Anda di halaman 1dari 19

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Endometriosis adalah satu keadaan di mana jaringan endometrium yang masih berfungsi terdapat di luar kavum uteri. Jaringan ini yang terdiri atas kelenjar-kelenjar dan stroma, terdapat di dalam miometrium atau pun di luar uterus. Bila jaringan endometrium terdapat di dalam miometrium disebut adenomiosis, dan bila di luar uterus disebut endometriosis Endometriosis terjadi ketika suatu jaringan normal dari lapisan uterus yaitu endometrium menyerang organ-organ di rongga pelvis dan tumbuh di sana. Jaringan endometrium yang salah tempat ini menyebabkan iritasi di rongga pelvis dan menimbulkan gejala nyeri serta infertilitas. Endometriosis merupakan penyakit yang hanya diderita kaum perempuan. Penyakit endometriosis umumnya muncul pada usia reproduktif. Angka kejadian endometriosis mencapai 5-10% pada wanita umumnya dan lebih dari 50% terjadi pada wanita perimenopause. Gejala endometriosis sangat tergantung pada letak sel endometrium ini berpindah. Yang paling menonjol adalah adanya nyeri pada panggul, sehingga hampir 71-87% kasus didiagnosa akibat keluhan nyeri kronis hebat pada saat haid, dan hanya 38% yang muncul akibat keluhan infertil (mandul). Prevalensi endometriosis cenderung meningkat setiap tahun, walaupun data pastinya belum dapat diketahui.Menurut Jacoeb (2007), angka kejadian di Indonesia belum dapat diperkirakan karena belum ada studi epidemiologik, tapi

dari data temuan di rumah sakit, angkanya berkisar 13,6-69,5% pada kelompok infertilitas. Bila persentase tersebut dikaitkan dengan jumlah penduduk sekarang, maka di negeri ini akan ditemukan sekitar 13 juta penderita endometriosis pada wanita usia produktif.Kaum perempuan tampaknya perlu mewaspadai penyakit yang seringkali ditandai dengan nyeri hebat pada saat haid ini Penanganan endometriosis baik secara medikamentosa maupun operatif tidak memberikan hasil yang memuaskan disebabkan patogenesis penyakit tersebut belum terungkap secara tuntas. Keberhasilan penanganan endometriosis hanya dapat dievaluasi saat ini dengan mempergunakan laparoskopi. Laparoskopi merupakan tindakan yang minimal invasif tetapi memerlukan keterampilan operator, biaya tinggi dan kemungkinan dapat terjadi komplikasi dari yang ringan sampai berat. Alasan yang dikemukakan tadi menyebabkan banyak penderita endometriosis yang tidak mau dilakukan pemeriksaan laparoskopi untuk mengetahui apakah endometriosis sudah berhasil diobati atau tidak.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Endometriosis adalah susukan jaringan (sel sel kelenjar dan stroma) abnormal, mirip endometrium (endometrium like tissue) yang tumbuh disisi luar kavum uterus, dan memicu peradangan menahun. Adanya jaringan ikat endometrium yang masih berfungsi di luar kavum uteri yang bersifat jinak serta dapat menyebar ke organ dan jaringan sekitarnya. Di dalam miometrium disebut endometriosis interna atau adenomiosis dan jika diluar disebut endometriosis eksterna atau endometriosis sejati. Kista endometriosis atau endometrioma adalah suatu tumor dengan permukaan licin yang pada dinding dalamnya terdapat suatu lapisan sel-sel endometrium dan yang berisi cairan coklat yang terdiri dari sel-sel endometriosis, eritrosit, hemosiderin, serta sel-sel makrofag yang berisi hemosiderin sehingga sering juga disebut kista coklat. Endometriosis ovarium adalah akibat adanya endometriosis pada ovarium akan terbentuk kista coklat Implantasi endometriosis bisa terdapat pada ovarium, ligamentum sakrouterina, kavum dauglasi, ligamentum latum dan ligamentum rotundum, tuba fallopi, dan pada tempat-tempat ekstra peritoneal ( serviks, vagina, vulva, dan kelenjar-kelenjar limfe). Penampakan kasarnya bisa dalam bentuk luka berupa sebuah peninggian atau kista yang berisi darah baru, merah atau biru-hitam. Karena termakan waktu, luka tersebut berubah menjadi lebih rata dan berwarna coklat tua. Ukuran luka dapat berkisar dari luka kecil dari 10 cm.

2.2 Etiologi Hingga saat ini penyebab endometriosis masih belum diketahui secara pasti, oleh karena belum ada satupun teori yang sempurna dan dapat menerangkan penyebab terjadinya endometriosis. Beberapa teori yang dapat menerangkan proses terjadinya endometriosis tersebut adalah : 1. Teori implantasi dan regurgitasi Teori Sampson ini menyatakan bahwa darah haid dapat mengalir dari kavum uteri melalui tuba fallopi ke rongga pelvis. Kelemahan teori tersebut adalah belum dapat menerangkan mengenai terdapatnya endometriosis di luar rongga pelvis. 2. Teori metaplasia sel-sel coelom Meyer mengemukakan teori metaplasia sel-sel coelom sebagai penjelasan dari histiogenesis endometriosis. Beliau menyimpulkan bahwa mesotelium peritoneal dapat mengalami metaplasia berubah menjadi endometrium sebagai akibat iritasi dan infeksi. Secara embriologis hal ini benar karena epitel germinativum ovarium, endometrium, peritoneum berasal dari epitel coelom yang sama.

3. Teori diseminasi hematogen limfatik Teori yang dikemukakan Halban ini dapat menjelaskan adanya endometrium yang ditemukan jauh dari rongga pelvis seperti paru, ginjal dan organ lainnya. 4. Teori imunologi Dewasa ini faktor imunologi mulai banyak dibicarakan para ahli sebagai salah satu faktor penyebab terjadinya endometriosis. Banyak ahli berpendapat bahwa endometriosis termasuk penyakit autoimun, karena banyak memenuhi kriteria sebagai berikut : a. Lebih banyak ditemukan pada wanita b. Bersifat familier c. Menunjukkan aktivitas B poliklonal d. Melibatkan multi organ Berbagai penelitian pendahuluan mengemukakan besarnya peran imunologi dalam kejadian endometriosis. Para peneliti mendapatkan peningkatan respons imunitas humoral dan aktivitas makrofag, penurunan fungsi NK cells dan T-cell serta peningkatan level autoantibodi. Kenaikan kadar beberapa jenis sitokin dijumpai dalam cairan peritoneum penderita endometriosis di antaranya Regulated on Activation, Normal T-cell Expressed dan Secreted (RANTES), IL1, IL6 dan TNF. Sedangkan faktor pertumbuhan yang meningkat pada penderita endometriosis di antaranya adalah Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF).

5. Teori genetik Teori ini menjelaskan bahwa kejadian endometriosis bersifat familier dan menunjukkan suatu pola multifaktorial yang diturunkan. Tetapi hingga saat ini belum jelas gen mana yang terkait dengan endometriosis ini. Diduga banyak lokus gen yang terkait dan bersama dengan faktor lingkungan barulah fenotip endometriosis ini muncul. 6. Teori faktor lingkungan Teori ini menerangkan bahwa dioksin, suatu bahan polusi yang banyak dijumpai pada makanan, mempengaruhi kerja organ reproduksi dan reseptor beberapa hormon reproduksi seperti estrogen, progesteron, epidermal growth factor dan prolaktin. Pengaruh dioksin terhadap reseptor estrogen tergantung pada umur wanita dan jaringan akhir (target organ).

2.3 Klasifikasi Endometriosis dapat dikelompokkan menjadi 3 kategori berdasarkan lokasi dan tipe lesi, yaitu : 1. Peritoneal endometriosis Pada awalnya lesi di peritoneum akan banyak tumbuh vaskularisasi sehingga menimbulkan perdarahan saat menstruasi. Lesi yang aktif akan menyebabkan timbulnya perdarahan kronik rekuren dan reaksi inflamasi sehingga tumbuh jaringan fibrosis dan sembuh. Lesi berwarna merah dapat berubah menjadi lesi hitam tipikal dan setelah itu lesi akan berubah

menjadi lesi putih yang miskin vaskularisasi dan ditemukan debris glandular. 2. Ovarian Endometrial Cysts (Endometrioma) Ovarian endometrioma diduga terbentuk akibat invaginasi dari korteks ovarium setelah penimbunan debris menstruasi dari perdarahan jaringan endometriosis. Kista endometrium bisa besar (>3cm) dan multilokus, dan bisa tampak seperti kista coklat karena penimbunan darah dan debris ke dalam rongga kista. 3. Deep Nodular Endometriosis Pada endometriosis jenis ini, jaringan ektopik menginfiltrasi septum rektovaginal atau struktur fibromuskuler pelvis seperti uterosakral dan ligamentum utero-ovarium. Nodul-nodul dibentuk oleh hiperplasia otot polos dan jaringan fibrosis di sekitar jaringan yang menginfiltrasi. Jaringan endometriosis akan tertutup sebagai nodul, dan tidak ada perdarahan secara klinis yang berhubungan dengan endomeriosis nodular dalam.

Ada banyak klasifikasi stadium yang digunakan untuk mengelompokkan endometriosis dari ringan hingga berat, dan yang paling sering digunakan adalah sistem American Fertility Society (AFS) yang telah direvisi (Tabel 1). Klasifikasi ini menjelaskan tentang lokasi dan kedalaman penyakit berikut jenis dan perluasan adhesi yang dibuat dalam sistem skor. Berikut adalah skor yang digunakan untuk mengklasifikasikan stadium: - Skor 1-5: Stadium I (penyakit minimal)

- Skor 6-15: Stadium II (penyakit sedang) - Skor 16-40: Stadium III (penyakit berat) - Skor >40: Stadium IV (penyakit sangat berat)

Tabel 1. Derajat endometriosis berdasarkan skoring dari Revisi AFS Endometriosis Peritoneum Permukaan <1 cm 1 2 Dalam Kanan Permukaan 1 4 Ovarium Dalam Kiri Permukaan Dalam Perlekatan kavum Douglasi Sebagian 4 <1/3 Ovarium Perlekatan 1 Tipis 2 4 1/3-2/3 Komplit 40 >2/3 1 4 2 16 4 20 2 16 4 20 1-3 cm 2 4 >3 cm 4 6

Kanan

4 Tebal 1 Tipis

16

Kiri Kiri Tebal

16

1 Kanan Tipis 4 Tebal Tuba 1 Tipis Kir Kiri Tebal 4

16

16

Martin pada tahun 2006 mengusulkan sistem kalsifikasi stadium untuk mengetahui tingkat kepercayaan dari tindakan laparaskopi diagnostik terhadap endometriosis. Tingkat kepercayaan laparaskopi terdiri atas 4 tingkatan: Tingkat 1: Mungkin endometriosis Vesikel peritoneal, polip merah, polip kuning, hipervaskularisasi, jaringan parut, adhesi Tingkat 2: Diduga endometriosis Kista coklat dengan aliran bebas dari cairan coklat. Tingkat 3: Pasti endometriosis Lesi jaringan parut gelap, lesi merah dengan latar belakang jaringan ikat sebagai jaringan parut, kista coklat dengan area mottle merah dan gelap dengan latar belakang putih.

Tingkat 4: Endometriosis Lesi gelap dan jaringan parut pada pembedahan pertama.

Gambar 2. American Society for Reproductive Medicine Revised Classification of Endometriosis6

2.4 Patologi Gambaran mikroskopik dari endometrium sangat variabel. Lokasi yang sering terdapat ialah pada ovarium dan biasanya bilateral. Pada ovarium tampak kista-kista biru kecil sampai besar berisi darah tua menyerupai coklat. Darah tua dapat keluar sedikit-sedikit karena luka pada dinding kista dan dapat menyebabkan perlekatan antara permukaan ovarium dengan uterus, sigmoid dan dinding pelvis. Kista coklat kadang-kadang dapat mengalir dalam jumlah banyak ke dalam rongga peritoneum karena robekan dinding kista dan menyebabkan akut abdomen. Tuba pada endometriosis biasanya normal. Pada pemeriksaan mikroskopik ditemukan ciri-ciri khas bagi

endometriosis yakni kelenjar-kelenjar dan stroma endometrium dan perdarahan bekas dan baru berupa eritrosit, pigmen hemosiderin dan sel-sel makrofag berisi hemosiderin. Disekitarnya tampak sel-sel radang dan jaringan ikat sebagai reaksi dari jaringan normal disekelilingnya. Jaringan endometriosis seperti juga jaringan endometrium di dalam uterus dapat dipengaruhi oleh estrogen dan progesteron. Sebagai akibat dari pengaruh hormon-hormon tersebut, sebagian besar sarang endometriosis berdarah secara periodik yang menyebabkan reaksi jaringan sekelilingnya berupa radang dan perlekatan. Pada kehamilan dapat ditemukan reaksi desidual jaringan endometriosis. Apabila kehamilannya berakhir, reaksi desidual menghilang disertai dengan regresi sarang endometriosis. Pengaruh baik dari kehamilan kini menjadi dasar pengobatan endometriosis dengan hormon untuk mengadakan apa yang dinamakan kehamilan semu (pseudopregnancy).

2.5 Gejala Klinis Gejala-gejala yang sering ditemukan pada kista endometriosis adalah: 1. Nyeri perut bawah Nyeri perut bagian bawah yang progresif dan dekat paha yang terjadi pada dan selama haid (dismenore). Sebab dari dismenore ini tidak diketahui tetapi mungkin ada hubungannya dengan vaskularisasi dan perdarahan dalam sarang endometriosis pada waktu sebelum dan semasa haid. Nyeri tidak selalu didapatkan pada endometriosis walaupun kelainan sudah luas sebaliknya kelainan ringan dapat menimbulkan gejala nyeri yang hebat. Nyeri yang hebat dapat menyebabkan mual, mntah, dan diare. Dismenore primer terjadi selama tahun-tahun awal mestruasi, dan semakin meningkat dengan usia saat melahirkan anak, dan biasanya hal ini tidak berhubungan dengan endometriosis. Dismenore sekunder terjadi lebih lambat dan akan semakin meningkat dengan pertambahan usia. Hal ini bisa menjadi tanda peringatan akan terjadinya endometriosis, walaupun beberapa wanita dengan endometriosis tidak terlalu merasakannya. 2. Dispareunia Dispareunia merupakan gejala yang sering dijumpai disebabkan oleh karena adanya endometriosis di kavum Douglasi. 3. Nyeri defekasi Nyeri waktu defekasi, terjadi karena adanya endometriosis pada dinding rekstosigmoid. Kadang-kadang bisa terjadi stenosis dari lumen usus besar tersebut.

4. Poli dan hipermenorea Polimenorea dan hipermenorea dapat terjadi pada endometriosis apabila kelainan pada ovarium sangat luas sehingga fungsi ovarium terganggu. 5. Infertilitas Infertilitas disebabkan apabila motilitas tuba terganggu karena fibrosis dan perlekatan jaringan disekitarnya. endometriosis menderita infertilitas. Sekitar 30-40% wanita dengan

2.6 Dignosis Diagnosis biasanya dibuat atas dasar anamnesis dan pemeriksaan fisik dan dipastikan dengan laparoskopi.3,8,9,12 1. Anamnesis Adanya riwayat nyeri yang berhubungan dengan siklus haid, nyeri pelvik kronik, nyeri senggama, infertilitas atau perdarahan yang tidak teratur. 2. Pemeriksaan ginekologi Pada pemeriksaan rektal ditemukan nodul-nodul di daerah kavum douglas dan ligamentum sakrouterina yang sangat nyeri. Kadang uterus retrofleksi dan sulit digerakkan di parametrium, dapat juga teraba massa kistik yang nyeri pada penekanan.

3. Ultrasonografi Dengan bantuan USG dapat terlihat adanya massa kistik pada salah satu atau kedua ovarium yang mengarah ke kista coklat. Terlihat gambaran yang khas dari endometrioma berupa jaringan yang homogen hipoechoic.

Radiographic Images of Endometriomas 4. Laparoskopi Laparoskopi tetap merupakan gold standard dalam menegakkan diagnosa pasti suatu endometriosis yaitu dengan cara melihat langsung ke dalam rongga abdomen. Disini akan tampak lesi endometriosis yang berwarna merah atau kebiruan dan berkapsul, juga terlihat lesi endometriosis yang minimal.

Peritoneal Lesions and an Ovarian Endometrioma Due to Endometriosis 5. Pemeriksaan laboratorium Belum ada uji laboratorium yang dapat menegakkan diagnosa pasti endometriosis. Beberapa pasien mengalami lekositosis dan peningkatan LED. Pada penderita endometriosis yang berat akan ditemukan kadar CA125 yang tinggi. Namun peningkatan kadar CA-125 saja tidak dapat menegakkan diagnosa endometriosis. 6. Uji fungsional GnRH-a Ini merupakan cara pemeriksaan yang sederhana untuk mengetahui adanya endometriosis. Apabila laparoskopi belum ada atau tidak tersedia. Dimana dengan pemberian GnRH-a satu kali saja dan gejala menghilang, maka dikatakan uji (+) dan dapat dianggap bahwa wanita tersebut 70-80% kemungkinan menderita endometriosis

2.1 Tatalaksana Dalam memberikan pengobatan penderita endometriosis, beberapa faktor objektif dan subjektif harus dipertimbangkan terlebih dahulu, yaitu : 1). Usia penderita 2). Keinginan pasangan tersebut untuk punya anak 3). Lamanya fertilitas (singkirkan terlebih dahulu faktor suami dan faktor lainnya penyebab infertilitas pada wanita) 4). Lokasi dan luas endometriosis 5). Berat ringannya gejala 6). Lesi-lesi pelvis yang berkaitan

Penanganan endometriosis di bagi menjadi 2 jenis terapi yaitu terapi medik dan terapi pembedahan. a. Terapi medik diindikasikan kepada pasien yang ingin mempertahankan kesuburannya atau yang gejala ringan.Jenis-jenis terapi medik seperti terlampir pada Tabel. 3 dibawah ini : Tabel 4. Jenis-jenis terapi medik endometriosis Jenis Kandungan Fungsi Mekanisme Dosis Efek samping Progestin Progesteron Menciptakan kehamilan palsu Menurunkan kadar FSH, LH, dan estrogen Medroxyprogest eron acetate: 10 30 mg/hari; Depresi, peningkatan berat badan

Depo-Provera 150 mg setiap 3 bulan Danazol Androgen lemah Menciptakan menopause palsu Mencegah keluarnya FSH, LH, dan pertumbuhan endometrium GnRH agonis Analog GnRH Menciptakan menopause palsu Menekan sekresi Leuprolide 3.75 hormon GnRH dan endometrium mg / bulan; Nafareline 200 800 mg/hari selama 6 bulan Jerawat, berat badan meningkat, perubahan suara Penurunan densitas tulang, rasa

mg 2 kali sehari; kering Goserelin 3.75 mg / bulan mulut, gangguan emosi

b. Terapi pembedahan dapat dilaksanakan dengan laparoskopi untuk mengangkat kista-kista, melepaskan adhesi, dan melenyapkan

implantasi dengan sinar laser atau elektrokauter. Tujuan pembedahan untuk mengembalikan kesuburan dan menghilangkan gejala (Rayburn, 2001). Terapi bedah konservatif dilakukan pada kasus infertilitas, penyakit berat dengan perlekatan hebat, usia tua. Terapi bedah konservatif antara lain

meliputi pelepasan perlekatan, merusak jaringan endometriotik, dan rekonstruksi anatomis sebaik mungkin . Penanganan endometriosis menurut Sumilat dapat dilakukan dengan terapi medik seperti pemberian analog general dan obat KB atau dengan terapi pembedahan menggunakan laparoskopi operatif yaitu pembakaran kista endometriosis dengan menggunakan laser. Tabel 5. Keuntungan dan kerugian terapi medik dan terapi pembedahan Jenis terapi Keuntungan Terapi medik 1. Biaya lebih murah 2. Terapi empiris (dapat di modifikasi dengan mudah) 3. Efektif untuk menghilangkan rasa nyeri Kerugian 1. Sering ditemukan efek samping 2. Tidak memperbaiki fertilitas 3. Beberapa obat hanya dapat digunakan untuk waktu singkat 1. Biaya mahal 2. Resiko medis penetapan kurang baik dan penaksiran kurang baik sekitar 3% 3. Efisiensi diragukan, efek menghilangkan rasa nyeri temporer

Terapi pembedahan

1. Efektif untuk menghilangkan rasa nyeri 2. Lebih efisien dibandingkan terapi medis 3. Melalui biopsi dapat ditegakkan diagnosa pasti

BAB III KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 Kesimpulan 1. Penyebab utama endometriosis belum dapat dipastikan, akan tetapi kemungkinan dapat disebabkan oleh aliran menstruasi mundur,

predisposisi genetik, metaplasia, maupun pengaruh dari pencemaran lingkungan 2. Gejala endometriosis yang dapat dirasakan oleh penderita yaitu antara lain berupa nyeri haid (dysmenorrhea) dan nyeri saat berhubungan (dyspareunia) 3. Penanganan endometriosis dapat dilakukan dengan terapi medik seperti pemberian progestin, danazol, GnRH agonis, dan microguinon. Sedangkan terapi pembedahan dilakukan dengan laparoskopi melalui pelepasan perlekatan, merusak jaringan endometriotik, rekonstruksi anatomis sebaik mungkin, mengangkat kista, dan melenyapkan implantasi dengan sinar laser atau elektrokauter.

Anda mungkin juga menyukai