Anda di halaman 1dari 10

PERTUSIS

BAB I PENDAHULUAN

Penyakit pertusis tersebar diseluruh dunia dan mudah sekali menular .Manusia merupakan satu-satunya tuan rumah dari Bordetella pertusis dan penyebab penyakit ini selalu disebabkan oleh orang-orang dengan infeksi aktif.Banyak kasus terjadi pada anak-anak dibawah 5 tahun. Pertusis merupakan penyakit infeksi saluran nafas akut yang dapat menyerang setiap orang yang rentan seperti anak yang belum diimunisasi atau orang dewasa dengan kekebalan yang menurun. Sydenham yang pertama kali menggunakan istilah pertussis (batuk kuat) pada tahun 1670.Nama pertusis lebih disukai dari pada whooping cough karena tidak semua pasien pertusis disertai bunyi yang khas. Pertusis masih merupakan penyebab terbesar kesakitan dan kematian pada anak,terutama di Negara berkembang.WHO memperkirakan lebih kurang 600.000 kematian disebabkan pertusis setiap tahunnya terutama pada bayi yang tidak diimunisasi.Dengan kemajuan perkembangan antibiotik dan program imunisasi maka mortalitas dan morbiditas penyakit ini mulai menurun. Data yang diambil dari profil kesehatan Jawa Barat 1993, jumlah kasus pertusis tahun 1990 adalah 4.970 kasus,menurun menjadi 2.752 kasus pada tahun 1991,kemudian menurun lagi menjadi 1.379 kasus pada tahun 1992.

[Type text] KEPANITERAAN KLINIK SENIOR BAGIAN PEDIATRI

Page 1

PERTUSIS

BAB II LANDASAN TEORI

II.1.

DEFINISI

Pertusis adalah penyakit saluran nafas yang disebabkan oleh Bordetella pertussis.Nama lain penyakit ini adalah whooping cough,tussis aquinta,violent cough,batuk rejan dan di cina disebut batuk seratus hari.Pertusis disebut juga whooping cough karena penyakit ini ditandai suatu sindrom yang terdiri dari batuk yang bersifat spasmodik dan paroksismal disertai nada yang meninggi,karena pasien berupaya keras untuk menarik nafas sehingga pada akhir batuk sering disertai bunyi yang khas.

II.2.

ETIOLOGI

Genus Bordetella mempunyai 4 spesies yaitu B.pertusis,B.parapertussis,B.bronkiseptika dan B.avium.penyebab pertusis adalah Bordetella pertussis.Bordetella pertussis termasuk kokobasilus,Gramnegatif,kecil,ovoid,ukuran panjang 0,5-1 um dan diameter 0,2-0,3 um,tidak bergerak,tidak berspora,ditemukan dengan melakukan swab pada daerah nasofaring.Untuk melakukan biakan B.pertussis,diperlukan suatu media pembenihan yang disebut bordet gengou (potato-blood-glycerol agar).Organisme yang didapatkan umumnya tipe virulen (disebut fase I).strain fase I berperan untuk penularan penyakit dan menghasilkan vaksin yang efektif, sedangkan yang avirulen (fase II,III,IV).

[Type text] KEPANITERAAN KLINIK SENIOR BAGIAN PEDIATRI

Page 2

PERTUSIS

II.3.

PATOFISIOLOGI

Bordetella pertussis setelah ditularkan melalui sekresi udara pernafasan kemudian melekat pada silia epitel saluran pernafasan.Mekanisme patogenesis infeksi oleh B.pertussis terjadi melalui 4 tingkatan yaitu perlekatan, perlawanan terhadap mekanisme pertahanan pejamu,kerusakan lokal, akhirnya timbul penyakit sistemik. Filamentous hemaglutinin (FHA),lymphositosis promoting factor (LPF)/pertusis toksin (PT), dan protein 69-Kd berperan dalam perlekatan B.pertussis pada silia.Setelah perlekatan, B.pertussis kemudian bermultipikasi dan menyebar ke seluruh permukaan saluran epitel pernapasan.Selama pertumbuhan B.pertussis, maka akan menghasilkan toksin yang akan menyebabkan penyakit yang kita kenal dengan whooping cough.Toksin terpenting yang dapat menyebabkan penyakit disebabkan oleh karena pertussis toksin. Toksin menyebabkan peradangan ringan dengan hiperplasia jaringan limfoid peri bronkial dan meningkatkan jumlah mukos pada permukaan silia,maka fungsi silia sebagai pembersih terganggu,sehingga mudah terjadi infeksi sekunder (tersering oleh Streptococcus pneumonia,H.influenza dan Staphylococcus aureus).Penumpukan akan menimbulkan plug yang dapat menyebabkan obstruksi dan kolaps paru.Hipoksemi dan sianosis disebabkan oleh gangguan pertukaran oksigenasi pada saat terserang batuk,juga dapat terjadi kerusakan susunan saraf pusat.

[Type text] KEPANITERAAN KLINIK SENIOR BAGIAN PEDIATRI

Page 3

PERTUSIS

II.4.

GEJALA KLINIS

Masa inkubasi pertusis 6-20 hari,rata-rata 7 hari,penyakit ini berlangsung antara 6-8 minggu atau lebih.Perjalanan klinis penyakit ini dapat berlangsung 3 stadium yaitu stadium kataralis,stadium paroksismal dan stadium konvalesens. 1. Stadium Kataralis (1-2 minggu) Gejala awal menyerupai gejala infeksi saluran nafas bagian atas yaitu timbulnya rinore,dengan lendir dan cairan yang jernih, injeksi pada konjungtiva, lakrimasi, batuk ringan, dan panas tidak begitu tinggi.Pada stadium ini,sejumlah besar organisme tersebar dalam inti droplet,anak sangat infeksius dan kuman paling mudah diisolasi.Stadium ini sukarc dibedakan dengan common cold.

2. Stadium paroksismal / stadium spasmodik (2-4 minggu) Frekuensi dan derajat batuk bertambah, khas terdapat pengulangan 5-10 kali batuk kuat selama ekspirasi yang diikuti oleh usaha inspirasi masif yang mendadak dan menimbulkan bunyi melengking (whoop).Selama serangan muka merah dan sianosis, mata menonjol, lidah menjulur, lakrimasi, salivasi, dan distensi vena leher, bahkan sampai terjadi petekie di wajah. Episode batuk paroksismal dapat terjadi lagi sampai mucous plug pada saluran nafas menghilang dan disertai muntah.Anak menjadi apatis dan berat badan menurun.Batuk mudah dibangkitkan dengan stress emosional (menangis, sedih, gembira) dan aktivitas fisik.

3. Stadium konvalesens (1-2 minggu) Stadium penyembuhan ditandai dengan berhentinya whoop dan muntah dengan puncak serangan paroksismal yang berangsur-angsur menurun.Batuk biasanya akan menetap untuk beberapa waktu dan akan menghilang sekitar 2-3 minggu.Pada beberapa pasien akan timbul serangan batuk paroksismal kembali.Episode ini akan timbul berulang-ulang untuk beberapa bulan dan sering dihubungkan dengan infeksi saluran bagian nafas atas yang berulang.

[Type text] KEPANITERAAN KLINIK SENIOR BAGIAN PEDIATRI

Page 4

PERTUSIS

II.5.

DIAGNOSIS DAN DIAGNOSIS BANDING

DIAGNOSIS Diagnosis ditegakkan berdasarkan atas anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium. Pada anamnesis, penting ditanyakan adanya riwayat kontak dengan pasien pertusis, adakah serangan khas yaitu paroksismal dan bunyi whoop yang jelas, tanyakan juga riwayat imunisasi. Gejala klinis yang didapat pada pemeriksaan fisik tergantung dari stadium saat pasien diperiksa. Pada pemeriksaan laboratorium, didapatkan leukositosis 20.000-50.000/ UI dengan limfositosis absolut khas pada akhir stadium kataral dan selama stadium paroksismal. Isolasi B.pertussis dari sekret nasofaring dipakai untuk membuat diagnosis pertusis. Tes serologi berguna pada stadium lanjut penyakit dan untuk menentukan adanya infeksi pada individu dengan biakan. Cara ELISA dapat dipakai untuk menentukan serum IgM,IgG, dan IgA . IgG toksin pertusis merupakan tes yang paling sensitif dan spesifik untuk mengetahui infeksi alami dan tidak tampak setelah imunisasi pertusis.Pemeriksaan lain yaitu foto toraks dapat memperlihatkan infiltrat perihiler, atelektasis atau emfisema. DIAGNOSIS BANDING 1. Batuk pada bayi perlu dipikirkan bronkiolitis, pneumonia bakterial, sistik fibrosis, tuberkulosis dan penyakit lain yang menyebabkan limfodenopati.Pada umumnya pertusis dapat dibedakan dari gejala klinis dan laboratorium. Benda asing juga dapat menyebabkan batuk paroksismal tetapi biasanya gejalanya mendadak dan dapat dibedakan dari pemeriksaan radiologik dan endoskopi. 2. Infeksi B.pertussis, B.bronkiseptika dan adenovirus dapat menyerupai sindrom klinis B.Pertussis.Dapat dibedakan dengan isolasi kuman penyebab.

[Type text] KEPANITERAAN KLINIK SENIOR BAGIAN PEDIATRI

Page 5

PERTUSIS

II.6.

KOMPLIKASI

Komplikasi terutama terjadi pada sistem nafas dan saraf pusat. Pneumonia merupakan komplikasi yang paling sering dijumpai, pneumonia dapat diakibatkan B.pertussis,tetapi lebih sering disebabkan infeksi bakteri sekunder (Haemophillus influenza, Streptococcus pneumonia,Staphylococcus aureus).Tuberkulosis laten juga dapat menjadi aktif.Atelektasis terjadi sekunder terhadap sumbatan mucus yang kental.Aspirasi mukus atau muntah dapat menyebabkan pneumonia.Panas tinggi merupakan tanda infeksi sekunder oleh bakteri.Batuk dengan tekanan tinggi dapat menyebabkan ruptur alveoli, empisema interstisial/subkutan dan pneumotoraks, termasuk perdarahan subkonjungtiva. Komplikasi terhadap susunan saraf yaitu kejang, koma, ensefalitis,hiponatremia sekunder terhadap SIADH (syndrome of inappropriate diuretic hormone) juga dapat terjadi.Kejang tetanik mungkin dihubungkan dengan alkalosis yang disebabkan muntah persisten.

[Type text] KEPANITERAAN KLINIK SENIOR BAGIAN PEDIATRI

Page 6

PERTUSIS

II.7.

PENGOBATAN
Antibiotik: Eritromisin (50 mg/kgBB/hari) atau Ampisilin (100 mg/kgBB/hari) dapat mengeliminasi organisme dari nasofaring dalam 3-4 hari Terapi suportif: Menghindari faktor yang menyebabkan serangan batuk, mengatur hidrasi dan nutrisi. Oksigen diberikan pada distress pernafasan yang akut dan kronik Penghisapan lendir pada bayi dengan pneumonia dan distress pernafasan

[Type text] KEPANITERAAN KLINIK SENIOR BAGIAN PEDIATRI

Page 7

PERTUSIS

II.8.

PENCEGAHAN

Pencegahan dapat dilakukan dengan imunisasi aktif dan pasif 1) Imunisasi Pasif Dapat diberikan human hyperimmune globulin

2) Imunisasi Aktif

Diberikan vaksin pertusis dari kuman B.pertussis yang telah dimatikan untuk mendapatkan kekebalan aktif.Imunisasi pertusis diberikan bersama-sama dengan vaksin difteria dan tetanus.Dosis imunisasi dasar dianjurkan 12 IU dan diberikan tiga kali sejak umur 2 bulan, dengan jarak 8 minggu.Jika prevalensi pertusis di dalam masyarakat tinggi, imunisasi dapat dimulai pada umur 2 bulan, dengan jarak 4 minggu.salah satu efek samping setelah imunisasi pertusis adalah demam.

Untuk mengurangi terjadinya kejang demam,dapat diberikan antikonvulsan setiap 4-6 jam selama 48-72 jam.

Kontraindikasi pemberian vaksin pertusis yaitu anak yang mengalami ensefalopati dalam 7 hari sebelum imunisasi, kejang demam atau kejang tanpa demam, dalam 3 hari sebelum imunisasi,menangis > 3 jam, high pitchy cry dalam 2 hari, kolaps atau hipotensif hiporesponsif dalam 2 hari.suhu yang tidak dapat diterangkan > 40 derajat celcius dalam 2 hari.Eritromisin efektif untuk pencegahan pertusis pada bayi baru lahir dari ibu dengan pertusis.

Kontak erat pada anak usia < 7 tahun yang sebelumnya sudah diberi imunisasi hendaknya diberi booster.Kontak erat pada usia > 7 tahun perlu diberikan eritromisin sebagai profilaksis.

[Type text] KEPANITERAAN KLINIK SENIOR BAGIAN PEDIATRI

Page 8

PERTUSIS

II.9.

PROGNOSIS

Prognosis tergantung usia, anak yang lebih tua mempunyai prognosis lebih baik.Pada bayi resiko kematian (0,5-1%) disebabkan ensefalopati.Pada observasi jangka panjang, apnea atau kejang dapat menyebabkan gangguan intelektual di kemudian hari.

[Type text] KEPANITERAAN KLINIK SENIOR BAGIAN PEDIATRI

Page 9

PERTUSIS

BAB III KESIMPULAN

Pertusis adalah penyakit saluran nafas yang disebabkan oleh Bordetella pertussis.Nama lain penyakit ini adalah tussis aquinta, whooping cough, batuk rejan,atau batuk seratus hari.Bordetella pertussis adalah bakteri Gram negatif, tidak bergerak, dan ditemukan dengan melakukan swab pada nasofaring dan ditanamkan pada media agar Bordett-gengou. Pertusis dibagi dalam 3 stadium yaitu stadium kataralis, stadium paroksismal/spasmodik, dan stadium konvalesens. Diagnosis pertusis ditegakkan berdasarkan anamnesis,pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium. Cara pencegahan terbaik terhadap pertusis adalah dengan imunisasi dan dengan mencegah kontak langsung dengan penderita.Proteksi bayi terhadap pertusis dengan vaksinasi aktif adalah penting karena komplikasi berat serta morbiditas tertinggi terjadi pada usia ini.Antibodi yang masuk melalui plasenta tidak cukup memberikan proteksi.Vaksin yang digunakan biasanya merupakan kombinasi toksoid difteri dan tetanus dengan vaksin pertusis (vaksin DPT).Imunitas yang diperoleh baik oleh karena infeksi alamiah maupun karena imunisasi aktif , tidak berlangsung untuk seumur hidup.

[Type text] KEPANITERAAN KLINIK SENIOR BAGIAN PEDIATRI

Page 10

Anda mungkin juga menyukai