Anda di halaman 1dari 119

SKRIPSI

EVALUASI MUTU COOKIES GARUT YANG DIGUNAKAN PADA


PROGRAM PEMBERIAN MAKANAN TAMBAHAN (PMT)
UNTUK IBU HAMIL





Oleh:
STEISIANASARI MILEIVA
F24102082














2007
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
EVALUASI MUTU COOKIES GARUT YANG DIGUNAKAN PADA
PROGRAM PEMBERIAN MAKANAN TAMBAHAN (PMT)
UNTUK IBU HAMIL



SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor




Oleh:
STEISIANASARI MILEIVA
F24102082









2007
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

EVALUASI MUTU COOKIES GARUT YANG DIGUNAKAN PADA
PROGRAM PEMBERIAN MAKANAN TAMBAHAN (PMT)
UNTUK IBU HAMIL

SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor

Oleh:
STEISIANASARI MILEIVA
F24102082

Dilahirkan pada tanggal 8 November 1984
di Jakarta
Tanggal lulus : 11 Desember 2006

Menyetujui,
Bogor, Januari 2007


Dr. Ir. Nurheni Sri Palupi, MSi. Dr. Ir. Feri Kusnandar, MSc.
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
Mengetahui,



Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc.
Ketua Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
Steisianasari Mileiva. F24102082. Evaluasi Mutu Cookies Garut yang
Digunakan pada Program Pemberian Makanan Tambahan (PMT) untuk Ibu
Hamil. Dibawah bimbingan Dr. Ir. Nurheni Sri Palupi, MSi. dan Dr. Feri
Kusnandar, MSc. 2006.

RINGKASAN

Kehidupan manusia dimulai sejak dalam kandungan ibunya. Selama
kehamilan terjadi peningkatan kebutuhan zat gizi, sehingga sering terjadi
defisiensi gizi. Beberapa defisiensi gizi yang sering terjadi adalah kurang energi
dan protein, anemia gizi besi, kekurangan vitamin A, defisiensi iodium, seng, dan
asam folat. Apabila itu terjadi, ibu beresiko melahirkan bayi dengan Berat Badan
Lahir Rendah (BBLR), neural tube defects, dan kecacatan. Hal tersebut
menghambat peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM).
Salah satu cara pencegahan adalah pelaksanaan program Pemberian
Makanan Tambahan (PMT) untuk ibu hamil. Pada program PMT South East
Asian Food and Agricultural Science and Technology (SEAFAST) Center,
diberikan makanan tambahan yang telah difortifikasi zat-zat gizi yang penting
bagi ibu hamil. Salah satu makanan tambahan yang diberikan adalah cookies garut
yang difortifikasi dengan zat besi (Fe), seng (Zn), iodium (I), vitamin A, vitamin
C, dan asam folat. Mengingat pentingnya kecukupan gizi ibu hamil, maka
dilakukan evaluasi mutu cookies.
Penelitian yang dilakukan meliputi evaluasi karakteristik fungsional
(kandungan gizi), organoleptik, serta umur simpan dari Cookies Non Fortifikasi
(CNF) dan Cookies Fortifikasi (CF). Hasil analisis kandungan gizi Cookies Non
Fortifikasi (CNF) dan Cookies Fortifikasi (CF) berturut-turut adalah: kadar
protein 7.01% (CNF) dan 6.69% (CF); kadar lemak 20.49% (CNF) dan 20.54%
(CF); kadar serat kasar 2.49% (CNF) dan 2.02% (CF); kadar karbohidrat 66.09%
(CNF) dan 67.08% (CF); nilai energi 486.71/100 gram (CNF) dan 488.04
kkal/100 gram (CF); kadar vitamin A 114.02 RE (CNF) dan 314.33 RE (CF);
kadar asam folat 23.41 g (CNF) dan 66.72 g (CF); kadar vitamin C 1.02 mg
(CNF) dan 46.39 mg CF); kadar besi 4.41 mg (CNF) dan 15.04 mg (CF); kadar
seng 1.71 mg (CNF) dan 11.17 mg (CF); dan kadar iodium 20.86 g (CNF) dan
36.79 g (CF).
Beberapa kadar zat gizi belum sepenuhnya memenuhi persyaratan mutu
Standar Nasional Indonesia (SNI) biskuit; yaitu protein (minimum 9%),
karbohidrat (minimum 70%), dan serat kasar (maksimum 0.5%). Demikian pula
target kadar protein dan energi yang ingin dicapai oleh program PMT, yaitu
14.06% dan 562.50 kkal/100 gram belum terpenuhi. Persentase kehilangan
fortifikan dari jumlah penambahan yang seharusnya masih cukup tinggi, yaitu
73.27% (vitamin A), 93.93% (asam folat), 51.68% dan 52.18% (vitamin C),
65.35% dan 49.87% (besi), 38.29% dan 38.69% (seng), dan 84.48% (iodium).
Selain analisis kandungan gizi, juga ditelaah kontribusi cookies dan paket
fortifikasi (cookies dan susu) per harinya terhadap pemenuhan kebutuhan gizi
tambahan ibu hamil. Konsumsi t 56 gram cookies per hari belum mencukupi
kebutuhan gizi tambahan untuk ibu hamil. Beberapa kekurangan dapat dipenuhi
dan bahkan dilampaui dari konsumsi susu, tetapi kekurangan asam folat masih
sangat besar. Diperlukan peningkatan jumlah fortifikasi asam folat sekitar 4.7 kali
lipat atau pemberian suplemen asam folat untuk memenuhi kebutuhan tambahan
ibu hamil. Penyusunan informasi nilai gizi juga dilakukan.
Penyimpangan warna dan rasa adalah suatu kekhawatiran menyangkut
pangan yang difortifikasi. Namun, berdasarkan uji preferensi diketahui bahwa
tidak ada preferensi yang signifikan terhadap CNF atau CF ( = 0.05). Uji
segitiga memberikan hasil yang mendukung dengan menyatakan tidak ada
perbedaan yang nyata antara CNF dan CF ( = 0.05). Selanjutnya, kesukaan ibu
hamil berkisar antara netral sampai suka dan tidak ada perbedaan yang nyata ( =
0.05) antara skor kesukaan terhadap warna, tekstur, dan rasa CNF dan CF.
Disimpulkan bahwa jumlah dan jenis fortifikan tidak menyebabkan
penyimpangan sensori CF. Kesukaan terhadap ketiga perisa yang diaplikasikan
(susu, keju, dan coklat) juga tidak berbeda nyata ( = 0.05).
Penentuan umur simpan dilakukan dengan pendekatan kadar air kritis
karena atribut utama cookies adalah tekstur (kerenyahan). CNF dan CF memiliki
kadar air yang rendah, yaitu 2.73% dan 2.35%; kadar air kritis 5.66% dan 5.49%;
kadar air kesetimbangan pada kelembaban relatif kesetimbangan 32.9%, 44.7%,
64.9%, 76.9%, 85.0%, dan 93.6% adalah berturut-turut (CNF, CF): (3.10% dan
3.17%), (4.98% dan 4.77%), (5.78% dan 5.26%), (8.72% dan 8.06%), (12.74%
dan 11.92%), dan (19.32% dan 19.41%). Setelah itu dibuat kurva sorpsi
isothermis CNF dan CF yang menghubungkan antara kadar air kesetimbangan dan
aktivitas airnya. Berdasarkan perhitungan Mean Relative Determination (MRD),
model matematis menggambarkan kurva sorpsi isothermis dengan tepat adalah
Henderson. Nilai slope kurva sorpsi isothermis (b) ditentukan pada daerah linear
yaitu diantara daerah kadar air awal dan kadar air kritis. Nilai slope yang
diperoleh yaitu 0.0967 untuk CNF dan 0.0944 untuk CF.
Luas permukaan kemasan yang diuji adalah sebesar 0.0523 m
2
. Bobot
kering CNF adalah 113.42 gram, sedangkan CF sebesar 112.32. Rasio antara luas
permukaan kemasan dan bobot kering produk CNF dan CF masing-masing adalah
4.61 x 10
-4
dan 4.66 x 10
-4
. Nilai k/x kemasan cookies yang diuji adalah 0.0107
gH
2
O/hari/m
2
.mmHg. Hasil perhitungan umur simpan dengan persamaan Labuza
semakin menurun seiring dengan peningkatan kelembaban relatif (RH) ruang
penyimpanan. Pada RH 70%, 75%, dan 80%, umur simpan CNF berturut-turut
adalah 500, 409, dan 339 hari; sedangkan CF 527, 429, dan 354 hari. Hasil umur
simpan yang cukup panjang sesuai untuk produk pangan kering seperti cookies.
Fortifikasi vitamin dan mineral tidak memberikan banyak perbedaan antara umur
simpan CNF dan CF yang ditentukan dengan pendekatan kadar air kritis.



RIWAYAT PENULIS

Penulis dilahirkan di Jakarta, 8 November 1984 dan merupakan
anak pertama dari pasangan Eduard Namaken Sembiring dan
Anastasia Ninta Karina Bangun. Pendidikan formal ditempuh
penulis di SD Budi Mulia Bogor, SLTP Budi Mulia Bogor,
SMU Regina Pacis Bogor, dan berhasil masuk Institut Pertanian
Bogor (IPB) melalui jalur USMI (Ujian Seleksi Masuk IPB).
Selama masa kuliah, penulis aktif di berbagai kegiatan intra dan ekstra
kampus. Penulis adalah anggota Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Keluarga
Mahasiswa Katolik IPB (KEMAKI) (2002-2006), staf Divisi Profesi di Himpunan
Mahasiswa Teknologi Pangan IPB (HIMITEPA) (2004), Ketua IPB Debating
Community (IDC) (2004-2005), staf Divisi Human Resources Development di
UKM International Association of Students in Agriculture and Related Sciences
(IAAS) (2005-2006), anggota Lektor Santo Dominikus dan Koor Santa Lucia di
Gereja Katedral Bogor.
Beberapa prestasi yang telah diraih penulis adalah juara pertama dalam
The 3
rd
National Students Paper Competition on Food Issues (2004),
mempresentasikan makalah dengan judul Aloe vera: An Impressive Functional
Food pada 11
th
Tri-University International Joint Seminar and Symposium,
Chiang Mai University-Thailand (2004), menerima Goodwill Leadership
Development Scholarship Program (2005-2006), bersama dua sahabatnya meraih
penghargaan setara emas dalam Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional XIX untuk
kategori Program Kreativitas Mahasiswa bidang Penelitian (2006), meraih Juara I
Mahasiswa Berprestasi IPB (2006), dan masuk dalam jajaran 15 finalis
Mahasiswa Berprestasi tingkat Nasional (2006).
Penulis mengakhiri masa studi di IPB dengan menyelesaikan skripsi yang
berjudul Evaluasi Mutu Cookies Garut yang Digunakan pada Program Pemberian
Makanan Tambahan (PMT) untuk Ibu Hamil di bawah bimbingan Dr. Ir.
Nurheni Sri Palupi, MSi. dan Dr. Ir. Feri Kusnandar, MSc. Penelitian yang
dilakukan tergabung dalam kegiatan Feeding Program SEAFAST Center IPB.
i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yesus Kristus karena penyelesaian skripsi
terjadi bukan atas kekuatan penulis sendiri, melainkan juga atas anugerah
kekuatan-Nya. Terima kasih untuk setiap kegagalan dan keberhasilan yang terus
menempa keuletan penulis. Selain itu, banyak pihak yang juga telah membantu
penulis selama perjalanan hidup dan pelaksanaan tugas akhir. Oleh karena itu,
pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang mendalam kepada:
1. Dr. Ir. Nurheni Sri Palupi, MSi. sebagai dosen pembimbing akademik yang
penuh kasih sayang dan selalu memacu semangat penulis untuk berprestasi
dalam hard skill dan soft skill.
2. Dr. Ir. Feri Kusnandar, MSc. sebagai dosen pembimbing skripsi, atas ilmu dan
motivasi yang diberikan selama penyusunan skripsi.
3. Prof. Dr. Ir. Made Astawan, MS. sebagai koordinator Program Pemberian
Makanan Tambahan (PMT) untuk Ibu Hamil dan dosen penguji, atas
dukungan selama penelitian dan kesediannya meluangkan waktu serta
memberikan masukan-masukan yang membangun selama sidang.
4. South East Asian Food and Agricultural Science and Technology (SEAFAST)
Center atas kesempatan untuk terlibat dalam Program PMT Ibu Hamil dan
pendanaan yang diberikan untuk penelitian ini.
5. Tim Program PMT Ibu Hamil atas bantuan teknis dan non teknis yang
diberikan selama pelaksanaan penelitian sampai penyelesaian skripsi.
6. Seluruh dosen, staf, dan teknisi laboratorium di Departemen Ilmu dan
Teknologi Pangan yang telah memperkaya pengetahuan dan memperlancar
studi penulis.
7. Papa, Mama, Adik, dan seluruh keluarga atas doa, ketulusan kasih, dan ilmu-
ilmu kehidupan yang diberikan sehingga penulis menjadi manusia yang lebih
baik.
8. Karen Puspasari dan Fenni Rusli atas penerimaan yang hangat serta
kebersamaan dalam suka dan duka. Memiliki sahabat yang penuh inspirasi
seperti kalian adalah sebuah anugerah. Demikian pula Alexander Atmajaya
atas persahabatan yang membangun.
ii
9. Octavianus Indrabowo Vidi P. atas kenangan yang selalu hidup dan menjadi
bekal perjuangan penulis.
10. Herold, Inggrid, Joanna, dan Prasna atas keberadaannya sehingga penulis
dapat berbagi canda tawa dan keluh kesah. Kalian telah memperindah
kehidupan penulis selama kuliah.
11. Marlyna dan Yulizar. Terima kasih banyak atas bantuan dan pengertiannya
selama ini. Penulis bersyukur memiliki kalian sebagai teman sebimbingan.
12. Seluruh teman-teman ITP 39 atas bantuan dan dukungan selama ini. Keunikan
pribadi kalian telah mewarnai hari-hari penulis. Demikian pula kepada teman-
teman di Perwira 45, penulis akan merindukan hari-hari kebersamaan kita.
13. Para panelis yang telah bersedia meluangkan waktu dan pemikiran untuk
memberikan penilaian organoleptik.
14. Yayasan Goodwill International atas dukungan materi, pelatihan-pelatihan
kepemimpinan, dan komunitas yang memotivasi.
15. Seluruh teman-teman seperjuangan di KEMAKI, IDC, IAAS, PMKRI,
HIMITEPA, Food Chat Club, Lektor Santo Dominikus; atas kerja sama,
semangat, kritik dan saran yang diberikan sehingga memperkaya kepribadian
penulis.
16. Setiap individu dan institusi yang tidak dapat disebutkan satu persatu, atas
kesediaannya membantu penulis.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam pelaksanaan
penelitian dan penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu, kritik dan saran yang
membangun sangat diharapkan. Penulis berharap agar skripsi ini dapat bermanfaat
bagi berbagai pihak dengan berbagai cara.


Bogor, Desember 2006


Penulis
iii
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR ...........................................................................
DAFTAR ISI ..
DAFTAR TABEL ...................................................................................
DAFTAR GAMBAR ..............................................................................
DAFTAR LAMPIRAN ...........................................................................
i
iii
vi
vii
viii
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ...............
B. Tujuan ....
C. Manfaat ......
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Periode Kehamilan .............
1. Keistimewaan Periode Kehamilan .
2. Gizi dan Kebutuhan Gizi Ibu Hamil ..
3. Masalah Gizi Ibu Hamil dan Hubungannya dengan
Kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia
B. Program Pemberian Makanan Tambahan ..........................
1. Beberapa Program PMT .
2. Program PMT SEAFAST Center ...
C. Cookies ................................................................................
1. Proses Pembuatan Cookies ........................................
2. Fortifikasi Cookies ........................................................
D. Mutu Cookies .....
1. Karakteristik Fungsional
2. Karakteristik Psikologi ...
3. Karakteristik Umur Simpan ...
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Bahan ..............................
B. Alat. ....................................................................................
C. Metode Penelitian ...............................................................

1
3
3

4
4
5

7
9
9
10
11
12
15
17
17
17
18

25
26
26
iv
1. Analisis Proksimat ........................................................
a. Kadar Air ...............................................................
b. Kadar Abu ..............................................................
c. Kadar Protein .........................................................
d. Kadar Lemak ..........................................................
e. Kadar Karbohidrat ..................................................
f. Kadar Serat Kasar ..................................................
2. Analisis Fortifikan .........................................................
a. Kadar Vitamin A
b. Kadar Asam Askorbat
c. Kadar Asam Folat ..
d. Kadar Besi ..
e. Kadar Seng .........
f. Kadar Iodium .
3. Uji Organoleptik ...........................................................
a. Uji Preferensi .
b. Uji Segitiga .
c. Uji Hedonik ....
d. Uji Ranking ....
4. Penentuan Umur Simpan (pendekatan kadar air kritis)..
a. Penentuan Atribut Utama Cookies .............
b. Seleksi Panelis ....
c. Penentuan Kadar Air Kritis
d. Penentuan Kurva Sorpsi Isothermis ...
e. Penentuan Model Sorpsi Isothermis ...
f. Uji Ketepatan Model ..
g. Penentuan Permeabilitas Kemasan
h. Perhitungan Umur Simpan .
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Karakteristik Fungsional (Sifat Kimia) Cookies Non
Fortifikasi (CNF) dan Cookies Fortifikasi (CF) .
1. Nilai Proksimat, Serat Kasar, dan Energi ..
26
26
28
28
29
29
29
30
30
31
32
32
33
33
34
34
34
35
35
36
36
36
37
37
38
38
39
39


41
41
v
2. Kadar Fortifikan
3. Kontribusi Konsumsi Cookies Terhadap Kebutuhan
Gizi Tambahan Ibu Hamil .
4. Informasi Nilai Gizi CNF dan CF..................................
B. Karakteristik Organoleptik CNF dan CF ...
1. Preferensi CNF dan CF .................................................
2. Perbedaan CNF dan CF .................................................
3. Hedonik CNF dan CF ....................................................
4. Perisa Cookies ...............................................................
C. Karakteristik Umur Simpan CNF dan CF ..
1. Atribut Utama Cookies ..
2. Kadar Air Awal dan Kadar Air Kritis ...........................
3. Kadar Air Kesetimbangan dan Kurva Sorpsi
Isothermis ......................................................................
4. Model Matematis yang Tepat ........................................
5. Variabel Umur Simpan Lainnya ....................................
6. Umur Simpan CNF dan CF ...........................................
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ........................................................................
B. Saran ...................................................................................
46
41
51
54
56
56
57
57
60
62
62
63

65
68
70
71

73
74
DAFTAR PUSTAKA 76
LAMPIRAN ... 81

vi
DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 1. Angka Kecukupan Gizi (AKG) Rata-rata yang Dianjurkan
untuk Ibu Hamil (19-29) tahun (per orang per hari) ...........

4
Tabel 2. Jumlah Penambahan Fortifikan ........................................... 11
Tabel 3. Syarat Mutu Biskuit Menurut SNI 01-2973-1992 ............... 12
Tabel 4. Kehilangan Beberapa Mikronutrien Labil pada Biskuit ...... 16
Tabel 5. Hasil Analisis Proksimat dan Nilai Energi CNF dan CF .... 41
Tabel 6. Hasil Analisis Kadar Fortifikan CNF, CF, dan Persentase
Kehilangan Kadar CF ..........................................................

46
Tabel 7. Kontribusi Zat Gizi Cookies dan Cookies + Susu terhadap
Pemenuhan Kebutuhan Gizi Tambahan Ibu Hamil per
Hari ......................................................................................


52
Tabel 8. Informasi Nilai Gizi CNF dan CF ....................................... 55
Tabel 9. Hasil Uji Preferensi CNF dan CF ........................................ 56
Tabel 10. Hasil Pengukuran Kerenyahan Cookies dengan Texture
Analyzer ...............................................................................

65
Tabel 11. Kadar Air Kesetimbangan CNF dan CF dan Waktu
Pencapaiannya di Beberapa RH Penyimpanan ...................

66
Tabel 12. Persamaan Kurva Sorpsi Isothermis CNF ........................... 68
Tabel 13. Persamaan Kurva Sorpsi Isothermis CF .............................. 68
Tabel 14. Hasil Perhitungan Nilai MRD Model Persamaan ............... 69
Tabel 15. Umur Simpan CNF dan CF di Beberapa RH Penyimpanan 71

vii
DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 1. Perkembangan Janin Selama Periode Kehamilan ............ 4
Gambar 2. Diagram Alir Pembuatan Promina Arrowroot Cookies di
Industri Mitra ....................................................................

14
Gambar 3. Kurva Sorpsi Isothermis Secara Umum ........................... 20
Gambar 4. Cookies Garut dan Kemasannya ...................................... 25
Gambar 5. Diagram Alir Penelitian 27
Gambar 6. Hasil Uji Hedonik Per Atribut CNF dan CF .................... 57
Gambar 7. Hasil Uji Hedonik Perisa Cookies Garut .......................... 61
Gambar 8. Hasil Uji Ranking Perisa Cookies Garut .......................... 61
Gambar 9. Hasil Survei Atribut Utama Cookies 63
Gambar 10. Skor Rata-rata Uji Organoleptik Kerenyahan CNF dan
CF .....................................................................................

64
Gambar 11. Kurva Sorpsi Isothermis CNF Hasil Percobaan ............... 67
Gambar 12. Kurva Sorpsi Isothermis CF Hasil Percobaan .................. 67
Gambar 13. Perbandingan Kurva Sorpsi Isothermis CNF Hasil
Percobaan dan dari Model-model Persamaan ..................

69
Gambar 14. Perbandingan Kurva Sorpsi Isothermis CNF Hasil
Percobaan dan dari Model-model Persamaan ..................

70

viii
DAFTAR LAMPIRAN


Halaman
Lampiran 1. Formulir Uji Preferensi dan Uji Segitiga CNF dan CF ........ 81
Lampiran 2. Jumlah Minimum Penilaian yang Diperlukan untuk
Menyatakan Signifikansi pada Dua Level Probabilitas
untuk Uji Preferensi Berpasangan (Two-Tailed, P = )
(Lawless dan Heymann, 1999) .............................................



82
Lampiran 3. Jumlah Minimal dari Jawaban Benar dalam Uji Segitiga
(Meilgaard et al., 1999) ........................................................

83
Lampiran 4. Kuesioner Atribut Utama dari Produk Cookies/Biskuit ....... 84
Lampiran 5. Formulir Multiple Comparison Test Kerenyahan Cookies .... 85
Lampiran 6. Hasil Uji Paired-Samples T Test Kadar Air CNF dan CF 86
Lampiran 7. Hasil Uji Paired-Samples T Test Kadar Abu CNF dan CF ... 86
Lampiran 8. Hasil Uji Paired-Samples T Test Kadar Protein CNF dan CF .. 87
Lampiran 9. Hasil Uji Paired-Samples T Test Kadar Lemak CNF dan CF ....... 87
Lampiran 10. Hasil Uji Paired-Samples T Test Kadar Karbohidrat CNF dan
CF ..........................................................................................

88
Lampiran 11. Hasil Uji Paired-Samples T Test Kadar Serat Kasar CNF dan
CF...................................................................................................

88
Lampiran 12. Hasil Uji Paired-Samples T Test Nilai Kalori CNF dan CF ......... 89
Lampiran 13. Perhitungan Penambahan Fortifikan yang Dilakukan
Industri Mitra (dari data per kg adonan menjadi per 100 g
cookies) .................................................................................


90
Lampiran 14. Rekapitulasi Data Uji Hedonik Atribut Warna Cookies ....... 92
Lampiran 15. Rekapitulasi Data Uji Hedonik Atribut Tekstur Cookies ..... 93
Lampiran 16. Rekapitulasi Data Uji Hedonik Atribut Rasa Cookies .......... 94
Lampiran 17. Hasil Uji Paired-Samples T Test Skor Kesukaan Atribut Warna
Cookies ..........................................................................................

95
Lampiran 18. Hasil Uji Paired-Samples T Test Skor Kesukaan Atribut Tekstur
Cookies ..........................................................................................

95
Lampiran 19. Hasil Uji Paired-Samples T Test Skor Kesukaan Atribut Rasa
ix
Cookies .......................................................................................... 96
Lampiran 20. Hasil Uji Analisis Sidik Ragam (ANOVA) Skor Kesukaan
Perisa Cookies .......................................................................

97
Lampiran 21. Hasil Uji Friedman Perisa Cookies .. 97
Lampiran 22. Rekapitulasi Data Hasil Survei Atribut Utama Cookies ....... 98
Lampiran 23. Hasil Friedman Test Atribut Utama Cookies ....... 99
Lampiran 24. Rekapitulasi Data Seleksi Panelis ......................................... 100
Lampiran 25. Rekapitulasi Data Multiple Comparison Test CNF .............. 101
Lampiran 26. Rekapitulasi Data Multiple Comparison Test CF ................. 101
Lampiran 27. Modifikasi Model-model Sorpsi Isothermis dari Persamaan
Non Linear Menjadi Persamaan Linear ................................

102
Lampiran 28. Kadar Air Kesetimbangan dari Model-model Persamaan .... 103
Lampiran 29. Penentuan WVTR dan k/x .................................................... 104



I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan aset suatu negara yang
perlu terus ditingkatkan kualitasnya. Kehidupan manusia dimulai di rahim
ibunya, maka upaya peningkatan kualitas SDM seharusnya dimulai sedini
mungkin yaitu sejak periode kehamilan. Menurut Jalal dan Atmojo (1998),
jika kesehatan dan status gizi ibu hamil baik, maka janin yang dikandungnya
juga akan baik dan keselamatan ibu sewaktu kehamilan akan terjamin.
Sebaliknya, ketidakcukupan asupan zat gizi selama periode kehamilan akan
menurunkan kesehatan ibu hamil dan cenderung akan melahirkan bayi dengan
Berat Badan Lahir Rendah (BBLR). Pada tahun 2002, sebanyak 411000 atau
9% bayi di Indonesia lahir dengan kondisi BBLR, dengan asumsi sebanyak
22% tidak terdata (UNICEF dan WHO, 2004). Dampak BBLR pada anak
dapat menurunkan kecerdasan dan imunitas, mengganggu pertumbuhan,
meningkatkan ancaman berbagai penyakit degeneratif, dan kematian;
sehingga menghambat peningkatan kualitas SDM Indonesia (Departemen
Kesehatan, 2003).
Masalah gizi ibu hamil yang paling banyak dijumpai di Indonesia
adalah anemia. Prevalensi anemia pada ibu hamil di Indonesia adalah 40%
pada tahun 2001 (Departemen Kesehatan, 2003). Penyebab utama anemia
adalah karena defisiensi zat besi. Anemia Gizi Besi (AGB) juga disebabkan
oleh rendahnya asupan vitamin C yang diperlukan untuk meningkatkan
penyerapan zat besi. Kondisi AGB pada ibu hamil juga dapat mengakibatkan
bayi BBLR (Almatsier, 2002). Suplementasi besi dan vitamin A secara
bersama-sama telah diketahui dapat menurunkan prevalensi anemia pada ibu
hamil (Tanumihardjo, 2002). Lebih lanjut, retardasi pertumbuhan pada ibu
yang beresiko melahirkan bayi BBLR dapat diturunkan oleh suplementasi
seng. Defisiensi iodium pada ibu hamil pun dapat mengakibatkan retardasi
mental pada fetus. Selain itu, defisiensi asam folat pada awal kehamilan dapat
mengakibatkan neural tube defect yang mempengaruhi perkembangan otak
calon anak (Sizer dan Whitney, 2000).


2
Program Pemberian Makanan Tambahan (PMT) untuk ibu hamil
adalah salah satu cara untuk meningkatkan status gizi ibu hamil. Southeast
Asian Food and Agricultural Science and Technology (SEAFAST) Center
bekerja sama dengan Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Institut
Pertanian Bogor melaksanakan program PMT untuk ibu hamil. Melalui
program ini, diberikan makanan tambahan yang telah difortifikasi zat-zat gizi
yang penting bagi ibu hamil. Salah satu makanan tambahan yang diberikan
adalah produk cookies garut yang telah difortifikasi dengan zat besi (Fe), seng
(Zn), iodium (I), vitamin A, vitamin C, dan asam folat. Mengingat pentingnya
kecukupan gizi ibu hamil, maka perlu dilakukan evaluasi mutu produk cookies
tersebut.
Cookies merupakan salah satu jenis produk pangan kering yang sudah
populer di pasaran. Berbagai penelitian telah melakukan substitusi tepung
terigu dengan bahan-bahan lokal. Pemanfaatan bahan-bahan lokal tersebut
sejalan dengan program diversifikasi pangan dalam rangka mewujudkan
ketahanan pangan di Indonesia. Cookies yang digunakan terbuat dari tepung
terigu yang disubstitusi dengan pati garut. Proses pembuatan cookies
melibatkan tahap pemanggangan dalam oven dengan suhu relatif tinggi
sehingga dapat terjadi destruksi beberapa zat gizi yang labil terhadap
pemanasan, terutama vitamin larut air (Manley, 2001). Oleh karena itu,
diperlukan analisis kandungan zat gizi dari produk akhir untuk mengetahui
retensi dari fortifikan.
Produk baru yang akan dijual ke pasar memerlukan studi preferensi
dan penerimaan konsumen (Meilgaard et al., 1999). Produk cookies garut
fortifikasi ini tergolong produk baru untuk konsumsi ibu hamil. Oleh karena
itu, diperlukan studi organoleptik berupa uji preferensi dan penerimaan dari
ibu hamil.
Waktu atau tanggal kadaluwarsa ditentukan berdasarkan umur simpan
produk. Umur simpan produk pangan merupakan parameter ketahanan
produk selama penyimpanan. Penentuan umur simpan cookies dapat
dilakukan dengan metode akselerasi (Accelerated Shelf Life Testing) sebagai
alternatif dari metode konvensional (Extended Storage Studies). Sebagai


3
produk pangan kering, cookies tergolong tidak mudah rusak (non perishable)
dan mempunyai umur simpan yang relatif panjang (Floros, 1993). Kadar air
yang rendah menyebabkan cookies rentan terhadap perubahan uap air yang
dapat mempengaruhi karakteristik kerenyahan. Umur simpan berdasarkan
laju perubahan kadar air dapat ditentukan dengan pendekatan kadar air kritis
menggunakan persamaan Labuza (Labuza, 1982).

B. Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi mutu cookies garut yang
digunakan dalam program pemberian makanan tambahan untuk ibu hamil;
meliputi perbedaan karakteristik fungsional, organoleptik, dan umur simpan
Cookies Non Fortifikasi (CNF) dan Cookies Fortifikasi (CF). Sasaran yang
ingin dicapai adalah diperolehnya hasil evaluasi mutu dari CNF dan CF.

C. Manfaat
Manfaat dari penelitian ini adalah memberikan gambaran nyata tentang
mutu cookies garut yang digunakan pada program PMT untuk ibu hamil
sehingga dapat dievaluasi kontribusi produk tersebut dalam upaya peningkatan
status kesehatan kelompok target.









II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Periode Kehamilan
1. Keistimewaan Periode Kehamilan
Perkembangan janin selama kehamilan diuraikan oleh Soekardjo (1995)
sebagai berikut: calon bayi disebut embrio sampai usia kehamilan 12 minggu.
Pada bulan pertama sekelompok sel dengan cepat membentuk struktur yang
akan menjadi bayi. Sampai minggu ke-5 dan ke-6 embrio tidak lebih besar
dari sebutir padi, tetapi telah mempunyai susunan pusat syaraf yang kuat dan
jantungnya telah berdenyut. Pada minggu ke-6 telah terbentuk kepala dan
leher, serta otak telah mulai berdenyut. Pada minggu ke-8 usus sudah hampir
terbentuk sempurna dan semua organ bagian dalam telah mulai muncul.
Selanjutnya, pada akhir minggu ke-8, semua bagian dalam telah terbentuk.
Pada minggu ke-9 jenis kelaminnya telah dapat dikenali; hidung, mulut, serta
mata telah terlihat. Dalam minggu-minggu pertama ini embrio amat rawan
terhadap alkohol, obat-obatan, dan infeksi. Pada minggu ke-10 embrio sudah
berbentuk makhluk dan pada minggu ke-12 sudah bisa disebut janin. Pada
minggu ke-12 semua organ dalamnya telah berfungsi dan jantungnya sudah
memompa darah ke seluruh tubuh. Kini bayi telah lengkap terbentuk dan
tinggal mematangkan diri menunggu saat kelahiran.




(a) (b) (c) (d) (e) (f) (g)

Keterangan: tidak dalam ukuran yang sebenarnya.
(a) = 6 minggu
(b) = 7 minggu
(c) = 8 minggu
(d) = 9 minggu
(e) = 10 minggu

(f) = 12 minggu
(g) = 14 minggu

Gambar 1. Perkembangan Janin Selama Periode Kehamilan (Soekardjo, 1995)

Kebutuhan energi seseorang menurut FAO/WHO (1985) yang diacu
oleh Almatsier (2002) adalah konsumsi energi berasal dari makanan yang
diperlukan untuk menutupi pengeluaran energi. Pengeluaran energi tergantung
dari ukuran, komposisi tubuh, dan tingkat aktivitas yang dilakukan. Pada ibu
hamil, kebutuhan energi termasuk kebutuhan untuk pembentukan jaringan-
jaringan baru. Selama hamil, perempuan memerlukan tambahan energi untuk
pertumbuhan janin, plasenta, dan jaringan tambahan lainnya. Ibu hamil
memerlukan energi yang lebih dari makanan, sekitar 300 kalori lebih banyak
daripada wanita yang tidak hamil. Energi lebih itu hanya diperlukan selama
tiga bulan kedua dan ketiga dari kehamilan. Apabila ibu hamil berusia 19-29
tahun, maka angka kecukupan gizi rata-rata yang dianjurkan per hari adalah
seperti disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Angka Kecukupan Gizi (AKG) Rata-rata yang Dianjurkan untuk Ibu
Hamil (19-29 tahun) (per orang per hari)

Kriteria AKG Ibu Non Hamil
AKG Ibu Hamil
(trimester 2 dan 3)
Energi 1900 kkal 2200 kkal
Karbohidrat 300 g 330 g
Lemak 55 g 60.5 g
Protein 50 g 67 g
Vitamin A 500 RE 800 RE
Asam Folat 400 g 600 g
Vitamin C 75 mg 85 mg
Besi 26 mg 35 dan 39 mg
Seng 9.3 mg 13.5 dan 19.1 mg
Iodium 150 g 200 g
(LIPI, 2004)
2. Gizi dan Kebutuhan Gizi Ibu Hamil
Kata gizi berasal dari bahasa Arab ghidza, yang berarti makanan. Zat
gizi adalah ikatan kimia yang diperlukan tubuh untuk melakukan fungsinya,
yaitu menghasilkan energi, membangun dan memelihara jaringan, serta
mengatur proses-proses kehidupan (Almatsier, 2002). Zat gizi dapat diperoleh


6
melalui konsumsi makanan. Semua bahan yang dapat dijadikan makanan,
umum disebut sebagai pangan. Selanjutnya, menurut Kartasapoetra dan
Marsetyo (2002), status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat dari
konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi. Status gizi dapat dibedakan
menjadi status gizi buruk, kurang, baik, dan lebih.
Beberapa vitamin dan mineral yang penting dalam masa kehamilan,
antara lain adalah vitamin A, vitamin C, asam folat, zat besi, seng, dan
iodium. Menurut Sizer dan Whitney (2000), berkaitan dengan kehamilan,
vitamin A dalam bentuk retinol diperlukan untuk perkembangan janin dalam
kandungan. Telah diketahui bahwa hewan betina dengan status vitamin A
rendah mampu hamil akan tetapi mengalami keguguran atau kesukaran dalam
melahirkan (Almatsier, 2002).
Defisiensi besi terutama menyerang golongan rentan, seperti anak-anak,
remaja, ibu hamil, dan menyusui serta pekerja berpenghasilan rendah. Zat besi
diperlukan untuk mengikat oksigen yang diperlukan untuk energi metabolisme
sel, pembentukan sel-sel baru, asam amino, hormon-hormon, dan
neurotransmiter. Terbatasnya asupan oksigen akan menghambat energi
metabolisme sel. Umumnya, penyerapan besi dari makanan hanya sebesar 10-
15%, tetapi saat kebutuhan besi meningkat seperti pada kehamilan,
penyerapan besi pun meningkat (Almatsier, 2002).
Vitamin C berperan dalam pembentukan kolagen, meningkatkan daya
tahan terhadap infeksi, mencegah pembentukan nitrosamin yang bersifat
karsinogenik, dan absorpsi besi dalam bentuk nonhaem meningkat empat kali
lipat bila ada vitamin C. Kolagen adalah protein yang menjadi dasar
pembentukan jaringan penghubung; pembentukan jaringan ini juga diperlukan
oleh fetus (Sizer dan Whitney, 2000).
Folat membantu sintesis DNA yang diperlukan untuk pembentukan sel-
sel baru. Berkaitan dengan kehamilan, kekurangan folat dapat mengubah
morfologi inti sel terutama sel-sel yang sangat cepat membelah, seperti serviks
rahim. Menurut Sizer dan Whitney (2000), kekurangan asam folat pada ibu
hamil terutama dapat menyebabkan neural tube defects pada anak yang
dilahirkan. Neural tube defects menyebabkan kerusakan tulang belakang,


7
retardasi mental, kerusakan otak, dan kematian anak tidak lama setelah
kelahiran. Kekurangan asam folat selama kehamilan dapat berakibat buruk
karena peran utamanya dalam metabolisme asam nukleat dan juga akan
mempengaruhi replikasi DNA dan aktivitas mitosis. Lebih lanjut, diketahui
bahwa panas dari pemasakan dan proses oksidasi yang terjadi selama
penyimpanan merusak sebanyak setengah dari kandungan folat dalam
makanan.
Defisiensi seng dapat terjadi pada ibu hamil. Kekurangan seng
mengganggu fungsi tiroid, memperlambat energi metabolisme tubuh, dan
menghilangkan nafsu makan. Hal tersebut sangat tidak diinginkan pada ibu
hamil yang memerlukan energi metabolisme dan asupan makanan yang cukup
untuk aktivitas dirinya dan janinnya. Seng adalah kofaktor enzim sehingga
berperan dalam sintesis dan degradasi karbohidrat, protein, lipida, asam
nukleat, dan kolagen. Kekurangan seng yang terjadi pada masa kehamilan
tikus telah memberikan efek pada pertumbuhan fetus, yaitu secara umum
terjadi kesalahan pembentukan pada hampir semua organ. Apabila kekurangan
terjadi pada pertengahan periode kehamilan (6-14 hari) maka fetus berukuran
kecil (Winick, 1976 yang dikutip oleh Dhopeshwarkar, 1983).
Gejala kekurangan iodium pada ibu hamil dapat menyebabkan bayi lahir
dalam keadaan cacat mental yang permanen serta hambatan pertumbuhan
yang dikenal sebagai kretinisme. Menurut Almatsier (2002), hal tersebut dapat
dicegah apabila kekurangan iodium tersebut terdeteksi dan diobati pada enam
bulan pertama kehamilan. Apabila hal tersebut tidak berhasil dilakukan, anak
yang lahir akan memiliki IQ (Intelligent Quotient) sekitar 20, sehingga
kemampuan belajarnya rendah.
3. Masalah Gizi Ibu Hamil dan Hubungannya dengan Kualitas Sumber
Daya Manusia (SDM) Indonesia
Masalah gizi adalah gangguan pada beberapa segi kesejahteraan
perorangan dan atau masyarakat yang disebabkan oleh tidak terpenuhinya
kebutuhan akan zat gizi yang diperoleh dari makanan. Masalah gizi
berdasarkan zat gizinya, dibedakan menjadi dua macam, yaitu masalah gizi
makro dan masalah gizi mikro. Salah satu contoh masalah gizi makro yang


8
seringkali dihadapi negara berkembang adalah kombinasi kurang energi dan
protein (Almatsier, 2002). Masalah gizi mikro yaitu kekurangan vitamin dan
mineral, antara lain: anemia gizi besi, kekurangan vitamin A, defisiensi
iodium, seng, dan asam folat.
Menurut data Departemen Kesehatan (2003), prevalensi ibu hamil yang
menderita kurang energi kronis adalah 16.7%, sedangkan yang menderita
anemia mencapai 40.1%. Pada beberapa daerah tertentu seperti Nusa
Tenggara Timur dan Papua, prevalensi anemia ibu hamil bahkan mencapai
lebih dari 80%. Kedua kondisi ibu hamil tersebut berkontribusi terhadap
tingginya angka bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) yang
menurut Departemen Kesehatan (2004) mencapai 350000 bayi setiap
tahunnya.
BBLR adalah berat badan lahir yang kurang dari 2500 gram; kondisi
tersebut dapat terjadi karena kelahiran prematur (usia kandungan belum
mencapai 9 bulan) atau karena kegagalan pertumbuhan dalam uterus (Sizer
dan Whitney, 2000). Bayi BBLR mempunyai risiko lebih tinggi untuk
meninggal dalam lima tahun pertama kehidupan. Lebih lanjut, mereka yang
dapat bertahan hidup dalam lima tahun pertama akan mempunyai risiko lebih
tinggi untuk mengalami hambatan dalam kehidupan jangka panjangnya.
Ibu hamil yang menderita AGB mempunyai risiko meninggal dalam
proses persalinan 3.6 kali lebih besar dibandingkan ibu hamil yang tidak
menderita AGB (Departemen Kesehatan, 2004) yang terutama disebabkan
oleh pendarahan. Berdasarkan laporan dari Asian Development Bank (2004),
angka kematian ibu hamil di Indonesia sudah mencapai 307 orang setiap
100000 kelahiran. Selanjutnya, setiap 1000 kelahiran, 35 bayi meninggal
dunia.
Meski dalam jumlah terminimum sekalipun, keterbatasan zat gizi sel
pada saat terjadinya proses pembuahan janin dapat berakibat pada kelahiran
prematur dan efek negatif jangka panjang pada kesehatan janin. Penelitian
pada hewan uji membuktikan adanya korelasi antara kelahiran prematur
dengan kekurangan gizi sebelum kehamilan dimulai (Challis et al., 2001 yang
dikutip oleh Andonotopo dan Arifin, 2005). Apabila kehamilan terjadi


9
prematur, paru-paru dan organ-organ penting hanya memiliki kemampuan
minimum untuk berkembang dalam rahim guna mempersiapkan kehidupan di
luar rahim nantinya, sehingga lebih rentan terhadap kematian.

B. Program Pemberian Makanan Tambahan
Program Pemberian Makanan Tambahan (PMT) merupakan alternatif
strategi perbaikan status gizi masyarakat yang umumnya dilakukan untuk
kelompok populasi tertentu, misalnya: kelompok ibu hamil, ibu menyusui,
anak Bawah Lima Tahun (Balita), anak sekolah, maupun kelompok
mahasiswa perguruan tinggi. Program PMT ini menggunakan pendekatan
berbasis pangan (food based approach). Strategi lainnya yang juga pernah
dilakukan di Indonesia adalah program suplementasi besi (supplement based
approach) melalui program Upaya Perbaikan Gizi Keluarga (UPGK) dan
program Kesehatan Ibu dan Anak (KIA). Pada program ini, setiap ibu hamil
mendapatkan 1 tablet besi yang mengandung 60 mg besi elemental dan 250 g
asam folat untuk jangka waktu 90 hari (Kodyat et al., 1998).
1. Beberapa Program PMT
Beberapa program PMT sudah pernah dilakukan, diantaranya pada
tahun 1995, Nutritional Intervention Research Unit of the Medical Research
Council (Unit Penelitian Intervensi Gizi dari Dewan Penelitian Kesehatan)
bekerjasama dengan industri pangan untuk mengembangkan biskuit yang
difortifikasi dengan zat besi, iodium, dan vitamin A. Biskuit tersebut diberikan
setiap hari selama satu tahun kepada anak-anak sekolah di area KwaZulu-
Natal untuk mengatasi defisiensi gizi mereka (Limson, 2001). World Feeding
Program (WFP) telah bekerja sama dengan PT Bank Internasional Tbk.
melaksanakan program pemberian biskuit bergizi (School Feeding Program).
Pada tahun 2005, WFP School Feeding Program menjangkau 586000 anak
sekolah dasar di Indonesia. Kepada mereka diberikan biskuit yang diperkaya
dengan sembilan vitamin dan empat mineral, memenuhi sekitar 50% dari
kebutuhan gizi anak per hari (Anonim
a
, 2006).
Pada tahun 1998, United Nations Childrens Fund (UNICEF)
menginisiasi program PMT untuk ibu hamil di daerah pengungsian di


10
Tanzania Barat. Program tersebut bertujuan untuk mengurangi prevalensi
BBLR dan meningkatkan kualitas bayi yang dilahirkan (Anonim
b
, 1999).
Women, Infant, and Childrens program (WIC) di Amerika Serikat
memberikan bantuan penyediaan makanan tambahan, pendidikan gizi, dan
membuat referensi pemilihan makanan bergizi berdasarkan penyaringan dan
kajian kondisi kesehatan. Program tersebut telah berhasil mereduksi kelahiran
yang negatif (termasuk BBLR), mengurangi kematian bayi, dan menghemat
biaya perawatan setelah kelahiran (Anonim
c
, 2000).
Di Indonesia, program PMT bagi ibu hamil sebelumnya telah ada
melalui Program Jaring Pengaman Sosial Bidang Kesehatan (JPS-BK) pada
tahun 1998. Program ini merupakan program pemulihan bagi ibu hamil dan
menyusui yang menderita Kurang Energi Protein (KEP) untuk kelompok
miskin akibat krisis ekonomi. PMT diberikan dalam bentuk makanan kudapan
atau makanan biasa dengan porsi 600-700 kkal/hari dan 15-20 gram protein
per hari selama 90 hari makan.
2. Program PMT SEAFAST Center
Program PMT yang merupakan agenda dari Southeast Asian Food and
Agricultural Science and Technology (SEAFAST) Center melibatkan 250 ibu
hamil sebagai target dan 70 ibu hamil sebagai kontrol. Para ibu hamil tersebut
dijaring dari 17 desa yang berlokasi di Kabupaten Bogor (Kecamatan
Leuwiliang, Leuwisadeng, dan Ciampea). Penyaringan dilakukan terhadap ibu
hamil yang memiliki status kesehatan rendah dan berekonomi lemah.
Pelaksana program ini adalah tim khusus dari Departemen Ilmu dan
Teknologi Pangan serta Departemen Gizi Masyarakat, Institut Pertanian
Bogor. Tujuan program adalah meningkatkan status gizi ibu dan kualitas anak
yang dilahirkan. Kualitas anak tersebut berkaitan erat dengan lancarnya upaya
peningkatan kualitas SDM.
Pelaksanaan program PMT adalah sejak usia kehamilan sekitar 3 bulan
sampai anaknya dilahirkan. Jenis makanan yang diberikan adalah susu bubuk,
cookies garut, dan bihun instan. Makanan tersebut telah difortifikasi vitamin
dan mineral yang diperlukan untuk kesehatan ibu hamil dan bayi yang
dikandung. Selain itu, diproduksi juga produk makanan yang tidak


11
difortifikasi untuk diberikan pada kelompok placebo. Ada pula kelompok
kontrol yaitu ibu hamil yang tidak diberi makanan tambahan. Hal tersebut
dilakukan untuk melihat perbedaan dampak pemberian makanan tambahan.
Ketiga makanan tersebut diproduksi oleh industri mitra yang telah bersedia
bekerjasama, yaitu PT. Gizindo Primanusantara (cookies dan susu) dan PT.
Bogasari Flour Mills (bihun instan).
Setiap target (ibu hamil) diberi satu paket setiap minggu untuk
dikonsumsi setiap hari. Kombinasi paket adalah susu bubuk dan cookies garut
atau susu bubuk dan bihun instan. Sumbangan energi dan protein yang
diharapkan dari setiap paket adalah 525 kalori dan 15 gram protein. Produk
makanan tambahan dianalisis untuk mendapat konfirmasi tentang kandungan
gizinya, terutama zat-zat gizi yang sengaja ditambahkan sebagai fortifikan.
Selain itu, dilakukan juga analisis kesukaan dan umur simpan produk-produk
tersebut.
Khusus untuk cookies yang merupakan obyek penelitian ini, target
energi dan protein yang ingin dicapai adalah 562.5 kkal dan 14.06 gram per
100 gram cookies. Jumlah penambahan fortifikan disajikan pada Tabel 2.
Penambahan fortifikan mengacu pada Sayuti (2002) dan dibandingkan juga
dengan informasi jumlah penambahan dari industri mitra.
Tabel 2. Jumlah Penambahan Fortifikan
Zat Gizi
Sayuti (2002)
(per 100 gram cookies)
Industri mitra
(per 1 kg adonan)
Vitamin A 1176 RE 0.16 g
Asam Folat 1100 g 0.97 g
Vitamin C 96 mg 0.011 g
Besi (Fe) 43.4 mg 0.30 g
Seng (Zn) 18.1 mg 0.45 g
Iodium (I) 237 g 0.004 g

C. Cookies
Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) Mutu dan Cara Uji Biskuit
(SNI 01-2973-1992), biskuit adalah sejenis makanan yang terbuat dari tepung


12
terigu dengan penambahan bahan makanan lain, dengan proses pemanasan
dan pencetakan. Biskuit terbagi menjadi biskuit keras, cracker, cookies, dan
wafer. Cookies adalah jenis biskuit dari adonan lunak, berkadar lemak tinggi,
renyah dan bila dipatahkan penampang potongannya bertekstur kurang padat
(Manley, 2000).
Berdasarkan pemahaman tersebut, syarat mutu cookies di Indonesia
mengacu pada syarat mutu biskuit. Syarat mutu biskuit yang berlaku saat ini
adalah berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI 01-2973-1992), seperti
tercantum dalam Tabel 3. Ciri khas cookies adalah memiliki kandungan gula
dan lemak yang tinggi serta kadar air rendah (kurang dari 5%) sehingga
bertekstur renyah; apabila dikemas akan terlindung dari kelembaban dan
memiliki umur simpan yang lama (Brown, 2000).
Tabel 3. Syarat Mutu Biskuit Menurut SNI 01-2973-1992
Kriteria Uji Syarat
Energi (kkal/100 gram) Minimum 400
Air (%) Maksimum 5
Protein (%) Minimum 9
Lemak (%) Minimum 9.5
Karbohidrat (%) Minimum 70
Abu (%) Maksimum 1.5
Serat Kasar (%) Maksimum 0.5
Logam Berbahaya Negatif
Bau dan Rasa Normal dan tidak tengik
Warna Normal
(BSN, 1992)

1. Proses Pembuatan Cookies
Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan cookies terbagi dalam
dua kelompok, yaitu bahan pengikat dan bahan pelembut. Bahan-bahan yang
berfungsi sebagai pengikat adalah tepung, susu, dan putih telur. Sedangkan
bahan-bahan yang berfungsi sebagai pelembut adalah gula, lemak, leavening
agent (baking powder), dan kuning telur (Matz dan Matz, 1978).


13
Cookies garut (arrowroot cookies) yang diproduksi oleh industri mitra
program PMT SEAFAST Center terbuat dari tepung terigu, pati garut, bubuk
susu, sirup fruktosa, shortening nabati, mentega, ammonium bikarbonat,
natrium bikarbonat, pengemulsi (lesitin kedelai), dan perisa (coklat, susu, atau
keju). Produk cookies yang difortifikasi secara khusus melibatkan
penambahan premix mineral, premix vitamin, dan DHA (Docosa Hexanoic
Acid).
Pemanfaatan garut sebagai pensubstitusi tepung terigu dalam pembuatan
produk pangan akan mendukung pemberdayaan pangan lokal. Pati garut sudah
pernah diaplikasikan sebagai bahan pensubstitusi dalam pembuatan mi instan
(Naryanto dan Kumalaningsih, 1999). Pati garut merupakan salah satu bentuk
karbohidrat alami yang paling murni dan memiliki kekentalan yang tinggi.
Menurut Pudjono (1998) yang diacu oleh Indrasti (2004), pati garut
mempunyai sifat-sifat sebagai berikut: mudah larut dan mudah dicerna
sehingga cocok untuk bahan makanan bayi dan orang sakit, suhu awal
gelatinisasi 70
o
C, dan mudah mengembang jika terkena air panas dengan daya
mengembang 54%.
Proses pembuatan cookies meliputi tiga tahap, yaitu pembuatan adonan,
pencetakan, dan pemanggangan adonan. Pembuatan adonan diawali dengan
proses pencampuran dan pengadukan bahan-bahan. Menurut Manley (2000),
metode dasar pencampuran adonan adalah metode krim (creaming method)
dan metode all in. Pada metode krim, bahan baku dicampur secara bertahap.
Pertama adalah pencampuran lemak dan gula, kemudian ditambah pewarna
dan perisa, kemudian susu dan bahan kimia aerasi berikut garam yang
sebelumnya telah dilarutkan dalam air. Penambahan tepung dilakukan pada
bagian paling akhir. Metode ini baik untuk cookies karena menghasilkan
adonan yang bersifat membatasi pengembangan gluten yang berlebihan (Matz
dan Matz, 1978). Sesuai dengan namanya, metode all in dilakukan dengan
pencampuran seluruh bahan lalu diaduk sampai membentuk adonan.
Adonan yang telah dicetak selanjutnya ditata dalam loyang yang telah
diolesi dengan lemak lalu dipanggang dalam oven. Pengolesan lemak
berfungsi untuk mencegah lengketnya cookies pada loyang setelah


14
dipanggang. Adonan dipanggang dengan suhu 176.7C (350F) selama 10
menit. Suhu dan lama waktu pemanggangan mempengaruhi kadar air cookies.
Matz dan Matz (1978) menerangkan bahwa semakin sedikit jumlah gula dan
lemak yang digunakan, suhu pemanggangan dapat dibuat lebih tinggi (177-
204C). Setelah dipanggang, cookies harus segera didinginkan untuk
mengurangi pengerasan akibat memadatnya gula dan lemak. Pembuatan
cookies disajikan dalam bentuk diagram alir pada Gambar 2.
Bahan bahan cookies
!
Penimbangan
!
Pencampuran (secara bertahap*)
!
Pengadonan
!
Pengistirahatan
!
Pencetakan
!
Pemanggangan
!
Pendinginan
!
Pengemasan
!

Cookies dalam kemasan

* Tahap I : gula, shortening nabati, mentega, lesithin kedelai
Tahap II : bubuk susu, ammonium bikarbonat, natrium bikarbonat, perisa
Tahap III : premix vitamin dan mineral
Tahap IV : tepung terigu dan pati garut

Gambar 2. Diagram Alir Pembuatan Promina Arrowroot Cookies di
Industri Mitra Program PMT Ibu Hamil


15
2. Fortifikasi Cookies
Fortifikasi adalah penambahan satu atau lebih zat gizi pada bahan
pangan atau makanan dengan level penambahan lebih tinggi daripada zat-zat
gizi yang ditemukan di bahan pangan aslinya atau pangan pembandingnya
(Lotfi dan Merx, 1996). Perbaikan gizi dengan fortifikasi, khususnya pada
terigu didukung oleh pemerintah Indonesia dengan dikeluarkannya Surat
Keputusan Menteri Kesehatan No.632/MENKES/SK/VI/1998 tentang
Fortifikasi Tepung Terigu.
Proses fortifikasi melibatkan pencampuran. Metode pencampuran yang
dikembangkan untuk produk cookies, roti, dan pasta adalah pelarutan dalam
air, dimana air tersebut digunakan dalam pembentukan adonan (Lotfi dan
Merx, 1996). Cookies Fortifikasi (CF) difortifikasi dengan vitamin A, vitamin
C, asam folat, besi, seng, dan iodium. Beberapa faktor penting dalam
pemilihan fortifikan yaitu: (a) fortifikan tidak mempengaruhi produk akhir,
dalam hal sifat sensoris; (b) tidak bereaksi dengan bahan-bahan lain; (c) tidak
mengganggu selama proses; (d) layak secara ekonomi; dan (e) masih tersedia
setelah proses selesai (Lachance dan Bauernfeind dalam Bauernfeind dan
Lachance, 1991).
Persyaratan bahan makanan yang dapat dijadikan pembawa (carrier) zat
gizi tertentu yang difortifikasikan antara lain: (1) dikonsumsi secara umum
oleh masyarakat sasaran, (2) dikonsumsi dalam jumlah yang relatif konstan
sepanjang tahun, (3) diproduksi secara terpusat agar memudahkan proses
fortifikasi dan pengawasannya (Lachance dan Bauernfeind dalam Bauernfeind
dan Lachance, 1991). Pada awalnya, bahan makanan yang dipilih adalah
golongan makanan pokok seperti produk-produk sereal. Selanjutnya, terjadi
diversifikasi makanan pembawa yang terdiri dari bahan makanan tambahan
diantaranya garam, gula, minuman, dan bumbu masakan seperti kecap dan
saus. Dalam program PMT untuk ibu hamil ini alternatif makanan pembawa
difortifikasi diperluas kepada makanan kudapan berupa cookies sehingga
menjadi kudapan yang bergizi.
Fortifikasi cookies dinilai layak dilakukan selama diperhitungkan
kehilangan yang terjadi karena pemanggangan dan penyimpanan. Lebih lanjut


16
dinyatakan bahwa fortifikasi vitamin A, asam folat, besi, dan seng layak
dilakukan secara teknis pada produk cookies (Bauernfeind dan Deritter dalam
Bauernfeind dan Lachance, 1991).
Namun, tidak seluruh vitamin yang dicampurkan dalam adonan cookies
akan terdapat di produk akhir. Hal tersebut terutama karena pembuatan
cookies melibatkan tahap pemanggangan dengan suhu tinggi. Mineral-mineral
yang difortifikasi tidak akan mengalami kerusakan maupun pengurangan,
tetapi vitamin adalah zat gizi yang umumnya bersifat labil. Menurut Manley
(2001), vitamin B
1
dan vitamin C adalah vitamin yang paling labil terhadap
pemanasan. Kehilangan beberapa zat gizi karena pemanggangan biskuit dapat
dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Kehilangan Beberapa Mikronutrien Labil pada Biskuit
Zat Gizi
Rata-rata Potensi Kehilangan (%)
Vitamin B
1
(Thiamine)
32
Vitamin B
3
(Niacin)
5
Vitamin A
18
Vitamin B
12

10
Vitamin C
60
Vitamin E
27
Asam Folat
7
(Manley, 2001)
Suatu program PMT untuk anak-anak sekolah yang dilaksanakan di
negara Chile memberikan biskuit yang difortifikasi 6% konsentrat besi haem.
Konsumsi biskuit tersebut berhasil meningkatkan nilai feritin dalam serum
secara signifikan. Biskuit yang difortifikasi memiliki bioavailibilitas besi dan
karaktersitik organoleptik yang baik sehingga menjadi alternatif yang
menjanjikan untuk memerangi defisiensi besi (Limson, 2001). Fardha (2004)
melakukan penelitian mengenai pengaruh pemberian suplemen biskuit
multigizi ibu hamil terhadap pertumbuhan linier dan perkembangan anak usia
bawah tiga tahun di Kabupaten Bogor. Penelitian ini menyimpulkan bahwa
pemberian suplemen biskuit multigizi yang difortifikasi vitamin A, besi, seng,
dan iodium mulai trimester kedua kehamilan sampai kelahiran berpengaruh


17
positif nyata terhadap pertumbuhan linier, perkembangan mental, dan
perkembangan motorik anak bawah usia tiga tahun.

D. Mutu Cookies
Menurut Juran (1989), mutu adalah fitness for use (cocok atau layak
untuk digunakan). Hal tersebut berarti suatu produk atau jasa harus dapat
memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen. Muhandri dan Kadarisman
(2005) menyimpulkan bahwa mutu adalah kesesuaian serangkaian
karakteristik produk atau jasa dengan standar yang ditetapkan produsen
berdasarkan syarat, kebutuhan, dan keinginan konsumen. Beberapa
karakteristik yang menentukan mutu cookies adalah karakteristik fungsional,
psikologi, dan umur simpan.
1. Karakteristik Fungsional
Karakteristik fungsional produk pangan dikelompokkan menjadi tiga
kelompok besar, yaitu: (1) sifat fisika (morfologi, reologi, sifat termal, dan
sifat spektral), (2) sifat kimia (komposisi kimia, senyawa kimia aktif, bahan
kimia tambahan, dan bahan kimia pengolahan), dan (3) sifat mikrobiologi
(mikroba alami, kontaminan, patogen, dan pembusuk) (Muhandri dan
Kadarisman, 2005). Penelitian ini fokus pada komposisi kimia sehingga
mencakup kandungan gizi cookies. Syarat kandungan gizi cookies mengacu
pada SNI 01-2973-1992. Menurut Manley (2001), cookies dikenal sebagai
sumber energi, dimana kontribusi terbesar berasal dari kadar karbohidrat dan
lemak.
2. Karakteristik Psikologi
Karakteristik psikologi yang mendasar pada produk-produk pangan
adalah sifat organoleptik (visual, aroma, rasa, tekstur). Konsumen mengenal
cookies sebagai produk yang renyah dan cenderung manis (Brown, 2000).
Ada dua pendekatan utama untuk menguji mutu organoleptik konsumen
terhadap suatu produk pangan, yaitu: pengukuran preferensi dan pengukuran
penerimaan/kesukaan (Lawless dan Heymann, 1999). Tingkat kesukaan dan


18
preferensi konsumen akan tetap baik, jika produk cookies yang difortifikasi
tidak mengalami perubahan mutu organoleptik ke arah yang tidak disukai.
3. Karakteristik Umur Simpan
Sesuai namanya, karakteristik umur simpan merupakan masa dimana
produk pangan masih memenuhi kepuasan konsumen. Floros (1993)
menyatakan bahwa umur simpan adalah waktu yang diperlukan oleh produk
pangan, dalam suatu kondisi penyimpanan, untuk sampai pada suatu level atau
tingkatan degradasi mutu tertentu. National Food Processor Association
mendefinisikan umur simpan dengan pemahaman bahwa suatu produk
dianggap berada pada kisaran umur simpannya bilamana kualitas produk
tersebut secara umum dapat diterima untuk tujuan seperti diinginkan oleh
konsumen dan selama bahan pengemas masih memiliki integritas serta
memproteksi isi kemasan. Menurut Brown (2000), cookies merupakan produk
pangan yang memiliki umur simpan relatif lama.
a. Kerusakan Produk Cookies
Cookies memiliki kadar air rendah sehingga teksturnya menjadi renyah.
Salah satu faktor yang menyebabkan kerusakan produk pangan dengan kadar
air rendah adalah perubahan kadar air produk. Lebih lanjut, Arpah (2001)
menyatakan bahwa pada produk makanan jenis biskuit, kerusakannya lebih
sering dihubungkan dengan kerusakan tekstur.
Robertson (1993) mengelompokkan produk pangan menjadi dua
kelompok dalam hubungannya dengan perubahan kadar air selama
penyimpanan, yaitu produk pangan yang menyerap uap air dan produk pangan
yang mengalami kehilangan kandungan air. Makanan kering termasuk cookies
mengalami kerusakan apabila menyerap uap air yang berlebihan.
b. Aktivitas Air
Istilah aktivitas air (a
w
) digunakan untuk menjabarkan air yang tidak
terikat atau bebas dalam sistem dan dapat menunjang reaksi biologis atau
kimiawi. Air dalam bahan pangan, apabila terikat kuat dengan komponen
bukan air lebih sukar digunakan untuk aktivitas mikrobiologis maupun
aktivitas kimia hidrolitik (Syarief dan Halid, 1993).


19
Menurut Purnomo (1995), bentuk air dapat ditemukan sebagai air bebas
dan air terikat. Air bebas dapat dengan mudah hilang apabila terjadi
penguapan atau pengeringan, sedangkan air terikat sulit dibebaskan dengan
cara tersebut. Air dapat terikat secara fisik, yaitu ikatan menurut sistem kapiler
dan air terikat secara kimia, antara lain kristal dan air yang terikat dalam
sistem dispersi. Hasil penelitian Zabik (1979) yang dikutip dalam Arpah
(2001) menyatakan bahwa cookies yang diuji menunjukkan penurunan sifat
tekstur dengan meningkatnya a
w
.


c. Kadar Air Kesetimbangan
Kadar air kesetimbangan suatu bahan didefinisikan sebagai tingkat
kadar air dari bahan tersebut setelah berada pada suatu kondisi lingkungannya
dalam periode waktu yang lama (Brooker et al., 1982). Sedangkan menurut
Heldman dan Singh (1981), kadar air kesetimbangan suatu bahan adalah kadar
air bahan tersebut saat tekanan uap air dari bahan tersebut dalam kondisi
seimbang dengan lingkungannya, sedangkan kelembaban relatif pada saat
terjadinya kadar air kesetimbangan tersebut disebut kelembaban relatif
kesetimbangan (RHs).
Brooker et al. (1982), menyatakan bahwa kadar air kesetimbangan
berguna untuk menentukan bertambah atau berkurangnya kadar air bahan
pada kondisi suhu dan kelembaban tertentu. Jika kelembaban relatif udara
lebih tinggi dibandingkan kelembaban relatif bahan maka bahan akan
menyerap air (adsorpsi). Sebaliknya, jika kelembaban relatif udara lebih
rendah dibandingkan kelembaban relatif bahan maka bahan akan menguapkan
airnya (desorpsi).
d. Kurva Sorpsi Isothermis
Aktivitas menyerap air (adsorpsi) dan melepaskan air yang dikandung
(desorpsi) pada bahan makanan dapat digambarkan dalam sebuah kurva sorpsi
isothermis. Kurva ini menunjukkan hubungan antara kadar air bahan pangan
dengan kelembaban relatif seimbang ruang penyimpanan (RHs) atau aktivitas
air (a
w
) pada suhu tertentu (Syarief dan Halid, 1993). Hubungan antara
besarnya RHs atau a
w
dan kadar air bahan pangan pada suhu konstan
digambarkan seperti pada Gambar 3.


20











Gambar 3. Kurva Sorpsi Isothermis Secara Umum (deMan, 1989).
Kurva sorpsi isothermis dapat dibagi menjadi beberapa bagian
tergantung dari keadaan air dalam bahan pangan tersebut. Daerah A
menyatakan adsorpsi bersifat satu lapis molekul air (monolayer), daerah B
menyatakan terjadinya penambahan lapisan-lapisan di atas satu lapis molekul
air (multilayer), dan pada daerah C mulai terjadi kondensasi air pada pori-pori
bahan (kondensasi kapiler) (Syarief dan Halid, 1993).
deMan (1989) menjelaskan bahwa pada umumnya kurva sorpsi
isothermis bahan pangan berbentuk sigmoid (menyerupai huruf S). Keadaan
tidak berhimpit antara kurva adsorpsi dan desorpsi disebut sebagai fenomena
histeresis. Fenomena ini diperlihatkan oleh perbedaan nilai-nilai kadar air
kesetimbangan yang diperoleh dari proses adsorpsi dan desorpsi. Besarnya
histeresis dan bentuk kurva sangat beragam tergantung pada beberapa faktor
seperti sifat alami bahan pangan, perubahan fisik yang terjadi selama
perpindahan air, suhu, kecepatan desorpsi/adsorpsi dan tingkatan air yang
dipindahkan selama desorpsi/adsorpsi (Fennema, 1996). Secara singkat oleh
Winarno (2002) dikatakan bentuk kurva ini khas untuk setiap bahan pangan.
e. Model Persamaan Sorpsi Isothermis
Model matematika mengenai sorpsi isothermis telah banyak
dikemukakan oleh para ahli baik secara teoritis maupun empiris (Chirife dan
Iglesias, 1978; Van den Berg dan Bruin, 1981). Namun, model-model


21
matematika yang dikembangkan pada umumnya tidak dapat mencakup
keseluruhan kurva sorpsi isothermis dan hanya dapat memprediksi kurva
sorpsi isothermis pada salah satu dari ketiga daerah sorpsi isothermis.
Secara empiris, Henderson mengemukakan persamaan yang
menggambarkan hubungan antara kadar air kesetimbangan bahan pangan
dengan kelembaban relatif ruang simpan. Persamaan ini menurut Chirife dan
Iglesias (1978) merupakan salah satu persamaan yang paling banyak
digunakan pada kebanyakan bahan pangan, terutama biji-bijian. Bentuk
persamaan tersebut (Chirife dan Iglesias, 1978) adalah seperti di bawah ini,
dimana variabel M adalah kadar air kesetimbangan, sedangkan K dan n adalah
konstanta.
1 a
w
= exp (-KMe
n
)

Selanjutnya, Caurie dari hasil percobaannya mendapatkan model yang
dapat berlaku untuk kebanyakan bahan pangan pada selang a
w
0.0 sampai
0.85. Persamaan tersebut adalah sebagai berikut dengan P(1) dan P(2)
merupakan konstanta (Chirife dan Iglesias, 1978).

ln Me = ln P(1) P(2)a
w

Hasley mengembangkan persamaan yang dapat menggambarkan proses
kondensasi pada lapisan multilayer (Chirife dan Iglesias, 1978). Persamaan
tersebut dapat digunakan untuk bahan makanan dengan kelembaban relatif
antara 10 81%. Model persamaan Hasley seperti di bawah ini, dengan P(1)
dan P(2) adalah konstanta.

a
w
= exp
1
]
1


) 2 (
) (
) 1 (
P
Me
P


Persamaan Oswin dapat berlaku untuk bahan pangan pada RH 0%
sampai dengan 85% dan sesuai bagi kurva sorpsi isothermis yang berbentuk
sigmoid (Chirife dan Iglesias, 1978). Model persamaan Oswin tersebut adalah
seperti di bawah ini. P(1) dan P(2) merupakan konstanta.


22

Me

= P(1)
( )
) 2 (
1
P
aw
aw
1
]
1



Lebih lanjut, Chen Clayton juga telah membuat model matematika yang
berlaku untuk bahan pangan pada semua nilai aktivitas air. Persamaan tersebut
adalah seperti di bawah ini: (P(1) dan (2) adalah konstanta)

a
w
= exp
( )
1
]
1


Me P
P
) 2 ( exp
) 1 (


f. Kemasan
Produk pangan kering harus dilindungi terhadap masuknya uap air.
Umumnya produk-produk ini dikemas dalam kemasan yang mempunyai
permeabilitas uap air yang rendah untuk mencegah produk melunak atau
menjadi basah (Syarief et al., 1989). Permeabilitas uap air kemasan adalah
kecepatan atau laju transmisi uap air melalui suatu unit luasan bahan dengan
ketebalan tertentu sebagai akibat perbedaan unit tekanan uap air antara
permukaan produk pada kondisi suhu dan kelembaban tertentu (Robertson,
1993). Penentuan permeabilitas uap air kemasan dilakukan dengan suhu yang
konstan untuk menghindari peningkatan ukuran pori-pori plastik.
Jenis kemasan yang digunakan untuk produk cookies garut adalah
OPP25/VMPET12/CPP30. Untuk kepentingan pelabelan digunakan plastik
OPP, yaitu polipropilen yang telah mengalami proses peregangan secara
silang. Menurut Syarief et al., (1989), untuk memperbaiki sifat-sifatnya,
polipropilen dapat dimodifikasi menjadi Oriented Polyproylene (OPP) jika
dalam proses pembuatannya ditarik satu arah atau BOPP (Biaxially Oriented
Polypropylene) jika ditarik dari dua arah. OPP bersifat tahan terhadap suhu
tinggi, tahan terhadap asam kuat, basa, dan minyak; tetapi rapuh terhadap
suhu rendah. OPP digunakan untuk produk-produk yang memerlukan sifat
perintang terhadap uap air tinggi (Robertson, 1993).


23
Kemasan di atas dilaminasi dengan PET. Polietilen (PET) banyak
digunakan dalam laminasi untuk meningkatkan daya tahan kemasan terhadap
kikisan dan sobekan sehingga banyak digunakan sebagai kantung-kantung
makanan yang memerlukan perlindungan (Syarief et al., 1989). Salah satu
sifat yang paling penting dari polietilen adalah permeabilitasnya yang rendah
terhadap uap air.
Film plastik yang dimetalisasi adalah CPP (Cast Polypropylene).
Penggunaan CPP sebagai bahan kemasan terbatas karena daya tahan sobek
CPP rendah. CPP tidak disarankan untuk mengemas produk yang berat dan
tajam kecuali dilapisi oleh bahan yang lebih kuat dan lebih tahan sobek
(Roberston, 1993). Penggunaan plastik ini sesuai untuk mengemas kopi,
makanan kering, keju, dan roti panggang karena ketahanan terhadap uap air
dan gas lebih baik dan kemasan ini tidak meneruskan cahaya serta
menghambat masuknya oksigen (Brown, 2000).
g. Metode Akselerasi
Sistem penentuan umur simpan secara konvensional (Extended Storage
Studies) membutuhkan waktu yang lama karena dilakukan dengan cara
menyimpan suatu seri produk pada kondisi normal sehari-hari sambil
dilakukan pengamatan penurunan mutunya sampai mencapai mutu
kadaluwarsa. Floros (1993) menyatakan bahwa umur simpan produk pangan
dapat ditetapkan dengan metode akselerasi atau Accelerated Storage Studies
(ASS). Keuntungan metode ini adalah memerlukan waktu yang relatif singkat,
tetapi tetap memiliki ketepatan dan akurasi yang tinggi. ASS diterapkan pada
produk pangan dengan memvariasikan kondisi kelembaban relatif (RH), suhu,
atau intensitas cahaya, baik secara sendiri-sendiri maupun gabungannya
(Floros, 1993).
Salah satu metode akselerasi yang diterapkan pada produk pangan
kering adalah pendekatan kadar air kritis. Pada metode ini kondisi lingkungan
penyimpanan memiliki kelembaban relatif (relative humidity) yang ekstrim.
Produk pangan kering yang disimpan akan mengalami penurunan mutu akibat
penyerapan uap air. Persamaan matematika adalah alat bantu yang digunakan
pada metode ini. Pada dasarnya persamaan-persamaan ini adalah deskripsi


24
kuantitatif dari sistem yang terdiri dari produk, bahan pengemas, dan
lingkungan (Arpah, 2001).
Dalam monograf penentuan kadaluwarsa produk pangan, Arpah (2001)
menyatakan bahwa model Labuza (1982) dapat mengintegrasikan unsur
permeabilitas kemasan, berat kering produk, luas pengemas, perbedaan
tekanan uap air atau a
w
dan kurva sorpsi isothermis dengan baik. Menurut
Labuza (1982), bila perubahan air mempengaruhi mutu makanan maka
dengan mengetahui pola penyerapan airnya dan menetapkan nilai kadar air
kritisnya, umur simpan dapat ditentukan dengan pendekatan yang
menggunakan persamaan Labuza.
III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Bahan
Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah Cookies Non
Fortifikasi (CNF) dan Cookies Fortifikasi (CF) yang diproduksi oleh industri
mitra dari program Pemberian Makanan Tambahan (PMT). Cookies dan
kemasannya terlihat pada Gambar 4.










Gambar 4. Cookies Garut dan Kemasannya

Bahan-bahan untuk analisis kimia adalah HgO, K
2
SO
4,
H
2
SO
4,
NaOH,
Na
2
S
2
O
3,
H
3
BO
3,
HCl, indikator metil merah dan metil biru, indikator
fenolftalein, asam oksalat, heksana, alkohol, kertas saring, etanol, KOH,
petroleum eter, dietil eter, air suling HPLC grade, Na
2
SO
4
anhidrat, gas
nitrogen, metanol, larutan standar vitamin A, K
3
PO
3
, asetonitril, KH
2
PO
4
,
standar asam folat, air demineral, asam asetat, asam metafosfat, standar asam
askorbat, natrium bikarbonat, 2.6-dikloroindofenol, larutan besi standar
(Fe
2
(SO
4
)
3
(NH
4
)
2
SO
4
.24H
2
O), larutan seng standar (ZnSO
4
.7H
2
O), HNO
3
,
Na
2
CO
3
anhidrat, KClO
4
, dan standar iodium.
Bahan-bahan untuk analisis organoleptik adalah sukrosa, biskuit,
konsentrat flavor, dan plastik. Bahan-bahan untuk penentuan umur simpan
adalah garam MgCl
2
.6H
2
O, K
2
CO
3
, NaNO
2
, NaCl, KCl, dan KNO
3
, K
2
SO
4,
silika gel, vaseline, dan akuades.


B. Alat
Alat-alat yang digunakan adalah neraca analitik, cawan aluminium dan
porselin, oven, tanur, pemanas Kjeldahl, alat destilasi, alat ekstraksi soxhlet,
hot plate, pendingin balik, stirer, vortex, milipore, High Performance Liquid
Chromatography (HPLC), sentrifuse, filter 0.45 m, pompa vakum, buret,
Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS), ruang dan peralatan pengujian
organoleptik, desikator, texture analyzer, pengelim plastik, inkubator, dan
peralatan gelas untuk keperluan analisis.

C. Metode Penelitian
Pengujian karakteristik mutu yang dilakukan meliputi pengujian
karakteristik fungsional (sifat kimia), karakteristik psikologi (sifat
organoleptik), dan karakteristik umur simpan. Tahap-tahap penelitian yang
dilakukan meliputi: (1) analisis proksimat, (2) analisis fortifikan, (3) analisis
organoleptik, dan (4) penentuan umur simpan. Diagram alir penelitian
disajikan pada Gambar 5.
Hasil analisis proksimat, kadar serat kasar, nilai energi, dan uji hedonik
atribut cookies diuji secara statistik dengan uji t untuk mengetahui perbedaan
rata-rata CNF dan CF. Uji t yang digunakan adalah Paired-Samples T Test.
Menurut Budi (2004), pengujian tersebut dilakukan untuk dua sampel dengan
subyek yang sama namun mengalami dua perlakuan yang berbeda. Dalam hal
ini, perbedaan perlakuan adalah ada tidaknya fortifikasi.

1. Analisis Proksimat
a. Kadar Air (AOAC, 1984)
Kadar air ditentukan dengan menggunakan metode oven. Sampel
sejumlah 3-5 gram ditimbang dan dimasukkan dalam cawan aluminium yang
telah dikeringkan dalam oven dan diketahui bobotnya. Kemudian sampel dan
cawan dikeringkan dalam oven bersuhu 105
o
C selama 6 jam. Cawan
didinginkan dalam desikator dan ditimbang kemudian dikeringkan kembali

sampai diperoleh bobot tetap. Kadar air sampel dapat dihitung dengan
menggunakan rumus sebagai berikut:
Kadar Air (% bb) =
( )
% 100
1
]
1


a
b c a

Kadar Air (% bk) =
( )
( )
% 100
1
]
1


b c
b c a

Keterangan: a = bobot sampel (g); b = bobot cawan (g); c = bobot akhir (g)


















Keterangan: CNF = Cookies Non Fortifikasi
CF = Cookies Fortifikasi
MRD = Mean Relative Determination
ANOVA = Analysis of Variance

Gambar 5. Diagram Alir Penelitian

CNF dan CF
Analisis:
Gizi makro
Energi
Serat kasar
Kadar air
Kadar abu
Paired
Samples T
Persentase
Kehilangan
Analisis:
Vitamin A
Asam folat
Vitamin C
Besi
Seng
Iodium
Kontribusi Cookies/hari

Analisis:
Preferensi
Perbedaan
Hedonik

Tabel Acuan
dan ANOVA
Analisis:
Atribut Utama
Seleksi Panelis
Kadar air kritis
Kadar air
keseimbangan

Kurva Sorpsi
Isothermis dan
Model Persamaan
Uji MRD
Analisis:
Permeabilitas kemasan
Bobot produk
Luas kemasan

Persamaan
Labuza
Umur Simpan
Karakteristik
Organoleptik
Sifat Kimia
(Nilai Gizi )
Informasi Nilai Gizi

b. Kadar Abu (AOAC, 1984)
Kadar abu bahan pangan ditetapkan dengan menimbang sisa mineral
hasil pembakaran bahan organik pada suhu 550
o
C. Sejumlah 3-5 gram sampel
ditimbang dan dimasukkan ke dalam cawan porselin yang telah dikeringkan
dalam tanur dan diketahui bobotnya. Kemudian cawan dan sampel tersebut
dibakar dengan pemanas listrik dalam ruang asap sampai sampel tidak berasap
dan diabukan pada tanur pengabuan pada suhu 550
o
C sampai dihasilkan abu
yang berwarna abu-abu terang atau bobotnya telah konstan. Selanjutya
kembali didinginkan di desikator dan ditimbang segera setelah mencapai suhu
ruang. Perhitungan kadar abu adalah sebagai berikut:

Kadar Abu (% bb) =
( )
% 100
1
]
1


a
b c


Keterangan: a = bobot sampel (g); b = bobot cawan (g); c = bobot akhir (g)
c. Kadar Protein (AOAC, 1984)
Kadar protein ditetapkan dengan menggunakan metode Mikro-Kjeldahl.
Mula-mula sampel ditimbang dan dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl,
kemudian ditambahkan 50 mg HgO, 2 mg K
2
SO
4
, 2 ml H
2
SO
4
, dan dididihkan
selama 1-1.5 jam sampai cairan menjadi jernih. Setelah larutan didinginkan
dan diencerkan dengan akuades, sampel didestilasi dengan penambahan 8-10
ml larutan NaOH-Na
2
S
2
O
3
. Hasil destilasi ditampung dengan erlenmeyer yang
telah berisi 5 ml H
3
BO
3
dan 2-4 tetes indikator (campuran 2 bagian metil
merah 0.2% dalam alkohol dan 1 bagian metil biru 0.2% dalam alkohol).
Destilat yang diperoleh kemudian dititrasi dengan larutan HCl 0.02 N sampai
terjadi perubahan warna dari hijau menjadi biru. Hal yang sama juga
dilakukan terhadap blanko. Hasil yang diperoleh adalah dalam total N, yang
kemudian dinyatakan dalam faktor konversi 6.25. Kadar protein dihitung
berdasarkan rumus:

Kadar Protein (%) =
(ml HCL x ml Blanko)N HCl x 14.007 x 100 x 6.25
mg sampel



d. Kadar Lemak (AOAC, 1984)
Metode yang digunakan adalah metode Soxhlet. Prinsip analisis ini
adalah melarutkan lemak dengan pelarut dietil eter. Sejumlah 5 gram sampel
ditimbang dan dibungkus dengan kertas saring. Kemudian dimasukkan dalam
alat ekstraksi Soxhlet bersama dengan dietil eter. Selanjutnya direfluks selama
6 jam sampai pelarut yang turun kembali ke dalam labu lemak berwarna
jernih. Pelarut dalam labu lemak didestilasi, labu yang berisi hasil ekstraksi
dipanaskan dalam oven pada suhu 105
0
C sampai pelarut menguap semua.
Setelah didinginkan dalam desikator, labu lemak tersebut ditimbang sampai
memperoleh bobot yang konstan. Kadar lemak dihitung dengan rumus:

Kadar Lemak (%) =
Bobot lemak (g)
100%
Bobot sampel


e. Kadar Karbohidrat (Almatsier, 2002)
Kadar karbohidrat sampel dihitung secara by difference yaitu dengan
mengurangi 100% kandungan gizi sampel dengan kadar air, kadar abu, kadar
protein, dan kadar lemak. Nilainya dapat ditentukan dengan menggunakan
rumus berikut:

Kadar Karbohidrat (%) = 100% - (Kadar Air + Kadar Abu + Kadar Protein + Kadar Lemak)

f. Kadar Serat Kasar (AOAC, 1984)
Serat kasar ditentukan dengan metode gravimetri. Sampel sebanyak 2
gram (a) (diekstraksi lemaknya dengan metode Soxhlet) dimasukkan ke dalam
erlenmeyer 600 ml dan ditambahkan 200 ml H
2
SO
4
1.25% lalu dididihkan
selama 30 menit. Kemudian hasilnya disaring. Kertas saring dan residu yang
tertinggal dalam erlenmeyer dicuci dengan air mendidih. Ampas yang tersisa
pada kertas saring kemudian dimasukkan kembali dalam erlenmeyer dan
ditambahkan 200 ml NaOH 1.25%. Kemudian dididihkan kembali selama 30
menit dan disaring kembali melalui kertas saring yang telah diketahui
bobotnya (b gram). Kertas saring tersebut dicuci dengan larutan K
2
SO
4
10%,
air mendidih, dan dengan alkohol 95%. Setelah itu, kertas saring dikeringkan

dalam oven sampai bobot konstan, didinginkan dalam desikator, dan
ditimbang bobot akhirnya (c gram). Perhitungan kadar serat kasar adalah
sebagai berikut:
Kadar Serat Kasar (%) =
( )
% 100
1
]
1


a
b c


Keterangan: a = bobot sampel (g); b = bobot kertas saring (g); c = bobot akhir (g)
2. Analisis Fortifikan
a. Kadar Vitamin A
Metode penetapan kadar vitamin A dilakukan dengan menggunakan
High Performance Lipid Chromatography (HPLC). Ditimbang 10 gram
cookies dan dimasukkan dalam erlenmeyer asah. Ditambahkan 1 gram asam
askorbat dan 40 ml etanol, dikocok sampai rata, dan ditambahkan 60 ml KOH
60%. Selanjutnya, distirer selama 30 menit dan ditambahkan 10 ml etanol.
Setelah didiamkan semalam dalam ruangan gelap, larutan distirer lagi selama
30 menit dan ditambahkan 50 ml campuran Petroleum Eter (PE) dan Dietil
Eter (DE) dengan perbandingan 1:1. Kemudian larutan dipindahkan ke corong
pemisah dan dikocok selama 2 menit. Setelah didiamkan, larutan terpisah dan
cairan bawah ditambahkan 30 ml PE:DE, lalu dikocok lagi selama 2 menit
(tahap pemisahan ini diulangi sebanyak 3 kali dan larutan hasil pemisahan
digabungkan).
Selanjutnya, larutan dicuci dengan air suling HPLC grade sebanyak 5 x
50 ml sampai bebas basa. Penghilangan air dalam larutan dilakukan dengan
penambahan 5 gram Na
2
SO
4
anhidrat dan pengaliran N
2
atau fresh dryer.
Setelah itu ditambahakan 10 ml propanol/metanol, divortex, dan disaring
dengan menggunakan milipore. Sebanyak 20 l hasil penyaringan
diinjeksikan ke HPLC dengan fase bergerak metanol:air (95:5), laju aliran 1
ml/menit, panjang gelombang 325 nm, dan detektor yang digunakan adalah
Ultra Violet (UV). Kadar vitamin A dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Kadar Vitamin A (IU/100gram) = [ ]
1
]
1

,
_

,
_

IU Faktor
WSp
VSp
St
St L
Sp L


Keterangan: LSp = luas area sampel
LSt = luas area standar
VSp = volume sampel
Wsp = bobot sampel
b. Kadar Asam Askorbat (Nielsen, 2003)
Kadar asam askorbat ditentukan dengan metode titrasi 2.6-
dikloroindofenol. Indikator yang digunakan adalah larutan indofenol (dye).
Tahap pertama adalah standarisasi dye. Dye digunakan untuk menitrasi
campuran 5 ml asam metafosfat asetat dan 2 ml standar asam askorbat sampai
berwarna merah muda. Dicatat volume dye yang digunakan. Selanjutnya,
disiapkan blanko. Dye kembali digunakan untuk menitrasi campuran 7 ml
asam metafosfat asetat dan akuades (volume akuades adalah sebanyak jumlah
dye yang digunakan pada standarisasi).
Titik akhir titrasi adalah saat terjadi perubahan warna menjadi merah
muda. Dicatat volume dye yang digunakan. Analisis sampel dilakukan dengan
menitrasi campuran 5 ml asam metafosfat asetat dan 2 ml sampel dengan dye
sampai muncul warna merah muda. Dicatat volume dye yang digunakan.
Perhitungan kadar asam askorbat adalah sebagai berikut:
Titer =
( )
VSt
b a
Vp
Wa

1
1
1
1
]
1

,
_


Asam askorbat (mg/ml) =
( )
fp
WSp
VSp
titer b c

1
1
1
1
]
1

1
]
1




Keterangan:
Wa = bobot standar asam askorbat
Vp = volume pengenceran standar
asam askorbat
a = volume dye untuk titrasi standar
b = volume dye untuk titrasi blanko
c = volume dye untuk titrasi sampel
VSt = volume standar asam askorbat
VSp = volume sampel
WSp = bobot sampel
fp = faktor pengenceran
c. Kadar Asam Folat
Penentuan kadar asam folat dilakukan dengan menggunakan HPLC.
Sebanyak 5 gram sampel ditambahkan 20 ml buffer (campuran antara K
3
PO
4

3M dengan KH
2
PO
4
0.25M, lalu pH larutan diatur menjadi 4.5 dengan HCl
1N), lalu diaduk dengan stirer atau ultrasonik selama 5 menit. Selanjutnya
disentrifuse dengan kecepatan 4000 rpm selama 10 menit. Supernatan diambil
dan disaring dengan filter 0.45 m, lalu diinjeksikan ke HPLC.
Kondisi HPLC adalah sebagai berikut: fase gerak yang digunakan
adalah K3PO4 3M dan asetonitril 10% dengan HCl, laju aliran adalah 1
ml/menit, panjang gelombang 480 nm, dan digunakan kolom C18. Kadar
asam folat dihitung dengan rumus berikut ini:

Kadar Asam Folat (g/100g) = [ ]
1
]
1

,
_

,
_

WSp
VSp
St
St L
Sp L


Keterangan: LSp = luas area sampel
LSt = luas area standar
VSp = volume sampel
Wsp = bobot sampel
d. Kadar Besi (Apriyantono et al., 1989)
Pengukuran kadar zat besi dilakukan dengan menggunakan Atomic
Absorption Specthrophotometer (AAS). Sampel terlebih dahulu diabukan
dengan metode pengabuan basah. Sampel 3-5 gram dimasukkan ke dalam labu
Kjeldahl. Ditambahkan 10 ml H
2
SO
4
dan 10 ml HNO
3
. Setelah itu dipanaskan
perlahan-lahan sampai larutan berwarna gelap, ditambahkan 1-2 ml HNO
3
dan
dilanjutkan pemanasan sampai larutan lebih gelap lagi. Penambahan HNO
3

dilanjutkan sampai larutan jernih dan kemudian didinginkan. Selanjutnya
ditambahkan 10 ml air demineral dan dipanaskan sampai berasap. Setelah
didinginkan, kembali ditambahkan 5 ml akuades. Larutan abu disaring dan
diencerkan dalam labu takar 100 ml. Dibuat larutan standar besi
(Fe
2
(SO
4
)
3
(NH
4
)
2
SO
4
.24H
2
O).

Alat AAS diset sesuai dengan instruksi dalam manual. Larutan standar
dan sampel larutan abu diinjeksikan dalam alat AAS untuk diukur
absorbansinya pada panjang gelombang 248.3 nm. Kemudian dibuat kurva
standar (nilai absorbansi vs konsentrasi logam dalam g/ml) dan diperoleh
konsentrasi besi dari sampel larutan abu. Hasil konsentrasi besi diolah dengan
perhitungan sebagai berikut:

Kadar besi (mg/100 g) = fp
b
a

1
]
1

100


Keterangan: a = bobot sampel (g)
b = hasil konsentrasi besi (ppm)
fp = faktor pengenceran
e. Kadar Seng (Apriyantono et al., 1989)
Penentuan kadar seng pada produk cookies dilakukan dengan metode
yang sama dengan penetapan kadar zat besi, yaitu menggunakan alat AAS.
Perbedaannya terletak pada larutan standar dan panjang gelombang yang
digunakan. Larutan standar seng adalah ZnSO
4
.7H
2
O dengan panjang
gelombang 213.9 nm. Perhitungan pun dilakukan dengan menggunakan rumus
yang sama dengan penetapan kadar zat besi.
f. Kadar Iodium
Kadar iodium diukur secara kromatografi ion, menggunakan HPLC.
Sampel ditimbang sebanyak 10 gram dalam cawan, ditambahkan 0.5 ml
larutan pengabuan (212 gram Na
2
CO
3
anhidrat dan 20 gram KClO
4
dalam 1
liter air bebas ion), dan dipanaskan dalam oven 105-110
o
C selama 2 jam.
Kemudian diabukan dalam tanur 500
o
C selama 6 jam. Setelah itu didinginkan
dan diencerkan demgan air sampai 50 ml. Sebanyak 2.5 ml dipipet dan
dimasukkan dalam labu pisah, lalu ditambahkan 2.5 ml heksana dan dikocok.
Selanjutnya ditambahkan 10 ml asam asetat 0.1M dan dikocok selama 5
menit.
Setelah didiamkan, larutan terlihat memisah. Dikumpulkan bagian atas,
sedangkan bagian bawah (air organik) kembali diekstrak dengan heksana

sebanyak 3 kali. Heksana yang dikumpulkan lalu ditambah 5 ml NaOH 0.1N
dan dikocok. Setelah dipisahkan, diambil 5 ml fase NaOH, disaring dengan
filter 0.45 m, dan diinjeksikan 20 l ke HPLC. Fase gerak yang digunakan
adalah H
2
SO
4
0.05N, laju aliran 1 ml/menit, dan panjang gelombang 200 nm.
Perhitungan kadar iodium adalah sebagai berikut:

Kadar Iodium (g/100g) = [ ]
1
]
1

,
_

,
_

WSp
VSp
St
St L
Sp L


Keterangan: LSp = luas area sampel
LSt = luas area standar
VSp = volume sampel
Wsp = bobot sampel
3. Uji Organoleptik
a. Uji Preferensi (Lawless dan Heymann, 1999)
Pengujian ini untuk mengetahui preferensi ibu hamil antara CNF dan
CF. Panelis sebanyak 30 ibu hamil dengan usia kehamilan diatas 3 bulan.
Beberapa dari mereka memiliki keterbatasan kemampuan membaca dan
menulis. Oleh karena itu, pengujian dilakukan secara tatap muka dan
pengisian formulir (Lampiran 1) dilakukan setelah melakukan wawancara.
Dalam uji ini panelis merespon terhadap produk secara keseluruhan dan tidak
menganalisis masing-masing atribut.
Hasil berupa indikasi ada tidaknya preferensi yang signifikan terhadap
salah satu produk. Pengambilan kesimpulan mengacu pada tabel Jumlah
Minimum Penilaian yang Diperlukan untuk Menyatakan Signifikansi pada
Dua Level Probabilitas untuk Uji Preferensi Berpasangan (Two-Tailed, P =
) (Lawless dan Heymann, 1999) (Lampiran 2).
b. Uji Segitiga (Meilgaard et al., 1999)
Uji ini untuk mengetahui apakah ada perbedaan yang nyata antara
produk cookies yang difortifikasi dengan yang tidak difortifikasi. Jumlah
panelis adalah 30 orang mahasiswa. Panelis disajikan sampel tiga keping
cookies yang berkode. Dua sampel adalah CNF dan satu sampel adalah CF

atau sebaliknya. Penampilan sampel diupayakan tidak berbeda agar tidak
terjadi bias.
Panelis diminta mengidentifikasi satu sampel yang berbeda dari dua
lainnya. Formulir isian dapat dilihat pada Lampiran 1. Jumlah jawaban yang
benar dihitung untuk dibandingkan dengan Tabel Jumlah Minimal dari
Jawaban Benar dalam Uji Segitiga (Lampiran 3). Pembacaan tabel dilakukan
dengan menghubungkan jumlah panelis (n) dan nilai probabilitas () sehingga
diperoleh angka yang menyatakan jumlah minimal jawaban benar untuk
menolak asumsi tidak ada perbedaan antara kedua sampel.
c. Uji Hedonik (Soekarto, 1982)
Tujuan uji ini untuk mengetahui tingkat kesukaan panelis terhadap
atribut dan perisa cookies. Panelis adalah 30 ibu hamil dengan usia kehamilan
diatas 3 bulan. Panelis diminta menyatakan tingkat kesukaannya dalam 5 skala
penilaian: sangat tidak suka (1), tidak suka (2), netral (3), suka (4), dan sangat
suka (5). Pengujian pertama untuk mengetahui tingkat kesukaan panelis
terhadap atribut warna, tekstur, dan rasa dari kedua jenis cookies. Panelis
disajikan sampel berupa dua keping cookies berkode, yang terdiri dari CNF
dan CF. Hasil diolah dengan Paired-Samples T Test.
Pengujian kedua untuk mengetahui tingkat kesukaan panelis terhadap
tiga jenis perisa cookies secara overall, yaitu susu, keju, dan coklat. Panelis
disajikan tiga keping cookies dengan perisa yang berbeda-beda. Hasil yang
diperoleh diolah secara statistik dengan Analysis of Variance (ANOVA).
ANOVA dilakukan untuk mengetahui perbedaan nyata rata-rata antar variasi
dari tiga kelompok sampel atau lebih akibat adanya satu faktor perlakuan
(Budi, 2004).
d. Uji Ranking (Meilgaard et al., 1999)
Uji ini dilakukan untuk mengetahui urutan kesukaan panelis terhadap
tiga jenis rasa produk cookies. Panelis adalah 30 ibu hamil dengan usia
kehamilan diatas 3 bulan. Panelis disajikan sampel tiga keping cookies dengan
rasa coklat, susu, dan keju. Panelis diminta mengurutkan tingkat kesukaan
secara overall terhadap ketiga cookies. Hasil yang diperoleh adalah rasa

produk cookies yang paling disukai. Pengolahan data dilakukan dengan uji
statistik yaitu Friedman test.
4. Penentuan Umur Simpan (pendekatan kadar air kritis)
a. Penentuan Atribut Utama Cookies
Penentuan atribut utama cookies dilakukan melalui studi literatur dan
didukung dengan survei terhadap 40 konsumen (usia bervariasi). Responden
diminta untuk mengurutkan empat buah atribut cookies dari yang paling
penting sampai yang paling tidak penting (uji ranking). Ranking yang
diberikan adalah dari 1 (atribut paling penting) sampai 4 (atribut paling tidak
penting). Keempat atribut tersebut adalah warna, tekstur, aroma, dan rasa
manis. Format kuesioner disajikan pada Lampiran 4. Pengolahan data
dilakukan dengan uji statistika Friedman sehingga diperoleh atribut yang
paling penting menurut responden.
b. Seleksi Panelis (Meilgaard et al., 1999)
Seleksi panelis dilakukan dalam tiga tahapan dengan sistem eliminasi.
Ketiga tahapan tersebut adalah seleksi kemampuan membedakan rasa,
membedakan tekstur, dan mendeskripsikan aroma. Metode uji yang
diterapkan adalah uji segitiga dan uji deskripsi.
Dalam uji segitiga rasa, panelis disajikan tiga gelas larutan gula. Dua
larutan gula dibuat dengan konsentrasi yang sama dan satu larutan gula
dengan konsentrasi berbeda. Panelis diminta menentukan sampel larutan gula
yang berbeda. Pengujian diulang sebanyak enam kali. Panelis yang menjawab
benar minimal sebanyak empat kali ulangan dinyatakan lolos seleksi
pembedaan rasa manis dan dilanjutkan ke uji tekstur.
Pengujian tekstur dilakukan dengan metode uji segitiga. Panelis
disajikan tiga buah biskuit. Dua buah biskuit memiliki tekstur atau kekerasan
yang sama dan satu biskuit dengan kekerasan yang berbeda. Panelis diminta
menentukan biskuit dengan tekstur yang berbeda dari dua biskuit lainnya.
Seperti pada pengujian pembedaan rasa, pengujian ini diulang sebanyak enam
kali. Penelis yang menjawab benar pada empat kali ulangan atau lebih

dinyatakan lolos seleksi pembedaan tekstur dan dilanjutkan ke uji deskripsi
aroma.
Uji deskripsi aroma dilakukan dengan menyajikan empat buah
konsentrat flavor kepada masing-masing panelis. Panelis diminta menuliskan
deskripsi masing-masing konsentrat flavor. Panelis yang mendeskripsikan
kelimanya dengan benar (100%) dinyatakan sebagai panelis terseleksi dan
selanjutnya digunakan dalam penentuan umur simpan.
c. Penentuan Kadar Air Kritis (modifikasi Setiawan, 2005)
Penentuan kadar air kritis sampel dilakukan dengan cara menyimpan
sampel cookies pada kondisi RH 93.6% (larutan garam jenuh KNO
3
), RH
85.0% (larutan garam jenuh KCl), dan RH 76.9% (larutan garam jenuh NaCl)
pada suhu 30
o
C. Setelah empat jam, sampel disajikan kepada panelis
terseleksi. Metode penilaian yang digunakan adalah Multiple Comparison
Test. Formulir isian dapat dilihat pada Lampiran 5. Panelis diminta untuk
mengidentifikasi seberapa jauh perbedaan kerenyahan sampel dengan kontrol
dalam skala 1 9, yaitu dari amat sangat kurang renyah sampai amat sangat
lebih renyah. Sampel yang mendapat penilaian sangat kurang renyah sampai
kurang renyah (2-3) diukur kadar airnya dan dinyatakan sebagai kadar air
kritis sampel.
Sebagai pendukung, dilakukan juga pengukuran kerenyahan secara
obyektif dengan Texture Analyzer. Probe yang digunakan adalah P4. Sampel
cookies diletakkan di atas meja sampel. Dilakukan pengaturan waktu tekan
dan jarak tempuh probe. Sampel ditekan pada tiga titik yang berbeda. Hasil
pengukuran diperoleh dengan membaca angka pada bagian puncak dari grafik
yang terbentuk. Angka tersebut merupakan nilai kerenyahan cookies yang
dinyatakan dalam satuan gram force (gf).
d. Penentuan Kurva Sorpsi Isothermis (Arpah, 2001)
Preparasi larutan garam jenuh dilakukan dengan melarutkan sejumlah
garam dengan air sampai jenuh dan berlebih lalu dibiarkan selama 24 jam
pada kondisi suhu 30
o
C. Kemudian, produk cookies diletakkan pada cawan
aluminium kering kosong yang telah diketahui bobotnya dan diletakkan dalam
desikator yang berisi larutan garam jenuh MgCl
2
(32.9%), KCO
3
(44.7%),

NaNO
3
(64.9%), NaCl (76.9%), KCl (85.0%), dan KNO
3
(93.6%) (Labuza,
2001). Penyimpanan di dalam inkubator dengan suhu 30
o
C. Sampel ditimbang
bobotnya secara periodik sampai diperoleh bobot yang konstan. Sampel yang
telah mencapai bobot konstan diukur kadar airnya (kadar air kesetimbangan)
dengan metode oven dan dinyatakan dalam basis kering. Berdasarkan kadar
air kesetimbangan dan aktivitas air, dapat dibuat kurva sorpsi isothermisnya.
e. Penentuan Model Sorpsi Isothermis
Model persamaan sorpsi isothermis yang digunakan ditentukan
berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya. Model ini digunakan untuk
memperoleh kemulusan kurva yang baik. Persamaan-persamaan yang dipilih
adalah yang dapat diaplikasikan pada bahan pangan, mempunyai parameter
kurang atau sama dengan tiga, serta dapat digunakan pada jangkauan
kelembaban relatif yang lebar (0-95%) sehingga dapat mewakili ketiga daerah
pada kurva sorpsi isothermnis (Labuza, 1982). Digunakan lima model
persamaan, yaitu persamaan Hasley, Chen Clayton, Henderson, Courie, dan
Oswin (Setiawan, 2005).
f. Uji Ketepatan Model
Uji ketepatan persamaan sorpsi isothermis dilakukan dengan
menggunakan perhitungan Mean Relative Determination (MRD) (Walpole,
1990). Rumus MRD adalah sebagai berikut:

MRD =

n
1 i
Mi
Mpi - Mi
n
100


Dimana : Mi = kadar air percobaan
Mpi = kadar air hasil perhitungan
N = jumlah data
Jika nilai MRD < 5 maka model sorpsi isothermis tersebut dapat
menggambarkan keadaan yang sebenarnya atau sangat tepat. Jika 5 < MRD <
10 mka model tersebut agak tepat menggambarkan keadaan yang sebenarnya,
dan jika MRD > 10 maka model tersebut tidak tepat menggambarkan kondisi

yang sebenarnya (Isse et al., 1983). Selanjutnya, dari persamaan yang paling
tepat ditentukan nilai b (kemiringan kurva sorpsi isothermis yang diasumsikan
linier antara mi dan mc) untuk dimasukkan dalam rumus umur simpan
Labuza.
g. Penentuan Permeabilitas Kemasan (ASTM, 1980)
Metode yang digunakan adalah metode gravimetri yang telah
distandarisasi oleh ASTM E96 (1980). Kaleng pengujian dan desikan (CaCl
2
)
pertama-tama dikeringkan dalam oven 105
o
C selama satu jam, kemudian
didinginkan dalam desikator. Kemudian CaCl
2
dimasukkan ke dalam kaleng
pengujian. Bagian atas kaleng yang terbuka ditutup dengan bahan pengemas
atau film plastik yang diketahui luasnya. Kaleng tersebut disimpan dalam
desikator (RH 93.6%) dan diletakkan dalam inkubator dengan suhu konstan
(30
o
C).
Kaleng pengujian tersebut ditimbang setiap hari pada waktu yang sama
dan dicatat perubahan bobotnya. Dibuat grafik yang menghubungkan antara
bobot dengan hari dan dicari slopenya. Selanjutnya, nilai transmisi uap air
(Water Vapor Transmission Rate) dan konstanta permeabilitas kemasan (k/x)
dapat dihitung dengan rumus:
WVTR =
plastik kemasan area luas
slope

k/x =
( ) [ ] desikator RH P P
WVTR
1 2


Dimana: P2 = tekanan uap air jenuh di luar kaleng pengujian (mmHg)
P1 = tekanan uap air jenuh di dalam kaleng pengujian (mmHg)
h. Perhitungan Umur Simpan (Labuza, 1982)
Umur simpan hingga produk mencapai batas kadar air kritis dihitung
dengan menggunakan persamaan Labuza sebagai berikut:
" =

,
_

,
_

,
_

,
_

b
Po
Ws
A
x
k
Mc Me
Mi Me
ln


Dimana :
" = Waktu yang diperlukan produk dalam kemasan untuk bergerak dari
kadar air awal menuju kadar air kritis atau waktu perkiraan umur
simpan (hari)
M
e
= Kadar air kesetimbangan produk
M
i
= Kadar air awal produk
M
c
= Kadar air kritis produk

x
k
= Konstanta permeabilitas uap air kemasan (g/m
2
.hari.mmHg)
A = Luas permukaan kemasan (m
2
)
Ws = Bobot kering produk dalam kemasan (g)
Po = Tekanan uap jenuh (mmHg)
b = Kemiringan kurva sorpsi isothermik (yang diasumsikan linier antara mi
dan mc)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Karakteristik Fungsional (Sifat Kimia) Cookies Non Fortifikasi (CNF)
dan Cookies Fortifikasi (CF)
1. Nilai Proksimat, Serat Kasar, dan Energi
Hasil analisis proksimat, serat kasar, dan nilai energi dibandingkan
dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) produk biskuit (Tabel 5).
Kandungan gizi pada cookies belum sepenuhnya mampu memenuhi
persyaratan mutu SNI. Kadar gizi yang belum memenuhi standar yang
ditetapkan adalah kadar protein, kadar karbohidrat, dan kadar serat kasar.
Diperlukan formulasi yang dapat meningkatkan kandungan protein dan
karbohidrat pada cookies serta mengurangi serat kasarnya. Selain itu, dapat
juga dilakukan suplementasi gizi sehingga diperoleh komposisi gizi yang
sesuai dengan standar.
Tabel 5. Hasil Analisis Proksimat dan Nilai Energi CNF dan CF
Hasil Analisis
Parameter
CNF
*
CF
*

SNI 01-2973-1992
Kadar Air (%) 2.72
a
2.35
b
Maksimum 5
Kadar Abu (%) 1.18
a
1.31
b
Maksimum 1.5
Kadar Protein (%) 7.01
a
6.69
a
Minimum 9
Kadar Lemak (%) 20.49
a
20.54
a
Minimum 9.5
Kadar Serat Kasar (%) 2.49
a
2.02
a
Maksimum 0.5
Kadar Karbohidrat (%) 66.09
a
67.08
a
Minimum 70
Nilai Energi (kkal) 487
a
488
a
Minimum 400
* Ket.: CF = Cookies Fortifikasi, CNF = Cookies Non Fortifikasi

a,b
Nilai dalam setiap baris dengan diikuti huruf yang sama, menyatakan tidak berbeda
nyata ( = 0.05) (Paired-Samples T Test). Nilai diatas merupakan rata-rata 2 kali
ulangan @ duplo

a. Kadar Air
Kadar air produk pangan mempengaruhi penampakan, citarasa, dan
keawetannya. Kadar air cookies merupakan karakteristik kritis yang
mempengaruhi penerimaan konsumen tehadap cookies karena menentukan
tekstur (kerenyahan) cookies (Brown, 2000). Kandungan air yang tinggi
42
membuat cookies tidak renyah dan teksturnya kurang disukai. Menurut Badan
Standarisasi Nasional (1992), syarat mutu cookies berdasarkan SNI maksimal
mempunyai kadar air 5%.
Berdasarkan pengukuran kadar air dengan metode oven diketahui bahwa
kadar air rata-rata CNF adalah 2.72% dan CF sebesar 2.35% (Tabel 5). Kadar
air CNF dan CF memenuhi SNI. Rendahnya kadar air dikarenakan cookies
melalui tahap pengeringan yaitu pemanggangan dalam oven dengan kisaran
suhu 170-200
o
C (Matz dan Matz, 1978). Pemanggangan meliputi reaksi
bersama antara transfer panas dan transfer massa dimana energi panas
dipindahkan ke dalam bahan pangan melalui permukaan pemanas dan udara di
dalam oven, kemudian kandungan air (massa) dipindahkan dari bahan pangan
ke udara di sekelilingnya. Kadar air pada CF lebih rendah daripada CNF dan
berdasarkan hasil analisis paired-samples T Test diketahui bahwa kedua rata-
rata kadar air berbeda nyata ( = 0.05) (Lampiran 6). Hal tersebut dapat
terjadi karena adanya interaksi pengikatan molekul air bebas oleh fortifikan.
b. Kadar Abu
Sekitar 96% dari komposisi bahan pangan adalah bahan organik dan air,
sedangkan sisanya adalah unsur mineral. Unsur mineral dikenal sebagai zat
anorganik. Dalam proses pembakaran, bahan-bahan organik terbakar, tetapi
zat anorganiknya tidak, sehingga disebut dengan abu (Winarno, 2002). Oleh
karena pemahaman itu, kadar abu juga dapat diartikan sebagai kadar dari
komponen yang tidak mudah menguap, tetap tertinggal dalam pembakaran
dan pemijaran senyawa organik.
Rata-rata kadar abu CNF adalah 1.18%, sedangkan CF memiliki kadar
abu yang lebih tinggi, yaitu 1.31% (Tabel 5) dalam basis kering. Nilai ini telah
sesuai dengan persyaratan SNI. Berbagai bahan berkontribusi terhadap jumlah
kadar abu, diantaranya tepung terigu dengan kadar abu maksimal 0.6% (BSN,
1995) dan mineral yang difortifikasi. Hasil pengujian paired-samples T Test
terhadap nilai rata-rata kadar abu kedua cookies (Lampiran 7) menunjukkan
bahwa kedua nilai rata-rata tersebut berbeda nyata ( = 0.05). Fortifikasi
vitamin dan mineral memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar abu
cookies. Hal tersebut dikarenakan CF melibatkan fortifikasi mineral yaitu
43
besi, seng, dan iodium. Mineral tersebut berubah menjadi abu setelah cookies
dibakar dalam tanur, sehingga kadar abu CF lebih besar daripada CNF.
c. Kadar Protein
Protein merupakan senyawa yang mengandung unsur-unsur C, H, O,
dan N. Kadar protein yang diperoleh adalah kadar protein kasar karena
dihitung berdasarkan pada nitrogen yang terkandung dalam bahan
(Apriyantono et al., 1989). Protein pada cookies sebagian besar berasal dari
susu, telur, dan terigu. Umumnya, terigu yang digunakan pada pembuatan
cookies adalah terigu Kunci Biru yang merupakan terigu jenis lunak dengan
kandungan protein 8-9%.
Berdasarkan analisis kimia, diperoleh kadar protein pada CNF 7.01%
dan pada CF 6.69% (Tabel 5). Standar mutu kadar protein untuk cookies
menurut BSN (1992) adalah minimum 9%. Standar ini masih belum dapat
dipenuhi. Demikian pula target kadar protein yang ingin dicapai oleh program
PMT, yaitu 14.06% belum terpenuhi. Penggunaan pati garut mengurangi
komposisi terigu dan kandungan protein yang dikontribusikan. Formulasi
produk yang lebih tepat masih diperlukan untuk mencapai SNI tersebut.
Formulasi produk cookies ini belum menggunakan telur. Umumnya, telur
untuk melembutkan struktur cookies. Penggunaan telur dapat meningkatkan
kadar protein karena telur adalah sumber protein yang baik (Almatsier, 2002).
Hasil analisis statistik dengan paired-samples T Test pada Lampiran 8
menunjukkan bahwa fortifikasi vitamin dan mineral tidak berpengaruh nyata
pada kadar protein cookies. Hal tersebut ditunjukkan dengan hasil yang tidak
berbeda nyata ( = 0.05) antara rata-rata kadar protein CNF dengan CF. Hasil
tersebut dikarenakan fortifikasi tidak melibatkan penambahan senyawa
protein.
d. Kadar Lemak
Lemak berfungsi sebagai sumber citarasa dan memberi tekstur lembut
pada cookies. Selain itu, lemak merupakan sumber energi yang memberikan
nilai energi lebih besar daripada karbohidrat dan protein, yaitu 9 kkal per gram
(Almatsier, 2002). Berdasarkan standar mutu SNI, jumlah minimal lemak
pada cookies adalah sebesar 9.5%.
44
Pada Tabel 5 terlihat bahwa CNF dan CF memenuhi persyaratan kadar
lemak minimal berdasarkan SNI. Nilai rata-rata kadar lemak CNF adalah
20.49%, sedangkan CF sebesar 20.54%. Kadar lemak ini cukup tinggi dan
memberikan nilai kalori yang tinggi pada kedua jenis cookies. Lemak yang
ada pada cookies diantaranya berasal dari shortening nabati, mentega, dan
susu. Hasil analisis paired-samples T Test (Lampiran 9) menunjukkan bahwa
rata-rata kadar lemak CNF dan CF tidak berbeda nyata ( = 0.05). Hal itu
menunjukkan bahwa fortifikasi tidak berpengaruh nyata terhadap kadar lemak
CNF dan CF. Fortifikasi hanya melibatkan beberapa vitamin dan mineral
tanpa penambahan lemak.
e. Kadar Karbohidrat
Karbohidrat adalah sumber energi utama bagi manusia dan hewan serta
harganya relatif murah. Di negara-negara sedang berkembang, kurang lebih
80% energi makanan berasal dari karbohidrat (Almatsier, 2002). Komponen
karbohidrat yang banyak pada produk pangan adalah pati, gula, pektin, dan
selulosa. Karbohidrat juga berperan dalam pembentukan karakteristik produk
pangan.
Hasil perhitungan memberikan hasil yang berbeda antara kadar
karbohidrat CNF dan CF, yaitu 66.09% dan 67.08% (Tabel 5). Namun,
berdasarkan pengujian statistik dengan paired-samples T Test yang terlihat
pada Lampiran 10, diketahui bahwa kedua nilai rata-rata tersebut tidak
berbeda nyata ( = 0.05). Oleh karena itu, dikatakan bahwa fortifikasi yang
dilakukan tidak berpengaruh nyata terhadap kadar karbohidrat. Nilai
karbohidrat tersebut berada di bawah nilai yang dipersyaratkan oleh SNI,
yaitu minimum 70%. Perubahan komposisi formula dengan meningkatkan
penggunaan tepung-tepungan ataupun bahan makanan lain yang kaya
karbohidrat dapat meningkatkan kadar karbohidrat cookies.
f. Kadar Serat Kasar
Serat adalah karbohidrat kompleks dalam bahan pangan yang tidak
dapat dicerna oleh enzim-enzim pencernaan manusia, sehingga dapat
mencapai usus besar dan dicerna oleh bakteri probiotik (Winarno, 2002). Serat
kasar adalah bagian pangan yang tidak dapat dihidrolisis oleh bahan-bahan
45
kimia yang digunakan dalam penentuan kadar serat kasar, yaitu H
2
SO
4
dan
NaOH. Menurut Scala (1975) dalam Winarno (2002) kira-kira hanya sekitar
seperlima sampai setengah dari seluruh serat kasar yang benar-benar berfungsi
sebagai dietary fiber. Sumber serat kasar yang terdapat pada cookies ini dapat
berasal dari tepung terigu dan pati garut.
Pada Tabel 5 terlihat rata-rata hasil analisis kadar serat kasar CNF
adalah 2.49% sedangkan CF sebesar 2.02%. Nilai tersebut melebihi
persyaratan mutu SNI, yaitu maksimum 0.5%. Namun, hal tersebut tidak
menjadi masalah mengingat manfaat konsumsi serat untuk kesehatan. Selain
itu, produk cookies ini bukan makanan bayi yang tidak menghendaki kadar
serat kasar yang tinggi. Analisis statistik dengan paired-samples T Test
(Lampiran 11) menunjukkan bahwa kedua rata-rata kadar serat kasar tidak
berbeda nyata ( = 0.05), sehingga fortifikasi tidak berpengaruh nyata
terhadap kadar serat kasar. Hal tersebut dikarenakan fortifikasi tidak
melibatkan penambahan serat kasar.
g. Nilai Energi
Nilai energi makanan dapat diperoleh dari konversi protein, lemak, dan
karbohidrat menjadi energi. Satuan energi dinyatakan dalam unit panas atau
kilokalori (kkal). Sumber energi terbesar adalah lemak yang menghasilkan 9
kkal energi per gram, sedangkan karbohirat dan protein menghasilkan energi
sebesar 4 kkal per gram (Almatsier, 2002). Pada CNF dan CF, komponen gizi
yang memberikan nilai energi terbesar adalah karbohidrat dan lemak yang
kandungannya cukup tinggi.
Hasil perhitungan menunjukkan rata-rata nilai energi CNF 487 kkal dan
CF sebesar 488 kkal (Tabel 5). Analisis statistik dengan paired-samples T Test
menunjukkan bahwa rata-rata kedua nilai energi tidak berbeda nyata ( =
0.05) (Lampiran 12), sehingga fortifikasi tidak berpengaruh nyata pada nilai
energi. Hal tersebut disebabkan perhitungan nilai energi tidak melibatkan
kadar vitamin dan mineral.
Berdasarkan SNI, standar nilai minimum energi cookies adalah 400 kkal
per 100 gram. Nilai energi di atas sudah sesuai dengan SNI. Namun, belum
memenuhi target energi yang ingin dicapai program PMT, yaitu 562.5 kkal
46
per 100 gram. Salah satu penyebabnya adalah kadar protein yang masih jauh
dari target program PMT karena protein termasuk faktor yang berkontribusi
dalam perhitungan nilai energi. Formula produk cookies masih perlu ditinjau
ulang apabila target energi tersebut ingin dipenuhi.
2. Kadar Fortifikan
Fortifikan cookies telah dipersiapkan dalam bentuk premix kering.
Penambahan premix dilakukan dengan melarutkan pada air pembentuk
adonan. Informasi bentuk mikronutrien dan titik penambahan diperoleh dari
industri mitra dan sesuai dengan teori yang berlaku untuk bahan pangan yang
dipanggang (Bauernfeind dan Brooke, 1973 yang dikutip oleh Lotfi dan Merx,
1996).
Hasil analisis kadar CF dibandingkan dengan jumlah penambahan
fortifikan yang disampaikan program PMT ibu hamil kepada industri mitra,
yaitu berdasarkan Sayuti (2002); dan juga dengan jumlah penambahan yang
diinformasikan langsung oleh industri mitra. Rata-rata rendemen cookies garut
adalah 82.5% (komunikasi dengan industri mitra). Penambahan fortifikan
yang dilakukan industri mitra tidak jauh berbeda dengan Sayuti (2002),
kecuali pada besi. Perhitungan penambahan fortifikan industri mitra disajikan
pada Lampiran 13. Hasil analisis CNF, CF, dan persentase kehilangan kadar
CF disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6. Hasil Analisis Fortifikan CNF, CF, dan Persentase Kehilangan Kadar CF
Jenis
Fortifikan
Kadar
CNF
Kadar
CF
Penambahan
Fortifikan
(Sayuti,
2002)
Persentase
Kehilangan
CF (%)
Penambahan
Fortifikan
(industri
mitra)
Persentase
Kehilangan
CF (%)
Vitamin A 114.02 RE 314.33 RE 1176 RE 73.27
(tidak dapat
dikonversi)
-
Asam Folat 23.41 g 66.72 g 1100 g 93.93 1100 g 93.93
Vitamin C 1.02 mg 46.39 mg 96 mg 51.68 97 mg 52.18
Besi (Fe) 4.41 mg 15.04 mg 43.4 mg 65.35 30 mg 49.87
Seng (Zn) 1.71 mg 11.17 mg 18.1 mg 38.29 18.22 mg 38.69
Iodium (I) 20.86 g 36.79 g 237 g 84.48 237 g 84.48
47
a. Kadar Vitamin A
Kadar vitamin A per 100 gram CNF adalah sebesar 114.02 RE,
sedangkan per 100 gram CF sebesar 314.33 RE. Sumber vitamin A adalah
hati, telur, susu (di dalam lemaknya), dan mentega (Almatsier, 2002). Kadar
vitamin A CNF dapat berasal dari penggunaan susu, mentega, dan shortening
nabati dalam pembuatan cookies. Lotfi dan Merx (1996) menyatakan bahwa
shortening nabati dapat mengalami fortifikasi dengan vitamin A dan setelah
mengalami pemanggangan terdapat retensi 80-100%.
Bentuk vitamin A yang difortifikasikan kemungkinan besar telah
dikonversi menjadi serbuk vitamin A palmitat sehingga dapat disatukan dalam
premix mikronutrien. Data dari industri mitra tidak dapat dikonversi menjadi
RE karena diberikan dalam satuan gram serbuk vitamin A, sedangkan
kehilangan vitamin A yang dibandingkan dengan Sayuti (2002) sangat besar
yaitu 73.27%. Hasil tersebut tidak sesuai dengan Manley (2001) yang
menyatakan rata-rata kehilangan vitamin A pada biskuit adalah 18%. Proses
panas, paparan cahaya, dan oksigen dapat menyebabkan kehilangan vitamin
ini. CF mengalami proses panas dan terpapar oksigen selama pemanggangan.
Suhu pemanggangan yang umum digunakan cukup tinggi, yaitu 170-200
o
C.
Lotfi dan Merx (1996) menyatakan kehilangan sebesar 42% pada minyak dan
50% pada margarin yang mengalami proses panas.
Sifat oksidatif dari mineral besi pada CNF dapat berkontribusi terhadap
besarnya kehilangan tersebut (Bailey dalam Bauernfeind dan Lachance,
1991). Kehilangan selama penyimpanan diantisipasi oleh jenis kemasan CF,
dimana metalized plastic CPP bersifat tidak meneruskan cahaya dan
menghambat masuknya oksigen.
b. Kadar Asam Folat
Dalam 100 g cookies, hasil analisis asam folat memberikan kadar CNF
sebesar 23.41 g dan CF sebesar 66.72 g. Asam folat terutama terdapat
dalam sayuran hijau, hati, daging, kacang-kacangan, dan jeruk (Almatsier,
2002). Oleh karena itu, kandungan asam folat pada tepung terigu yang
digunakan dalam pembuatan cookies menjadi kontributor utama kadar asam
48
folat CNF. Tepung terigu wajib difortifikasi asam folat minimal 2 ppm (BSN,
1995).
Stabilitas vitamin larut air seperti asam folat merupakan suatu masalah
dalam cookies yang mengalami proses pengolahan panas (pemanggangan).
Berdasarkan hasil perhitungan, kehilangan asam folat CF sangat besar
(93.93%) dan sangat jauh menyimpang dari teori Manley (2001) yaitu hanya
sebesar 7%. Namun, diperkirakan kehilangan 7% tersebut terjadi karena asam
folat telah dienkapsulasi. Almatsier (2002) menyatakan bahwa sebanyak 50-
95% folat (alami) bisa hilang karena pemasakan dan pengolahan bahan
pangan alami. Namun, jumlah kehilangan 93.93% terlalu besar untuk asam
folat sintetis yang difortifikasikan pada bahan pangan.
Kristal asam folat dapat terdegradasi oleh cahaya dan radiasi ultraviolet
(Bailey dalam Bauernfeind dan Lachance, 1991). Hal tersebut dapat
berkontribusi terhadap kehilangan asam folat apabila kondisi ruang produksi
CF banyak memaparkan cahaya, karena kehilangan selama penyimpanan telah
diantisipasi oleh kemasan metalized plastic CPP yang bersifat tidak
meneruskan cahaya.
c. Kadar Vitamin C
Kadar vitamin C (asam askorbat) CNF adalah 1.02mg/100g. Nilai
tersebut mencerminkan bahan baku CNF yang hanya sedikit sekali atau
bahkan sama sekali tidak mengandung vitamin C. Menurut Almatsier (2002),
vitamin C umumnya hanya terdapat di dalam pangan nabati, yaitu sayur dan
buah (terutama yang asam).
Selanjutnya, dalam 100 g CF terdapat 46.39 mg vitamin C. Fortifikasi
vitamin C dilakukan dengan penambahan kristal asam askorbat yang telah
digabungkan dalam premix mikronutrien. Kristal asam askorbat sangat rentan
terhadap oksidasi, terutama jika dipicu oleh panas, alkali, ataupun tembaga
dan besi yang terlarut (Bailey dalam Bauernfeind dan Lachance, 1991).
Kehilangan kadar vitamin C adalah 51.68% (perbandingan dengan Sayuti
(2002) dan 52.18% (perbandingan dengan penambahan industri mitra), kedua
nilai tersebut tidak jauh berbeda dengan teori Manley (2001) yaitu 60%.
Kehilangan terutama terjadi selama proses pemanggangan CF.
49
Fortifikasi vitamin C sangat bermanfaat; yaitu untuk meningkatkan
asupan vitamin C, sebagai antioksidan yang membantu melindungi vitamin A,
dan meningkatkan penyerapan besi. Keberadaan vitamin C sebagai agen
pereduksi mampu meningkatkan bioavailibilitas besi. Pemilihan kombinasi
fortifikan sejalan dengan Bailey dalam Bauernfeind dan Lachance (1991),
yang menyatakan pangan yang mengandung vitamin C merupakan tempat
yang logis untuk melakukan fortifikasi besi ataupun mineral lainnya.
d. Kadar Besi
Kadar besi per 100 g cookies adalah 4.41 mg untuk CNF dan 15.04 mg
untuk CF. Rendahnya kadar besi CNF dikarenakan tidak melibatkan
fortifikasi zat besi dan bahan pangan sumber besi tidak termasuk dalam bahan
baku cookies. Sumber baik besi antara lain adalah daging, ayam, ikan, telur,
dan beberapa sayuran hijau (Almatsier, 2002). Kontributor utama kandungan
besi adalah dari tepung terigu yang menurut BSN (1995) wajib difortifikasi
besi minimal 50 ppm.
Jenis besi yang digunakan sebagai fortifikan CF adalah besi elemental.
Pemilihan tersebut sesuai dengan pendapat Clydesdale dalam Bauernfeind dan
Lachance (1991) bahwa sangatlah bijak untuk menggunakan besi elemental
apabila bahan pangan bersifat kering dan akan mengalami penyimpanan
karena bersifat lebih inert daripada garam besi. Bioavailibilitas besi elemental
lebih kecil daripada fero sulfat, tetapi menurut Lotfi dan Merx (1996),
penyerapan besi dapat meningkat sebanyak enam kali dengan keberadaan
vitamin C.
Jumlah penambahan besi oleh industri mitra (30mg/100g) masih
dibawah Sayuti (2002) (43.4mg/100g). Kehilangan besi yang terjadi adalah
sebesar 65.35% jika dibandingkan dengan penambahan Sayuti (2002) dan
sebesar 49.87% jika dibandingkan dengan data penambahan industri mitra.
Kedua hasil perhitungan tersebut tidak sesuai dengan Manley (2001) yang
menyatakan bahwa biskuit yang difortifikasi tidak banyak kehilangan mineral.
Namun, Ranhotra et al. dalam Bauernfeind dan Lachance (1991) menyatakan
bahwa dapat terjadi kehilangan besi sebanyak 0-20% pada produk pasta yang
mengalami pemasakan. Walau demikian, kehilangan besi (Tabel 6) masih
50
terlalu besar dan melebihi persentase kehilangan vitamin C (sekitar 50%) yang
dikenal rentan pemanasan. Oleh karena itu, besarnya kehilangan diperkirakan
karena ada interaksi tertentu antara besi dengan fortifikan lainnya selama
penyimpanan.
e. Kadar Seng
Hasil analisis memberikan hasil kadar seng CNF 1.71mg/100g dan CF
sebesar 11.17mg/100g. Makanan sumber seng adalah daging, hati, kerang,
telur, dan kacang-kacangan (Almatsier, 2002). Oleh karena itu, kandungan
seng pada tepung terigu yang digunakan dalam pembuatan cookies menjadi
kontributor utama kadar seng CNF. Menurut BSN (1995), syarat minimal
fortifikasi seng pada tepung terigu adalah 30 ppm.
Persentase kehilangan seng adalah 38.29% dan 38.69%. Ranhotra et al.
dalam Bauernfeind dan Lachance (1991) menyatakan bahwa dapat terjadi
kehilangan seng sebanyak 0-20% pada produk pasta yang mengalami
pemasakan. Kehilangan seng pada CF dapat terjadi karena proses
pemanggangan cookies. Selain itu, kehilangan lainnya mungkin terjadi selama
distribusi ataupun penyimpanan. Produk CF melibatkan fortifikasi zat gizi
lainnya, dimungkinkan terjadi interaksi antara seng dengan fortifikan lain
yang belum diketahui mekanismenya.
f. Kadar Iodium
Diantara fortifikan lainnya, selisih CNF dan CF untuk kadar iodium
adalah yang paling kecil. Kadar iodium CNF adalah 20.86g/100g dan CF
sebesar 36.79g/100g. Ikan, udang, kerang, ganggang laut, dan garam dapur
merupakan sumber iodium yang baik (Almatsier, 2002). Diperkirakan
kandungan iodium pada CNF adalah kontribusi dari garam yang terdapat pada
shortening nabati dan mentega.
Fortifikan iodium yang biasa digunakan adalah kalium iodida (KI) dan
kalium iodat (KIO
3
). Senyawa KIO
3
lebih stabil dibandingkan KI. KIO
3
lebih
resisten terhadap oksidasi sehingga tidak membutuhkan penstabil seperti
layaknya KI (Lotfi dan Merx, 1996). Namun, persentase kehilangan iodium
pada CF cukup besar, yaitu 84.48%. Kehilangan dapat terjadi karena
terekspos panas tinggi saat pemanggangan karena menurut Lotfi dan Merx
51
(1996), iodium cenderung mengalami vaporisasi saat terekspos panas tinggi
selama proses. Selain itu, iodium juga berpotensi untuk tereduksi atau
teroksidasi menjadi elemental iod (I
2
). Iod elemental dapat dengan cepat
mengalami sublimasi dan kemudian berdifusi ke atmosfer. Hal tersebut dipicu
juga oleh kondisi yang lembab, paparan cahaya, dan panas.
Stabilitas vitamin larut air adalah suatu masalah dalam makanan yang
mengalami proses pengolahan panas. Satu hal yang biasa dilakukan untuk
mengatasai hal tersebut adalah menyemprotkan bentuk terlarut atau emulsi
dari vitamin setelah perlakuan panas. Namun, penyebaran fortifikan akan
lebih merata apabila ditambahkan pada saat pengadukan adonan. Suatu cara
untuk mengatasi interaksi yang mungkin terjadi antara senyawa-senyawa
fortifikan adalah dengan enkapsulai, tetapi hal tersebut akan banyak
meningkatkan biaya produksi.
3. Kontribusi Zat Gizi Cookies Terhadap Kebutuhan Gizi Tambahan Ibu
Hamil
Ada tiga jenis produk pangan yang dijadikan makanan tambahan dalam
program PMT SEAFAST Center IPB, yaitu cookies, bihun instan, dan susu
bubuk. Konsumsi makanan tambahan adalah diantara ketiga waktu makan
utama, yaitu diantara sarapan dan makan siang serta diantara makan siang dan
makan malam. Kombinasi produk yang didistribusikan adalah susu dan
cookies atau susu dan bihun. Satu jenis kombinasi diberikan selama satu
minggu (7 hari). Distribusi makanan tambahan dilakukan selama 6 bulan.
Susu dan cookies divariasikan lagi berdasarkan perisanya, yaitu: susu
katuk dan cookies coklat, susu vanila dan cookies keju, serta susu coklat dan
cookies susu. Kombinasi dan variasi tersebut bertujuan supaya para ibu hamil
tidak bosan mengkonsumsi. Motivasi untuk mengkonsumsi makanan
tambahan sangat penting agar peningkatan status gizi ibu hamil dapat tercapai.
Satu kali konsumsi cookies adalah sebanyak 4 keping, sehingga dalam
satu hari ibu hamil akan mengkonsumsi cookies sebanyak 8 keping (t 56
gram). Konsumsi makanan tambahan dalam program PMT bertujuan untuk
memenuhi selisih kebutuhan Angka Kecukupan Gizi (AKG) ibu hamil dan ibu
non hamil. Angka Kecukupan Gizi (AKG) merupakan taraf konsumsi zat-zat
52
gizi esensial, yang berdasarkan pengetahuan ilmiah dinilai cukup untuk
memenuhi kebutuhan hampir semua orang sehat (Almatsier, 2002). Penentuan
pemenuhan gizi yang dilakukan pada penelitian ini difokuskan energi, protein,
vitamin A, asam folat, vitamin C, mineral besi, seng, dan iodium. Kontribusi
konsumsi cookies dan cookies + susu per hari terhadap pemenuhan AKG ibu
hamil dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Kontribusi Zat Gizi Cookies dan Cookies + Susu terhadap Pemenuhan
Kebutuhan Gizi Tambahan Ibu Hamil per Hari

Zat Gizi
Kontribusi
Konsumsi
CNF (56 g)
Kontribusi
Konsumsi CF
(56 g)
Kontribusi
Konsumsi CNF
(56 g)+SNF(50g)
Kontribusi
Konsumsi CF
(56 g) + SF (50g)
Kebutuhan
Gizi Tambahan
Ibu Hamil*
Energi 273 kkal 273 kkal 478 kkal 473 kkal 300 kkal
Protein 3.93 g 3.75 g 11.57 g 11.07 g 17 g
Vitamin A 63.85 RE 176.02 RE 141.20 RE 388.83 RE 300 RE
Asam Folat 13.11 g 37.36 g 27.90 g 61.64 g 200 g
Vitamin C 0.57 mg 25.98 mg 36.48 mg 89.58 mg 10 mg
Besi 2.47 mg 8.42 mg 3.20 mg 19.57 mg 13 mg
Seng 0.96 mg 6.26 mg 1.93 mg 7.91 mg 9.8 mg
Iodium 11.68 g 20.60 g 23.86 g 49.80 g 50 g
*AKG Ibu Hamil AKG Ibu Non Hamil (usia ibu hamil adalah 19-29 tahun)
SNF = Susu Non Fortifikasi
SF = Susu Fortifikasi
Dalam analisis ini diasumsikan para ibu hamil mengkonsumsi makanan
utama (tiga kali sehari) yang sudah memenuhi AKG ibu non hamil. Namun,
kenyataan di lapangan adalah masih banyak ibu hamil target program PMT
yang konsumsi hariannya belum memenuhi AKG ibu non hamil. Hal tersebut
dapat disebabkan oleh kelemahan kondisi ekonomi dan pengetahuan gizi.
Oleh karena itu, dalam program PMT ini juga diberikan penyuluhan gizi agar
para ibu hamil dapat menyusun menu makanan utama yang dapat memenuhi
AKG ibu non hamil.
Kontribusi pemenuhan selisih kebutuhan dari konsumsi cookies hanya
dianalisis berdasarkan jumlah kandungan gizi dan tidak berdasarkan daya
cerna dan daya serap ibu hamil. Sebagai acuan digunakan Angka Kecukupan
53
Gizi (AKG) Ibu Hamil dari Widyakarya Pangan dan Gizi tahun 2004 (LIPI,
2004).
Hasil perhitungan kecukupan zat gizi menunjukkan bahwa konsumsi 8
keping (t 56 gram) CNF dan CF sudah mendekati pemenuhan kebutuhan
tambahan energi ibu hamil. Nilai energi cookies cukup besar karena besarnya
kontribusi dari lemak. Selanjutnya, terlihat bahwa kontribusi protein masih
jauh dari kebutuhan tambahan protein ibu hamil. Kontribusi CF lebih besar
daripada CNF untuk pemenuhan kebutuhan tambahan vitamin dan mineral.
Kecuali vitamin C, kontribusi CNF dan CF masih dibawah target kebutuhan
ibu hamil. Kelebihan kontribusi vitamin C oleh CF (25.98 mg/hari) tidak
menjadi masalah karena akan dikeluarkan melalui urin. Bahkan suplemen
vitamin C dosis tinggi sekalipun rendah terhadap risiko batu oksalat, akan
tetapi hal tersebut dapat menjadi berarti pada seseorang yang memiliki
kecenderungan pembentukan batu ginjal (Almatsier, 2002).
Konsumsi t 56 gram cookies per hari memang belum mencukupi
kebutuhan gizi tambahan ibu hamil. Namun, kekurangan tersebut diharapkan
terpenuhi dari konsumsi susu. Jumlah susu yang dikonsumsi dalam sehari
adalah 2 x 25 gram, yaitu 50 gram. Terlihat pada Tabel 7 bahwa kontribusi
energi dan vitamin C dari cookies dan susu (fortifikasi dan non fortifikasi)
dalam sehari sudah melampaui kebutuhan tambahan ibu hamil. Kelebihan
energi tersebut dapat membantu para ibu hamil target program PMT yang
konsumsi energi dan vitamin C hariannya belum memenuhi AKG ibu non
hamil. Konsumsi susu telah banyak meningkatkan kontribusi protein, pada
paket CNF dari 3.93 g/hari menjadi 11.57 g/hari dan pada paket CF dari 3.75
g/hari menjadi 11.07 g/hari. Namun, masih di bawah target kebutuhan ibu
hamil, yaitu 17 g/hari. Kekurangan protein ini memberikan input untuk
perbaikan formula cookies dan susu sehingga meningkatan kandungan
proteinnya.
Kontribusi vitamin A dari paket cookies dan susu fortifikasi (388.83 RE)
sedikit melampaui kebutuhan tambahan vitamin A ibu hamil (300 RE).
Namun, total konsumsi vitamin A sebanyak 888.83 RE dalam sehari masih
jauh dari dosis minimal yang dapat memberikan efek toksik yaitu 3030.30
54
3636.36 RE/hari (Bailey dalam Bauernfeind dan Lachance, 1991). Kontribusi
asam folat masih sangat jauh dari pemenuhan kebutuhan tambahan ibu hamil.
Apabila ingin memenuhi kebutuhan 200 g, seharusnya jumlah awal
penambahan asam folat pada cookies (dengan memperhitungkan kehilangan
93.93%) adalah sekitar 4.7 kali lebih banyak dari 1100 g (atau sebesar 5170
g asam folat). Mengingat pentingnya asam folat untuk mencegah berbagai
macam kecacatan bayi saat dilahirkan, kekurangan tersebut juga dapat ditutupi
dengan konsumsi suplemen asam folat selama kehamilan. Setelah ditambah
dengan asupan susu, sumbangan vitamin C menjadi sangat tinggi (36.48
mg/hari dan 89.58 g/hari) dan jauh melebihi kebutuhan tambahan ibu hamil
(10 mg/hari). Pengurangan jumlah fortifikan asam askorbat dapat
dipertimbangkan untuk mencegah konsumsi secara berlebihan setiap hari.
Kontribusi besi dari paket fortifikasi (19.57 mg/hari) terlihat melebihi
kebutuhan tambahan besi ibu hamil yang hanya 13 mg. Namun, kelebihan
tersebut akan bermanfaat mengingat sumber besi yang baik adalah makanan
hewani yang jarang dikonsumsi oleh ibu hamil yang berekonomi lemah.
Kontribusi seng dari paket fortifikasi (7.91 mg/hari) masih belum cukup untuk
memenuhi kebutuhan tambahan ibu hamil sebesar 9.8 mg/hari, maka
diperlukan penambahan jumlah fortifikasi seng pada CNF. Kebutuhan
tambahan iodium dapat dikatakan terpenuhi oleh paket cookies dan susu
fortifikasi.
Penyerapan vitamin dan mineral di atas dapat terhambat apabila waktu
konsumsinya berdekatan atau bahkan bersamaan dengan makanan yang
mengandung zat-zat yang dapat menghambat penyerapan. Misalnya konsumsi
cookies bersama dengan teh, atau konsumsi susu bersama dengan kacang-
kacangan dan singkong yang masih mengandung tiosianat. Tanin (teh), fitat
(kacang-kacangan dan serealia) telah diketahui dapat menghambat penyerapan
besi nonhaem; goitrogen seperti tioglikosida dapat menghambat asupan
iodium ke kelenjar tiroid (Lotfi dan Merx, 1996).
4. Informasi Nilai Gizi CNF dan CF
Undang-Undang Nomor 7 tahun 1996 tentang pangan, pasal 30 ayat 1
menyatakan bahwa setiap orang yang memproduksi atau memasukkan ke
55
dalam wilayah Indonesia pangan yang dikemas untuk diperdagangkan wajib
mencantumkan label pada, di dalam, dan atau di kemasan pangan. Pada ayat 2
disebutkan bahwa label tersebut sekurang-kurangnya memuat keterangan
nama produk, daftar bahan yang digunakan, berat bersih, nama dan alamat
produsen, keterangan halal, serta tanggal, bulan, dan tahun kadaluwarsa. Label
produk cookies garut yang digunakan pada program Pemberian Makanan
Tambahan (PMT) ini hanya mencantumkan nama produk dan nama produsen.
Namun, hal tersebut tidak melanggar undang-undang karena selama ini
produk tersebut tidak diperdagangkan melainkan didistribusikan secara gratis
kepada para ibu hamil yang menjadi target program PMT. Apabila produk
cookies tersebut akan diperdagangkan, label pangannya perlu dilengkapi.
Selanjutnya, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 69 tahun
1999 tentang Label dan Iklan Pangan, pada pasal 32 menyatakan bahwa
pencantuman keterangan tentang kandungan gizi pangan pada label wajib
dilakukan bagi pangan yang disertai pernyataan bahwa pangan mengandung
vitamin, mineral, dan atau zat gizi lainnya yang ditambahkan. Produk CNF
dan CF masih dikemas tanpa adanya informasi nilai gizi. Setelah dilakukan
analisis dengan metode yang sesuai, perbandingan informasi nilai gizi dari
produk CNF dan CF disajikan pada Tabel 8.
Tabel 8. Informasi Nilai Gizi CNF dan CF

INFORMASI NILAI GIZI
CNF CF
Takaran saji 4 cookies
Jumlah sajian per kemasan
28 g
4
Takaran saji 4 cookies
Jumlah sajian per kemasan
28 g
4
Jumlah Per Saji
Energi Total 136 kkal
Karbohidrat 18.50 g
Lemak 5.74 g
Protein 1.96 g
Vitamin A 31.93 RE
Asam Folat 6.56 mcg
Vitamin C 0.29 mg
Besi 1.24 mg
Seng 0.48 mg
Iodium 5.84 mcg
AKG
6.18%
5.61%
9.49%
2.93%
3.99%
1.09%
0.34%
3.18%
2.51%
2.92%
Jumlah Per Saji
Energi Total 137 kkal
Karbohidrat 18.78 g
Lemak 5.75 g
Protein 1.87 g
Vitamin A 88.01 RE
Asam Folat 18.68 mcg
Vitamin C 12.99 mg
Besi 4.21 mg
Seng 3.13 mg
Iodium 10.30 mcg
AKG
6.23%
5.69%
9.50%
2.79%
11.00%
3.11%
15.28%
10.80%
16.39%
5.15%
Persen AKG berdasarkan kebutuhan energi ibu hamil 2200 kkal. Kebutuhan energi
Anda mungkin lebih tinggi atau lebih rendah.
56
Pasal 21 pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 69
tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan menyatakan bahwa pencantuman
pernyataaan pada Label bahwa pangan telah ditambah, diperkaya, atau
difortifikasi dengan vitamin dan mineral, atau penambahan gizi lain tidak
dilarang, sepanjang hal tersebut benar dilakukan pada saat pengolahan pangan
tersebut, dan tidak menyesatkan. Oleh karena itu, produk CNF yang
digunakan pada program PMT untuk ibu hamil dapat mencantumkan
pernyataan difortifikasi vitamin A, vitamin C, asam folat, besi, seng, dan
iodium.
Pencantuman pernyataan pada label bahwa pangan merupakan sumber
suatu zat gizi tidak dilarang sepanjang jumlah zat gizi dalam pangan tersebut
sekurang-kurangnya 10-19% dari jumlah kecukupan zat gizi sehari yang
dianjurkan dalam satu takaran saji bagi pangan tersebut (LIPI, 2004).
Berdasarkan informasi nilai gizi pada Gambar 6, CF dapat mencantumkan
pernyataan merupakan sumber vitamin A, vitamin C, besi, dan seng.

B. Karakteristik Organoleptik CNF dan CF
1. Preferensi CNF dan CF
Terdapat perbedaan jumlah preferensi antara CNF dan CF, yaitu 18
panelis lebih memilih CNF daripada CF dan 12 panelis lebih memilih CF
daripada CNF (Tabel 9).
Tabel 9. Hasil Uji Preferensi CNF dan CF
Jenis Cookies Cookies Non Fortifikasi Cookies Fortifikasi
Jumlah preferensi 18 12

Pada tabel Jumlah Minimum Penilaian yang Diperlukan untuk Menyatakan
Signifikansi pada Dua Level Probabilitas untuk Uji Preferensi Berpasangan
(Two-Tailed, P = ) (Lawless dan Heymann, 1999) (Lampiran 2) terlihat
bahwa pada level probabilitas 0.05 dengan jumlah panelis sebanyak 30 orang,
tolak asumsi tidak ada preferensi yang signifikan jika jumlah preferensi
pada salah satu 21.
57
Hasil pengujian memberikan jumlah preferensi 18 dan 12 yang
keduanya lebih kecil daripada 21, sehingga pada = 0.05 disimpulkan tidak
ada preferensi yang signifikan pada salah satu sampel cookies. Berdasarkan
hasil pengujian terhadap 30 panelis diketahui bahwa fortifikasi vitamin dan
mineral pada cookies tidak menyebabkan perbedaan atau penyimpangan
karakteristik organoleptik (keseluruhan) yang nyata apabila dibandingkan
dengan cookies yang tidak mengalami fortifikasi.
2. Perbedaan CNF dan CF
Perbedaan CNF dan CF dinilai secara keseluruhan dan tidak per atribut.
Berdasarkan hasil uji segitiga yang dilakukan terhadap CNF dan CF diperoleh
13 orang menjawab dengan benar. Berdasarkan tabel Jumlah Minimal dari
Jawaban Benar dalam Uji Segitiga yang disajikan pada Lampiran 3, dengan
jumlah panelis sebanyak 30 dan nilai probabilitas 0.05 maka jumlah minimal
jawaban benar adalah 15. Oleh karena itu, kesimpulan yang diambil adalah
tidak ada perbedaan antara CNF dan CF pada = 0.05. Kesimpulan ini
memperkuat kesimpulan yang diambil berdasarkan uji preferensi, dimana
fortifikasi vitamin dan mineral tidak menyebabkan perbedaan karakteristik
organoleptik yang nyata antara CNF dan CF.
3. Hedonik CNF dan CF
Hasil uji hedonik dapat dilihat pada Gambar 6. Rekapitulasi data hasil
penilaian hedonik per atribut cookies disajikan pada Lampiran 14 sampai
Lampiran 16. Penggunaan skala membuat uji hedonik secara tidak langsung
dapat digunakan untuk mengetahui perbedaan (Soekarto, 1985).














Gambar 6. Hasil Uji Hedonik Per Atribut CNF dan CF
3.9
a
3.4
a
3.4
a
3.5
a
3.4
a
3.8
a
1
2
3
4
5
Warna Tekstur Rasa
Atribut
R
a
t
a
-
r
a
t
a

S
k
o
r

O
r
g
a
n
o
l
e
p
t
i
k
CNF CF
58
a. Warna
Warna merupakan kesan pertama yang diperoleh konsumen dari produk
pangan. Menurut Meilgaard et al. (1999), warna merupakan atribut
penampilan pada produk pangan yang sering menentukan tingkat penerimaan
konsumen terhadap produk tersebut secara keseluruhan.
Warna cookies dipengaruhi oleh bahan-bahan yang digunakan dalam
pembuatan cookies terutama oleh lemak, gula, dan telur. Secara visual, warna
cookies yang teramati adalah kuning kecoklatan untuk cookies dengan perisa
susu dan keju; dan coklat gelap untuk cookies perisa coklat. Warna kecoklatan
terbentuk karena reaksi Maillard, yaitu reaksi yang terjadi antara gula
pereduksi dengan asam amino yang terjadi pada saat pemanggangan, juga
karamelisasi gula sederhana (Winarno, 1997). Semakin lama pemanggangan
warna produk akan semakin coklat. Menurut Bauernfeind dan Lachance
(1991), warna dapat berubah karena penambahan mineral. Hal tersebut dapat
disebabkan oleh kereaktifan jenis fortifikan ataupun jumlah penambahan
fortifikan.
Berdasarkan uji hedonik, skor rata-rata kesukaan panelis terhadap warna
CNF dan CF adalah 3.4 (Gambar 6) yaitu dalam kisaran netral sampai suka.
Pada kedua cookies, frekuensi netral lebih besar daripada suka.
Berdasarkan analisis statistik dengan uji Paired-Samples T Test (Lampiran 17)
diketahui bahwa perlakuan fortifikasi vitamin dan mineral tidak menyebabkan
perbedaan nyata pada skor kesukaan atribut warna CNF dan CF dengan nilai
signifikansi 0.583 ( = 0.05).
Secara visual, CNF dan CF memang tidak memiliki perbedaan warna.
Sebagai contoh, untuk cookies dengan perisa keju, keduanya sama-sama
berwarna kuning kecoklatan. Sedangkan untuk cookies dengan perisa coklat,
keduanya sama-sama berwarna coklat gelap. Hal tersebut didukung dengan
penggunaan fortifikan dengan jenis dan jumlah yang tepat. Penggunaan besi
elemental dan kalium iodat telah diketahui tidak menyebabkan perubahan
warna dari pangan yang difortifikasi. Sebaliknya, penggunaan fero sulfat
dapat teroksidasi membentuk feri oksida yang berwarna (Lotfi dan Merx,
1996).
59
b. Tekstur
Tekstur merupakan parameter kritis pada penampakan, flavor, dan
penerimaan keseluruhan dari produk bakery. Pada cookies, tekstur merupakan
atribut produk yang penting karena cookies biasanya dinilai dari teksturnya.
Tekstur cookies meliputi kerenyahan, kemudahan untuk dipatahkan, dan
konsistensi pada gigitan pertamanya (Fellows, 2000).
Skor rata-rata kesukaan panelis terhadap tekstur CNF dan CF berturut-
turut adalah 3.4 dan 3.5(Gambar 6) yaitu dalam kisaran netral sampai suka.
Frekuensi netral lebih besar daripada suka. Berdasarkan hasil uji statistik
dengan menggunakan Paired-Samples T Test (Lampiran 18) diketahui bahwa
perlakuan fortifikasi vitamin dan mineral tidak menyebabkan perbedaan nyata
pada skor kesukaan atribut tekstur CNF dan CF dengan nilai signifikansi
0.083 ( = 0.05).
Kadar air adalah salah satu faktor yang mempengaruhi tekstur cookies.
Hasil pengujian ini menunjukkan bahwa perbedaan kadar air CNF dan CF
tidak memberikan perbedaan tekstur yang nyata kepada kesukaan 30 panelis
ibu hamil. Perbedaan nominal kadar air CNF dan CF memang tidak besar,
selain itu panelis uji hedonik tekstur ini bukanlah panelis terlatih. Penggunaan
panelis yang tidak terlatih sesuai dengan persyaratan uji hedonik (kesukaan)
yang dinyatakan Meilgaard et al. (1999) supaya memberikan gambaran
tingkat kesukaan konsumen pada umumnya.
c. Rasa
Rasa merupakan faktor paling penting yang menentukan tingkat
kesukaan konsumen terhadap produk pangan. Atribut rasa meliputi asin,
manis, asam, dan asam. Rasa pada makanan, sangat ditentukan oleh formulasi
produk tersebut (Fellows, 2000).
Pada Gambar 6 terlihat skor rata-rata kesukaan panelis terhadap rasa
CNF dan CF adalah 3.9 dan 3.8 yaitu dalam kisaran netral sampai suka. Pada
kedua cookies, frekuensi suka lebih besar daripada netral. Berdasarkan uji
statistik Paired-Samples T Test (Lampiran 19) diketahui bahwa perlakuan
fortifikasi vitamin dan mineral tidak menyebabkan perbedaan nyata pada skor
kesukaan atribut rasa CNF dan CF dengan nilai signifikansi 0.326 ( = 0.05).
60
Fortifikasi mineral besi dan seng yang diduga akan memunculkan rasa
seperti logam ternyata tidak terdeteksi, sehingga jumlah dan jenis penambahan
besi dan seng sudah tepat ditinjau dari mutu organoleptik. Penggunaan fero
sulfat dan fero glukonat dapat menyebabkan oksidasi lemak sehingga
menimbulkan ketengikan (Lotfi dan Merx, 1996). Cookies termasuk pangan
yang tinggi kandungan lemak, maka penggunaan besi elemental adalah tepat
karena menurut Clydesdale dalam Bauernfeind dan Lachance (1991) tidak
menyebabkan ketengikan.
Selain itu, rasa pun dapat ditutupi dengan penggunaan perisa cookies.
Perisa coklat sangat tepat digunakan untuk menutupi rasa dan warna
menyimpang yang mungkin muncul. Secara umum, cookies garut memiliki
rasa manis dan gurih; terutama karena tersusun dari lemak, susu, dan gula.
Secara khusus, penggunaan perisa susu, keju, dan coklat mempengaruhi rasa
cookies garut. Ketiga perisa tersebut sudah umum digunakan pada berbagai
produk biskuit di Indonesia sehingga tingkat penerimaan panelis terhadap rasa
cookies berkisar dari netral sampai suka.
4. Perisa Cookies
Ketiga jenis perisa cookies tidak berbeda nyata dalam nilai = 0.05.
Pernyataan tersebut didasarkan pada hasil uji hedonik dan ranking perisa
cookies. Hasil uji hedonik dapat dilihat pada Gambar 7, sedangkan hasil
pengujian statistik dengan ANOVA disajikan pada Lampiran 20. Hasil uji
ranking perisa cookies dapat dilihat pada Gambar 8.
Rata-rata skor hedonik para ibu hamil berkisar dari netral sampai suka
untuk ketiga jenis perisa. Frekuensi skala hedonik menunjukkan bahwa
frekuensi suka lebih banyak daripada netral. Ditinjau dari rata-rata skor
hedonik, kesukaan terhadap ketiga perisa cookies memang tidak jauh berbeda.
Meskipun terlihat rata-rata skor untuk perisa coklat adalah yang paling tinggi
dan semakin mendekati nilai 4 (suka). Namun, berdasarkan hasil analisis sidik
ragam diambil kesimpulan bahwa ketiga perisa tidak berbeda nyata ( =
0.05). Kesimpulan tersebut diambil karena nilai signifikansi yang diperoleh
lebih besar dari 0.05, yaitu 0.775.

61















Nilai antar jenis perisa tidak berbeda nyata dengan = 0.05 (Paired-Samples T Test).

Gambar 7. Hasil Uji Hedonik Perisa Cookies Garut













Nilai antar jenis perisa tidak berbeda nyata dengan = 0.05 (Paired-Samples T Test).
Gambar 8. Hasil Uji Ranking Perisa Cookies Garut
Pada Gambar 8 terlihat bahwa perisa susu memiliki nilai rata-rata
terkecil (1.93) dan lebih mendekati nilai 1 (paling disukai). Namun,
berdasarkan hasil uji ranking (Lampiran 21), ketiga perisa cookies tidak
berbeda nyata ( = 0.05). Uji ranking merupakan uji yang paling mudah,
tetapi data yang dihasilkan tidak menyajikan perbedaan yang ada antar sampel
atau homogenitas antar sampel. Untuk itulah dilakukan uji hedonik untuk
mendukung uji ranking tersebut (Moskowitz, 2000).
Makanan tambahan yang diberikan harus memiliki rasa yang familiar
bagi ibu dan dapat diterima dengan baik. Dengan kata lain citarasa
3.9
a
3.7
a
3.7
a
1
1.5
2
2.5
3
3.5
4
4.5
5
Susu Keju Coklat
Jenis Perisa
R
a
t
a
-
r
a
t
a

S
k
o
r

H
e
d
o
n
i
k

1.9
a
2.0
a
2.1
a
1
1.3
1.6
1.9
2.2
2.5
2.8
Susu Keju Coklat
Jenis Perisa
R
a
t
a
-
r
a
t
a

S
k
o
r

R
a
n
k
i
n
g
62
(organoleptik) produk harus diterima dan disukai sehingga ibu hamil
berkeinginan untuk mengkonsumsinya. Hal ini disesuaikan dengan kondisi
ibu hamil yang sedang mengalami perubahan, baik secara fisiologis maupun
psikologis. Atas dasar tersebut, pemberian produk cookies dinilai sudah tepat
mengingat produk ini sudah umum di masyarakat, praktis, punya daya simpan
relatif lama, dan mudah penyajiannya. Ketiga jenis perisa cookies pun
termasuk sudah umum digunakan pada berbagai produk biskuit yang ada di
pasaran.
Idealnya, fortifikasi mineral tidak menyebabkan perubahan warna, rasa,
metode persiapan, penampakan, ataupun mengkatalisa perubahan-perubahan
lainnya yang tidak diinginkan pada makanan apabila ingin sukses digunakan
dalam program fortifikasi (Clydesdale dalam Bauernfeind dan Lachance,
1991). Berdasarkan hasil pengujian organoleptik, teori ideal di atas telah
tercapai dalam produk CF. Fortifikasi cookies dengan vitamin A, C, asam
folat, mineral besi, seng, dan iodium ternyata tidak menimbulkan mutu
organoleptik yang menyimpang. Pemilihan jenis dan jumlah mineral serta
vitamin yang ditambahkan telah sesuai untuk produk cookies. Hasil ini
mendukung penggunaan cookies sebagai bahan pangan pembawa (food
carrier) dalam fortifikasi pangan.

C. Karakteristik Umur Simpan CNF dan CF
1. Atribut Utama Cookies
Penentuan umur simpan dengan metode akselerasi dilakukan dengan
terlebih dahulu menentukan satu parameter kerusakan. Berbagai literatur
menyatakan bahwa cookies tergolong jenis biskuit. Biskuit tergolong pangan
kering dengan kadar air maksimal 5% (BSN, 1992; Brown, 1992; Manley,
2001). Berdasarkan hal tersebut, dapat ditentukan parameter kerusakan
cookies yaitu hilangnya kerenyahan.
Dalam penelitian ini dilakukan upaya mendukung hal tersebut, yaitu
dengan survei terhadap 40 responden. Hasil survei mengenai atribut utama
cookies tersebut disajikan pada Gambar 9.

63









Nilai antar atribut cookies berbeda nyata dengan = 0.05 (Friedman test)

Gambar 9. Hasil Survei Atribut Utama Cookies

Atribut warna, aroma, dan rasa manis berturut-turut memiliki rata-rata ranking
3.10, 2.70, dan 2.63. Rata-rata ranking yang paling kecil dimiliki oleh atribut
tekstur (renyah dan tidak lembek) yaitu 1.58. Hasil survei ditabulasikan pada
Lampiran 22 dan hasil uji Friedman disajikan pada Lampiran 23. Terlihat
bahwa nilai signifikansi adalah sebesar 0.000, nilai tersebut lebih kecil dari
0.05 sehingga keempat atribut berbeda nyata (pada = 0.05). Oleh karena itu,
disimpulkan bahwa atribut tekstur adalah atribut utama cookies yang paling
penting menurut 40 responden. Secara lebih spesifik, tekstur yang
dimaksudkan adalah kerenyahan.
2. Kadar Air Awal dan Kadar Air Kritis
Berdasarkan hasil pengujian diketahui bahwa kadar air awal produk
CNF dan CF berturut-turut adalah 2.73% dan 2.35%. Rendahnya nilai kadar
air ini karena produk cookies mendapat perlakuan pemanasan dan pengeringan
pada suhu tinggi.
Kadar air kritis adalah kadar air dimana kerenyahan produk sudah tidak
dapat diterima lagi oleh konsumen. Data hasil pengujian kerenyahan CNF dan
CF kepada 9 orang panelis terseleksi (data seleksi panelis disajikan pada
Lampiran 24) dapat dilihat pada Lampiran 25 dan 26. Blind control adalah
istilah yang digunakan untuk sampel yang sama dengan kontrol. Semua
panelis berhasil mengidentifikasi dengan tepat persamaan kerenyahan blind
3.1
2.6
1.6
2.7
1.0
1.5
2.0
2.5
3.0
3.5
4.0
Warna Aroma Tekstur Rasa manis
Atribut Cookies
R
a
t
a
-
r
a
t
a

S
k
o
r

R
a
n
k
i
n
g
64
control dengan kontrol dan skor yang diberikan tidak berbeda jauh antar
panelis. Hal tersebut dikarenakan panelis telah melalui tahap pengenalan
produk, intepretasi skor, dan simulasi pengujian.
Terlihat pada Gambar 10, secara umum kedua sampel (CNF dan CF)
mendapat skor kerenyahan yang semakin menurun dengan meningkatnya RH
penyimpanan. Rata-rata skor penilaian CNF dan CF tidak jauh berbeda.










Gambar 10. Skor Rata-rata Uji Organoleptik Kerenyahan CNF dan CF

Sampel ditentukan telah mencapai kadar air kritis saat rata-rata skor
pengujiannya telah kurang dari 3 (melewati kriteria kurang renyah), tetapi
masih di atas 2 (sangat kurang renyah). Hal tersebut ditentukan berdasarkan
pengujian percobaan sebelumnya bahwa saat kondisi kerenyahan seperti itu,
cookies sudah mulai tidak disukai dan jika dibawah kondisi skor 2, cookies
sudah sangat lembek. CNF mencapai kadar air kritis dengan rata-rata skor 2.8
dan CF dengan rata-rata skor 2.9. Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh
kadar air kritis CNF dan CF masing-masing adalah 5.66% dan 5.49%, yaitu
setelah produk disimpan terbuka di RH 85.0% selama 4 jam.
Berdasarkan perhitungan dengan persamaan kurva sorpsi isothermis
model Henderson, nilai aktivitas air (a
w
) saat tercapai kadar air kritis 5.66%
dan 5.49% berturut-turut adalah 0.50 dan 0.49. Nilai a
w
tersebut berada pada
kisaran yang aman dari pertumbuhan mikroorganisme sehingga CNF dan CF
masih aman untuk dikonsumsi. Menurut Winarno (2002), kisaran a
w
untuk
5.0 5.0
4.2
2.8
1.2
4.4
1.3
2.9
0
1
2
3
4
5
6
Blind Control 76.9% (NaCl) 85.0% (KCl) 93.6% (KNO3)
RH Penyimpanan
S
k
o
r

O
r
g
a
n
o
l
e
p
t
i
k
CNF CF
93.6% (KNO
3
)
65
pertumbuhan beberapa mikroorganisme adalah: minimum 0.90 (bakteri), 0.80-
0.90 (khamir), dan 0.60-0.70 (kapang).
Penilaian kerenyahan juga dilakukan dengan menggunakan alat Texture
Analyzer. Hasil kerenyahan yang diperoleh (gram force) bervariasi meskipun
dari satu produk cookies. Hal tersebut dapat disebabkan karena permukaan
cookies yang tidak rata dan bahkan bergelombang. Namun, pada Tabel 10 di
bawah ini terlihat kecenderungan nilai kerenyahan yang semakin kecil untuk
produk cookies yang disimpan dalam kondisi yang semakin lembab. Semakin
lembab tempat penyimpanannya, cookies akan semakin menyerap uap air dan
mengurangi kerenyahannya. Kerenyahan yang semakin berkurang
menyebabkan cookies semakin mudah dihancurkan oleh probe Texture
Analyzer sehingga semakin kecil nilai kerenyahan yang diperoleh. Kadar air
kritis cookies tercapai pada saat nilai kerenyahan berkisar antara 1599.0
1864.5 gf.
Tabel 10. Hasil Pengukuran Kerenyahan Cookies dengan Texture Amalyzer
Rata-rata Nilai Kerenyahan (gf) Kondisi Penyimpanan
Cookies
CNF CF
Blind Control 2283.7 2369.7
76.9% (NaCl) 2193.6 2318.4
85.0% (KCl) 1599.0 1864.5
93.6% (KNO
3
)
1348.5 1399.1

3. Kadar Air Kesetimbangan dan Kurva Sorpsi Isothermis
Interaksi molekul air dengan CNF dan CF terjadi karena perbedaan RH
cookies dan lingkungan (desikator). Transfer uap air dari lingkungan ke
cookies atau sebaliknya terjadi selama penyimpanan sampai tercapai kondisi
kesetimbangan. Selama penyimpanan, kedua jenis sampel yang disimpan
menunjukkan kecenderungan penambahan bobot. Kedua sampel mengalami
proses adsorpsi karena aktivitas air bahan yang lebih rendah daripada
kelembaban relatif lingkungannya. Kadar air kesetimbangan yang diperoleh
66
dari hasil penelitian dan waktu yang dibutuhkan untuk mencapai kadar air
kesetimbangannya dapat dilihat pada Tabel 11.
Kadar air kesetimbangan yang diperoleh dari masing-masing sampel
tercapai setelah disimpan selama 6 20 hari tergantung dari kelembaban
relatif penyimpanan. Kadar air kesetimbangan menunjukkan nilai yang
semakin meningkat dengan meningkatnya kelembaban relatif lingkungan.
Peningkatan kelembaban relatif lingkungan berpengaruh terhadap waktu yang
dibutuhkan untuk mencapai kadar air kesetimbangan karena semakin tinggi
kadar air kesetimbangan yang dapat dicapai semakin lama pula proses difusi
berlangsung.
Tabel 11. Kadar Air Kesetimbangan CNF dan CF dan Waktu Pencapaiannya
di Beberapa RH Penyimpanan
CNF CF
Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 1 Ulangan 2
Rh
Kesetimb
angan
(%) Me*
(%bk)
Waktu
(hari)
Me*
(%bk)
Waktu
(hari)
Me*
(%bk)
Waktu
(hari)
Me*
(%bk)
Waktu
(hari)
32.9 3.30 7 2.89 6 3.20 7 3.14 6
44.7 5.16 7 4.79 6 5.05 7 4.48 6
64.9 5.72 9 5.83 8 5.32 8 5.19 8
76.9 8.94 9 8.50 9 8.86 9 7.26 8
85.0 12.25 14 13.23 15 12.04 14 11.79 14
93.6 19.75 20 18.89 19 19.51 20 19.31 19
*Me = kadar air kesetimbangan
Kadar air kesetimbangan ini selanjutnya diplotkan dengan kelembaban
relatifnya atau aktivitas airnya masing-masing sehingga membentuk suatu
kurva yang oleh Labuza (1982) disebut sebagai kurva sorpsi isothermis.
Kurva sorpsi isothermis CNF dan CF hasil percobaan dapat dilihat pada
Gambar 11 dan 12. Terlihat bahwa kedua kurva mempunyai bentuk yang
serupa yaitu berbentuk sigmoid (bentuk huruf S), meskipun tidak sigmoid
sempurna.


67







Gambar 11. Kurva Sorpsi Isothermis CNF Hasil Percobaan








Gambar 12. Kurva Sorpsi Isothermis CF Hasil Percobaan
Telah banyak model-model persamaan matematis yang telah
dikembangkan untuk menjelaskan fenomena sorpsi isothermis secara teoritis
(Chirife dan Iglesias, 1978; Van den Berg dan Bruin, 1981), namun dalam
penelitian ini hanya dipilih 5 model persamaan matematis, yaitu model
Hasley, Chen Clayton, Henderson, Caurie, dan Oswin. Model-model
persamaan ini dipilih karena berdasarkan penelitian-penelitian terdahulu
mampu menggambarkan kurva sorpsi isothermis pada jangkauan nilai
aktivitas air yang luas (Chirife dan Iglesias, 1978; Van Den Berg dan Bruin,
1981; Isse et al., 1992). Selain itu, model-model persamaan ini mempunyai
parameter kurang atau sama dengan tiga sehingga sesuai dengan pernyataan
Labuza (1968) bahwa jika tujuan penggunaan kurva sorpsi isothermis tersebut
0.85; 12.74%
0.94; 19.32%
0.77; 8.72%
0.65; 5.78%
0.45; 4.98%
0.33; 3.10%
0
5
10
15
20
25
0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0
Aktivitas Air (Aw)
R
a
t
a
-
r
a
t
a

K
a
d
a
r

A
i
r

K
e
s
e
t
i
m
b
a
n
g
a
n

(
%
b
k
)
0.85; 11.92%
0.94; 19.41%
0.77; 8.06%
0.65; 5.26%
0.45; 4.77%
0.33; 3.17%
0
5
10
15
20
25
0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0
Aktivitas Air (Aw)
R
a
t
a
-
r
a
t
a

K
a
d
a
r

A
i
r

K
e
s
e
t
i
m
b
a
n
g
a
n

(
%
b
k
)
68
adalah untuk mendapatkan kemulusan kurva yang tinggi, maka model-model
persamaan yang sederhana dan lebih sedikit jumlah parameternya akan lebih
cocok digunakan.
Guna mempermudah perhitungan maka model-model persamaan
matematis yang digunakan dimodifikasi bentuknya dari persamaan non linear
menjadi persamaan linear sehingga dapat ditentukan nilai-nilai tetapannya
dengan menggunakan metode kuadrat terkecil. Metode kuadrat terkecil ini
menurut Walpole (1990) dapat memilih suatu garis regresi terbaik diantara
semua kemungkinan garis lurus yang dapat dibuat pada suatu diagram pencar.
Modifikasi model-model sorpsi isothermis dari persamaan non linear menjadi
persamaan linear dapat dilihat pada Lampiran 27. Hasil modifikasi tersebut
disajikan pada Tabel 12 dan 13.
Tabel 12. Persamaan Kurva Sorpsi Isothermis CNF
Model Persamaan Bentuk Linear (y = a + bx) Nilai R
2

Hasley log (ln (1/a
w
)) = 8.55 + 8.08 log Me 0.96
Chen Clayton ln (ln (1/a
w
)) = -3.74 + 28.54 Me 0.94
Henderson log (ln (1/(1-a
w
))) = 1.79 + 1.56 log Me 0.95
Caurie ln Me = 10.85 20.24 a
w
0.56
Oswin ln Me = 46.62 55.60 ln (a
w
/(1-a
w
)) 0.48

Tabel 13. Persamaan Kurva Sorpsi Isothermis CF
Model Persamaan Bentuk Linear (y = a + bx) Nilai R
2

Hasley log (ln (1/a
w
)) = 8.84 + 8.20 log Me 0.96
Chen Clayton ln (ln (1/a
w
)) = -3.52 + 27.17 Me 0.94
Henderson log (ln (1/(1-a
w
))) = 1.75 + 1.50 log Me 0.95
Caurie ln Me = 11.14 20.75 a
w
0.55
Oswin ln Me = 47.95 57.16 ln (a
w
/(1-a
w
)) 0.48

4. Model Matematis yang Tepat
Selanjutnya kadar air kesetimbangan masing-masing sampel dihitung
dengan menggunakan persamaan model-model kurva sorpsi isothermis di
atas. Hasil perhitungan kadar air kesetimbangan CNF dan CF dengan
69
menggunakan model-model persamaan tersebut dapat dilihat pada Lampiran
28. Berdasarkan data kadar air kesetimbangan tersebut, dapat ditentukan
model yang dapat menggambarkan kurva sorpsi isothermis dengan tepat, agak
tepat, ataupun kurang tepat. Hasil perhitungan nilai Mean Relative
Determination (MRD) disajkan pada Tabel 14.
Tabel 14 menunjukkan bahwa model persamaan Henderson dapat
menggambarkan kurva sorpsi isothermis dengan tepat untuk CNF dan CF,
yaitu dengan nilai MRD kurang dari 5. Sedangkan model persamaan lainnya
tidak dapat menggambarkan kurva sorpsi isothermis dari kedua sampel
dengan tepat karena nilai MRD-nya lebih besar dari 10, bahkan nilai MRD
dari model persamaan Caurie dan Oswin sangat jauh lebih besar dari 10.
Tabel 14. Hasil Perhitungan Nilai MRD Model Persamaan
MRD
Model
Persamaan
CNF CF
Hasley
27.52 26.06
Chen Clayton
70.98 71.75
Henderson
2.18 2.18
Caurie
3.75 X 10
4
4.16 X 10
4

Oswin
1.54 X 10
40
1.73 X 10
41


Gambar 13 dan 14 menyajikan perbandingan kurva sorpsi isothermis
hasil percobaan dengan hasil perhitungan model matematis.









Gambar 13. Perbandingan Kurva Sorpsi Isothermis CNF Hasil
Percobaan dan dari Model-model Persamaan
0
5
10
15
20
25
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1
Aktivitas Air
K
a
d
a
r

A
i
r

K
e
s
e
i
m
b
a
n
g
a
n

(
%
b
k
)
Percobaan Hasley Chen Henderson
70
Kurva sorpsi isothermis yang terbentuk dari hasil perhitungan model Caurie
dan Oswin tidak ditampilkan karena hasil perhitungan kadar air
kesetimbangan (ordinat) memiliki rentang yang sangat jauh berbeda dengan
hasil perhitungan kadar air keseimbangan ketiga model lainnya dan hasil
percobaan.
















Gambar 14. Perbandingan Kurva Sorpsi Isothermis CF Hasil
Percobaan dan dari Model-model Persamaan

Dari keseluruhan model, model persamaan yang terpilih adalah model
yang dapat dengan tepat menggambarkan keseluruhan kurva sorpsi isothermis
sampel dengan nilai MRD terkecil. Oleh karena itu, model persamaan
Henderson dipilih untuk menggambarkan keadaan sebenarnya dari fenomena
sorpsi isothermis baik untuk CNF maupun CF. Pada Gambar 13 dan 14 juga
terlihat bahwa model Henderson memperlihatkan grafik yang paling
mendekati grafik hasil percobaan daripada grafik model-model lainnya.
5. Variabel Umur Simpan Lainnya
Nilai slope kurva sorpsi isothermis (b) ditentukan pada daerah linear
(Arpah, 1998). Menurut Labuza (1982), daerah linear untuk menentukan slope
kurva sorpsi isothermis diambil diantara daerah mi dan mc. Oleh karena itu,
nilai b diperoleh sebagai hasil perbandingan antara selisih nilai kadar air awal
dengan kadar air kritis dengan selisih antara nilai aktivitas air awal dan
aktivitas air kritis pada persamaan kurva sorpsi isothermis yang dipilih. Nilai
slope kurva sorpsi isothermis yang diperoleh yaitu 0.0967 untuk CNF dan
0.0944 untuk CF.
0
5
10
15
20
25
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1
Aktivitas Air
K
a
d
a
r

A
i
r

K
e
s
e
i
m
b
a
n
g
a
n

(
%
b
k
)
Percobaan Hasley Chen Henderson
71
Luas permukaan kemasan yang diuji adalah sebesar 0.0523 m
2
. Tekanan
uap air jenuh lingkungan didapat dari tabel tekanan uap air jenuh (Lampiran
29) pada suhu 30
o
C yaitu sebesar 31.824 mmHg (Labuza, 1982). Bobot kering
produk CNF adalah 113.42 gram, sedangkan bobot kering CF adalah 112.32
gram. Rasio antara luas permukaan kemasan dan bobot kering produk CNF
dan CF masing-masing adalah 4.61 x 10
-4
dan 4.66 x 10
-4
.
Nilai k/x adalah konstanta permeabilitas kemasan yang dibutuhkan
untuk mencari umur simpan dengan persamaan Labuza. k/x ini adalah
permeabilitas tanpa pengaruh ketebalan kemasan. Nilai k/x kemasan cookies
yang diuji adalah 0.0107 gH
2
O/hari/m
2
.mmHg. Penentuan Water Vapor
Transmission Rate (WVTR) dan k/x dapat dilihat pada Lampiran 29. Nilai
permeabilitas tersebut sudah cukup rendah, sesuai dengan karakteristik
kemasan OPP yang dilaminasi. Semakin rendah permeabilitas kemasan
terhadap uap air, difusi uap air ke dalam produk akan semakin sedikit dan
kerenyahan tekstur dapat lebih terjaga. Oleh karena itu, hal tersebut
mendukung semakin lamanya umur simpan.
6. Umur Simpan CNF dan CF
Umur simpan CNF dan CF dihitung pada kondisi penyimpanan di RH
70%, 75%, dan 80%, dengan persamaan Labuza. Ketiga RH tersebut adalah
RH yang umum untuk penyimpanan produk pangan. Hasil perhitungan umur
simpan kedua jenis cookies dapat dilihat pada Tabel 15.
Tabel 15. Umur Simpan CNF dan CF di Beberapa RH Penyimpanan







Hasil perhitungan umur simpan memperlihatkan bahwa semakin besar
RH lingkungan penyimpanan maka umur simpan produk semakin pendek.
Produk CNF dapat memiliki umur simpan selama 500 hari jika disimpan
Umur Simpan
CNF CF
RH
Penyimpanan
(%) Hari Bulan Hari Bulan
70 500 16.7 527 17.6
75 409 13.7 429 14.3
80 339 11.3 354 11.8
72
dengan kondisi RH 70%. Pada RH 75%, umur simpannya menurun menjadi
409 hari dan menjadi 339 hari pada 80%. Tidak jauh berbeda untuk CF, dapat
memiliki umur simpan selama 527 hari apabila disimpan pada RH 70%. Pada
RH 75%, umur simpannya akan menurun menjadi 429 hari, dan menjadi 354
hari saja pada penyimpanan RH 80%.
Kelembaban relatif lingkungan adalah salah satu faktor yang
mempengaruhi umur simpan. Kondisi RH yang tinggi mengandung lebih
banyak uap air sehingga akan terjadi penyerapan uap air ke dalam bahan
pangan yang lebih banyak dibandingkan kondisi RH yang lebih rendah.
Semakin tinggi RH ruang penyimpanan, semakin banyak uap air yang diserap
bahan pangan, terutama yang bersifat higroskopis. Selanjutnya, semakin
banyak uap air yang diserap bahan pangan maka akan mempercepat kerusakan
tekstur sehingga mutu dan umur simpannya semakin rendah.
Fortifikasi vitamin dan mineral tidak memberikan banyak perbedaan
antara umur simpan CNF dan CF. Hal ini terutama disebabkan karena
penentuan umur simpan dilakukan dengan metode pendekatan kadar air kritis.
Beberapa faktor yang berpengaruh antara lain kadar air awal, kritis, dan
kesetimbangan, serta jenis kemasan. Meskipun berdasarkan uji statistik kadar
air CNF dan CF berbeda nyata, tetapi nominalnya tidak jauh berbeda.
Selanjutnya, nilai kadar air kritis dan kadar air kesetimbangan antar CNF dan
CF pun tidak jauh berbeda. Jenis kemasan CNF dan CF adalah sama.
Setiawan (2005) juga melakukan penentuan umur simpan dengan
pendekatan kadar air kritis. Pada RH 75%, umur simpan CNF dan CF tidak
jauh berbeda dengan prediksi umur simpan biskuit marie yang dilakukan oleh
Setiawan (2005), yaitu 404 hari. Biskuit tersebut juga dikemas dalam
metalized plastic CPP (Cast Polypropylene) yang dilaminasi PE (Polyetylene).
Cookies melalui tahap pemanggangan yang mampu mereduksi kadar air
sehingga produk akhir mengandung kadar air rendah. Lebih lanjut, kemasan
yang umumnya digunakan adalah yang nilai permeabilitasnya rendah untuk
mencegah penyerapan uap air. Jenis pangan tersebut tergolong sebagai non
perishable atau tidak mudah rusak (Robertson, 1993). Hasil penentuan umur
simpan mencerminkan teori tersebut.
V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Pemberian produk cookies dalam program Pemberian Makanan
Tambahan (PMT) dinilai sudah tepat jika ditinjau dari segi penerimaan
konsumen, kepraktisan, nilai energi yang cukup besar, dan daya simpan relatif
lama. Namun, kehilangan vitamin dan mineral yang cukup besar menjadi
hambatan dalam upaya fortifikasi cookies.
Kandungan gizi Cookies Non Fortifikasi (CNF) dan Cookies
Fortifikasi (CF) berturut-turut adalah: kadar protein 7.01% (CNF) dan 6.69%
(CF); kadar lemak 20.49% (CNF) dan 20.54% (CF); kadar serat kasar 2.49%
(CNF) dan 2.02% (CF); kadar karbohidrat 66.09% (CNF) dan 67.08% (CF);
nilai energi 486.71/100 gram (CNF) dan 488.04 kkal/100 gram (CF).
Kandungan gizi cookies belum sepenuhnya memenuhi persyaratan mutu
Standar Nasional Indonesia (SNI) biskuit. Kadar gizi yang belum memenuhi
standar adalah protein (minimum 9%), karbohidrat (minimum 70%), dan serat
kasar (maksimum 0.5%). Demikian pula target kadar protein dan energi yang
ingin dicapai oleh program PMT, yaitu 14.06% dan 562.50 kkal/100 gram
belum terpenuhi.
Kadar fortifikan Cookies Non Fortifikasi (CNF) dan Cookies
Fortifikasi (CF) dalam 100 gram cookies berturut-turut adalah: kadar vitamin
A 114.02 RE (CNF) dan 314.33 RE (CF); kadar asam folat 23.41 g (CNF)
dan 66.72 g (CF); kadar vitamin C 1.02 mg (CNF) dan 46.39 mg CF); kadar
besi 4.41 mg (CNF) dan 15.04 mg (CF); kadar seng 1.71 mg (CNF) dan 11.17
mg (CF); dan kadar iodium 20.86 g (CNF) dan 36.79 g (CF). Persentase
kehilangan fortifikan dari jumlah penambahan yang ditargetkan adalah
73.27% (vitamin A); 93.93% (asam folat); 51.68% dan 52.18% (vitamin C);
65.35% dan 49.87% (besi); 38.29% dan 38.69% (seng); 84.48% (iodium).
Kehilangan tersebut dapat terjadi karena proses panas selama pemanggangan
atau adanya interaksi antar fortifikan tertentu.
Konsumsi t 56 gram cookies per hari belum mencukupi kebutuhan
gizi tambahan untuk ibu hamil. Beberapa kekurangan dapat dipenuhi dan


74
dilampaui dari konsumsi susu. Kontribusi energi dan vitamin C dari paket
fortifikasi dan non fortifikasi dalam sehari sudah melampaui kebutuhan
tambahan ibu hamil. Kontribusi protein paket non fortifikasi (11.57g/hari) dan
fortifikasi (11.07 g/hari) masih di bawah target kebutuhan tambahan ibu hamil
yaitu 17g/hari. Kontribusi vitamin A dari paket fortifikasi (388.83 RE) sedikit
melampaui kebutuhan tambahan vitamin A ibu hamil (300 RE). Kontribusi
asam folat (61.64 g) masih sangat jauh dari pemenuhan kebutuhan tambahan
ibu hamil (200 g). Kontribusi besi dari paket fortifikasi (19.57 mg/hari)
melebihi kebutuhan tambahan besi ibu hamil yang hanya 13 mg. Kontribusi
seng dari paket fortifikasi (7.91 mg/hari) masih belum cukup untuk memenuhi
kebutuhan tambahan ibu hamil sebesar 9.8 mg/hari. Kebutuhan tambahan
iodium sudah dapat terpenuhi oleh paket (cookies dan susu) fortifikasi.
Fortifikasi vitamin A, C, asam folat, mineral besi, seng, dan iodium
tidak menimbulkan mutu organoleptik yang menyimpang. Antara CNF dan
CF dengan # = 0.05: tidak ada preferensi yang signifikan, tidak berbeda nyata,
dan kesukaan warna, tekstur, serta rasa tidak berbeda nyata. Rata-rata skor
hedonik para ibu hamil berkisar dari netral sampai suka. Pemilihan jenis dan
jumlah mineral serta vitamin yang ditambahkan telah sesuai untuk produk
cookies. Ketiga perisa cookies (susu, keju, dan coklat) tidak berbeda nyata (
= 0.05).
CNF dan CF tergolong pangan non perishable atau tidak mudah rusak.
Semakin besar RH lingkungan penyimpanan maka umur simpan cookies
semakin pendek. Pada RH 70%, 75%, dan 80%, umur simpan CNF berturut-
turut adalah 500, 409, dan 339 hari; sedangkan CF berturut-turut 527, 429,
dan 354 hari. Fortifikasi vitamin dan mineral tidak memberikan banyak
perbedaan antara umur simpan CNF dan CF yang ditentukan dengan
pendekatan kadar air kritis.

B. Saran
Berdasarkan hasil analisis kandungan gizi, masih diperlukan formulasi
produk yang lebih tepat untuk mencapai kadar protein dan karbohidrat yang
sesuai dengan SNI biskuit dan target program PMT. Penggunaan telur untuk


75
meningkatkan kadar protein dan energi dapat menjadi alternatif. Mengingat
rendahnya kadar asam folat, perlu dipertimbangkan peningkatan jumlah
fortifikasi asam folat menjadi sekitar 4.7 kali lipat atau pemberian suplemen
asam folat selama program PMT. Penambahan asam askorbat sebaiknya
dikurangi untuk menghindari asupan berlebih setiap hari, sebaliknya
diperlukan penambahan jumlah fortifikasi seng pada CNF. Enkapsulasi dapat
mengatasi interaksi yang mungkin terjadi antara senyawa-senyawa fortifikan,
tetapi hal tersebut akan meningkatkan biaya produksi.
Apabila produk cookies tersebut akan diperdagangkan, label
pangannya perlu dilengkapi. Produk CF dapat mencantumkan pernyataan
difortifikasi vitamin A, vitamin C, asam folat, besi, seng, dan iodium dan
merupakan sumber vitamin A, vitamin C, besi, dan seng.
Penelitian ini belum meninjau bioavailibilitas zat-zat gizi cookies.
Informasi tersebut akan bermanfaat untuk mengetahui pengaruh konsumsi
CNF dan CF secara nyata terhadap status gizi para ibu hamil yang menjadi
target program PMT. Selain itu, penelitian khusus mengenai interaksi antar
vitamin dan mineral fortifikan dalam suatu pangan pembawa juga akan sangat
bermanfaat.
DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, S. 2002. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta.

Andonotopo, W. dan Afirin, M. T. 2005. Kurang Gizi pada Ibu Hamil: Ancaman
pada Janin. http://www.infoforhealth.org. [15 Mei 2006].

Anonim
a
. 2006. PT Bank Internasional Indonesia Tbk (BII) mendukung School
Feeding Program. http://www.antara.com. [6 April 2006].

Anonim
b
. 1999. Feeding the Unborn Babies. http://www.ennonline.net. [6 April
2006].

Anonim
c
. 2000. Pregnancy. http://www.fns.usda.gov/wic. [25 April 2006].

AOAC (Association of Official Agricultural Chemist). 1984. Official Methods of
Analysis. AOAC, Washington D. C.

Apriyantono, A., D. Fardiaz, N. L. Puspitasari, Sedarnawati, dan S. Budiyanto.
1989. Petunjuk Laboratorium Analisis Pangan. Pusat Antar Universitas
Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Arpah, 2001. Buku dan Monograf Penentuan Kadaluwarsa Produk Pangan.
Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Asian Development Bank. 2004. Indonesia: Country Fact Sheets.
http://hdr.undp.org/statistics.html. [6 Januari 2006].

ASTM (American Society for Testing and Materials). 1980. Plastics-general Test
Methods; Nomenclature. Di dalam: Annual Book of ASTM Standards,
Part 36, ASTM, Easten.

Bailey, L. 1991. Vitamin and Amino Acid Additives. Di dalam: Bauernfeind, J. C.
dan P. A. Lachance (eds.). Nutrient Additions to Food: Nutritional,
Technological, and Regulatory Aspects. Food and Nutrition Press Inc.,
Connecticut.

Bauernfeind, J. C. dan E. DeRitter. 1991. Foods Considered for Nutrient Addition:
Cereal Grain Products. Di dalam: Bauernfeind, J. C. dan P. A. Lachance
(eds.). Nutrient Additions to Food: Nutritional, Technological, and
Regulatory Aspects. Food and Nutrition Press Inc., Connecticut.

Brooker, D. B., F. W. Bakker-Arkema, dan C. W. Hall. 1982. Drying Cereal
Grains. AVI Publishing Company., Connecticut.

77
Brown, A. 2000. Understanding Food: Principles and Preparation. Wadsworth
Inc., Belmont.

BSN (Badan Standarisasi Nasional). 1992. Mutu dan Cara Uji Biskuit (SNI 01-
2973-1992). BSN, Jakarta.

_____________________________. 1995. Syarat Mutu Tepung Terigu (SNI-
3751-1995). BSN, Jakarta.

Budi, T. P. 2004. Cara Cepat Menguasai SPSS 13.0: Uji Beda Nyata dan
Rancangan Percobaan, Jakarta.

Chirife, J. dan H. A. Iglesias, 1978. Equation for fitting water sorption isotherm of
foods. Part I a review. J. Food Tech. 13: 159-593.

Clydesdale, F. M. 1991. Mineral Additives. Di dalam: Bauernfeind, J. C. dan P.
A. Lachance (eds.). Nutrient Additions to Food: Nutritional,
Technological, and Regulatory Aspects. Food and Nutrition Press Inc.,
Connecticut.

deMan, J. 1989. Principles of Food Chemistry. Wadsworth, Inc., Belmont.

Departemen Kesehatan. 2003. Gizi dalam Angka. Direktorat Jenderal Bina
Kesehatan Masyarkat, Direktorat Gizi Masyarakat, Jakarta.

___________________. 2004. Kecenderungan Masalah Gizi dan Tantangan di
Masa Datang. Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarkat, Direktorat
Gizi Masyarakat, Jakarta.

Dhopeshwarkar, G. A. 1983. Nutrition and Brain Development. Plenum Press,
New York, London.

Fardha, F. 2004. Pengaruh Pemberian Suplemen Biskuit Multigizi Ibu Hamil
Terhadap Pertumbuhan Linier dan Perkembangan Anak Usia Bawah Tiga
Tahun di Kabupaten Bogor. Thesis. Sekolah Pascasarjana, Institut
Pertanian Bogor. Bogor.

Fellows, P. J. 2000. Food Processing Technology: Principles and Practice.
Woodhead Publishing, London.

Fennema, O. R. 1996. Food Chemistry. Marcel Dekker, Inc., New York.

Floros, J. D. 1993. Shelf Life Prediction of Packaged Foods. Di dalam: Shelf Life
Studies of Foods and Beverages. Charalambous, G. (ed). Elsevier
Publishing, New York.

Heldman, D. R. dan R. P. Singh. 1981. Food Process Engineering. AVI
Publishing Company, Connecticut.
78
Indrasti, D. 2004. Pemanfaatan Tepung Talas Belitung (Xanthosoma sagittifolium)
dalam Pembuatan Cookies. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian Institut
Pertanian Bogor, Bogor.

Isse, M. G., H. Schuchmann, dan H. Schubert. 1992. Divided sorption isotherm
concept an alternative way to describe sorption isotherm data. J. Food Eng.
16 : 147 157.

Jalal, F. dan S. M. Atmojo. 1998. Peranan Fortifikasi dalam Penanggulangan
Kemiskinan Zat Gizi Mikro. Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VI.
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Jakarta.

Juran, J. M. 1989. Juran on Quality by Design. Mac Miller Company, Inc., USA.

Kartasapoetra, G. dan Marsetyo, H. 2002. Ilmu Gizi: Korelasi Gizi, Kesehatan,
dan Produktivitas Kerja. Rineka Cipta, Jakarta.

Kodyat, Kosen, dan dePee. 1998. Iron Deficiency in Indonesia: Current situation
and intervention. Nutr Research, 18(12): 1953-1963.

Labuza, T. P. 1982. Shelf Life Dating of Foods. Food and Nutrition Press Inc.,
Westport, Conneticut.

___________. 2001. Creation of Moisture Sorption Isothermis for Hygroscopic
Materials. http://www.faculty.che.umn.edu. [28 Januari 2006].

Lachance, P.A. dan J. C.Bauernfeind Concepts and Practices of Nutrifying Foods.
Di dalam: Bauernfeind, J. C. dan P. A. Lachance (eds.). Nutrient
Additions to Food: Nutritional, Technological, and Regulatory Aspects.
Food and Nutrition Press Inc., Connecticut.

Lawless, H. T. dan H. Heymann. 1999. Sensory Evaluation of Food. Kluwer
Academic/Plenium Publishers, New York.

Limson, J. 2001. Carotino Biscuits (Munching Away at Micronutrient
Deficiencies). http://www.scienceinafrica.co.za. [6 Januari 2006].

LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia). 2004. Prosiding Widyakarya
Nasional Pangan dan Gizi VIII. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia,
Jakarta.

Lotfi, M. dan R. J. H. Merx. 1996. Micronutrient Fortification of Food.
Micronutrient Initiative and International Agricultural Centre, Canada,
Netherland.

Manley, D. 2000. Technology of Biscuits, Crackers, and Cookies. Third edition.
Woodhead Publishing Limited, Cambridge.

79
. 2001. Biscuit, Cracker, and Cookie Recipes for The Food Industry.
Woodhead Publishing Limited, Cambridge.

Matz, S. A. dan T. D. Matz. 1978. Cookies and Crackers Technology. The AVI
Publishing Co. Inc., Texas.

Meilgaard, M., G. V. Civille, dan B. T. Carr. 1999. Sensory Evaluation
Techniques. Third edition. CRC Press, New York.

Muhandri, T. dan D. Kadarisman. 2005. Sistem Jaminan Mutu Industri Pangan.
Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian,
Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Moskowitz, H. R. 2000. R&D-Driven Products Evaluation in the Early Stage of
Development. Di dalam: Brody, A. L. dan J. B. Lord (eds.). Developing
New Food Products for a Changing Marketplace. CRC Press, Boca Raton.

Naryanto, P. dan S. Kumalaningsih. 1999. Pemanfaatan Pati Garut Termodifikasi
(Starch Phosphate) Sebagai Bahan Pensubstitusi Tepung Terigu pada
Pembuatan Me Instan Kering. Makalah. Disampaikan pada Seminar
Nasional Teknologi Pangan, 12-13 Oktober 1999 di Jakarta.

Nielsen, S. S. 2003. Food Analysis Laboratoy Manual. Kluwer Academic/Plenium
Publishers, New York.

Purnomo, H. 1995. Aktivitas Air dan Peranannya dalam Pengawetan Pangan. UI-
Press, Jakarta.

Robertson, G. L. 1993. Food Packaging Principles and Practices. Marcel Dekker
Inc., New York.

Sayuti, K. 2002. Profil Biokimia Darah Ibu Hamil yang Diberi Cookies
Difortifikasi Zat Besi, Asam Folat, Vitamin A, Vitamin C, Zat Seng, dan
Zat Iodium. Disertasi. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor,
Bogor.

Setiawan, H. A. 2005. Penentuan Umur Simpan Produk Biskuit Marie dengan
Metode Accelerated Shelf-Life Testing (ASLT). Skripsi. Fakultas
Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Sizer, F. S. dan E. N. Whitney. 2000. Nutrition: Concepts and Controversies.
Eighth Edition. Wadsworth, Stamford.

Soekardjo, H. M. 1995. Pertolongan Pertama: Dokter di Rumah Anda.
Terjemahan: Smith, T. (ed). Family Doctor: Home Advisor. Dian Rakyat,
Jakarta.

80
Soekarto, S. T. 1985. Penilaian Organoleptik untuk Industri Pangan dan Hasil
Penelitian. Bhratara Karya Aksara, Jakarta.

Syarief, R. dan H. Halid. 1993. Teknologi Penyimpanan Pangan. Pusat Antar
Universitas Rekayasa Proses Pangan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Syarief, R., S. Santausa, dan B. Isyana. 1989. Buku dan Monograf Teknologi
Pengemasan Pangan. Laboratorium Rekayasan Proses Pangan. Pusat Antar
Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Tanumihardjo, S. A. 2002. Vitamin A and Iron Status Are Improved by Vitamin
A adnd Iron Supplementation in Pregnant Women. Journal of American
Society for Nutritional Sciences: 1909-1912.

UNICEF (United Nations Childrens Fund) dan WHO (World Health
Organization). 2004. Low Birth Weight: Country, Regional, and Global
Estimates. http://www.undp.org. [3 Mei 2006].

Van den Berg. C. dan S. Bruin. 1981. Water Activity and Its Estimation in Food
System. Theoritical Aspects. Academy Press, New York.

Walpole, R. E. 1990. Pengantar Statistika. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Winarno, F. G. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta.

Lampiran 1. Formulir Uji Preferensi dan Uji Segitiga CNF dan CF
UJI SEGITIGA

NAMA : TANGGAL :
NO. HP : TIPE SAMPEL : COOKIES
Informasi dan Instruksi :
1. Tersedia 3 sampel cookies.
2. Tuliskan kode sampel di tempat yang telah tersedia di bawah ini.
3. Tentukan 1 sampel yang berbeda (apabila menurut anda tidak ada yang berbeda, mohon
ditebak).
4. Netralkan dengan AMDK pada tahap pencicipan.

Kode Sampel : ______ _____ ______ Yang berbeda : ______


Komentar :
_________________________________________________________________________


Terima kasih banyak atas bantuan Anda.

UJI PREFERENSI (KESUKAAN) COOKIES

NAMA : TANGGAL :
NO. TELP : TIPE SAMPEL : COOKIES


Instruksi :
1. Cicipilah produk yang sebelah kiri terlebih dahulu, dan kemudian yang sebelah kanan.
2. Tersedia air minum untuk menetralkan indera perasa saat pencicipan.
3. Tentukan 1 sampel yang lebih Anda sukai dan lingkarilah kode sampel tersebut.


Kode Sampel : 862 245






Terima kasih banyak atas bantuan Anda.

Lampiran 2. Jumlah Minimum Penilaian yang Diperlukan untuk Menyatakan
Signifikansi pada Dua Level Probabilitas untuk Uji Preferensi
Berpasangan (Two-Tailed, P = ) (Lawless dan Heymann, 1999)

Jumlah Minimum
Penilaian pada
Level Probabilitas:
Jumlah Minimum
Penilaian pada
Level Probabilitas:
Jumlah
Panelis (n)
0.05 0.01
Jumlah
Panelis (n)
0.05 0.01
7 7 - 32 23 24
8 8 8 33 23 25
9 8 9 34 24 25
10 9 10 35 24 26
11 10 11 36 25 27
12 10 11 37 25 27
13 11 12 38 26 28
14 12 13 39 27 28
15 12 13 40 27 29
16 13 14 41 28 30
17 13 15 42 28 30
18 14 15 43 29 31
19 15 16 44 29 31
20 15 17 45 30 32
21 16 17 46 31 33
22 17 19 47 31 33
23 17 19 48 32 34
24 18 19 49 32 34
25 18 20 50 33 35
26 19 20 60 39 41
27 20 21 70 44 47
28 20 22 80 50 52
29 21 22 90 55 58
30 21 23 100 61 64
31 22 24

Lampiran 3. Jumlah Minimal dari Jawaban Benar dalam Uji Segitiga (Meilgaard et al., 1999)


n
0.40 0.30 0.20 0.10 0.05 0.01 0.001
10 5 5 6 6 7 8 9
11 5 5 6 7 7 8 10
12 5 6 6 7 8 9 10
13 6 6 7 8 8 9 11
14 6 7 7 8 9 10 11
15 6 7 8 8 9 10 12
16 7 7 8 9 9 11 12
17 7 8 8 9 10 11 13
18 7 8 9 10 10 12 13
19 8 8 9 10 11 12 14
20 8 9 9 10 11 13 14
21 8 9 10 11 12 13 15
22 9 9 10 11 12 14 15
23 9 10 11 12 12 14 16
24 10 10 11 12 13 15 16
25 10 11 11 12 13 15 17
26 10 11 12 13 14 15 17
27 11 11 12 13 14 16 18
28 11 12 12 14 15 16 18
29 11 12 13 14 15 17 19
30 12 12 13 14 15 17 19
31 12 13 14 15 16 18 20
32 12 13 14 15 16 18 20
33 13 13 14 15 17 18 21
34 13 14 15 16 17 19 21
35 13 14 15 16 17 19 22
36 14 14 15 17 18 20 22
42 16 17 18 19 20 22 25
48 18 19 20 21 22 25 27

Keterangan : n = jumlah panelis
= nilai probabilitas = 100% taraf kepercayaan (%)
Lampiran 4. Kuesioner Atribut Utama dari Produk Cookies / Biskuit



Kuesioner Atribut Utama dari Produk Cookies / Biskuit


Nama :
Jenis Kelamin : Laki-laki / Perempuan
*)
Usia : ................ tahun
Pekerjaan : Pelajar / Mahasiswa / Wiraswasta / Lain-lain
*)
, sebutkan ............

Apakah yang Anda utamakan dari sebuah produk cookies / biskuit ?
Urutkan atribut di bawah ini dari 1 4
(1 = paling penting, 4 = paling tidak penting)

(.....) Warna
(.....) Tekstur (renyah; tekstur yang tidak lembek)
(.....) Aroma
(.....) Rasa manis

Terimakasih banyak atas kesediannya untuk meluangkan waktu, pemikiran, dan
pendapat. Bantuan Anda sangat berarti bagi saya.

*) lingkarilah pilihan Anda

- Steisianasari Mileiva (08128651158) Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan IPB -
Lampiran 5. Formulir Multiple Comparison Test Kerenyahan Cookies


Multiple Comparison Test


Nama/No.Hp :
Tanggal :
Instruksi : Bandingkan kerenyahan produk yang disajikan terhadap
produk pembanding dan berilah tanda pada pernyataan
yang sesuai dengan penilaian Anda.

Kelompok Sampel A
Penilaian 878 117 392 659
Amat sangat kurang renyah
Sangat kurang renyah
Kurang renyah
Agak kurang renyah
Sama
Agak lebih renyah
Lebih renyah
Sangat lebih renyah
Amat sangat lebih renyah

Kelompok Sampel B
Penilaian 742 421 226 286
Amat sangat kurang renyah
Sangat kurang renyah
Kurang renyah
Agak kurang renyah
Sama
Agak lebih renyah
Lebih renyah
Sangat lebih renyah
Amat sangat lebih renyah
--Terima kasih--
Lampiran 6. Hasil Uji Paired-Samples T Test Kadar Air CNF dan CF

T-Test

Paired Samples Statistics
Mean N Std. Deviation Std. Error Mean
Pair 1 CNF 2.718675 4 .1064088 .0532044
CF 2.351125 4 .0245880 .0122940

Paired Samples Correlations
N Correlation Sig.
Pair 1 CNF & CF 4 -.331 .669

Paired Samples Test
Paired Differences t df
Sig. (2-
tailed)
Mean
Std.
Deviation
Std. Error
Mean
95% Confidence
Interval of the
Difference
Lower Upper
Pair
1
CNF
- CF
.3675500 .1168695 .0584347 .1815846 .5535154 6.290 3 .008

Rata-rata kadar air CNF dan CF berbeda nyata pada level probabilitas () 0.05.


Lampiran 7. Hasil Uji Paired-Samples T Test Kadar Abu CNF dan CF

T-Test

Paired Samples Statistics
Mean N Std. Deviation Std. Error Mean
Pair 1 CNF 1.187250 4 .0382708 .0191354
CF 1.311825 4 .0254673 .0127336

Paired Samples Correlations
N Correlation Sig.
Pair 1 CNF & CF 4 -.502 .498

Paired Samples Test
Paired Differences t df
Sig.
(2-
tailed)
Mean
Std.
Deviation
Std.
Error
Mean
95% Confidence
Interval of the
Difference
Lower Upper
Pair
1
CNF
- CF
-.1245750 .0556093 .0278046 -.2130617 -.0360883 -4.480 3 .021

Rata-rata kadar abu CNF dan CF berbeda nyata pada level probabilitas () 0.05.
Lampiran 8. Hasil Uji Paired-Samples T Test Kadar Protein CNF dan CF

T-Test

Paired Samples Statistics
Mean N Std. Deviation Std. Error Mean
Pair 1 CNF 7.008175 4 .1709965 .0854982
CF 6.692200 4 .2283156 .1141578

Paired Samples Correlations
N Correlation Sig.
Pair 1 CNF & CF 4 -.949 .051

Paired Samples Test
Paired Differences t df
Sig.
(2-
tailed)
Mean
Std.
Deviation
Std. Error
Mean
95% Confidence
Interval of the
Difference
Lower Upper
Pair
1
CNF
- CF
.3159750 .3943267 .1971634 -.3114868 .9434368 1.603 3 .207

Rata-rata kadar protein CNF dan CF tidak berbeda nyata pada level probabilitas () 0.05.


Lampiran 9. Hasil Uji Paired-Samples T Test Kadar Lemak CNF dan CF

T-Test

Paired Samples Statistics
Mean N Std. Deviation Std. Error Mean
Pair 1 CNF 20.487100 4 .0689043 .0344522
CF 20.537425 4 .2275667 .1137833

Paired Samples Correlations
N Correlation Sig.
Pair 1 CNF & CF 4 .281 .719

Paired Samples Test
Paired Differences t df
Sig. (2-
tailed)
Mean
Std.
Deviation
Std. Error
Mean
95% Confidence
Interval of the
Difference
Lower Upper
Pair
1
CNF
- CF
-.0503250 .2184764 .1092382 -.3979697 .2973197 -.461 3 .676

Rata-rata kadar lemak CNF dan CF tidak berbeda nyata pada level probabilitas () 0.05.
Lampiran 10. Hasil Uji Paired-Samples T Test Kadar Karbohidrat CNF dan CF

T-Test

Paired Samples Statistics
Mean N Std. Deviation Std. Error Mean
Pair 1 CNF
66.086025 4 .1137327 .0568664
CF
67.082675 4 .5753004 .2876502

Paired Samples Correlations
N Correlation Sig.
Pair 1 CNF & CF 4 -.727 .273

Paired Samples Test
Paired Differences t df
Sig. (2-
tailed)
Mean
Std.
Deviation
Std. Error
Mean
95% Confidence
Interval of the
Difference
Lower Upper
Pair
1
CNF
- CF
-.9966500 .6626468 .3313234 -2.0510690 .0577690 -3.008 3 .057

Rata-rata kadar karbohidrat CNF dan CF tidak berbeda nyata pada level probabilitas () 0.05.


Lampiran 11. Hasil Uji Paired-Samples T Test Kadar Serat Kasar CNF dan CF

T-Test

Paired Samples Statistics
Mean N Std. Deviation Std. Error Mean
Pair 1 CNF 2.487775 4 .2536404 .1268202
CF 2.024750 4 .3221004 .1610502

Paired Samples Correlations
N Correlation Sig.
Pair 1 CNF & CF 4 -.810 .190

Paired Samples Test
Paired Differences t df
Sig. (2-
tailed)
Mean
Std.
Deviation
Std. Error
Mean
95% Confidence
Interval of the
Difference
Lower Upper
Pair
1
CNF
- CF
.4630250 .5481580 .2740790 -.4092167 1.3352667 1.689 3 .190

Rata-rata kadar serat kasar CNF dan CF tidak berbeda nyata pada level probabilitas () 0.05.
Lampiran 12. Hasil Uji Paired-Samples T Test Nilai Energi CNF dan CF


T-Test

Paired Samples Statistics
Mean N Std. Deviation Std. Error Mean
Pair 1 CNF 486.711800 4 .4032335 .2016168
CF 488.035325 4 1.1070165 .5535083

Paired Samples Correlations
N Correlation Sig.
Pair 1 CNF & CF 4 .466 .534

Paired Samples Test
Paired Differences t df
Sig. (2-
tailed)
Mean
Std.
Deviation
Std. Error
Mean
95% Confidence
Interval of the
Difference
Lower Upper
Pair
1
CNF
- CF
-1.3235250 .9858819 .4929410 -2.8922831 .2452331 -2.685 3 .075


Rata-rata nilai kalori CNF dan CF tidak berbeda nyata pada level probabilitas () 0.05.


Lampiran 13. Perhitungan Penambahan Fortifikan yang Dilakukan Industri Mitra
(dari data per kg adonan menjadi per 100 g cookies)

Rata-rata rendemen cookies = 82.5%


Rata-rata kadar air cookies = 2.35%






1. Vitamin A ditambahkan 0.16g per kg adonan. Data tersebut tidak dapat
dikonversi ke dalam satuan vitamin A (RE ataupun IU).
2. Asam Folat



3. Vitamin C



4. Fe



5. ZnSO
4






Fortifikan per
kg adonan
Fortifikan per 100 g
cookies (berat basah)
(perhitungan rendemen)
Fortifikan per 100 g
cookies (berat kering)
cookies g adonan g 825 1000
100
5 . 82

( )
( ) cookies g
C vit g
cookies g
C vit g
g
adonan g
C vit g
39 . 19 825
02 . 0 80 . 0
825
80 . 0
825
1000
97 . 0


cookies g mg 100 / 97
( )
( ) cookies g
folat asam g
cookies g
folat asam g
g
adonan g
folat asam g
39 . 19 825
0002 . 0 01 . 0
825
01 . 0
825
1000
011 . 0


cookies g g 100 / 1100
( )
( ) cookies g
Fe g
cookies g
Fe g
g
adonan g
Fe g
39 . 19 825
01 . 0 24 . 0
825
25 . 0
825
1000
30 . 0


cookies g mg 100 / 30
( )
( ) cookies g
Zn g
cookies g
Zn g
g
adonan g
Zn g
39 . 19 825
003 . 0 15 . 0
825
15 . 0
825
1000
18 . 0


cookies g mg 100 / 22 . 18
g g ZnSO bobot
ZnSO Mr
Zn Ar
Zn Bobot 18 . 0 45 . 0
45 . 161
38 . 65
4
4

6. KIO
3






g g KIO bobot
KIO Mr
I Ar
I Bobot 00237 . 0 004 . 0
214
9 . 126
3
3

( )
( ) cookies g
Zn mg
cookies g
Zn mg
g
adonan g
Zn mg
39 . 19 825
05 . 0 96 . 1
825
96 . 1
825
1000
37 . 2


cookies g g 100 / 237
Lampiran 14. Rekapitulasi Data Uji Hedonik Atribut Warna Cookies


Panelis Cookies Non Fortifikasi Cookies Fortifikasi
1 3 3
2 4 3
3 3 3
4 3 3
5 4 4
6 5 5
7 3 3
8 3 3
9 3 3
10 4 4
11 4 3
12 3 3
13 3 3
14 3 3
15 3 3
16 4 4
17 3 3
18 3 3
19 3 3
20 3 3
21 4 4
22 4 4
23 3 3
24 5 5
25 3 3
26 3 4
27 3 3
28 3 3
29 4 4
30 3 3
Rata-rata 3.4 3.4

Keterangan: 1 = sangat tidak suka
2 = tidak suka
3 = netral
4 = suka
5 = sangat suka

Panelis adalah ibu hamil dengan usia kandungan di atas 3 bulan. Mereka
berdomisili di berbagai daerah di Kabupaten dan Kotamadya Bogor.
Lampiran 15. Rekapitulasi Data Uji Hedonik (Rating) Atribut Tekstur Cookies


Panelis Cookies Non Fortifikasi Cookies Fortifikasi
1 4 4
2 3 3
3 4 4
4 4 4
5 3 4
6 3 3
7 4 5
8 4 4
9 3 3
10 3 3
11 3 4
12 3 3
13 3 3
14 4 4
15 3 3
16 4 4
17 3 3
18 3 3
19 3 3
20 3 3
21 4 4
22 4 4
23 4 4
24 5 5
25 3 3
26 4 4
27 3 3
28 3 3
29 3 3
30 3 3
Rata-rata 3.4 3.5

Keterangan: 1 = sangat tidak suka
2 = tidak suka
3 = netral
4 = suka
5 = sangat suka

Panelis adalah ibu hamil dengan usia kandungan di atas 3 bulan. Mereka
berdomisili di berbagai daerah di Kabupaten dan Kotamadya Bogor.
Lampiran 16. Rekapitulasi Data Uji Hedonik (Rating) Atribut Rasa Cookies


Panelis Cookies Non Fortifikasi Cookies Fortifikasi
1 4 4
2 4 5
3 2 2
4 3 3
5 4 3
6 4 4
7 5 5
8 4 4
9 5 5
10 3 3
11 4 3
12 3 3
13 4 4
14 5 5
15 4 4
16 2 2
17 4 3
18 5 4
19 4 5
20 3 3
21 3 3
22 4 4
23 5 5
24 4 4
25 3 3
26 3 4
27 5 4
28 5 5
29 5 4
30 3 3
Rata-rata 3.9 3.8

Keterangan: 1 = sangat tidak suka
2 = tidak suka
3 = netral
4 = suka
5 = sangat suka

Panelis adalah ibu hamil dengan usia kandungan di atas 3 bulan. Mereka
berdomisili di berbagai daerah di Kabupaten dan Kotamadya Bogor.
Lampiran 17. Hasil Uji Paired-Samples T Test Skor Kesukaan Atribut Warna
Cookies

T-Test

Paired Samples Statistics
Mean N Std.
Deviation
Std. Error
Mean
Pair 1 CNF 3.40 30 .621 .113
CF 3.37 30 .615 .112

Paired Samples Correlations
N Correlation Sig.
Pair 1 CNF & CF 30 .866 .000

Paired Samples Test
Paired
Differences
t df Sig. (2-
tailed)
Mean Std.
Deviation
Std. Error
Mean
95% Confidence
Interval of the
Difference

Lower Upper
Pair 1 CNF -
CF
.03 .320 .058 -.09 .15 .571 29 .573

Rata-rata skor kesukaan atribut warna CNF dan CF tidak berbeda nyata ( = 0.05).


Lampiran 18. Hasil Uji Paired-Samples T Test Skor Kesukaan Atribut Tekstur
Cookies

T-Test

Paired Samples Statistics
Mean N Std.
Deviation
Std. Error
Mean
Pair 1 CNF 3.43 30 .568 .104
CF 3.53 30 .629 .115

Paired Samples Correlations
N Correlation Sig.
Pair 1 CNF & CF 30 .875 .000

Paired Samples Test
Paired
Differences



t df Sig. (2-
tailed)
Mean Std.
Deviation
Std. Error
Mean
95% Confidence Interval
of the Difference

Lower Upper
Pair 1CNF - CF -.10 .305 .056 -.21 .01 -1.795 29
.083

Rata-rata skor kesukaan atribut tekstur CNF dan CF tidak berbeda nyata ( = 0.05).
Lampiran 19. Hasil Uji Paired-Samples T Test Skor Kesukaan Atribut Rasa
Cookies

T-Test

Paired Samples Statistics
Mean N Std.
Deviation
Std. Error
Mean
Pair 1 CNF 3.87 30 .900 .164
CF 3.77 30 .898 .164


Paired Samples Correlations
N Correlation Sig.
Pair 1 CNF & CF 30 .814 .000


Paired Samples Test
Paired
Differences
t df Sig. (2-
tailed)
Mean Std.
Deviation
Std. Error
Mean
95% Confidence
Interval of the
Difference

Lower Upper
Pair 1 CNF - CF .10 .548 .100 -.10 .30 1.000 29
.326


Rata-rata skor kesukaan atribut rasa CNF dan CF tidak berbeda nyata ( = 0.05).


Lampiran 20. Hasil Uji Analisis Sidik Ragam (ANOVA) Skor Kesukaan Perisa
Cookies

Univariate Analysis of Variance
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: SKOR
Source Type III Sum
of Squares
df Mean Square F Sig.
Model 1305.689 32 40.803 58.707 .000
PANELIS 20.889 29 .720 1.036 .442
SAMPEL .356 2 .178 .256
.775
Error 40.311 58 .695
Total 1346.000 90
a R Squared = .970 (Adjusted R Squared = .954)

Nilai signifikansi sampel adalah 0.775. Nilai ini lebih besar daripada 0.05
sehingga kesimpulan yang diambil: ketiga perisa tidak berbeda nyata ( = 0.05).

Lampiran 21. Hasil Uji Friedman Test Perisa Cookies

NPar Tests

Friedman Test

Ranks
Mean Rank
SKOR_1 1.93
SKOR_2 2.00
SKOR_3 2.07

Test Statistics
N 30
Chi-Square .267
df 2
Asymp. Sig. .875
a Friedman Test

Keterangan: SKOR_1 = Perisa Susu
SKOR_2 = Perisa Keju
SKOR_3 = Perisa Coklat

Skala = 1 3 (diurutkan dari yang paling disukai sampai yang kurang disukai)

Nilai Asymp. signifikansi adalah 0.875. Nilai ini lebih besar daripada 0.05
sehingga kesimpulan yang diambil: ketiga perisa tidak berbeda nyata ( = 0.05).

Lampiran 22. Rekapitulasi Data Hasil Survei Atribut Utama Cookies
No Nama
Jenis
Kelamin
Usia Pekerjaan Warna Tekstur Aroma Rasa Manis
1 Rubiyah P 48 PNS 3 2 4 1
2 Abdul Rojak L 46 Laboran 3 1 2 4
3 Sobirin L 46 Teknisi 3 4 2 1
4 Sidik L 45 Teknisi 4 1 2 3
5 Gatot Supriadi L 45 PNS 4 1 2 3
6 Endang L 43 Karyawan 3 1 4 2
7 Sukarna L 40 Laboran 1 2 3 4
8 Dian Herawati P 31 Dosen 4 2 3 1
9 Yahya L 30 Teknisi 4 2 3 1
10 Dodi Gumilar P 30 Teknisi 1 3 4 2
11 Darsih P 24 Pegawai 3 2 1 4
12 Anton L 24 Lulusan S1 3 2 4 1
13 Rusmianto L 23 Mahasiswa 3 1 4 2
14 Inggrid P 22 Mahasiswa 4 1 2 3
15 Yulizar L 22 Mahasiswa 4 1 2 3
16 Ratry P 21 Mahasiswa 2 1 3 4
17 Karen P 21 Mahasiswa 1 2 3 4
18 Fenni P 21 Mahasiswa 1 2 4 3
19 Yayah P 21 Mahasiswa 3 1 2 4
20 Vivi P 21 Mahasiswa 2 1 3 4
21 Aminullah L 21 Mahasiswa 2 1 3 4
22 Eprim L 21 Mahasiswa 4 2 1 3
23 Arti P 20 Mahasiswa 3 2 1 4
24 Kikie P 20 Mahasiswa 3 1 4 2
25 Apsari P 20 Mahasiswa 2 1 4 3
26 Ricci L 19 Mahasiswa 1 3 2 4
27 Yanti Suryati P 16 SMA 4 1 3 2
28 Febrina P 16 SMA 3 1 2 4
29 Clarissa P 16 SMA 4 1 3 2
30 Stevania P 15 SMA 3 2 4 1
31 Anastasia Novi P 15 SMA 4 1 2 3
32 Marsha L 15 SMA 4 1 2 3
33 Regina P 15 SMA 4 1 2 3
34 Kevin L 15 SMA 4 3 2 1
35 Andi Pratama L 15 SMA 4 1 3 2
36 Sella Anggraeni P 15 SMA 4 3 1 2
37 Mayco L 15 SMA 4 1 2 3
38 Hendri Anugrah P 15 SMA 4 2 3 1
39 Jennike L 12 SD 4 1 3 2
40 Satrio Putra L 10 SD 3 1 4 2
3.1 1.6 2.7 2.6 Rata-rata Skor
Lampiran 23. Hasil Friedman Test Atribut Utama Cookies


Friedman Test
Ranks
Mean Rank
SKOR_1 3.10
SKOR_2 1.58
SKOR_3 2.70
SKOR_4 2.63

Test Statistics
N 40
Chi-Square 30.510
df 3
Asymp. Sig. .000
a Friedman Test

Keterangan:
SKOR_1 : Atribut warna
SKOR_2 : Atribut tekstur
SKOR_3 : Atribut aroma
SKOR_4 : Atribut rasa manis

Skala ranking : 1 4 (1 = paling penting; 4 = paling tidak penting)

Berdasarkan uji Friedman, diperoleh nilai Asymp.Sig adalah 0.000. Nilai ini lebih
kecil daripada 0.05. Oleh karena itu, kesimpulan yang diambil adalah: keempat
atribut berbeda nyata ( = 0.05).



Lampiran 24. Rekapitulasi Data Seleksi Panelis
No Nama Panelis
Hasil Wawancara
Uji Warna
Hasil Uji Rasa
Manis
No
Panelis yang Lolos Uji
Rasa Manis
Hasil Uji Tekstur No
Panelis yang Lolos
Uji Tekstur
Hasil Uji Aroma
1 Alina Primasari Tidak buta warna Tidak lolos (1/6) 1 Andrias Lolos (5/6) 1 Andrias Lolos (4/4)
2 Aminullah Tidak buta warna Tidak lolos (1/3) 2 Annisa Soraya Lolos (6/6) 2 Annisa Soraya Tidak lolos (2/4)
3 Andrias Tidak buta warna Lolos (5/6) 3 Eva Handayani Lolos (4/6) 3 Eva Handayani Tidak lolos (2/4)
4 Annisa Nisvianty Tidak buta warna Tidak lolos (2/6) 4 Evrin Lolos (6/6) 4 Evrin Tidak lolos (3/4)
5 Annisa Soraya Tidak buta warna Lolos (5/6) 5 Fenni Rusli Lolos (6/6) 5 Fenni Rusli Lolos (4/4)
6 Arief Tidak buta warna Tidak lolos (2/6) 6 Hendy Lolos (6/6) 6 Hendy Lolos (4/4)
7 Arti Tidak buta warna Tidak lolos (0/3) 7 Herold Lolos (6/6) 7 Herold Lolos (4/4)
8 Dadik Satria Tidak buta warna Tidak lolos (3/6) 8 Indach Lolos (5/6) 8 Indach Lolos (4/4)
9 Eko Widayanto Tidak buta warna Tidak lolos (2/6) 9 Karen Puspasari Lolos (6/6) 9 Karen Puspasari Lolos (4/4)
10 Elsadora Reapina Tidak buta warna Tidak lolos (2/6) 10 Kiki Krisnayudha Tidak lolos (0/0) 10 Muslimah Lolos (4/4)
11 Elvina Yohana Tidak buta warna Tidak lolos (1/6) 11 Muslimah Lolos (6/6) 11 Randy Adistya Lolos (4/4)
12 Eva Handayani Tidak buta warna Lolos (4/6) 12 Randy Adistya Lolos (6/6) 12 Shinta Lolos (4/4)
13 Evrin Tidak buta warna Lolos (5/6) 13 Shinta Lolos (6/6) 13 Subekti Saputra Tidak lolos (2/4)
14 Fenni Rusli Tidak buta warna Lolos (4/6) 14 Subekti Saputra Lolos (6/6) 14 Syarifah Zarina Tidak lolos (2/4)
15 Hendy Tidak buta warna Lolos (5/6) 15 Syarifah Zarina Lolos (4/6)
16 Herold Tidak buta warna Lolos (5/6) 16 Yoga Rahmawansah Tidak lolos (3/6)
17 Indach Tidak buta warna Lolos (5/6)
18 Karen Puspasari Tidak buta warna Lolos (5/6)
19 Kiki Krisnayudha Tidak buta warna Lolos (4/6) Kondisi Cookies Kekerasan (gf)
20 Maria Dewi Tidak buta warna Tidak lolos (1/6) K2SO4 3 jam 2545.4
21 Muslimah Tidak buta warna Lolos (4/6) K2SO4 4 jam 2326.3
22 Oneth Tidak buta warna Tidak lolos (1/3) Baru dari kemasan 2905.2
23 Prasna Ruseno Tidak buta warna Tidak lolos (0/3)
24 Pretty Arinigora Tidak buta warna Tidak lolos (3/6) Konsentrat Flavor:
25 Randy Adistya Tidak buta warna Lolos (4/6) Kopi
26 Ribka Tidak buta warna Tidak lolos (3/6) Coklat
27 Ririn Tidak buta warna Tidak lolos (2/6) Pisang
28 Rohana Tidak buta warna Tidak lolos (3/6) Susu
29 Shinta Tidak buta warna Lolos (6/6)
30 Stefanus Tidak buta warna Tidak lolos (0/3)
31 Subekti Saputra Tidak buta warna Lolos (4/6)
32 Syarifah Zarina Tidak buta warna Lolos (5/6)
33 Widhi Widagdo Tidak buta warna Tidak lolos (1/3)
34 Yeny Nur Putri Tidak buta warna Tidak lolos (1/3)
35 Yoga Rahmawansah Tidak buta warna Lolos (4/6)
Lampiran 25. Rekapitulasi Data Multiple Comparison Test CNF

RH Penyimpanan
Panelis
Blind Control
NaCl
(76.9%)
KCl
(85.0%)
KNO
3

(93.6%)
1 5 4 3 2
2 5 4 3 1
3 5 4 2 1
4 5 5 3 2
5 5 5 3 2
6 5 4 3 1
7 5 4 3 1
8 5 4 3 1
9 5 4 2 1
Rata-rata 5 4.2 2.8 1.2


Lampiran 26. Rekapitulasi Data Multiple Comparison Test CF

RH Penyimpanan
Panelis
Blind Control
NaCl
(76.9%)
KCl
(85.0%)
KNO
3

(93.6%)
1 5 4 3 2
2 5 4 2 1
3 5 4 3 1
4 5 5 3 2
5 5 5 3 1
6 5 4 3 1
7 5 5 3 1
8 5 4 3 1
9 5 5 3 2
Rata-rata 5 4.4 2.9 1.3

Keterangan: 1 = amat sangat kurang renyah
2 = sangat kurang renyah
3 = kurang renyah
4 = agak kurang renyah
5 = sama
6 = agak lebih renyah
7 = lebih renyah
8 = sangat lebih renyah
9 = amat sangat lebih renyah
Lampiran 27. Modifikasi Model-model Sorpsi Isothermis dari Persamaan Non
Linear Menjadi Persamaan Linear

1. Persamaan Hasley
Aw = exp[-P(1)/Me
P(2)
]
Persamaan diubah menjadi bentuk persamaan garis lurus dengan bentuk umum y = a
+ bx
Log]ln(1/aw)] = log P(1) P(2) log Me
Dimana: y = log[ln(1/aw)] x = log Me
a = log P(1) b = -P(2)
2. Persamaan Chen Clayton
Aw = exp[-P(1)/(exp(P(2)Me))]
Persamaan diubah menjadi bentuk persamaan garis lurus dengan bentuk umum y = a
+ bx
Ln[ln(1/aw)] = lnP(1) P(2) Me
Dimana: y = ln[ln(1/aw)] x = Me
a = lnP(1) b = -P(2)
3. Persamaan Henderson
1 aw = exp[-KMe
n
]
Persamaan diubah menjadi bentuk persamaan garis lurus dengan bentuk umum y = a
+ bx
Log[ln(1/(1-aw))] = log K + n log Me
Dimana: y = Log[ln(1/(1-aw))] x = log Me
a = log K b = n
4. Persamaan Caurie
Ln Me = lnP(1) P(2)aw
Dimana: y = Ln Me x = aw
a = lnP(1) b = -P(2)
5. Persamaan Oswin
Me = P(1)[aw/(1-aw)]
P(2)
Persamaan diubah menjadi bentuk persamaan garis lurus dengan bentuk umum y = a
+ bx
Ln Me = lnP(1) + P(2) ln[aw/(1-aw)]
Dimana: y = ln Me x = ln[aw/(1-aw)]
a = lnP(1) b = P(2)

Lampiran 28. Kadar Air Kesetimbangan dari Model-model Persamaan



CNF
Kadar Air Kesetimbangan (%)
a
w

Percobaan Hasley
Chen
Clayton
Henderson Caurie Oswin
0.329 3.10 8.85 13.46 3.92 6599.05 2.85 x 10
39

0.447 4.98 8.50 12.33 5.06 605.42 2.42 x 10
27

0.649 5.78 7.87 10.15 7.30 10.14 2.54 x 10
7

0.769 8.72 7.40 8.40 9.06 0.89 1.61 x 10
-7

0.850 12.74 6.97 6.72 10.70 0.17 2.30 x 10
-20

0.936 19.32 6.24 3.57 13.58 0.03 2.94 x 10
-43




CF
Kadar Air Kesetimbangan (%)
a
w

Percobaan Hasley
Chen
Clayton
Henderson Caurie Oswin
0.329 3.17 8.46 13.33 3.66 7499.37 3.29 x 10
40

0.447 4.77 8.14 12.15 4.77 647.88 1.28 x 10
28

0.649 5.26 7.54 9.86 6.99 9.79 3.71 x 10
7

0.769 8.06 7.10 8.03 8.75 0.81 9.39 x 10
-8

0.850 11.92 6.69 6.26 10.40 0.15 5.88 x 10
-21

0.936 19.41 6.00 2.95 13.32 0.03 1.72 x 10
-44


Lampiran 29. Penentuan WVTR dan nilai k/x
Ulangan 1
Bobot Selisih Hari
42.9859
42.9872 0.0013 1
42.9888 0.0016 2
42.9905 0.0017 3
42.9920 0.0015 4
42.9930 0.0010 5
42.9944 0.0014 6
42.9959 0.0015 7
42.9971 0.0012 8
42.9980 0.0009 9
42.9990 0.0010 10
Ulangan 2
Bobot Selisih Hari
41.0907
41.0923 0.0016 1
41.0934 0.0011 2
41.0949 0.0015 3
41.0966 0.0017 4
41.0986 0.0020 5
41.0998 0.0012 6
41.1013 0.0015 7
41.1026 0.0013 8
41.1036 0.0010 9
41.1045 0.0009 10
Luas Kemasan (Area Transmisi)
d = 7.4 cm
r = 3.7 cm
42.9866 cm2
0.004299 m2
Slope WVTR
Rata-rata
WVTR
k/x
0.0013 0.302420
0.0014 0.325683
0.3141 0.0107
y = 0.0013x + 42.986
R
2
= 0.9935
42.9860
42.9880
42.9900
42.9920
42.9940
42.9960
42.9980
43.0000
43.0020
0 2 4 6 8 10 12
y = 0.0014x + 41.091
R
2
= 0.992
41.0900
41.0920
41.0940
41.0960
41.0980
41.1000
41.1020
41.1040
41.1060
0 2 4 6 8 10 12

Anda mungkin juga menyukai