Anda di halaman 1dari 14

TINEA KRURIS

I. PENDAHULUAN Dermatofitosis adalah infeksi jamur dermatofit yang memiliki kemampuan untuk melekat pada keratin dan menggunakannya sebagai sumber nutrisi yang memungkinkan jamur tersebut untuk berkoloni pada jaringan yang mengandung keratin,seperti stratum korneum epidermis, rambut dan kuku..(1) Tinea kruris biasanya disebut jock itch ,adalah infeksi dermatofit

superficial yang menginfeksi daerah genitalia, pubis, kulit, perineum dan anal yang lebih sering terjadi pada pria dibandingkan pada wanita. Istilah ini tidak tepat karena dalam bahasa latin cruris artinya kaki. Penyakit ini teramsuk kedua terbanyak pada infeksi dermatofit di dunia.(2)

II. EPIDEMIOLOGI

Tinea kruris lebih sering ditemukan pada daerah yang beriklim lembab dan panas hal ini menyebabkan peningkatan wabah infeksi Tinea kruris, dapat menyebar melalui kontak langsung maupun tidak langsung (handuk, pakaian, seprei, dan tempat tidur). Tinea Kruris lebih sering juga terjadi pada pria dibandingkan pada wanita karena laki-laki berkeringat lebih dari wanita.. Usia Dewasa lebih sering terjadi dari pada anak-anak. Faktor predisposisi lain yaitu obesitas ,socioekonomi dan lingkungan .(2-5)

III.

ETIOLOGI

P e n ye b a b u t a m a d a r i t i n e a k r u r i s a d a l a h Trichopyhton rubrum ( 9 0 % ) d a n Epidermophython fluccosum Trichophyton mentagrophytes (4%), Trichopyhton tonsurans (6%) di negara-negara Barat, Epidermophyton floccosum adalah dermatofit yang paling sering terjadi.(2)

Tabel 1 Dermatophyte(3) Trychopiton rubrum Gambaran klinis Epidhermophyton floccosum Penyebab paling utama di USA Biasanya penyakit akan berkembang menjadi kronis Jamur tidak dapat bertahan pada ( furniture, karpet dan linen) dalam jangka waktu yang lama Sering melebar ke gluteus, pinggang dan paha Umumnya berhubungan dengan epidemics seperti menyebar pad kamar ganti dan asrama Infeksi akut( jarang kronis) Jamur dapat bertahan pada ( furniture, karpet dan linen) dalam jangka waktu yang lama Penyebaran jamur tidak melewati daerah inguinal

T.mentagrophytes

Infeksi lebih parah dan akut, akan menyebabkan peradangan dan pustule Jamur cepat menyebar ke tubuh dan extremitas inferior, menyebabkan severe inflammation Biasanya didapatkan pada bulu binatang

IV. PATOGENESIS Jalur infeksi yang diduga sebagai tempat dermatofit untuk menginfeksi

pejamu, ialah melalui kulit yang terluka misalnya : luka gores atau luka bakar. Bagian dari dermatofit yang menginfeksi ialah atrokonidia atau konidia daerah invasi pathogen yang tersering ialah lapisan keratin yang terletak pada stratum korneum. Setelah mengivasi, patogen mengeluarkan exo-enzim keratinase dan memicu reaksi tubuh untuk mengeluarkan reaksi inflamasi pada daerah invasi tersebut. Tanda-tanda inflamasi ialah kemerahan , pembengkakan, panas dan

alopecia, dapat ditemukan didaerah yang terinfeksi. Karena reaksi kompensasi tubuh yaitu dengan mengeluarkan reaksi inflamasi, karena reaksi inflamasi tersebut maka patogen akan berpindah ke daereh lain yang belum terifenksi. Tinea kruris dapat menular melalui kontak langsung dengan penderita, penularan dapat menajadi lebih cepat apabila daya tahan tubuh seseorang menurun, atau sedang menderita penyakit lain (misalnya diabetes mellitus). Penularan juga dapat melalui handuk yang telah digunakan oleh penderita tinea kruris.(1,
6-8)

Gambar 4.1 Patogenesis infeksi dermatofit

V. GEJALA KLINIS Gejala dari Tinea kruris yaitu tampak sebagai eritem multipel dengan papulovesikel yang berbatas teagas dan terjadi peninggian tepi. Pasien sering mengeluhkan gatal, nyeri, dan biasa didapatkan maserasi dan komplikasinya dapat berupa infeksi sekunder. Lesi klasik melibatkan daerah genitokrural dan paha atas medial secara simetris, tetapi keterlibatan asimetris dapat terjadi. Invasi skrotum biasanya minimal dan perluasan ke daerah genitalia, abdomen bawah, gluteus, dan daerah perianal. Keluhan utama pasien adalah gatal (pruritus), dan akan mejadi lebih parah apabila terjadi maserasi atau terjadi infeksi mikroorganisme lain.(2,7-8)

Gambar 5.1. Tinea kruris pada daerah bokong(2)

Gambar 5.2, terdapat plak eritematosa berbatas tegas di daerah inguinal dan pubis.(2)

VI.

DIAGNOSIS

Diagnosis dapat ditegakkan dengan : 1. Anamnesis : keluhan utama, mengenai lama penyakit, lokasi (regio), riwayat keluarga, riwayat kontak dengan penderita serupa, riwayat pengobatan, tingkat kebersihan penderita, keadaan/lingkungan tempat tinggal penderita.(9) 2. Pemeriksaan fisis: pustul dan vesikel sering ditemukan di lesi aktif, maserasi, eritema di daerah yang terinfeksi, skuama, dan peninggian tepi lesi(9) 3. Pemeriksaan penunjang(7) A. KOH (potassium hidroksida), prosedur pemeriksaan KOH yaitu Bersihkan daerah yang akan dilakukan pemeriksaan dengan alkohol 70% Kumpulkan skuama yang akan digunakan untuk proses diagnostik dengan menggunakan pisau bedah atau tepi kaca objek. Letak kan pada kaca penutup, kemudian teteskan KOH (10-15%) dan tutup. Keratin dan debris yang tertinggal akan segera hancur dalam beberapa menit. Proses ini dapat dipercepat dengan

memanaskan kaca objek atau dengan menambahkan keratolitik atau dimetil sulfudia kedalam larutan KOH. Tambahkan satu tetes larutan katun laktofenol biru untuk persiapan preparat, tujuannya untuk sebagai pemberi kontras kontras pada dermatofit yang ada pada objek glass.

gambar 6.1 hifa atau misela yang multipel, bersekat, berstruktur seperti pipa, dan pengelompokkan spora (9)

B. Gambaran histopatologi Dermatofit adalah jamur berfilamen pada jaringan yang hanya memproduksi hifa bersepta dan artrospora. Dermatofit terdapat pada stratum korneum,kuku, folikel rambut. Hifa merupaakan struktur nyata yang dapat dideteksi dengan menggunakan pewarnaan.(11)

Gambar 6.2 . atas: Terdapat hifa tunggal pada lapisan epidermis. Lapisan epidermis mulai menjadi spongiasis dan terdapat infilrat limfosit pada papilla dermis . Bawah: terdapat hifa yang memiliki dua
septa(11)

VII.

DIAGNOSIS BANDING

1. Kandidosis intertriginosa

Kandidosis adalah penyakit yang disebabkan oleh spesies Candida biasanya oleh Candida albican. Kandidosis intertriginosa mempunyai bercak berbatas tegas, bersisik, basah, eritematosa. Pustul berwarna putih sering ditemukan, lesi di kelilingi satelit berupa vesikel-vesikel dan pustul-pustul kecilatau bula yang pecah meninggalkan daerah yng erosif, dengan pinggir yang kasar dan berkembang seperti lesi primer. Biasanya lokasi untuk intertrigo termasuk daerah genitocrural, axilla, daerah gluteal, antar jari tangan atau kaki, glans penis, umbilikus dan lipat payudara.(10,12-13)

Gambar 7.1, kandidosis intertriginosa. A. eritem , erosi, pustule menjadi plak di skrotum dan inguinal. B. eritem, erosi dan lesi satelit. C.merah, erosi di area vulva. D.eritem dan erosi di sela jari

2. Psoriasis vulgaris (plak) Psoriasis adalah penyakit yang penyebabnya autoimun, bersifat kronik dan residif. Awalnya lesi berwarna merah, papul bersisik yang pada akhirnya berubah menjadi plak berbentuk bundar-oval, yang bisa dengan mudah dibedakan dari sekitar kulit normal. Plaknya bermacam-macam dari merah muda sampai warna merah dan biasanya ditutupi oleh sisik tebal berwarna keperakan. Terdapat fenomena tetesan lilin, auspitz, dan kobner. Tempat predileksi pada skalp, perbatasan daerah tersebut dengan muka, ekstremitas bagian ekstensor terutama siku serta lutut, dan daerah lumbosakral.(14,15)

(Gambar 7.2 Psoriasis plak intergluteal)

3. Dermatitis Seboroik Dermatitis seboroik adalah kelainan kulit yang didasari oleh faktor konstitusi dan bertempat predileksi di tempat seboroik. Lesi kulit oranyemerah atau abu-putih pada kulit, sering dengan berminyak atau makula kering putih bersisik, papul dengan bermacam ukuran (5-20mm), atau berpetak-petak, agak berbatas tegas. Distribusi dan tipe utama dai lesi (berdasarkan lokasi dan umur). Lipatan tubuh, axilla, pangkal paha, daerah anogenital, daerah submamma, umbilikus, dan daerah popok pada ditemukan tersebar, eksudatif, berbatas tegas, dengan eritematose yang cerah, disertai bersama munculnya terkikis dan bercelah.(1
6)

(Gambar 7.3,Dermatitis seboroik: tipe infantilEritem and lesi)

4. Eritrasma Eritrasma adalah penyakit bakteri kronik pada stratum korneum yang di sebabkan oleh Coryne bacterium minitussismum. Tempat yang paling sering yang terkena adalah daerah inguinal, axilla, dan daerah submamma. Jarang didapat menyebar ke daerahlain. Lesinya berukuran 10cm, plak berwarna coklat terang, batas bermacam-macam, polycyclic, dan ditutupi oleh sisik halus. Terdapat pruritus ringan ataupun tanpa pruritus, dan berjalan kronis tanpa kecenderungan untuk remisi. Pada daerah antara jari dan telapak kaki, plak berbentuk eritematosa dengan sisik tidak terlalu tebal atau vesikel.(1,17)

(Gambar7.4 ,Eritrasma)

Tabel 2 Tinea kruris Trichopyhton rubrum d a n Epidermo phython fluccosumTric hophyton mentagrophyte s,Trichopyhton tonsurans Kandidosis Psoriasis Dermatitis intertriginosa vulgaris(plak) seboroik Eritrasma

Etiologi

Candica albicans

Autoimun

Belum diketahui

Coryne bacterium minitussismum

Predileksi

Genitokrural, gluteal, perianal,

genitokrural, axilla, daerah gluteal, antar jari tangan atau kaki, glans penis, umbilikus dan lipat payudara

pada scalp, perbatasan daerah tersebut dengan muka, ekstremitas bagian ekstensor terutama siku serta lutut, dan daerah lumbosakral

Lipatan tubuh, axilla, pangkal paha, daerah anogenital, daerah submamma, umbilikus

inguinal, axilla, dan daerah submamma

10

Gambaran klinis

lesi berbats tegas,makula hiperpigmentas i, bersifat polimorf, skuama, dan erosi

Makula eritematous iktiosiformis (bersisik), pustul

Lesi eritema, papul, plak, fenomena titis lilin, auspitz, kobner

Lesi eritema, skuama berminyak, krusta

Plak berwarna terang, eritema

Pemeriksa an penunjang

KOH ( spora dan hifa), histopatologi (epidermis spongiosis dan pola psoriasisformis hyperplasia )

pewarnaan gram (sel ragi, blastospora, atau hifa semu)

Lampu wood ( coral red), kerokan kulit (batang Histopatologi pendek halus, Histopatologi (parakeratosis bercabang, (parakeratosis dan berdiameter dan akantosis), 1u ataukurang, akantosis) biopsi kulit yang muda (nutrofil) putus sebagai bentuk basil kecil atau difteroid)

VIII.

PENATALAKSANAAN

1. Obat topical(18) a. Alilamin dan benzylamin Alilamin adalah obat jamur yang bersifat fungistatik yang bekerja menghambat skualen epoxide yang merupakan enzim kunci dari biosintesis sterol jamur yang menghambat biosentesis ergosterol dan menghancurkan sintesis mebran sel jamur. Contoh alilamin : naftifine tersedia dalam bentuk 1% krim dan lotion. Contoh benzylamin: butenafin tersedia dalam bentuk 1% krim b. Imidazole Imidadazol merupakan Obat jamur yang menghambat pertumbuhan sel jamur dengan menghambat sitokrom P-450 dependent sintesis dari ergosterol yang merupakan komponen penting pada selaput sel jamur. Contoh : ketokonazol tersedia dalam bentuk 1 % dan 2 % krim , sampo.

11

c. Tolnaftate menghambat skualen epoxide yang merupakan enzim kunci dari biosintesis sterol jamur yang menghambat biosentesis ergosterol dan menghancurkan sintesis mebran sel jamur. Tersedia dalam 1 % krim, bedak dan gel. 2. Obat sistemik(19) a. Griseovulfin Obat ini bersifat fungistatik. Secara umum griseovulfin dalam bentuk fine particle dapat diberikan dengan dosis 0,5 1 untuk orang dewasa dan 0,25 0,5 g untuk anak- anak sehari atau 10 25 mg per kg berat badan. Lama pengobatan bergantung pada lokasi penyakit, penyebab penyakit dan keadaan imunitas penderita. Setelah sembuh klinis di lanjutkan 2 minggu agar tidak residif b. Ketokonzol Obat ini bersifat fungistatik. Pada kasus resisten terhadap griseovulfin dapat diberikan obat tersebut sebanyak 200 mg perhari selama 10 hari 2 minggu pada pagi hari setelah makan.

3. Pencegahan a. Menggunakan baju yang tidak ketat. b. Keringkan seluruh badan setelah mandi. c. Menurunkan berat badan jika obesitas. d. Mencuci pakaian dan handuk yang telah digunakan oleh penderita.(3)

IX.

PROGNOSIS Prognosis bagus jika diagnosis tepat dan pengobatan yang teratur. Rekurensi

dapat terjadi apabila di daerah predileksi kelembapannya tidak terjaga.(6)

12

X.

KESIMPULAN Tinea kruris adalah infeksi dermatofit superficial yang menginfeksi daerah

genitalia, pubis, kulit, perineum dan anal lebih sering terjadi pada pria dibandingkan pada wanita. Penularan melaui melalui kontak fisik yang menderita tinea kruris. P e n ye b a b u t a m a d a r i t i n e a k r u r i s Trichopyhton rubrum ( 9 0 % ) . Gejala dari Tinea kruris yaitu lesi tajam ditandai dan peninggian lesi eritem yang menonjol dengan lapisan epidermis yang tipis. Pemeriksaan dapat dilakukan dengan pemeriksaan KOH. Prognosis bagus jika tepat dan pengobatannya yang teratur.

13

DAFTAR PUSTAKA
1. Abbas, A.K., et al., superficial fungal infection. Mustansiriya Medical Journal 2012. 11. 2. Zanglein, A., et al., tinea cruris, in fitzpatrick`s dermatology in general medicine, k. wolff, et al., Editors. 2007, mc graw hill medical: new york. p. 1815-1819. 3. Kerkhof, p. and j. schwalwijk, papulo squamosa and dermatoses, in bolognia: dermatology, j.p. callen, et al., Editors. 2008: USA. 4. Das, s., et al., Studies on comparison of the efficacy of terbinafine 1% cream and butenafine1% cream for the treatment of Tinea cruris. indian dermatol online j, 2010. 1(8-9). 5. Gupta, a.k. and m. chaudry, tinea coropris,tinea cruris,tinea nigra and tinea piedra. dermatol clin 21, 2010. 395(400). 6. Beepika l. pathogenesis and treatment. natural science. 2010;2:725-31 7. Andrews, D. and m. burns, common tinea infections in children. am fam physician, 2008. 10(77): p. 1415-1420. 8. Taniwala, R. and Y. sharma, pathogenesis dermathophytoses. indian j dermatol, 2011. 3(56): p. 259261. 9. Wolff, k. and r.a. johnson, tinea cruris, in FITZPATRICKS COLOR ATLAS AND SYNOPSIS OF CLINICAL DERMATOLOGY2009, mac graw hill: new york.p. 695 10. Ashbee, H. and R. hay, mycology, in rooks text book of dermatology, t. burns, et al., Editors. 2010, wiley-blackwell: londoon. p. 33-36 11. Brehmer e, Anderson, et al, common fungal infection. In dermatopathology.2006, springer; Germany.p. 87-8 12. Kuswadji, kandidosis, in ilmu penyakit kulit dan kelamin, d. adi, m. hamzah, and s. aisyah, Editors. 2009, FKUI: jakarta. p. 189-190. 13. Janik, m. and m. haffernan, yeast infection: candidiasis and tinea versicolor, in fitzpatrick dermatology in general medicine, k. wolff, et al., Editors. 2008, mc graw-hill: new york. p. 1824-1825.

14. Kerkhof p, schwalwijk j. papulo squamosa and dermatoses. In: callen jp, horn td, mancini aj, salasche sj, schaffer jv, editors. bolognia: dermatology. 2 ed. USA2008.chapt 9
15. Adi, d., m. hamzah, and s. aisyah, dermatosis aritroskuamosa, in ilmu penyakit kulit dan kelamin2009, FKUI: jakarta. p. 107-108. 16. fritch P, reider N. Other Eczematous Eruption. In: bolognia j, lorizzo jl, rappini r, editors. bolognia dermatology. 2 ed. USA: mosby; 2008.chapt 14

17. harry R, adrianss B. bacterial infection. In: burns T, breathnach s, cox n, griffi c, editors. rook`s textbook dermatology. 8 ed. london: wileyblackwell; 2010. p. 30.7-.8.
18. fritch P, reider N. antifungal agents. In: bolognia j, lorizzo jl, rappini r, editors. bolognia dermatology. 2 ed. USA: mosby; 2008.chapt 127 19. Kuswadji, kandidosis, in ilmu penyakit kulit dan kelamin, d. adi, m. hamzah, and s. aisyah, Editors. 2009, FKUI: jakarta. p. 98-9.

14

Anda mungkin juga menyukai