) 2 (
) (
) 1 (
P
Me
P
Persamaan Oswin dapat berlaku untuk bahan pangan pada RH 0%
sampai dengan 85% dan sesuai bagi kurva sorpsi isothermis yang berbentuk
sigmoid (Chirife dan Iglesias, 1978). Model persamaan Oswin tersebut adalah
seperti di bawah ini. P(1) dan P(2) merupakan konstanta.
22
Me
= P(1)
( )
) 2 (
1
P
aw
aw
1
]
1
Lebih lanjut, Chen Clayton juga telah membuat model matematika yang
berlaku untuk bahan pangan pada semua nilai aktivitas air. Persamaan tersebut
adalah seperti di bawah ini: (P(1) dan (2) adalah konstanta)
a
w
= exp
( )
1
]
1
Me P
P
) 2 ( exp
) 1 (
f. Kemasan
Produk pangan kering harus dilindungi terhadap masuknya uap air.
Umumnya produk-produk ini dikemas dalam kemasan yang mempunyai
permeabilitas uap air yang rendah untuk mencegah produk melunak atau
menjadi basah (Syarief et al., 1989). Permeabilitas uap air kemasan adalah
kecepatan atau laju transmisi uap air melalui suatu unit luasan bahan dengan
ketebalan tertentu sebagai akibat perbedaan unit tekanan uap air antara
permukaan produk pada kondisi suhu dan kelembaban tertentu (Robertson,
1993). Penentuan permeabilitas uap air kemasan dilakukan dengan suhu yang
konstan untuk menghindari peningkatan ukuran pori-pori plastik.
Jenis kemasan yang digunakan untuk produk cookies garut adalah
OPP25/VMPET12/CPP30. Untuk kepentingan pelabelan digunakan plastik
OPP, yaitu polipropilen yang telah mengalami proses peregangan secara
silang. Menurut Syarief et al., (1989), untuk memperbaiki sifat-sifatnya,
polipropilen dapat dimodifikasi menjadi Oriented Polyproylene (OPP) jika
dalam proses pembuatannya ditarik satu arah atau BOPP (Biaxially Oriented
Polypropylene) jika ditarik dari dua arah. OPP bersifat tahan terhadap suhu
tinggi, tahan terhadap asam kuat, basa, dan minyak; tetapi rapuh terhadap
suhu rendah. OPP digunakan untuk produk-produk yang memerlukan sifat
perintang terhadap uap air tinggi (Robertson, 1993).
23
Kemasan di atas dilaminasi dengan PET. Polietilen (PET) banyak
digunakan dalam laminasi untuk meningkatkan daya tahan kemasan terhadap
kikisan dan sobekan sehingga banyak digunakan sebagai kantung-kantung
makanan yang memerlukan perlindungan (Syarief et al., 1989). Salah satu
sifat yang paling penting dari polietilen adalah permeabilitasnya yang rendah
terhadap uap air.
Film plastik yang dimetalisasi adalah CPP (Cast Polypropylene).
Penggunaan CPP sebagai bahan kemasan terbatas karena daya tahan sobek
CPP rendah. CPP tidak disarankan untuk mengemas produk yang berat dan
tajam kecuali dilapisi oleh bahan yang lebih kuat dan lebih tahan sobek
(Roberston, 1993). Penggunaan plastik ini sesuai untuk mengemas kopi,
makanan kering, keju, dan roti panggang karena ketahanan terhadap uap air
dan gas lebih baik dan kemasan ini tidak meneruskan cahaya serta
menghambat masuknya oksigen (Brown, 2000).
g. Metode Akselerasi
Sistem penentuan umur simpan secara konvensional (Extended Storage
Studies) membutuhkan waktu yang lama karena dilakukan dengan cara
menyimpan suatu seri produk pada kondisi normal sehari-hari sambil
dilakukan pengamatan penurunan mutunya sampai mencapai mutu
kadaluwarsa. Floros (1993) menyatakan bahwa umur simpan produk pangan
dapat ditetapkan dengan metode akselerasi atau Accelerated Storage Studies
(ASS). Keuntungan metode ini adalah memerlukan waktu yang relatif singkat,
tetapi tetap memiliki ketepatan dan akurasi yang tinggi. ASS diterapkan pada
produk pangan dengan memvariasikan kondisi kelembaban relatif (RH), suhu,
atau intensitas cahaya, baik secara sendiri-sendiri maupun gabungannya
(Floros, 1993).
Salah satu metode akselerasi yang diterapkan pada produk pangan
kering adalah pendekatan kadar air kritis. Pada metode ini kondisi lingkungan
penyimpanan memiliki kelembaban relatif (relative humidity) yang ekstrim.
Produk pangan kering yang disimpan akan mengalami penurunan mutu akibat
penyerapan uap air. Persamaan matematika adalah alat bantu yang digunakan
pada metode ini. Pada dasarnya persamaan-persamaan ini adalah deskripsi
24
kuantitatif dari sistem yang terdiri dari produk, bahan pengemas, dan
lingkungan (Arpah, 2001).
Dalam monograf penentuan kadaluwarsa produk pangan, Arpah (2001)
menyatakan bahwa model Labuza (1982) dapat mengintegrasikan unsur
permeabilitas kemasan, berat kering produk, luas pengemas, perbedaan
tekanan uap air atau a
w
dan kurva sorpsi isothermis dengan baik. Menurut
Labuza (1982), bila perubahan air mempengaruhi mutu makanan maka
dengan mengetahui pola penyerapan airnya dan menetapkan nilai kadar air
kritisnya, umur simpan dapat ditentukan dengan pendekatan yang
menggunakan persamaan Labuza.
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Bahan
Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah Cookies Non
Fortifikasi (CNF) dan Cookies Fortifikasi (CF) yang diproduksi oleh industri
mitra dari program Pemberian Makanan Tambahan (PMT). Cookies dan
kemasannya terlihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Cookies Garut dan Kemasannya
Bahan-bahan untuk analisis kimia adalah HgO, K
2
SO
4,
H
2
SO
4,
NaOH,
Na
2
S
2
O
3,
H
3
BO
3,
HCl, indikator metil merah dan metil biru, indikator
fenolftalein, asam oksalat, heksana, alkohol, kertas saring, etanol, KOH,
petroleum eter, dietil eter, air suling HPLC grade, Na
2
SO
4
anhidrat, gas
nitrogen, metanol, larutan standar vitamin A, K
3
PO
3
, asetonitril, KH
2
PO
4
,
standar asam folat, air demineral, asam asetat, asam metafosfat, standar asam
askorbat, natrium bikarbonat, 2.6-dikloroindofenol, larutan besi standar
(Fe
2
(SO
4
)
3
(NH
4
)
2
SO
4
.24H
2
O), larutan seng standar (ZnSO
4
.7H
2
O), HNO
3
,
Na
2
CO
3
anhidrat, KClO
4
, dan standar iodium.
Bahan-bahan untuk analisis organoleptik adalah sukrosa, biskuit,
konsentrat flavor, dan plastik. Bahan-bahan untuk penentuan umur simpan
adalah garam MgCl
2
.6H
2
O, K
2
CO
3
, NaNO
2
, NaCl, KCl, dan KNO
3
, K
2
SO
4,
silika gel, vaseline, dan akuades.
B. Alat
Alat-alat yang digunakan adalah neraca analitik, cawan aluminium dan
porselin, oven, tanur, pemanas Kjeldahl, alat destilasi, alat ekstraksi soxhlet,
hot plate, pendingin balik, stirer, vortex, milipore, High Performance Liquid
Chromatography (HPLC), sentrifuse, filter 0.45 m, pompa vakum, buret,
Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS), ruang dan peralatan pengujian
organoleptik, desikator, texture analyzer, pengelim plastik, inkubator, dan
peralatan gelas untuk keperluan analisis.
C. Metode Penelitian
Pengujian karakteristik mutu yang dilakukan meliputi pengujian
karakteristik fungsional (sifat kimia), karakteristik psikologi (sifat
organoleptik), dan karakteristik umur simpan. Tahap-tahap penelitian yang
dilakukan meliputi: (1) analisis proksimat, (2) analisis fortifikan, (3) analisis
organoleptik, dan (4) penentuan umur simpan. Diagram alir penelitian
disajikan pada Gambar 5.
Hasil analisis proksimat, kadar serat kasar, nilai energi, dan uji hedonik
atribut cookies diuji secara statistik dengan uji t untuk mengetahui perbedaan
rata-rata CNF dan CF. Uji t yang digunakan adalah Paired-Samples T Test.
Menurut Budi (2004), pengujian tersebut dilakukan untuk dua sampel dengan
subyek yang sama namun mengalami dua perlakuan yang berbeda. Dalam hal
ini, perbedaan perlakuan adalah ada tidaknya fortifikasi.
1. Analisis Proksimat
a. Kadar Air (AOAC, 1984)
Kadar air ditentukan dengan menggunakan metode oven. Sampel
sejumlah 3-5 gram ditimbang dan dimasukkan dalam cawan aluminium yang
telah dikeringkan dalam oven dan diketahui bobotnya. Kemudian sampel dan
cawan dikeringkan dalam oven bersuhu 105
o
C selama 6 jam. Cawan
didinginkan dalam desikator dan ditimbang kemudian dikeringkan kembali
sampai diperoleh bobot tetap. Kadar air sampel dapat dihitung dengan
menggunakan rumus sebagai berikut:
Kadar Air (% bb) =
( )
% 100
1
]
1
a
b c a
Kadar Air (% bk) =
( )
( )
% 100
1
]
1
b c
b c a
Keterangan: a = bobot sampel (g); b = bobot cawan (g); c = bobot akhir (g)
Keterangan: CNF = Cookies Non Fortifikasi
CF = Cookies Fortifikasi
MRD = Mean Relative Determination
ANOVA = Analysis of Variance
Gambar 5. Diagram Alir Penelitian
CNF dan CF
Analisis:
Gizi makro
Energi
Serat kasar
Kadar air
Kadar abu
Paired
Samples T
Persentase
Kehilangan
Analisis:
Vitamin A
Asam folat
Vitamin C
Besi
Seng
Iodium
Kontribusi Cookies/hari
Analisis:
Preferensi
Perbedaan
Hedonik
Tabel Acuan
dan ANOVA
Analisis:
Atribut Utama
Seleksi Panelis
Kadar air kritis
Kadar air
keseimbangan
Kurva Sorpsi
Isothermis dan
Model Persamaan
Uji MRD
Analisis:
Permeabilitas kemasan
Bobot produk
Luas kemasan
Persamaan
Labuza
Umur Simpan
Karakteristik
Organoleptik
Sifat Kimia
(Nilai Gizi )
Informasi Nilai Gizi
b. Kadar Abu (AOAC, 1984)
Kadar abu bahan pangan ditetapkan dengan menimbang sisa mineral
hasil pembakaran bahan organik pada suhu 550
o
C. Sejumlah 3-5 gram sampel
ditimbang dan dimasukkan ke dalam cawan porselin yang telah dikeringkan
dalam tanur dan diketahui bobotnya. Kemudian cawan dan sampel tersebut
dibakar dengan pemanas listrik dalam ruang asap sampai sampel tidak berasap
dan diabukan pada tanur pengabuan pada suhu 550
o
C sampai dihasilkan abu
yang berwarna abu-abu terang atau bobotnya telah konstan. Selanjutya
kembali didinginkan di desikator dan ditimbang segera setelah mencapai suhu
ruang. Perhitungan kadar abu adalah sebagai berikut:
Kadar Abu (% bb) =
( )
% 100
1
]
1
a
b c
Keterangan: a = bobot sampel (g); b = bobot cawan (g); c = bobot akhir (g)
c. Kadar Protein (AOAC, 1984)
Kadar protein ditetapkan dengan menggunakan metode Mikro-Kjeldahl.
Mula-mula sampel ditimbang dan dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl,
kemudian ditambahkan 50 mg HgO, 2 mg K
2
SO
4
, 2 ml H
2
SO
4
, dan dididihkan
selama 1-1.5 jam sampai cairan menjadi jernih. Setelah larutan didinginkan
dan diencerkan dengan akuades, sampel didestilasi dengan penambahan 8-10
ml larutan NaOH-Na
2
S
2
O
3
. Hasil destilasi ditampung dengan erlenmeyer yang
telah berisi 5 ml H
3
BO
3
dan 2-4 tetes indikator (campuran 2 bagian metil
merah 0.2% dalam alkohol dan 1 bagian metil biru 0.2% dalam alkohol).
Destilat yang diperoleh kemudian dititrasi dengan larutan HCl 0.02 N sampai
terjadi perubahan warna dari hijau menjadi biru. Hal yang sama juga
dilakukan terhadap blanko. Hasil yang diperoleh adalah dalam total N, yang
kemudian dinyatakan dalam faktor konversi 6.25. Kadar protein dihitung
berdasarkan rumus:
Kadar Protein (%) =
(ml HCL x ml Blanko)N HCl x 14.007 x 100 x 6.25
mg sampel
d. Kadar Lemak (AOAC, 1984)
Metode yang digunakan adalah metode Soxhlet. Prinsip analisis ini
adalah melarutkan lemak dengan pelarut dietil eter. Sejumlah 5 gram sampel
ditimbang dan dibungkus dengan kertas saring. Kemudian dimasukkan dalam
alat ekstraksi Soxhlet bersama dengan dietil eter. Selanjutnya direfluks selama
6 jam sampai pelarut yang turun kembali ke dalam labu lemak berwarna
jernih. Pelarut dalam labu lemak didestilasi, labu yang berisi hasil ekstraksi
dipanaskan dalam oven pada suhu 105
0
C sampai pelarut menguap semua.
Setelah didinginkan dalam desikator, labu lemak tersebut ditimbang sampai
memperoleh bobot yang konstan. Kadar lemak dihitung dengan rumus:
Kadar Lemak (%) =
Bobot lemak (g)
100%
Bobot sampel
e. Kadar Karbohidrat (Almatsier, 2002)
Kadar karbohidrat sampel dihitung secara by difference yaitu dengan
mengurangi 100% kandungan gizi sampel dengan kadar air, kadar abu, kadar
protein, dan kadar lemak. Nilainya dapat ditentukan dengan menggunakan
rumus berikut:
Kadar Karbohidrat (%) = 100% - (Kadar Air + Kadar Abu + Kadar Protein + Kadar Lemak)
f. Kadar Serat Kasar (AOAC, 1984)
Serat kasar ditentukan dengan metode gravimetri. Sampel sebanyak 2
gram (a) (diekstraksi lemaknya dengan metode Soxhlet) dimasukkan ke dalam
erlenmeyer 600 ml dan ditambahkan 200 ml H
2
SO
4
1.25% lalu dididihkan
selama 30 menit. Kemudian hasilnya disaring. Kertas saring dan residu yang
tertinggal dalam erlenmeyer dicuci dengan air mendidih. Ampas yang tersisa
pada kertas saring kemudian dimasukkan kembali dalam erlenmeyer dan
ditambahkan 200 ml NaOH 1.25%. Kemudian dididihkan kembali selama 30
menit dan disaring kembali melalui kertas saring yang telah diketahui
bobotnya (b gram). Kertas saring tersebut dicuci dengan larutan K
2
SO
4
10%,
air mendidih, dan dengan alkohol 95%. Setelah itu, kertas saring dikeringkan
dalam oven sampai bobot konstan, didinginkan dalam desikator, dan
ditimbang bobot akhirnya (c gram). Perhitungan kadar serat kasar adalah
sebagai berikut:
Kadar Serat Kasar (%) =
( )
% 100
1
]
1
a
b c
Keterangan: a = bobot sampel (g); b = bobot kertas saring (g); c = bobot akhir (g)
2. Analisis Fortifikan
a. Kadar Vitamin A
Metode penetapan kadar vitamin A dilakukan dengan menggunakan
High Performance Lipid Chromatography (HPLC). Ditimbang 10 gram
cookies dan dimasukkan dalam erlenmeyer asah. Ditambahkan 1 gram asam
askorbat dan 40 ml etanol, dikocok sampai rata, dan ditambahkan 60 ml KOH
60%. Selanjutnya, distirer selama 30 menit dan ditambahkan 10 ml etanol.
Setelah didiamkan semalam dalam ruangan gelap, larutan distirer lagi selama
30 menit dan ditambahkan 50 ml campuran Petroleum Eter (PE) dan Dietil
Eter (DE) dengan perbandingan 1:1. Kemudian larutan dipindahkan ke corong
pemisah dan dikocok selama 2 menit. Setelah didiamkan, larutan terpisah dan
cairan bawah ditambahkan 30 ml PE:DE, lalu dikocok lagi selama 2 menit
(tahap pemisahan ini diulangi sebanyak 3 kali dan larutan hasil pemisahan
digabungkan).
Selanjutnya, larutan dicuci dengan air suling HPLC grade sebanyak 5 x
50 ml sampai bebas basa. Penghilangan air dalam larutan dilakukan dengan
penambahan 5 gram Na
2
SO
4
anhidrat dan pengaliran N
2
atau fresh dryer.
Setelah itu ditambahakan 10 ml propanol/metanol, divortex, dan disaring
dengan menggunakan milipore. Sebanyak 20 l hasil penyaringan
diinjeksikan ke HPLC dengan fase bergerak metanol:air (95:5), laju aliran 1
ml/menit, panjang gelombang 325 nm, dan detektor yang digunakan adalah
Ultra Violet (UV). Kadar vitamin A dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Kadar Vitamin A (IU/100gram) = [ ]
1
]
1
,
_
,
_
IU Faktor
WSp
VSp
St
St L
Sp L
Keterangan: LSp = luas area sampel
LSt = luas area standar
VSp = volume sampel
Wsp = bobot sampel
b. Kadar Asam Askorbat (Nielsen, 2003)
Kadar asam askorbat ditentukan dengan metode titrasi 2.6-
dikloroindofenol. Indikator yang digunakan adalah larutan indofenol (dye).
Tahap pertama adalah standarisasi dye. Dye digunakan untuk menitrasi
campuran 5 ml asam metafosfat asetat dan 2 ml standar asam askorbat sampai
berwarna merah muda. Dicatat volume dye yang digunakan. Selanjutnya,
disiapkan blanko. Dye kembali digunakan untuk menitrasi campuran 7 ml
asam metafosfat asetat dan akuades (volume akuades adalah sebanyak jumlah
dye yang digunakan pada standarisasi).
Titik akhir titrasi adalah saat terjadi perubahan warna menjadi merah
muda. Dicatat volume dye yang digunakan. Analisis sampel dilakukan dengan
menitrasi campuran 5 ml asam metafosfat asetat dan 2 ml sampel dengan dye
sampai muncul warna merah muda. Dicatat volume dye yang digunakan.
Perhitungan kadar asam askorbat adalah sebagai berikut:
Titer =
( )
VSt
b a
Vp
Wa
1
1
1
1
]
1
,
_
Asam askorbat (mg/ml) =
( )
fp
WSp
VSp
titer b c
1
1
1
1
]
1
1
]
1
Keterangan:
Wa = bobot standar asam askorbat
Vp = volume pengenceran standar
asam askorbat
a = volume dye untuk titrasi standar
b = volume dye untuk titrasi blanko
c = volume dye untuk titrasi sampel
VSt = volume standar asam askorbat
VSp = volume sampel
WSp = bobot sampel
fp = faktor pengenceran
c. Kadar Asam Folat
Penentuan kadar asam folat dilakukan dengan menggunakan HPLC.
Sebanyak 5 gram sampel ditambahkan 20 ml buffer (campuran antara K
3
PO
4
3M dengan KH
2
PO
4
0.25M, lalu pH larutan diatur menjadi 4.5 dengan HCl
1N), lalu diaduk dengan stirer atau ultrasonik selama 5 menit. Selanjutnya
disentrifuse dengan kecepatan 4000 rpm selama 10 menit. Supernatan diambil
dan disaring dengan filter 0.45 m, lalu diinjeksikan ke HPLC.
Kondisi HPLC adalah sebagai berikut: fase gerak yang digunakan
adalah K3PO4 3M dan asetonitril 10% dengan HCl, laju aliran adalah 1
ml/menit, panjang gelombang 480 nm, dan digunakan kolom C18. Kadar
asam folat dihitung dengan rumus berikut ini:
Kadar Asam Folat (g/100g) = [ ]
1
]
1
,
_
,
_
WSp
VSp
St
St L
Sp L
Keterangan: LSp = luas area sampel
LSt = luas area standar
VSp = volume sampel
Wsp = bobot sampel
d. Kadar Besi (Apriyantono et al., 1989)
Pengukuran kadar zat besi dilakukan dengan menggunakan Atomic
Absorption Specthrophotometer (AAS). Sampel terlebih dahulu diabukan
dengan metode pengabuan basah. Sampel 3-5 gram dimasukkan ke dalam labu
Kjeldahl. Ditambahkan 10 ml H
2
SO
4
dan 10 ml HNO
3
. Setelah itu dipanaskan
perlahan-lahan sampai larutan berwarna gelap, ditambahkan 1-2 ml HNO
3
dan
dilanjutkan pemanasan sampai larutan lebih gelap lagi. Penambahan HNO
3
dilanjutkan sampai larutan jernih dan kemudian didinginkan. Selanjutnya
ditambahkan 10 ml air demineral dan dipanaskan sampai berasap. Setelah
didinginkan, kembali ditambahkan 5 ml akuades. Larutan abu disaring dan
diencerkan dalam labu takar 100 ml. Dibuat larutan standar besi
(Fe
2
(SO
4
)
3
(NH
4
)
2
SO
4
.24H
2
O).
Alat AAS diset sesuai dengan instruksi dalam manual. Larutan standar
dan sampel larutan abu diinjeksikan dalam alat AAS untuk diukur
absorbansinya pada panjang gelombang 248.3 nm. Kemudian dibuat kurva
standar (nilai absorbansi vs konsentrasi logam dalam g/ml) dan diperoleh
konsentrasi besi dari sampel larutan abu. Hasil konsentrasi besi diolah dengan
perhitungan sebagai berikut:
Kadar besi (mg/100 g) = fp
b
a
1
]
1
100
Keterangan: a = bobot sampel (g)
b = hasil konsentrasi besi (ppm)
fp = faktor pengenceran
e. Kadar Seng (Apriyantono et al., 1989)
Penentuan kadar seng pada produk cookies dilakukan dengan metode
yang sama dengan penetapan kadar zat besi, yaitu menggunakan alat AAS.
Perbedaannya terletak pada larutan standar dan panjang gelombang yang
digunakan. Larutan standar seng adalah ZnSO
4
.7H
2
O dengan panjang
gelombang 213.9 nm. Perhitungan pun dilakukan dengan menggunakan rumus
yang sama dengan penetapan kadar zat besi.
f. Kadar Iodium
Kadar iodium diukur secara kromatografi ion, menggunakan HPLC.
Sampel ditimbang sebanyak 10 gram dalam cawan, ditambahkan 0.5 ml
larutan pengabuan (212 gram Na
2
CO
3
anhidrat dan 20 gram KClO
4
dalam 1
liter air bebas ion), dan dipanaskan dalam oven 105-110
o
C selama 2 jam.
Kemudian diabukan dalam tanur 500
o
C selama 6 jam. Setelah itu didinginkan
dan diencerkan demgan air sampai 50 ml. Sebanyak 2.5 ml dipipet dan
dimasukkan dalam labu pisah, lalu ditambahkan 2.5 ml heksana dan dikocok.
Selanjutnya ditambahkan 10 ml asam asetat 0.1M dan dikocok selama 5
menit.
Setelah didiamkan, larutan terlihat memisah. Dikumpulkan bagian atas,
sedangkan bagian bawah (air organik) kembali diekstrak dengan heksana
sebanyak 3 kali. Heksana yang dikumpulkan lalu ditambah 5 ml NaOH 0.1N
dan dikocok. Setelah dipisahkan, diambil 5 ml fase NaOH, disaring dengan
filter 0.45 m, dan diinjeksikan 20 l ke HPLC. Fase gerak yang digunakan
adalah H
2
SO
4
0.05N, laju aliran 1 ml/menit, dan panjang gelombang 200 nm.
Perhitungan kadar iodium adalah sebagai berikut:
Kadar Iodium (g/100g) = [ ]
1
]
1
,
_
,
_
WSp
VSp
St
St L
Sp L
Keterangan: LSp = luas area sampel
LSt = luas area standar
VSp = volume sampel
Wsp = bobot sampel
3. Uji Organoleptik
a. Uji Preferensi (Lawless dan Heymann, 1999)
Pengujian ini untuk mengetahui preferensi ibu hamil antara CNF dan
CF. Panelis sebanyak 30 ibu hamil dengan usia kehamilan diatas 3 bulan.
Beberapa dari mereka memiliki keterbatasan kemampuan membaca dan
menulis. Oleh karena itu, pengujian dilakukan secara tatap muka dan
pengisian formulir (Lampiran 1) dilakukan setelah melakukan wawancara.
Dalam uji ini panelis merespon terhadap produk secara keseluruhan dan tidak
menganalisis masing-masing atribut.
Hasil berupa indikasi ada tidaknya preferensi yang signifikan terhadap
salah satu produk. Pengambilan kesimpulan mengacu pada tabel Jumlah
Minimum Penilaian yang Diperlukan untuk Menyatakan Signifikansi pada
Dua Level Probabilitas untuk Uji Preferensi Berpasangan (Two-Tailed, P =
) (Lawless dan Heymann, 1999) (Lampiran 2).
b. Uji Segitiga (Meilgaard et al., 1999)
Uji ini untuk mengetahui apakah ada perbedaan yang nyata antara
produk cookies yang difortifikasi dengan yang tidak difortifikasi. Jumlah
panelis adalah 30 orang mahasiswa. Panelis disajikan sampel tiga keping
cookies yang berkode. Dua sampel adalah CNF dan satu sampel adalah CF
atau sebaliknya. Penampilan sampel diupayakan tidak berbeda agar tidak
terjadi bias.
Panelis diminta mengidentifikasi satu sampel yang berbeda dari dua
lainnya. Formulir isian dapat dilihat pada Lampiran 1. Jumlah jawaban yang
benar dihitung untuk dibandingkan dengan Tabel Jumlah Minimal dari
Jawaban Benar dalam Uji Segitiga (Lampiran 3). Pembacaan tabel dilakukan
dengan menghubungkan jumlah panelis (n) dan nilai probabilitas () sehingga
diperoleh angka yang menyatakan jumlah minimal jawaban benar untuk
menolak asumsi tidak ada perbedaan antara kedua sampel.
c. Uji Hedonik (Soekarto, 1982)
Tujuan uji ini untuk mengetahui tingkat kesukaan panelis terhadap
atribut dan perisa cookies. Panelis adalah 30 ibu hamil dengan usia kehamilan
diatas 3 bulan. Panelis diminta menyatakan tingkat kesukaannya dalam 5 skala
penilaian: sangat tidak suka (1), tidak suka (2), netral (3), suka (4), dan sangat
suka (5). Pengujian pertama untuk mengetahui tingkat kesukaan panelis
terhadap atribut warna, tekstur, dan rasa dari kedua jenis cookies. Panelis
disajikan sampel berupa dua keping cookies berkode, yang terdiri dari CNF
dan CF. Hasil diolah dengan Paired-Samples T Test.
Pengujian kedua untuk mengetahui tingkat kesukaan panelis terhadap
tiga jenis perisa cookies secara overall, yaitu susu, keju, dan coklat. Panelis
disajikan tiga keping cookies dengan perisa yang berbeda-beda. Hasil yang
diperoleh diolah secara statistik dengan Analysis of Variance (ANOVA).
ANOVA dilakukan untuk mengetahui perbedaan nyata rata-rata antar variasi
dari tiga kelompok sampel atau lebih akibat adanya satu faktor perlakuan
(Budi, 2004).
d. Uji Ranking (Meilgaard et al., 1999)
Uji ini dilakukan untuk mengetahui urutan kesukaan panelis terhadap
tiga jenis rasa produk cookies. Panelis adalah 30 ibu hamil dengan usia
kehamilan diatas 3 bulan. Panelis disajikan sampel tiga keping cookies dengan
rasa coklat, susu, dan keju. Panelis diminta mengurutkan tingkat kesukaan
secara overall terhadap ketiga cookies. Hasil yang diperoleh adalah rasa
produk cookies yang paling disukai. Pengolahan data dilakukan dengan uji
statistik yaitu Friedman test.
4. Penentuan Umur Simpan (pendekatan kadar air kritis)
a. Penentuan Atribut Utama Cookies
Penentuan atribut utama cookies dilakukan melalui studi literatur dan
didukung dengan survei terhadap 40 konsumen (usia bervariasi). Responden
diminta untuk mengurutkan empat buah atribut cookies dari yang paling
penting sampai yang paling tidak penting (uji ranking). Ranking yang
diberikan adalah dari 1 (atribut paling penting) sampai 4 (atribut paling tidak
penting). Keempat atribut tersebut adalah warna, tekstur, aroma, dan rasa
manis. Format kuesioner disajikan pada Lampiran 4. Pengolahan data
dilakukan dengan uji statistika Friedman sehingga diperoleh atribut yang
paling penting menurut responden.
b. Seleksi Panelis (Meilgaard et al., 1999)
Seleksi panelis dilakukan dalam tiga tahapan dengan sistem eliminasi.
Ketiga tahapan tersebut adalah seleksi kemampuan membedakan rasa,
membedakan tekstur, dan mendeskripsikan aroma. Metode uji yang
diterapkan adalah uji segitiga dan uji deskripsi.
Dalam uji segitiga rasa, panelis disajikan tiga gelas larutan gula. Dua
larutan gula dibuat dengan konsentrasi yang sama dan satu larutan gula
dengan konsentrasi berbeda. Panelis diminta menentukan sampel larutan gula
yang berbeda. Pengujian diulang sebanyak enam kali. Panelis yang menjawab
benar minimal sebanyak empat kali ulangan dinyatakan lolos seleksi
pembedaan rasa manis dan dilanjutkan ke uji tekstur.
Pengujian tekstur dilakukan dengan metode uji segitiga. Panelis
disajikan tiga buah biskuit. Dua buah biskuit memiliki tekstur atau kekerasan
yang sama dan satu biskuit dengan kekerasan yang berbeda. Panelis diminta
menentukan biskuit dengan tekstur yang berbeda dari dua biskuit lainnya.
Seperti pada pengujian pembedaan rasa, pengujian ini diulang sebanyak enam
kali. Penelis yang menjawab benar pada empat kali ulangan atau lebih
dinyatakan lolos seleksi pembedaan tekstur dan dilanjutkan ke uji deskripsi
aroma.
Uji deskripsi aroma dilakukan dengan menyajikan empat buah
konsentrat flavor kepada masing-masing panelis. Panelis diminta menuliskan
deskripsi masing-masing konsentrat flavor. Panelis yang mendeskripsikan
kelimanya dengan benar (100%) dinyatakan sebagai panelis terseleksi dan
selanjutnya digunakan dalam penentuan umur simpan.
c. Penentuan Kadar Air Kritis (modifikasi Setiawan, 2005)
Penentuan kadar air kritis sampel dilakukan dengan cara menyimpan
sampel cookies pada kondisi RH 93.6% (larutan garam jenuh KNO
3
), RH
85.0% (larutan garam jenuh KCl), dan RH 76.9% (larutan garam jenuh NaCl)
pada suhu 30
o
C. Setelah empat jam, sampel disajikan kepada panelis
terseleksi. Metode penilaian yang digunakan adalah Multiple Comparison
Test. Formulir isian dapat dilihat pada Lampiran 5. Panelis diminta untuk
mengidentifikasi seberapa jauh perbedaan kerenyahan sampel dengan kontrol
dalam skala 1 9, yaitu dari amat sangat kurang renyah sampai amat sangat
lebih renyah. Sampel yang mendapat penilaian sangat kurang renyah sampai
kurang renyah (2-3) diukur kadar airnya dan dinyatakan sebagai kadar air
kritis sampel.
Sebagai pendukung, dilakukan juga pengukuran kerenyahan secara
obyektif dengan Texture Analyzer. Probe yang digunakan adalah P4. Sampel
cookies diletakkan di atas meja sampel. Dilakukan pengaturan waktu tekan
dan jarak tempuh probe. Sampel ditekan pada tiga titik yang berbeda. Hasil
pengukuran diperoleh dengan membaca angka pada bagian puncak dari grafik
yang terbentuk. Angka tersebut merupakan nilai kerenyahan cookies yang
dinyatakan dalam satuan gram force (gf).
d. Penentuan Kurva Sorpsi Isothermis (Arpah, 2001)
Preparasi larutan garam jenuh dilakukan dengan melarutkan sejumlah
garam dengan air sampai jenuh dan berlebih lalu dibiarkan selama 24 jam
pada kondisi suhu 30
o
C. Kemudian, produk cookies diletakkan pada cawan
aluminium kering kosong yang telah diketahui bobotnya dan diletakkan dalam
desikator yang berisi larutan garam jenuh MgCl
2
(32.9%), KCO
3
(44.7%),
NaNO
3
(64.9%), NaCl (76.9%), KCl (85.0%), dan KNO
3
(93.6%) (Labuza,
2001). Penyimpanan di dalam inkubator dengan suhu 30
o
C. Sampel ditimbang
bobotnya secara periodik sampai diperoleh bobot yang konstan. Sampel yang
telah mencapai bobot konstan diukur kadar airnya (kadar air kesetimbangan)
dengan metode oven dan dinyatakan dalam basis kering. Berdasarkan kadar
air kesetimbangan dan aktivitas air, dapat dibuat kurva sorpsi isothermisnya.
e. Penentuan Model Sorpsi Isothermis
Model persamaan sorpsi isothermis yang digunakan ditentukan
berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya. Model ini digunakan untuk
memperoleh kemulusan kurva yang baik. Persamaan-persamaan yang dipilih
adalah yang dapat diaplikasikan pada bahan pangan, mempunyai parameter
kurang atau sama dengan tiga, serta dapat digunakan pada jangkauan
kelembaban relatif yang lebar (0-95%) sehingga dapat mewakili ketiga daerah
pada kurva sorpsi isothermnis (Labuza, 1982). Digunakan lima model
persamaan, yaitu persamaan Hasley, Chen Clayton, Henderson, Courie, dan
Oswin (Setiawan, 2005).
f. Uji Ketepatan Model
Uji ketepatan persamaan sorpsi isothermis dilakukan dengan
menggunakan perhitungan Mean Relative Determination (MRD) (Walpole,
1990). Rumus MRD adalah sebagai berikut:
MRD =
n
1 i
Mi
Mpi - Mi
n
100
Dimana : Mi = kadar air percobaan
Mpi = kadar air hasil perhitungan
N = jumlah data
Jika nilai MRD < 5 maka model sorpsi isothermis tersebut dapat
menggambarkan keadaan yang sebenarnya atau sangat tepat. Jika 5 < MRD <
10 mka model tersebut agak tepat menggambarkan keadaan yang sebenarnya,
dan jika MRD > 10 maka model tersebut tidak tepat menggambarkan kondisi
yang sebenarnya (Isse et al., 1983). Selanjutnya, dari persamaan yang paling
tepat ditentukan nilai b (kemiringan kurva sorpsi isothermis yang diasumsikan
linier antara mi dan mc) untuk dimasukkan dalam rumus umur simpan
Labuza.
g. Penentuan Permeabilitas Kemasan (ASTM, 1980)
Metode yang digunakan adalah metode gravimetri yang telah
distandarisasi oleh ASTM E96 (1980). Kaleng pengujian dan desikan (CaCl
2
)
pertama-tama dikeringkan dalam oven 105
o
C selama satu jam, kemudian
didinginkan dalam desikator. Kemudian CaCl
2
dimasukkan ke dalam kaleng
pengujian. Bagian atas kaleng yang terbuka ditutup dengan bahan pengemas
atau film plastik yang diketahui luasnya. Kaleng tersebut disimpan dalam
desikator (RH 93.6%) dan diletakkan dalam inkubator dengan suhu konstan
(30
o
C).
Kaleng pengujian tersebut ditimbang setiap hari pada waktu yang sama
dan dicatat perubahan bobotnya. Dibuat grafik yang menghubungkan antara
bobot dengan hari dan dicari slopenya. Selanjutnya, nilai transmisi uap air
(Water Vapor Transmission Rate) dan konstanta permeabilitas kemasan (k/x)
dapat dihitung dengan rumus:
WVTR =
plastik kemasan area luas
slope
k/x =
( ) [ ] desikator RH P P
WVTR
1 2
Dimana: P2 = tekanan uap air jenuh di luar kaleng pengujian (mmHg)
P1 = tekanan uap air jenuh di dalam kaleng pengujian (mmHg)
h. Perhitungan Umur Simpan (Labuza, 1982)
Umur simpan hingga produk mencapai batas kadar air kritis dihitung
dengan menggunakan persamaan Labuza sebagai berikut:
" =
,
_
,
_
,
_
,
_
b
Po
Ws
A
x
k
Mc Me
Mi Me
ln
Dimana :
" = Waktu yang diperlukan produk dalam kemasan untuk bergerak dari
kadar air awal menuju kadar air kritis atau waktu perkiraan umur
simpan (hari)
M
e
= Kadar air kesetimbangan produk
M
i
= Kadar air awal produk
M
c
= Kadar air kritis produk
x
k
= Konstanta permeabilitas uap air kemasan (g/m
2
.hari.mmHg)
A = Luas permukaan kemasan (m
2
)
Ws = Bobot kering produk dalam kemasan (g)
Po = Tekanan uap jenuh (mmHg)
b = Kemiringan kurva sorpsi isothermik (yang diasumsikan linier antara mi
dan mc)
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Karakteristik Fungsional (Sifat Kimia) Cookies Non Fortifikasi (CNF)
dan Cookies Fortifikasi (CF)
1. Nilai Proksimat, Serat Kasar, dan Energi
Hasil analisis proksimat, serat kasar, dan nilai energi dibandingkan
dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) produk biskuit (Tabel 5).
Kandungan gizi pada cookies belum sepenuhnya mampu memenuhi
persyaratan mutu SNI. Kadar gizi yang belum memenuhi standar yang
ditetapkan adalah kadar protein, kadar karbohidrat, dan kadar serat kasar.
Diperlukan formulasi yang dapat meningkatkan kandungan protein dan
karbohidrat pada cookies serta mengurangi serat kasarnya. Selain itu, dapat
juga dilakukan suplementasi gizi sehingga diperoleh komposisi gizi yang
sesuai dengan standar.
Tabel 5. Hasil Analisis Proksimat dan Nilai Energi CNF dan CF
Hasil Analisis
Parameter
CNF
*
CF
*
SNI 01-2973-1992
Kadar Air (%) 2.72
a
2.35
b
Maksimum 5
Kadar Abu (%) 1.18
a
1.31
b
Maksimum 1.5
Kadar Protein (%) 7.01
a
6.69
a
Minimum 9
Kadar Lemak (%) 20.49
a
20.54
a
Minimum 9.5
Kadar Serat Kasar (%) 2.49
a
2.02
a
Maksimum 0.5
Kadar Karbohidrat (%) 66.09
a
67.08
a
Minimum 70
Nilai Energi (kkal) 487
a
488
a
Minimum 400
* Ket.: CF = Cookies Fortifikasi, CNF = Cookies Non Fortifikasi
a,b
Nilai dalam setiap baris dengan diikuti huruf yang sama, menyatakan tidak berbeda
nyata ( = 0.05) (Paired-Samples T Test). Nilai diatas merupakan rata-rata 2 kali
ulangan @ duplo
a. Kadar Air
Kadar air produk pangan mempengaruhi penampakan, citarasa, dan
keawetannya. Kadar air cookies merupakan karakteristik kritis yang
mempengaruhi penerimaan konsumen tehadap cookies karena menentukan
tekstur (kerenyahan) cookies (Brown, 2000). Kandungan air yang tinggi
42
membuat cookies tidak renyah dan teksturnya kurang disukai. Menurut Badan
Standarisasi Nasional (1992), syarat mutu cookies berdasarkan SNI maksimal
mempunyai kadar air 5%.
Berdasarkan pengukuran kadar air dengan metode oven diketahui bahwa
kadar air rata-rata CNF adalah 2.72% dan CF sebesar 2.35% (Tabel 5). Kadar
air CNF dan CF memenuhi SNI. Rendahnya kadar air dikarenakan cookies
melalui tahap pengeringan yaitu pemanggangan dalam oven dengan kisaran
suhu 170-200
o
C (Matz dan Matz, 1978). Pemanggangan meliputi reaksi
bersama antara transfer panas dan transfer massa dimana energi panas
dipindahkan ke dalam bahan pangan melalui permukaan pemanas dan udara di
dalam oven, kemudian kandungan air (massa) dipindahkan dari bahan pangan
ke udara di sekelilingnya. Kadar air pada CF lebih rendah daripada CNF dan
berdasarkan hasil analisis paired-samples T Test diketahui bahwa kedua rata-
rata kadar air berbeda nyata ( = 0.05) (Lampiran 6). Hal tersebut dapat
terjadi karena adanya interaksi pengikatan molekul air bebas oleh fortifikan.
b. Kadar Abu
Sekitar 96% dari komposisi bahan pangan adalah bahan organik dan air,
sedangkan sisanya adalah unsur mineral. Unsur mineral dikenal sebagai zat
anorganik. Dalam proses pembakaran, bahan-bahan organik terbakar, tetapi
zat anorganiknya tidak, sehingga disebut dengan abu (Winarno, 2002). Oleh
karena pemahaman itu, kadar abu juga dapat diartikan sebagai kadar dari
komponen yang tidak mudah menguap, tetap tertinggal dalam pembakaran
dan pemijaran senyawa organik.
Rata-rata kadar abu CNF adalah 1.18%, sedangkan CF memiliki kadar
abu yang lebih tinggi, yaitu 1.31% (Tabel 5) dalam basis kering. Nilai ini telah
sesuai dengan persyaratan SNI. Berbagai bahan berkontribusi terhadap jumlah
kadar abu, diantaranya tepung terigu dengan kadar abu maksimal 0.6% (BSN,
1995) dan mineral yang difortifikasi. Hasil pengujian paired-samples T Test
terhadap nilai rata-rata kadar abu kedua cookies (Lampiran 7) menunjukkan
bahwa kedua nilai rata-rata tersebut berbeda nyata ( = 0.05). Fortifikasi
vitamin dan mineral memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar abu
cookies. Hal tersebut dikarenakan CF melibatkan fortifikasi mineral yaitu
43
besi, seng, dan iodium. Mineral tersebut berubah menjadi abu setelah cookies
dibakar dalam tanur, sehingga kadar abu CF lebih besar daripada CNF.
c. Kadar Protein
Protein merupakan senyawa yang mengandung unsur-unsur C, H, O,
dan N. Kadar protein yang diperoleh adalah kadar protein kasar karena
dihitung berdasarkan pada nitrogen yang terkandung dalam bahan
(Apriyantono et al., 1989). Protein pada cookies sebagian besar berasal dari
susu, telur, dan terigu. Umumnya, terigu yang digunakan pada pembuatan
cookies adalah terigu Kunci Biru yang merupakan terigu jenis lunak dengan
kandungan protein 8-9%.
Berdasarkan analisis kimia, diperoleh kadar protein pada CNF 7.01%
dan pada CF 6.69% (Tabel 5). Standar mutu kadar protein untuk cookies
menurut BSN (1992) adalah minimum 9%. Standar ini masih belum dapat
dipenuhi. Demikian pula target kadar protein yang ingin dicapai oleh program
PMT, yaitu 14.06% belum terpenuhi. Penggunaan pati garut mengurangi
komposisi terigu dan kandungan protein yang dikontribusikan. Formulasi
produk yang lebih tepat masih diperlukan untuk mencapai SNI tersebut.
Formulasi produk cookies ini belum menggunakan telur. Umumnya, telur
untuk melembutkan struktur cookies. Penggunaan telur dapat meningkatkan
kadar protein karena telur adalah sumber protein yang baik (Almatsier, 2002).
Hasil analisis statistik dengan paired-samples T Test pada Lampiran 8
menunjukkan bahwa fortifikasi vitamin dan mineral tidak berpengaruh nyata
pada kadar protein cookies. Hal tersebut ditunjukkan dengan hasil yang tidak
berbeda nyata ( = 0.05) antara rata-rata kadar protein CNF dengan CF. Hasil
tersebut dikarenakan fortifikasi tidak melibatkan penambahan senyawa
protein.
d. Kadar Lemak
Lemak berfungsi sebagai sumber citarasa dan memberi tekstur lembut
pada cookies. Selain itu, lemak merupakan sumber energi yang memberikan
nilai energi lebih besar daripada karbohidrat dan protein, yaitu 9 kkal per gram
(Almatsier, 2002). Berdasarkan standar mutu SNI, jumlah minimal lemak
pada cookies adalah sebesar 9.5%.
44
Pada Tabel 5 terlihat bahwa CNF dan CF memenuhi persyaratan kadar
lemak minimal berdasarkan SNI. Nilai rata-rata kadar lemak CNF adalah
20.49%, sedangkan CF sebesar 20.54%. Kadar lemak ini cukup tinggi dan
memberikan nilai kalori yang tinggi pada kedua jenis cookies. Lemak yang
ada pada cookies diantaranya berasal dari shortening nabati, mentega, dan
susu. Hasil analisis paired-samples T Test (Lampiran 9) menunjukkan bahwa
rata-rata kadar lemak CNF dan CF tidak berbeda nyata ( = 0.05). Hal itu
menunjukkan bahwa fortifikasi tidak berpengaruh nyata terhadap kadar lemak
CNF dan CF. Fortifikasi hanya melibatkan beberapa vitamin dan mineral
tanpa penambahan lemak.
e. Kadar Karbohidrat
Karbohidrat adalah sumber energi utama bagi manusia dan hewan serta
harganya relatif murah. Di negara-negara sedang berkembang, kurang lebih
80% energi makanan berasal dari karbohidrat (Almatsier, 2002). Komponen
karbohidrat yang banyak pada produk pangan adalah pati, gula, pektin, dan
selulosa. Karbohidrat juga berperan dalam pembentukan karakteristik produk
pangan.
Hasil perhitungan memberikan hasil yang berbeda antara kadar
karbohidrat CNF dan CF, yaitu 66.09% dan 67.08% (Tabel 5). Namun,
berdasarkan pengujian statistik dengan paired-samples T Test yang terlihat
pada Lampiran 10, diketahui bahwa kedua nilai rata-rata tersebut tidak
berbeda nyata ( = 0.05). Oleh karena itu, dikatakan bahwa fortifikasi yang
dilakukan tidak berpengaruh nyata terhadap kadar karbohidrat. Nilai
karbohidrat tersebut berada di bawah nilai yang dipersyaratkan oleh SNI,
yaitu minimum 70%. Perubahan komposisi formula dengan meningkatkan
penggunaan tepung-tepungan ataupun bahan makanan lain yang kaya
karbohidrat dapat meningkatkan kadar karbohidrat cookies.
f. Kadar Serat Kasar
Serat adalah karbohidrat kompleks dalam bahan pangan yang tidak
dapat dicerna oleh enzim-enzim pencernaan manusia, sehingga dapat
mencapai usus besar dan dicerna oleh bakteri probiotik (Winarno, 2002). Serat
kasar adalah bagian pangan yang tidak dapat dihidrolisis oleh bahan-bahan
45
kimia yang digunakan dalam penentuan kadar serat kasar, yaitu H
2
SO
4
dan
NaOH. Menurut Scala (1975) dalam Winarno (2002) kira-kira hanya sekitar
seperlima sampai setengah dari seluruh serat kasar yang benar-benar berfungsi
sebagai dietary fiber. Sumber serat kasar yang terdapat pada cookies ini dapat
berasal dari tepung terigu dan pati garut.
Pada Tabel 5 terlihat rata-rata hasil analisis kadar serat kasar CNF
adalah 2.49% sedangkan CF sebesar 2.02%. Nilai tersebut melebihi
persyaratan mutu SNI, yaitu maksimum 0.5%. Namun, hal tersebut tidak
menjadi masalah mengingat manfaat konsumsi serat untuk kesehatan. Selain
itu, produk cookies ini bukan makanan bayi yang tidak menghendaki kadar
serat kasar yang tinggi. Analisis statistik dengan paired-samples T Test
(Lampiran 11) menunjukkan bahwa kedua rata-rata kadar serat kasar tidak
berbeda nyata ( = 0.05), sehingga fortifikasi tidak berpengaruh nyata
terhadap kadar serat kasar. Hal tersebut dikarenakan fortifikasi tidak
melibatkan penambahan serat kasar.
g. Nilai Energi
Nilai energi makanan dapat diperoleh dari konversi protein, lemak, dan
karbohidrat menjadi energi. Satuan energi dinyatakan dalam unit panas atau
kilokalori (kkal). Sumber energi terbesar adalah lemak yang menghasilkan 9
kkal energi per gram, sedangkan karbohirat dan protein menghasilkan energi
sebesar 4 kkal per gram (Almatsier, 2002). Pada CNF dan CF, komponen gizi
yang memberikan nilai energi terbesar adalah karbohidrat dan lemak yang
kandungannya cukup tinggi.
Hasil perhitungan menunjukkan rata-rata nilai energi CNF 487 kkal dan
CF sebesar 488 kkal (Tabel 5). Analisis statistik dengan paired-samples T Test
menunjukkan bahwa rata-rata kedua nilai energi tidak berbeda nyata ( =
0.05) (Lampiran 12), sehingga fortifikasi tidak berpengaruh nyata pada nilai
energi. Hal tersebut disebabkan perhitungan nilai energi tidak melibatkan
kadar vitamin dan mineral.
Berdasarkan SNI, standar nilai minimum energi cookies adalah 400 kkal
per 100 gram. Nilai energi di atas sudah sesuai dengan SNI. Namun, belum
memenuhi target energi yang ingin dicapai program PMT, yaitu 562.5 kkal
46
per 100 gram. Salah satu penyebabnya adalah kadar protein yang masih jauh
dari target program PMT karena protein termasuk faktor yang berkontribusi
dalam perhitungan nilai energi. Formula produk cookies masih perlu ditinjau
ulang apabila target energi tersebut ingin dipenuhi.
2. Kadar Fortifikan
Fortifikan cookies telah dipersiapkan dalam bentuk premix kering.
Penambahan premix dilakukan dengan melarutkan pada air pembentuk
adonan. Informasi bentuk mikronutrien dan titik penambahan diperoleh dari
industri mitra dan sesuai dengan teori yang berlaku untuk bahan pangan yang
dipanggang (Bauernfeind dan Brooke, 1973 yang dikutip oleh Lotfi dan Merx,
1996).
Hasil analisis kadar CF dibandingkan dengan jumlah penambahan
fortifikan yang disampaikan program PMT ibu hamil kepada industri mitra,
yaitu berdasarkan Sayuti (2002); dan juga dengan jumlah penambahan yang
diinformasikan langsung oleh industri mitra. Rata-rata rendemen cookies garut
adalah 82.5% (komunikasi dengan industri mitra). Penambahan fortifikan
yang dilakukan industri mitra tidak jauh berbeda dengan Sayuti (2002),
kecuali pada besi. Perhitungan penambahan fortifikan industri mitra disajikan
pada Lampiran 13. Hasil analisis CNF, CF, dan persentase kehilangan kadar
CF disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6. Hasil Analisis Fortifikan CNF, CF, dan Persentase Kehilangan Kadar CF
Jenis
Fortifikan
Kadar
CNF
Kadar
CF
Penambahan
Fortifikan
(Sayuti,
2002)
Persentase
Kehilangan
CF (%)
Penambahan
Fortifikan
(industri
mitra)
Persentase
Kehilangan
CF (%)
Vitamin A 114.02 RE 314.33 RE 1176 RE 73.27
(tidak dapat
dikonversi)
-
Asam Folat 23.41 g 66.72 g 1100 g 93.93 1100 g 93.93
Vitamin C 1.02 mg 46.39 mg 96 mg 51.68 97 mg 52.18
Besi (Fe) 4.41 mg 15.04 mg 43.4 mg 65.35 30 mg 49.87
Seng (Zn) 1.71 mg 11.17 mg 18.1 mg 38.29 18.22 mg 38.69
Iodium (I) 20.86 g 36.79 g 237 g 84.48 237 g 84.48
47
a. Kadar Vitamin A
Kadar vitamin A per 100 gram CNF adalah sebesar 114.02 RE,
sedangkan per 100 gram CF sebesar 314.33 RE. Sumber vitamin A adalah
hati, telur, susu (di dalam lemaknya), dan mentega (Almatsier, 2002). Kadar
vitamin A CNF dapat berasal dari penggunaan susu, mentega, dan shortening
nabati dalam pembuatan cookies. Lotfi dan Merx (1996) menyatakan bahwa
shortening nabati dapat mengalami fortifikasi dengan vitamin A dan setelah
mengalami pemanggangan terdapat retensi 80-100%.
Bentuk vitamin A yang difortifikasikan kemungkinan besar telah
dikonversi menjadi serbuk vitamin A palmitat sehingga dapat disatukan dalam
premix mikronutrien. Data dari industri mitra tidak dapat dikonversi menjadi
RE karena diberikan dalam satuan gram serbuk vitamin A, sedangkan
kehilangan vitamin A yang dibandingkan dengan Sayuti (2002) sangat besar
yaitu 73.27%. Hasil tersebut tidak sesuai dengan Manley (2001) yang
menyatakan rata-rata kehilangan vitamin A pada biskuit adalah 18%. Proses
panas, paparan cahaya, dan oksigen dapat menyebabkan kehilangan vitamin
ini. CF mengalami proses panas dan terpapar oksigen selama pemanggangan.
Suhu pemanggangan yang umum digunakan cukup tinggi, yaitu 170-200
o
C.
Lotfi dan Merx (1996) menyatakan kehilangan sebesar 42% pada minyak dan
50% pada margarin yang mengalami proses panas.
Sifat oksidatif dari mineral besi pada CNF dapat berkontribusi terhadap
besarnya kehilangan tersebut (Bailey dalam Bauernfeind dan Lachance,
1991). Kehilangan selama penyimpanan diantisipasi oleh jenis kemasan CF,
dimana metalized plastic CPP bersifat tidak meneruskan cahaya dan
menghambat masuknya oksigen.
b. Kadar Asam Folat
Dalam 100 g cookies, hasil analisis asam folat memberikan kadar CNF
sebesar 23.41 g dan CF sebesar 66.72 g. Asam folat terutama terdapat
dalam sayuran hijau, hati, daging, kacang-kacangan, dan jeruk (Almatsier,
2002). Oleh karena itu, kandungan asam folat pada tepung terigu yang
digunakan dalam pembuatan cookies menjadi kontributor utama kadar asam
48
folat CNF. Tepung terigu wajib difortifikasi asam folat minimal 2 ppm (BSN,
1995).
Stabilitas vitamin larut air seperti asam folat merupakan suatu masalah
dalam cookies yang mengalami proses pengolahan panas (pemanggangan).
Berdasarkan hasil perhitungan, kehilangan asam folat CF sangat besar
(93.93%) dan sangat jauh menyimpang dari teori Manley (2001) yaitu hanya
sebesar 7%. Namun, diperkirakan kehilangan 7% tersebut terjadi karena asam
folat telah dienkapsulasi. Almatsier (2002) menyatakan bahwa sebanyak 50-
95% folat (alami) bisa hilang karena pemasakan dan pengolahan bahan
pangan alami. Namun, jumlah kehilangan 93.93% terlalu besar untuk asam
folat sintetis yang difortifikasikan pada bahan pangan.
Kristal asam folat dapat terdegradasi oleh cahaya dan radiasi ultraviolet
(Bailey dalam Bauernfeind dan Lachance, 1991). Hal tersebut dapat
berkontribusi terhadap kehilangan asam folat apabila kondisi ruang produksi
CF banyak memaparkan cahaya, karena kehilangan selama penyimpanan telah
diantisipasi oleh kemasan metalized plastic CPP yang bersifat tidak
meneruskan cahaya.
c. Kadar Vitamin C
Kadar vitamin C (asam askorbat) CNF adalah 1.02mg/100g. Nilai
tersebut mencerminkan bahan baku CNF yang hanya sedikit sekali atau
bahkan sama sekali tidak mengandung vitamin C. Menurut Almatsier (2002),
vitamin C umumnya hanya terdapat di dalam pangan nabati, yaitu sayur dan
buah (terutama yang asam).
Selanjutnya, dalam 100 g CF terdapat 46.39 mg vitamin C. Fortifikasi
vitamin C dilakukan dengan penambahan kristal asam askorbat yang telah
digabungkan dalam premix mikronutrien. Kristal asam askorbat sangat rentan
terhadap oksidasi, terutama jika dipicu oleh panas, alkali, ataupun tembaga
dan besi yang terlarut (Bailey dalam Bauernfeind dan Lachance, 1991).
Kehilangan kadar vitamin C adalah 51.68% (perbandingan dengan Sayuti
(2002) dan 52.18% (perbandingan dengan penambahan industri mitra), kedua
nilai tersebut tidak jauh berbeda dengan teori Manley (2001) yaitu 60%.
Kehilangan terutama terjadi selama proses pemanggangan CF.
49
Fortifikasi vitamin C sangat bermanfaat; yaitu untuk meningkatkan
asupan vitamin C, sebagai antioksidan yang membantu melindungi vitamin A,
dan meningkatkan penyerapan besi. Keberadaan vitamin C sebagai agen
pereduksi mampu meningkatkan bioavailibilitas besi. Pemilihan kombinasi
fortifikan sejalan dengan Bailey dalam Bauernfeind dan Lachance (1991),
yang menyatakan pangan yang mengandung vitamin C merupakan tempat
yang logis untuk melakukan fortifikasi besi ataupun mineral lainnya.
d. Kadar Besi
Kadar besi per 100 g cookies adalah 4.41 mg untuk CNF dan 15.04 mg
untuk CF. Rendahnya kadar besi CNF dikarenakan tidak melibatkan
fortifikasi zat besi dan bahan pangan sumber besi tidak termasuk dalam bahan
baku cookies. Sumber baik besi antara lain adalah daging, ayam, ikan, telur,
dan beberapa sayuran hijau (Almatsier, 2002). Kontributor utama kandungan
besi adalah dari tepung terigu yang menurut BSN (1995) wajib difortifikasi
besi minimal 50 ppm.
Jenis besi yang digunakan sebagai fortifikan CF adalah besi elemental.
Pemilihan tersebut sesuai dengan pendapat Clydesdale dalam Bauernfeind dan
Lachance (1991) bahwa sangatlah bijak untuk menggunakan besi elemental
apabila bahan pangan bersifat kering dan akan mengalami penyimpanan
karena bersifat lebih inert daripada garam besi. Bioavailibilitas besi elemental
lebih kecil daripada fero sulfat, tetapi menurut Lotfi dan Merx (1996),
penyerapan besi dapat meningkat sebanyak enam kali dengan keberadaan
vitamin C.
Jumlah penambahan besi oleh industri mitra (30mg/100g) masih
dibawah Sayuti (2002) (43.4mg/100g). Kehilangan besi yang terjadi adalah
sebesar 65.35% jika dibandingkan dengan penambahan Sayuti (2002) dan
sebesar 49.87% jika dibandingkan dengan data penambahan industri mitra.
Kedua hasil perhitungan tersebut tidak sesuai dengan Manley (2001) yang
menyatakan bahwa biskuit yang difortifikasi tidak banyak kehilangan mineral.
Namun, Ranhotra et al. dalam Bauernfeind dan Lachance (1991) menyatakan
bahwa dapat terjadi kehilangan besi sebanyak 0-20% pada produk pasta yang
mengalami pemasakan. Walau demikian, kehilangan besi (Tabel 6) masih
50
terlalu besar dan melebihi persentase kehilangan vitamin C (sekitar 50%) yang
dikenal rentan pemanasan. Oleh karena itu, besarnya kehilangan diperkirakan
karena ada interaksi tertentu antara besi dengan fortifikan lainnya selama
penyimpanan.
e. Kadar Seng
Hasil analisis memberikan hasil kadar seng CNF 1.71mg/100g dan CF
sebesar 11.17mg/100g. Makanan sumber seng adalah daging, hati, kerang,
telur, dan kacang-kacangan (Almatsier, 2002). Oleh karena itu, kandungan
seng pada tepung terigu yang digunakan dalam pembuatan cookies menjadi
kontributor utama kadar seng CNF. Menurut BSN (1995), syarat minimal
fortifikasi seng pada tepung terigu adalah 30 ppm.
Persentase kehilangan seng adalah 38.29% dan 38.69%. Ranhotra et al.
dalam Bauernfeind dan Lachance (1991) menyatakan bahwa dapat terjadi
kehilangan seng sebanyak 0-20% pada produk pasta yang mengalami
pemasakan. Kehilangan seng pada CF dapat terjadi karena proses
pemanggangan cookies. Selain itu, kehilangan lainnya mungkin terjadi selama
distribusi ataupun penyimpanan. Produk CF melibatkan fortifikasi zat gizi
lainnya, dimungkinkan terjadi interaksi antara seng dengan fortifikan lain
yang belum diketahui mekanismenya.
f. Kadar Iodium
Diantara fortifikan lainnya, selisih CNF dan CF untuk kadar iodium
adalah yang paling kecil. Kadar iodium CNF adalah 20.86g/100g dan CF
sebesar 36.79g/100g. Ikan, udang, kerang, ganggang laut, dan garam dapur
merupakan sumber iodium yang baik (Almatsier, 2002). Diperkirakan
kandungan iodium pada CNF adalah kontribusi dari garam yang terdapat pada
shortening nabati dan mentega.
Fortifikan iodium yang biasa digunakan adalah kalium iodida (KI) dan
kalium iodat (KIO
3
). Senyawa KIO
3
lebih stabil dibandingkan KI. KIO
3
lebih
resisten terhadap oksidasi sehingga tidak membutuhkan penstabil seperti
layaknya KI (Lotfi dan Merx, 1996). Namun, persentase kehilangan iodium
pada CF cukup besar, yaitu 84.48%. Kehilangan dapat terjadi karena
terekspos panas tinggi saat pemanggangan karena menurut Lotfi dan Merx
51
(1996), iodium cenderung mengalami vaporisasi saat terekspos panas tinggi
selama proses. Selain itu, iodium juga berpotensi untuk tereduksi atau
teroksidasi menjadi elemental iod (I
2
). Iod elemental dapat dengan cepat
mengalami sublimasi dan kemudian berdifusi ke atmosfer. Hal tersebut dipicu
juga oleh kondisi yang lembab, paparan cahaya, dan panas.
Stabilitas vitamin larut air adalah suatu masalah dalam makanan yang
mengalami proses pengolahan panas. Satu hal yang biasa dilakukan untuk
mengatasai hal tersebut adalah menyemprotkan bentuk terlarut atau emulsi
dari vitamin setelah perlakuan panas. Namun, penyebaran fortifikan akan
lebih merata apabila ditambahkan pada saat pengadukan adonan. Suatu cara
untuk mengatasi interaksi yang mungkin terjadi antara senyawa-senyawa
fortifikan adalah dengan enkapsulai, tetapi hal tersebut akan banyak
meningkatkan biaya produksi.
3. Kontribusi Zat Gizi Cookies Terhadap Kebutuhan Gizi Tambahan Ibu
Hamil
Ada tiga jenis produk pangan yang dijadikan makanan tambahan dalam
program PMT SEAFAST Center IPB, yaitu cookies, bihun instan, dan susu
bubuk. Konsumsi makanan tambahan adalah diantara ketiga waktu makan
utama, yaitu diantara sarapan dan makan siang serta diantara makan siang dan
makan malam. Kombinasi produk yang didistribusikan adalah susu dan
cookies atau susu dan bihun. Satu jenis kombinasi diberikan selama satu
minggu (7 hari). Distribusi makanan tambahan dilakukan selama 6 bulan.
Susu dan cookies divariasikan lagi berdasarkan perisanya, yaitu: susu
katuk dan cookies coklat, susu vanila dan cookies keju, serta susu coklat dan
cookies susu. Kombinasi dan variasi tersebut bertujuan supaya para ibu hamil
tidak bosan mengkonsumsi. Motivasi untuk mengkonsumsi makanan
tambahan sangat penting agar peningkatan status gizi ibu hamil dapat tercapai.
Satu kali konsumsi cookies adalah sebanyak 4 keping, sehingga dalam
satu hari ibu hamil akan mengkonsumsi cookies sebanyak 8 keping (t 56
gram). Konsumsi makanan tambahan dalam program PMT bertujuan untuk
memenuhi selisih kebutuhan Angka Kecukupan Gizi (AKG) ibu hamil dan ibu
non hamil. Angka Kecukupan Gizi (AKG) merupakan taraf konsumsi zat-zat
52
gizi esensial, yang berdasarkan pengetahuan ilmiah dinilai cukup untuk
memenuhi kebutuhan hampir semua orang sehat (Almatsier, 2002). Penentuan
pemenuhan gizi yang dilakukan pada penelitian ini difokuskan energi, protein,
vitamin A, asam folat, vitamin C, mineral besi, seng, dan iodium. Kontribusi
konsumsi cookies dan cookies + susu per hari terhadap pemenuhan AKG ibu
hamil dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Kontribusi Zat Gizi Cookies dan Cookies + Susu terhadap Pemenuhan
Kebutuhan Gizi Tambahan Ibu Hamil per Hari
Zat Gizi
Kontribusi
Konsumsi
CNF (56 g)
Kontribusi
Konsumsi CF
(56 g)
Kontribusi
Konsumsi CNF
(56 g)+SNF(50g)
Kontribusi
Konsumsi CF
(56 g) + SF (50g)
Kebutuhan
Gizi Tambahan
Ibu Hamil*
Energi 273 kkal 273 kkal 478 kkal 473 kkal 300 kkal
Protein 3.93 g 3.75 g 11.57 g 11.07 g 17 g
Vitamin A 63.85 RE 176.02 RE 141.20 RE 388.83 RE 300 RE
Asam Folat 13.11 g 37.36 g 27.90 g 61.64 g 200 g
Vitamin C 0.57 mg 25.98 mg 36.48 mg 89.58 mg 10 mg
Besi 2.47 mg 8.42 mg 3.20 mg 19.57 mg 13 mg
Seng 0.96 mg 6.26 mg 1.93 mg 7.91 mg 9.8 mg
Iodium 11.68 g 20.60 g 23.86 g 49.80 g 50 g
*AKG Ibu Hamil AKG Ibu Non Hamil (usia ibu hamil adalah 19-29 tahun)
SNF = Susu Non Fortifikasi
SF = Susu Fortifikasi
Dalam analisis ini diasumsikan para ibu hamil mengkonsumsi makanan
utama (tiga kali sehari) yang sudah memenuhi AKG ibu non hamil. Namun,
kenyataan di lapangan adalah masih banyak ibu hamil target program PMT
yang konsumsi hariannya belum memenuhi AKG ibu non hamil. Hal tersebut
dapat disebabkan oleh kelemahan kondisi ekonomi dan pengetahuan gizi.
Oleh karena itu, dalam program PMT ini juga diberikan penyuluhan gizi agar
para ibu hamil dapat menyusun menu makanan utama yang dapat memenuhi
AKG ibu non hamil.
Kontribusi pemenuhan selisih kebutuhan dari konsumsi cookies hanya
dianalisis berdasarkan jumlah kandungan gizi dan tidak berdasarkan daya
cerna dan daya serap ibu hamil. Sebagai acuan digunakan Angka Kecukupan
53
Gizi (AKG) Ibu Hamil dari Widyakarya Pangan dan Gizi tahun 2004 (LIPI,
2004).
Hasil perhitungan kecukupan zat gizi menunjukkan bahwa konsumsi 8
keping (t 56 gram) CNF dan CF sudah mendekati pemenuhan kebutuhan
tambahan energi ibu hamil. Nilai energi cookies cukup besar karena besarnya
kontribusi dari lemak. Selanjutnya, terlihat bahwa kontribusi protein masih
jauh dari kebutuhan tambahan protein ibu hamil. Kontribusi CF lebih besar
daripada CNF untuk pemenuhan kebutuhan tambahan vitamin dan mineral.
Kecuali vitamin C, kontribusi CNF dan CF masih dibawah target kebutuhan
ibu hamil. Kelebihan kontribusi vitamin C oleh CF (25.98 mg/hari) tidak
menjadi masalah karena akan dikeluarkan melalui urin. Bahkan suplemen
vitamin C dosis tinggi sekalipun rendah terhadap risiko batu oksalat, akan
tetapi hal tersebut dapat menjadi berarti pada seseorang yang memiliki
kecenderungan pembentukan batu ginjal (Almatsier, 2002).
Konsumsi t 56 gram cookies per hari memang belum mencukupi
kebutuhan gizi tambahan ibu hamil. Namun, kekurangan tersebut diharapkan
terpenuhi dari konsumsi susu. Jumlah susu yang dikonsumsi dalam sehari
adalah 2 x 25 gram, yaitu 50 gram. Terlihat pada Tabel 7 bahwa kontribusi
energi dan vitamin C dari cookies dan susu (fortifikasi dan non fortifikasi)
dalam sehari sudah melampaui kebutuhan tambahan ibu hamil. Kelebihan
energi tersebut dapat membantu para ibu hamil target program PMT yang
konsumsi energi dan vitamin C hariannya belum memenuhi AKG ibu non
hamil. Konsumsi susu telah banyak meningkatkan kontribusi protein, pada
paket CNF dari 3.93 g/hari menjadi 11.57 g/hari dan pada paket CF dari 3.75
g/hari menjadi 11.07 g/hari. Namun, masih di bawah target kebutuhan ibu
hamil, yaitu 17 g/hari. Kekurangan protein ini memberikan input untuk
perbaikan formula cookies dan susu sehingga meningkatan kandungan
proteinnya.
Kontribusi vitamin A dari paket cookies dan susu fortifikasi (388.83 RE)
sedikit melampaui kebutuhan tambahan vitamin A ibu hamil (300 RE).
Namun, total konsumsi vitamin A sebanyak 888.83 RE dalam sehari masih
jauh dari dosis minimal yang dapat memberikan efek toksik yaitu 3030.30
54
3636.36 RE/hari (Bailey dalam Bauernfeind dan Lachance, 1991). Kontribusi
asam folat masih sangat jauh dari pemenuhan kebutuhan tambahan ibu hamil.
Apabila ingin memenuhi kebutuhan 200 g, seharusnya jumlah awal
penambahan asam folat pada cookies (dengan memperhitungkan kehilangan
93.93%) adalah sekitar 4.7 kali lebih banyak dari 1100 g (atau sebesar 5170
g asam folat). Mengingat pentingnya asam folat untuk mencegah berbagai
macam kecacatan bayi saat dilahirkan, kekurangan tersebut juga dapat ditutupi
dengan konsumsi suplemen asam folat selama kehamilan. Setelah ditambah
dengan asupan susu, sumbangan vitamin C menjadi sangat tinggi (36.48
mg/hari dan 89.58 g/hari) dan jauh melebihi kebutuhan tambahan ibu hamil
(10 mg/hari). Pengurangan jumlah fortifikan asam askorbat dapat
dipertimbangkan untuk mencegah konsumsi secara berlebihan setiap hari.
Kontribusi besi dari paket fortifikasi (19.57 mg/hari) terlihat melebihi
kebutuhan tambahan besi ibu hamil yang hanya 13 mg. Namun, kelebihan
tersebut akan bermanfaat mengingat sumber besi yang baik adalah makanan
hewani yang jarang dikonsumsi oleh ibu hamil yang berekonomi lemah.
Kontribusi seng dari paket fortifikasi (7.91 mg/hari) masih belum cukup untuk
memenuhi kebutuhan tambahan ibu hamil sebesar 9.8 mg/hari, maka
diperlukan penambahan jumlah fortifikasi seng pada CNF. Kebutuhan
tambahan iodium dapat dikatakan terpenuhi oleh paket cookies dan susu
fortifikasi.
Penyerapan vitamin dan mineral di atas dapat terhambat apabila waktu
konsumsinya berdekatan atau bahkan bersamaan dengan makanan yang
mengandung zat-zat yang dapat menghambat penyerapan. Misalnya konsumsi
cookies bersama dengan teh, atau konsumsi susu bersama dengan kacang-
kacangan dan singkong yang masih mengandung tiosianat. Tanin (teh), fitat
(kacang-kacangan dan serealia) telah diketahui dapat menghambat penyerapan
besi nonhaem; goitrogen seperti tioglikosida dapat menghambat asupan
iodium ke kelenjar tiroid (Lotfi dan Merx, 1996).
4. Informasi Nilai Gizi CNF dan CF
Undang-Undang Nomor 7 tahun 1996 tentang pangan, pasal 30 ayat 1
menyatakan bahwa setiap orang yang memproduksi atau memasukkan ke
55
dalam wilayah Indonesia pangan yang dikemas untuk diperdagangkan wajib
mencantumkan label pada, di dalam, dan atau di kemasan pangan. Pada ayat 2
disebutkan bahwa label tersebut sekurang-kurangnya memuat keterangan
nama produk, daftar bahan yang digunakan, berat bersih, nama dan alamat
produsen, keterangan halal, serta tanggal, bulan, dan tahun kadaluwarsa. Label
produk cookies garut yang digunakan pada program Pemberian Makanan
Tambahan (PMT) ini hanya mencantumkan nama produk dan nama produsen.
Namun, hal tersebut tidak melanggar undang-undang karena selama ini
produk tersebut tidak diperdagangkan melainkan didistribusikan secara gratis
kepada para ibu hamil yang menjadi target program PMT. Apabila produk
cookies tersebut akan diperdagangkan, label pangannya perlu dilengkapi.
Selanjutnya, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 69 tahun
1999 tentang Label dan Iklan Pangan, pada pasal 32 menyatakan bahwa
pencantuman keterangan tentang kandungan gizi pangan pada label wajib
dilakukan bagi pangan yang disertai pernyataan bahwa pangan mengandung
vitamin, mineral, dan atau zat gizi lainnya yang ditambahkan. Produk CNF
dan CF masih dikemas tanpa adanya informasi nilai gizi. Setelah dilakukan
analisis dengan metode yang sesuai, perbandingan informasi nilai gizi dari
produk CNF dan CF disajikan pada Tabel 8.
Tabel 8. Informasi Nilai Gizi CNF dan CF
INFORMASI NILAI GIZI
CNF CF
Takaran saji 4 cookies
Jumlah sajian per kemasan
28 g
4
Takaran saji 4 cookies
Jumlah sajian per kemasan
28 g
4
Jumlah Per Saji
Energi Total 136 kkal
Karbohidrat 18.50 g
Lemak 5.74 g
Protein 1.96 g
Vitamin A 31.93 RE
Asam Folat 6.56 mcg
Vitamin C 0.29 mg
Besi 1.24 mg
Seng 0.48 mg
Iodium 5.84 mcg
AKG
6.18%
5.61%
9.49%
2.93%
3.99%
1.09%
0.34%
3.18%
2.51%
2.92%
Jumlah Per Saji
Energi Total 137 kkal
Karbohidrat 18.78 g
Lemak 5.75 g
Protein 1.87 g
Vitamin A 88.01 RE
Asam Folat 18.68 mcg
Vitamin C 12.99 mg
Besi 4.21 mg
Seng 3.13 mg
Iodium 10.30 mcg
AKG
6.23%
5.69%
9.50%
2.79%
11.00%
3.11%
15.28%
10.80%
16.39%
5.15%
Persen AKG berdasarkan kebutuhan energi ibu hamil 2200 kkal. Kebutuhan energi
Anda mungkin lebih tinggi atau lebih rendah.
56
Pasal 21 pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 69
tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan menyatakan bahwa pencantuman
pernyataaan pada Label bahwa pangan telah ditambah, diperkaya, atau
difortifikasi dengan vitamin dan mineral, atau penambahan gizi lain tidak
dilarang, sepanjang hal tersebut benar dilakukan pada saat pengolahan pangan
tersebut, dan tidak menyesatkan. Oleh karena itu, produk CNF yang
digunakan pada program PMT untuk ibu hamil dapat mencantumkan
pernyataan difortifikasi vitamin A, vitamin C, asam folat, besi, seng, dan
iodium.
Pencantuman pernyataan pada label bahwa pangan merupakan sumber
suatu zat gizi tidak dilarang sepanjang jumlah zat gizi dalam pangan tersebut
sekurang-kurangnya 10-19% dari jumlah kecukupan zat gizi sehari yang
dianjurkan dalam satu takaran saji bagi pangan tersebut (LIPI, 2004).
Berdasarkan informasi nilai gizi pada Gambar 6, CF dapat mencantumkan
pernyataan merupakan sumber vitamin A, vitamin C, besi, dan seng.
B. Karakteristik Organoleptik CNF dan CF
1. Preferensi CNF dan CF
Terdapat perbedaan jumlah preferensi antara CNF dan CF, yaitu 18
panelis lebih memilih CNF daripada CF dan 12 panelis lebih memilih CF
daripada CNF (Tabel 9).
Tabel 9. Hasil Uji Preferensi CNF dan CF
Jenis Cookies Cookies Non Fortifikasi Cookies Fortifikasi
Jumlah preferensi 18 12
Pada tabel Jumlah Minimum Penilaian yang Diperlukan untuk Menyatakan
Signifikansi pada Dua Level Probabilitas untuk Uji Preferensi Berpasangan
(Two-Tailed, P = ) (Lawless dan Heymann, 1999) (Lampiran 2) terlihat
bahwa pada level probabilitas 0.05 dengan jumlah panelis sebanyak 30 orang,
tolak asumsi tidak ada preferensi yang signifikan jika jumlah preferensi
pada salah satu 21.
57
Hasil pengujian memberikan jumlah preferensi 18 dan 12 yang
keduanya lebih kecil daripada 21, sehingga pada = 0.05 disimpulkan tidak
ada preferensi yang signifikan pada salah satu sampel cookies. Berdasarkan
hasil pengujian terhadap 30 panelis diketahui bahwa fortifikasi vitamin dan
mineral pada cookies tidak menyebabkan perbedaan atau penyimpangan
karakteristik organoleptik (keseluruhan) yang nyata apabila dibandingkan
dengan cookies yang tidak mengalami fortifikasi.
2. Perbedaan CNF dan CF
Perbedaan CNF dan CF dinilai secara keseluruhan dan tidak per atribut.
Berdasarkan hasil uji segitiga yang dilakukan terhadap CNF dan CF diperoleh
13 orang menjawab dengan benar. Berdasarkan tabel Jumlah Minimal dari
Jawaban Benar dalam Uji Segitiga yang disajikan pada Lampiran 3, dengan
jumlah panelis sebanyak 30 dan nilai probabilitas 0.05 maka jumlah minimal
jawaban benar adalah 15. Oleh karena itu, kesimpulan yang diambil adalah
tidak ada perbedaan antara CNF dan CF pada = 0.05. Kesimpulan ini
memperkuat kesimpulan yang diambil berdasarkan uji preferensi, dimana
fortifikasi vitamin dan mineral tidak menyebabkan perbedaan karakteristik
organoleptik yang nyata antara CNF dan CF.
3. Hedonik CNF dan CF
Hasil uji hedonik dapat dilihat pada Gambar 6. Rekapitulasi data hasil
penilaian hedonik per atribut cookies disajikan pada Lampiran 14 sampai
Lampiran 16. Penggunaan skala membuat uji hedonik secara tidak langsung
dapat digunakan untuk mengetahui perbedaan (Soekarto, 1985).
Gambar 6. Hasil Uji Hedonik Per Atribut CNF dan CF
3.9
a
3.4
a
3.4
a
3.5
a
3.4
a
3.8
a
1
2
3
4
5
Warna Tekstur Rasa
Atribut
R
a
t
a
-
r
a
t
a
S
k
o
r
O
r
g
a
n
o
l
e
p
t
i
k
CNF CF
58
a. Warna
Warna merupakan kesan pertama yang diperoleh konsumen dari produk
pangan. Menurut Meilgaard et al. (1999), warna merupakan atribut
penampilan pada produk pangan yang sering menentukan tingkat penerimaan
konsumen terhadap produk tersebut secara keseluruhan.
Warna cookies dipengaruhi oleh bahan-bahan yang digunakan dalam
pembuatan cookies terutama oleh lemak, gula, dan telur. Secara visual, warna
cookies yang teramati adalah kuning kecoklatan untuk cookies dengan perisa
susu dan keju; dan coklat gelap untuk cookies perisa coklat. Warna kecoklatan
terbentuk karena reaksi Maillard, yaitu reaksi yang terjadi antara gula
pereduksi dengan asam amino yang terjadi pada saat pemanggangan, juga
karamelisasi gula sederhana (Winarno, 1997). Semakin lama pemanggangan
warna produk akan semakin coklat. Menurut Bauernfeind dan Lachance
(1991), warna dapat berubah karena penambahan mineral. Hal tersebut dapat
disebabkan oleh kereaktifan jenis fortifikan ataupun jumlah penambahan
fortifikan.
Berdasarkan uji hedonik, skor rata-rata kesukaan panelis terhadap warna
CNF dan CF adalah 3.4 (Gambar 6) yaitu dalam kisaran netral sampai suka.
Pada kedua cookies, frekuensi netral lebih besar daripada suka.
Berdasarkan analisis statistik dengan uji Paired-Samples T Test (Lampiran 17)
diketahui bahwa perlakuan fortifikasi vitamin dan mineral tidak menyebabkan
perbedaan nyata pada skor kesukaan atribut warna CNF dan CF dengan nilai
signifikansi 0.583 ( = 0.05).
Secara visual, CNF dan CF memang tidak memiliki perbedaan warna.
Sebagai contoh, untuk cookies dengan perisa keju, keduanya sama-sama
berwarna kuning kecoklatan. Sedangkan untuk cookies dengan perisa coklat,
keduanya sama-sama berwarna coklat gelap. Hal tersebut didukung dengan
penggunaan fortifikan dengan jenis dan jumlah yang tepat. Penggunaan besi
elemental dan kalium iodat telah diketahui tidak menyebabkan perubahan
warna dari pangan yang difortifikasi. Sebaliknya, penggunaan fero sulfat
dapat teroksidasi membentuk feri oksida yang berwarna (Lotfi dan Merx,
1996).
59
b. Tekstur
Tekstur merupakan parameter kritis pada penampakan, flavor, dan
penerimaan keseluruhan dari produk bakery. Pada cookies, tekstur merupakan
atribut produk yang penting karena cookies biasanya dinilai dari teksturnya.
Tekstur cookies meliputi kerenyahan, kemudahan untuk dipatahkan, dan
konsistensi pada gigitan pertamanya (Fellows, 2000).
Skor rata-rata kesukaan panelis terhadap tekstur CNF dan CF berturut-
turut adalah 3.4 dan 3.5(Gambar 6) yaitu dalam kisaran netral sampai suka.
Frekuensi netral lebih besar daripada suka. Berdasarkan hasil uji statistik
dengan menggunakan Paired-Samples T Test (Lampiran 18) diketahui bahwa
perlakuan fortifikasi vitamin dan mineral tidak menyebabkan perbedaan nyata
pada skor kesukaan atribut tekstur CNF dan CF dengan nilai signifikansi
0.083 ( = 0.05).
Kadar air adalah salah satu faktor yang mempengaruhi tekstur cookies.
Hasil pengujian ini menunjukkan bahwa perbedaan kadar air CNF dan CF
tidak memberikan perbedaan tekstur yang nyata kepada kesukaan 30 panelis
ibu hamil. Perbedaan nominal kadar air CNF dan CF memang tidak besar,
selain itu panelis uji hedonik tekstur ini bukanlah panelis terlatih. Penggunaan
panelis yang tidak terlatih sesuai dengan persyaratan uji hedonik (kesukaan)
yang dinyatakan Meilgaard et al. (1999) supaya memberikan gambaran
tingkat kesukaan konsumen pada umumnya.
c. Rasa
Rasa merupakan faktor paling penting yang menentukan tingkat
kesukaan konsumen terhadap produk pangan. Atribut rasa meliputi asin,
manis, asam, dan asam. Rasa pada makanan, sangat ditentukan oleh formulasi
produk tersebut (Fellows, 2000).
Pada Gambar 6 terlihat skor rata-rata kesukaan panelis terhadap rasa
CNF dan CF adalah 3.9 dan 3.8 yaitu dalam kisaran netral sampai suka. Pada
kedua cookies, frekuensi suka lebih besar daripada netral. Berdasarkan uji
statistik Paired-Samples T Test (Lampiran 19) diketahui bahwa perlakuan
fortifikasi vitamin dan mineral tidak menyebabkan perbedaan nyata pada skor
kesukaan atribut rasa CNF dan CF dengan nilai signifikansi 0.326 ( = 0.05).
60
Fortifikasi mineral besi dan seng yang diduga akan memunculkan rasa
seperti logam ternyata tidak terdeteksi, sehingga jumlah dan jenis penambahan
besi dan seng sudah tepat ditinjau dari mutu organoleptik. Penggunaan fero
sulfat dan fero glukonat dapat menyebabkan oksidasi lemak sehingga
menimbulkan ketengikan (Lotfi dan Merx, 1996). Cookies termasuk pangan
yang tinggi kandungan lemak, maka penggunaan besi elemental adalah tepat
karena menurut Clydesdale dalam Bauernfeind dan Lachance (1991) tidak
menyebabkan ketengikan.
Selain itu, rasa pun dapat ditutupi dengan penggunaan perisa cookies.
Perisa coklat sangat tepat digunakan untuk menutupi rasa dan warna
menyimpang yang mungkin muncul. Secara umum, cookies garut memiliki
rasa manis dan gurih; terutama karena tersusun dari lemak, susu, dan gula.
Secara khusus, penggunaan perisa susu, keju, dan coklat mempengaruhi rasa
cookies garut. Ketiga perisa tersebut sudah umum digunakan pada berbagai
produk biskuit di Indonesia sehingga tingkat penerimaan panelis terhadap rasa
cookies berkisar dari netral sampai suka.
4. Perisa Cookies
Ketiga jenis perisa cookies tidak berbeda nyata dalam nilai = 0.05.
Pernyataan tersebut didasarkan pada hasil uji hedonik dan ranking perisa
cookies. Hasil uji hedonik dapat dilihat pada Gambar 7, sedangkan hasil
pengujian statistik dengan ANOVA disajikan pada Lampiran 20. Hasil uji
ranking perisa cookies dapat dilihat pada Gambar 8.
Rata-rata skor hedonik para ibu hamil berkisar dari netral sampai suka
untuk ketiga jenis perisa. Frekuensi skala hedonik menunjukkan bahwa
frekuensi suka lebih banyak daripada netral. Ditinjau dari rata-rata skor
hedonik, kesukaan terhadap ketiga perisa cookies memang tidak jauh berbeda.
Meskipun terlihat rata-rata skor untuk perisa coklat adalah yang paling tinggi
dan semakin mendekati nilai 4 (suka). Namun, berdasarkan hasil analisis sidik
ragam diambil kesimpulan bahwa ketiga perisa tidak berbeda nyata ( =
0.05). Kesimpulan tersebut diambil karena nilai signifikansi yang diperoleh
lebih besar dari 0.05, yaitu 0.775.
61
Nilai antar jenis perisa tidak berbeda nyata dengan = 0.05 (Paired-Samples T Test).
Gambar 7. Hasil Uji Hedonik Perisa Cookies Garut
Nilai antar jenis perisa tidak berbeda nyata dengan = 0.05 (Paired-Samples T Test).
Gambar 8. Hasil Uji Ranking Perisa Cookies Garut
Pada Gambar 8 terlihat bahwa perisa susu memiliki nilai rata-rata
terkecil (1.93) dan lebih mendekati nilai 1 (paling disukai). Namun,
berdasarkan hasil uji ranking (Lampiran 21), ketiga perisa cookies tidak
berbeda nyata ( = 0.05). Uji ranking merupakan uji yang paling mudah,
tetapi data yang dihasilkan tidak menyajikan perbedaan yang ada antar sampel
atau homogenitas antar sampel. Untuk itulah dilakukan uji hedonik untuk
mendukung uji ranking tersebut (Moskowitz, 2000).
Makanan tambahan yang diberikan harus memiliki rasa yang familiar
bagi ibu dan dapat diterima dengan baik. Dengan kata lain citarasa
3.9
a
3.7
a
3.7
a
1
1.5
2
2.5
3
3.5
4
4.5
5
Susu Keju Coklat
Jenis Perisa
R
a
t
a
-
r
a
t
a
S
k
o
r
H
e
d
o
n
i
k
1.9
a
2.0
a
2.1
a
1
1.3
1.6
1.9
2.2
2.5
2.8
Susu Keju Coklat
Jenis Perisa
R
a
t
a
-
r
a
t
a
S
k
o
r
R
a
n
k
i
n
g
62
(organoleptik) produk harus diterima dan disukai sehingga ibu hamil
berkeinginan untuk mengkonsumsinya. Hal ini disesuaikan dengan kondisi
ibu hamil yang sedang mengalami perubahan, baik secara fisiologis maupun
psikologis. Atas dasar tersebut, pemberian produk cookies dinilai sudah tepat
mengingat produk ini sudah umum di masyarakat, praktis, punya daya simpan
relatif lama, dan mudah penyajiannya. Ketiga jenis perisa cookies pun
termasuk sudah umum digunakan pada berbagai produk biskuit yang ada di
pasaran.
Idealnya, fortifikasi mineral tidak menyebabkan perubahan warna, rasa,
metode persiapan, penampakan, ataupun mengkatalisa perubahan-perubahan
lainnya yang tidak diinginkan pada makanan apabila ingin sukses digunakan
dalam program fortifikasi (Clydesdale dalam Bauernfeind dan Lachance,
1991). Berdasarkan hasil pengujian organoleptik, teori ideal di atas telah
tercapai dalam produk CF. Fortifikasi cookies dengan vitamin A, C, asam
folat, mineral besi, seng, dan iodium ternyata tidak menimbulkan mutu
organoleptik yang menyimpang. Pemilihan jenis dan jumlah mineral serta
vitamin yang ditambahkan telah sesuai untuk produk cookies. Hasil ini
mendukung penggunaan cookies sebagai bahan pangan pembawa (food
carrier) dalam fortifikasi pangan.
C. Karakteristik Umur Simpan CNF dan CF
1. Atribut Utama Cookies
Penentuan umur simpan dengan metode akselerasi dilakukan dengan
terlebih dahulu menentukan satu parameter kerusakan. Berbagai literatur
menyatakan bahwa cookies tergolong jenis biskuit. Biskuit tergolong pangan
kering dengan kadar air maksimal 5% (BSN, 1992; Brown, 1992; Manley,
2001). Berdasarkan hal tersebut, dapat ditentukan parameter kerusakan
cookies yaitu hilangnya kerenyahan.
Dalam penelitian ini dilakukan upaya mendukung hal tersebut, yaitu
dengan survei terhadap 40 responden. Hasil survei mengenai atribut utama
cookies tersebut disajikan pada Gambar 9.
63
Nilai antar atribut cookies berbeda nyata dengan = 0.05 (Friedman test)
Gambar 9. Hasil Survei Atribut Utama Cookies
Atribut warna, aroma, dan rasa manis berturut-turut memiliki rata-rata ranking
3.10, 2.70, dan 2.63. Rata-rata ranking yang paling kecil dimiliki oleh atribut
tekstur (renyah dan tidak lembek) yaitu 1.58. Hasil survei ditabulasikan pada
Lampiran 22 dan hasil uji Friedman disajikan pada Lampiran 23. Terlihat
bahwa nilai signifikansi adalah sebesar 0.000, nilai tersebut lebih kecil dari
0.05 sehingga keempat atribut berbeda nyata (pada = 0.05). Oleh karena itu,
disimpulkan bahwa atribut tekstur adalah atribut utama cookies yang paling
penting menurut 40 responden. Secara lebih spesifik, tekstur yang
dimaksudkan adalah kerenyahan.
2. Kadar Air Awal dan Kadar Air Kritis
Berdasarkan hasil pengujian diketahui bahwa kadar air awal produk
CNF dan CF berturut-turut adalah 2.73% dan 2.35%. Rendahnya nilai kadar
air ini karena produk cookies mendapat perlakuan pemanasan dan pengeringan
pada suhu tinggi.
Kadar air kritis adalah kadar air dimana kerenyahan produk sudah tidak
dapat diterima lagi oleh konsumen. Data hasil pengujian kerenyahan CNF dan
CF kepada 9 orang panelis terseleksi (data seleksi panelis disajikan pada
Lampiran 24) dapat dilihat pada Lampiran 25 dan 26. Blind control adalah
istilah yang digunakan untuk sampel yang sama dengan kontrol. Semua
panelis berhasil mengidentifikasi dengan tepat persamaan kerenyahan blind
3.1
2.6
1.6
2.7
1.0
1.5
2.0
2.5
3.0
3.5
4.0
Warna Aroma Tekstur Rasa manis
Atribut Cookies
R
a
t
a
-
r
a
t
a
S
k
o
r
R
a
n
k
i
n
g
64
control dengan kontrol dan skor yang diberikan tidak berbeda jauh antar
panelis. Hal tersebut dikarenakan panelis telah melalui tahap pengenalan
produk, intepretasi skor, dan simulasi pengujian.
Terlihat pada Gambar 10, secara umum kedua sampel (CNF dan CF)
mendapat skor kerenyahan yang semakin menurun dengan meningkatnya RH
penyimpanan. Rata-rata skor penilaian CNF dan CF tidak jauh berbeda.
Gambar 10. Skor Rata-rata Uji Organoleptik Kerenyahan CNF dan CF
Sampel ditentukan telah mencapai kadar air kritis saat rata-rata skor
pengujiannya telah kurang dari 3 (melewati kriteria kurang renyah), tetapi
masih di atas 2 (sangat kurang renyah). Hal tersebut ditentukan berdasarkan
pengujian percobaan sebelumnya bahwa saat kondisi kerenyahan seperti itu,
cookies sudah mulai tidak disukai dan jika dibawah kondisi skor 2, cookies
sudah sangat lembek. CNF mencapai kadar air kritis dengan rata-rata skor 2.8
dan CF dengan rata-rata skor 2.9. Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh
kadar air kritis CNF dan CF masing-masing adalah 5.66% dan 5.49%, yaitu
setelah produk disimpan terbuka di RH 85.0% selama 4 jam.
Berdasarkan perhitungan dengan persamaan kurva sorpsi isothermis
model Henderson, nilai aktivitas air (a
w
) saat tercapai kadar air kritis 5.66%
dan 5.49% berturut-turut adalah 0.50 dan 0.49. Nilai a
w
tersebut berada pada
kisaran yang aman dari pertumbuhan mikroorganisme sehingga CNF dan CF
masih aman untuk dikonsumsi. Menurut Winarno (2002), kisaran a
w
untuk
5.0 5.0
4.2
2.8
1.2
4.4
1.3
2.9
0
1
2
3
4
5
6
Blind Control 76.9% (NaCl) 85.0% (KCl) 93.6% (KNO3)
RH Penyimpanan
S
k
o
r
O
r
g
a
n
o
l
e
p
t
i
k
CNF CF
93.6% (KNO
3
)
65
pertumbuhan beberapa mikroorganisme adalah: minimum 0.90 (bakteri), 0.80-
0.90 (khamir), dan 0.60-0.70 (kapang).
Penilaian kerenyahan juga dilakukan dengan menggunakan alat Texture
Analyzer. Hasil kerenyahan yang diperoleh (gram force) bervariasi meskipun
dari satu produk cookies. Hal tersebut dapat disebabkan karena permukaan
cookies yang tidak rata dan bahkan bergelombang. Namun, pada Tabel 10 di
bawah ini terlihat kecenderungan nilai kerenyahan yang semakin kecil untuk
produk cookies yang disimpan dalam kondisi yang semakin lembab. Semakin
lembab tempat penyimpanannya, cookies akan semakin menyerap uap air dan
mengurangi kerenyahannya. Kerenyahan yang semakin berkurang
menyebabkan cookies semakin mudah dihancurkan oleh probe Texture
Analyzer sehingga semakin kecil nilai kerenyahan yang diperoleh. Kadar air
kritis cookies tercapai pada saat nilai kerenyahan berkisar antara 1599.0
1864.5 gf.
Tabel 10. Hasil Pengukuran Kerenyahan Cookies dengan Texture Amalyzer
Rata-rata Nilai Kerenyahan (gf) Kondisi Penyimpanan
Cookies
CNF CF
Blind Control 2283.7 2369.7
76.9% (NaCl) 2193.6 2318.4
85.0% (KCl) 1599.0 1864.5
93.6% (KNO
3
)
1348.5 1399.1
3. Kadar Air Kesetimbangan dan Kurva Sorpsi Isothermis
Interaksi molekul air dengan CNF dan CF terjadi karena perbedaan RH
cookies dan lingkungan (desikator). Transfer uap air dari lingkungan ke
cookies atau sebaliknya terjadi selama penyimpanan sampai tercapai kondisi
kesetimbangan. Selama penyimpanan, kedua jenis sampel yang disimpan
menunjukkan kecenderungan penambahan bobot. Kedua sampel mengalami
proses adsorpsi karena aktivitas air bahan yang lebih rendah daripada
kelembaban relatif lingkungannya. Kadar air kesetimbangan yang diperoleh
66
dari hasil penelitian dan waktu yang dibutuhkan untuk mencapai kadar air
kesetimbangannya dapat dilihat pada Tabel 11.
Kadar air kesetimbangan yang diperoleh dari masing-masing sampel
tercapai setelah disimpan selama 6 20 hari tergantung dari kelembaban
relatif penyimpanan. Kadar air kesetimbangan menunjukkan nilai yang
semakin meningkat dengan meningkatnya kelembaban relatif lingkungan.
Peningkatan kelembaban relatif lingkungan berpengaruh terhadap waktu yang
dibutuhkan untuk mencapai kadar air kesetimbangan karena semakin tinggi
kadar air kesetimbangan yang dapat dicapai semakin lama pula proses difusi
berlangsung.
Tabel 11. Kadar Air Kesetimbangan CNF dan CF dan Waktu Pencapaiannya
di Beberapa RH Penyimpanan
CNF CF
Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 1 Ulangan 2
Rh
Kesetimb
angan
(%) Me*
(%bk)
Waktu
(hari)
Me*
(%bk)
Waktu
(hari)
Me*
(%bk)
Waktu
(hari)
Me*
(%bk)
Waktu
(hari)
32.9 3.30 7 2.89 6 3.20 7 3.14 6
44.7 5.16 7 4.79 6 5.05 7 4.48 6
64.9 5.72 9 5.83 8 5.32 8 5.19 8
76.9 8.94 9 8.50 9 8.86 9 7.26 8
85.0 12.25 14 13.23 15 12.04 14 11.79 14
93.6 19.75 20 18.89 19 19.51 20 19.31 19
*Me = kadar air kesetimbangan
Kadar air kesetimbangan ini selanjutnya diplotkan dengan kelembaban
relatifnya atau aktivitas airnya masing-masing sehingga membentuk suatu
kurva yang oleh Labuza (1982) disebut sebagai kurva sorpsi isothermis.
Kurva sorpsi isothermis CNF dan CF hasil percobaan dapat dilihat pada
Gambar 11 dan 12. Terlihat bahwa kedua kurva mempunyai bentuk yang
serupa yaitu berbentuk sigmoid (bentuk huruf S), meskipun tidak sigmoid
sempurna.
67
Gambar 11. Kurva Sorpsi Isothermis CNF Hasil Percobaan
Gambar 12. Kurva Sorpsi Isothermis CF Hasil Percobaan
Telah banyak model-model persamaan matematis yang telah
dikembangkan untuk menjelaskan fenomena sorpsi isothermis secara teoritis
(Chirife dan Iglesias, 1978; Van den Berg dan Bruin, 1981), namun dalam
penelitian ini hanya dipilih 5 model persamaan matematis, yaitu model
Hasley, Chen Clayton, Henderson, Caurie, dan Oswin. Model-model
persamaan ini dipilih karena berdasarkan penelitian-penelitian terdahulu
mampu menggambarkan kurva sorpsi isothermis pada jangkauan nilai
aktivitas air yang luas (Chirife dan Iglesias, 1978; Van Den Berg dan Bruin,
1981; Isse et al., 1992). Selain itu, model-model persamaan ini mempunyai
parameter kurang atau sama dengan tiga sehingga sesuai dengan pernyataan
Labuza (1968) bahwa jika tujuan penggunaan kurva sorpsi isothermis tersebut
0.85; 12.74%
0.94; 19.32%
0.77; 8.72%
0.65; 5.78%
0.45; 4.98%
0.33; 3.10%
0
5
10
15
20
25
0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0
Aktivitas Air (Aw)
R
a
t
a
-
r
a
t
a
K
a
d
a
r
A
i
r
K
e
s
e
t
i
m
b
a
n
g
a
n
(
%
b
k
)
0.85; 11.92%
0.94; 19.41%
0.77; 8.06%
0.65; 5.26%
0.45; 4.77%
0.33; 3.17%
0
5
10
15
20
25
0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0
Aktivitas Air (Aw)
R
a
t
a
-
r
a
t
a
K
a
d
a
r
A
i
r
K
e
s
e
t
i
m
b
a
n
g
a
n
(
%
b
k
)
68
adalah untuk mendapatkan kemulusan kurva yang tinggi, maka model-model
persamaan yang sederhana dan lebih sedikit jumlah parameternya akan lebih
cocok digunakan.
Guna mempermudah perhitungan maka model-model persamaan
matematis yang digunakan dimodifikasi bentuknya dari persamaan non linear
menjadi persamaan linear sehingga dapat ditentukan nilai-nilai tetapannya
dengan menggunakan metode kuadrat terkecil. Metode kuadrat terkecil ini
menurut Walpole (1990) dapat memilih suatu garis regresi terbaik diantara
semua kemungkinan garis lurus yang dapat dibuat pada suatu diagram pencar.
Modifikasi model-model sorpsi isothermis dari persamaan non linear menjadi
persamaan linear dapat dilihat pada Lampiran 27. Hasil modifikasi tersebut
disajikan pada Tabel 12 dan 13.
Tabel 12. Persamaan Kurva Sorpsi Isothermis CNF
Model Persamaan Bentuk Linear (y = a + bx) Nilai R
2
Hasley log (ln (1/a
w
)) = 8.55 + 8.08 log Me 0.96
Chen Clayton ln (ln (1/a
w
)) = -3.74 + 28.54 Me 0.94
Henderson log (ln (1/(1-a
w
))) = 1.79 + 1.56 log Me 0.95
Caurie ln Me = 10.85 20.24 a
w
0.56
Oswin ln Me = 46.62 55.60 ln (a
w
/(1-a
w
)) 0.48
Tabel 13. Persamaan Kurva Sorpsi Isothermis CF
Model Persamaan Bentuk Linear (y = a + bx) Nilai R
2
Hasley log (ln (1/a
w
)) = 8.84 + 8.20 log Me 0.96
Chen Clayton ln (ln (1/a
w
)) = -3.52 + 27.17 Me 0.94
Henderson log (ln (1/(1-a
w
))) = 1.75 + 1.50 log Me 0.95
Caurie ln Me = 11.14 20.75 a
w
0.55
Oswin ln Me = 47.95 57.16 ln (a
w
/(1-a
w
)) 0.48
4. Model Matematis yang Tepat
Selanjutnya kadar air kesetimbangan masing-masing sampel dihitung
dengan menggunakan persamaan model-model kurva sorpsi isothermis di
atas. Hasil perhitungan kadar air kesetimbangan CNF dan CF dengan
69
menggunakan model-model persamaan tersebut dapat dilihat pada Lampiran
28. Berdasarkan data kadar air kesetimbangan tersebut, dapat ditentukan
model yang dapat menggambarkan kurva sorpsi isothermis dengan tepat, agak
tepat, ataupun kurang tepat. Hasil perhitungan nilai Mean Relative
Determination (MRD) disajkan pada Tabel 14.
Tabel 14 menunjukkan bahwa model persamaan Henderson dapat
menggambarkan kurva sorpsi isothermis dengan tepat untuk CNF dan CF,
yaitu dengan nilai MRD kurang dari 5. Sedangkan model persamaan lainnya
tidak dapat menggambarkan kurva sorpsi isothermis dari kedua sampel
dengan tepat karena nilai MRD-nya lebih besar dari 10, bahkan nilai MRD
dari model persamaan Caurie dan Oswin sangat jauh lebih besar dari 10.
Tabel 14. Hasil Perhitungan Nilai MRD Model Persamaan
MRD
Model
Persamaan
CNF CF
Hasley
27.52 26.06
Chen Clayton
70.98 71.75
Henderson
2.18 2.18
Caurie
3.75 X 10
4
4.16 X 10
4
Oswin
1.54 X 10
40
1.73 X 10
41
Gambar 13 dan 14 menyajikan perbandingan kurva sorpsi isothermis
hasil percobaan dengan hasil perhitungan model matematis.
Gambar 13. Perbandingan Kurva Sorpsi Isothermis CNF Hasil
Percobaan dan dari Model-model Persamaan
0
5
10
15
20
25
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1
Aktivitas Air
K
a
d
a
r
A
i
r
K
e
s
e
i
m
b
a
n
g
a
n
(
%
b
k
)
Percobaan Hasley Chen Henderson
70
Kurva sorpsi isothermis yang terbentuk dari hasil perhitungan model Caurie
dan Oswin tidak ditampilkan karena hasil perhitungan kadar air
kesetimbangan (ordinat) memiliki rentang yang sangat jauh berbeda dengan
hasil perhitungan kadar air keseimbangan ketiga model lainnya dan hasil
percobaan.
Gambar 14. Perbandingan Kurva Sorpsi Isothermis CF Hasil
Percobaan dan dari Model-model Persamaan
Dari keseluruhan model, model persamaan yang terpilih adalah model
yang dapat dengan tepat menggambarkan keseluruhan kurva sorpsi isothermis
sampel dengan nilai MRD terkecil. Oleh karena itu, model persamaan
Henderson dipilih untuk menggambarkan keadaan sebenarnya dari fenomena
sorpsi isothermis baik untuk CNF maupun CF. Pada Gambar 13 dan 14 juga
terlihat bahwa model Henderson memperlihatkan grafik yang paling
mendekati grafik hasil percobaan daripada grafik model-model lainnya.
5. Variabel Umur Simpan Lainnya
Nilai slope kurva sorpsi isothermis (b) ditentukan pada daerah linear
(Arpah, 1998). Menurut Labuza (1982), daerah linear untuk menentukan slope
kurva sorpsi isothermis diambil diantara daerah mi dan mc. Oleh karena itu,
nilai b diperoleh sebagai hasil perbandingan antara selisih nilai kadar air awal
dengan kadar air kritis dengan selisih antara nilai aktivitas air awal dan
aktivitas air kritis pada persamaan kurva sorpsi isothermis yang dipilih. Nilai
slope kurva sorpsi isothermis yang diperoleh yaitu 0.0967 untuk CNF dan
0.0944 untuk CF.
0
5
10
15
20
25
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1
Aktivitas Air
K
a
d
a
r
A
i
r
K
e
s
e
i
m
b
a
n
g
a
n
(
%
b
k
)
Percobaan Hasley Chen Henderson
71
Luas permukaan kemasan yang diuji adalah sebesar 0.0523 m
2
. Tekanan
uap air jenuh lingkungan didapat dari tabel tekanan uap air jenuh (Lampiran
29) pada suhu 30
o
C yaitu sebesar 31.824 mmHg (Labuza, 1982). Bobot kering
produk CNF adalah 113.42 gram, sedangkan bobot kering CF adalah 112.32
gram. Rasio antara luas permukaan kemasan dan bobot kering produk CNF
dan CF masing-masing adalah 4.61 x 10
-4
dan 4.66 x 10
-4
.
Nilai k/x adalah konstanta permeabilitas kemasan yang dibutuhkan
untuk mencari umur simpan dengan persamaan Labuza. k/x ini adalah
permeabilitas tanpa pengaruh ketebalan kemasan. Nilai k/x kemasan cookies
yang diuji adalah 0.0107 gH
2
O/hari/m
2
.mmHg. Penentuan Water Vapor
Transmission Rate (WVTR) dan k/x dapat dilihat pada Lampiran 29. Nilai
permeabilitas tersebut sudah cukup rendah, sesuai dengan karakteristik
kemasan OPP yang dilaminasi. Semakin rendah permeabilitas kemasan
terhadap uap air, difusi uap air ke dalam produk akan semakin sedikit dan
kerenyahan tekstur dapat lebih terjaga. Oleh karena itu, hal tersebut
mendukung semakin lamanya umur simpan.
6. Umur Simpan CNF dan CF
Umur simpan CNF dan CF dihitung pada kondisi penyimpanan di RH
70%, 75%, dan 80%, dengan persamaan Labuza. Ketiga RH tersebut adalah
RH yang umum untuk penyimpanan produk pangan. Hasil perhitungan umur
simpan kedua jenis cookies dapat dilihat pada Tabel 15.
Tabel 15. Umur Simpan CNF dan CF di Beberapa RH Penyimpanan
Hasil perhitungan umur simpan memperlihatkan bahwa semakin besar
RH lingkungan penyimpanan maka umur simpan produk semakin pendek.
Produk CNF dapat memiliki umur simpan selama 500 hari jika disimpan
Umur Simpan
CNF CF
RH
Penyimpanan
(%) Hari Bulan Hari Bulan
70 500 16.7 527 17.6
75 409 13.7 429 14.3
80 339 11.3 354 11.8
72
dengan kondisi RH 70%. Pada RH 75%, umur simpannya menurun menjadi
409 hari dan menjadi 339 hari pada 80%. Tidak jauh berbeda untuk CF, dapat
memiliki umur simpan selama 527 hari apabila disimpan pada RH 70%. Pada
RH 75%, umur simpannya akan menurun menjadi 429 hari, dan menjadi 354
hari saja pada penyimpanan RH 80%.
Kelembaban relatif lingkungan adalah salah satu faktor yang
mempengaruhi umur simpan. Kondisi RH yang tinggi mengandung lebih
banyak uap air sehingga akan terjadi penyerapan uap air ke dalam bahan
pangan yang lebih banyak dibandingkan kondisi RH yang lebih rendah.
Semakin tinggi RH ruang penyimpanan, semakin banyak uap air yang diserap
bahan pangan, terutama yang bersifat higroskopis. Selanjutnya, semakin
banyak uap air yang diserap bahan pangan maka akan mempercepat kerusakan
tekstur sehingga mutu dan umur simpannya semakin rendah.
Fortifikasi vitamin dan mineral tidak memberikan banyak perbedaan
antara umur simpan CNF dan CF. Hal ini terutama disebabkan karena
penentuan umur simpan dilakukan dengan metode pendekatan kadar air kritis.
Beberapa faktor yang berpengaruh antara lain kadar air awal, kritis, dan
kesetimbangan, serta jenis kemasan. Meskipun berdasarkan uji statistik kadar
air CNF dan CF berbeda nyata, tetapi nominalnya tidak jauh berbeda.
Selanjutnya, nilai kadar air kritis dan kadar air kesetimbangan antar CNF dan
CF pun tidak jauh berbeda. Jenis kemasan CNF dan CF adalah sama.
Setiawan (2005) juga melakukan penentuan umur simpan dengan
pendekatan kadar air kritis. Pada RH 75%, umur simpan CNF dan CF tidak
jauh berbeda dengan prediksi umur simpan biskuit marie yang dilakukan oleh
Setiawan (2005), yaitu 404 hari. Biskuit tersebut juga dikemas dalam
metalized plastic CPP (Cast Polypropylene) yang dilaminasi PE (Polyetylene).
Cookies melalui tahap pemanggangan yang mampu mereduksi kadar air
sehingga produk akhir mengandung kadar air rendah. Lebih lanjut, kemasan
yang umumnya digunakan adalah yang nilai permeabilitasnya rendah untuk
mencegah penyerapan uap air. Jenis pangan tersebut tergolong sebagai non
perishable atau tidak mudah rusak (Robertson, 1993). Hasil penentuan umur
simpan mencerminkan teori tersebut.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Pemberian produk cookies dalam program Pemberian Makanan
Tambahan (PMT) dinilai sudah tepat jika ditinjau dari segi penerimaan
konsumen, kepraktisan, nilai energi yang cukup besar, dan daya simpan relatif
lama. Namun, kehilangan vitamin dan mineral yang cukup besar menjadi
hambatan dalam upaya fortifikasi cookies.
Kandungan gizi Cookies Non Fortifikasi (CNF) dan Cookies
Fortifikasi (CF) berturut-turut adalah: kadar protein 7.01% (CNF) dan 6.69%
(CF); kadar lemak 20.49% (CNF) dan 20.54% (CF); kadar serat kasar 2.49%
(CNF) dan 2.02% (CF); kadar karbohidrat 66.09% (CNF) dan 67.08% (CF);
nilai energi 486.71/100 gram (CNF) dan 488.04 kkal/100 gram (CF).
Kandungan gizi cookies belum sepenuhnya memenuhi persyaratan mutu
Standar Nasional Indonesia (SNI) biskuit. Kadar gizi yang belum memenuhi
standar adalah protein (minimum 9%), karbohidrat (minimum 70%), dan serat
kasar (maksimum 0.5%). Demikian pula target kadar protein dan energi yang
ingin dicapai oleh program PMT, yaitu 14.06% dan 562.50 kkal/100 gram
belum terpenuhi.
Kadar fortifikan Cookies Non Fortifikasi (CNF) dan Cookies
Fortifikasi (CF) dalam 100 gram cookies berturut-turut adalah: kadar vitamin
A 114.02 RE (CNF) dan 314.33 RE (CF); kadar asam folat 23.41 g (CNF)
dan 66.72 g (CF); kadar vitamin C 1.02 mg (CNF) dan 46.39 mg CF); kadar
besi 4.41 mg (CNF) dan 15.04 mg (CF); kadar seng 1.71 mg (CNF) dan 11.17
mg (CF); dan kadar iodium 20.86 g (CNF) dan 36.79 g (CF). Persentase
kehilangan fortifikan dari jumlah penambahan yang ditargetkan adalah
73.27% (vitamin A); 93.93% (asam folat); 51.68% dan 52.18% (vitamin C);
65.35% dan 49.87% (besi); 38.29% dan 38.69% (seng); 84.48% (iodium).
Kehilangan tersebut dapat terjadi karena proses panas selama pemanggangan
atau adanya interaksi antar fortifikan tertentu.
Konsumsi t 56 gram cookies per hari belum mencukupi kebutuhan
gizi tambahan untuk ibu hamil. Beberapa kekurangan dapat dipenuhi dan
74
dilampaui dari konsumsi susu. Kontribusi energi dan vitamin C dari paket
fortifikasi dan non fortifikasi dalam sehari sudah melampaui kebutuhan
tambahan ibu hamil. Kontribusi protein paket non fortifikasi (11.57g/hari) dan
fortifikasi (11.07 g/hari) masih di bawah target kebutuhan tambahan ibu hamil
yaitu 17g/hari. Kontribusi vitamin A dari paket fortifikasi (388.83 RE) sedikit
melampaui kebutuhan tambahan vitamin A ibu hamil (300 RE). Kontribusi
asam folat (61.64 g) masih sangat jauh dari pemenuhan kebutuhan tambahan
ibu hamil (200 g). Kontribusi besi dari paket fortifikasi (19.57 mg/hari)
melebihi kebutuhan tambahan besi ibu hamil yang hanya 13 mg. Kontribusi
seng dari paket fortifikasi (7.91 mg/hari) masih belum cukup untuk memenuhi
kebutuhan tambahan ibu hamil sebesar 9.8 mg/hari. Kebutuhan tambahan
iodium sudah dapat terpenuhi oleh paket (cookies dan susu) fortifikasi.
Fortifikasi vitamin A, C, asam folat, mineral besi, seng, dan iodium
tidak menimbulkan mutu organoleptik yang menyimpang. Antara CNF dan
CF dengan # = 0.05: tidak ada preferensi yang signifikan, tidak berbeda nyata,
dan kesukaan warna, tekstur, serta rasa tidak berbeda nyata. Rata-rata skor
hedonik para ibu hamil berkisar dari netral sampai suka. Pemilihan jenis dan
jumlah mineral serta vitamin yang ditambahkan telah sesuai untuk produk
cookies. Ketiga perisa cookies (susu, keju, dan coklat) tidak berbeda nyata (
= 0.05).
CNF dan CF tergolong pangan non perishable atau tidak mudah rusak.
Semakin besar RH lingkungan penyimpanan maka umur simpan cookies
semakin pendek. Pada RH 70%, 75%, dan 80%, umur simpan CNF berturut-
turut adalah 500, 409, dan 339 hari; sedangkan CF berturut-turut 527, 429,
dan 354 hari. Fortifikasi vitamin dan mineral tidak memberikan banyak
perbedaan antara umur simpan CNF dan CF yang ditentukan dengan
pendekatan kadar air kritis.
B. Saran
Berdasarkan hasil analisis kandungan gizi, masih diperlukan formulasi
produk yang lebih tepat untuk mencapai kadar protein dan karbohidrat yang
sesuai dengan SNI biskuit dan target program PMT. Penggunaan telur untuk
75
meningkatkan kadar protein dan energi dapat menjadi alternatif. Mengingat
rendahnya kadar asam folat, perlu dipertimbangkan peningkatan jumlah
fortifikasi asam folat menjadi sekitar 4.7 kali lipat atau pemberian suplemen
asam folat selama program PMT. Penambahan asam askorbat sebaiknya
dikurangi untuk menghindari asupan berlebih setiap hari, sebaliknya
diperlukan penambahan jumlah fortifikasi seng pada CNF. Enkapsulasi dapat
mengatasi interaksi yang mungkin terjadi antara senyawa-senyawa fortifikan,
tetapi hal tersebut akan meningkatkan biaya produksi.
Apabila produk cookies tersebut akan diperdagangkan, label
pangannya perlu dilengkapi. Produk CF dapat mencantumkan pernyataan
difortifikasi vitamin A, vitamin C, asam folat, besi, seng, dan iodium dan
merupakan sumber vitamin A, vitamin C, besi, dan seng.
Penelitian ini belum meninjau bioavailibilitas zat-zat gizi cookies.
Informasi tersebut akan bermanfaat untuk mengetahui pengaruh konsumsi
CNF dan CF secara nyata terhadap status gizi para ibu hamil yang menjadi
target program PMT. Selain itu, penelitian khusus mengenai interaksi antar
vitamin dan mineral fortifikan dalam suatu pangan pembawa juga akan sangat
bermanfaat.
DAFTAR PUSTAKA
Almatsier, S. 2002. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta.
Andonotopo, W. dan Afirin, M. T. 2005. Kurang Gizi pada Ibu Hamil: Ancaman
pada Janin. http://www.infoforhealth.org. [15 Mei 2006].
Anonim
a
. 2006. PT Bank Internasional Indonesia Tbk (BII) mendukung School
Feeding Program. http://www.antara.com. [6 April 2006].
Anonim
b
. 1999. Feeding the Unborn Babies. http://www.ennonline.net. [6 April
2006].
Anonim
c
. 2000. Pregnancy. http://www.fns.usda.gov/wic. [25 April 2006].
AOAC (Association of Official Agricultural Chemist). 1984. Official Methods of
Analysis. AOAC, Washington D. C.
Apriyantono, A., D. Fardiaz, N. L. Puspitasari, Sedarnawati, dan S. Budiyanto.
1989. Petunjuk Laboratorium Analisis Pangan. Pusat Antar Universitas
Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Arpah, 2001. Buku dan Monograf Penentuan Kadaluwarsa Produk Pangan.
Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Asian Development Bank. 2004. Indonesia: Country Fact Sheets.
http://hdr.undp.org/statistics.html. [6 Januari 2006].
ASTM (American Society for Testing and Materials). 1980. Plastics-general Test
Methods; Nomenclature. Di dalam: Annual Book of ASTM Standards,
Part 36, ASTM, Easten.
Bailey, L. 1991. Vitamin and Amino Acid Additives. Di dalam: Bauernfeind, J. C.
dan P. A. Lachance (eds.). Nutrient Additions to Food: Nutritional,
Technological, and Regulatory Aspects. Food and Nutrition Press Inc.,
Connecticut.
Bauernfeind, J. C. dan E. DeRitter. 1991. Foods Considered for Nutrient Addition:
Cereal Grain Products. Di dalam: Bauernfeind, J. C. dan P. A. Lachance
(eds.). Nutrient Additions to Food: Nutritional, Technological, and
Regulatory Aspects. Food and Nutrition Press Inc., Connecticut.
Brooker, D. B., F. W. Bakker-Arkema, dan C. W. Hall. 1982. Drying Cereal
Grains. AVI Publishing Company., Connecticut.
77
Brown, A. 2000. Understanding Food: Principles and Preparation. Wadsworth
Inc., Belmont.
BSN (Badan Standarisasi Nasional). 1992. Mutu dan Cara Uji Biskuit (SNI 01-
2973-1992). BSN, Jakarta.
_____________________________. 1995. Syarat Mutu Tepung Terigu (SNI-
3751-1995). BSN, Jakarta.
Budi, T. P. 2004. Cara Cepat Menguasai SPSS 13.0: Uji Beda Nyata dan
Rancangan Percobaan, Jakarta.
Chirife, J. dan H. A. Iglesias, 1978. Equation for fitting water sorption isotherm of
foods. Part I a review. J. Food Tech. 13: 159-593.
Clydesdale, F. M. 1991. Mineral Additives. Di dalam: Bauernfeind, J. C. dan P.
A. Lachance (eds.). Nutrient Additions to Food: Nutritional,
Technological, and Regulatory Aspects. Food and Nutrition Press Inc.,
Connecticut.
deMan, J. 1989. Principles of Food Chemistry. Wadsworth, Inc., Belmont.
Departemen Kesehatan. 2003. Gizi dalam Angka. Direktorat Jenderal Bina
Kesehatan Masyarkat, Direktorat Gizi Masyarakat, Jakarta.
___________________. 2004. Kecenderungan Masalah Gizi dan Tantangan di
Masa Datang. Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarkat, Direktorat
Gizi Masyarakat, Jakarta.
Dhopeshwarkar, G. A. 1983. Nutrition and Brain Development. Plenum Press,
New York, London.
Fardha, F. 2004. Pengaruh Pemberian Suplemen Biskuit Multigizi Ibu Hamil
Terhadap Pertumbuhan Linier dan Perkembangan Anak Usia Bawah Tiga
Tahun di Kabupaten Bogor. Thesis. Sekolah Pascasarjana, Institut
Pertanian Bogor. Bogor.
Fellows, P. J. 2000. Food Processing Technology: Principles and Practice.
Woodhead Publishing, London.
Fennema, O. R. 1996. Food Chemistry. Marcel Dekker, Inc., New York.
Floros, J. D. 1993. Shelf Life Prediction of Packaged Foods. Di dalam: Shelf Life
Studies of Foods and Beverages. Charalambous, G. (ed). Elsevier
Publishing, New York.
Heldman, D. R. dan R. P. Singh. 1981. Food Process Engineering. AVI
Publishing Company, Connecticut.
78
Indrasti, D. 2004. Pemanfaatan Tepung Talas Belitung (Xanthosoma sagittifolium)
dalam Pembuatan Cookies. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian Institut
Pertanian Bogor, Bogor.
Isse, M. G., H. Schuchmann, dan H. Schubert. 1992. Divided sorption isotherm
concept an alternative way to describe sorption isotherm data. J. Food Eng.
16 : 147 157.
Jalal, F. dan S. M. Atmojo. 1998. Peranan Fortifikasi dalam Penanggulangan
Kemiskinan Zat Gizi Mikro. Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VI.
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Jakarta.
Juran, J. M. 1989. Juran on Quality by Design. Mac Miller Company, Inc., USA.
Kartasapoetra, G. dan Marsetyo, H. 2002. Ilmu Gizi: Korelasi Gizi, Kesehatan,
dan Produktivitas Kerja. Rineka Cipta, Jakarta.
Kodyat, Kosen, dan dePee. 1998. Iron Deficiency in Indonesia: Current situation
and intervention. Nutr Research, 18(12): 1953-1963.
Labuza, T. P. 1982. Shelf Life Dating of Foods. Food and Nutrition Press Inc.,
Westport, Conneticut.
___________. 2001. Creation of Moisture Sorption Isothermis for Hygroscopic
Materials. http://www.faculty.che.umn.edu. [28 Januari 2006].
Lachance, P.A. dan J. C.Bauernfeind Concepts and Practices of Nutrifying Foods.
Di dalam: Bauernfeind, J. C. dan P. A. Lachance (eds.). Nutrient
Additions to Food: Nutritional, Technological, and Regulatory Aspects.
Food and Nutrition Press Inc., Connecticut.
Lawless, H. T. dan H. Heymann. 1999. Sensory Evaluation of Food. Kluwer
Academic/Plenium Publishers, New York.
Limson, J. 2001. Carotino Biscuits (Munching Away at Micronutrient
Deficiencies). http://www.scienceinafrica.co.za. [6 Januari 2006].
LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia). 2004. Prosiding Widyakarya
Nasional Pangan dan Gizi VIII. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia,
Jakarta.
Lotfi, M. dan R. J. H. Merx. 1996. Micronutrient Fortification of Food.
Micronutrient Initiative and International Agricultural Centre, Canada,
Netherland.
Manley, D. 2000. Technology of Biscuits, Crackers, and Cookies. Third edition.
Woodhead Publishing Limited, Cambridge.
79
. 2001. Biscuit, Cracker, and Cookie Recipes for The Food Industry.
Woodhead Publishing Limited, Cambridge.
Matz, S. A. dan T. D. Matz. 1978. Cookies and Crackers Technology. The AVI
Publishing Co. Inc., Texas.
Meilgaard, M., G. V. Civille, dan B. T. Carr. 1999. Sensory Evaluation
Techniques. Third edition. CRC Press, New York.
Muhandri, T. dan D. Kadarisman. 2005. Sistem Jaminan Mutu Industri Pangan.
Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian,
Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Moskowitz, H. R. 2000. R&D-Driven Products Evaluation in the Early Stage of
Development. Di dalam: Brody, A. L. dan J. B. Lord (eds.). Developing
New Food Products for a Changing Marketplace. CRC Press, Boca Raton.
Naryanto, P. dan S. Kumalaningsih. 1999. Pemanfaatan Pati Garut Termodifikasi
(Starch Phosphate) Sebagai Bahan Pensubstitusi Tepung Terigu pada
Pembuatan Me Instan Kering. Makalah. Disampaikan pada Seminar
Nasional Teknologi Pangan, 12-13 Oktober 1999 di Jakarta.
Nielsen, S. S. 2003. Food Analysis Laboratoy Manual. Kluwer Academic/Plenium
Publishers, New York.
Purnomo, H. 1995. Aktivitas Air dan Peranannya dalam Pengawetan Pangan. UI-
Press, Jakarta.
Robertson, G. L. 1993. Food Packaging Principles and Practices. Marcel Dekker
Inc., New York.
Sayuti, K. 2002. Profil Biokimia Darah Ibu Hamil yang Diberi Cookies
Difortifikasi Zat Besi, Asam Folat, Vitamin A, Vitamin C, Zat Seng, dan
Zat Iodium. Disertasi. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor,
Bogor.
Setiawan, H. A. 2005. Penentuan Umur Simpan Produk Biskuit Marie dengan
Metode Accelerated Shelf-Life Testing (ASLT). Skripsi. Fakultas
Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Sizer, F. S. dan E. N. Whitney. 2000. Nutrition: Concepts and Controversies.
Eighth Edition. Wadsworth, Stamford.
Soekardjo, H. M. 1995. Pertolongan Pertama: Dokter di Rumah Anda.
Terjemahan: Smith, T. (ed). Family Doctor: Home Advisor. Dian Rakyat,
Jakarta.
80
Soekarto, S. T. 1985. Penilaian Organoleptik untuk Industri Pangan dan Hasil
Penelitian. Bhratara Karya Aksara, Jakarta.
Syarief, R. dan H. Halid. 1993. Teknologi Penyimpanan Pangan. Pusat Antar
Universitas Rekayasa Proses Pangan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Syarief, R., S. Santausa, dan B. Isyana. 1989. Buku dan Monograf Teknologi
Pengemasan Pangan. Laboratorium Rekayasan Proses Pangan. Pusat Antar
Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Tanumihardjo, S. A. 2002. Vitamin A and Iron Status Are Improved by Vitamin
A adnd Iron Supplementation in Pregnant Women. Journal of American
Society for Nutritional Sciences: 1909-1912.
UNICEF (United Nations Childrens Fund) dan WHO (World Health
Organization). 2004. Low Birth Weight: Country, Regional, and Global
Estimates. http://www.undp.org. [3 Mei 2006].
Van den Berg. C. dan S. Bruin. 1981. Water Activity and Its Estimation in Food
System. Theoritical Aspects. Academy Press, New York.
Walpole, R. E. 1990. Pengantar Statistika. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Winarno, F. G. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta.
Lampiran 1. Formulir Uji Preferensi dan Uji Segitiga CNF dan CF
UJI SEGITIGA
NAMA : TANGGAL :
NO. HP : TIPE SAMPEL : COOKIES
Informasi dan Instruksi :
1. Tersedia 3 sampel cookies.
2. Tuliskan kode sampel di tempat yang telah tersedia di bawah ini.
3. Tentukan 1 sampel yang berbeda (apabila menurut anda tidak ada yang berbeda, mohon
ditebak).
4. Netralkan dengan AMDK pada tahap pencicipan.
Kode Sampel : ______ _____ ______ Yang berbeda : ______
Komentar :
_________________________________________________________________________
Terima kasih banyak atas bantuan Anda.
UJI PREFERENSI (KESUKAAN) COOKIES
NAMA : TANGGAL :
NO. TELP : TIPE SAMPEL : COOKIES
Instruksi :
1. Cicipilah produk yang sebelah kiri terlebih dahulu, dan kemudian yang sebelah kanan.
2. Tersedia air minum untuk menetralkan indera perasa saat pencicipan.
3. Tentukan 1 sampel yang lebih Anda sukai dan lingkarilah kode sampel tersebut.
Kode Sampel : 862 245
Terima kasih banyak atas bantuan Anda.
Lampiran 2. Jumlah Minimum Penilaian yang Diperlukan untuk Menyatakan
Signifikansi pada Dua Level Probabilitas untuk Uji Preferensi
Berpasangan (Two-Tailed, P = ) (Lawless dan Heymann, 1999)
Jumlah Minimum
Penilaian pada
Level Probabilitas:
Jumlah Minimum
Penilaian pada
Level Probabilitas:
Jumlah
Panelis (n)
0.05 0.01
Jumlah
Panelis (n)
0.05 0.01
7 7 - 32 23 24
8 8 8 33 23 25
9 8 9 34 24 25
10 9 10 35 24 26
11 10 11 36 25 27
12 10 11 37 25 27
13 11 12 38 26 28
14 12 13 39 27 28
15 12 13 40 27 29
16 13 14 41 28 30
17 13 15 42 28 30
18 14 15 43 29 31
19 15 16 44 29 31
20 15 17 45 30 32
21 16 17 46 31 33
22 17 19 47 31 33
23 17 19 48 32 34
24 18 19 49 32 34
25 18 20 50 33 35
26 19 20 60 39 41
27 20 21 70 44 47
28 20 22 80 50 52
29 21 22 90 55 58
30 21 23 100 61 64
31 22 24
Lampiran 3. Jumlah Minimal dari Jawaban Benar dalam Uji Segitiga (Meilgaard et al., 1999)
n
0.40 0.30 0.20 0.10 0.05 0.01 0.001
10 5 5 6 6 7 8 9
11 5 5 6 7 7 8 10
12 5 6 6 7 8 9 10
13 6 6 7 8 8 9 11
14 6 7 7 8 9 10 11
15 6 7 8 8 9 10 12
16 7 7 8 9 9 11 12
17 7 8 8 9 10 11 13
18 7 8 9 10 10 12 13
19 8 8 9 10 11 12 14
20 8 9 9 10 11 13 14
21 8 9 10 11 12 13 15
22 9 9 10 11 12 14 15
23 9 10 11 12 12 14 16
24 10 10 11 12 13 15 16
25 10 11 11 12 13 15 17
26 10 11 12 13 14 15 17
27 11 11 12 13 14 16 18
28 11 12 12 14 15 16 18
29 11 12 13 14 15 17 19
30 12 12 13 14 15 17 19
31 12 13 14 15 16 18 20
32 12 13 14 15 16 18 20
33 13 13 14 15 17 18 21
34 13 14 15 16 17 19 21
35 13 14 15 16 17 19 22
36 14 14 15 17 18 20 22
42 16 17 18 19 20 22 25
48 18 19 20 21 22 25 27
Keterangan : n = jumlah panelis
= nilai probabilitas = 100% taraf kepercayaan (%)
Lampiran 4. Kuesioner Atribut Utama dari Produk Cookies / Biskuit
Kuesioner Atribut Utama dari Produk Cookies / Biskuit
Nama :
Jenis Kelamin : Laki-laki / Perempuan
*)
Usia : ................ tahun
Pekerjaan : Pelajar / Mahasiswa / Wiraswasta / Lain-lain
*)
, sebutkan ............
Apakah yang Anda utamakan dari sebuah produk cookies / biskuit ?
Urutkan atribut di bawah ini dari 1 4
(1 = paling penting, 4 = paling tidak penting)
(.....) Warna
(.....) Tekstur (renyah; tekstur yang tidak lembek)
(.....) Aroma
(.....) Rasa manis
Terimakasih banyak atas kesediannya untuk meluangkan waktu, pemikiran, dan
pendapat. Bantuan Anda sangat berarti bagi saya.
*) lingkarilah pilihan Anda
- Steisianasari Mileiva (08128651158) Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan IPB -
Lampiran 5. Formulir Multiple Comparison Test Kerenyahan Cookies
Multiple Comparison Test
Nama/No.Hp :
Tanggal :
Instruksi : Bandingkan kerenyahan produk yang disajikan terhadap
produk pembanding dan berilah tanda pada pernyataan
yang sesuai dengan penilaian Anda.
Kelompok Sampel A
Penilaian 878 117 392 659
Amat sangat kurang renyah
Sangat kurang renyah
Kurang renyah
Agak kurang renyah
Sama
Agak lebih renyah
Lebih renyah
Sangat lebih renyah
Amat sangat lebih renyah
Kelompok Sampel B
Penilaian 742 421 226 286
Amat sangat kurang renyah
Sangat kurang renyah
Kurang renyah
Agak kurang renyah
Sama
Agak lebih renyah
Lebih renyah
Sangat lebih renyah
Amat sangat lebih renyah
--Terima kasih--
Lampiran 6. Hasil Uji Paired-Samples T Test Kadar Air CNF dan CF
T-Test
Paired Samples Statistics
Mean N Std. Deviation Std. Error Mean
Pair 1 CNF 2.718675 4 .1064088 .0532044
CF 2.351125 4 .0245880 .0122940
Paired Samples Correlations
N Correlation Sig.
Pair 1 CNF & CF 4 -.331 .669
Paired Samples Test
Paired Differences t df
Sig. (2-
tailed)
Mean
Std.
Deviation
Std. Error
Mean
95% Confidence
Interval of the
Difference
Lower Upper
Pair
1
CNF
- CF
.3675500 .1168695 .0584347 .1815846 .5535154 6.290 3 .008
Rata-rata kadar air CNF dan CF berbeda nyata pada level probabilitas () 0.05.
Lampiran 7. Hasil Uji Paired-Samples T Test Kadar Abu CNF dan CF
T-Test
Paired Samples Statistics
Mean N Std. Deviation Std. Error Mean
Pair 1 CNF 1.187250 4 .0382708 .0191354
CF 1.311825 4 .0254673 .0127336
Paired Samples Correlations
N Correlation Sig.
Pair 1 CNF & CF 4 -.502 .498
Paired Samples Test
Paired Differences t df
Sig.
(2-
tailed)
Mean
Std.
Deviation
Std.
Error
Mean
95% Confidence
Interval of the
Difference
Lower Upper
Pair
1
CNF
- CF
-.1245750 .0556093 .0278046 -.2130617 -.0360883 -4.480 3 .021
Rata-rata kadar abu CNF dan CF berbeda nyata pada level probabilitas () 0.05.
Lampiran 8. Hasil Uji Paired-Samples T Test Kadar Protein CNF dan CF
T-Test
Paired Samples Statistics
Mean N Std. Deviation Std. Error Mean
Pair 1 CNF 7.008175 4 .1709965 .0854982
CF 6.692200 4 .2283156 .1141578
Paired Samples Correlations
N Correlation Sig.
Pair 1 CNF & CF 4 -.949 .051
Paired Samples Test
Paired Differences t df
Sig.
(2-
tailed)
Mean
Std.
Deviation
Std. Error
Mean
95% Confidence
Interval of the
Difference
Lower Upper
Pair
1
CNF
- CF
.3159750 .3943267 .1971634 -.3114868 .9434368 1.603 3 .207
Rata-rata kadar protein CNF dan CF tidak berbeda nyata pada level probabilitas () 0.05.
Lampiran 9. Hasil Uji Paired-Samples T Test Kadar Lemak CNF dan CF
T-Test
Paired Samples Statistics
Mean N Std. Deviation Std. Error Mean
Pair 1 CNF 20.487100 4 .0689043 .0344522
CF 20.537425 4 .2275667 .1137833
Paired Samples Correlations
N Correlation Sig.
Pair 1 CNF & CF 4 .281 .719
Paired Samples Test
Paired Differences t df
Sig. (2-
tailed)
Mean
Std.
Deviation
Std. Error
Mean
95% Confidence
Interval of the
Difference
Lower Upper
Pair
1
CNF
- CF
-.0503250 .2184764 .1092382 -.3979697 .2973197 -.461 3 .676
Rata-rata kadar lemak CNF dan CF tidak berbeda nyata pada level probabilitas () 0.05.
Lampiran 10. Hasil Uji Paired-Samples T Test Kadar Karbohidrat CNF dan CF
T-Test
Paired Samples Statistics
Mean N Std. Deviation Std. Error Mean
Pair 1 CNF
66.086025 4 .1137327 .0568664
CF
67.082675 4 .5753004 .2876502
Paired Samples Correlations
N Correlation Sig.
Pair 1 CNF & CF 4 -.727 .273
Paired Samples Test
Paired Differences t df
Sig. (2-
tailed)
Mean
Std.
Deviation
Std. Error
Mean
95% Confidence
Interval of the
Difference
Lower Upper
Pair
1
CNF
- CF
-.9966500 .6626468 .3313234 -2.0510690 .0577690 -3.008 3 .057
Rata-rata kadar karbohidrat CNF dan CF tidak berbeda nyata pada level probabilitas () 0.05.
Lampiran 11. Hasil Uji Paired-Samples T Test Kadar Serat Kasar CNF dan CF
T-Test
Paired Samples Statistics
Mean N Std. Deviation Std. Error Mean
Pair 1 CNF 2.487775 4 .2536404 .1268202
CF 2.024750 4 .3221004 .1610502
Paired Samples Correlations
N Correlation Sig.
Pair 1 CNF & CF 4 -.810 .190
Paired Samples Test
Paired Differences t df
Sig. (2-
tailed)
Mean
Std.
Deviation
Std. Error
Mean
95% Confidence
Interval of the
Difference
Lower Upper
Pair
1
CNF
- CF
.4630250 .5481580 .2740790 -.4092167 1.3352667 1.689 3 .190
Rata-rata kadar serat kasar CNF dan CF tidak berbeda nyata pada level probabilitas () 0.05.
Lampiran 12. Hasil Uji Paired-Samples T Test Nilai Energi CNF dan CF
T-Test
Paired Samples Statistics
Mean N Std. Deviation Std. Error Mean
Pair 1 CNF 486.711800 4 .4032335 .2016168
CF 488.035325 4 1.1070165 .5535083
Paired Samples Correlations
N Correlation Sig.
Pair 1 CNF & CF 4 .466 .534
Paired Samples Test
Paired Differences t df
Sig. (2-
tailed)
Mean
Std.
Deviation
Std. Error
Mean
95% Confidence
Interval of the
Difference
Lower Upper
Pair
1
CNF
- CF
-1.3235250 .9858819 .4929410 -2.8922831 .2452331 -2.685 3 .075
Rata-rata nilai kalori CNF dan CF tidak berbeda nyata pada level probabilitas () 0.05.
Lampiran 13. Perhitungan Penambahan Fortifikan yang Dilakukan Industri Mitra
(dari data per kg adonan menjadi per 100 g cookies)
Rata-rata rendemen cookies = 82.5%
Rata-rata kadar air cookies = 2.35%
1. Vitamin A ditambahkan 0.16g per kg adonan. Data tersebut tidak dapat
dikonversi ke dalam satuan vitamin A (RE ataupun IU).
2. Asam Folat
3. Vitamin C
4. Fe
5. ZnSO
4
Fortifikan per
kg adonan
Fortifikan per 100 g
cookies (berat basah)
(perhitungan rendemen)
Fortifikan per 100 g
cookies (berat kering)
cookies g adonan g 825 1000
100
5 . 82
( )
( ) cookies g
C vit g
cookies g
C vit g
g
adonan g
C vit g
39 . 19 825
02 . 0 80 . 0
825
80 . 0
825
1000
97 . 0
cookies g mg 100 / 97
( )
( ) cookies g
folat asam g
cookies g
folat asam g
g
adonan g
folat asam g
39 . 19 825
0002 . 0 01 . 0
825
01 . 0
825
1000
011 . 0
cookies g g 100 / 1100
( )
( ) cookies g
Fe g
cookies g
Fe g
g
adonan g
Fe g
39 . 19 825
01 . 0 24 . 0
825
25 . 0
825
1000
30 . 0
cookies g mg 100 / 30
( )
( ) cookies g
Zn g
cookies g
Zn g
g
adonan g
Zn g
39 . 19 825
003 . 0 15 . 0
825
15 . 0
825
1000
18 . 0
cookies g mg 100 / 22 . 18
g g ZnSO bobot
ZnSO Mr
Zn Ar
Zn Bobot 18 . 0 45 . 0
45 . 161
38 . 65
4
4
6. KIO
3
g g KIO bobot
KIO Mr
I Ar
I Bobot 00237 . 0 004 . 0
214
9 . 126
3
3
( )
( ) cookies g
Zn mg
cookies g
Zn mg
g
adonan g
Zn mg
39 . 19 825
05 . 0 96 . 1
825
96 . 1
825
1000
37 . 2
cookies g g 100 / 237
Lampiran 14. Rekapitulasi Data Uji Hedonik Atribut Warna Cookies
Panelis Cookies Non Fortifikasi Cookies Fortifikasi
1 3 3
2 4 3
3 3 3
4 3 3
5 4 4
6 5 5
7 3 3
8 3 3
9 3 3
10 4 4
11 4 3
12 3 3
13 3 3
14 3 3
15 3 3
16 4 4
17 3 3
18 3 3
19 3 3
20 3 3
21 4 4
22 4 4
23 3 3
24 5 5
25 3 3
26 3 4
27 3 3
28 3 3
29 4 4
30 3 3
Rata-rata 3.4 3.4
Keterangan: 1 = sangat tidak suka
2 = tidak suka
3 = netral
4 = suka
5 = sangat suka
Panelis adalah ibu hamil dengan usia kandungan di atas 3 bulan. Mereka
berdomisili di berbagai daerah di Kabupaten dan Kotamadya Bogor.
Lampiran 15. Rekapitulasi Data Uji Hedonik (Rating) Atribut Tekstur Cookies
Panelis Cookies Non Fortifikasi Cookies Fortifikasi
1 4 4
2 3 3
3 4 4
4 4 4
5 3 4
6 3 3
7 4 5
8 4 4
9 3 3
10 3 3
11 3 4
12 3 3
13 3 3
14 4 4
15 3 3
16 4 4
17 3 3
18 3 3
19 3 3
20 3 3
21 4 4
22 4 4
23 4 4
24 5 5
25 3 3
26 4 4
27 3 3
28 3 3
29 3 3
30 3 3
Rata-rata 3.4 3.5
Keterangan: 1 = sangat tidak suka
2 = tidak suka
3 = netral
4 = suka
5 = sangat suka
Panelis adalah ibu hamil dengan usia kandungan di atas 3 bulan. Mereka
berdomisili di berbagai daerah di Kabupaten dan Kotamadya Bogor.
Lampiran 16. Rekapitulasi Data Uji Hedonik (Rating) Atribut Rasa Cookies
Panelis Cookies Non Fortifikasi Cookies Fortifikasi
1 4 4
2 4 5
3 2 2
4 3 3
5 4 3
6 4 4
7 5 5
8 4 4
9 5 5
10 3 3
11 4 3
12 3 3
13 4 4
14 5 5
15 4 4
16 2 2
17 4 3
18 5 4
19 4 5
20 3 3
21 3 3
22 4 4
23 5 5
24 4 4
25 3 3
26 3 4
27 5 4
28 5 5
29 5 4
30 3 3
Rata-rata 3.9 3.8
Keterangan: 1 = sangat tidak suka
2 = tidak suka
3 = netral
4 = suka
5 = sangat suka
Panelis adalah ibu hamil dengan usia kandungan di atas 3 bulan. Mereka
berdomisili di berbagai daerah di Kabupaten dan Kotamadya Bogor.
Lampiran 17. Hasil Uji Paired-Samples T Test Skor Kesukaan Atribut Warna
Cookies
T-Test
Paired Samples Statistics
Mean N Std.
Deviation
Std. Error
Mean
Pair 1 CNF 3.40 30 .621 .113
CF 3.37 30 .615 .112
Paired Samples Correlations
N Correlation Sig.
Pair 1 CNF & CF 30 .866 .000
Paired Samples Test
Paired
Differences
t df Sig. (2-
tailed)
Mean Std.
Deviation
Std. Error
Mean
95% Confidence
Interval of the
Difference
Lower Upper
Pair 1 CNF -
CF
.03 .320 .058 -.09 .15 .571 29 .573
Rata-rata skor kesukaan atribut warna CNF dan CF tidak berbeda nyata ( = 0.05).
Lampiran 18. Hasil Uji Paired-Samples T Test Skor Kesukaan Atribut Tekstur
Cookies
T-Test
Paired Samples Statistics
Mean N Std.
Deviation
Std. Error
Mean
Pair 1 CNF 3.43 30 .568 .104
CF 3.53 30 .629 .115
Paired Samples Correlations
N Correlation Sig.
Pair 1 CNF & CF 30 .875 .000
Paired Samples Test
Paired
Differences
t df Sig. (2-
tailed)
Mean Std.
Deviation
Std. Error
Mean
95% Confidence Interval
of the Difference
Lower Upper
Pair 1CNF - CF -.10 .305 .056 -.21 .01 -1.795 29
.083
Rata-rata skor kesukaan atribut tekstur CNF dan CF tidak berbeda nyata ( = 0.05).
Lampiran 19. Hasil Uji Paired-Samples T Test Skor Kesukaan Atribut Rasa
Cookies
T-Test
Paired Samples Statistics
Mean N Std.
Deviation
Std. Error
Mean
Pair 1 CNF 3.87 30 .900 .164
CF 3.77 30 .898 .164
Paired Samples Correlations
N Correlation Sig.
Pair 1 CNF & CF 30 .814 .000
Paired Samples Test
Paired
Differences
t df Sig. (2-
tailed)
Mean Std.
Deviation
Std. Error
Mean
95% Confidence
Interval of the
Difference
Lower Upper
Pair 1 CNF - CF .10 .548 .100 -.10 .30 1.000 29
.326
Rata-rata skor kesukaan atribut rasa CNF dan CF tidak berbeda nyata ( = 0.05).
Lampiran 20. Hasil Uji Analisis Sidik Ragam (ANOVA) Skor Kesukaan Perisa
Cookies
Univariate Analysis of Variance
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: SKOR
Source Type III Sum
of Squares
df Mean Square F Sig.
Model 1305.689 32 40.803 58.707 .000
PANELIS 20.889 29 .720 1.036 .442
SAMPEL .356 2 .178 .256
.775
Error 40.311 58 .695
Total 1346.000 90
a R Squared = .970 (Adjusted R Squared = .954)
Nilai signifikansi sampel adalah 0.775. Nilai ini lebih besar daripada 0.05
sehingga kesimpulan yang diambil: ketiga perisa tidak berbeda nyata ( = 0.05).
Lampiran 21. Hasil Uji Friedman Test Perisa Cookies
NPar Tests
Friedman Test
Ranks
Mean Rank
SKOR_1 1.93
SKOR_2 2.00
SKOR_3 2.07
Test Statistics
N 30
Chi-Square .267
df 2
Asymp. Sig. .875
a Friedman Test
Keterangan: SKOR_1 = Perisa Susu
SKOR_2 = Perisa Keju
SKOR_3 = Perisa Coklat
Skala = 1 3 (diurutkan dari yang paling disukai sampai yang kurang disukai)
Nilai Asymp. signifikansi adalah 0.875. Nilai ini lebih besar daripada 0.05
sehingga kesimpulan yang diambil: ketiga perisa tidak berbeda nyata ( = 0.05).
Lampiran 22. Rekapitulasi Data Hasil Survei Atribut Utama Cookies
No Nama
Jenis
Kelamin
Usia Pekerjaan Warna Tekstur Aroma Rasa Manis
1 Rubiyah P 48 PNS 3 2 4 1
2 Abdul Rojak L 46 Laboran 3 1 2 4
3 Sobirin L 46 Teknisi 3 4 2 1
4 Sidik L 45 Teknisi 4 1 2 3
5 Gatot Supriadi L 45 PNS 4 1 2 3
6 Endang L 43 Karyawan 3 1 4 2
7 Sukarna L 40 Laboran 1 2 3 4
8 Dian Herawati P 31 Dosen 4 2 3 1
9 Yahya L 30 Teknisi 4 2 3 1
10 Dodi Gumilar P 30 Teknisi 1 3 4 2
11 Darsih P 24 Pegawai 3 2 1 4
12 Anton L 24 Lulusan S1 3 2 4 1
13 Rusmianto L 23 Mahasiswa 3 1 4 2
14 Inggrid P 22 Mahasiswa 4 1 2 3
15 Yulizar L 22 Mahasiswa 4 1 2 3
16 Ratry P 21 Mahasiswa 2 1 3 4
17 Karen P 21 Mahasiswa 1 2 3 4
18 Fenni P 21 Mahasiswa 1 2 4 3
19 Yayah P 21 Mahasiswa 3 1 2 4
20 Vivi P 21 Mahasiswa 2 1 3 4
21 Aminullah L 21 Mahasiswa 2 1 3 4
22 Eprim L 21 Mahasiswa 4 2 1 3
23 Arti P 20 Mahasiswa 3 2 1 4
24 Kikie P 20 Mahasiswa 3 1 4 2
25 Apsari P 20 Mahasiswa 2 1 4 3
26 Ricci L 19 Mahasiswa 1 3 2 4
27 Yanti Suryati P 16 SMA 4 1 3 2
28 Febrina P 16 SMA 3 1 2 4
29 Clarissa P 16 SMA 4 1 3 2
30 Stevania P 15 SMA 3 2 4 1
31 Anastasia Novi P 15 SMA 4 1 2 3
32 Marsha L 15 SMA 4 1 2 3
33 Regina P 15 SMA 4 1 2 3
34 Kevin L 15 SMA 4 3 2 1
35 Andi Pratama L 15 SMA 4 1 3 2
36 Sella Anggraeni P 15 SMA 4 3 1 2
37 Mayco L 15 SMA 4 1 2 3
38 Hendri Anugrah P 15 SMA 4 2 3 1
39 Jennike L 12 SD 4 1 3 2
40 Satrio Putra L 10 SD 3 1 4 2
3.1 1.6 2.7 2.6 Rata-rata Skor
Lampiran 23. Hasil Friedman Test Atribut Utama Cookies
Friedman Test
Ranks
Mean Rank
SKOR_1 3.10
SKOR_2 1.58
SKOR_3 2.70
SKOR_4 2.63
Test Statistics
N 40
Chi-Square 30.510
df 3
Asymp. Sig. .000
a Friedman Test
Keterangan:
SKOR_1 : Atribut warna
SKOR_2 : Atribut tekstur
SKOR_3 : Atribut aroma
SKOR_4 : Atribut rasa manis
Skala ranking : 1 4 (1 = paling penting; 4 = paling tidak penting)
Berdasarkan uji Friedman, diperoleh nilai Asymp.Sig adalah 0.000. Nilai ini lebih
kecil daripada 0.05. Oleh karena itu, kesimpulan yang diambil adalah: keempat
atribut berbeda nyata ( = 0.05).
Lampiran 24. Rekapitulasi Data Seleksi Panelis
No Nama Panelis
Hasil Wawancara
Uji Warna
Hasil Uji Rasa
Manis
No
Panelis yang Lolos Uji
Rasa Manis
Hasil Uji Tekstur No
Panelis yang Lolos
Uji Tekstur
Hasil Uji Aroma
1 Alina Primasari Tidak buta warna Tidak lolos (1/6) 1 Andrias Lolos (5/6) 1 Andrias Lolos (4/4)
2 Aminullah Tidak buta warna Tidak lolos (1/3) 2 Annisa Soraya Lolos (6/6) 2 Annisa Soraya Tidak lolos (2/4)
3 Andrias Tidak buta warna Lolos (5/6) 3 Eva Handayani Lolos (4/6) 3 Eva Handayani Tidak lolos (2/4)
4 Annisa Nisvianty Tidak buta warna Tidak lolos (2/6) 4 Evrin Lolos (6/6) 4 Evrin Tidak lolos (3/4)
5 Annisa Soraya Tidak buta warna Lolos (5/6) 5 Fenni Rusli Lolos (6/6) 5 Fenni Rusli Lolos (4/4)
6 Arief Tidak buta warna Tidak lolos (2/6) 6 Hendy Lolos (6/6) 6 Hendy Lolos (4/4)
7 Arti Tidak buta warna Tidak lolos (0/3) 7 Herold Lolos (6/6) 7 Herold Lolos (4/4)
8 Dadik Satria Tidak buta warna Tidak lolos (3/6) 8 Indach Lolos (5/6) 8 Indach Lolos (4/4)
9 Eko Widayanto Tidak buta warna Tidak lolos (2/6) 9 Karen Puspasari Lolos (6/6) 9 Karen Puspasari Lolos (4/4)
10 Elsadora Reapina Tidak buta warna Tidak lolos (2/6) 10 Kiki Krisnayudha Tidak lolos (0/0) 10 Muslimah Lolos (4/4)
11 Elvina Yohana Tidak buta warna Tidak lolos (1/6) 11 Muslimah Lolos (6/6) 11 Randy Adistya Lolos (4/4)
12 Eva Handayani Tidak buta warna Lolos (4/6) 12 Randy Adistya Lolos (6/6) 12 Shinta Lolos (4/4)
13 Evrin Tidak buta warna Lolos (5/6) 13 Shinta Lolos (6/6) 13 Subekti Saputra Tidak lolos (2/4)
14 Fenni Rusli Tidak buta warna Lolos (4/6) 14 Subekti Saputra Lolos (6/6) 14 Syarifah Zarina Tidak lolos (2/4)
15 Hendy Tidak buta warna Lolos (5/6) 15 Syarifah Zarina Lolos (4/6)
16 Herold Tidak buta warna Lolos (5/6) 16 Yoga Rahmawansah Tidak lolos (3/6)
17 Indach Tidak buta warna Lolos (5/6)
18 Karen Puspasari Tidak buta warna Lolos (5/6)
19 Kiki Krisnayudha Tidak buta warna Lolos (4/6) Kondisi Cookies Kekerasan (gf)
20 Maria Dewi Tidak buta warna Tidak lolos (1/6) K2SO4 3 jam 2545.4
21 Muslimah Tidak buta warna Lolos (4/6) K2SO4 4 jam 2326.3
22 Oneth Tidak buta warna Tidak lolos (1/3) Baru dari kemasan 2905.2
23 Prasna Ruseno Tidak buta warna Tidak lolos (0/3)
24 Pretty Arinigora Tidak buta warna Tidak lolos (3/6) Konsentrat Flavor:
25 Randy Adistya Tidak buta warna Lolos (4/6) Kopi
26 Ribka Tidak buta warna Tidak lolos (3/6) Coklat
27 Ririn Tidak buta warna Tidak lolos (2/6) Pisang
28 Rohana Tidak buta warna Tidak lolos (3/6) Susu
29 Shinta Tidak buta warna Lolos (6/6)
30 Stefanus Tidak buta warna Tidak lolos (0/3)
31 Subekti Saputra Tidak buta warna Lolos (4/6)
32 Syarifah Zarina Tidak buta warna Lolos (5/6)
33 Widhi Widagdo Tidak buta warna Tidak lolos (1/3)
34 Yeny Nur Putri Tidak buta warna Tidak lolos (1/3)
35 Yoga Rahmawansah Tidak buta warna Lolos (4/6)
Lampiran 25. Rekapitulasi Data Multiple Comparison Test CNF
RH Penyimpanan
Panelis
Blind Control
NaCl
(76.9%)
KCl
(85.0%)
KNO
3
(93.6%)
1 5 4 3 2
2 5 4 3 1
3 5 4 2 1
4 5 5 3 2
5 5 5 3 2
6 5 4 3 1
7 5 4 3 1
8 5 4 3 1
9 5 4 2 1
Rata-rata 5 4.2 2.8 1.2
Lampiran 26. Rekapitulasi Data Multiple Comparison Test CF
RH Penyimpanan
Panelis
Blind Control
NaCl
(76.9%)
KCl
(85.0%)
KNO
3
(93.6%)
1 5 4 3 2
2 5 4 2 1
3 5 4 3 1
4 5 5 3 2
5 5 5 3 1
6 5 4 3 1
7 5 5 3 1
8 5 4 3 1
9 5 5 3 2
Rata-rata 5 4.4 2.9 1.3
Keterangan: 1 = amat sangat kurang renyah
2 = sangat kurang renyah
3 = kurang renyah
4 = agak kurang renyah
5 = sama
6 = agak lebih renyah
7 = lebih renyah
8 = sangat lebih renyah
9 = amat sangat lebih renyah
Lampiran 27. Modifikasi Model-model Sorpsi Isothermis dari Persamaan Non
Linear Menjadi Persamaan Linear
1. Persamaan Hasley
Aw = exp[-P(1)/Me
P(2)
]
Persamaan diubah menjadi bentuk persamaan garis lurus dengan bentuk umum y = a
+ bx
Log]ln(1/aw)] = log P(1) P(2) log Me
Dimana: y = log[ln(1/aw)] x = log Me
a = log P(1) b = -P(2)
2. Persamaan Chen Clayton
Aw = exp[-P(1)/(exp(P(2)Me))]
Persamaan diubah menjadi bentuk persamaan garis lurus dengan bentuk umum y = a
+ bx
Ln[ln(1/aw)] = lnP(1) P(2) Me
Dimana: y = ln[ln(1/aw)] x = Me
a = lnP(1) b = -P(2)
3. Persamaan Henderson
1 aw = exp[-KMe
n
]
Persamaan diubah menjadi bentuk persamaan garis lurus dengan bentuk umum y = a
+ bx
Log[ln(1/(1-aw))] = log K + n log Me
Dimana: y = Log[ln(1/(1-aw))] x = log Me
a = log K b = n
4. Persamaan Caurie
Ln Me = lnP(1) P(2)aw
Dimana: y = Ln Me x = aw
a = lnP(1) b = -P(2)
5. Persamaan Oswin
Me = P(1)[aw/(1-aw)]
P(2)
Persamaan diubah menjadi bentuk persamaan garis lurus dengan bentuk umum y = a
+ bx
Ln Me = lnP(1) + P(2) ln[aw/(1-aw)]
Dimana: y = ln Me x = ln[aw/(1-aw)]
a = lnP(1) b = P(2)
Lampiran 28. Kadar Air Kesetimbangan dari Model-model Persamaan
CNF
Kadar Air Kesetimbangan (%)
a
w
Percobaan Hasley
Chen
Clayton
Henderson Caurie Oswin
0.329 3.10 8.85 13.46 3.92 6599.05 2.85 x 10
39
0.447 4.98 8.50 12.33 5.06 605.42 2.42 x 10
27
0.649 5.78 7.87 10.15 7.30 10.14 2.54 x 10
7
0.769 8.72 7.40 8.40 9.06 0.89 1.61 x 10
-7
0.850 12.74 6.97 6.72 10.70 0.17 2.30 x 10
-20
0.936 19.32 6.24 3.57 13.58 0.03 2.94 x 10
-43
CF
Kadar Air Kesetimbangan (%)
a
w
Percobaan Hasley
Chen
Clayton
Henderson Caurie Oswin
0.329 3.17 8.46 13.33 3.66 7499.37 3.29 x 10
40
0.447 4.77 8.14 12.15 4.77 647.88 1.28 x 10
28
0.649 5.26 7.54 9.86 6.99 9.79 3.71 x 10
7
0.769 8.06 7.10 8.03 8.75 0.81 9.39 x 10
-8
0.850 11.92 6.69 6.26 10.40 0.15 5.88 x 10
-21
0.936 19.41 6.00 2.95 13.32 0.03 1.72 x 10
-44
Lampiran 29. Penentuan WVTR dan nilai k/x
Ulangan 1
Bobot Selisih Hari
42.9859
42.9872 0.0013 1
42.9888 0.0016 2
42.9905 0.0017 3
42.9920 0.0015 4
42.9930 0.0010 5
42.9944 0.0014 6
42.9959 0.0015 7
42.9971 0.0012 8
42.9980 0.0009 9
42.9990 0.0010 10
Ulangan 2
Bobot Selisih Hari
41.0907
41.0923 0.0016 1
41.0934 0.0011 2
41.0949 0.0015 3
41.0966 0.0017 4
41.0986 0.0020 5
41.0998 0.0012 6
41.1013 0.0015 7
41.1026 0.0013 8
41.1036 0.0010 9
41.1045 0.0009 10
Luas Kemasan (Area Transmisi)
d = 7.4 cm
r = 3.7 cm
42.9866 cm2
0.004299 m2
Slope WVTR
Rata-rata
WVTR
k/x
0.0013 0.302420
0.0014 0.325683
0.3141 0.0107
y = 0.0013x + 42.986
R
2
= 0.9935
42.9860
42.9880
42.9900
42.9920
42.9940
42.9960
42.9980
43.0000
43.0020
0 2 4 6 8 10 12
y = 0.0014x + 41.091
R
2
= 0.992
41.0900
41.0920
41.0940
41.0960
41.0980
41.1000
41.1020
41.1040
41.1060
0 2 4 6 8 10 12