Anda di halaman 1dari 4

1

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang Sumatera Selatan merupakan daerah yang banyak memiliki perairan umum

seperti rawa, lebak, dan sungai. Hal ini menjadikan ikan dari perairan darat sebagai bahan makanan favorit yang selalu ada dalam menu makanan maupun kudapan sehari-hari masyarakat daerah ini. Selain menangkap dari alam, masyarakat juga memanfaatkan ikan yang dibudidaya di kolam milik penduduk. Salah satu jenis makanan yang terbuat dari ikan dan menjadi ciri khas daerah ini adalah pempek. Pempek banyak dikonsumsi oleh masyarakat Sumatera Selatan baik sebagai kudapan di sela-sela waktu makan, jamuan pada berbagai acara, baik formal maupun nonformal, dan oleh-oleh khas selain kemplang. Pempek unggulan dan bernilai jual tinggi adalah pempek dari ikan gabus karena memiliki flavor khas ikan tawar, tidak bau amis, dan bau lumpur serta warna lebih putih dibanding dengan pempek yang dibuat dari ikan jenis lain. Palembang sebagai salah satu sentra produksi pempek, mengandalkan bahan baku pembuatan pempek gabus dari hasil tangkapan (alami). Kecenderungan hasil tangkapan yang semakin kecil ukurannya terjadi beberapa tahun terakhir ini. Jenis ikan ini juga belum dapat dibudidayakan, disamping harganya yang mahal. Pemanfaatan jenis ikan budidaya dengan tingkat produksi tinggi dan nilai jual rendah perlu dilakukan sebagai alternatif bahan baku pempek, salah satunya adalah patin. Data dari Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sumatera Selatan, produksi patin dari tahun ke tahun mengalami peningkatan baik di Kota Palembang khususnya, maupun di Sumatera Selatan pada umumnya. Produksi patin di Sumatera Selatan tahun 2005-2008 berturut-turut adalah 16.771,5 ton, 30.488,4 ton, 35.573,5 ton, dan 42,264,5 ton, sedangkan di kota Palembang adalah 1.615,7 ton, 3.535,8 ton, 4.071,8 ton, dan 3,632,4 ton (DKP Sumsel 2006; DKP Sumsel 2007; DKP Sumsel 2008; DKP Sumsel 2009). Berdasarkan hasil pemantauan dan wawancara pribadi di pasar-pasar tradisional di Kota Palembang, harga ikan gabus mencapai 2,5-3 kali lipat lebih mahal dari patin pada hari-hari

biasa dan meningkat menjadi 3-4 kali lipat menjelang perayaan hari-hari besar keagamaan. Alasan lain digunakannya patin sebagai bahan baku alternatif adalah flavor yang disukai oleh masyarakat Sumatera Selatan, khususnya Palembang. Ikan ini telah lama digunakan sebagai bahan baku masakan tradisional, seperti pindang dan brengkes. Kadar lemak yang tinggi menyebabkan warna daging agak kekuningan dan kemampuan membentuk gel menjadi rendah. Hal ini merupakan tantangan untuk menjadikan patin sebagai bahan baku pempek. Kemampuan membentuk gel pada daging ikan dapat diperbaiki dengan beberapa cara, diantaranya adalah dengan penambahan protein aditif dan pencucian daging lumat (Park dan Morrissey 2000). Benjakul et al. (2003a) melaporkan pengaturan suhu setting di bawah 40 C dapat memperbaiki kemampuan membentuk gel pada beberapa jenis ikan tropis. Metode pembuatan surimi dari ikan berdaging gelap oleh Japan Surimi Association (JSA) menitikberatkan pada proses leaching. Pencucian dilakukan tiga kali. Pencucian pertama dengan larutan sodium bikarbonat 0,5%, kemudian dengan air dingin, dan terakhir dengan larutan garam 0,3% (Flick et al. 1990). Phatcharat et al. (2006) menyatakan bahwa pencucian dengan senyawa pengoksida (oxidising agent) NaOCl 20 ppm dapat memperbaiki sifat gel surimi bigeye snapper (Priacanthus tayenus). Karayannakidis et al. (2007) melaporkan bahaw pencucian daging ikan sardin (Sardina pilchardus) dengan larutan alkali efektif untuk menghilangkan lemak dari daging. Pencucian dengan asam maupun alkali dapat meningkatkan indeks Lightness (kecerahan) dan derajat putih. Perlakuan pencucian dengan asam menghasilkan kamaboko yang lebih kohesif dan tekstur lebih elastis. Kamaboko dengan mutu gel terbaik adalah dari ikan sardin dengan pencucian pada pH 5,5. Kim et al. (1996) melaporkan warna surimi dapat ditingkatkan dengan meningkatkan siklus pencucian. Penelitian yang sejalan juga dilaporkan oleh Chen et al. (1997) dimana waktu pencucian, jumlah air yang digunakan, dan penambahan hidroperoksida, sodium perkarbonat atau dengan penambahan lemak/casein dapat menutupi warna yang kurang disukai.

Kim dan Lee (1987) menyatakan bahwa daging ikan dengan kemampuan membentuk gel yang rendah dapat ditambahkan ingredien seperti pati untuk memperbaiki sifat fungsional gelasinya. Yoon dan Lee (1990) melaporkan Chin et al. (1998) selulosa juga dapat digunakan untuk tujuan yang sama.

menyatakan interaksi antara protein dan karbohidrat mempengaruhi sifat fungsionalnya, seperti kelarutan, aktivitas permukaan, emulsifikasi, daya buih, stabilitas konformasi, dan kemampuan pembentukan gel. Pati dapat ditambahkan untuk meningkatkan mutu gel dan warna pada produk berbasis surimi. Pada pembuatan pempek, penambahan pati dalam jumlah yang sesuai dapat meningkatkan mutu gel dan warna pempek. Pati yang umum digunakan pada pembuatan pempek adalah tapioka. Pempek dapat dibuat dengan beberapa formulasi. Perbandingan daging ikan, tapioka, dan air menentukan mutu pempek yang dihasilkan. Pasaribu (2007) membuat pempek patin dari 1 kg daging ikan patin, 400 ml telur ayam, 200 ml minyak sayur, 200 ml air, 30 g garam, dan 10 g MSG. Warna pempek patin yang dihasilkan masih agak kekuningan. Formulasi pempek patin perlu dilakukan untuk mendapatkan pempek dengan kemampuan gel dan warna yang lebih baik.

1.2

Perumusan Masalah Masalah dalam pemanfaatan patin sebagai bahan baku pempek adalah

kandungan lemak yang tinggi, warna agak kekuningan, dan kemampuan membentuk gel yang rendah. Pra-pengolahan patin menjadi surimi perlu Proses pencucian dilakukan sebelum dagingnya diolah menjadi pempek.

diharapkan mampu memperbaiki mutu surimi patin. Sodium hidrogen karbonat (NaHCO3) dan di-sodium hidrogen fosfat (Na2HPO4) digunakan dalam proses pencucian, namun belum diketahui konsentrasi dan frekuensi pencucian optimum yang menghasilkan surimi dengan mutu terbaik dengan penekanan pada atribut warna dan kekuatan gel. Pembuatan pempek umumnya menggunakan tapioka sebagai bahan pengikat. Tapioka adalah pati lokal yang banyak digunakan dalam industri makanan. Formulasi pempek akan ditentukan untuk menghasilkan pempek yang memiliki karakteristik yang sama/menyerupai pempek gabus.

1.3

Tujuan Penelitian Tujuan umum penelitian ini adalah untuk memperoleh teknologi pengolahan

dan formulasi pempek patin. Tujuan khusus penelitian ini adalah: 1) Menentukan jenis dan konsentrasi larutan alkali serta frekuensi pencucian yang menghasilkan mutu surimi terbaik. 2) Menentukan lama perendaman filet sebelum pelumatan daging yang menghasilkan surimi terbaik. 3) Menentukan formulasi yang menghasilkan pempek yang sama atau menyerupai dengan pempek gabus.

1.4

Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai

proses pembuatan surimi patin yang dapat dijadikan acuan dalam pengolahan patin sebagai bahan baku pempek. Informasi mengenai karakteristik dan kandungan gizi pempek patin yang dihasilkan dari penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi pengayaan produk hasil olahan patin.

1.5

Hipotesis Penelitian Hipotesis yang akan diuji pada penelitian ini adalah:

1) Jenis, konsentasi larutan alkali dan frekuensi pencucian berpengaruh terhadap karakteristik surimi patin. 2) Lama perendaman filet berpengaruh terhadap karakteristik surimi patin. 3) Formulasi bahan akan menghasilkan pempek dengan mutu sensori yang berbeda.

Anda mungkin juga menyukai