Anda di halaman 1dari 5

Editorial

Pengalaman Negara Lain dalam Perbaikan Gizi Remaja Sekolah Menengah

Fatmah
Departemen Gizi Kesmas Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Jakarta

Pendahuluan Remaja merupakan periode kedua masa pertumbuhan fisik paling kritis dalam siklus kehidupan setelah setahun pertama kehidupan. Sebanyak 25% tinggi badan saat dewasa diperoleh pada masa itu. Kualitas dan kuantitas asupan makanan pada masa itu menjadi penyebab utama munculnya masalah gizi remaja. Hal tersebut mungkin disebabkan kerawanan pangan di tingkat rumah tangga; kerawanan pangan sumber protein hewani, distribusi makanan dalam keluarga tidak merata, dan rendahnya pengetahuan gizi. Defisiensi zat gizi mikro dan makro (KEP) tercermin dari rendahnya indeks massa tubuh (IMT). Jenis malnutrisi remaja dalam dua dekade ini menunjukkan perubahan. Di negara maju muncul masalah malnutrisi pada remaja sekolah menengah akibat tekanan sosial untuk mencapai bentuk tubuh yang ideal yaitu kurus langsing melalui gangguan perilaku makan anoreksia nervosa dan bulimia. Di lain pihak, prevalensi obesitas juga meningkat akibat perubahan pola konsumsi makanan tinggi lemak dan menurunnya aktivitas fisik khususnya di kota besar. Kecenderungan peningkatan obesitas memicu bertambahnya prevalensi penyakit kronik. Bentuk intervensi yang tepat
Maj Kedokt Indon, Volum: 60, Nomor: 2, Pebruari 2010

dalam menurunkan masalah gizi remaja di negara maju adalah promosi diet gizi yang tepat disertai program edukasi gizi.1 Di negara berkembang masih terjadi peningkatan kasus anemia zat gizi besi (Fe). Akibat anemia Fe adalah penurunan daya kognitif/intelektual, prestasi belajar, dan rendahnya kapasitas/produktivitas kerja. Pada tahun 2003 WHO memprediksi sekitar 27% remaja puteri di negara berkembang menderita anemia. Studi Indian Council of Medial Research (ICMR) menyatakan tingginya prevalensi anemia di India (55%), Nepal (42%), Kamerun (32%), dan Guatemala (48%). Sebagian besar remaja puteri dan putera menderita defisiensi Fe, dan anemia Fe karena meningkatnya kebutuhan Fe selama proses pertumbuhan. Penyakit infeksi seperti malaria, schistosomiasis, dan kecacingan mempengaruhi absorpsi dan meningkatnya kehilangan Fe dari dalam tubuh.2 Menjelang akhir masa pertumbuhan tubuh, remaja putera mengalami peningkatan kembali status Fe dalam tubuhnya. Remaja puteri semakin banyak kehilangan Fe akibat menstruasi, menyusui, dan hamil. Defisiensi folat pada remaja puteri yang hamil terjadi pada tengah trimester pertama kehamilan yang dapat disebabkan oleh rendahnya asupan lemak sebelum masa konsepsi/kehamilan dan berakibat pada

55

Pengalaman Negara Lain dalam Perbaikan Gizi gangguan saraf pada janin yang dikandung. Di wilayah endemik yodium, remaja puteri lebih banyak menderita gondok endemik defisiensi yodium dibandingkan laki-laki. Hal itu menurunkan kemampuan kognitif dan prestasi belajar di sekolah. Kehamilan pada penderita gondok endemik berisiko mengalami keguguran atau bila lahir dapat mengalami gangguan saraf. Defisiensi zat gizi mikro yang umum diderita remaja adalah defisiensi Zinc (Zn), vitamin A, dan kalsium (Ca). Dua zat gizi terakhir mempengaruhi kemampuan pertumbuhan; kalsium berperan pada pencegahan osteoporosis saat lanjut usia. Defisiensi vitamin A menurunkan kemampuan pertumbuhan dan kematangan seksual. Vitamin A juga berperan pada imunitas tubuh dan penglihatan optimal. Bentuk intervensi untuk memecahkan masalah gizi mikro remaja adalah suplementasi Fe, kapsul vitamin A, dan kapsul iodium, pendidikan gizi, dan sosialisasi konsumsi makanan yang difortifikasi. Intervensi fortifikasi makanan dengan zat gizi mikro harus diintegrasikan dengan intervensi higiene sanitasi dan penyakit infeksi sehingga masalahnya dapat tuntas. Karena status gizi remaja langsung dipengaruhi secara oleh asupan zat gizi dan riwayat infeksi. Salah satu pendekatan intervensi gizi remaja adalah menggunakan lingkungan sekolah karena memiliki beberapa keuntungan yaitu:3 1. Siswa-siswi dapat mempengaruhi remaja lain di lingkungan sekitarnya. 2. Sekolah adalah tempat awal sumber informasi gizi dan teknologi ke masyarakat. 3. Remaja sekolah menengah dapat mempengaruhi remaja lain yang tidak sekolah. 4. Intervensi gizi dengan pendekatan sekolah merupakan skrining gizi secara rutin, menyediakan suplementasi mikronutrien, dan menjamin pengembangan perilaku konsumsi gizi.3 Indikator proses dan keluaran yang digunakan dalam mengukur pencapaian hasil intervensi remaja sekolah menengah adalah kadar Fe, vitamin A dalam darah; asupan makanan sumber Fe dan vitamin A; proporsi siswa sekolah yang memiliki pembesaran kelenjar tiroid; serta proporsi siswa sekolah yang memperoleh intervensi terhadap kecacingan (deworming). Terdapat sekitar 85% remaja menetap di negara berkembang, maka tulisan ini lebih banyak mengupas pengalaman negara berkembang dalam perbaikan gizi remaja sekolah menengah. Masalah Gizi Remaja Sekolah Menengah di Berbagai Negara dan Bentuk Model Intervensinya Masalah gizi utama remaja sekolah menengah di negara berkembang adalah gizi kurang yang tercermin dari pendek, kurus, pertumbuhan terhambat, dan intrauterine growth retardation (IUGR) pada remaja puteri yang hamil; defisiensi
56

Fe dan anemia; defisiensi I, vitamin A, dan Ca, serta zat gizi khusus lainnya (Zn, folat), dan obesitas. Remaja sekolah menengah di negara maju memiliki masalah gizi kurang dan gizi lebih. Gizi kurang muncul akibat tekanan sosial dari peer-group remaja untuk mencapai bentuk tubuh yang ideal yaitu kurus langsing. Di sisi lain, peningkatan konsumsi makanan fast food dan rendahnya aktivitas fisik mendorong bertambahnya status gizi gemuk dan obes khususnya di kota besar. Kehamilan remaja juga meningkat pada remaja sekolah menengah di negara maju yang berakibat munculnya masalah defisiensi zat gizi mikro.4 Kajian Status Gizi Remaja Sekolah Menengah di Beberapa Negara Umumnya remaja sekolah menengah di wilayah negara berkembang Asia mengalami defisiensi Fe, vitamin A, dan Ca. Anemia umumnya ditemukan pada laki-laki dan perempuan dengan prevalensi berkisar antara 45-90% di India, 22-90% di Bangladesh, 28% di Indonesia, 42% di Nepal, dan 26% di Myanmar. Mereka sedikit mengonsumsi makanan sumber vitamin A, tetapi tidak dijumpai kasus kurang vitamin A. Kehamilan pada remaja umum dijumpai dengan proporsi usia 15-19 tahun telah melahirkan bayi pertama; di Bangladesh sekitar 60%, 50% di Nepal, dan 30% di Indonesia. Prevalensi remaja stunted di India, Bangladesh, Nepal, dan Myanmar berturut-turut adalah 32%, 48%, 47%, dan 39%, dan proporsi remaja kurus yakni 53%, 67%, 36%, dan 32%. Intervensi yang dilakukan di wilayah itu adalah pendekatan pemasaran sosial (social marketing), pendidikan gizi, program makan siang bersama, suplemen Fe yang dibeli sendiri oleh remaja puteri, pekan suplementasi Fe dan asam folat bagi remaja puteri.5 Faktor yang menghambat pelaksanaan intervensi itu adalah sosio-budaya, isu jender (kecuali di Nepal), kurangnya komunikasi dan koordinasi di tiap level, dan keengganan pemerintah memprioritaskan bidang gizi. Tantangan implementasi intervensi antara lain adalah memotivasi keluarga dalam memperbaiki gizi remaja untuk meningkatkan jumlah asupan makanan dan membeli suplemen zat gizi mikro, melakukan identifikasi dan penetapan prioritas isu gizi di tiap negara, pengaruh media dalam promosi gizi, optimalisasi program kesehatan sekolah, program sekolah untuk pelatihan gizi, pencapaian sasaran remaja sekolah, melakukan penelitian operasional, dan memasukkannya ke dalam program dengan skala lebih besar sehingga terjamin kelangsungannya serta membuat perencanaan yang layak bagi kelangsungan dan memperoleh komitmen politik dari pemerintah demi perbaikan gizi dan kesehatan remaja sekolah menengah agar tercipta remaja sehat, gembira, cerdas, dan produktif. Bangladesh Status gizi dan kesehatan remaja sekolah menengah di Bangladesh cukup mengenaskan karena perempuan lebih menderita daripada laki-laki. Puncak pertumbuhan remaja
Maj Kedokt Indon, Volum: 60, Nomor: 2, Pebruari 2010

Pengalaman Negara Lain dalam Perbaikan Gizi puteri tertunda dibandingkan dengan mereka yang menetap di wilayah bagian barat lainnya. Mereka mengonsumsi lebih sedikit kalori daripada laki-laki, dan makin tinggi kelompok usia makin rendah konsumsinya. Lebih dari 50% remaja puteri di daerah tersebut mengalami stunted dan 30% wasted. Sekitar 43% remaja puteri di desa menderita anemia, 3% menderita Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKI) dan 2,1% remaja puteri dan putera menunjukkan gejala-gelaja defisiensi vitamin A. Alasan rendahnya status gizi remaja puteri karena diskriminasi gender, rendahnya tingkat pendidikan, kemiskinan, praktik pemberian makanan yang tidak memadai, pantangan makanan terhadap jenis makanan tertentu, kepercayaan, dan distribusi makanan dalam keluarga tidak merata. Kesehatan reproduksi remaja telah dimasukkan sebagai komponen penting dalam program pemerintah paket pelayanan esensial (Essential Services Package).6 Bhutan Masalah gizi mendasar pada remaja sekolah menengah adalah gondok endemik (GAKI). Bentuk intervensi yang dilakukan adalah program suplementasi universal bagi anak sekolah berupa: vitamin A, deworming, pendidikan gizi melalui program menyeluruh kesehatan sekolah, dan penyediaan makan siang gratis di sekolah. Penelitian terakhir menunjukkan prevalensi anemia sebesar 56% pada perempuan dan 58% pada laki-laki. Upaya pemerintah Bhutan untuk mengatasi hal itu melalui pelaksanaan studi baseline antropometri, survey GAKI dan anemia. Selain itu, disusun program nasional suplementasi bagi remaja dan pengembangan kebijakan perbaikan kesehatan remaja.6 India Peningkatan IMT remaja sekolah menengah cukup tinggi karena terjadi peningkatan asupan energi dan protein, yang asupannya lebih tinggi pada perempuan daripada lakilaki. Rerata asupan energi adalah 91,6% dari AKG. Prevalensi anemia remaja usia 12-17 tahun sebesar lebih dari 70%. Ada perbedaan peningkatan tinggi badan (TB) dan berat badan (BB) pada remaja putera dan puteri berdasarkan kelompok sosial ekonomi. Remaja putera cenderung mengalami obesitas dan memiliki tekanan darah tinggi. Studi intervensi suplementasi dan minuman bergizi pada sekelompok anak sekolah menggambarkan peningkatan TB dan BB, mineral tulang, dan perbaikan skor mental secara signifikan. Studistudi gizi remaja sekolah menengah menunjukkan beberapa temuan yaitu 38% remaja puteri memiliki status gizi kurus, dan stunted; status gizi kurang dan anemia rata-rata dijumpai pada putera dan puteri; rata-rata remaja mengonsumsi makanan rendah kandungan kalori, potein, beta karoten, dan Fe), khususnya Fe pada remaja puteri; prevalensi anemia 5575%; remaja putera usia 9-15 tahun menderita GAKI yang berakibat pada kerusakan saraf, dan rendahnya motivasi belajar akibat terbatasnya stimulasi sosiopsikologi lingkungan; keberhasilan/dampak suplementasi dilihat dari
Maj Kedokt Indon, Volum: 60, Nomor: 2, Pebruari 2010

perubahan level Hb, dan peningkatan kemampuan kognitif melalui beberapa studi evaluasi dan investigasi.6 Cerita Keberhasilan dari India Program Penanggulangan Anemia pada Remaja Puteri (Adolescent Girls Anaemia Control Pogramme) di Baroda, India memiliki tujuan untuk melakukan suplementasi Fe dan asam folat seminggu sekali bagi remaja puteri sekolah menengah dengan monitoring kepatuhan (compliance monitoring) oleh pihak sekolah yang dilaporkan ke sekolah kedokteran lokal untuk tabulasi. memberikan edukasi gizi bagi remaja puteri dan guru sekolah untuk menginisiasi perubahan perilaku makan, dan mengeksplorasi kemungkinan sasaran program bagi remaja puteri non-sekolah.6 Program ini dilaksanakan di 405 sekolah dari 65 000 remaja puteri usia 12-19 tahun. Studi data dasar (baseline study) menemukan bahwa 74,7% menderita anemia, dan 97% remaja puteri mau mengkonsumsi tablet Fe seminggu sekali. Mekanisme pelaksanaan proyek dilakukan melalui beberapa pertemuan antara kepala sekolah, pemangku kepentingan tingkat kabupaten, dan persatuan guru untuk membahas justifikasi dan strategi proyek; pasca pertemuan dilanjutkan dengan pelatihan logistik, dan supervisi KIE. Pelatihan dua orang guru sekolah oleh dokter puskesmas dengan materi: logistik, penggunaan bahan KIE, monitoring diri yang dilakukan oleh siswi sendiri, penulisan format laporan, dan penanganan efek samping bila terjadi. Kegiatan suplementasi dan sessi pendidikan gizi (multimedia) dilakukan seminggu sekali. Dinas Kesehatan mendistribusikan tablet Fe + asam folat ke seluruh sekolah dan instansi ini bertindak sebagai tempat pelayanan rujukan bila terjadi efek samping. Tingkat kepatuhan mencapai 90% berdasarkan laporan hampir sekolah dan terdapat 3% insidens efek samping. Indikator proses dan output yang dipakai untuk menilai keberhasilan program adalah melakukan analisis dampak jangka menengah menunjukkan bahwa prevalensi anemia (Hb <12 g/L) menurun dari 74,7% saat studi baseline menjadi 54,5% saat penilaian jangka menengah, rata-rata Hb meningkat dari 11,08 g/L menjadi 11,8 g/L. Rata-rata Hb meningkat 0,6; 0,74; dan 0,56 di daerah urban, rural, dan tribal, dan rata-rata Hb saat evaluasi jangka menengah adalah 11,72 g/L (anemia). Myanmar Sebesar 26,4% remaja menderita anemia, 41,5% remaja laki dan 22,2% remaja puteri menderita gizi kurang, serta prevalensi stunted pada kedua jenis kelamin adalah 37,6% dan 30,4%. Survey konsumsi gizi menunjukkan bahwa asupan kalori dan protein adalah 85% dan 110% AKG. Studi lain menyebutkan bahwa asupan total kalori, karbohidrat, lemak, dan protein lebih tinggi pada laki-laki (> 85% AKG) dan sedikit lebih rendah pada perempuan, kecuali untuk protein. Protein dikonsumsi dalam bentuk sayuran segar, namun asupan Ca dan Fe rendah pada laki-laki dan perempuan.6 Bentuk intervensi gizi adalah promosi melalui penyu-

57

Pengalaman Negara Lain dalam Perbaikan Gizi luhan gizi kesehatan bagi anak sekolah. Hambatan dalam melaksanakannya yaitu informasi status gizi remaja tidak memadai, tidak ada standard rujukan yang sesuai, rendahnya akses menjangkau remaja tidak sekolah, dan kurangnya dana dan tenaga. Sementara faktor penentu keberhasilan intervensi ini adalah komitmen politik pemerintah pada masalah gizi remaja, infrastruktur kesehatan yang memadai, kerjasama lintas sektor, dan keterlibatan LSM dalam program promosi.6 Nepal Sekitar 23% remaja berusia 15-19 tahun memiliki IMT yang rendah, 66% menderita anemia, dan 5% remaja puteri yang hamil menderita rabun senja.6 Thailand Memiliki masalah gizi seperti kegemukan, obesitas, gondok endemik, dan anemia Fe. Terdapat 25% remaja puteri dan 17% remaja putera berusia 17 tahun yang mengalami obes, serta 20% remaja usia 6-14 tahun anemia Fe (akibat cacingan). Distribusi garam beryodium merupakan bentuk intervensi bagi remaja penderita GAKI. Bentuk intervensi yang diakukan adalah promosi peningkatan aktivitas fisik, suplementasi Fe seminggu sekali, dan promosi perilaku makan.6 Turki Intervensi roti yang difortifikasi Zn pada anak sekolah meningkatkan hasil positif artinya snack atau minuman difortifikasi zat gizi dapat berfungsi sebagai tool intervensi.7 Amerika Serikat Studi pada remaja sekolah di New England menunjukkan bahwa gangguan perilaku makan jarang ditemukan pada remaja puteri Hispanik dan Afro-Amerika daripada Kaukasian. Sebaliknya hal itu banyak ditemukan pada remaja putera non-Kaukasian meskipun secara umum jarang terjadi pada laki-laki dibandingkan dengan perempuan. Gangguan perilaku makan terjadi karena kesan tentang bentuk tubuh ideal adalah tubuh yang kurus dan langsing. Bentuk intervensi pada remaja sekolah menengah yang dilakukan adalah promosi gizi dan pencegahan obesitas untuk menanamkan gambaran tubuh yang positif dan percaya diri dengan lima topik yaitu: 1) menurunkan rasa ketidakpuasan tubuh, 2). berpikir kritis tentang sosiobudaya dan norma peer group, 3) memahami perkembangan fisik, 4) perbaikan pengetahuan tentang gizi dan pengontrolan berat badan, dan 5) ketrampilan tentang manajemen berat badan dan perilaku makan yang sehat. Selain itu, juga diimbangi dengan monitoring IMT secara teratur, dan pengukuran lemak tubuh dengan lipatan kulit.6,7 Faktor Penghambat dan Pendukung Program Perbaikan Gizi Anak Sekolah Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam mendukung
58

kesuksesan implementasi program perbaikan gizi remaja sekolah menengah yaitu: Fokus pada Keluar Pendidikan Membuat jaringan antara program kesehatan sekolah dan pembelajaran dengan prioritas sektor pendidikan sehingga tercipta komitmen yang tinggi dalam mendukung program. Pengembangan Kebijakan Lintas Sektor Bersifat Formal Aksi sektor pendidikan dalam kesehatan membutuhkan kesepakatan sektor pendidikan secara eksplisit. Kesepakatan itu tertuang dalam tanggung jawab kedua belah pihak. Melakukan Inisiasi Proses penyebarluasan dan konsultasi Karena banyaknya pemangku kepentingan, dan pelaksana program, maka dibutuhkan tahapan konsultasi untuk mengembangkan rasa memiliki program dan identifikasi hambatan sebelum ditemukan di tengah implementasi program. Proses itu harus melibatkan minimal organsiasasi berbasis masyarakat, LSM, dan persatuan guru. Menggunakan Infrastruktur yang Ada Sebanyak Mungkin Pengembangan kurikulum dan jaringan guru-guru sekolah akan mempercepat implementasi dan menurunkan biaya program.7 Melakukan Tiga Pendekatan untuk Meningkatkan Keberhasilan Intervensi Gizi Remaja Sekolah Menengah yaitu: Promosi gizi sebagai bagian dari promosi kesehatan. Pencegahan dan manajemen masalah gizi utama (malnutrisi, defisiensi zat gizi mikro, dan penyakit kronik terkait gizi). Manajemen gizi klinik pada remaja.

Faktor-faktor utama yang menghambat pelaksanaan intervensi gizi remaja sekolah menengah adalah adanya turn over/perubahan personel guru sekolah sehingga mengganggu kelangsungan implementasi intervensi, dan perubahan susunan staf guru sekolah akibat seringnya rotasi/mutasi. Monitoring Program Intervensi Perbaikan Gizi Anak Sekolah Program intervensi pendidikan gizi dan perubahan perilaku sangat kompleks karena melibatkan banyak komponen yaitu kelompok sasaran, lingkungan sosial dan fisik, dan mungkin dilakukan di banyak tempat/lokasi dengan populasi sasaran yang memiliki karakteristik dan kebutuhan yang unik. Proses evaluasi merupakan kegiatan monitor dan menjamin kualitas implementasi intervensi apakah sesuai dengan harapan dan mencapai populasi target. Monitor keberhasilan program intervensi gizi anak sekolah menengah dengan dilakukan evaluasi proses melalui pengukuran dosis (jumlah intervensi yang telah dilaksanakan), jangkauan
Maj Kedokt Indon, Volum: 60, Nomor: 2, Pebruari 2010

Pengalaman Negara Lain dalam Perbaikan Gizi (jumlah individu yang tertarik dengan intervensi setelah mendapatkan intervensi), dan kesesuaian antara implementasi intervensi dengan perencanaannya.7 Training of trainers (TOT) adalah kegiatan pelatihan guru sekolah staf peneliti untuk menyampaikan pesan intervensi di sekolah. Hal itu cukup menantang karena guru akan berperan sebagai penyampai pesan sebagai bagian dari tugas mereka, kendalanya kurang komitmen terhadap tujuan intervensi. Selain itu, guru sekolah yang terlatih memiliki keterbatasan dalam menyampaikan pesan intervensi yang mungkin harus dikompromikan dulu dengan persyaratan pihak sekolah di tingkat kabupaten atau faktor lain di sekolah. Kepercayaan, antusiasme, tingkat motivasi, dan kemampuan guru sekolah dalam menyampaikan pesan berkontribusi dalam menentukan tingkat penerimaan pesan oleh pelajar.7 Pengawasan kualitas intervensi ditentukan juga oleh faktor lingkungan dan evaluasi proses. Tujuannya adalah: 1) untuk evaluasi implementasi/penyampaian intervensi, dosis, dan kesesuaian pelaksanaan intervensi dengan perencanaannya; 2) untuk evaluasi apakah intervensi mencapai sasaran dan tingkat sasaran terpapar dengan komponen intervensi (jangkauan dan paparan), 3) faktor lingkungan yang mempengaruhi efektivitas intervensi (konteks, kontaminasi, dan secular trends ), dan 4) menyediakan informasi kontrol kualitas bagi perencana intervensi untuk mengoptimalkan efektifitas pelaksanaan intervensi (contohnya peningkatan dosis, kesesuaian, jangkauan, dan paparan). Instrumen monitoring intervensi adalah daftar kehadiran, pengamatan/observasi untuk menilai jika materi yang disampaikan dalam intervensi sesuai dengan yang diinginkan. 7 Penutup Bentuk intervensi yang dilakukan oleh beberapa negara berkembang dalam mengatasi masalah gizi remaja sekolah menengah adalah hampir sama satu dan lainnya. Indonesia dapat mengambil lesson learned pengalaman intervensi negara lain untuk digunakan sendiri baik faktor keberhasilan maupun kegagalannya, dan mengadopsi bentuk intervensinya. Sebaiknya intervensi gizi anak sekolah dapat diperluas jangkauannya bagi remaja tidak/putus sekolah. Meskipun proporsi remaja sekolah lebih besar daripada tidak sekolah, tetapi masalah gizi yang dialami kedua kelompok ini juga masalah bersama sehingga tidak patut dibedakan. Diharapkan remaja sekolah dapat menularkan informasi yang diperolehnya kepada remaja lain yang tidak mengenyam bangku pendidikan. Proses evaluasi kegiatan sebagai faktor penentu keberhasilan intervensi sebaiknya dilakukan pada tiap penyelenggaraan intervensi gizi anak sekolah. Lalu dilanjutkan dengan evaluasi akhir kegiatan dengan kata lain dapat dilakukan kegiatan surveilans gizi untuk memantau efektifitas implementasi intervensi. Daftar Pustaka
1. 2. Dona S. International trends in adolescent nutrition. Soc Sci Med. 2000;5(6):955-67. WHO SEARO. Strategies for improving adolescent nutrition: a review of the selected situation in South-East Asian Countries, 2006. Donald AP., Sheldon S., Matthew J. School based health and nutrition program Dalam Diseases control priorities in developing countries. 2nd ed. Washington DC: World Bank & Oxford University Press; 2006. WHO. Improvement of nutritional status of adolescents. Report of the regional meeting, India, 17-19 September 2002. Delisle H, Chandra M., Benoist B. Should adolescents be specifically targeted for nutrition in developing countries? to address which problems, and how?. World Bank, 2003. Ransom EI, Elder LK. Nutrition of women and adolescent girls: why it matters. Washington DC: Population Reference Bureau; 2003. Young DR, Steckler A., Cohen S., Pratt C, Felton G., Moe SG, et al. Process evaluation results from a school- and communitylinked intervention: the trial of activity for adolescent girls (TAAG). Health Educ Res. 2008;23(6):976-86.

3.

4. 5.

6.

7.

RN

Maj Kedokt Indon, Volum: 60, Nomor: 2, Pebruari 2010

59

Anda mungkin juga menyukai