Anda di halaman 1dari 15

PEMAKAIAN ANTIHISTAMIN

PADA ANAK



OLEH
IMAM BUDI PUTRA





DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN
FAKULTAS KEDOKTERAN USU
RSUP. H. ADAM MALIK
MEDAN
2008

Imam Budi Putra : Pemakaian Antihistamin Pada Anak, 2008
USU e-Repository 2008

PEMAKAIAN ANTIHISTAMIN PADA ANAK


PENDAHULUAN
Sewaktu diketahui bahwa histamin banyak mempengaruhi proses fisiologik
dan patologik, maka dicari obat yang bersifat antagonis histamin. Antihistamin
bekerja secara kompetitif, yaitu dengan menghambat interaksi histamin dengan
reseptor histamin Hl, H2, dan H3.
1
Sejak Bovet dan Staub (1937) menemukan ikatan amine berisi ether phenolic
yang bersifat antagonis terhadap efek histamin pada reseptor H
1
, maka bahan tersebut
kemudian dikembangkan menjadi bahan obat antihistamin tahun 1940.
Antihistamin yang aman dan efektif untuk pengobatan pertama kali
dilaporkan oleh Bovet dan Walthert (1944) yang menggunakan mepyramine
(phenothrazine) dan O Leary menggunakan diphenhydramine untuk pengobatan
urtikaria kronik.
Fakta menunjukkan antihistamin ini tidak seluruhnya bisa menghambat efek
histamin di mukosa lambung, hal ini menunjukkan adanya reseptor histamin lain
yang kemudian dikenal sebagai reseptor H
2
.
Disusul dengan didapatkannya reseptor H3 pada jaringan sistem syaraf pusat,
syaraf perifer dan brokus serta reseptor Hic yang bekerja sebagai messenger
intraseluler berperan dalam pertumbuhan sel yang penerapannya di bidang
dermatologi belum diketahui.
Semua antihistamin bekerja sebagai kompetitif inhibitor terhadap histamin
pada reseptor dijaringan dan beberapa diantaranya ada yang mempunyai khasiat
tambahanla in.
1,2,3,4

Dalam perkembangannya dilakukan substitusi pada cincin imidazole sehingga
muncul antihistamin generasi II yang tidak menembus sawar darah otak untuk
mengurangi efek sedasi yang sering mengganggu.
l
Imam Budi Putra : Pemakaian Antihistamin Pada Anak, 2008
USU e-Repository 2008
Kelainan kulit pada anak selalu disertai dengan gejala kulit memerah,
membengkak, rasa pedih dan gatal, yang kesemuanya merupakan bagian dari proses
inflamasi dan reaksi akibat bebasnya histamin.
5
Pemberian obat pada anak tidak sama dengan yang dilakukan pada orang
dewasa. Adanya perbedaan kematangan faal organ tubuh menurut usia menyebabkan
terjadinya perbedaan kinetika obat.
5
Pada penggunaan antihistamin, perlu
pengetahuan tentang jenis antihistamin, farmakodinamik, farmakokinetik, efek
samping dan interaksi obat yang dapat terjadi.
4
Berdasarkan urutan pemilihan dan
pemberian obat yang rasional, setelah ditegakkan diagnosis penyakit dengan tepat
yang kemudian diikuti dengan penetapan problema utama yang harus ditanggulangi,
dokter selanjutnya menetapkan sediaan apa yang akan diberikan. Pertimbangan akan
khasiat (eficacy), keamanan (safety yang berkaitan dengan efek samping obat),
kecocokan (suitability yang berkaitan dengan kontraindikasi), ketersediaan
(availability) dan harga (cost) saja, ternyata belum memenuhi syarat kerasionalan
pemberian obat pada anak.
5

HISTAMIN
Efek biologis histamin dan cara pelepasan dari jaringan sudah diketahui sejak
1910 dan Lewis (1927) melaporkan bahwa histamin bertanggung jawab terhadap
reaksi phenomena triple respons dan membuktikan bahwa injeksi intradermal
histamin menyebabkan bentol urtika dan eritem.
1,2,4
Histamin ( imidazolylethylamine) terdapat di granul dari sel mast, basofil,
sel lambung parietal, ujung saraf dan dibentuk dari asam amino histidin melalui
proses ensimatik histidine dekarbiksilase. Setelah dilepaskan dari sel-sel tersebut,
histamin akan segera dikatabolisir melalui dua cara:
1. Histamin oleh histamin methyl transferase di kulit diubah menjadi methyl
histamin dan terakhir diubah oleh monoamin oxidase menjadi methyl imidazol
asetic acid.
2. Histamin oleh diamin oxidase menjadi methyl acetic acid yang akan diekskresi
dalam bentuk riboxyl imidazole acetic acid.
1,2,4

Imam Budi Putra : Pemakaian Antihistamin Pada Anak, 2008
USU e-Repository 2008
ANTIHISTAMIN
Antihistamin bekerja secara kompetitif dengan histamin terhadap reseptor
histamin pada sel, dengan demikian mencegah kerja histamin pada organ target.
Antihistamin juga dapat menghambat pelepasan mediator inflamasi. Antihistamin
tidak menghilangkan efek histamin yang telah timbul, sehingga lebih berguna untuk
pencegahan daripada pengobatan gejala yang ditimbulkan oleh stimulasi histamin.
Antihistamin diklasifikasikan sebagai penghambat Hl, H2, dan H3 berdasarkan
kemampuan menghambat efek histamin pada jaringan yang reponsif.
1,2,3,4,6,7

ANTIHISTAMIN PENGHAMBAT RESEPTOR H1 (AH-1)
AH - 1 dibagi menjadi :
1. AH-l generasi pertama, disebut juga AH-l tradisional karena sudah cukup lama
dikenal dalam pengobatan.
2. AH-l generasi kedua, disebut juga AH-l nonsedasi, karena tidak menembus sawar
darah - otak sehingga tidak memberi efek sedasi.
1,2,3,6,7


ANTIHISTAMIN HI GENERASI I / TMDISIONAL
Berdasarkan rumus kimianya, AH-l tradisional digolongkan :
Etanolamin : - difenhidramin
- dimenhidrinat
- klemastin
- karbinoksamin maleat
Etilendiamin : - tripelenaminHCl
- pirilamin maleat
- tripelenamin sitrat
Alkilamin : - klorfeniramin maleat
- bromfeniramin maleat
- deksklorfeniramin
- deksbromfeniramin
- triprolidin
Imam Budi Putra : Pemakaian Antihistamin Pada Anak, 2008
USU e-Repository 2008
Piperazin : - hidroksizin HCl
- hidroksizinp amoat
- siklizin HCl
- siklizin laktat
- meklizin HCl
Fenotiazin : - metdilazinHCl
- prometazinHCl
Piperidin : - azatadtn
- siproheptadin.
1,4,6


Efek framakologis
Semua AH-l memiliki efek farmakologis dan terapeutik yang serupa, dengan
menghambat histamin secara kompetitif pada reseptor H-l. AH-l menghambat efek
histamin pada pembuluh darah, bronkus, dan berbagai macam otot polos. AH-l juga
bermanfaat untuk mengobati reaksi hipersensitivitas atau keadaan lain yang disertai
pelepasan histamin endogen berlebihan.
1,6
Khasiat utama yang diharapkan dari antihistamin H
1
terutama sebagai
kompetitif inhibitor pada reseptor histamin sehingga dapat menghambat efek
histamin berupa vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas kapiler yang secara klinis
berupa eritem, bentol (urtika) dan rasa gatal.
1,4,6

Efek klinis dari antihistamine H
1
biasanya lebih lama dari penurunan kadar
dalam plasma karena adanya antihistamin di jaringan atau adanya hasil metabolit
yang aktif.
l,4,6

Pada urtikaria, antihistamine H
1
dapat mengurangi ukuran, lama, frekuensi
urtika dan gatal. Pada dermatitis atopik, efek sedasi merupakan efek yang paling
berperan dalam mengurangi gatal.
1,2,4,6,7





Imam Budi Putra : Pemakaian Antihistamin Pada Anak, 2008
USU e-Repository 2008
Farmakokinetik
Farmakokinetik AH-l tradisional yang banyak dibahas adalah klorfeniramin,
bromfeniramin, prometazin, hidroksizin, dan dipenhidramin. Pada pemberian oral
AH-l tradisional umumnya mulai timbul efek dalam waktu 15 - 30 menit, efek
maksimal sekitar 1 jam, dan efek bertahan selama 4 - 24 jam. Pemberian
intramuskular atau intravena mempunyai pemberian intravena secara cepat dapat
menyebabkan hipotensi. Beberapa AH-l mempunyai masa kerja lebih panjang, misal
klorfeniramin, bromfeniramin, dan hidroksizin yang mencapai lebih dari 20 jam,
sehingga dapat diberikan 1 atau 2 kali sehari. Waktu paruh eliminasi prometazin
berkisar antara 10 - 14 jam, difenhidramin 4 jam, klorfeniramin 14 - 25 jam,
bromfeniramin 14 jam, dan hidroksizin sekitar 20 jam. Waktu paruh dalam serum
pada anak - anak lebih singkat, sehingga perlu diberikan 2 atau 3 kali sehari. AH-l
tradisional didistribusikan ke seluruh tubuh, umumnya melewati sawar darah-otak
dan plasenta, serta dapat diekskresi melalui air susu ibu.
l,6
Obat-obat tersebut dimetabolisme di hati sehingga penggunaan obat ini pada
penyakit hati berat akan menimbulkan akumulasi. AH-l menginduksi enzim
mikrosomal hepatik, sehingga mempercepat metabolismenya sendiri. Metabolisme
terjadi melalui sistem cytrochrome P-450 di hepar. Waktu paruh ini akan memanjang
pada penderita yang lebih tua atau penderita dengan sirosis hepar atau penderita yang
mendapat obat microsomal oxygenase inhibitor seperti ketokon azole, eritromisin,
doxepin, cimetidine.
1-4,6,7
Ekskresi antihistamin ini terutama melalui ginjal. Pemberian jangka lama
beberapaA H-1 tradisional dapat menyebabkan subsensitivitas.1,6

Penggunaan pada kelainan kulit
AH-1 tradisional dilaporkan efektif meredakan pruritus dan wheal pada
urtikaria pada lebih dari 70% pasien. Pada urtikaria idiopatik kronik, obat yang
terbaik adalah hidroksizin. Obat ini banyak digunakan sebagai obat lini pertama pada
urtikaria disebabkan efeknya sebagai aintihistamin, sedatif, dan antiserotonin.
Hidroksizin efektif menghilangkan gejala urtikaria, bahkan dengan dosis cukup
Imam Budi Putra : Pemakaian Antihistamin Pada Anak, 2008
USU e-Repository 2008
rendah sehingga dapat mengurangi efek samping. Diamati bahwa obat ini lebih
efektif untuk mencegah terjadinya reaksi urtikaria, pruritus akibat pelepasan histamin,
dermografisme, dan urtikaria kolinergik.
1,6
Siproheptadin direkomendasikan untuk urtikaria karena dingin. Belum
diketahui mengapa obat ini lebih baik daripada yang lain untuk keadaan ini.
Antihistamin dapat diberikan sebagai pengobatan urtikaria dan pruritus yang
disebabkan reaksi alergi.
7
Tetapi, obat ini tidak efektif mengatasi gejala
hipersensitivitas berat yang terjadi pada anafilaksis, misalnya hipotensi dan obstruksi
saluran nafas atas yang disebabkan edema laring. Pengobatan untuk anafilaksis
adalah epinefrin, dan antihistamin dapat diberikan sebagai terapi tambahan untuk
mengendalikan efek sekunder pada kulit dan mukosa.
6
Klein dan Galant membuktikan bahwa hidroksizin dapat mengurangi pruritus
30% - 50% pada anak-anak dengan dermatitis atopik, yang secara bermakna lebih
baik daripada siproheptadin. Penelitian terdahulu menduga keberhasilan pengobatan
dermatitis atopik dengan antihistamin disebabkan efek sedasi. Tetapi beberapa
kepustakaan dan penelitian terakhir menunjukkan bahwa antihistamin nonsedasi
mempunyai efek yang sama dengan antihistamin tradisional pada penderita dermatitis
atopik anak-anak maupun dewasa.
6
AH-l dapat digunakaan untuk mengobati pruritus. Perbaikan tampak pada
penderita dermatitis atopik dan dermatitis kontak, juga pada beberapa keadaan,
misalnya gigitan serangga. Pada pasien dengan pruritus berat, efek sedasi dan
penghambatan reseptor histamin sangat berguna, terutama bila diberikan menjelang
tidur. Beberapa pruritus yang tidak didasari alergi kadang-kadang memberi respons
terhadap pemberian antihistamin.
6,7
Mastositosis adalah kelainan yang ditandai dengan peningkatan jumlah sel
mas pada berbagai jaringan, dan paling sering pada kulit. Antagonis reseptor histamin
merupakan obat yang utama dan dapat digunakan untuk mengobati gejala yang
berhubungan dengan kulit, traktus gastrintestinal, dan sistem kardiovaskular.
6
Imam Budi Putra : Pemakaian Antihistamin Pada Anak, 2008
USU e-Repository 2008
Kadang-kadang antihistamin diberikan secara topikal pada konjungtivitis
alergik, dermatitis alergik, dan pruritus akibat sengatan serangga, tetapi pemakaian
jangka lama dapat menyebabkan sensitisasi.
6

Terapi menggunakan AH-1 tradisional dimulai dengan satu jenis antihistamin.
Apabila terjadi kegagalan, dosis dapat dinaikkan sampai mencapai dosis yang masih
dapat dipakai dan aman. J ika belum menolong, sebaiknya diganti atau ditambah
dengan antihistamin golongan lain.
6


EFEK SAMPING
Terjadi pada 15-25% pasien yang diberi antihistamin, dengan derajat
intensitas yang berbeda secara individual.
1-4,6

1. Depresi atau stimulasi susunan syaraf pusat
Depresi susunan syaraf pusat berupa sedasi bahkan sampai sopor sering
mengganggu aktivitas sehari-hari, teqadi pada pemakaian golongan amino alkil
ether dan phenothiazine, tolerans terhadap efek sedasi dapat terjadi setelah
beberapa hari pemberian.
Efek terhadap susunan syaraf pusat yang lain berupa dizzinus, tinitus, gangguan
koordinasi, konsentrasi berkurang dan gangguan penglihatan/diplopia.
Stimulasi susunan syaraf pusat berupa nervous, irritable, insomnia dan tremor
dapat terjadi pada pemakaian golongan alkylamine.
2. Efek anti kolinergik berupa : retensi urine, disuria, impotensia dan mulut/mukosa
kering dapat terjadi pada pemakaian golongan amino ethyl ether, phenothrazine
dan piperazine.
3. Hipotensi dapat terjadi pada pemberian antihistamin intravena yang terlalu cepat.
4. Dermatitis, erupsi obat menetap, fotosensitisasi, urtikaria dan petechiae di kulit
terutama setelah pemakaian secara topikal.
5. Keracunan akut terutama pada anak-anak seperti keracunan atropin berupa
halusinasi, ataksia, gangguan koordinasi, konvulsi dan efek entikolinergik
(flushing, pupil lebar, febris).

Imam Budi Putra : Pemakaian Antihistamin Pada Anak, 2008
USU e-Repository 2008
KONTRA INDIKASI DAN INTERAKSI OBAT
- Dermatitis kontak alergi dapat terjadi pada pemakaian antihistamin H
1
secara
topikal golongan ethylene diamine pada penderita yang telah mendapat obat lain
yang mempunyai struktur yang mirip (aminophyline).
- Efek sedasi akan meningkat bila antihistamin H
1
diberikan bersama dengan obat
antidepresan atau alkohol.
- Golongan phenothiazine dapat menghambat efek vasopressor dari epinephrine.
- Efek antikolinergik dari antihistamin akan menjadi lebih berat dan lebih lama
diberikan bersama obat inhibitor monoamine (procarbazine, furazolidone,
isocarboxazid).
1,4


Golongan piperazine pada binatang percobaan dapat menimbulkan efek
teratogenik.
1,4


TOLERANS
Pemakaian antihistamin terutama hydroxizine lebih dari 3 minggu dapat
terjadi penurunan efektivitas klinis dalam mengatasi urtika. Mekanisme terjadinya
belum pasti, diduga adanya auto induksi pada metabolisme di hepar dan
meningkatnya ekskresi melalui urin, penggantian dengan antihistamin golongan lain
pada beberapa kasus dilaporkan dapat menolong.
Tolerans tidak pernah dilaporkan pada pemakaian chlorpheneramine.
Penelitian lain terhadap antihistamin H
1
generasi 2 tidak menunjukkan
timbulnya tolerans setelah pemakaian 6-8 minggu.
1,4


ANTIHISTAMIN H
1
GENERASI II
Antihistamin H
1
generasi II (antihistamin H
1
non sedasi) ini tidak menembus
sawar darah otak sehingga efek sedasi kecil. Termasuk dari golongan ini antara lain
terfenadine, astemizole, loratadine dan cetirizine. Obat di atas pada dosis terapi tidak
menembus sawar darah otak sehingga mempunyai efek sedasi minimal.
1-4,6,7


Imam Budi Putra : Pemakaian Antihistamin Pada Anak, 2008
USU e-Repository 2008
Astemizole
Astemizole dimetabolisme di hepar melalui sistem cythocrome P-450 dengan
waktu paruh 9,5 hari, dibandingkan dengan antihistamin H
1
yang lain mempunyai
afinitas lebih besar terhadap reseptor H
1
sehingga khasiat anti urtika masih dapat
berlangsung 4 minggu setelah obat dihentikan. Obat yang dapat menghambat
metabolisme hepar melalui sistem cytochrom P-450 seperti ketokon azole,
itrakonazole, eritromisin, cimetidine, doxepin, sari buah anggur (grape fruit juice)
tidak boleh diberikan bersama astemizole, terfenadine karena dapat menimbulkan
perpanjangan QT interval, aritmia, takikardi ventrikular (torsades de points).
Astemizole juga tidak bisa diberikan pada penderita dengan penyakit jantung
dan hati.
1,4


Terfenadine
Terfenadine seperti pada astemizole, juga dimetabolisme melalui sistem
cytochrome P-450 di hepar sehingga dapat menimbulkan aritmia kardiak, takikardi
ventricular, pemanjangan gelombang QT sehingga tidak dapat diberikan bersama
Cytochrome P-450 inhibitor lain seperti doxepin, antibiotik makrolide, anti jamur
rmidrazole, cimetidine.
1,4

Terfenadine dapat menimbulkan rash paradoksal seperti urtikaria.
Terfenadine dan astemizole sejak 1998 sudah tidak dipasarkan lagi di
Amerika Serikat dan Kanada.
1-4


Fexofenadine
Fexofenadine yang merupakan metabolit aktif dari terfenadin tidak
dimetabolisir oleh cytochrome P-450, efek kardiotoksik lebih rendah, dengan efek
samping kecil sehingga di Inggris merupakan obat alternatif dari terfenadine.
1-4


Lorstadine
Loratadine merupakan antihistamin H
1
golongan piperidine dengan efek
sedasi dan antikolenergik minimal, dimetabolisir melalui sistem cytochrome P-450 di
Imam Budi Putra : Pemakaian Antihistamin Pada Anak, 2008
USU e-Repository 2008
hepar menjadi descarbo-ethoxyloratadine yang dikeluarkan melalui urine dan faeces,
efek kardiotoksik tidak pernah dilaporkan pada pemakaian bersama ketokonazole
atau erithromisin. Secara in vitro, loratadine juga dapat menghambat pelepasan
leukotrine pada paru manusia, tetapi kurang efektif menekan pelepasan histamine.
1-4


Cetirizine
Cetirizine merupakan hasil metabolit aktif dari hydroxyzine, dengan efek
sedasi, efek antikolinergik minimal. Beberapa antihistamin generasi II seperti
cetinzine secara in vivo terbukti mempunyai efek anti inflamasi seperti hambatan
terhadap aktivasi eosinofil, neutrofil, limfosit dan khematotaksis dengan jalan
menghambat :
1. Adhesi lekosit ke endotel venule/kapiler dengan akibat ektravasasi.
2. Efek kemotaksis sehinga terjadi migrasi melalui jaringan ke tempat radang
3. Aktivasi sel radang/pelepasan mediator
4. Ekspresi adhesi molekul oleh endotel/sel target.

Cetirizine terbukti dapat menghambat terjadinya urtikaria karena efek PAF dan
kallikrein pada reaksi fase lambat, misalnya terjadinya urtikaria karena kodein dan
bradykinin dan pada dermatitis atopik dapat menghambat akumulasi eosinofil.
1-4


Azelustine
Azelastine selain sebagai antihistamin H
1
juga dapat menghambat pelepasan
mediator histamin dari sel mast dan sel radang lain dengan jalan mencegah influx
kalsium atau pelepasan kalsium intraseluler.
1-4


Acrivastine
Acrivastine merupakan metabolit dari tripropilidine dengan kerja yang cepat.
Efek samping sedatif ringan, pada jantung tidak ada, interaksi obat dapat terjadi bila
diberikan bersama alkohol.

Imam Budi Putra : Pemakaian Antihistamin Pada Anak, 2008
USU e-Repository 2008
Beberapa obat yang mempunyai khasiat lain atau seperti antihistamin antara
lain :
1-4

1. Antidepresant trisiklik seperti doxepin (amitriptylin) dapat menghambat lebih
kuat terjadinya urtika akibat histamin dibanding clorpheneramine. Pemakaian
secara topikal dapat menimbulkan dermatitis kontak alergi.
2. Ketotifen (derivat Benzocyclohepta thiophen) dapat menghambat pelepasan
histamin dari sel mast dan menghambat terjadinya anafilaksis kutan pasif pada
hewan coba dan sebagai calcium channel blocker. Mempunyai efek sedasi dan
meningkatkan berat badan.
3. Oxatomide (Piperidine) termasuk golongan antihistamin H
1
yang dapat
menghambat pelepasan histamin dan mediator lain dari sel mast.
4


ANTIHISTAMIN PENGHAMBAT RESEPTOR H
2
(AH
2
)
Adanya reseptor histamin H
2
yang terdapat pada pembuluh darah kulit
manusia merangsang pemakaian antihistamin H
z
sebagai obat yang membantu
antihistamin H
1
pada pengobatan urtikaria.
1-4,6


Cimetidine
Cimetidine merupakan antihistamin H
2
yang pertama dan paling banyak
digunakan. Penyerapan di lambung sedikit, sebagian besar di usus halus.
Waktu paruh 2 jam dan kadar maksimal tercapai 80 menit setelah pemberian.
Meskipun tidak menembus sawar darah otak, efek samping pada syaraf dapat terjadi
pada penderita tua dengan fungsi ginjal yang kurang baik berupa halusinasi, delirium,
gangguan bicara, bingung. Cimetidene bersifat anti androgen berupa ginekomasti,
impotansi, produksi prolactin. Cimetidine menghambat produksi asam lambung
sehingga terutama digunakan pada ulkus peptikum. Efek samping berupa
neutropenia, depresi sumsum tulang. Ranitidine lebih aman digunakan bersama
antihistamin generasi II karena metabolisme tidak melalui sistem Cytochrome P-450
hepar. Pada urtikaria kronik, pemakaian antihistamin H
2
sebagai tambahan
antihistamin H
1
dilaporkan memberi hasil baik pada urtikaria kronis.
1-4,6

Imam Budi Putra : Pemakaian Antihistamin Pada Anak, 2008
USU e-Repository 2008
Tiap sediaan antihistamin menunjukkan khasiat farmakodinamik tersendiri
dalam pengobatan kelainan kulit yang disertai dengan keluhan gatal. Antihistamin
lebih mampu menghilangkan rasa pedih pada urtikaria daripada eksema atopik.
Azelastine lebih menonjol dalam mengurangi rasa gatal, sedangkan citirizine lebih
nyata menghilangkan bengkakan.
5

Pada kenyataannya waktu paruh antihistamin pada anak lebih pendek daripada orang
dewasa, misalnya chlorpheniramine, hydroxyzine, cetirizine, dan terfenadine.s
Umumnya antihistamin mempunyai nilai volume ditribusi dt antara 3.4 - 18.5
Lkg, kecuali cetirizine (0.8 Llkg). Selain itu cetirizine diekskresikan melalui urine
lebih banyak dalam bentuk utuh (60% dosis).s
Farmokinetik citerizine pada anak-anak tidak sama dengan yang dijumpai
pada orang dewasa. Waktu paruh citerizine pada anak (4.910.b jam) lebih pendek
daripadao rangd ewasa( 8.612.1ja m). Hal ini dikarenakanm etabolismenyale bih
cepat
ditandai dengan ekskresi bentuk utuhnya melalui urine makin sedikit. Sebagai salah
satu obat yang cepat, cetirizine sering direkomendasikan untuk digunakan pada
penanggulanganre aksi anafil aksis.5
Anggapan bahwa sediaan antihistamin adalah sediaan yang aman menjadi
penyebab luasnya pemakaian sediaan ini. Tetapi pengkajian tentang keamanan
antihistamin pada anak sangat jarang dilakukan. Simons mendapatkan bahwa
anakanak
dengan dermatitis atopik yang mendapatkan terapi cetirizine (0.25 mglkg) tidak
mengalami pemanj angan QTc interval. s
KBSIMPULAN
Pada pengobatan dengan antihistamin perlu diperhatikan beberapa hal dibawah ini :
- Dosis adekuat.
- Diantara antihistamin generasi I tidak terbukti ada yang lebih efektif secara
konsisten.
- Antihistamin generasi I jangan diberikan bersama alkohol atau antidepresant
karena dapat meningkatkan efek sedasi.
Imam Budi Putra : Pemakaian Antihistamin Pada Anak, 2008
USU e-Repository 2008
- Bila dengan salah satu golongan antihistamine hasilnya kurang efektif, dapat
diganti/dikombinasikan dengan antihisthmin golongan lain.
- Pemberian antihistamin generasi II pada pagi hari dan bila dianggap perlu dapat
ditambahkan antihistamin generasi I pada malam hari.
- Pemakaian antihistamin generasi II di atas dosis terapi dapat menimbulkan /
meningkatkan efek sedasi.
t2
- Tidak boleh diberikan bersama dengan obat yang menghambat cytochrom P-450
karena dapat menimbulkan efek kardiotoksik.
- Bila terjadi tolerans, substitusi dengan antihistamin golongan lain pada beberapa
kasus dapat menolong.
- Memilih obat untuk anak-anak relatif lebih sulit dari pada bagi orang dewasa,
suatu obat yang ideal harus memenuhi kriteria berikut sesuai dengan urutannya :
* Keamanan
* Kualitas hidup
* Mudah diberikan dan cepat diabsorpsi
* Mula kerja cepat tanpa efek samping
* Aktivitas anti alergi.
- Tujuan utama pengobatan adalah menghentikan perjalanan penyakrt agar tidak
menimbulkan komplikasi medis yang serius.
- Efektivitas terpaksa dikorbankan bila pemberian jangka panjang mengganggu
perkembangan fisik dan mental anak-anak.
- Sering tidak masuk sekolah serta berkurangnya daya konsentrasi dan fungsi
kognitif akibat pengobatan tidak boleh terjadi dalam pengobatan jangkapanjang
apabila durasi penyakit pada anak-anak diperkirakan akan lama.
DAFTAR PUSTAKA
1. Sjamsudin U ; Histamin dan Antihistamin ; dalam Farmakologi dan Terapi,
Bagian Farmakologi FK - UI, J akarta1, 980; p : 201- 10.
2. Hay RJ , Greaves M.W, Warin AP ; Systemic Therapy dalam Rook / Wilkinson /
Ebling Textbook of Dermatology ; Champion R.H et all, editor, Black well
Imam Budi Putra : Pemakaian Antihistamin Pada Anak, 2008
USU e-Repository 2008
Imam Budi Putra : Pemakaian Antihistamin Pada Anak, 2008
USU e-Repository 2008
ScienceLtd1,9 98;3315-7. r
3. Soter NA. Antihistamines. dalam : Fitzpatnck's Dermatology in General
Medicine,4'h. FrtzpatrickT B et all, editors.M cGraw Hill ;New York, 1999,p;
282t -7.
13
4.
5.
6.
7.
Sukanto. H ; Penggunaan Antihistamin secara Rasional di Bidang Dermatologi ;
dalam, Berkala Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin ; Vo|. 14. No. 3. Desember
2002, Airlanggar University press, Surabaya : p ; 244 - 51.
Lelo. A ; Pemakaian Kortikosteroid dan Antihistamin yang Rasional pada Anak ;
dalam. Simposium Masalah Kulit pada Bayr dan Anak serta Penatalaksanaanya,
Medan, 6 Mei 2000; Penerbit U niversitasS umateraTJ taraPress2,0 00 : p ; 5l -
6 r .
Triestianawati, W ; Bramono. K ; Antihistamin pada Kelainan Kulit ; dalam
Media Dermato-VenereologicaIn donesianaV, ol. 25 No. l, 1998, pERDOSKI,
J akarta : p ; 38 - 43.
West. P.D, Micalt G ; Principles of Pediatric Dermatological Therapy ; dalam
Textbook of Pediatric Dermatology Harper J , Oranje A, Rose N, editors.
Blackwell Science Ltd, 2000; p : 1 73I - 42.
t4

Anda mungkin juga menyukai