Anda di halaman 1dari 12

1.

Uji Sensoris
Uji sensoris merupakan penilaian mutu produk dan komoditas pangan
yang hanya dikenal atau diukur dengan proses pengindraan yaitu pengelihatan
mata, penciuman atau pembauan dengan hidung, pencicipan dengan rongga
mulut, perabaan dengan telapak tangan dan pendengaran dengan telinga. Sifat
sensoris merupakan hasil reaksi fisiopsikologik berupa tanggapan atau kesan
pribadi seseorang panelis sehingga hasil uji ini sangat bersifat subyektif
(Soekarno, 1985 di kutip Maitriono, 2007).
Uji organoleptik skala hedonik merupakan uji kesukaan panelis terhadap
pempek, dimana panelis diminta memberikan penilaian berdasarkan skala mutu
hedonik satu sampai lima (semakin kecil angka maka kualitasnya semakin
menurun). Parameter produk yang diukur dengan skala uji mutu hedonik ini
meliputi penampakan, aroma, tekstur, warna, dan rasa.
1. Penampakan
Penampakan merupakan karakteristik pertama yang dinilai panelis dalam
mengkonsumsi suatu produk dan dapat menyebabkan ketertarikan untuk
mencobanya. Meskipun penampakan tidak menentukan tingkat kesukaan
konsumen secara mutlak, tetapi penampakan juga mempengaruhi penerimaan
konsumen. Produk dengan bentuk yang rapi, bagus dan utuh pasti lebih disukai
konsumen dibandingkan dengan produk yang kurang rapi dan tidak utuh
(Soekarto, 1985). Hasil pengamatan nilai rata-rata organoleptik skala mutu
hedonik penampakan pempek berkisar antara 1-7.
Dari hasil Mutu hedonik terhadap pempek mengacu pada SNI
No.7661.1:2013. Sampel dievaluasi oleh 25 panelis semi terlatih. Panelis diminta
untuk menilai penampakan, aroma, rasa, warna dan tekstur. Skala peringkat 1-9.
Skor Karakteristik Pempek kijing dijumlahkan untuk memberikan skor sensori
secara keseluruhan pada Gambar

Gambar 2. Histogram penampakan pempek kijing

Pada Gambar 2, dapat dilihat nilai rata-rata uji mutu hedonik untuk parameter
penampakan pempek mengalami kenaikan. Pada perlakuan A0 terdapat pengaruh
berbeda nyata yaitu A0B3 dengan kisaran nilai 6,25 sedangkan untuk perlakuan
A1 dan A2 juga terdapat perngaruh nyata pada perlakuan A1B2 dan A2B3
dengan kisaran nilai 7,02-7,06. Nilai tersebut menandakan bahwa penurunan yang
terjadi pada pempek tidak terlalu signifikan dan masih dapat diterima oleh panelis
dengan spesifikasi produk utuh, rapi, sedikit berongga, sangat menarik.
Hasil uji mutu hedonik dengan uji kruskall wallis menunjukkan bahwa
pengaruh perbandingan daging kijing dan tepung tapioka berpengaruh nyata
7.02 7.06
6.25
6.78
7.98
6.12
6.76
6.42
7.72
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
A0B1 A0B2 A0B3 A1B1 A1B2 A1B3 A2B1 A2B2 A2B3
U
j
i

M
u
t
u

H
e
d
o
n
i
k

P
e
n
a
m
p
a
k
a
n

terhadap penampakan pempek. Hasil uji lanjut multiple comparison menunjukkan
bahwa perlakuan A0 berbeda nyata dengan perlakuan A1 dan A2. Dimana
perlakuan A1B3 lebih rendah bila dibandingkan dengan perlakuan kitosan A0 dan
A3. Hal ini dikarenakan pada komposisi daging dan tepung tapioka relatif sama
dengan perbandingan 1:1 yang menyebabkan penampakan pada pempek yang
telah terlihat lebih pucat dan kurang menarik sehingga mempengaruhi penilaian
panelis terhadap parameter penampakan pempek. Menurut Muljohardjo (1987),
tepung tapioka mempunyai kandungan pati yang tinggi dan mempunyai sifat yang
mudah mengembang dalam air panas sehingga menghasilkan kekentalan yang
dikehendaki. Granula pati yang mengalami semi gelatinisasi atau tidak mengalami
gelatinisasi akan menghasilkan karakteristik pengembangan yang kurang baik.
Hal ini dapat disebabkan tidak menyatunya daging dengan tepung pada saat
proses pemasakan.

1. Warna
Kriteria yang digunakan dalam uji mutu hedonik pada parameter warna mi
basah yaitu Putih kekuningan, buram (9). Putih kekuningan, tidak mengkilat (7).
Agak putih, tidak mengkilat (6). Putih, tidak mengkilat (5). Putih, mengkilat (3).
Sangat putih, mengkilat (1).
Warna pada suatu produk merupakan parameter pertama yang ditangkap
oleh indera penglihatan pada saat melakukan penilaian pada produk. Hasil
pengamatan nilai rata-rata organoleptik skala mutu hedonik terhadap warna
pempek berkisar antara 1-7 dengan perlakuan pemberokan kijing dan konsentrasi
daging pada formulasi pempek.

Keterangan:
A0 = perbandingan Daging Kijing dengan Tepung tapioka 1:2
A1 = Perbandingan Daging Kijing dengan Tepung Tapioka 1:1
A2 = Perbandingan Daging Kijing dengan Tepung Tapioka 2:1



Penentuan mutu bahan makanan pada umumnya tergantung dari beberapa
faktor seperti cita rasa, tekstur dan nilai gizi. Tetapi sebelum faktor lain
dipertimbangkan secara visual faktor warna tampil lebih dahulu dan sangat
menentukan (Winarno, 1991). Pada penelitian ini, warna yang dihasilkan dan
banyak disukai oleh panelis yaitu putih kekuningan, tidak mengkilat. Hal ini
disebabkan oleh intensitas warna putih pada pempek cenderung menjadi putih
kekuningan dengan demikian banyaknya penambahan tepung tapioka dapat
meningkatkan kecerahan warna pempek kijing.. Hal ini dapat diduga penambahan
daging kijing dalam berbagai taraf perlakuan mempengaruhi tingkat kesukaan
7.78
7.2
7.02
7.12
7.06
7.22
7.38
7.18
6.78
6.2
6.4
6.6
6.8
7
7.2
7.4
7.6
7.8
8
A0B1 A0B2 A0B3 A1B1 A1B2 A1B3 A2B1 A2B2 A2B3
U
j
i

M
u
t
u

H
e
d
o
n
i
k

W
a
r
n
a

Gambar 3. Histogram rata-rata uji mutu hedonik warna Pempek Kijing
panelis terhadap produk pempek kijing yang dihasilkan dan juga panelis lebih
menyukai pempek kijing dangan penambahan daging dan tepung tapioka dengan
perbandingan 1:2.

2. Aroma
Kelezatan suatu makanan sangat ditentukan oleh faktor aroma. Dalam
banyak hal aroma menjadi daya tarik tersendiri dalam menentukan rasa enak dari
produk makanan (Soekarto, 1985 dalam Hilman, 2008). Kriteria yang digunakan
dalam uji mutu hedonik aroma mi basah keong mas yaitu Sangat tercium aroma
daging (5), Tercium aroma daging (4), Agak tercium aroma daging (3), Agak
tidak tercium aroma daging (2), dan Tidak tercium aroma daging (1).
Produk mi basah keong mas pada parameter Aroma diperoleh nilai
rata-rata berkisar antara 2,1 hingga 2,7. Nilai rata-rata tertingggi diperoleh pada
perlakuan A4 (penambahan daging keong mas 40% dan terigu 60%). Dari hasil uji
Kruskal Wallis pada produk mi basah keong mas menunjukkan hasil tidak
berbeda nyata pada taraf uji 1%. Histogram rata-rata uji mutu hedonik aroma mi
basah keong mas disajikan pada Gambar 12.

0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
A0 A1 A2 A3 A4
U
j
i

M
u
t
u

H
e
d
o
n
i
k

A
r
o
m
a

Taraf Perlakuan
2,1
2,2
2,6
2,6
2,7
Keterangan:
A0 = Daging keong 0% dengan Terigu 100%
A1 = Daging keong 10% dengan Terigu 90%
A2 = Daging keong 20% dengan Terigu 80%
A3 = Daging keong 30% dengan Terigu 70%
A4 = Daging keong 40% dengan Terigu 60%



Aroma yang dihasilkan pada penelitian mi basah keong mas dinilai panelis
agak tidak tercium aroma daging. Dari data yang dihasilkan pada produk mi basah
keong mas memiliki nilai kesukaan yang hampir sama. Hal ini diduga bahwa
subtitusi daging keong mas terhadap tepung terigu tidak mempengaruhi tingkat
kesukaan panelis terhadap produk mi basah yang dihasilkan.
3. Tekstur
Tekstur merupakan parameter penilaian organoleptik yang juga
dipertimbangkan oleh konsumen pada saat memilih makanan. Kandungan protein,
lemak, air, pengeringan dan aktivitas air dari pergerakan air merupakan faktor
yang mempengaruhi tekstur (Purnomo, 1995). Nilai rata-rata tingkat kesukaan
panelis terhadap tekstur pempek bekisar
Kriteria yang digunakan dalam uji mutu hedonik pada parameter tektur mi
basah keong mas yaitu Padat , Kompak, lunak (9), Kompak, agak padat, lunak (7),
Agak kompak, kurang padat, lunak (6), Kurang kompak, agak lunak, mudah
hancur (5), Lembek, mudah hancur (3), dan Lembek, hancur (1).
Hasil uji mutu hedonik pada parameter tekstur produk pempek kijing
diperoleh nilai rata-rata berkisar antara 6,38 hingga 7,3. Nilai rata-rata tertinggi
terdapat pada perlakuan A1B2, yaitu pempek kijing dengan tekstur kompak, agak
padat, lunak. Hasil uji Kruskal Wallis pada produk pempek kijing menunjukkan
Gambar 12. Histogram rata-rata uji mutu hedonik aroma mi basah keong mas
hasil tidak berbeda nyata. Histogram rata-rata uji mutu hedonik tekstur pempek
kijing disajikan pada Gambar 13.


Keterangan:
A0 = Daging keong 0% dengan Terigu 100%
A1 = Daging keong 10% dengan Terigu 90%
A2 = Daging keong 20% dengan Terigu 80%
A3 = Daging keong 30% dengan Terigu 70%
A4 = Daging keong 40% dengan Terigu 60%



Pada penelitian ini tekstur pempek kijing dengan tekstur kompak, agak
padat, lunak. Dari data yang dihasilkan pada produk pempek kijing memiliki nilai
kesukaan yang hampir sama yaitu 6 dengan kriteria agak kompak, kurang padat,
lunak.


4. Rasa
Rasa dari produk pangan merupakan faktor yang paling penting dalam
penentuan kesukaan panelis terhadap suatu produk. Kesukaan konsumen terhadap
6.52
7.16
6.92
6.86
7.3
7.24
6.72
6.38
7.06
5.8
6
6.2
6.4
6.6
6.8
7
7.2
7.4
A0B1 A0B2 A0B3 A1B1 A1B2 A1B3 A2B1 A2B2 A2B3
U
j
i

M
u
t
u

H
e
d
o
n
i
k

T
e
k
s
t
u
r

Gambar 13. Histogram rata-rata mutu hedonik tekstur mi basah keong mas
rasa suatu produk juga ditunjang oleh ketertarikan terhadap warna dan aroma
produk tersebut. Bau yang ditangkap oleh sel olfaktori hidung dan warna yang
ditangkap oleh mata mampu merangsang syaraf perasa dan cecapan lidah
(Winarno, 1997). Kriteria yang digunakan dalam mutu hedonik rasa produk mi
basah keong mas yaitu Tidak rasa tepung, gurih (5), Tidak rasa tepung, kurang
gurih (4), Kurang terasa tepung, gurih (3), Rasa tepung, gurih (2) dan Rasa
tepung, tidak gurih (1).
Produk pempek kijing pada parameter rasa diperoleh nilai rata-rata yang
berkisar antara 6,18 hingga 7,22. Nilai rata-rata tertinggi diperoleh pada A1B2
dengan perlakuan pemberokan. Hasil dari uji Kruskal Wallis pada rasa produk
pempek kijing menunjukkan hasil tidak berbeda nyata. Histogram rata-rata uji
mutu hedonik rasa mi basah keong mas disajikan pada Gambar 14.

Keterangan:
A0 = Daging keong 0% dengan Terigu 100%
A1 = Daging keong 10% dengan Terigu 90%
A2 = Daging keong 20% dengan Terigu 80%
A3 = Daging keong 30% dengan Terigu 70%
A4 = Daging keong 40% dengan Terigu 60%

6.18
6.66
6.86
6.48
7.22
6.68
6.26
6.44
6.64
5.6
5.8
6
6.2
6.4
6.6
6.8
7
7.2
7.4
A0B1 A0B2 A0B3 A1B1 A1B2 A1B3 A2B1 A2B2 A2B3
U
j
i

M
u
t
u

H
e
d
o
n
i
k

R
a
s
a

Gambar 14. Histogram rata-rata uji mutu hedonik rasa mi basah keong mas


Rasa yang dihasilkan pada penelitian pempek kijing dinilai panelis rasa
dominan kijing, gurih dan enak. Hal ini diduga karena daging kijing mengandung
asam amino glutamat yang dapat menimbulkan rasa yang gurih pada enak
(Winarno, 1997). Dari data yang dihasilkan pada produk pempek kijing memiliki
nilai dominan yaitu 6 (terasa kijing, agak gurih, agak hambar).

2. Analisa Mikrobiologi (Total Plate Count)
Analisa mikrobiologi atau Total Plate Count (TPC) merupakan uji
mikrobiologi dari produk pangan. Uji ini dilakukan untuk mengetahui jumlah
mikroba yang terdapat dalam bahan pangan. TPC juga dilakukan untuk
mengetahui tingkat pertumbuhan mikroba pada bahan yang digunakan dan adanya
kontaminasi produk olahan setelah mengalami proses pengolahan (Astawan et al.,
1996 di kutip Kurnia, 2007).
Prinsip pengujian TPC adalah mikrobia yang hidup dan terdapat pada
produk ditumbuhkan pada medium agar sehingga mikrobia tersebut membentuk
koloni-koloni yang kemudian dapat dihitung secara kasat mata. Kandungan
mikroorganisme dalam suatu spesimen bahan pangan dapat memberikan
keterangan yang mencerminkan mutu bahan mentahnya, keadaan sanitasi
pengolahan, serta keefektifan metode pengawetannya (Irianto, 2009).
Pada analisa mikrobiologi pempek kijing, produk yang sudah diolah
ditiriskan guna menghilangkan panas yang terkandung dalam produk. Kemudian
diambil sampel dari setiap produk untuk pengujian mikrobiologi pempek kijing
H
0
(hari pertama) dan produk pempek kijing selanjutnya disimpan dalam lemari
pendingin. Dalam rentang waktu 24 jam, produk pempek kijing diambil sempel
kembali untuk dilakukan pengujian mikrobiologi pempek kijing untuk H
1
(hari
kedua). Perlakuan analisa mikrobiologi ini berakhir hingga perlakuan H
2
(hari
ketiga).
Hasil perhitungan rata-rata uji mikrobiologi (TPC) produk pempek kijing
dapat dilihat pada histogram Gambar 15. Dari gambar tersebut didapat bahwa
nilai TPC produk pempek kijing mengalami peningkatan pada setiap perlakuan
berbanding luru dengan lamanya waktu penyimpanan.

Gambar 15. Histogram pertumbuhan mikroorganisme pada produk pempek kijing.
Hasil pengamatan nilai TPC pada hari ke-0 menunjukkan nilai antara
2,04 sampai 2,82 log CFU/g, sedangkan untuk hari ke-1 menunjukkan nilai antara
4,07 sampai 4,87 log CFU/g dan untuk hari ke-2 menunjukkan nilai antara 5,49
sampai 5,86 log CFU/g.
2.04
2.49
2.54
2.62
2.66
2.74
2.82
2.49
2.69
4.07
4.44 4.47
4.65
4.71
4.86
4.75
4.87
4.62
5.68
5.49
5.61
5.73
5.86
5.72
5.43
5.56
5.49
0
1
2
3
4
5
6
7
AOB1 AOB2 A0B3 A1B1 A1B2 A1B3 A2B1 A2B2 A2B3
HO
H1
H2
Jumlah mikrobiologi pada hari ke-0 lebih kecil dibandingkan dengan
jumlah bakteri pada hari ke-1. Hal ini diduga bahwa sampel H
0
memiliki jumlah
mikrobiologi lebih sedikit dikarenakan baru mengalami tahap produksi atau
pemasakkan. Proses pemasakan pada suhu yang mencapai kurang lebih dari
100C dapat mematikan bakteri patogen dan sebagian besar bakteri lainya, namun
tidak untuk bakteri yang berbentuk spora. Bakteri patogen merupakan jenis
bakteri yang menyebabkan penyakit pada manusia yang banyak terdapat pada
ikan, seperti misalnya Salmonella, Shigella, dan Vibrio (Hadiwiyoto, 2009).
Jumlah mikrobiologi pada hari ke-1 lebih besar dibandingkan dengan
jumlah bakteri pada hari ke-0 dan ke-2. Hal ini di duga bahwa sampel H1
memiliki jumlah mikrobiologi yang lebih banyak dikarenakan sampel telah
mengalami masa penirisan terlebih dahulu setelah proses pemasakan. Baru setelah
itu sampel di masukkan ke dalam lemari pendingin. Peningkatan jumlah bakteri
pada hari ke-1 juga dipengaruhi oleh faktor kimiawi. Faktor kimiawi yang banyak
berpengaruh pada pertumbuhan bakteri antara lain yaitu pH lingkungan, kadar air
bahan, keadaan nutrien (gizi) bahan, keadaan potensian reduksi-oksidasi elektron
dan zat penghambat (toksin) (Hadiwiyoto, 2009).
Jumlah mikrobiologi pada hari ke-2 mengalami peningkatan dibandingkan
dengan jumlah bakteri pada hari ke-1. Hal ini diduga karena aktifitas bakteri pada
sampel selama masa penyimpanan. Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dari
bakteri terdiri dari faktor intrinsik (jenis bakteri, umur bakteri, sifat gen bakteri,
kedudukan dan peranan bakteri) serta faktor ekstrinsik fisikiawi (suhu, tekanan
osmosa, kelembaban) dan faktor ekstrinsik kimiawi (pH, kadar air, kandungan
gizi, keadaan potensial reduksi-oksidasi elektron, zat penghambat dan toksin)
(Hadiwiyoto, 2009).
Standar Nasional Indonesia 01-2332.3-2006 untuk nilai TPC produk
pempek kijing adalah 5 x 10
4
cfu/g atau 4,6 (log cfu/g). Hasil perhitungan TPC
pempek kijing untuk hari ke-0 dan hari H1 belum melampaui ambang batas
maksimum nilai TPC SNI namun hasil perhitungan untuk hari ke-2 sudah
melampaui batas nilai TPC SNI. Nilai TPC yang tinggi tersebut diduga
disebabkan oleh adanya pertumbuhan bakteri pada pempek. Menurut Hidayat., et
al (2006), mikroba psikrofil atau kriofil dapat tumbuh pada suhu diantara 0
o
C
samapai 30
o
C dengan suhu optimum 15
o
C, kebanyakan tumbuh ditempat-tempat
dingin.

Anda mungkin juga menyukai