Anda di halaman 1dari 2

Seorang kawan datang ke rumah, dan bertanya bagaimana cara mengurus sertifikat rumah.

Singkat cerita, aku pun menerangkan pengalamanku saat mengurus sertifikat rumah sekitar tiga tahun lalu. Usai menjelaskan, iseng-iseng aku bertanya kepada si kawan ini, untuk apa dia tiba-tiba ingin mengurus sertifikat rumah. "Untuk disekolahkan," jawabnya. Aha... Aku tertawa mendengar alasan si kawan ini. Sebab, aku pun sudah sejak lama tertarik dengan istilah 'disekolahkan' ini. Sudah banyak info yang aku cari tentang bagaimana mempraktekkannya, dan sudah banyak juga tips-tips yang aku dapat. Dan, hari ini pun aku mendapatkan info baru lagi bagaimana cara 'mensekolahkan' rumah milik kita. "Ayah, apa sih maksud 'disekolahkan' tadi? tanya istri yang rupanya mendengarkan apa saja yang aku bicarakan dengan kawan tadi. Bisa jadi, tidak hanya istriku ini yang masih bingung dengan istilah itu. Baiklah, aku beri tahu bocorannya. Arti kata istilah 'disekolahkan' tadi adalah 'diagunkan' alias digadaikan alias dijaminkan kredit atau istilah lainnya. "Ah, kirain apaan," celetuk istri sambil tersenyum mesem. Hehehe... Sudah lama aku mengumpulkan informasi bagaimana 'mensekolahkan' rumah. Syaratnya sebenarnya sederhana saja. Properti yang ingin kita agunkan harus berbentuk hak milik alias berSHM (sertifikat hak milik). Memang, ada juga yang mengatakan bangunan berstatus HGB juga mungkin saja diagunkankan. Tapi, aku tidak mendapatkan konfirmasi soal kebenaran pendapat ini. Info lain yang aku peroleh, bahwa yang bisa memakai properti sebagai agunan untuk memperoleh pinjaman dari bank adalah perusahaan dan bukan perorangan. Lho, kok gitu? Tapi, tenang saja. Hari ini info ini sudah terbantahkan. Perorangan juga bisa mengajukan pinjaman dengan mengagunkan properti kita. Hari ini, ada stand Bank Mandiri di kantor. Iseng-iseng aku mampir ke stand itu dan melihat apa saja yang mereka tawarkan. Seperti biasa, yang selalu ditawarkan adalah kartu kredit dan pinjaman KTA alias Kredit Tunai Angsuran. Aku pun langsung disodorkan daftar jenis pinjaman yang ada di Bank Mandiri. "Bunganya rendah, lho, Pak," pancing si penjaga stand yang belakangan aku tahu namanya Dhian. "Kalau mengagunkan rumah, bisa gak?" tanyaku kemudian. Lalu si penjaga stand yang bernama Dhian ini pun menunjukkan tabel pinjaman untuk yang ingin mengagunkan properti. Hebatnya lagi, ini bisa diajukan oleh perorangan dan bukan perusahaan. Aku membaca secara detail tabel pinjaman itu dan apa saja syarat-syaratnya. Di situ tertera ada tujuh syarat yang menurut aku cukup mudah. Ketujuhnya adalah: 1. fotokopi KTP, kartu keluarga, surat nikah, dan NPWP 2. fotokopi rekening pribadi 6 bulan terakhir 3. fotokopi surat izin profesi dan kontrak kerja 4. laporan keuangan 5. fotokopi sertifikat, IMB, PBB plus bukti setoran PBB terakhir 6. rumah baru: kwitansi booking fee dan surat pemesanan rumah rumah second: surat penawaran dari penjual KPR Take Over: fotokopi PK bank asal, bukti outstanding bulan terakhir

7. biaya appraisal Rp 250rb sd Rp 500rb. Bunga yang ditawarkan oleh Bank Mandiri juga relatif murah dibandingkan bila kita mengajukan pinjaman KTA, yakni 11,8% (fixed 6 bulan). Artinya, setelah 6 bulan, maka bunga akan mengikusi kondisi suku bunga pasar. Besarnya pinjaman yang tertera di dalam tabel adalah mulai Rp 50 juta sampai Rp 1 miliar rupiah. Jangka waktu pinjaman mulai 3-10 tahun. Iseng-iseng aku membayangkan berapa pinjaman yang akan aku peroleh seandainya aku memiliki sertifikat rumah yang harga pasar rumahnya sekitar Rp 300 juta. Biasanya, pinjaman yang cair adalah 80% dari nilai rumah. Artinya, dengan harga rumah Rp 300 juta, maka pinjaman yang cair maksimal adalah Rp 240 juta. Seandainya aku mengambil pinjaman Rp 200 juta saja, maka besarnya cicilan per bulan adalah: 3 tahun: Rp 6,6 juta 5 tahun: Rp 4,4 juta 7 tahun: Rp 3,4 juta 8 tahun: Rp 3,2 juta 9 tahun: Rp 2,9 juta 10 tahun: Rp 2,8 juta

ember= http://www.ediginting.com

Anda mungkin juga menyukai