Anda di halaman 1dari 29

STATUS PASIEN IDENTITAS Nama Jenis kelamin Umur Nama Ayah Umur Pekerjaan Pendidikan Nama Ibu Umur

Pekerjaan Pendidikan Agama Suku Alamat Tanggal masuk : An. H : laki-laki : 10 bulan : Tn. Y : 30 tahun : Karyawan : SMA : Ny. A : 25 tahun : IRT : SMA : Islam : Jawa : Kp. Teluh : 30 September 2013

Hub. dg orangtua : Anak kandung

ANAMNESIS

I.

Keluhan utama Demam sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit

II.

Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang ke poli anak RSUD Cilegon dibawa oleh orang tuanya dengan keluhan demam sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Demam dirasakan mendadak, dan ibu memberikan pasien obat penurun panas, tetapi demam dirasakan tidak berkurang. Demam tidak disertai batuk dan pilek. Menurut ibu, pasien muntah dua kali setelah diberi ASI, dan muntahan bewarna putih susu. Buang air kecil dan buang air besar tidak ada keluhan. Menurut ibu pasien, pasien jarang diberikan makanan tambahan selain ASI, karena pasien kurang menyenangi makanan selain ASI, sehingga pasien lebih banyak minum ASI dalam kesehariannya.

III.

Riwayat Penyakit Dahulu Pasien belum pernah dirawat dengan keluhan yang sama

IV.

Riwayat Penyakit Keluarga Riwayat keluarga dengan keluhan yang sama disangkal.

V.

Riwayat Pribadi

1. Riwayat Kehamilan Pasien merupakan anak pertama dari pernikahan pertama. Selama hamil ibu pasien rutin memeriksakan kehamilannya ke bidan setiap bulan. Ibu pasien juga mengkonsumsi vitamin yang di berikan oleh bidan. Menurut ibu pasien saat usia kandungan masuk minggu ke tujuh, ibu pasien dirawat karena kurang darah dan harus di transfusi tujuh kantong. Berat badan selama hamil selalu naik setiap bulan.

2. Riwayat Persalinan Pasien lahir secara SC atas indikasi ketuban pecah dini 2 hari dan pasien lahir dengan usia kehamilan tujuh bulan. Berat badan lahir : 2000gr, panjang badan orang tua lupa. 3. Riwayat Pasca lahir Pasien langsung dibawa ke Nicu setelah lahir dan dirawat selama sepuluh hari. VI. Riwayat Makanan Pasien diberi ASI dari lahir sampai sekarang. Pasien baru mulai diberikan bubur sun saat usia pasien 6 bulan. VII. Riwayat Perkembangan Pada saat umur 4 bulan pasien dapat tengkurap, dan pada usia 10 bulan pasien dapat melakukan duduk tanpa dibantu dan mengeluarkan kata-kata tanpa arti. VIII. Riwayat Imunisasi Riwayat imunisasi lengkap. IX. Sosial Ekonomi dan Lingkungan 1. Sosial ekonomi Pasien anak pertama dan tinggal bersama Ayah, Ibu, adik dari ibu pasien dan ibu dari ibu pasien dalam 1 rumah. Ayah bekerja pasien bekerja sebagai karyawan dengan penghasilan sebesar Rp. 2000.000/ bulan. 2. Lingkungan Pasien tinggal di rumah dengan lingkungan padat penduduk. Rumah terdiri dari 2 kamar, 1 dapur, dan ruang keluarga serta 1 kamar mandi. Kebersihan dinilai bersih oleh ibu. Ventilasi dan sirkulasi rumah cukup baik. Saluran air tertutup, air bersih didapatkan dari pompa yang dihubungkan ke sumur. PEMERIKSAAN FISIK 1. Tanda vital Keadaan umum : Tampak sakit sedang, pucat
3

Kesadaran Nadi Respirasi Suhu

: Compos mentis : 120 x/menit, reguler, isi cukup : 60 x/menit : 36,4 C

2. Status Gizi Klinis Berat badan : edema (-), tampak kurus (-) : 9,3 Kg Antropometri : Tinggi badan : 64 cm Lingkar kepala: 47 cm BB/U TB/U BB/TB Kesimpulan : 9,3/9,6 x100% : 64/73 x 100% : 9.3/9.2 x 100% : Gizi baik = = = 97 % (gizi baik) 64 % (tinggi kurang) 101% (gizi normal)

3. Pemeriksaan umum Kepala Mata Leher Telinga Normocephal, rambut berwarna coklat lurus, tipis, tidak mudah dicabut, tumbuh teratur. Konjungtiva anemis kanan dan kiri, sklera tidak ikteri, reflek cahaya langsung dan tidak langsung positif, pupil berada ditengah isokor. Trakea ditengah, tidak ada pembesaran kelenjar getah bening. Bentuk kedua telinga normal, tidak ditemukan nyeri tekan pada preaurikula dan postaurikula, liang telinga lapang, tidak ditemukan adanya serumen, sekret maupun darah yang keluar pada kedua liang Hidung telinga, kedua membrane timpani intak. Bentuk hidung normal, septum nasi tidak deviasi, tidak terdapat krepitasi dan nyeri tekan pada os nasal dan sinus. Tidak ada sekret maupun darah yang keluar dari ostium nasalis anterior. Konka nasaslis inferior dan media sinistra dan dextra tidak membesar. Tenggorokan Uvula tidak deviasi, faring hiperemis, tonsil T1-T1 tenang, tidak ada post Mulut Thorax nasal drip. Bibir tidak kering dan mukosa mulut basah, bibir tampak pucat. Jantung
4

Ins: Iktus kordis tidak terlihat Pal: Pulsasi iktus kordis teraba Aus: Bunyi jantung I II reguler, tidak ditemukan gallop maupun murmur. Paru Ins : bentuk dada simetris bilateral, tidak terdapat retraksi dada, sikatrik, massa, pergerakan dada simetris saat statis maupun dinamis. Pal : Tidak ditemukan krepitasi, massa dan nyeri tekan. Fremitus taktil simetris kanan dan kiri Per : Sonor pada seluruh lapang paru-paru Abdomen Aus: Suara nafas vesikuler tidak ditemukan rhonki dan wheezing. Ins: Perut simetris kanan dan kiri, datar, tidak ada ditemukan sikatrik dan massa. Pal: bentuk membuncit, turgor kulit baik, hepar tidak teraba membesar. Lien tidak teraba membesar. Tidak ada asites. Per: Terdengar timpani pada 4 kuadran Ekstremitas Anogenital Aus: Bising usus (+) Tidak ditemukan adanya edema pada kedua tungkat atas dan bawah. Pada kedua tangan dan kaki teraba hangat dan tampak berwarna pucat. Tidak diperiksa.

4. Data Laboratorium Lab tanggal 30 September 2013 Hb Trombosit Lekosit Gol darah :A : 5,7 g/dl : 371.000/ul : 18.440/ul

Morfologi darah tepi: MCV : 52.1 FL MCH : 14,3 pg MCHC: 27,4 g/dl
5

Eritrosit: Anisopoikilositosis, sel pensil, sel target

X.

Resume A. Anamnesis Pasien laki-laki, usia 10 bulan, BB 9,3 kg datang dengan keluhan demam. Demam tidak disertai batuk, pilek, serta BAB dan BAK tidak ada keluhan. Sebelumnya pasien juga muntah 2 kali setelah minum ASI dan muntah berwarna putih susu. B. Pemeriksaan Fisik - Keadaan umum : Tampak sakit sedang - Kesadaran - Suhu - Keadaan Gizi - Mata - Mulut - Tenggorokan - ekstremitas : compos mentis. : 36.4 C : Gizi Baik : konjungtiva anemis kanan dan kiri : mukosa bibir tampak pucat : mukosa faring tampak hiperemis : pada keempat ekstremitas tampak pucat

C. Pemeriksaan Labotatorium Hb Lekosit : 5,7 g/dl : 18.440/ul Trombosit : 371.000/ul Morfologi darah tepi: MCV : 52.1 FL MCH : 14,3 pg MCHC: 27,4 g/dl Eritrosit: Anisopoikilositosis, sel pensil, sel target.

XI.

Diagnosis Kerja Pharingitis Anemia Suspek defisiensi Besi

XII.

Diagnosis Banding Thalasemia Beta

XIII.

Penatalaksanaan Rencana pemeriksaan TIBC SI

Rencana pengobatan Pengobatan: IVFD RL 10 tpm makro Paracetamol syr 3 x 1/2 cth (saat panas) Terapi besi elemental 3 x 1 cth selama 1 bulan

Rencana Pemantauan Pantau tanda-tanda vital dan kesadaran Pantau intake makanan Pantau darah rutin

Rencana edukasi Apabila suhu badan anak tinggi segera berikan antipiretik (paracetamol) sebagai penurun panas Jaga nutrisi, ajarkan anak untuk makan Menjaga higienitasnya, mencuci tangan sebelum makan, masak air dan makanan sampai benar-benar matang Kontrol kesehatan ke poli spesialis anak bila ada gejala yang sama atau memburuk
7

XIV.

Prognosis Quo ad Vitam Quo ad Functionam Quo ad Sanationam : ad Bonam : ad Bonam : ad Bonam TINJAUAN PUSTAKA

DEFINISI Anemia didefinisikan sebagai berkurangnya 1 atau lebih parameter sel darah merah: konsentrasi hemoglobin, hematokrit atau jumlah sel darah merah. Berdasarkan kriteria WHO yang direvisi/ kriteria National Cancer Institute, anemia adalah kadar hemoglobin di bawah 13 g % pada pria dan di bawah 12 g% pada wanita. Kriteria ini digunakan untuk evaluasi anemia pada penderita dengan keganasan.1 Anemia merupakan tanda adanya penyakit. Anemia selalu merupakan keadaan tidak normal dan harus dicari penyebabnya. Anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium sederhana berguna dalam evaluasi penderita anemia.1 Anemia merupakan gejala dan tanda penyakit tertentu yang harus dicari penyebabnya agar dapat diterapi dengan tepat. Anemia dapat disebabkan oleh 1 atau lebih dari 3 mekanisme independen yaitu berkurangnya produksi sel darah merah, meningkatnya destruksi sel darah merah dan kehilangan darah. Gejala anemia disebabkan karena berkurangnya pasokan oksigen ke jaringan atau adanya hipovolemia. Berdasarkan pendekatan morfologi, anemia diklasifi kasikan menjadi anemia makrositik (mean corpuscular volume / MCV > 100 fL) , anemia mikrositik (MCV < 80 fL) dan anemia normositik (MCV 80-100 fL) .Gejala klinis, parameter MCV, RDW (red cell distribution width), hitung retikulosit dan morfologi apus darah tepi digunakan sebagai petunjuk diagnosis penyebab anemia.1 GEJALA KLINIS Gejala dan tanda anemia bergantung pada derajat dan kecepatan terjadinya anemia, juga kebutuhan oksigen penderita. Gejala akan lebih ringan pada anemia yang terjadi perlahan-lahan,

karena ada kesempatan bagi mekanisme homeostatik untuk menyesuaikan dengan berkurangnya kemampuan darah membawa oksigen.1 Gejala anemia disebabkan oleh 2 faktor1: Berkurangnya pasokan oksigen ke jaringan Adanya hipovolemia (pada penderita dengan perdarahan akut dan masif ) Pasokan oksigen dapat dipertahankan pada keadaan istirahat dengan mekanisme kompensasi peningkatan volume sekuncup, denyut jantung dan curah jantung pada kadar Hb mencapai 5 g% (Ht 15%). Gejala timbul bila kadar Hb turun di bawah 5 g%, pada kadar Hb lebih tinggi selama aktivitas atau ketika terjadi gangguan mekanisme kompensasi jantung karena penyakit jantung yang mendasarinya.1 Gejala utama adalah sesak napas saat beraktivitas, sesak pada saat istirahat, fatigue, gejala dan tanda keadaan hiperdinamik (denyut nadi kuat, jantung berdebar, dan roaring in the ears). Pada anemia yang lebih berat, dapat timbul letargi, konfusi, dan komplikasi yang mengancam jiwa (gagal jantung, angina, aritmia dan/ atau infark miokard).1 Anemia yang disebabkan perdarahan akut berhubungan dengan komplikasi berkurangnya volume intraseluler dan ekstraseluler. Keadaan ini menimbulkan gejala mudah lelah, lassitude (tidak bertenaga), dan kram otot. Gejala dapat berlanjut menjadi postural dizzines, letargi, sinkop; pada keadaan berat, dapat terjadi hipotensi persisten, syok, dan kematian.1

PENYEBAB Terdapat dua pendekatan untuk menentukan penyebab anemia1: 1. Pendekatan kinetic Pendekatan ini didasarkan pada mekanisme yang berperan dalam turunnya Hb. 2. Pendekatan morfologi Pendekatan ini mengkategorikan anemia berdasarkan perubahan ukuran eritrosit ( Mean corpuscular volume/MCV) dan res-pons retikulosit.

Pendekatan kinetik Anemia dapat disebabkan oleh 1 atau lebih dari 3 mekanisme independen1: 1. Berkurangnya produksi sel darah merah
9

2. Meningkatnya destruksi sel darah merah 3. Kehilangan darah.

Berkurangnya produksi sel darah merah Anemia disebabkan karena kecepatan produksi sel darah merah lebih rendah dari destruksinya. Penyebab berkurangnya produksi sel darah merah1: 1. Kekurangan nutrisi: Fe, B12, atau folat; dapat disebabkan oleh kekurangan diet, malaborpsi (anemia pernisiosa, sprue) atau kehilangan darah (defisiensi Fe) 2. Kelainan sumsum tulang (anemia aplastik, pure red cell aplasia, mielodisplasia, inflitrasi tumor) 3. Supresi sumsum tulang (obat, kemoterapi, radiasi) 4. Rendahnya trophic hormone untuk sti-mulasi produksi sel darah merah (eritropoietin pada gagal ginjal, hormon tiroid [hipotiroidisme] dan androgen [hipogonadisme]) 5. Anemia penyakit kronis/anemia inflamasi, yaitu anemia dengan karakteristik berkurangnya Fe yang efektif untuk eritropoiesis karena berkurangnya absorpsi Fe dari traktus gastrointestinal dan berkurangnya pelepasan Fe dari makrofag, berkurangnya kadar eritropoietin (relatif) dan sedikit berkurangnya masa hidup erirosit.

Peningkatan destruksi sel darah merah Anemia hemolitik merupakan anemia yang disebabkan karena berkurangnya masa hidup sel darah merah (kurang dari 100 hari). Pada keadaan normal, umur sel darah merah 110-120 hari.2 Anemia hemolitik terjadi bila sumsum tulang tidak dapat mengatasi kebutuhan untuk mengganti lebih dari 5% sel darah merah/hari yang berhubungan dengan masa hidup sel darah merah kira-kira 20 hari.1 Pendekatan morfologi Penyebab anemia dapat diklasifikasikan berdasarkan ukuran sel darah merah pada apusan darah tepi dan parameter automatic cell counter. Sel darah merah normal mempunyai volume
10

80-96 femtoliter (1 fL = 10-15 liter) dengan diameter kira-kira 7-8 micron, sama dengan inti limfosit kecil. Sel darah merah yang berukuran lebih besar dari inti limfosit kecil pada apus darah tepi disebut makrositik.1 Sel darah merah yang berukuran lebih kecil dari inti limfosit kecil disebut mikrositik. Automatic cell counter memperkirakan volume sel darah merah dengan sampel jutaan sel darah merah dengan mengeluarkan angka mean corpuscular volume (MCV) dan angka dispersi mean tersebut. Angka dispersi tersebut merupakan koefisien variasi volume sel darah merah atau RBC distribution width (RDW). RDW normal berkisar antara 11,5-14,5%. Peningkatan RDW menunjukkan adanya variasi ukuran sel. Berdasarkan pendekatan morfologi, anemia diklasifi kasikan menjadi1,3-5: Anemia makrositik (gambar 1) Anemia mikrositik (gambar 2) Anemia normositik (gambar 3)

Gambar 1 Anemia makrositik

Gambar 2 Anemia mikrositik

11

Gambar 3 Anemia normositik Anemia makrositik Anemia makrositik merupakan anemia dengan karakteristik MCV di atas 100 fL. Anemia makrositik dapat disebabkan oleh1,6: 1. Peningkatan retikulosit Peningkatan MCV merupakan karakteristik normal retikulosit. Semua keadaan yang menyebabkan peningkatan retikulosit akan memberikan gambaran peningkat-an MCV 2. Metabolisme abnormal asam nukleat pada prekursor sel darah merah (defi siensi folat atau cobalamin, obat-obat yang mengganggu sintesa asam nukleat: zidovudine, hidroksiurea) 3. Gangguan maturasi sel darah merah (sindrom mielodisplasia, leukemia akut) 4. Penggunaan alcohol 5. Penyakit hati 6. Hipotiroidisme. Anemia mikrositik Anemia mikrositik merupakan anemia dengan karakteristik sel darah merah yang kecil (MCV kurang dari 80 fL). Anemia mikrositik biasanya disertai penurunan hemoglobin dalam eritrosit. Dengan penurunan MCH (mean concentration hemoglobin) dan MCV, akan didapatkan gambaran mikrositik hipokrom pada apusan darah tepi. Penyebab anemia mikrositik hipokrom1: 1. Berkurangnya Fe: anemia defisiensi Fe, anemia penyakit kronis/anemia inflamasi, defisiensi tembaga. 2. Berkurangnya sintesis heme : keracunan logam, anemia sideroblastik kongenital dan didapat.
12

3. Berkurangnya sintesis globin: talasemia dan hemoglobinopati. Anemia normositik Anemia normositik adalah anemia dengan MCV normal (antara 80-100 fL). Keadaan ini dapat disebabkan oleh1-3: 1. Anemia pada penyakit ginjal kronik. 2. Sindrom anemia kardiorenal: anemia, gagal jantung, dan penyakit ginjal kronik. 3. Anemia hemolitik: - Anemia hemolitik karena kelainan intrinsic sel darah merah: Kelainan membran (sferositosis herediter), kelainan enzim (defi siensi G6PD), kelainan hemoglobin (penyakit sickle cell). - Anemia hemolitik karena kelainan ekstrinsik sel darah merah: imun, autoimun (obat, virus, berhubungan dengan kelainan limfoid, idiopatik), alloimun (reaksi transfusi akut dan lambat, anemia hemolitik neonatal), mikroangiopati (purpura trombositopenia trombotik, sindrom hemolitik uremik), infeksi (malaria), dan zat kimia (bisa ular). EVALUASI PENDERITA Evaluasi penderita dengan anemia diarahkan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan1: 1. Apakah penderita mengalami perdarahan saat ini atau sebelumnya? 2. Apakah didapatkan adanya bukti peningkatan destruksi sel darah merah (hemolisis)? 3. Apakah terdapat supresi sumsum tulang? 4. Apakah terdapat defi siensi besi? Apakah penyebabnya? 5. Apakah terdapat defi siensi asam folat dan vitamin B12? Apakah penyebabnya? Riwayat penyakit Beberapa komponen penting dalam riwayat penyakit yang berhubungan dengan anemia1: 1. Riwayat atau kondisi medis yang menyebabkan anemia (misalnya, melena pada penderita ulkus peptikum, artritis reumatoid, gagal ginjal). 2. Waktu terjadinya anemia: baru, subakut, atau lifelong. Anemia yang baru terjadi pada umumnya disebabkan penyakit yang didapat, sedangkan anemia yang berlangsung lifelong,
13

terutama dengan adanya riwayat keluarga, pada umumnya merupakan kelainan herediter (hemoglobinopati, sferositosis herediter). 3. Etnis dan daerah asal penderita: talasemia dan hemoglobinopati terutama didapatkan pada penderita dari Mediterania, Timur Tengah,Afrika sub-Sahara, dan Asia Tenggara. 4. Obat-obatan. Obat-obatan harus dievaluasidengan rinci. Obat-obat tertentu, seperti alkohol, asam asetilsalisilat, dan antiinfl amasi nonsteroid harus dievaluasi dengan cermat. 5. Riwayat transfusi. 6. Penyakit hati. 7. Pengobatan dengan preparat Fe. 8. Paparan zat kimia dari pekerjaan atau lingkungan. 9. Penilaian status nutrisi. Pemeriksaan fisik Tujuan utamanya adalah menemukan tanda keterlibatan organ atau multisistem dan untuk menilai beratnya kondisi penderita. Pemeriksaan fisik perlu memperhatikan1,4: 1. adanya takikardia, dispnea, hipotensi postural. 2. pucat: sensitivitas dan spesifi sitas untuk pucat pada telapak tangan, kuku, wajah atau konjungtiva sebagai prediktor anemia bervariasi antara 19-70% dan 70-100%. 3. ikterus: menunjukkan kemungkinan adanya anemia hemolitik. Ikterus sering sulit dideteksi di ruangan dengan cahaya lampu artifisial. Pada penelitian 62 tenaga medis, icterus ditemukan pada 58% penderita dengan bilirubin >2,5 mg/dL dan pada 68% penderita dengan bilirubin 3,1 mg/dL. 4. penonjolan tulang frontoparietal, maksila (facies rodent/chipmunk) pada talasemia. 5. lidah licin (atrofi papil) pada anemia defisiensi Fe. 6. limfadenopati, hepatosplenomegali, nyeri tulang (terutama di sternum); nyeri tulang dapat disebabkan oleh adanya ekspansi karena penyakit infi ltratif (seperti pada leukemia mielositik kronik), lesi litik ( pada myeloma multipel atau metastasis kanker). 7. petekhie, ekimosis, dan perdarahan lain. 8. kuku rapuh, cekung (spoon nail) pada anemia defisiensi Fe.
14

9. Ulkus rekuren di kaki (penyakit sickle cell, sferositosis herediter, anemia sideroblastik familial). 10. Infeksi rekuren karena neutropenia atau defisiensi imun. Pemeriksaan laboratorium 1. Complete blood count (CBC) CBC terdiri dari pemeriksaan hemoglobin, hematokrit, jumlah eritrosit, ukuran eritrosit, dan hitung jumlah leukosit. Pada beberapa laboratorium, pemeriksaan trombosit, hitung jenis, dan retikulosit harus ditambahkan dalam permintaan pemeriksaan (tidak rutin diperiksa). Pada banyak automated blood counter, didapatkan parameter RDW yang menggambarkan variasi ukuran sel.1 2. Pemeriksaan morfologi apusan darah tepi Apusan darah tepi harus dievaluasi dengan baik. Beberapa kelainan darah tidak dapat dideteksi dengan automated blood counter.1 Sel darah merah berinti (normoblas) Pada keadaan normal, normoblas tidak ditemukan dalam sirkulasi. Normoblas dapat ditemukan pada penderita dengan kelainan hematologis (penyakit sickle cell, talasemia, anemia hemolitik lain) atau merupakan bagian dari gambaran lekoeritroblastik pada penderita dengan bone marrow replacement. Pada penderita tanpa kelainan hematologis sebelumnya, adanya normoblas dapat menunjukkan adanya penyakit yang mengancam jiwa, seperti sepsis atau gagal jantung berat.1 Hipersegmentasi neutrofi 1 Hipersegmentasi neutrofi l merupakan abnormalitas yang ditandai dengan lebih dari 5% neutrofi l berlobus >5 dan/atau 1 atau lebih neutrofi l berlobus >6. Adanya hipersegmentasi neutrofi l dengan gambaran makrositik berhubungan dengan gangguan sintesis DNA (defi siensi vitamin B12 dan asam folat).1 3. Hitung retikulosit

15

Retikulosit adalah sel darah merah imatur. Hitung retikulosit dapat berupa persentasi dari sel darah merah, hitung retikulosit absolut, hitung retikulosit absolut terkoreksi, atau reticulocyte production index. Produksi sel darah merah efektif merupakan proses dinamik. Hitung retikulosit harus dibandingkan dengan jumlah yang diproduksi pada penderita tanpa anemia. Rumus hitung retikulosit terkoreksi adalah1: Hitung retikulosit terkoreksi = % retikulosit penderita x hematokrit 45 Faktor lain yang memengaruhi hitung retikulosit terkoreksi adalah adanya pelepasan retikulosit prematur di sirkulasi pada penderita anemia. Retikulosit biasanya berada di darah selama 24 jam sebelum mengeluarkan sisa RNA dan menjadi sel darah merah. Apabila retikulosit dilepaskan secara dini dari sumsum tulang, retikulosit imatur dapat berada di sirkulasi selama 2-3 hari. Hal ini terutama terjadi pada anemia berat yang menyebabkan peningkatan eritropoiesis. Perhitungan hitung retikulosit dengan koreksi untuk retikulosit imatur disebut reticulocyte production index (RPI).1 RPI = (%retikulosit x hematokrit penderita / 45) Faktor koreksi

Faktor koreksi dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1 Faktor koreksi hitung RPI2,7 Hematokrit penderita (%) 40 45 35 39 25 34 15 24 <15 Faktor koreksi 1,0 1,5 2,0 2,5 3,0

16

RPI di bawah 2 merupakan indikasi adanya kegagalan sumsum tulang dalam produksi sel darah merah atau anemia hipoproliferatif. RPA 3 atau lebih merupakan indikasi adanya hiperproliferasi sumsum tulang atau respons yang adekuat terhadap anemia.2,7 4. Jumlah leukosit dan hitung jenis Adanya leukopenia pada penderita anemia dapat disebabkan supresi atau infiltrasi sumsum tulang, hipersplenisme atau defi siensi B12 atau asam folat. Adanya leukositosis dapat menunjukkan adanya infeksi, inflamasi atau keganasan hematologi. Adanya kelainan tertentu pada hitung jenis dapat memberikan petunjuk ke arah penyakit tertentu1: a. Peningkatan hitung neutrofi l absolut pada infeksi b. Peningkatan hitung monosit absolut pada mielodisplasia c. Peningkatan eosinofi l absolut pada infeksi tertentu d. Penurunan nilai neutrofi l absolut setelahkemoterapi e. Penurunan nilai limfosit absolut pada infeksi HIV atau pemberian kortikosteroid f. Jumlah trombosit Abnormalitas jumlah trombosit memberikan informasi penting untuk diagnostik. Trombositopenia didapatkan pada beberapa keadaan yang berhubungan dengan anemia, misalnya hipersplenisme, keterlibatan keganasan pada sumsum tulang, destruksi trombosit autoimun (idiopatik atau karena obat), sepsis, defisiensi folat atau B12. Peningkatan jumlah trombosit dapat ditemukan pada penyakit mieloproliferatif, defisiensi Fe, inflamasi, infeksi atau keganasan. Perubahan morfologi trombosit (trombosit raksasa, trombosit degranulasi) dapat ditemukan pada penyakit mieloproliferatif atau mielodisplasia.1 g. Pansitopenia Pansitopenia merupakan kombinasi anemia, trombositopenia dan netropenia. Pansitopenia berat dapat ditemukan pada anemia aplastik, defisiensi folat, vitamin B12, atau keganasan hematologis (leukemia akut). Pansitopenia ringan dapat ditemukan pada penderita dengan splenomegali dan splenic trapping sel-sel hematologis.1 Evaluasi kadar hemoglobin dan hematokrit secara serial dapat membantu diagnostik.1

17

Contoh: Pada seorang penderita, Hb turun dari 15g% menjadi 10 g% dalam 7 hari. Bila disebabkan oleh ganguan produksi total (hitung retikulosit = 0) dan bila destruksi sel darah merah berlangsung normal (1% per hari), Hb akan turun 7% dalam 7 hari. Penurunan Hb seharusnya 0,07 x 15 g% = 1,05 g%. Pada penderita ini, Hb turun lebih banyak, yaitu 5 g%, sehingga dapat diasumsikan supresi sumsum tulang saja bukan merupakan penyebab anemia dan menunjukkan adanya kehilangan darah atau destruksi sel darah merah.1 Klasifikasi anemia berdasarkan ukuran sel darah merah (MCV) dan RDW dapat dilihat pada tabel 2. Tabel 2 Klasifikasi anemia berdasarkan MCV dan RDW 7 MCV Mikrositik (MCV<80 fL) NORMAL RDW Talasemia , anemia inflamasi, trait hemoglobinopati PENINGKATAN RDW Defisiensi Fe, penyakit HbH, beberapa kasus anemia inflamasi, beberapa kasus talasemia, fragmentasi hemolysis

Normositik (MCV 80-100 fL) Makrositik (MCV>100 fL)

Anemia inflamasi, sferositosis Awal atau partialy treated defisiensi herediter, trait hemoglobinopati, Fe atau defisiensi vitamin, penyakit perdarahan akut sickle cell Anemia aplastik, mielodisplasia Defisiensi B12, folat, anemia hemolitik autoimun, cold aglutinin disease, penyakit tiroid, alcohol

Klasifikasi anemia makrositik berdasarkan hitung retikulosit dapat dilihat pada bagan 1.

18

19

Klasifi kasi anemia mikrositik dapat dilihat pada bagan 3.


20

Untuk membedakan anemia defisiensi Fe dengan anemia inflamasi dapat dilihat pada bagan 4.
21

Indikasi pemeriksaan sumsum tulang pada penderita anemia7: 1. Abnormalitas hitung sel darah dan/atau morfologi darah tepi Sitopenia dengan penyebab tidak diketahui Leukositosis dengan penyebab tidak diketahui atau disertai leukosit abnormal Sel teardrops atau leukoeritroblastosis (gambar 4 dan 5) Rouleaux (gambar 6) Tidak ada atau rendahnya respons retikulosit terhadap anemia

2. Evaluasi penyakit sistemik Splenomegali, hepatomegali, limfadenopati yang tidak diketahui penyebabnya Staging tumor: limfoma, tumor solid Pemantauan efek kemoterapi Fever of unknown origin (dengan kultur sumsum tulang) Evaluasi trabekular tulang pada penyakit metabolik.

Gambar 4 Leukoeritoblastosis

22

Gambar 5 Sel teadrops

23

Gambar 6 Rouleaux ANEMIA DEFISIENSI BESI Anemia defisiensi besi adalah anemia yang disebabkan oleh kurangnya besi yang diperlukan untuk sintesis hemoglobin. Anemia defisiensi besi (ADB) lebih sering ditemukan di Negara yang sedang berkembang sehubungan dengan kemampuan ekonomi yang terbatas, masukkan protein hewani yang rendah dan investasi parasite yang merupakan masalah endemic. Saat ini di Indonesia ADB masih merupakan salah satu masalah gizi utama disamping kekurangan kalori protein, vitamin A, dan yodium.8 Anemia ini juga merupakan kelainan hematologi yang paling sering terjadi pada bayi dan anak. Hamper selalu terjadi sekunder terhadap penyakit yang mendasarinya, sehingga koreksi terhadap penyakit dasarnya menjadi bagian penting dari pengobatan. Untuk mempertahankan keseimbangan Fe yang positif selama masa anak diperlukan 0,81,5 mg Fe yang harus diabsorbsi setiap hari dari makanan. Banyaknya Fe yang diabsorbsi dari makanan sekira 10% setiap hari, sehingga untuk nutrisi yang optimal diperlukan diet yang mengandung Fe sebanyak 8-10 mg Fe perhari. Fe yang berasal dari susu ibu diabsorbsi secara lebih efisien daripada yang bersal dari susu sapi sehingga bayi yang mendapat asi lebih sedikit membutuhkan Fe dari makanan lain. Sedikitnya macam makanan yang kaya Fe yang dicerna selama tahun pertama kehidupan menyebabkan sulitnya memenuhi jumlah yang diharapkan, oleh karena itu diet bayi harus mengandung makanan yang kaya Fe sejak usia 6 bulan.8
24

Metabolisme Zat Besi Perkembangan metabolism besi dalam hubungannya dalam homeostasis besi dapat dimengerti dengan baik pada dewasa, sedangkan pada anak diperkirakan mengalami hal yang sama seperti orang dewasa. Zat besi bersama dengan protein (globin) dan protoporfirin mempunyai peranan yang penting dalam pembentukan hemoglobin. Selain itu juga terdapat dalam beberapa enzim yang berperan dalam metabolisme oksidatif, sintesis DNA, neurotransmitter, dan proses katabolisme. Kekurangan zat besi akan memberikan dampak yang merugikan terhadap sistem saluran pencernaan, susunan saraf pusat, kardiovaskular, imunitas, dan perubahan tingkat selular.8 Jumlah zat besi yang diserap oleh tubuh dipengaruhi oleh jumlah besi dalam makanan, bioavaibilitas besi dalam makanan dan penyerapan oleh mukosa usus. Di dalam tubuh orang dewasa mengandung zat besi sekitar 55mg/kgBB atau sekitar 4 gram. Lebih kurangn 67% zat besi tersebut dalam bentuk hemoglobin, 30% sebagai cadangan dalam bentuk ferritin atau hemosiderin dan 3% dalam bentuk mioglobin. Bayi baru lahir dalam tubuhnya megandung besi sekitar 0,5 gram. Ada 2 cara penyerapan dalam usus, yang pertama adalah penyerapan dalam bentuk non heme (sekitar 90% berasal dari makanan), yaitu besinya harus diubah dulu menjadi bentuk yang diserap, sedangkan bentuk yang kedua adalah bentuk heme (sekitar 10% berasal dari makanan) besinya dapat langsung diserap tanpa memperhatikan cadangan besi dalam tubuh, asam lambung ataupun zat makanan yang dikonsumsi.8 Status besi pada bayi baru lahir Bayi baru lahir (BBL) cukup bulan didalam tubuhnya mengandung besi 65-90 mg/kgBB. Bagian terbesar (sekitar 50mg/kgBB) merupakan massa hemoglobin, sekitar 25 mg/kgBB sebagai cadangan besi dan 5 mg/kgBB sebagai myoglobin dan besi dalam jaringan. Kandungan besi BBL ditentukan oleh berat badan lahir dan massa Hb.

25

Bayi cukup bulan dengan berat badan lahir 4000 gram mengandung 320 mg besi, sedangkan bayi kurang bulan mengandung besi kurang dari 50 mg. Konsentrasi Hb pada pembuluh darah tali pusat bayi cukup bulan adalah 13,5-20,1 gr/dl.8 Setelah dilahirkan terjadi perubahan metabolisme besi pada bayi. Selama 6-8 minggu terjadi penurunan yang sangat drastis dari aktifitas eritropoisis sebagai akibat dari kadar O 2 yang meningkat, sehingga terjadi penurunan kadar Hb. Karena banyak zat besi yang tidak terpakai, maka cadangan besi akan meningkat. Selanjutnya akan terjadi peningkatanaktifitas eritropoisis disertai masuknya besi ke sumsum tulang. Berat badan bayi dapat bertambah dua kali lipat tanpa mengurangi cadangan besi. Pada bayi cukup bulan keadaan tersebut dapat berlangsung sekitar 4 bulan, sedangkan pada bayi kurang bulan hanya 2-3 bulan. Setelah melewati masa tersebut kemampuan bayi untuk mengabsorbsi besi akan sangat menentukan dalam mempertahankan keseimbangan besi dalam tubuh. Pada bayi cukup bulan untuk mendapatkan jumlah besi yang cukup harus mengabsorbsi 200 mg besi selama 1 tahun pertama agar dapat mempertahankan kadar Hb yang normal yaitu 11 g/dl. Bayi kurang bulan harus mampu mengabsorbsi 2-4 kali dari jumlah biasa. Pertumbuhan bayi kurang bulan lebih cepat dari pada bayi cukup bulan, sehingga cadangan besinya lebih cepat berkurang. Untuk mencukupi kebutuhan besi dibutuhkan pemberian suplementasi besi dengan jumlah besi yang berbeda, yaitu: 1. Bayi cukup bulan membutuhkan 1 mg/kg BB/ hari 2. BBLR memerlukan 2 mg/kgBB/hari dengan dosis maksimal 15 mg/kgBB/hari 3. Bayi dengan BBL 1500-2000 gram memerlukan 2 mg/kgBB/hari 4. Bayi dengan BBL 1000-1500 gram memerlukan 3 mg/kgBB/hari 5. Bayi dengan BBL <1000 gram membutuhkan 4 mg/kgBB/hari Pemberian suplementasi tersebut dilanjutkan sampai usia 1 tahun. Oleh karena pada masa tersebut terjadi peningkatan ketergantungan besi dari makanan, maka bila tidak terpenuhi akan menimbulkan risiko terjadinya ADB. Prevalensi ADB paling sering terjadi pada usia 6 bulan-3 tahun karena pada masa ini cadangan besi sangat berkurang. Pada bayi kurang bulan ADBbahkan dapat terjadi mulai usia 2-3 tahun.8

Penatalaksanaan
26

Prinsip penatalaksaan ADB adalah mengetahui factor penyebab dann mengatasinya serta memberikan terapi penggantian dengan preparat besi. Sekitar 80-85% penyebab ADB dapat diketahui sehingga penanganannya dapat dilakukan dengan tepat. Pemberian preparat Fe dapat secara peroral atau parenteral. Pemberian peroral lebih aman, murah dan sama efektifnya dengan pemberian secara parenteral. Pemberian parenteral dilakukan pada penderita yang tidak dapat memakan obat peroral atau kebutuhan besinya tidak dapat terpenuhi secara peroral karena ada gangguan pencernaan.8 Transfusi darah Transfusi darah jarang diperlukan. Transfuse darah hanya diberikan pada keadaan anemia yang sangat berat atau yang disertai infeksi yang dapat mempengaruhi respon terapi. Kooreksi anemia berat dengan transfusi tidak perlu secepatnya, malah akan membahayakan karena dapat menyebabkan hypervolemia dan dilatasi jantung. Pemberian PRC dilakukan secara perlahan dalam jumlah yang cukup untuk menaikkan kadar Hb sampai tingkat aman sambil menunggu respon terapi besi. Secara umum, untuk penderita anemia berat dengan kadar < 4 g/dl hanya diberi PRC dengan dosis 2-3 ml/kgBB persatu kali pemberian disertai pemberian diuretikseperti furosemid. Jika terdapat gagal jantung yang nyata dapat dipertimbangkan pemberian transfuse tukar menggunakan PRC yang segar.8 Prognosis Prognosis baik bila penyebab anemianya hanya karena kekurangan besi saja dan diketahui penyebabnya serta kemungkinan dilakukan penanganan yang adekuat. Gejala anemia dan manifestasi klinis lainnya akan membaik dengan pemberian preparat besi.8

KESIMPULAN Anemia (hemoglobin di bawah 13 g% pada pria dan di bawah 12 g% pada wanita) merupakan gejala dan tanda dari penyakit-penyakit tertentu yang harus dicari penyebabnya. Anemia dapat disebabkan karena berkurangnya produksi, meningkatnya destruksi atau kehilangan sel darah merah. Berdasarkan morfologi, anemia dapat diklasifikasikan menjadi anemia makrositik, anemia mikrositik, dan anemia normositik. Gejala klinis, parameter MCV,
27

RDW, hitung retikulosit, dan morfologi apus darah tepi digunakan sebagai petunjuk diagnosis penyebab anemia

DAFTAR ISI

28

1. Schrier SL. Approach to the adult patient with anemia. January 2011. (cited 2011, June 9). 2. Schrier SL. Approach to the diagnosis of hemolytic anemia in the adult. January 2011. (cited 2011, June 9). 3. Teff eri A. Anemia in adults : A contemporary approach to diagnosis. Mayo Clin Proc. 2003;78:1274-80. 4. Mehta BC. Approach to a patient with anemia. Indian J Med Sci. 2004;58:26-9. 5. Karnath BM. Anemia in the adult patient. Hospital Physician 2004:32-6. 6. Schrier SL. Macrocytosis. January 2011. [cited 2011, June 9 ] 7. Perkins S. Diagnosis of anemia. Sneek Peek Prac Diag of Hem Disorders, p : 3-16. 8. Permono, H. Bambang dkk. Buku Ajar Hematologi-Onkologi Anak. Badan Penerbit IDAI. 2006 : 30-43.

29

Anda mungkin juga menyukai