Anda di halaman 1dari 16

SPONDILITIS TB KATA PENGANTAR

Puji syukur dipanjatkan kepada Allah SWT berkat rahmat dan karuniaNya yang tak terkira sehingga makalah ini guna memenuhi persyaratan kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Ilmu Penyakit Syaraf Rumah Sakit Haji Medan dengan judul Spondilitis Tb. Tak lupa seiring shalawat dan dalam kepada nabi besar kita Muhammad SAW. Terimakasih kepada dr. Sumarnita, Sp.S selaku dokter pembimbing selamat mengikuti Kepainteraan Klinik Senior di Bagian Ilmu Penyakit Syaraf Rumah Sakit Haji Medan atas bimbingan yang tlah diberikan. Penyusun menyadari makalah ini masih sangat jauh dari sempurna dan banyak kekurangan. Untuk itu, penyusun sangat mengharapkan kritik dan saran agar penyusun menjadi lebih baik dalam penyusunan makalah.

Medan, Februari 201

Penyusun

SPONDILITIS TB KKS BAGIAN ILMU PENYAKIT SYARAF

Page 1

SPONDILITIS TB
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Spondilitis tuberkulosa atau tuberkulosis spinal terhitung kurang lebih 3 juta kematian terjadi setiap tahun. Di waktu yang lampau, spondilitis tuberkulosa merupakan istilah yang dipergunakan untuk penyakit pada masa anak-anakn, yang terutama berusia 3-5 tahun. Saat ini dengan adanya perbaikan pelayanan kesehatan, maka insidensi usia ini mengalami perubahan sehingga golongan umur dewasa menjadi lebih sering terkena dibandingkan anakanak.

Insidensi spondilitis tuberkulosa bervariasi diseluruh dunia dan biasanya berhubungan dengan kualitas fasilitas pelayanan kesehatan masyarakat yang tersedia serta kondisi sosial di negara tersebut. Saat ini spondilitis tuberkulosa merupakan sumber morniditas dan mortalitas utama pada negara yang belum dan sedang berkembang, terutama di Asia, dimana malnutrisi dan kepadatan penduduk masih menjadi masalah utama.

B. Rumusan Masalah
Adapun masalah yang didapatkan antara lain: 1. Apa definisi dari spondilitis tuberkulosa? 2. Bagaimana patofisiologi terjadinya spondilitis tuberkulosa? 3. Bagaimana gejala dan tanda spondilitis tuberkulosa? 4. Apa saja komplikasi dari spondilitis tuberkulosa? 5. Apa saja pemeriksaan untuk spondilitis tuberkulosa? 6. Apa saja diagnosis banding spondilitis tuberkulosa? 7. Bagaimana penatalaksanaan spondilitis tuberkulosa?

C. Tujuan
Adapun tujuan yang didapatkan antara lain: 1. Agar dapat mengetahui definisi dari spondilitis tuberkulosa 2. Agar dapat mengetahui patofisiologi terjadinya spondilitis tuberkulosa 3. Agar dapat mengetahui gejala dan tanda spondilitis tuberkulosa
SPONDILITIS TB KKS BAGIAN ILMU PENYAKIT SYARAF Page 2

SPONDILITIS TB
4. Agar dapat mengetahui komplikasi dari spondilitis tuberkulosa 5. Agar dapat mengetahui pemeriksaan untuk spondilitis tuberkulosa 6. Agar dapat mengetahui diagnosis banding spondilitis tuberkulosa 7. Agar dapat mengetahui penatalaksanaan spondilitis tuberkulosa

D. Manfaat
Adapun tujuan yang didapatkan antara lain: 1. Mengetahui definisi dari spondilitis tuberkulosa 2. Mengetahui patofisiologi terjadinya spondilitis tuberkulosa 3. Mengetahui gejala dan tanda spondilitis tuberkulosa 4. Mengetahui komplikasi dari spondilitis tuberkulosa 5. Mengetahui pemeriksaan untuk spondilitis tuberkulosa 6. Mengetahui diagnosis banding spondilitis tuberkulosa 7. Mengetahui penatalaksanaan spondilitis tuberkulosa

SPONDILITIS TB KKS BAGIAN ILMU PENYAKIT SYARAF

Page 3

SPONDILITIS TB
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Tuberkulosis tulang belakang atau dikenal juga dengan spondilitis tuberkulosa merupakan peradangan granulomatosa yang bersifat kronik destruktif oleh Mycobacterium tuberculosa. Tuberkulosis tulang belakang selalu merupakan infeksi sekunder dari fokus di tempat lain dalam tubuh. Percivall Pott (1973) yang pertama kali menulis tentang penyakit ini dan menyatakan bahwa terdapat hubungan antara penyakit ini dengan deformitas tulang belakang yang terjadi, sehingga penyakit ini disebut juga sebagai penyakit Pott atau tuberculous vertebral osteomyelitis. 1

B. Etiologi
Penyakit ini disebabkan oleh karena bakteri berbentuk basil. Bakteri yang paling sering menjadi penyebabnya adalah Mycobacterium tuberculosis, walaupun spesies Mycobacterium yang lain pun dapat juga bertanggung jawab sebagai penyebabnya, seperti Mycobacterium africanum, bovine tubercle baccilus, ataupun non-tuberculous mycobacteria (Brooks, 2008) Spondilitis tuberkulosa merupakan infeksi sekunder dari tuberkulosis di tempat lain di tubuh, 90-95% disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosa typic (2/3 dari tipe human dan 1/3 dari tipe bovin) dan 5-10% oleh Mycobacterium tuberculosa atypic. Lokalisasi spondilitis tuberkulosa terutama pada daerah vertebra torakal bawah dan lumbal atas, sehingga diduga adanya infeksi sekunder dari suatu tuberkulosis traktus urinarius, yang penyebarannya melalui pleksus Batson pada vena paravertebralis. 1

C. Patofisiologi
Patogenesis penyakit ini sangat tergantung dari kemampuan bakteri menahan cernaan enzim lisosomal dan kemampuan host untuk memobilisasi imunitas seluler. Jika bakteri tidak dapat diinaktivasi, maka bakteri akan bermultiplikasi dalam sel dan membunuh sel itu. Komponen lipid, protein serta polisakarida sel basil tuberkulosa bersifat immunogenik, sehingga akan merangsang pembentukan granuloma dan mengaktivasi makrofag. Beberapa antigen yang dihasilkannya dapat juga bersifat immunosupresif (Mansjoer, 2000)

SPONDILITIS TB KKS BAGIAN ILMU PENYAKIT SYARAF

Page 4

SPONDILITIS TB
Penyakit ini umumnya mengenai korpus vertebra. Infeksi ini dapat menyebar melalui ligamen yang berdekatan sehingga sering mengenai 2 korpus vertebra yang berdekatan. Diskus intervertebral tidak memiliki vaskularisasi tapi dapat terinfeksi secara langsung dari abses vertebra. Infeksi dapat menyebar ke sentral ke dalam kanalis spinalis. Selain itu dapat juga menyebar ke jaringan lunak paraspinal (Sudoyo, 2007). Infeksi berawal dari bagian sentral bagian depan atau daerah epifisial korpus vertebra. Kemudian terjadi hiperemi dan eksudasi yang menyebabkan osteoporosis dan perlunakan korpus. Selanjutnya terjadi kerusakan pada korteks epifisis, diskus intervertebralis dan vertebra sekitarnya. Kerusakan pada bagian depan korpus ini akan menyebabkan terjadinya kifosis yang khas disebut gibus (Mansjoer, 2000). Kemudian eksudat (yang terdiri atas serum, leukosit, kaseosa, tulang yang fibrosis serta basil tuberkulosa) menyebar ke depan, di bawah ligamentum longitudinal anterior. Eksudat ini dapat menembus ligamentum dan berekspansi ke berbagai arah di sepanjang garis ligamen yang lemah. Pada daerah servikal, eksudat terkumpul di belakang fasia paravertebralis dan menyebar ke lateral di belakang muskulus sternokloidemastoideus. Eksudat dapat mengalami protrusi ke depan dan menonjol ke dalam faring yang dikenal sebagai abses faringeal. Abses dapat berjalan ke mediastinum mengisi tempat trakea, esofagus atau kavum pleura. Abses pada vertebra torakalis biasanya tetap tinggal pada daerah toraks setempat menempati daerah paravertebral, berbentuk massa yang menonjol dan fusiform. Abses pada daerah ini dapat menekan medula spinalis sehingga timbul paraplegia. Abses pada daerah lumbal dapat menyebar masuk mengikuti muskulus psoas dan muncul di bawah ligamentum inguinal pada bagian medial paha. Eksudat juga dapat menyebar ke daerah krista iliaka dan mungkin dapat mengikuti pembuluh darah femoralis pada trigonum skarpei atau regio glutea. 1 Lima stadium perjalanan penyakit spondilitis tuberkulosa, antara lain: (Rasjad, 2007) 1. Stadium implantasi Setelah bakteri berada dalam tulang, maka bila daya tahan tubuh penderita menurun, bakteri akan berduplikasi membentuk koloni yang berlangsung selama 6-8 minggu. Keadaan ini umumnya terjadi pada daerah paradiskus dan pada anak-anak umumnya pada daerah sentral vertebra. 2. Stadium destruksi awal Setelah stadium implantasi, selanjutnya terjadi destruksi korpus vertebra serta penyempitan yang ringan pada diskus. Proses ini berlangsung selama 3-6 minggu. 3. Stadium destruksi lanjut

SPONDILITIS TB KKS BAGIAN ILMU PENYAKIT SYARAF

Page 5

SPONDILITIS TB
Pada stadium ini terjadi destruksi yang masif, kolaps vertebra dan terbentuk massa kaseosa serta pus yang berbentuk cold abses (abses dingin), yang terjadi 23 bulan setelah stadium destruksi awal. Selanjutnya dapat terbentuk sekuestrum serta kerusakan diskus

intervertebralis. Pada saat ini terbentuk tulang baji terutama di sebelah depan (wedging anterior) akibat kerusakan korpus vertebra, yang menyebabkan terjadinya kifosis atau gibus. 4. Stadium gangguan neurologis Tidak berkaitan dengan beratnya kifosis yang terjadi, tetapi terutama ditentukan oleh tekanan abses ke kanalis spinalis. Gangguan ini ditemukan 10% dari seluruh komplikasi spondilitis tuberkulosa. Vertebra torakalis mempunyai kanalis spinalis yang lebih kecil sehingga gangguan neurologis lebih mudah terjadi pada daerah ini. Bila terjadi gangguan neurologis, maka perlu dicatat derajat kerusakan paraplegia, yaitu: a. Derajat I Kelemahan pada anggota gerak bawah terjadi setelah melakukan aktivitas atau setelah berjalan jauh. Pada tahap ini belum terjadi gangguan saraf sensoris. b. Derajat II Terdapat kelemahan pada anggota gerak bawah tapi penderita masih dapat melakukan pekerjaannya. c. Derajat III Terdapat kelemahan pada anggota gerak bawah yang membatasi gerak/aktivitas atau penderita serta hipestesia/anestesia. d. Derajat III Terjadi gangguan saraf sensoris dan motoris disertai gangguan defekasi dan gangguan defekasi dan miksi. Tuberkulosis praplegia atau Pott paraplegia dapat terjadi secara dini atau lambat tergantung dari keadaan penyakitnya. Pada penyakit yang masih aktif, paraplegia terjadi karena tekanan ekstradura dari abses paravertebral atau akibat kerusakan langsung sumsum tulang belakang oleh adanya granulasi jaringan. Paraplegia pada penyakit yang sudah tidak aktif atau sembuh terjadi oleh karena tekanan pada jembatan tulang kanalis spinalis atau oleh pembentukan jaringan fibrosis yang progresif dari jaringan granulasi tuberkulosa. Tuberkulosis paraplegia terjadi secara perlahan dan dapat terjadi destruksi tulang disertai angulasi dan gangguan vaskuler vertebra. Derajat IIII disebut sebagai paraparesis dan derajat IV disebut sebagai paraplegia. 5. Stadium deformitas residual

SPONDILITIS TB KKS BAGIAN ILMU PENYAKIT SYARAF

Page 6

SPONDILITIS TB
Stadium ini terjadi kurang lebih 35 tahun setelah timbulnya stadium implantasi. Kifosis atau gibus bersifat permanen oleh karena kerusakan vertebra yang masif di sebelah depan. Berdasarkan lokasi infeksi awal pada korpus vertebra dikenal 3 bentuk spondilitis: (Rasjad, 2007) 1. Peridiskal/paradiskal Infeksi pada daerah yang bersebelahan dengan diskus (di area metafise di bawah ligamentum longitudinal anterior/area subkondral). Banyak ditemukan pada orang dewasa. Dapat menimbulkan kompresi, iskemia, dan nekrosis diskus. Terbanyak ditemukan di regio lumbal. 2. Sentral Infeksi terjadi pada bagian sentral korpus vertebra, terisolasi sehingga disalahartikan sebagai tumor. Sering terjadi pada anak-anak. Keadaan ini sering menimbulkan kolaps vertebra lebih dini dibandingkan dengan tipe lain sehingga menghasilkan deformitas spinal yang lebih hebat. Dapat terjadi kompresi yang bersifat spontan atau akibat trauma. Terbanyak ditemukan di regio torakal. 3. Anterior Infeksi yang terjadi karena perjalanan perkontinuitatum dari vertebra di atas dan bawahnya. Gambaran radiologisnya mencakup adanya scalloped karena erosi di bagian anterior dari sejumlah vertebra (berbentuk baji). Pola ini diduga disebabkan karena adanya pulsasi aortik yang ditransmisikan melalui abses prevertebral di bawah ligamentum longitudinal anterior atau karena adanya perubahan lokal dari suplai darah vertebral. 4. Bentuk atipikal Dikatakan atipikal karena terlalu tersebar luas dan fokus primernya tidak dapat diidentifikasikan. Termasuk di dalamnya adalah spondilitis tuberkulosa dengan keterlibatan lengkung syaraf saja dan granuloma yang terjadi di canalis spinalis tanpa keterlibatan tulang (tuberkuloma), lesi di pedikal, lamina, prosesus transversus dan spinosus, serta lesi artikuler yang berada di sendi intervertebral posterior. Insidensi tuberkulosa yang melibatkan elemen posterior tidak diketahui tetapi diperkirakan berkisar antara 2-10%.

SPONDILITIS TB KKS BAGIAN ILMU PENYAKIT SYARAF

Page 7

SPONDILITIS TB

D. Gejala
Secara klinik gejala tuberkulosis tulang belakang hampir sama dengan gejala tuberkulosis pada umumnya, yaitu: (Mansjoer, 2000) 1. Terdapat gejala klasik tuberkulosis berupa penurunan berat badan, keringat malam, demam subfebris, kakeksia. Gejala ini sering tidak menonjol. 2. Nyeri vertebra/lokal pada lokasi infeksi sering dijumpai dan menghilang bila istirahat. 3. Gejala dan tanda kompresi radiks atau medula spinalis terjadi pada 20% kasus (akibat abses dingin). 4. Onset penyakit dapat gradual atau mendadak (akibat kolaps vertebra dan kifosis). 5. Pada awalnya terjadi nyeri radikuler yang mengelilingi dada atau perut, kemudian diikuti paraparesis yang lambat laun semakin memberat, spastisitas, klonus, hiperrefleksia dan refleks Babinsky bilateral. Dapat ditemukan deformitas dan nyeri ketok tulang vertebra. 6. Penekanan mulai dari bagian anterior sehingga gejala klinis yang muncul terutama gangguan motorik. 7. Gangguan menelan dan pernapasan akibat adanya abses retrofaring.

E. Diagnosis banding
Adapun diagnosis banding spondilitis tuberkulosis yaitu: (Rasjad, 2007) 1. Infeksi piogenik Adanya sklerosis atau pembentukan tulang baru pada foto rontgen menunjukkan adanya infeksi piogenik. Selain itu keterlibatan dua atau lebih corpus vertebra yang berdekatan lebih menunjukkan adanya infeksi tuberkulosa daripada infeksi bakterial lain. 2. Infeksi enterik

SPONDILITIS TB KKS BAGIAN ILMU PENYAKIT SYARAF

Page 8

SPONDILITIS TB
Dapat dibedakan dari pemeriksaan laboratorium. 3. Tumor atau penyakit keganasan (leukemia, Hodgkins disease, granuloma eosinofilik,dll) Metastase dapat menyebabkan destruksi dan kolapsnya corpus vertebra tetapi berbeda dengan spondilitis tuberkulosa karena ruang diskusnya tetap dipertahankan. Secara radiologis kelainan karena infeksi mempunyai bentuk yang lebih difus sementara untuk tumor tampak suatu lesi yang berbatas jelas. 4. Scheuermanns disease Mudah dibedakan dari spondilitis tuberkulosa oleh karena tidak adanya penipisan korpus vertebrae kecuali di bagian sudut superior dan inferior bagian anterior dan tidak terbentuk abses paraspinal.

F. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi antara lain: (Staf IKA UI, 2007) 1. Cedera corda spinalis (spinal cord injury) Dapat terjadi karena adanya tekanan ekstradural sekunder karena pus tuberkulosa, sekuestra tulang, sekuester dari diskus intervertebralis atau dapat juga langsung karena keterlibatan korda spinalis oleh jaringan granulasi tuberkulosa. Jika cepat diterapi sering berespon baik. MRI dan mielografi dapat membantu membedakan paraplegi karena tekanan atau karena invasi dura dan corda spinalis. 2. Empyema tuberkulosa karena rupturnya abses paravertebral di torkal ke dalam pleura.

G. Pemeriksaan
Adapun pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada penyakit spondilitis tuberkulosa antara lain: (Rasjad, 2007) 1. Pemeriksaan laboratorium a. Peningkatan laju endap darah dan mungkin disertai leukositosis Dilakukan dengan penyuntikan intrakutan dan multiple puncture method dengan 4-6 jarum berdasarkan cara Heaf dan Tine. Sampai sekarang cara Mantoux masih dianggap sebagai cara yang paling dapat dipertanggungjawabkan karena jumlah zat yang dimasukkan ke intrakutan dapat diketahui banyaknya. Reaksi lokal yang terdapat pada uji mantoux terdiri atas: (Staf IKA UI, 2007) 1) Eritema karena vasodilatasi primer

b. Uji Mantoux positif

SPONDILITIS TB KKS BAGIAN ILMU PENYAKIT SYARAF

Page 9

SPONDILITIS TB
2) Edema karena reaksi antara antigen yang disuntikan dengan antibodi 3) Indurasi yang dibentuk oleh sel mononukleus c. Pada pemeriksaan biakan kuman mungkin ditemukan Mycobacterium

d. Biopsi jaringan granulasi atau kelenjar limfe regional e. Pemeriksaan histopatologis dapat ditemukan tuberkel

2. Pemeriksaan radiologis a. b. Pemeriksaan foto toraks untuk melihat adanya tuberkulosis paru Foto polos vertebra, ditemukan osteoporosis, osteolitik, dan destruksi korpus vertebra, disertai penyempitan diskus intervertebralis yang berada diantara korpus tersebut dan mungkin dapat ditemukan adanya massa abses paravertebral c. Pada foto AP, abses paravertebral di daerah servikal berbentuk sarung burung (birds nets) di daerah torakal berbentuk bulbus dan pada daerah lumbal abses terlihat berbentuk fusiform d. Pada stadium lanjut terjadi destruksi vertebra yang hebat sehingga timbul kifosis e. f. Pemeriksaan foto dengan zat kontras Pemeriksaan mielografi dilakukan bila terdapat gejala-gejala penekanan sumsum tulang

g. Pemeriksaan CT scan atau CT dengan mielografi h. Pemeriksaan MRI

H. Pengobatan
Pada prinsipnya pengobatan spondilitis tuberkulosis harus dilakukan sesegera mungkin untuk menghentikan progresivitas penyakit serta mencegah paraplegia. Pengobatan terdiri atas: (Rasjad, 2007) 1. Terapi konservatif, berupa: a. Tirah baring (bed rest)

b. Memperbaiki keadaan umum penderita c. Pemasangan brace pada penderita, baik yang dioperasi ataupun yang tidak dioperasi

d. Pemberian obat antituberkulosa Obat-obatan yang diberikan terdiri atas: 1) Isonikotinik hidrasit (INH) dengan dosis oral 5 mg/kg berat badan per hari dengan dosis maksimal 300 mg. Dosis oral pada anak-anak 10 mg/kg berat badan. 2) Asam para amino salisilat. Dosis oral 8-12 mg/kg berat badan 3) Etambutol. Dosis per oral 15-25 mg/kg berat badan per hari

SPONDILITIS TB KKS BAGIAN ILMU PENYAKIT SYARAF

Page 10

SPONDILITIS TB
4) Rifampisin. Dosis oral 10 mg/kg berat badan diberikan pada anak-anak. Pada orang dewasa 300-400 mg per hari. 5) Streptomisin, pada saat ini tidak digunakan lagi. Kriteria penghentian pengobatan yaitu apabila: 1) Keadaan umum penderita bertambah baik 2) Laju endap darah menurun dan menetap 3) Gejala-gejala klinis berupa nyeri dan spasme berkurang 4) Gambaran radiologik ditemukan adanya union pada vertebra 2. Terapi operatif Indikasi operasi yaitu: a. Bila dengan terapi konservatif tidak terjadi perbaikan paraplegia atau malah semakin berat. Biasanya tiga minggu sebelum tindakan operasi dilakukan, setiap spondilitis tuberkulosa diberikan obat tuberkulostatik. b. Adanya abses yang besar sehingga diperlukan drainase abses secara terbuka dan sekaligus debrideman serta bone graft. c. Pada pemeriksaan radiologis baik dengan foto polos, mielografi ataupun pemeriksaan CT dan MRI ditemukan adanya penekanan langsung pada medulla spinalis. Walaupun pengobatan kemoterapi merupakan pengobatan utama bagi penderita tuberkulosis tulang belakang, namun tindakan operatif masih memegang peranan penting dalam beberapa hal, yaitu bila terdapat cold abses (abses dingin), lesi tuberkulosa, paraplegia dan kifosis. Abses Dingin (Cold Abses) Cold abses yang kecil tidak memerlukan tindakan operatif oleh karena dapat terjadi resorbsi spontan dengan pemberian tuberkulostatik. Pada abses yang besar dilakukan drainase bedah. Ada tiga cara menghilangkan lesi tuberkulosa, yaitu: a. Debrideman fokal

b. Kosto-transveresektomi c. Debrideman fokal radikal yang disertai bone graft di bagian depan. Paraplegia Penanganan yang dapat dilakukan pada paraplegia, yaitu: a. Pengobatan dengan kemoterapi semata-mata

b. Laminektomi c. Kosto-transveresektomi

d. Operasi radikal
SPONDILITIS TB KKS BAGIAN ILMU PENYAKIT SYARAF Page 11

SPONDILITIS TB
e. Osteotomi pada tulang baji secara tertutup dari belakang Operasi kifosis Operasi kifosis dilakukan bila terjadi deformitas yang hebat. Kifosis mempunyai tendensi untuk bertambah berat terutama pada anak-anak. Tindakan operatif dapat berupa fusi posterior atau melalui operasi radikal

SPONDILITIS TB KKS BAGIAN ILMU PENYAKIT SYARAF

Page 12

SPONDILITIS TB
BAB III PEMBAHASAN
Feri usia 3 tahun, jatuh terduduk dari sepeda mainannya, tiba-tiba tak bisa berjalan, kedua ekstremitas bawah tak dapat digerakkan, tidak ada hipoestesi dan saat disentuh masih terasa. BAK dalam batas normal. Pada skenario ini, kasus yang didapatkan adalah spondilitis tuberkulosa. Sebelum jatuh dari sepeda, Feri sudah lebih dulu terkena penyakit spondilitis ini. Jadi jatuh disini bukan sebagai faktor pemicu timbulnya penyakit. Setelah jatuh, ekstremitas bawah Feri tidak bisa digerakkan dan tidak terjadi hipoestesi. Hipoestesi adalah suatu penurunan sensitivitas secara abnormal. Tidak adanya hipoestesi dan masih normalnya BAK menandakan bahwa penyakit yang diderita Feri belum sampai pada stadium lanjut, dengan kata lain belum mengenai sistem persarafan (Rasjad, 2007). Orang tua Feri mengatakan, anaknya ini tidak bisa membungkuk dengan sempurna dan sering menangis saat posisi punggung mau menekuk. Sekitar 5 bulan sebelumnya mulai timbul gibbus di tulang punggung yang semakin lama semakin membesar. Gibbus yaitu bengkoknya tulang belakang akibat terinfeksi oleh Mycobacterium tuberculosa. Gibbus merupakan tanda khas pada penyakit spondilitis ini. Mycobacterium tuberculosa yang masuk ke dalam tulang vertebra perhematogen menginfeksi daerah korpus vertebra. Oleh karena itu korpus mengalami perlunakan, sehingga vertebra akan membengkok ke depan akibat tekanan. Seperti yang telah diketahui, vertebra berfungsi juga sebagai penopang tubuh, sehingga tekanan untuk mempertahankan posisi tertentu ikut memicu timbulnya gibbus yang menyerupai kifosis. Feri tidak bisa membungkuk dengan sempurna dikarenakan adanya gibbus dan rasa nyeri di bagian punggungnya. Adapun lokasi terjadinya gibbus adalah sekitar torakal 8 sampai lumbal 6 (Sudoyo, 2007) Pada pemeriksaan elevasi kaki lurus dan fleksi leher Feri menangis kesakitan. Gambaran radiologi: penyempitan articulatio antar corpus vertebrae. Setelah dilakukan pemeriksaan fisik yaitu elevasi atau menaikkan kaki ke daerah yang lebih tinggi dalam keadaan lurus dan posisi fleksi leher, Feri merasa kesakitan karena perasaan nyeri pada tumit dan vertebra. Sedangkan pada pemeriksaan radiologi, yaitu foto polos vertebra, ditemukan penyempitan diskus intervertebralis yang berada di antara korpus dan mungkin ditemukan adanya massa abses paravertebral (Delp, 1996). Sudah lama mengalami anoreksia, tidak batuk dan sebelumnya sering mengalami panas subfebril. Sejak bayi Feri tinggal serumah dengan kakeknya yang telah meninggal 9
SPONDILITIS TB KKS BAGIAN ILMU PENYAKIT SYARAF Page 13

SPONDILITIS TB
bulan yang lalu karena TBC. Anoreksia atau kehilangan nafsu makan bisa disebabkan karena adanya abses retrofaring yang menyebabkan gangguan menelan. Atau dapat pula terjadi akibat terganggunya saraf di dekat vertebra yang mempengaruhi pusat rasa lapar. Sedangkan panas subfebril adalah panas yang suhunya sedikit meningkat, kira-kira kurang dari 37,2oC. Hal ini juga mungkin dikarenakan adanya gangguan pada pusat pengatur suhu akibat infeksi Mycobacterium tuberculosis. Dalam kasus ini, Feri memiliki riwayat resiko terpapar Mycobacterium tuberculosis dari sang kakek. Mycobacterium tuberculosis dapat droplet dan akhirnya masuk ke dalam paru-paru Feri, lalu dapat menginfeksi vertebra melalui darah atau limfe (Rasjad, 2007)

SPONDILITIS TB KKS BAGIAN ILMU PENYAKIT SYARAF

Page 14

SPONDILITIS TB
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan
Spondilitis tulang atau penyakit Pott adalah peradangan granulomatosa yang bersifat kronik destruktif oleh Mycobacterium tuberculosa. Penyakit ini merupakan infeksi sekunder dari fokus di tempat lain. Gejalanya mirip tuberkulosis paru, ditambah lagi adanya gibbus, nyeri pada punggung, dan gangguan pergerakan tulang belakang. Pemeriksaan kadar LED diperlukan untuk melihat adanya infeksi. Sedangkan pada pemeriksaan radiologis ditemukan penyempitan diskus intervertebralis. Pengobatannya dapat diberikan terapi konservatif dan operatif.

B. Saran
1. Hindari kotak langsung anak-anak dengan penderita penyakit menular 2. Periksakan secepatnya apabila terdapat keluhan pada anak 3. Berikan obat pada penderita secara teratur dan sesuai dosis

SPONDILITIS TB KKS BAGIAN ILMU PENYAKIT SYARAF

Page 15

SPONDILITIS TB
DAFTAR PUSTAKA
1.Rasjad C. Spondilitis Tuberkulosa dalam Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Ed.II. Makassar: Bintang Lamumpatue. 2003. p. 144-149

2. Harsono. Spondilitis Tuberkulosa dalam Kapita Selekta Neurologi. Ed. II. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. 2003. p. 195-197

3. Wim de Jong, Spondilitis TBC, Dalam Buku Ajar Ilmu Bedah, Jakarta; EGC. hlm. 12261229

SPONDILITIS TB KKS BAGIAN ILMU PENYAKIT SYARAF

Page 16

Anda mungkin juga menyukai