Anda di halaman 1dari 16

BAYI DENGAN HIPOTIROIDISME KONGINITAL

Oleh Kelompok 6

Hipotiroidisme konginital adalah penyakit bawaan akibat kekurangan hormon tiroid. Hormon tiroid adalah hormon yang dihasilkan kelenjar tiroid yang mempunyai peran penting dalam pertumbuhan, metabolisme, dan pengaturan cairan tubuh. Hipotiroidisme kongentital dapat diklasifikasikan menjadi : 1. Hipotiroidisme konginital menetap 2. Hipotiroidisme konginital transien Hipotiroidisme konginital dapat menyebabkan retardasi mental dan kegagalan pertumbuhan. Disebabkan karena tidak ada kuatnya produksi hormone tiroid pada bayi baru lahir karena defek anatomik kelenjar tiroid, inborn error metabolism tiroid atau defisiensi yodium. Kira kira satu dari 3000 bayi lahir dengan Hipotiroid konginital, meskipun kelainan ini jarang tetapi mungkin saja terjadi pada bayi ibu. Dari hasil penelitian diketahui bahwa bayi dengan kelainan hipotiroid konginital yang diobati sebelum berusia tiga bulan mempunyai kemungkinan mencapai tingkat intelegensil IQ > 90 (normal) yaitu berkisar antara 75 85%. Sedangkan yang diobati setelah berusia tiga bulan, 75%nya tetap menderita keterbelakangan mental atau dapat menjadi normal namun dengan beberapa permasalahan antara lain kesulitan belajar, kelainan tingkah laku, atau kelainan neurologist non spesifik.

Definisi

Hipotiroidisme konginital disebabkan oleh kekurangan iodium dan hormon tiroid yang terjadi sebelum atau segera sesudah penderita dilahirkan. Hipotiroidisme konginital atau kretinisme ini mungkin sudah timbul sejak lahir atau menjadi nyata dalam beberapa bulan pertama kehidupan. Hipotiroidisme ini mempunyai gejala-gejala yang sangat kompleks dan bermacam-macam manifestasinya. Hormon tiroid yang dikeluarkan oleh kelenjar tiroid (kelenjar gondok) dibutuhkan sepanjang hidup manusia untuk mempertahankan metabolisme serta fungsi organ dan peranannya sangat kritis pada bayi yang sedang tumbuh pesat. Kekurangan hormon tiroid sejak lahir (hipotiroid konginital) bila tidak diketahui dan diobati sejak dini akan mengakibatkan gangguan pertumbuhan dan perkembangan. Hipotiroidisme konginital bisa disebabkan oleh berbagai kelainan seperti misalnya kelainan anatomis berupa tidak terbentuknya kelenjar tiroid (agenesis/ atiroid), hipotrofi, atau kelenjar terletak tidak pada tempatnya (ektopik). Selain itu kelainan genetik, kekurangan atau kelebihan iodium, serta gangguan sintesis hormon tiroid atau dishormogenesis juga dapat menyebabkan hipotiroidisme konginital.

Penyebab

Tanda dan Gejala


Pada neonatus, gejala khas hipotiroidisme seringkali tidak tampak dalam beberapa minggu pertama kehidupan. Hanya 10-15% bayi baru lahir hipotiroidisme yang datang dengan manifestasi klinik mencurigakan, yang membuat dokter waspada akan kemungkinan hipotiroidisme. Salah satu tanda yang paling khas dari hipotiroidisme konginital pada bayi baru lahir adalah fontanela posterior terbuka dengan sutura cranial yang terbuka lebar akibat keterlambatan maturasi skeletal prenatal. Kelambatan maturasi tulang, dapat dinilai dengan pemeriksaan radiologik pada daerah femoral distal lutut, tidak hanya untuk kepentingan diagnostik, tetapi juga menggambarkan berat serta lamanya penyakit in utero.

Tanda dan Gejala


Gejala berikutnya yang paling sering adalah hernia umbilikalis, namun kurang spesifik. Sebagian besar pasien memiliki berat lahir besar untuk kehamilan (di atas 3,5 kg dengan periode kehamilan lebih dari 40 minggu). Kurang dari separuh pasien didapatkan ikterus berkepanjangan pada awal kehidupannya. Tidak terdapat perbedaan jenis kelamin untuk terjadinya hipotiroidisme konginital. Tanda dan gejala lain yang jarang terlihat adalah konstipasi (Riwayat BAB pertama > 20 jam setelah lahir dan sembelit ), hipotonia, suara tangis serak, kesulitan makan atau menyusui, bradikardi dan kulit kering dan kasar. Selain itu, bayi dengan hipotiroidisme konginital memiliki insiden anomaly konginital lain lebih tinggi, namun kemaknaannya tidak jelas. Berbagai anomali congenital pada bayi hipotiroidisme konginital yang diidentifikasi melalui program skrining hipotiroidisme, antara lain penyakit jantung bawaan, penyimpangan kromosom, kelainan tulang, dan sindrom rambut terbelah.

Patofisiologi

Patofisiologi hipotiroidisme didasarkan atas masingmasing penyebab yang dapat menyebabkan hipotiroidisme, yaitu : Hipotiroidisme sentral (HS) Apabila gangguan faal tiroid terjadi karena adanya kegagalan hipofisis, maka disebut hipotiroidisme sekunder, sedangkan apabila kegagalan terletak di hipothalamus disebut hipotiroidisme tertier. 50% HS terjadi karena tumor hipofisis. Keluhan klinis tidak hanya karena desakan tumor, gangguan visus, sakit kepala, tetapi juga karena produksi hormon yang berlebih (ACTH penyakit Cushing, hormon pertumbuhan akromegali, prolaktin galaktorea pada wanita dan impotensi pada pria). Urutan kegagalan hormon akibat desakan tumor hipofisis lobus anterior adalah gonadotropin, ACTH, hormon hipofisis lain, dan TSH.

Patofisiologi

Hipotiroidisme Primer (HP) Hipogenesis atau agenesis kelenjar tiroid. Hormon berkurang akibat anatomi kelenjar. Jarang ditemukan, tetapi merupakan etiologi terbanyak dari hipotiroidisme konginital di negara barat. Umumnya ditemukan pada program skrining massal. Kerusakan tiroid dapat terjadi karena: Pascaoperasi Strumektomi dapat parsial (hemistrumektomi atau lebih kecil), subtotal atau total. Tanpa kelainan lain, strumektomi parsial jarang menyebabkan hipotiroidisme. Strumektomi subtotal M. Graves sering menjadi hipotiroidisme dan 40% mengalaminya dalam 10 tahun, baik karena jumlah jaringan dibuang tetapi juga akibat proses autoimun yang mendasarinya.

Patofisiologi

Pascaradiasi Pemberian RAI (Radioactive iodine) pada hipertiroidisme menyebabkan lebih dari 40-50% pasien menjadi hipotiroidisme dalam 10 tahun. Tetapi pemberian RAI pada nodus toksik hanya menyebabkan hipotiroidisme sebesar <5%. Juga dapat terjadi pada radiasi eksternal di usia <20 tahun : 52% 20 tahun dan 67% 26 tahun pascaradiasi, namun tergantung juga dari dosis radiasi. Tiroiditis autoimun. Disini terjadi inflamasi akibat proses autoimun, di mana berperan antibodi antitiroid, yaitu antibodi terhadap fraksi tiroglobulin (antibodi-antitiroglobulin, Atg-Ab). Kerusakan yang luas dapat menyebabkan hipotiroidisme. Faktor predisposisi meliputi toksin, yodium, hormon (estrogen meningkatkan respon imun, androgen dan supresi kortikosteroid), stres mengubah interaksi sistem imun dengan neuroendokrin. Pada kasus tiroiditis-atrofis gejala klinisnya mencolok. Hipotiroidisme yang terjadi akibat tiroiditis Hashimoto tidak permanen.

Patofisiologi

Tiroiditis Subakut.
(De Quervain) Nyeri di kelenjar/sekitar, demam, menggigil. Etiologi yaitu virus. Akibat nekrosis jaringan, hormon merembes masuk sirkulasi dan terjadi tirotoksikosis (bukan hipertiroidisme). Penyembuhan didahului dengan hipotiroidisme sepintas.

Dishormogenesis
Ada defek pada enzim yang berperan pada langkahlangkah proses hormogenesis. Keadaan ini diturunkan, bersifat resesif. Apabila defek berat maka kasus sudah dapat ditemukan pada skrining hipotiroidisme neonatal, namun pada defek ringan, baru pada usia lanjut.

Karsinoma.
Kerusakan tiroid karena karsinoma primer atau sekunder, amat jarang.

Patofisiologi
Hipotiroidisme

sepintas. Hipotiroidisme sepintas (transient) adalah keadaan hipotiroidisme yang cepat menghilang. Kasus ini sering dijumpai. Misalnya pasca pengobatan RAI, pasca tiroidektomi subtotalis. Pada tahun pertama pasca operasi morbus Graves, 40% kasus mengalami hipotiroidisme ringan dengan TSH naik sedikit. Sesudah setahun banyak kasus pulih kembali, sehingga jangan tergesa-gesa memberi substitusi. Pada neonatus di daerah dengan defisiensi yodium keadaan ini banyak ditemukan, dan mereka beresiko mengalami kembalo hipotiroidisme.

Penatalaksanaan

Begitu diagnosis hipotiroidisme konginital ditegakkan, dapat dilakukan pemeriksaan tambahan untuk menentukan etiologi dasar penyakit. Bila hal ini tidak memungkinkan, treatment awal dengan L-thyroxine harus segera dilaksanakan. Dosis awal pengobatan dengan Lthyroxine adalah 10-15 g/kgBB/hr yang bertujuan segera mencapai kadar hormon tiroksin yang adekuat. Pada pasien dengan derajat hipotiroidismeisme yang berat, ditandai dengan terbukanya fontanela mayor, harus diberikan dosis yang lebih besar, yaitu lebih besar dari 15g/kgBB/hr. Selanjutnya, diikuti dengan terapi maintenance dimana besar dosis maintenance disesuaikan kondisi pasien. Tujuan terapi adalah untuk mempertahankan kadar hormon tiroksin dan free T4 dalam batas normal, yaitu 10-16 g/dL untuk hormon tiroksin dan 1.4 - 2.3 g/dl untuk free T4.4.

Penatalaksanaan
Untuk hipotiroidismeisme konginital, satu-satunya terapi adalah dengan replacement hormon. Dalam tatalaksananya, yang paling penting adalah follow up dan monitoring terapi untuk mempertahankan kadar TSH dan T4 plasma dalam ambang normal. Untuk itu, perlu dilakukan follow up kadar TSH dan hormon T4 dalam waktuwaktu yang ditentukan, yaitu:
Usia pasien 0-6 bulan 6 bln - 3 tahun >3 tahun Jadwal follow up Tiap 6 minggu Tiap 3 bln Tiap 6 bln

Penatalaksanaan
Selain itu, perlu juga dilakukan monitoring 6-8 minggu setiap pergantian dosis. Hal ini guna mengantisipasi terjadinya overtreatment yang dapat menyebabkan efek samping seperti penutupan sutura yang premature, dan masalah temperament dan perilaku. Umur 0-3 bulan 3-6 bulan 6-12 bulan 1-5 tahun 2-12 tahun > 12 tahun Dosis kg/kg BB/hari 10-15 8-10 6-8 5-6 4-5 2-3

Penatalaksanaan
Bila fasilitas untuk mengukur faal tiroid tidak ada, dapat dilakukan therapeutic trial sampai usia 3 tahun dimulai dengan dosis rendah dalam 2-3 minggu; bila ada perbaikan klinis, dosis dapat ditingkatkan bertahap atau dengan dosis pemberian 100 g/m2/hari. Penyesuaian dosis tiroksin berdasarkan respon klinik dari uji fungsi tiroid T3, T4, dan TSH yang dapat berbeda tergantung dari etiologi hipotiroid.

Kesimpulan
Hipotiroid konginital adalah kelainan bawaan dengan kadar hormon tiroid (T3 dan T4) di sirkulasi darah yang kurang dengan kadar TSH yang meningkat. Kelainan ini diketahui sebagai penyebab terjadinya keterbelakangan mental dan kecacatan fisik pada anak- anak. Begitu diagnosis hipotiroidisme konginital ditegakkan, dapat dilakukan pemeriksaan tambahan untuk menetukan etiologi dasar penyakit. Bila hal ini tidak memungkinkan, tretment awal dengan L-thyroxine harus segera dilaksanakan. Dosis awal pengobatan dengan Lthyroxine adalah 10-15 g/kgBB/hr yang bertujuan segera mencapai kadar hormon tiroksin yang adekuat. Pada pasien dengan derajat hipotiroidismeisme yang berat, ditandai dengan terbukanya fontanela mayor, harus diberikan dosis yang lebih besar, yaitu lebih besar dari 15g/kgBB/hr

Anda mungkin juga menyukai