dengan tetap memperhatikan kontrol servikal in-line immobilisasi b. Tentukan laju dan dalamnya pernapasan c. Inspeksi dan palpasi leher dan thoraks untuk mengenali kemungkinan terdapat deviasi trakhea, ekspansi thoraks simetris atau tidak, pemakaian otot-otot tambahan dan tanda-tanda cedera lainnya. d. Perkusi thoraks untuk menentukan redup atau hipersonor e. Auskultasi thoraks bilateral 2. Pengelolaan a. Pemberian oksigen konsentrasi tinggi ( nonrebreather mask 11-12 liter/menit) b. Ventilasi dengan Bag Valve Mask c. Menghilangkan tension pneumothorax d. Menutup open pneumothorax e. Memasang pulse oxymeter 3. Evaluasi

C. Circulation dengan kontrol perdarahan 1. Penilaian a. Mengetahui sumber perdarahan eksternal yang fatal b. Mengetahui sumber perdarahan internal c. Periksa nadi : kecepatan, kualitas, keteraturan, pulsus paradoksus. Tidak diketemukannya pulsasi dari arteri besar merupakan pertanda diperlukannya resusitasi masif segera. d. Periksa warna kulit, kenali tanda-tanda sianosis. e. Periksa tekanan darah 2. Pengelolaan a. Penekanan langsung pada sumber perdarahan eksternal b. Kenali perdarahan internal, kebutuhan untuk intervensi bedah serta konsultasi pada ahli bedah.

c. Pasang kateter IV 2 jalur ukuran besar sekaligus mengambil sampel darah untuk pemeriksaan rutin, kimia darah, tes kehamilan (pada wanita usia subur), golongan darah dan cross-match serta Analisis Gas Darah (BGA). d. Beri cairan kristaloid yang sudah dihangatkan dengan tetesan cepat. e. Pasang PSAG/bidai pneumatik untuk kontrol perdarahan pada pasien-pasien fraktur pelvis yang mengancam nyawa. f. Cegah hipotermia 3. Evaluasi D. Disability 1. Tentukan tingkat kesadaran memakai skor GCS/PTS 2. Nilai pupil : besarnya, isokor atau tidak, reflek cahaya dan awasi tandatanda lateralisasi 3. Evaluasi dan Re-evaluasi aiway, oksigenasi, ventilasi dan circulation. E. Exposure/Environment 1. Buka pakaian penderita 2. Cegah hipotermia : beri selimut hangat dan tempatkan pada ruangan yang cukup hangat.

IV. RESUSITASI A. Re-evaluasi ABCDE B. Dosis awal pemberian cairan kristaloid adalah 1000-2000 ml pada dewasa dan 20 mL/kg pada anak dengan tetesan cepat ( lihat tabel 2 ) C. Evaluasi resusitasi cairan 1. Nilailah respon penderita terhadap pemberian cairan awal ( lihat gambar 3, tabel 3 dan tabel 4 ) 2. Nilai perfusi organ ( nadi, warna kulit, kesadaran dan produksi urin ) serta awasi tanda-tanda syok
D. Pemberian cairan selanjutnya berdasarkan respon terhadap pemberian cairan awal. 1. Respon cepat Pemberian cairan diperlambat sampai kecepatan maintenance Tidak ada indikasi bolus cairan tambahan yang lain atau

pemberian darah Pemeriksaan darah dan cross-match tetap dikerjakan Konsultasikan pada ahli bedah karena intervensi operatif mungkin masih diperlukan

2. Respon Sementara Pemberian cairan tetap dilanjutkan, ditambah dengan

pemberian darah Respon terhadap pemberian darah menentukan tindakan operatif Konsultasikan pada ahli bedah ( lihat tabel 5 ).

3. Tanpa respon Konsultasikan pada ahli bedah Perlu tindakan operatif sangat segera Waspadai kemungkinan syok non hemoragik seperti

tamponade jantung atau kontusio miokard Gambar 3 a. Rapid response Pemasangan CVP dapat membedakan keduanya ( lihat tabel 6 )

b. Transient response

c. No response

Tabel 2- Perkiraan Kehilangan Cairan dan Darah, Berdasarkan Presentasi Penderita Semula

KELAS I Kehilangan Darah (mL) Kehilangan Darah (% volume darah) Denyut Nadi Tekanan Darah Tekanan nadi (mm Hg) Frekuensi Pernafasan Produksi Urin (mL/jam) CNS/ Status Mental Penggantian Cairan (Hukum 3:1) Kristaloid >30 <100 Normal Normal atau Naik 14-20 Sampai 750

Kelas II 750-1500

Kelas III 1500-2000

Kelas IV >2000

Sampai 15% 15%-30%

30%-40%

>40%

>100 Normal Menurun

>120 Menurun Menurun

>140 Menurun Menurun

20-30

30-40

>35

20-30

5-15

Tidak berarti

Sedikit cemas Agak cemas Cemas, bingung Kristaloid

Bingung,lesu (lethargic)

Kristaloid dan Kristaloid dan darah darah

Table 3-Penilaian Awal dan Pengelolaan Syok

KONDISI Tension Pneumothorax

PENILAIAN (Pemeriksaan Fisik) Deviasi Tracheal Distensi vena leher Hipersonor Bising nafas (-)

PENGELOLAAN Needle decompression Tube thoracostomy

Massive hemothorax

Deviasi Tracheal Vena leher kolaps Perkusi : dullness Bising nafas (-)

Venous access Perbaikan Volume Konsultasi bedah Tube thoracostomy Pericardiocentesis Venous access Perbaikan Volume Pericardiotomy Thoracotomy

Cardiac tamponade

Distensi vena leher Bunyi jantung jauh Ultrasound

Perdarahan Intraabdominal

Distensi abdomen

Venous access

Uterine lift, bila hamil Perbaikan Volume DPL/ultrasonography Konsultasi bedah Pemeriksaan Vaginal Jauhkan uterus dari vena cava Kontrol Perdarahan Direct pressure Bidai / Splints Luka Kulit kepala yang berdarah : Jahit

Perdarahan Luar

Kenali sumber perdarahan

Tabel 4-Penilaian Awal dan Pengelolaan Syok

KONDISI Fraktur Pelvis

IMAGE FINDINGS Pelvic x-ray Fraktur Ramus Pubic

SIGNIFICANCE Kehilangan darah kurang dibanding jenis lain Mekanisme Kompresi Lateral

INTERVENSI Perbaikan Volume Mungkin Transfuse Hindari manipulasi berlebih

Open book

Pelvic volume

Perbaikan Volume Mungkin Transfusi Pelvic volume Rotasi Internal Panggul PASG

Vertical shear

Sumber perdarahan banyak

External fixator Angiography Traksi Skeletal Konsultasi Ortopedi

Cedera

CT scan

Potensial kehilangan darah Hanya dilakukan bila hemodinamik stabil

Perbaikan Volume Mungkin Transfusi Konsultasi Bedah

Organ Dalam Perdarahan intraabdomimal

Tabel 5-Transient Responder ETIOLOGI PEM.FISIK PEM.DIAGNOSTIK TAMBAHAN Dugaan Jumlah Distensi Abdomen DPL atau ultrasonografi Konsultasi Bedah Perbaikan Volume Mungkin Transfusi Pasang bidai Reevaluasi toraks Dekompresi jarum Tube thoracostomy INTERVENSI

perdarahan kurang Fraktur Pelvis atau Perdarahan Berlanjut Nonhemorrhagic Cardiac tamponade Fraktur Pelvis Perdarahan Luar

Distensi vena leher Pericardiocentesis Bunyi jantung jauh Ultrasound Bising nafas

normal Recurrent/ persistent tension pneumothorax Deviasi Tracheal leher Hipersonor Bising nafas (-) Distensi versa

Tabel 6-Non responder ETIOLOGI PEM.FISIK PEM.DIAGNOSTI K TAMBAHAN Massive blood loss (Class III atau IV) Intraabdominal bleeding Nonhemorrhagic Tension pneumothorax Distensi Vena Leher Trachea tergeser Suara nafas menghilang Hipersonor Chest Decompresion (Needle thoracocentesis diteruskan dengan tube thoracostomy) Mungkin diperlukan penggunaan monitoring invasive Nonhemorrhagic Cardiac tamponade Distensi vena leher Bunyi jantung jauh Ultrasound Bising nafas normal Cedera tumpul jantung Nadi # teratur Perfusi jelek EKG : kelainan iskemik Transesophagea Persiapan OK Invasive monitoring Inotropic support Pericardiocentes Nilai ulang ABCDE is Nilai ulang jantung Pericardiocentesis Distensi Abdomen DPL/USG Intervensi segera (ahli bedah) Perbaikan Volume Resusitasi Operatif INTERVENSI

Pertimbangkan

echocardiography operasi Ultrasonograph y (pericardial) V. TAMBAHAN PADA PRIMARY SURVEY DAN RESUSITASI A. Pasang EKG 1. Bila ditemukan bradikardi, konduksi aberan atau ekstrasistole harus dicurigai adanya hipoksia dan hipoperfusi 2. Hipotermia dapat menampakkan gambaran disritmia B. Pasang kateter uretra 1. Kecurigaan adanya ruptur uretra merupakan kontra indikasi pemasangan kateter urine 2. Bila terdapat kesulitan pemasangan kateter karena striktur uretra atau BPH, jangan dilakukan manipulasi atau instrumentasi, segera konsultasikan pada bagian bedah 3. Ambil sampel urine untuk pemeriksaan urine rutine 4. Produksi urine merupakan indikator yang peka untuk menilai perfusi ginjal dan hemodinamik penderita 5. Output urine normal sekitar 0,5 ml/kgBB/jam pada orang dewasa, 1 ml/kgBB/jam pada anak-anak dan 2 ml/kgBB/jam pada bayi C. Pasang kateter lambung 1. Bila terdapat kecurigaan fraktur basis kranii atau trauma maksilofacial yang merupakan kontraindikasi pemasangan

nasogastric tube, gunakan orogastric tube. 2. Selalu tersedia alat suction selama pemasangan kateter lambung, karena bahaya aspirasi bila pasien muntah. D. Monitoring hasil resusitasi dan laboratorium Monitoring didasarkan atas penemuan klinis; nadi, laju nafas, tekanan darah, Analisis Gas Darah (BGA), suhu tubuh dan output urine dan pemeriksaan laboratorium darah.

E. Pemeriksaan foto rotgen dan atau FAST


1. Segera lakukan foto thoraks, pelvis dan servikal lateral, menggunakan

mesin x-ray portabel dan atau FAST bila terdapat kecurigaan trauma abdomen.
2. Pemeriksaan foto rotgen harus selektif dan jangan sampai menghambat proses resusitasi. Bila belum memungkinkan, dapat dilakukan pada saat secondary survey. 3. Pada wanita hamil, foto rotgen yang mutlak diperlukan, tetap harus dilakukan.

VI. SECONDARY SURVEY A. Anamnesis Anamnesis yang harus diingat : A : Alergi M : Mekanisme dan sebab trauma M : Medikasi ( obat yang sedang diminum saat ini) P : Past illness L : Last meal (makan minum terakhir) E : Event/Environtment yang berhubungan dengan kejadian

perlukaan.

B. Pemeriksaan Fisik ( lihat tabel 7 )

Tabel 7- Pemeriksaan Fisik pada Secondary Survey Hal yang dinilai Tingkat Kesadaran Identifikasi/ tentukan Beratnya trauma kapitis Penilaian Skor GCS Penemuan Klinis 8, cedera kepala berat 9 -12, cedera kepala sedang 13-15, cedera kepala ringan Pupil Jenis cedera Ukuran "mass effect" CT Scan Konfirmasi dengan CT Scan Ulangi tanpa relaksasi Otot

kepala Luka pada mata Kepala Luka pada kulit kepala Fraktur tulang tengkorak Maksilofasi Luka jaringan al lunak Fraktur Kerusakan syaraf Luka dalam mulut/gigi Leher Cedera pada faring Fraktur servikal Kerusakan vaskular Cedera esofagus Gangguan neurologis Toraks Perlukaan Emfisema subkutan Pneumo/ hematotoraks Cedera

Bentuk Reaksi

Diffuse axional injury Perlukaan mata

Inspeksi adanya luka dan fraktur Palpasi adanya fraktur Inspeksi : deformitas Maloklusi Palpasi : krepitus

Luka kulit kepala Fraktur impresi Fraktur basis

CT Scan

Fraktur tulang Foto tulang wajah Cedera jaringan lunak wajah CT Scan tulang wajah

Inspeksi Palpasi Auskultasi

Deformitas faring Emfisema subkutan Hematoma Murmur Tembusnya platisma Nyeri, nyeri tekan C spine

Foto servikal Angiografi/ Doppler Esofagoskopi Laringoskopi

Inspeksi Auskultasi

Jejas, deformitas, gerakan Paradoksal Nyeri tekan dada, krepitus Bising nafas

Foto toraks CT Scan Angiografi Bronchoskopi Tube torakostomi Perikardio

dinding toraks Palpasi

bronchus Kontusio paru Kerusakan aorta torakalis

berkurang jauh Krepitasi mediastinum Nyeri punggung hebat

sintesis Esofagus

Bunyi jantung USG Trans-

Tabel 7- Pemeriksaan Fisik pada Secondary Survey ( lanjutan ) Hal yang Dinilai pinggang Identifikasi/ tentukan Inspeksi Palpasi Auskultasi Tentukan arah penetrasi Abdomen Cedera intraperitoneal Cedera retroperitoneal Penilaian Penemuan klinis Nyeri, nyeri tekan abd. Iritasi peritoneal Cedera organ viseral Cedera retroperitonea l Pelvis Cedera Genito- Palpasi urinarius Fraktur pelvis simfisis pubis untuk pelebaran Nyeri tekan tulang elvis Tentukan instabilitas pelvis (hanya satu kali) Cedera Genito- Foto pelvis rinarius (hematuria) Perlukaan perineum, rektum, vagina Urogram Uretrogram IVP CT Scan dengan kontras Konfirmasi dengan DPL FAST CT Scan Laparotomi Foto dengan kontras Angiografi

Abdomen/ Perlukaan dd.

Fraktur pelvis Sistogram

Inspeksi perineum Pem. Rektum/vagin a Medula spinalis Trauma kapitis Pemeriksaan Trauma medulla spinalis Trauma syaraf perifer Kolumna Fraktur kolumna Vertebralis Kerusakan syaraf Ekstremita Cedera s jaringan lunak Fraktur Kerusakan sendi Defisit neurovascular vertebralis lnstabilitas terhadap nyeri, tanda lateralisasi Nyeri tekan Deformitas Inspeksi Palpasi Jejas, n, pucat Mal-alignment Nyeri, nyeri tekan, Krepitasi Pulsasi hilang/ berkurang Kompartemen Defisit neurologis Foto ronsen Pengukuran tekanan kompartemen Angiografi pembengkaka Doppler motorik Pemeriksaan sensorik "mass effect" unilateral Tetraparesis Paraparesis Cedera radiks syaraf Respon verbal Fraktur atau dislokasi Foto polos CT Scan Foto polos MRI

VII. TAMBAHAN PADA SECONDARY SURVEY A. Sebelum dilakukan pemeriksaan tambahan, periksa keadaan penderita dengan teliti dan pastikan hemodinamik stabil B. Selalu siapkan perlengkapan resusitasi di dekat penderita karena pemeriksaan tambahan biasanya dilakukan di ruangan lain C. Pemeriksaan tambahan yang biasanya diperlukan : 1. CT scan kepala, abdomen 2. USG abdomen, transoesofagus 3. Foto ekstremitas 4. Foto vertebra tambahan 5. Urografi dengan kontras

VIII. RE-EVALUASI PENDERITA A. Penilaian ulang terhadap penderita, dengan mencatat dan melaporkan setiap perubahan pada kondisi penderita dan respon terhadap resusitasi. B. Monitoring tanda-tanda vital dan jumlah urin C. Pemakaian analgetik yang tepat diperbolehkan IX. TRANSFER KE PUSAT RUJUKAN YANG LEBIH BAIK A. Pasien dirujuk apabila rumah sakit tidak mampu menangani pasien karena keterbatasan SDM maupun fasilitas serta keadaan pasien yang masih memungkinkan untuk dirujuk. B. Tentukan indikasi rujukan, prosedur rujukan dan kebutuhan penderita selama perjalanan serta komunikasikan dengan dokter pada pusat rujukan yang dituju.

3. Tanda Emergency

SYOK HIPOVOLEMIK Syok adalah suatu sindrom klinis akibat kegagalan akut fungsi sirkulasi yang menyebabkan ketidakcukupan perfusi jaringan dan oksigenasi jaringan, dengan akibat gangguan mekanisme homeostasis. Berdasarkan penelitian Moyer dan Mc Clelland tentang fisiologi keadaan syok dan homeostasis, syok adalah keadaan tidak cukupnya pengiriman oksigen ke jaringan. Syok merupakan keadaan gawat yang membutuhkan terapi yang agresif dan pemantauan yang kontinyu atau terus-menerus di unit terapi intensif.

Syok secara klinis didiagnosa dengan adanya gejala-gejala seperti berikut: 1. Hipotensi: tekanan sistole kurang dari 80 mmHg atau TAR (tekanan arterial rata-rata) kurang dari 60 mmHg, atau menurun 30% lebih. 2. Oliguria: produksi urin kurang dari 20 ml/jam. 3. Perfusi perifer yang buruk, misalnya kulit dingin dan berkerut serta pengisian kapiler yang jelek. Syok dapat diklasifikasi sebagai syok hipovolemik, kardiogenik, dan syok anafilaksis. Di sini akan dibicarakan mengenai syok hipovolemik yang dapat disebabkan oleh hilangnya cairan intravaskuler, misalnya terjadi pada: 1. Kehilangan darah atau syok hemoragik karena perdarahan yang mengalir keluar tubuh seperti hematotoraks, ruptura limpa, dan kehamilan ektopik terganggu. 2. Trauma yang berakibat fraktur tulang besar, dapat menampung kehilangan darah yang besar. Misalnya, fraktur humerus menghasilkan 500 1000 ml perdarahan atau fraktur femur menampung 10001500 ml perdarahan. 3. Kehilangan cairan intravaskuler lain yang dapat terjadi karena kehilangan protein plasma atau cairan ekstraseluler, misalnya pada: 1. Gastrointestinal: peritonitis, pankreatitis, dan gastroenteritis. 2. Renal: terapi diuretik, krisis penyakit Addison. 3. Luka bakar (kombustio) dan anafilaksis. Pada syok, konsumsi oksigen dalam jaringan menurun akibat berkurangnya aliran darah yang mengandung oksigen atau berkurangnya pelepasan oksigen ke dalam jaringan. Kekurangan oksigen di jaringan menyebabkan sel terpaksa melangsungkan metabolisme anaerob dan menghasilkan asam laktat. Keasaman jaringan bertambah dengan adanya asam laktat, asam piruvat, asam lemak, dan keton (Stene-Giesecke, 1991). Yang penting dalam klinik adalah pemahaman kita bahwa fokus perhatian syok hipovolemik yang disertai asidosis adalah saturasi oksigen yang perlu diperbaiki serta perfusi jaringan yang harus segera dipulihkan dengan penggantian cairan. Asidosis merupakan urusan selanjutnya, bukan prioritas utama. Gejala dan Tanda Klinis Gejala syok hipovolemik cukup bervariasi, tergantung pada usia, kondisi premorbid, besarnya volume cairan yang hilang, dan lamanya berlangsung. Kecepatan kehilangan cairan tubuh merupakan faktor kritis respons kompensasi. Pasien muda dapat dengan mudah mengkompensasi kehilangan cairan dengan jumlah sedang dengan vasokonstriksi dan takhikardia. Kehilangan volume yang cukp besar dalam waktu lambat, meskipun terjadi pada pasien usia lanjut, masih dapat ditolerir juga dibandingkan kehilangan dalam waktu yang cepat atau singkat. Apabila syok telah terjadi, tanda-tandanya akan jelas. Pada keadaan hipovolemia,

penurunan darah lebih dari 15 mmHg dan tidak segera kembali dalam beberapa menit. Adalah penting untuk mengenali tanda-tanda syok, yaitu: 1. Kulit dingin, pucat, dan vena kulit kolaps akibat penurunan pengisian kapiler selalu berkaitan dengan berkurangnya perfusi jaringan. 2. Takhikardia: peningkatan laju jantung dan kontraktilitas adalah respons homeostasis penting untuk hipovolemia. Peningkatan kecepatan aliran darah ke mikrosirkulasi berfungsi mengurangi asidosis jaringan. 3. Hipotensi: karena tekanan darah adalah produk resistensi pembuluh darah sistemik dan curah jantung, vasokonstriksi perifer adalah faktor yang esensial dalam mempertahankan tekanan darah. Autoregulasi aliran darah otak dapat dipertahankan selama tekanan arteri turun tidak di bawah 70 mmHg. 4. Oliguria: produksi urin umumnya akan berkurang pada syok hipovolemik. Oliguria pada orang dewasa terjadi jika jumlah urin kurang dari 30 ml/jam. Pada penderita yang mengalami hipovolemia selama beberapa saat, dia akan menunjukkan adanya tanda-tanda dehidrasi seperti: (1) Turunnya turgor jaringan; (2) Mengentalnya sekresi oral dan trakhea, bibir dan lidah menjadi kering; serta (3) Bola mata cekung. Akumulasi asam laktat pada penderita dengan tingkat cukup berat, disebabkan oleh metabolisme anaerob. Asidosis laktat tampak sebagai asidosis metabolik dengan celah ion yang tinggi. Selain berhubungan dengan syok, asidosis laktat juga berhubungan dengan kegagalan jantung (decompensatio cordis), hipoksia, hipotensi, uremia, ketoasidosis diabetika (hiperglikemi, asidosis metabolik, ketonuria), dan pada dehidrasi berat. Tempat metabolisme laktat terutama adalah di hati dan sebagian di ginjal. Pada insufisiensi hepar, glukoneogenesis hepatik terhambat dan hepar gagal melakukan metabolisme laktat. Pemberian HCO3 (bikarbonat) pada asidosis ditangguhkan sebelum pH darah turun menjadi 7,2. Apabila pH 7,07,15 dapat digunakan 50 ml NaHCO3 8,4% selama satu jam. Sementara, untuk pH < 7,0 digunakan rumus 2/2 x berat badan x kelebihan basa.Pemeriksaan Laboratorium HematologiPemeriksaan laboratorium sangat bermanfaat untuk menentukan kadar hemoglobin dan nilai hematokrit. Akan tetapi, resusitasi cairan tidak boleh ditunda menunggu hasil pemeriksaan. Hematokrit pasien dengan syok hipovolemik mungkin rendah, normal, atau tinggi, tergantung pada penyebab syok.Jika pasien mengalami perdarahan lambat atau resusitasi cairan telah diberikan, nilai hematokrit akan rendah. Jika hipovolemia karena kehilangan volume cairan tubuh tanpa hilangnya sel darah merah seperti pada emesis, diare, luka bakar, fistula, hingga mengakibatkan cairan intravaskuler menjadi pekat (konsentarted) dan kental, maka pada keadaan ini nilai hematokrit menjadi tinggi.Diagnosa DifferensialSyok hipovolemik menghasilkan mekanisme kompensasi yang terjadi pada hampir semua organ tubuh. Hipovolemia adalah penyebab utama syok pada trauma cedera. Syok hipovolemik perlu dibedakan dengan syok hipoglikemik karena penyuntikan insulin berlebihan. Hal ini tidak jarang terjadi pada pasien yang dirawat di Unit Gawat Darurat.Akan terlihat gejala-gejala seperti kulit dingin, berkeriput,

oligurik, dan takhikardia. Jika pada anamnesa dinyatakan pasien sebelumnya mendapat insulin, kecurigaan hipoglikemik sebaiknya dipertimbangkan. Untuk membuktikan hal ini, setelah darah diambil untuk pemeriksaan laboratorium (gula darah sewaktu), dicoba pemberian 50 ml glukosa 50% intravena atau 40 ml larutan dextrose 40% intravena.Resusitasi CairanManajemen cairan adalah penting dan kekeliruan manajemen dapat berakibat fatal. Untuk mempertahankan keseimbangan cairan maka input cairan harus sama untuk mengganti cairan yang hilang. Cairan itu termasuk air dan elektrolit. Tujuan terapi cairan bukan untuk kesempurnaan keseimbangan cairan, tetapi penyelamatan jiwa dengan menurunkan angka mortalitas.Perdarahan yang banyak (syok hemoragik) akan menyebabkan gangguan pada fungsi kardiovaskuler. Syok hipovolemik karena perdarahan merupakan akibat lanjut. Pada keadaan demikian, memperbaiki keadaan umum dengan mengatasi syok yang terjadi dapat dilakukan dengan pemberian cairan elektrolit, plasma, atau darah.Untuk perbaikan sirkulasi, langkah utamanya adalah mengupayakan aliran vena yang memadai. Mulailah dengan memberikan infus Saline atau Ringer Laktat isotonis. Sebelumnya, ambil darah 20 ml untuk pemeriksaan laboratorium rutin, golongan darah, dan bila perlu Cross test. Perdarahan berat adalah kasus gawat darurat yang membahayakan jiwa. Jika hemoglobin rendah maka cairan pengganti yang terbaik adalah tranfusi darah.Resusitasi cairan yang cepat merupakan landasan untuk terapi syok hipovolemik. Sumber kehilangan darah atau cairan harus segera diketahui agar dapat segera dilakukan tindakan. Cairan infus harus diberikan dengan kecepatan yang cukup untuk segera mengatasi defisit atau kehilangan cairan akibat syok. Penyebab yang umum dari hipovolemia adalah perdarahan, kehilangan plasma atau cairan tubuh lainnya seperti luka bakar, peritonitis, gastroenteritis yang lama atau emesis, dan pankreatitis akuta.Pemilihan Cairan Intravena. Pemilihan cairan sebaiknya didasarkan atas status hidrasi pasien, konsentrasi elektrolit, dan kelainan metabolik yang ada. Berbagai larutan parenteral telah dikembangkan menurut kebutuhan fisiologis berbagai kondisi medis. Terapi cairan intravena atau infus merupakan salah satu aspek terpenting yang menentukan dalam penanganan dan perawatan pasien. Terapi awal pasien hipotensif adalah cairan resusitasi dengan memakai 2 liter larutan isotonis Ringer Laktat. Namun, Ringer Laktat tidak selalu merupakan cairan terbaik untuk resusitasi. Resusitasi cairan yang adekuat dapat menormalisasikan tekanan darah pada pasien kombustio 1824 jam sesudah cedera luka bakar.Larutan parenteral pada syok hipovolemik diklasifikasi berupa cairan kristaloid, koloid, dan darah. Cairan kristaloid cukup baik untuk terapi syok hipovolemik. Keuntungan cairan kristaloid antara lain mudah tersedia, murah, mudah dipakai, tidak menyebabkan reaksi alergi, dan sedikit efek samping. Kelebihan cairan kristaloid pada pemberian dapat berlanjut dengan edema seluruh tubuh sehingga pemakaian berlebih perlu dicegah.Larutan NaCl isotonis dianjurkan untuk penanganan awal syok hipovolemik dengan hiponatremik, hipokhloremia atau alkalosis metabolik. Larutan RL adalah larutan isotonis yang paling mirip dengan cairan ekstraseluler. RL dapat diberikan dengan aman dalam jumlah besar kepada

pasien dengan kondisi seperti hipovolemia dengan asidosis metabolik, kombustio, dan sindroma syok. NaCl 0,45% dalam larutan Dextrose 5% digunakan sebagai cairan sementara untuk mengganti kehilangan cairan insensibel.Ringer asetat memiliki profil serupa dengan Ringer Laktat. Tempat metabolisme laktat terutama adalah hati dan sebagian kecil pada ginjal, sedangkan asetat dimetabolisme pada hampir seluruh jaringan tubuh dengan otot sebagai tempat terpenting. Penggunaan Ringer Asetat sebagai cairan resusitasi patut diberikan pada pasien dengan gangguan fungsi hati berat seperti sirosis hati dan asidosis laktat. Adanya laktat dalam larutan Ringer Laktat membahayakan pasien sakit berat karena dikonversi dalam hati menjadi bikarbonat.Secara sederhana, tujuan dari terapi cairan dibagi atas resusitasi untuk mengganti kehilangan cairan akut dan rumatan untuk mengganti kebutuhan harian. Perdarahan Intrakranial Perdarahan Intrakranial adalah perdarahan di dalam tulang tengkorak. Perdarahan bisa terjadi di dalam otak atau di sekeliling otak: Perdarahan yang terjadi intraserebral perdarahan subaraknoid Perdarahan diantara subdural perdarahan epidural. lapisan di dalam otak disebut perdarahan rongga subaraknoid disebut (meningen) disebut perdarahan

selaput

otak

Setiap perdarahan akan menimbulkan kerusakan pada sel-sel otak. Ruang di dalam tulang tengkorak sangat terbatas, sehingga perdarahan dengan cepat akan menyebabkan bertambahnya tekanan dan hal ini sangat berbahaya. Penyebab Cedera kepala merupakan penyebab yang paling sering ditemukan pada penderita perdarahan intrakranial yang berusia dibawah 50 tahun. Penyebab lainnya adalah malformasi arteriovenosa, yaitu kelainan anatomis di dalam arteri atau vena di dalam atau di sekitar otak. Malformasi arteriovenosa merupakan kelainan bawaan, tetapi baru diketahui keberadaannya jika telah menimbulkan gejala. Perdarahan dari malformasi arteriovenosa bisa secara tiba-tiba menyebabkan pingsan dan kematian, dan cenderung menyerang remaja dan dewasa muda. Kadang dinding pembuluh darah menjadi lemah dan menonjol, yang disebut dengan aneurisma. Dinding aneurisma yang tipis bisa pecah dan menyebabkan perdarahan. Aneurisma di dalam otak merupakan penyebab dari perdarahan intrakranial, yang bisa menyebabkanstroke hemoragik (stroke karena perdarahan).

Macam-Macam Perdarahan Intrakranial Perdarahan Intraserebral Perdarahan intraserebral merupakan salah satu jenis stroke, yang disebabkan oleh adanya perdarahan ke dalam jaringan otak. Perdarahan intraserebral terjadi secara tiba-tiba, dimulai dengan sakit kepala, yang diikuti oleh tanda-tanda kelainan neurologis (misalnya kelemahan, kelumpuhan, mati rasa, gangguan berbicara, gangguan penglihatan dan kebingungan). Sering terjadi mual, muntah, kejang dan penurunan kesadaran, yang bisa timbul dalam waktu beberapa menit. Biasanya dilakukan pemeriksaan CT scan dan MRI untuk membedakan stroke iskemik dengan stroke perdarahan. Pemeriksaan tersebut juga bisa menunjukkan luasnya kerusakan otak dan peningkatan tekanan di dalam otak. Pungsi lumbal biasanya tidak perlu dilakukan, kecuali jika diduga terdapat meningitis atau infeksi lainnya. Pembedahan bisa memperpanjang harapan hidup penderita, meskipun meninggalkan kelainan neurologis yang berat. Tujuan pembedahan adalah untuk membuang darah yang telah terkumpul di dalam otak dan untuk mengurangi tekanan di dalam tengkorak. Perdarahan intraserebral merupakan jenis stroke yang paling berbahaya. Stroke biasanya luas, terutama pada penderita tekanan darah tinggi menahun. Lebih dari separuh pendeirta yang memiliki perdarahan yang luas, meninggal dalam beberapa hari. Penderita yang selamat biasanya kembali sadar dan sebagian fungsi otaknya kembali, karena tubuh akan menyerap sisa-sisa darah. Perdarahan Subaraknoid Perdarahan subaraknoid adalah perdarahan tiba-tiba ke dalam rongga diantara otak dan selaput otak (rongga subaraknoid). Sumber dari perdarahan adalah pecahnya dinding pembuluh darah yang lemah (apakah suatumalformasi arteriovenosa ataupun suatu aneurisma) secara tiba-tiba. Kadang aterosklerosis atau infeksi menyebabkan kerusakan pada pembuluh darah sehingga pembuluh darah pecah. Pecahnya pembuluh darah bisa terjadi pada usia berapa saja, tetapi paling sering menyerang usia 25-50 tahun. Perdarahan subaraknoid jarang terjadi setelah suatu cedera kepala. Perdarahan subaraknoid karena aneurisma biasanya tidak menimbulkan gejala. Kadang aneurisma menekan saraf atau mengalami kebocoran kecil sebelum pecah, sehingga menimbulkan pertanda awal, seperti sakit kepala, nyeri wajah, penglihatan ganda atau gangguan penglihatan lainnya. Pertanda awal bisa terjadi dalam beberapa menit sampai beberapa minggu sebelum aneurisma pecah. Jika timbul gejala-gejala

tersebut harus segera dibawa ke dokter agar bisa diambil tindakan untuk mencegah perdarahan yang hebat. Pecahnya aneurisma biasanya menyebabkan sakit kepala mendadak yang hebat, yang seringkali diikuti oleh penurunan kesadaran sesaat. Beberapa penderita mengalami koma, tetapi sebagian besar terbangun kembali, dengan perasaan bingung dan mengantuk. Darah dan cairan serebrospinal di sekitar otak akan mengiritasi selaput otak (meningen), dan menyebabkan sakit kepala, muntah dan pusing. Denyut jantung dan laju pernafasan sering naik turun, kadang disertai dengan kejang. Dalam beberapa jam bahkan dalam beberapa menit, penderita kembali mengantuk dan linglung. Sekitar 25% penderita memiliki kelainan neurologis, yang biasanya berupa kelumpuhan pada satu sisi badan. Diagnosis biasanya ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan CT scan, yang bisa menunjukkan lokasi dari perdarahan. Jika diperlukan, bisa dilakukan pungsi lumbal untuk melihat adanya darah di dalam cairan serebrospinal. Angiografi dilakukan untuk memperkuat diagnosis dan sebagai panduan jika dilakukan pembedahan. Sekitar sepertiga penderita meninggal pada episode pertama karena luasnya kerusakan otak. 15% penderita meninggal dalam beberapa minggu setelah terjadi perdarahan berturut-turut. Penderita aneurisma yang tidak menjalani pembedahan dan bertahan hidup, setelah 6 bulan memiliki resiko sebanyak 5% untuk terjadinya perdarahan. Banyak penderita yang sebagian atau seluruh fungsi mental dan fisiknya kembali normal, tetapi kelainan neurologis kadang tetap ada. Penderita segera dirawat dan tidak boleh melakukan aktivitas berat. Obat pereda nyeri diberikan untuk mengatasi sakit kepala hebat. Kadang dipasang selang drainase di dalam otak untuk mengurangi tekanan. Pembedahan untuk menyumbat atau memperkuat dinding arteri yang lemah, bisa mengurangi resiko perdarahan fatal di kemudian hari. Pembedahan ini sulit dan angka kematiannya sangat tinggi, terutama pada penderita yang mengalami koma atau stupor. Sebagian besar ahli bedah menganjurkan untuk melakukan pembedahan dalam waktu 3 hari setelah timbulnya gejala. Menunda pembedahan sampai 10 hari atau lebih memang mengurangi resiko pembedahan tetapi meningkatkan kemungkinan terjadinya perdarahan kembali.

4. Multipel Trauma

Trauma Murni Trauma Murni adalah apabila korban didiagnosa dengan satu kecederaan pada salah satu regio atau bagian anatomis yang mayor. Trauma Multipel

Trauma multipel atau politrauma adalah apabila terdapat 2 atau lebih kecederaan secara fisikal pada regio atau organ tertentu, dimana salah satunya bisa menyebabkan kematian dan memberi impak pada fisikal, kognitif, psikologik atau kelainan psikososial dan disabilitas fungsional. Trauma kepala paling banyak dicatat pada pasien politrauma dengan kombinasi dari kondisi yang cacat seperti amputasi, kelainan pendengaran dan penglihatan, post-traumatic stress syndrome dan kondisi kelainan jiwa yang lain (Veterans Health Administration Transmittal Sheet). 1. Trauma servikal, batang otak dan tulang belakang Trauma yang diakibatkan kecelakaan lalu lintas, jatuh dari tempat yang tinggi serta pada aktivitas olahraga yang berbahaya boleh menyebabkan cedera pada beberapa bagian ini. Antara kemungkinan kecederaan yang bisa timbul adalah seperti berikut: a. Kerusakan pada tulang servikal C1-C7; cedera pada C3 bisa menyebabkan pasien apnu. Cedera dari C4-C6 bisa menyebabkan pasien kuadriplegi, paralisis hipotonus tungkai atas dan bawah serta syok batang otak. b. Fraktur Hangman terjadi apabila terdapat fraktur hiperekstensi yang bilateral pada tapak tulang servikal C2. c. Tulang belakang torak dan lumbar bisa diakibatkan oleh cedera kompresi dan cedera dislokasi. d. Spondilosis servikal juga dapat terjadi. e. Cedera ekstensi yaitu cedera Whiplash terjadi apabila berlaku ekstensi pada tulang servikal. 2. Trauma toraks Trauma toraks bisa terbagi kepada dua yaitu cedera dinding toraks dan cedera paru. 3. Trauma abdominal Trauma abdominal terjadi apabila berlaku cedera pada bagian organ dalam dan bagian luar abdominal 4. Tungkai atas Trauma tungkai atas adalah apabila berlaku benturan hingga menyebabkan cedera dan putus ekstrimitas. Cedera bisa terjadi dari tulang bahu, lengan atas, siku, lengan bawah, pergelangan tangan, jari- jari tangan serta ibu jari. 5. Tungkai bawah Kecederaan yang paling sering adalah fraktur tulang pelvik. Cedera pada bagian lain ekstrimitas bawah seperti patah tulang femur, lutut atau patella, ke arah distal lagi yaitu fraktur tibia, fraktur fibula, tumit dan telapak kaki .

Anda mungkin juga menyukai

  • Angina Ludwig
    Angina Ludwig
    Dokumen15 halaman
    Angina Ludwig
    Ranti Apriliani Putri
    Belum ada peringkat
  • Refereat Hiv
    Refereat Hiv
    Dokumen33 halaman
    Refereat Hiv
    Ranti Apriliani Putri
    Belum ada peringkat
  • Chapter I-1
    Chapter I-1
    Dokumen3 halaman
    Chapter I-1
    Chofi Qolbi
    Belum ada peringkat
  • Kel 11
    Kel 11
    Dokumen23 halaman
    Kel 11
    raannttii
    Belum ada peringkat
  • Chapter II Dra
    Chapter II Dra
    Dokumen7 halaman
    Chapter II Dra
    Dedi Aje
    Belum ada peringkat
  • HIPERTIROID
    HIPERTIROID
    Dokumen7 halaman
    HIPERTIROID
    Ayu Assa Chua
    0% (1)
  • HIPERKALEMIA
    HIPERKALEMIA
    Dokumen5 halaman
    HIPERKALEMIA
    Ranti Apriliani Putri
    Belum ada peringkat
  • Gingivitis
    Gingivitis
    Dokumen2 halaman
    Gingivitis
    dprihantin
    Belum ada peringkat
  • LEUKOPLAKIA
    LEUKOPLAKIA
    Dokumen12 halaman
    LEUKOPLAKIA
    nyoman gede prayudi
    100% (5)
  • Keracunan Makanan
    Keracunan Makanan
    Dokumen3 halaman
    Keracunan Makanan
    Ranti Apriliani Putri
    Belum ada peringkat
  • Bahan Ajar Digesti Ipdv II
    Bahan Ajar Digesti Ipdv II
    Dokumen70 halaman
    Bahan Ajar Digesti Ipdv II
    Amalia An-Nisak
    100% (1)
  • Skenario 3
    Skenario 3
    Dokumen21 halaman
    Skenario 3
    Ranti Apriliani Putri
    Belum ada peringkat
  • Chapter II PDF
    Chapter II PDF
    Dokumen23 halaman
    Chapter II PDF
    Sitti Nur Qomariah
    Belum ada peringkat
  • Nama
    Nama
    Dokumen6 halaman
    Nama
    Ranti Apriliani Putri
    Belum ada peringkat
  • Isi Ebm RNT Fix
    Isi Ebm RNT Fix
    Dokumen14 halaman
    Isi Ebm RNT Fix
    Ranti Apriliani Putri
    Belum ada peringkat
  • Step 7 1
    Step 7 1
    Dokumen7 halaman
    Step 7 1
    Ranti Apriliani Putri
    Belum ada peringkat
  • Skenario 1 Agromedicine
    Skenario 1 Agromedicine
    Dokumen10 halaman
    Skenario 1 Agromedicine
    Ranti Apriliani Putri
    Belum ada peringkat
  • Ebm
    Ebm
    Dokumen11 halaman
    Ebm
    Ranti Apriliani Putri
    Belum ada peringkat
  • Isi Ebm RNT Fix
    Isi Ebm RNT Fix
    Dokumen14 halaman
    Isi Ebm RNT Fix
    Ranti Apriliani Putri
    Belum ada peringkat
  • Sken 1 Ikkom
    Sken 1 Ikkom
    Dokumen1 halaman
    Sken 1 Ikkom
    Ranti Apriliani Putri
    Belum ada peringkat
  • Isi Ebm RNT Fix
    Isi Ebm RNT Fix
    Dokumen14 halaman
    Isi Ebm RNT Fix
    Ranti Apriliani Putri
    Belum ada peringkat
  • Cover KT Pengantar Ske 1
    Cover KT Pengantar Ske 1
    Dokumen2 halaman
    Cover KT Pengantar Ske 1
    Ranti Apriliani Putri
    Belum ada peringkat
  • Ebm
    Ebm
    Dokumen11 halaman
    Ebm
    Ranti Apriliani Putri
    Belum ada peringkat
  • 1
    1
    Dokumen4 halaman
    1
    Ranti Apriliani Putri
    Belum ada peringkat
  • Maldesensus Testis
    Maldesensus Testis
    Dokumen16 halaman
    Maldesensus Testis
    Andriani Kemala Sari
    Belum ada peringkat
  • Mikro Ranti
    Mikro Ranti
    Dokumen31 halaman
    Mikro Ranti
    Ranti Apriliani Putri
    Belum ada peringkat
  • Laporan Tutorial Kelompok 7 Kasus 2
    Laporan Tutorial Kelompok 7 Kasus 2
    Dokumen35 halaman
    Laporan Tutorial Kelompok 7 Kasus 2
    Ranti Apriliani Putri
    100% (1)
  • Kata Pengantar
    Kata Pengantar
    Dokumen3 halaman
    Kata Pengantar
    Ranti Apriliani Putri
    Belum ada peringkat
  • Kata Pengantar
    Kata Pengantar
    Dokumen3 halaman
    Kata Pengantar
    Ranti Apriliani Putri
    Belum ada peringkat