Anda di halaman 1dari 28

TOKSIKOLOGI KACANG BERJAMUR

LOITA DATU NINDITA (093234018/KA09) TIKA AYU RISKY (093234034/KA09)

Kacang Berjamur
Kacang tanah sebagai bahan pangan dapat menjadi substrat yang baik bagi jamur toksigenik yang menghasilkan mikotoksin. Jamur toksigenik yang biasa menginfeksi kacang tanah adalah Aspergillus flavus dan A. parasiticus dan menghasilkan toksin yang disebut dengan aflatoksin (Afla kependekan A. flavus). Di Indonesia, aflatoksin tergolong ke dalam mikotoksin utama yang banyak mengkontaminasi produk-produk pertanian, seperti jagung, kacang tanah, bahanpakan ternak, dan produk ternak.

Aspergillus Flavus
Divisi : Allophyta Subdivisi : Deuteromycotina Kelas : Kapang Imperfecti Ordo : Moniliales Famili : Moniliaceae Genus : Aspergillus

Sistem klasifikasi yang lebih baru memasukkan genus Aspergillus dalam Ascomycetes berdasarkan evaluasi ultrastruktural, fisiologis, dan karakter biokimia mencakup analisis sekuen DNA.

Diameter koloni pada medium CYA mencapai 50-70 mm, datar, sedikit rapat. Miselium berwarna putih, conidial heads biasanya tumbuh serentak diseluruh permukaan koloni, kecuali tempat selerotia, pertumbuhan konidia sedikit. Conidial heads berwarna hijau keabu-abuan atau olive yellow, tetapi terkadang berwarna kuning, kemudian berubah menjadi coklat kemerahan. Konodiofor tumbuh dari hifa permukaan, stipa memiliki ukuran panjang 400 m 1 mm bahkan lebih, tidak berwarna atau berwarna coklat pucat. Vesikula spherical, diameter 20-40 m.

a. b. c. d.

Keterangan : Konidiaphora sterigmata tunggal Konidiaphora sterigmata majemuk Dasar konidiaphora Sterigmata majemuk

Aspergillus flavus merupakan kapang saprofit di tanah yang umumnya memainkan peranan penting sebagai pendaur ulang nutrisi yang terdapat dalam sisa-sisa tumbuhan maupun binatang Kapang tersebut juga ditemukan pada biji-bijian yang mengalami deteriorasi mikrobiologis selain menyerang segala jenis substrat organik dimana saja dan kapan saja jika kondisi untuk pertumbuhannya terpenuhi Aspergillus flavus mempunyai kemampuan menghasilkan Aflatoxin yang sangat berbahaya bagi tubuh manusia.

Masuknya spora jamur Aspergillus pada manusia umumnya melalui inhalasi dan masa inkubasinya tidak diketahui. Insiden invasif aspergillosis pada pasien immunokompromais yang beresiko tinggi yaitu : Pasien neutropenia (disebabkan hematologic malignancy, salah satu jenis kanker yang menyerang darah ataupun mendapat kemoterapi) : 7% Pasien leukemia akut : 5% -20%. Penerima transplantasi sumsum tulang belakang : 10%-20%. Penerima transpalantasi organ (ginjal, hati, jantung) : 5%-15%. Pasien AIDS : 1%-9%

Aflatoxin
Aflatoksin merupakan segolongan senyawa toksik (mikotoksin, toksin yang berasal dari fungi) yang dikenal mematikan dan karsinogenik bagi manusia dan hewan Spesies penghasilnya adalah segolongan fungi (jenis kapang) dari genus Aspergillus, terutama A. flavus (dari sini nama "afla" diambil) dan A. parasiticus yang berasosiasi dengan produk-produk biji-bijian berminyak atau berkarbohidrat tinggi Aflatoxin terdapat pada kacang-kacangan, rempahrempah. Seringkali juga terdapat pada susu dari hewan ternak atau obat-obatan yang telah terinfeksi kapang Aspergillus flavus

Berikut adalah struktur dari Aflatoxin

Toksin ini memiliki paling tidak 13 varian, yang terpenting adalah B1, B2, G1, G2, M1, dan M2. Aflatoksin B1, senyawa yang paling toksik, berpotensi merangsang kanker, terutama kanker hati. Serangan toksin yang paling ringan adalah lecet (iritasi) ringan akibat kematian jaringan (nekrosis)

Toksin ini di hati akan direaksikan menjadi epoksida yang sangat reaktif terhadap senyawa-senyawa di dalam sel Efek karsinogenik terjadi karena basa N guanin pada DNA akan diikat dan mengganggu kerja gen

Selain itu, aflatoksin juga bersifat immunosuppresif yang dapat menurunkan sistem kekebalan tubuh Aflatoksin B1 teroksidasi oleh CYT P450 di hati menjadi epoksida Aflatoksin B1-8,9 yang merupakan metabolit utama yang memberikan pengaruh hepatotoksik Para epoksida 8,9 mengikat secara istimewa pada DNA mitokondria menghambat produksi ATP dan FAD / NAD fungsi enzimatik yang terkait Hasilnya adalah menurunkan fungsi mitokondria dan peningkatan prevalensi apoptosis diarahkan mitokondria.

Aflatoksikosis adalah istilah untuk kondisi keracunan akibat aflatoksin. Terdapat 2 bentuk aflatoksikosis : Bentuk intoksikasi akut, terjadi kerusakan secara langsung pada organ hati, yang dapat diikuti oleh kematian.

Bentuk intoksikasi kronik subsimtomatik : 1. Paparan aflatoksin dalam dosis besar mengakibatkan infeksi akibat terjadinya irosis hepatis 2. Dosis subletal secara kronis menimbulkan gangguan nutrisi dan imunologis 3. Efek kumulatif dari aflatoksin memiliki resiko terhadap terjadinya kanker

Salah satu efek paling serius dari AFB1-8,9epoksida metabolit adalah bereaksi dengan asam amino dalam DNA dan membentuk sebuah adduct.

Berbagai teknik analisis seperti HPLC (High Performance Liquid Chromatography), GC (Gas Chromatography), dan TLC (Thin Layer Chromatography) secara umum tersedia untuk analisis aflatoksin. Selain itu untuk mendeteksi adanya paparan aflatoksin didalam tubuh dapat dilakukan dengan uji ELISA (Enzyme-

linked immunosorbent assay)

Uji ELISA
Uji ELISA adalah suatu teknik deteksi yang berdasarkan atas reaksi spesifik antara antigen dan antibodi Prinsip dasar analisis ELISA ialah terjadinya kompetisi antara standar AFB1 atau sampel dengan enzim konjugat untuk berikatan dengan antibodi affinitas tinggi yang teradsorpsi secara pasif pada plat mikro

Enzim konjugat yang tidak berikatan dengan antibodi yang terlapis pada plat mikro akan tercuci dan enzim yang mengikat antibodi pada plat mikro akan bereaksi dengan substrat dan memberikan warna hijau kebiruan.

Tindakan preventif dalam pencegahan paparan aflatoksin pada kacang NaOCl bisa digunakan untuk dekontaminasi pada kacang tanah, Formaldehid dan NaOH pada tepung kacang. Perendaman atau pencelupan kacang tanah dalam p-amino benzoat, kalium sulfit, kalium fluorida, ammonia 2%, asam propionat, Na-asetat, dan H2O2.

Toksin dapat juga dihancurkan dengan pemanasan, misal penggorengan kacang tanah pada suhu 150o C selama 30 menit akan mengurangi aflatoksin B1 sebanyak 80% dan aflatoksin B2 sebanyak 60%. Cara meminimalkan pertumbuhan jamur dengan melakukan a. pengendalian sebelum panen, b. tindakan pencegahan saat panen, c. praktik penyimpanan merupakan metode terpenting yang ada untuk mengurangi pertumbuhan jamur dan produksi aflatoksin.

Penanganan terjangkit aflatoksin


Menurut penelitian dari U.Patriana dan E.S Pribadi, dengan sampel ayam yang telah diberikan suntikan aflatoksin dapat di atasi dengan menggunakan kortikosteroid dan antibiotic eridoksin yang berisi eritromisin dan doksisiklin.
Struktur Siklosforin

Struktur Eritromisin

Struktur Doksisiklin

Penelitian tersebut mendapatkan hasil bahwa organ hati ayam yang terpapar oleh aflatoksin yang tidak menerima kortikosteroid dan antibiotic, jauh lebih berat di bandingkan dengan hati ayam yang menerima kortikosteroid dan antibiotic.

Dalam penelitian lain juga ditemukan detoksifikasi aflatoksin dengan menggunakan ekstrak bawang putih. Utami, dkk menggunakan Analisis Variansi Dua Faktor Faktor A adalah kadar aflatoksin B1, faktor A masing-masing adalah: A0: kontrol, A1: 500 ppb, A2: 1000 ppb dan A3: 1500 ppb Faktor B ekstrak bawang putih , yaitu: B0: kontrol, B1: 2%, B2: 4% dan B3: 6%, setiap kelompok perlakuan menggunakan sembilan ekor ayam.

Maka didapatkan hasil analisis statistika kadar kolesterol darah menunjukkan bahwa perlakuan aflatoksin B1 meningkatkan kadar kolesterol secara signifikan. Kadar kolesterol darah paling rendah dari semua perlakuan adalah pada A0 (180,66 mg/dl), selanjutnya A1 (240,00 mg/dl) dan A2 (244,44 mg/dl) lebih rendah daripada A3 (311,11 mg/dl).

Kadar kolesterol darah dengan penambahan ekstrak bawang putih sebanyak 2% (173,33 mg/dl) dan 4% (151,11 mg/dl) tidak menurunkan kadar kolesterol seara signifikan, kadar kolesterol paling rendah terdapat pada kelompok penggunaan ekstrak bawang putih 6% (142,22 mg/dl).

Bawang Putih
Dalam bawang putih mengandung suatu senyawa aktif organosulfur yaitu Allicin yang dapat menaikkan fungsi kardiovaskuler karena dapat menjaga serangan hiperkolesterolemik. Hiperlipidaemia(kenaikan kadar lemak dalam tubuh yang melebihi batas) meliputi dua kondisi yaitu, o hiperkolesterolaemia (kolesterol tinggi) o hipertrigliseridaemia (trigliserida tinggi).

Keduanya memicu atherosklerosis dan mempertinggi resiko penyakit kardiovaskuler. Selain itu senyawa organosulfur mampu mengikat senyawa karsinogen. Aktivitas senyawa anti-kanker ini tidak hanya pada satu atau dua karsinogen dan jaringan tubuh, namun dapat ditemukan pada hampir semua karsinogen dan jaringan tubuh

Allicin

Anda mungkin juga menyukai