Anda di halaman 1dari 19

PENINGKATKAN HASIL BELAJAR MENGGAMBAR KONSTRUKSI KUDA-KUDA KAYU MELALUI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL BERBASIS BENDA MODEL DAN BENDA

NYATA PADA SISWA KELAS TGB1 SMK NEGERI 1 ADIWERNA TAHUN 2008/2009 Aris Sulistyanto *) Abstrak: Pembelajaran menggambar konstruksi bangunan gedung seharusnya dilakukan dengan menggunakan metode yang efektif agar setiap siswa yang mengikuti benar-benar memahami dan menguasai setiap kompetensi yang diajarkan sehingga diharapkan lulusan Program Keahlian Teknik Gambar Bangunan siap untuk bekerja di bidangnya.Kurang optimalnya hasil pembelajaran menggambar konstruksi bangunan Gedung disebabkan oleh partisipasi dan keaktifan siswa dalam mengikuti pembelajaran yang kurang. Untuk mengatasi hal tersebut, perlu dilakukan suatu tindakan yang dapat mendorong para siswa agar aktif berpartisipasi saat mengikuti pembelajaran. Salah satu metode yang digunakan adalah dengan pembelajaran) Contextual Teaching and Learning (CTL) berbasis benda model dan benda nyata. Subyek penelitian ini adalah siswa kelas XI TGB1 SMK Negeri 1 Adiwerna tahun 2008/2009 dengan jumlah siswa 32 orang. Teknik analisis data yang digunakan adalah diskriptif komparatif dengan membandingkan nilai tugas awal dan nilai tugas antarsiklus dengan indikator kinerja yang ditetapkan. Hasil observasi dan refleksi dianalisis dengan diskriptif komparatif yang dilakukan secara kolaborasi. Penelitian ini dilakukan dalam dua siklus dengan hasil analisis data menunjukan adanya peningkatan hasil yang signifikan. Ketuntasan klasikal siklus I naik dari 81,25% menjadi 87,50% dan pada akhir siklus II menjadi 93,75% yang berarti telah melebihi indikator keberhasilan yang ditetapkan. Kata kunci: pembelajaran kontekstual, benda model, dan hasil belajar tuntas.

PENDAHULUAN Salah satu dari tujuan Pendidikan Menengah Kejuruan adalah menghasilkan lulusan yang mempunyai keterampilan untuk hidup mandiri. Oleh karena itu, setiap pembelajaran di SMK seharusnya berorientasi pada kehidupan nyata yang ada di dunia --------------------------------------------------------------------------------------------------------------*) Guru di Program Keahlian Teknik Gambar Bangunan SMKN 1 Adiwerna

Artikel ilmiah, aris sulistyanto,2009

kerja dengan menerapkan metode yang efektif dan mampu mengembangkan potensi siswanya. Kenyataan selama ini adalah bahwa pembelajaran di SMK masih banyak menggunakan metode konvensional, yaitu berorientasi pada guru dan kurang mendorong siswa untuk mengembangkan diri. Siswa cenderung hanya menerima apa yang diterangkan oleh guru dan tidak dapat menemukan konsep sendiri, baik secara individu atau kelompok. Guru masih mengalami kesuliatan dalam menerapkan metode pembelajaran yang efektif dan belum mampu mengembangkan potensi siswanya. Hanya beberapa orang siswa dalam satu kelas yang berani bertanya dan sangat jarang anak yang mengemukakan ide atau gagasannya termasuk memprotes kesalahan yang diperbuat oleh temannya. Apabila sesekali guru meminta siswa mengerjakan tugas dalam kelompok, mereka hanya mengandalkan beberapa siswa yang mengerjakan tugas dan sebagian besar lainnya pasif. Kondisi seperi itu tidak menumbuhkan sifat kompetitif pada jiwa anak sehingga pada saat mengerjakan tugas harian mereka masih saja ada yang mengandalkan bantuan teman. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa pembelajaran menjadi kurang bermakna. Mata pelajaran Menggambar Konstruksi Bangunan Gedung, salah satu mata pelajaran pada Program Keahlian Teknik Gambar Bangunan, adalah mata pelajaran yang diharapkan dapat membekali lulusan agar siap kerja sebagai juru gambar (drafter) ataupun pelaksana di lapangan pada pekerjaan konstruksi bangunan. Untuk itu, dalam setiap pembelajaran seharusnya dilakukan dengan menggunakan metode yang efektif agar setiap siswa yang mengikuti benar-benar memahami dan menguasi setiap kompetensinya. Salah satu kompetensi yang belum dapat dicapai secara optimal oleh siswa SMK Negeri 1 Adiwerna adalah menggambar konstruksi kuda-kuda kayu. Padahal, kompetensi menggambar konstruksi kuda-kuda kayu ini sangat penting untuk dikuasai oleh para calon juru gambar dan pelaksana pekerjaan konstruksi bangunan. Belum optimalnya pembelajaran menggambar konstruksi kuda-kuda kayu tersebut dapat diamati dari hasil pekerjaan (gambar) siswa kelas XI TGB1, yang
Artikel ilmiah, aris sulistyanto,2009

sekadarnya dan cenderung asal sudah mencapai KKM (Kriteria Ketuntasan Minimum) saja. Jarang ada siswa yang mencapai nilai dengan kriteria baik. Dari hasil pengamatan, ternyata sebagian besar guru Menggambar Konstruksi Bangunan Gedung, baik yang mengajar di kelas XI TGB maupun kelas XII TGB, mengajarkan Menggambar Konstruksi Bangunan Gedung hanya sebatas teori-teori dan memberikan contoh gambar di papan tulis dan siswa diberi tugas untuk menggambar. Metode pembelajaran yang digunakan oleh guru dapat dikatakan monoton dan tidak nampak adanya variasi. Penyebab belum optimalnya pelaksanaan pembelajaran Menggambar Konstruksi Bangunan Gedung adalah kurangnya pemahaman guru terhadap teori dan metode pembelajaran yang ada. Hal tersebut menyebabkan guru menjadi kurang kreatif dan belum menerapkan pembelajaran yang menarik dan bervariasi. Salah satu alternatif untuk mengatasi permasalahan di atas adalah dengan penerapan metode pembelajaran yang mengaitkan antara materi pembelajaran dengan dunia nyata. Caranya ialah dengan menyajikan model di hadapan siswa atau membawa siswa untuk melihat benda sesungguhnya. Dengan metode ini diharapkan dapat mendorong siswa untuk menghubungkan pengetahuan dan ketrampilan yang dimiliki dengan aplikasinya di lapangan. Pembelajaran seperti itu disebut pembelajaran dengan pendekatan kontekstual atau Contextual teaching and learning (CTL). Penerapan metode pembelajaran dengan pendekatan kontekstual ini mengharuskan guru untuk lebih kreatif dan inovatif dalam membuat perencanaan pembelajaran supaya dapat mendorong siswa agar lebih aktif sehingga pada akhirnya bisa meningkatkan keterampilan dan hasil belajar siswa. Berdasar uraian di atas, permasalahan dan tujuan penelitian ini adalah apakah pembelajaran Menggambar Konstruksi Bangunan Gedung khususnya kompetensi menggambar konstruksi kuda-kuda kayu pada kelas XI TGB1 SMK Negeri 1 Adiwerna Kabupaten Tegal tahun ajaran 2008/2009 dapat ditingkatkan melalui pembelajaran kontekstual berbasis benda model dan benda nyata dan untuk

Artikel ilmiah, aris sulistyanto,2009

meningkatkan hasil pembelajaran menggambar konstruksi kuda-kuda kayu melalui pembelajaran kontekstual berbasis benda model dan benda nyata. Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat bagi siswa, guru, dan sekolah. 1. Siswa dapat mencapai kompetensi dasar dan meningkatkan prestasi belajar dan kreativitas melalui pembelajaran kontekstual berbasis benda model dan benda nyata. 2. Guru dapat membantu mengatasi kesulitan dalam pembelajaran menggambar konstruksi bangunan gedung pada umumnya dan menggambar konstruksi kudakuda kayu pada khususnya sehingga dapat menambah wawasan pengetahuan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dan mengubah pola dan sikap mengajar dari hanya sebagai pemberi informasi menjadi fasilitator dan mediator. 3. Sekolah dapat memakai sebagai alat evaluasi untuk lebih meningkatkan kualitas pembelajaran.

KAJIAN PUSTAKA Menurut ahli psikologi, inti dari pengertian belajar adalah adanya suatu perubahan (Darsono 2002). Para ahli tersebut adalah berikut ini. 1. Menurut Morris L. Biggi, belajar adalah perubahan yang menetap dalam kehidupan seseorang yang tidak diwariskan secara genetis, dan bahwa perubahan itu terjadi pada pemahaman, perilaku, persepsi, motivasi, atau kombinasi dari semuanya secara sistematis sebagai akibat pengalaman dalam situasi-situasi tertentu. 2. Aaron Quinn Sartain dkk., mendefinisikan belajar sebagai suatu perubahan perilaku dari hasil pengalaman dan yang termasuk dalam perubahan ini antara lain cara merespon suatu sinyal, cara menguasai ketrampilan, dan mengembangkan sikap terhadap suatu objek.

Artikel ilmiah, aris sulistyanto,2009

3. Menurut W.S Wingkel, belajar adalah suatu aktivitas mental atau psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, ketrampilan, dan nilai sikap Dari tiga pendapat di atas dapat dilihat adanya benang merah bahwa belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku seseorang akibat dari interaksi dengan lingkungan sehingga hasil dari semua kegiatan belajar adalah perubahan, dari tidak tahu menjadi tahu, dari belum paham menjadi paham, dari belum terampil menjadi trampil, dan dari belum menguasai suatu kompetensi menjadi menguasai. Dalam suatu proses belajar mengajar mengenai suatu kompetensi, seorang siswa dikatan berhasil apabila siswa tersebut telah menguasai atau menuntaskan kompetensi yang diajarkan. Siswa dapat dinyatakan tuntas menguasai suatu kompetensi jika mencapai nilai tertentu yang telah ditetapkan, yaitu kriteria ketuntasan minimum (KKM). Menggambar Konstruksi Bangunan Gedung adalah salah satu mata pelajaran pada program keahlian Teknik Gambar Bangunan yang diajarkan pada kelas XI semester Dengan mata pelajaran ini diharapkan dapat membekali siswa agar siap bekerja pada dunia usaha jasa konstruksi bangunan gedung. Mata pelajaran ini sangat penting bagi lulusan SMK program keahlian Teknik Gambar Bangunan. Pentingnya gambar teknik bagi orang yang bekerja di bidang teknik dapat disamakan dengan pentingnya menulis bagi pengarang. Gambar teknik merupakan suatu media komunikasi yang memungkinkan para perancang memberikan (bukukita.com 2008). Usaha jasa konstruksi bangunan gedung sendiri dapat diartikan sebagai bidang usaha pengadaan bangunan gedung. Jasa pengadaan bangunan sendiri melewati suatu proses yang dapat diurutkan secara garis besar berikut ini. 1. Tahap perencanaan atau perancangan. Pada tahap ini bangunan yang akan dibuat dimodelkan dalam dua bentuk yaitu bentuk 2 dimensi (gambar) dan bentuk 3 dimensi (maket) yang dilengkapi dengan berbagai dokumen sebagai pendukung,
Artikel ilmiah, aris sulistyanto,2009

penjelasan kepada orang lain

antara lain : Rencana Anggaran Biaya (RAB) dan Rencana Kerja dan Syarat-syarat (RKS), yang secara keseluruhan dokumen ini disebut dokumen perencanaan atau biasa disebut bestek. Dokumen perencanaan ini yang nantinya dipakai sebagai pedoman pada pelaksnaan pengadaan bangunan tersebut. 2. Tahap asembling atau perakitan. Tahap ini merupakan pekerjaan skala kecil pada elemen bangunan seperti kuda-kuda baja, elemen pracetak, dan lain-lain, dimana tahap ini dilakasanakan di lapangan atau di bengkel/ pabrik. 3. Tahap konstruksi. Tahap ini merupakan tahap akhir dari pembuatan bangunan di lapangan. Tahap ini dilaksanakan dengan acuan dokumen perencanaan (bestek). Lulusan Sekolah Menengah Kejuruan dengan program keahlian Teknik Gambar Bangunan dipersiapkan khususnya untuk dapat melaksanakan tahap yang pertama dari tiga tahap di atas, yaitu tahap perencanaan atau perancangan. Perencanaan atau perancangan bangunan berdasarkan urutan kerjanya dapat dibagi atas : 1. Desain skematik/ schematic design, yaitu tahap perancangan awal yang menghasilkan gambar ide dari bangunan yang akan dibuat. 2. Perancangan awal/ priliminary design, yaitu tahap perancangan yang lebih matang, yang memberikan gambaran bangunan secara lebih jelas dan terukur meskipun belum detail. 3. Pengembangan rancangan/ design development, adalah merupakan tahap pengembangan rancangan awal menjadi lebih detail. Pada tahap ini standar penggambaran bangunan masih sangat bervariasi, karena gambar hanya akan dikomunikasikan kepada pemilik untuk meyakinkan desain. 4. Gambar kerja/ working drawing, yaitu gambar akhir perancangan yang dapat menggambarkan secara detail hasil rancangan dan siap untuk diserahkan kepada pihak lain untuk ditindaklajuti. Gambar ini nantinya akan dipakai sebagai bahan tender konstruksi, dikekomunikasikan kepada cost estimator untuk dihitung kebutuhan biayanya dan kepada kontraktor untuk dilaksanakan. Oleh karena itu, standar gambar kerja bangunan harus bersifat universal untuk menghindari kesalahpahaman.

Artikel ilmiah, aris sulistyanto,2009

Ruang lingkup pekerjaan standarisasi kompetensi bidang gambar bangunan dibatasi pada bidang keilmuan Arsitektur dan Struktur Gedung, dan juga pada fase produksi gambar kerja, gambar pelaksanaan, dan gambar terbangun.. Disamping itu pembagian bidang gambar bangunan juga dibedakan atas dasar teknik atau cara penggambaran. Teknik penggambaran secara garis besar dibagi atas dua, yakni manual dan digital. Manual adalah penggambaran yang dilakukan dengan peralatan gambar manual, biasanya memakai rapido, pinsil, segitiga, dan peralatan tulis atau gambar lainnya. Digital adalah penggambaran dengan menggunakan komputer, dengan output gambar digital. Kompetensi pada mata pelajaran Menggambar Konstruksi Bangunan Gedung yang diberikan kepada siswa kelas XI TGB semester 2 masih menggambar secara manual. Sesuai silabus pada program keahlian Teknik Gambar Bangunan menggambar konstruksi kuda-kuda kayu, merupakan salah satu kompetensi yang harus disampaikan kepada siswa pada kelas XI semester 2. Yang dimaksud dengan kuda-kuda kayu adalah suatu sistem konstruksi penyangga atap yang berbentuk segi tiga atau gabungan beberapa segi tiga yang berbahan kayu. Kompetensi menggambar konstruksi kuda-kuda kayu, terbagi atas beberapa subkompetensi adalah menggambar rencana kuda-kuda kayu, menggambar detail sambungan antara kaki kuda-kuda dengan balok tarik, menggambar detail sambungan antara kaki kuda-kuda dengan tiang kuda-kuda, menggambar detail sambungan antara tiang kuda kuda dengan balok tarik, menggambar detail sambungan antara kaki kudakuda dengan balok sokong, dan menggambar detail sambungan antara balok sokong dengan tiang kuda-kuda. Yang dimaksud pembelajaran kontekstual adalah suatu proses pendidikan yang holistik dan bertujuan memotivasi siswa untuk memahami suatu materi pelajaran dengan mengaitkan materi tersebut dengan konteks kehidupan sehari-hari yang nyata sehingga peserta didik memiliki pengetahuan dan keterampilan yang dapat diterapkan dari satu masalah ke masalah lainnya. Ada beberapa faktor yang menentukan keberhasilan suatu pembelajaran, yaitu kurikulum, program pengajaran, kualitas
Artikel ilmiah, aris sulistyanto,2009

pengajar (guru), strategi pembelajaran, materi pelajaran, sumber belajar, media pembelajaran, alat evaluasi, dan pendekatan pembelajaran. Pendekatan dalam suatu pembelajaran merupakan salah satu faktor yang cukup penting. Menurut Muslich (2007), ada dua hal mengapa suatu pendekatan dalam pembelajaran dikatakan penting. Pertama , penentuan isi program, materi pembelajaran, strategi pembelajaran, sumber belajar, dan teknik/ bentuk penilaian harus dijiwai oleh pendekatan yang dipilih. Kedua, salah satu acuan untuk menentukan keseluruhan tahapan pengelolaan pembelajaran adalah pendekatan yang dipilih. Menggambar bangunan gedung adalah adalah suatu kompetensi yang membutuhkan kemampuan dalam menghubungkan antara materi pembelajaran dengan bagaimana pemanfaatannya di lapangan. Salah satu pendekatan yang sesuai adalah pembelajaran konstekstual atau contextual teaching and learning (CTL). Pembelajaran kontekstual adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi pembelajaran dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari (US Departement of Education Office of Vocational and Adult Education and the National School to Work Office dalam http:/www.contextual.org/19/10/2001 dalam Mansur Muslich:2007). Pengetahuan dan ketrampilan siswa diperoleh dari usaha siswa mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan ketrampilan baru ketika ia belajar (Nurhadi dalam Muslich:2007). Menurut Depdiknas (dalam Sudrajat 2008), pembelajaran kontekstual adalah merupakan suatu proses pendidikan yang holistik dan bertujuan memotivasi siswa untuk memahami makna materi pelajaran yang dipelajarinya dengan mengkaitkan materi tersebut dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari (konteks pribadi, sosial, dan kultural) sehingga siswa memiliki pengetahuan/ keterampilan yang secara fleksibel dapat diterapkan (ditransfer) dari satu permasalahan/konteks ke permasalahan/ konteks lainnya.

Artikel ilmiah, aris sulistyanto,2009

Salah satu komponen dasar dari pembelajaran kontekstual adalah konstruktivisme, yaitu membangun pemahaman siswa dari pengalaman baru berdasar pada pengetahuan awal., siswa juga membangun pengetahuan dan ketrampilan baru melalui pengalaman dan kenyataan atau fakta-fakta yang dilihat dan dialami. Untuk itu, dalam pembelajaran dengan pendekatan kontekstual ini guru diharapkan secara kreatif dan inovatif menggunakan media belajar berupa benda model ataupun mengajak siswa untuk melihat kondisi nyata di lapangan. Center for Occupational Research (COR) di Amerika menjabarkan konsep pembelajaran kontekstual menjadi lima bagian. 1. Relating adalah bentuk belajar dengan konteks kehidupan atau pengalaman nyata, artinya bahwa pembelajaran harus digunakan untuk menghubungkan antara kondisi dan situasi di lapangan dengan informasi baru untuk dipahami. 2. Experiencing adalah belajar dalam konteks eksplorasi, penemuan, dan penciptaan. Artinya bahwa pengetahuan dan ketrampilan yang diperoleh siswa dalam pembelajaran yang mengutamakan proses berpikir kritis melalui siklus inquiry. 3. Appliying adalah belajar dalam bentuk penerapan hasil belajar dalam penggunaan sehari-hari di lapangan. 4. Cooperating adalah belajar dalam bentuk saling berbagi pengetahuan dan pengalaman, saling merespon, dan saling berkomunikasi. 5. Transfering adalah kegiatan belajar dalam bentuk memanfaatkan pengetahuan dan pengalaman berdasarkan konteks sebelumnya untuk mendapatkan pengetahuan dan pengalaman baru. Beberapa ahli sependapat bahwa pembelajaran dengan pendekatan kontekstual melibatkan tujuh komponen utama. 1. Constructivism (Konstruktivisme, membentuk, membangun) Inti dari komponen ini adalah terbangunnya pemahaman pada diri siswa itu sendiri secara aktif, kreatif, dan produktif pengetahuan dan ketrampilan baru dari pengalaman yang bermakna, berdasarkan pengetahuan awal. Komponen ini
Artikel ilmiah, aris sulistyanto,2009

menekankan bahwa pembelajaran harus dikemas menjadi megkontruksi atau membangun bukan menerima pengetahuan. 2. Questioning (Bertanya) Pada komponen ini, kegiatan guru adalah mendorong dan membimbing siswa untuk memperoleh informasi, dan menilai kemampuan berpikir siswa. Siswa dalam memperoleh informasi dan pengetahuan bermula dari bertanya karena penggalian informasi dengan bertanya akan lebih efektif. Bertanya ini dapat dilakukan baik oleh siswa kepada guru, kepada sesama siswa atau oleh guru kepada siswa, dan dalam konteks bertanya di sini bisa dilakukan dalam bentuk diskusi. Kegiatan bertanya ini berguna untuk menggali informasi, mengetahui pemahaman siswa, membangkitkan respon dari siswa, mengetahui seberapa kadar keingintahuan siswa, memfokuskan perhatian siswa agar sesuai dengan kehendak guru, dan dapat menyegarkan pengetahuan siswa. 3. Inquiry (Menemukan) Yang dimaksud dengan menemukan di sini adalah bahwa pengetahuan dan ketrampilan yang diperoleh siswa (peserta didik) bukan dari hasil mengingat seperangkat fakta, melainkan dari menemukan sendiri fakta yang dihadapinya. Dalam hal ini siswa didorong untuk selalu berpikir kritis. 4. Learning Community (Masyarakat Belajar) Konsep ini menekankan adanya kerja sama antar kelompok, antara yng tahu kepada yang tidak tahu, baik di dalam maupun di luar kelas. Pada dasarnya bahwa hasil belajar itu diperoleh dari kerja sama atau sharing dengan orang lain, dan sharing terjadi apabila adanya saling memberi dan saling menerima informasi, saling tukar pengalaman, berbagi ide, ada komunikasi multi arah, serta yang terlibat dalam pembelajaran ini pada dasarnya dapat menjadi sumber belajar.

Artikel ilmiah, aris sulistyanto,2009

5. Modelling (Pemodelan) Komponen dari pembelajaran kontekstual ini menyarankan bahwa pembelajaran pengetahuan dan ketrampilan tertentudiikuti dengan model yang bisa ditiru oleh peserta didik. Model yang dimaksud dapat berupa pemberian contoh (demonstrasi) tentang misalnya cara mengoperasikan sesuatu atau menunjukkan hasil karya. Cara pembelajaran semacam ini memungkinkan cepat dipahami peserta didik daripada hanya penjelasan secara verbal saja. 6. Reflection (Refleksi) Yang dimaksud refleksi di sisni adalah perenungan kembali atas pengetahuan dan ketrampilan yang baru dipelajari atau dilatihkan Dengan merenungkan dan memikirkan apa yang baru dipelajari, menelaah dan merespon semua kejadian, aktivitas atau pengalaman yang terjadi dalam pembelajaran. Peserta didik akan menyadari bahwa pengetahuan dan ketrampilan yang baru didapat merupakan pengayaan atau bahkan revisi dari pengetahuan dan ketrampilan yang telah dimiliki sebelumnya. 7. Authentic Assesment (Penilaian Autentik) Komponen yang merupakan ciri khusus dari pendekatan kontekstual adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaran atau informasi tentang perkembangan pengalaman belajar peserta didik. Gambaran perkembangan pengalaman ini perlu diketahui guru setiap saat supaya dapat memastikan benar-tidaknya proses belajar peserta didik. Penilaian autentik ini diarahkan pada proses mengamati, menganalisis, dan menafsirkan data yang telah didapat ketika atau dalam proses pembelajaran peserta didik berlangsung dan bukan semata-mata pada hasil pembelajaran. Dalam belajar dan berlatih kompetensi menggambar konstruksi bangunan gedung, dibutuhkan pengetahuan yang terpadu antara teori dan pelaksanaan di lapangan. Sedangkan pembelajaran dengan pendekatan kontekstual merupakan
Artikel ilmiah, aris sulistyanto,2009

suatu proses belajar yang mengaitkan antara materi pembelajaran dengan kondisi nyata di lapangan. Berdasar uraian di atas, hipotesis tindakan yang diajukan yaitu, melalui pembelajaran dengan pendekatan kontekstual diduga dapat meningkatkan hasil belajar menggambar konstruksi kuda-kuda kayu siswa kelas XI TGB1 SMK Negeri 1 Adiwerna tahun 2008/2009.

METODE PENELITIAN Tempat penelitian tindakan kelas dilaksanakan adalah kelas XI TGB1 Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri 1 Adiwerna Kabupaten Tegal tahun pelajaran 2008/2009. Secara geografis SMK Negeri 1 Adiwerna beralamat di Jl. Raya II PO Box 24 Adiwerna, yaitu terletak diantara Kota Tegal dan Slawi. Subyek penelitian ini adalah siswa kelas XI TGB1 SMK Negeri 1 Adiwerna tahun ajaran 2008/2009, dengan jumlah siswa 32 orang. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas.Penelitian ini dilakukan dalam dua siklus dimana masing-masing siklus dilaksanakan dalam empat tahap antara lain perencanaan, pelaksanaan, pengamatan dan refleksi. Siklus 1 dilaksnakan selama 8 jam pelajaran dengan setiap jam pelajaran setara dengan waktu 45 menit, dengan materi menggambar konstruksi kuda-kuda kayu. Indikator keberhasilan yang digunakan dalam penelitian tindakan kelas ini adalah norma penilaian menggambar konstruksi kuda-kuda kayu dan kriteria ketuntasan minimum (KKM) mata pelajaran Menggambar Konstruksi Bangunan Gedung, yang telah ditetapkan pada awal tahun pelajaran 2008/2009, yaitu 72 dan ketuntasan belajar klasikal 90%. Penilaian yang digunakan dalam penelitian tindakan kelas ini adalah:

Artikel ilmiah, aris sulistyanto,2009

1. Penilaian hasil menggambar konstruksi kuda-kuda kayu lengkap dengan detail sambungan-sambungannya. 2. Penilaian minat dan sikap siswa saat pembelajaran menggambar konstruksi kudakuda kayu. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode kualitatif dankuatitatif. Metode kualitatif digunakan untuk mengetahui tingkatmotivasi, minat, dan keaktifan siswa selama proses pembelajaran. Sedangkan metode kuatitatif digunakan untuk menganalisis hasil atau nilai tugas dalam hal ini menggambar konstruksi kuda-kuda kayu.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Pada tahap perencanaan siklus I disusun instrumen berupa RPP dengan kompetensi dasar menggambar detail potongan kuda-kuda dan setengah kudapkuda kayu, termasuk di dalamnya adalah job sheet dan tugas menggambar detai kuda-kuda kayu. Proses pembelajaran pada siklus I diamati oleh observer, untuk menilai aktivitas siswa pada saat mengikuti pembelajaran, diskusi, dan mengerjakan tugas.Dari hasil observasi diperoleh data bahwa penerapan model pembelajaran kontekstual dengan menggunakan model dan benda nyata, menunjukan adanya peningkatan aktivitas siswa. Hal ini dapat dilihat dengan adanya peningkatan jumlah siswa yang berani dalam mengemukakan pendapat dan dalam menanggapi pendapat siswa lain. Hal ini juga dapat dibuktikan dari hasil pengamatan dari observer melalui lembar pengamatan menunjukan peningkatan, yaitu dari 53,33% menjadi 66,67%. Pada siklus I siswa diberi tugas untuk menggambar detail sambungan antara kaki kuda-kuda dengan bolok tarik dan detail sambungan antara kaki kuda-kuda dengan tiang kuda-kuda. Setelah siswa mengerjakan, hasil pekerjaan siswa dinilai,
Artikel ilmiah, aris sulistyanto,2009

dan nilai tersebut merupakan merupakan hasil belajar siswa siklus I. Adapun hasil belajar siklus I dapat ditunjukkan dengan tabel di bawah ini. Tabel 1. Hasil Belajar Siklus I No. Rentang Nilai < 72 72 - 79 80 Jumlah Jumlah siswa 4 19 9 32 Prosentase Keterangan

1 2 3

12,50% 59.38% 28,12% 100

Belum tuntas Tuntas Tuntas Ketuntasan Klasikal 81,25%

Data di atas menunjukan bahwa penerapan tindakan pembelajaran kontekstual berbasis benda model dan benda nyata sudah terjadi peningkatan, namun belum menunjukan hasil yang memuaskan. Hal ini diduga karena siswa belum memperhatikan dengan seksama model detail sambungan yang disediakan. Ini dibuktikan adanya siswa yang masih salah dalam menggambar detail sambungan kuda-kuda kayu. Selain itu, diduga belum efektifnya guru dalam membimbing siswa pada saat mengamati model detail sambungan kuda-kuda kayu. Berdasarkan hasil observasi siklus I, ternyata baik proses maupun hasil belajar belum mencapai indikator yang diharapkan. Siswa belum memanfaatkan model detail sambungan kuda-kuda yang disediakan dalam memahami konsep-konsep dalam dalam sambungan kuda-kuda. Keaktifan selama mengikuti pembelajaran dan diskusi sudah cukup baik, namun belum secara optimal dikerjakan. Aktifitas guru dalam memotivasi siswa selama mengikuti pembelajaran dan diskusi sudah baik, namun dalam membimbing siswa pada waktu mengamati benda model dan mengerjakan tugas belum efektif. Berdasarkan pada refleksi, yang perlu dilakukan adalah guru harus lebih banyak memotivasi, baik dalam mengikuti pembelajaran dan lebih intes dalam membimbing siswa pada saat mengerjakan tugas.

Artikel ilmiah, aris sulistyanto,2009

Pada siklus II, RPP disusun dengan kompetensi dasar menggambar detail potongan kuda-kuda dan setengah kuda-kuda, dengan tugas menggambar detail sambungan antara tiang kuda-kuda dengan balok tarik dan detail sambungan antara kaki kuda-kuda dengan balok sokong. Dari hasil observasi siklus II diperoleh data bahwa ada peningkatan aktivitas siswa baik dalam mengikuti pembelajaran maupun dalam berdiskusi. Hal ini dapat dilihat dengan semakin banyak siswa yang berani untuk mengemukakan pendapat dan menanggapi pendapat siswa lain. Melalui lembar pengamatan diperoleh peningkatan aktivitas siswa dari 66,67% menjadi 83,33%. Hasil belajar siswa pada siklus II, yang berupa penilaian hasil tugas menggambar detail sambungan antara balok tarik dengan tiang kuda-kuda dan detail sambungan antara kaki kuda-kuda dengan balok tarik, dapat ditunjukkan melalui tabel berikut ini. Tabel 2. Hasil Belajar Siklus II No. 1 2 3 Rentang Nilai < 72 72 - 79 80 Jumlah Jumlah siswa 2 17 13 32 Prosentase 6,25% 53,125% 40,625% 100% Keterangan Belum tuntas Tuntas Tuntas Ketuntasan Klasikal 93,75 %

Tabel di atas menunjukan bahwa meskipun masih ada siswa yang belum tuntas, namun prosentasenya rendah, yaitu 6,25% dan ketuntasan klasikalnya menjadi 93,75%, yang berarti sudah melampaui indikator yang ditetapkan. Selain itu, dapat dilihat pula bahwa hasil belajar siswa tidak hanya sekedar mencapai batas KKM

Artikel ilmiah, aris sulistyanto,2009

saja, tetapi sudah cukup banyak yang mencapai nailai baik, yaitu sebesar kurang lebih 40,63%. Pada siklus II aktivitas dan motivasi belajar meningkat, siswa nampak sekali menikmati pembelajaran. Ini dimungkinkan karena siswa benar-benar memperhatikan dan melaksanakan segala instruksi dari guru, sehingga guru lebih mudah dalam membimbing dan mengarahkan siswa, baik secara individu maupun secara kelompok.

Pembahasan Peningkatan hasil belajar siswa dimungkinkan karena meningkatnya aktivitas siswa dalam proses pembelajaran. Peningkatan aktivitas siswa dapat diketahui dari hasil observasi dengan menggunakan lembar observasi. Dari observasi yang dilakukan selama dua siklus dapat dilihat adanya peningkatan dari 53,33% pada kondisi awal menjadi 66,67% pada siklus I dan pada siklus II menjadi 83,33%, seperti ditunjukan pada grafik di bawah ini.

Grafik 1. Peningkatan Hasil Belajar Siswa

Artikel ilmiah, aris sulistyanto,2009

90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% Aktivitas siswa Kondisi Awal Siklus 1 53.33% 66.67%

83.33%

Siklus 2

Selain guru dan cara mengajarnya, alat-alat pelajaran (media Pembelajaran) sangat menentukan hasil belajar siswa. Sekolah yang memiliki alat-alat dan kelengkapan pembelajaran disertai dengan cara mengajar guru yang bervariasi akan mempermudah dan mempercepat belajar siswa. Aktivitas belajar merupakan suatu proses yang timbul dari dalam. Oleh karena itu, faktor motivasi sangat berperan dalam keberhasilan siswa dalam belajar. Ketika guru dapat memberikan motivasi yang baik kepada siswa maka akan timbul dorongan dan hasrat untuk belajar lebih baik Siswa akan menyadari betapa pentingnya belajar dan mengetahui apa yang akan dicapai dari belajar yang mereka dilakukan. Dengan demikian, dengan diberikan model konstruksi kuda-kuda kayu beserta model detail sambungan kuda-kuda kayu, sebagai alat pembelajaran, disertai dengan pemberian motivasi yang kuat kepada siswa, terbukti dapat dipakai untuk meningkatkan hasil belajar siswa pada standar kompetensi Menggambar Rangka Atap Sistem Kuda-kuda dari Kayu.

SIMPULAN DAN SARAN


Artikel ilmiah, aris sulistyanto,2009

Simpulan Berdasarkan dari hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilaksanakan dalam proses pembelajaran kontekstual berbasis benda model dan benda nyata, pada pelajaran Menggambar Konstruksi Bangunan Gedung pada standar kompetensi Menggambar Rangka Atap Sistem Kuda-kuda Kayu, dapat disimpulkan bahwa dengan pembelajaran kontekstual berbasis benda model dan benda nyata dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa yang selanjutnya dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

Saran Berdasarkan simpulan diatas dapat direkomdasikankepada teman sejawat bahwa setiap guru hendaknya menggunakan berbagai model pembelajaran yang bervariasi agar dapat meningkatkan aktivitas siswa dalam mengikuti pembelajaran. Model pembelajaran hendaknya juga disesuaikan dengan materi pelajaran, dengan demikian dapat diperoleh hasil belajar siswa sesuai dengan indikator yang telah ditetapkan.

DAFTAR PUSTAKA Akhmad Sudrajat, 2008. Pembelajaran Kontekstual. http://www.akhmadsudrajat. Wordpress. Com. (diunduh 18 September 2009)

Ardiani Mutikasari. 2008. Mengenal Media Pembelajaran. http://edu-articles.com. (diunduh 12 September 2009)
Artikel ilmiah, aris sulistyanto,2009

Depdiknas. 2002. Pendekatan Kontekstual (Cotextual Teaching and Learning). Jakarta: Depdiknas.

Muslich, Masnur. 2007. KTSP, Pembelajaran Berbasis Kompetensi, dan Kontekstual. Jakarta: Bumi Aksara.

Nurhadi. 2004. Pembelajaran Kontekstual dan Penerapannya dalam KBK. Malang: Universitas Negeri Malang.

Purwnto, M. Ngalim. 1990. Psikologi Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Rachman, Maman. 2008. Penelitian Tindakan Kelas (Dalam Bagan). Semarang: Universitas Negeri Semarang.

Subyantoro. 2009. Penelitian Tindakan Kelas. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Sudibyo, Pr. Suratman. 1981. Ilmu Bangunan Gedung 3. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Artikel ilmiah, aris sulistyanto,2009

Anda mungkin juga menyukai