Anda di halaman 1dari 42

BAB I PRESENTASI KASUS

I.

IDENTITAS Nama Usia Agama Jenis kelamin Alamat Status Tanggal Periksa : Nn. M : 22 Tahun : Islam : Perempuan : Kibin : Belum Menikah : 08-04-2014

II.

ANAMNESA Keluhan utama Keluhan tambahan : kedua hidung tersumbat hilang timbul sejak 5 bulan SMRS : hidung berair,pusing

Riwayat penyakit sekarang : Pasien datang ke RSUD dengan keluhan kedua hidung tersumbat hilang timbul yang dirasakan pasien sejak 5 bulan SMRS. Kedua hidung tersumbat semakin memberat 1 bulan SMRS. Pasien mengatakan hidungnya lebih sering tersumbat pada malam hari dan jika cuaca dingin, sedangkan pada pagi hari rasa tersumbat menjadi berkurang. Sehingga terkadang mengganggu waktu tidur di malam hari. Pasien mengeluh hidung disertai keluarnya cairan berwarna punih, jumlahnya sedikit dan tidak disertai darah yang sudah dirasakan sejak 1 bulan SMRS. Pasien menyangkal cairan hidungnya berbau busuk. Pasien menyangkal adanya riwayat mimisan. Pasien juga menyangkal sering bersin-bersin pada pagi hari dan gangguan dalam penghidu. Pasien mengnyangkal adanya rasa gatal pada hidung.

Pasien mengatakan nyeri pada bagian pipi sebelah kanan dan kiri jika ditekan. Keluhan batuk, pilek dan demam disangkal. Keluhan nyeri saat menelan disangkal. Keluhan dalam pendengaran disangkal pasien. Riwayat penyakit dahulu: pasien baru pertama kali mengalami keluhan seperti ini. Riwayat alergi disangkal Riwayat batuk dan pilek diakui pasien hilang timbul, sembuh jika meminum obat dari dokter atau membeli sendiri di apotik. Riwayat nyeri tenggorokan disangkal Riwayat penyakit amandel disangkal Riwayat hipertensi disangkal Riwayat diabetes melitus disangkal Riwayat batu-batuk lama disangkal.

Riwayat penyakit keluarga: Pasien menyangkal adanya keluhan yang sama dalam keluraga. Riwayat hipertensi, diabetes melitus dan alergi disangkal pasien. Resume anamnesis : Pasien seorang perempuan datang ke poliklinik THT RSUD Serang dengan keluhan kedua hidung tersumbat sejak 5 bulan SMRS. Keluhan semakin memberat sejak 1 bulan SMRS. Hidung mengeluarkan cairan berwarna putih, jumlahnya sedikit tanpa disertai darah dan tidak berbau. Terkadang terasa ada cairan yang jatuh ke tenggorokan. Pasien juga mengeluh sering pusing pada wajah bagian depan terutama dahi jika keluhan hidung tersumbat timbul. Keluhan batuk pilek terkadang dirasakan pasien. Keluhan demam disangkal. Keluhan alergi disangkal. Keluhan sering bersin-bersin disangkal. Pada pemeriksaan fisik, tanda-tanda vital dalam batas normal. Pada pemeriksaan telinga tidak ada kelainan dan keluhan. Pada pemeriksaan hidung ditemukan hipertropi

concha nasalis media dan inferior, tidak hiperemis, terdapat sekret seromukose, jumlah sedikit, tidak ada nyeri tekan pada daerah pipi, sekitar mata dan dahi. Pada tenggorokan tidak ditemukan kelainan, tonsil T1-T1, tidak hiperemis. Keluhan batuk, pilek dan demam disangkal.

III.

PEMERIKSAAN FISIK Keadaan Umum Kesadaran Tanda-tanda vital : Sakit Sedang : Compos mentis. : T : 110/90 mmHg. N : 87X/ mmt. R : 22X/ mmt. S : 36,8 C.

Status Lokalis : TELINGA Bagian Telinga Aurikula : - Deformitas - Hiperemis - Edema Daerah preaurikula : - Hiperemis - Edema - Fistula - Nyeri tekan Tragus (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) Telinga Kanan Telinga Kiri

Daerah retroaurikula : - Hiperemis - Edema - Fistula - Nyeri tekan Mastoid CAE : - Serumen - Edema - Hiperemis - Furunkel - Otore - Granuloma - Darah Membran timpani : - Perforasi - Cone of light Gambar AD AS (-) (+) (-) (+) (+) minimal (-) (-) (-) (-) (-) (-) (+) minimal (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-)

HIDUNG Rinoskopi Anterior Bentuk Mukosa Septum : - Deviasi - Deformitas - Hematoma Konka media & inferior : - Hipertrofi - Hiperemis Meatus media & inferior - Sekret seromukose - Polip Gambar : (+) (-) (+) (-) (+) (-) (+) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) Edema (-), hiperemis (-) Kavum Nasi Dekstra Kavum Nasi Sinistra Normal Edema (-), hiperemis (-)

o Pemeriksaan rutin khusus sinus paranasal Proyeksi nyeri sinus paranasal Dextra Infraorbita Nyeri Tekan (-) Nyeri Ketuk (-) Glabela Nyeri Tekan (-) Nyeri Ketuk (-) Supraorbita Nyeri Tekan (-) Nyeri Ketuk (-)

Sinistra Nyeri Tekan (-) Nyeri Ketuk (-) Nyeri Tekan (-) Nyeri Ketuk (-) Nyeri Tekan (-) Nyeri Ketuk (-)

TENGGOROKAN Bagian Mukosa orofaring Uvula Palatum durum & palatum mole Mukosa Faring Tonsil Gambar Hiperemis (-), edema (-),massa (-), granul (-), ulkus (-) (T1-T1) tenang, kripta (-), dedritus (-) Keterangan Hiperemis (-), massa (-), Ditengah , hiperemis (-) Hiperemis (-), massa (-)

Gigi :

Lengkap Lengkap

Lengkap Lengkap

Leher : pembesaran kelenjar getah bening ( -/- ).

III.

DIAGNOSIS KERJA Sinusitis maxilaris kronis bilateral

IV.

PEMERIKSAAN PENUNJANG - LAB - Rontgen SPN Waters

V.

PENATALAKSANAAN a. Irigasi sinus maxillaris b. Medika mentosa - Antibiotik adekuat - Simptomatik: anti inflamasi, dekongestan, mukolitik c. Operasi ( jika terjadi kerusakan mukoperiosteum yang irreversible pada sinus maxillaries dextra, ditandai dengan irigasi sinus yang tidak berhasil) dengan operasi Caldwell-Luc Setelah post op a. b. c. d. IVFD RL 20 tpm inj. cefotaxime 1 amp/12 jam inj. kalnex 1 amp/12 jam inj. keterolac 1mp/12 jam

VI.

KOMPLIKASI a. Perkontinuatum Retro orbita: - Selulitis - Abses orbita b. Hematogen Intra Kranial: - Meningitis - Encephalitis - Abses otak c. Hematogen Sistemik - Sepsis d. Descenden: i. Faringitis ii. Laringitis iii. Bronkitis

VII.

PROGNOSIS Ad vitam : ad bonam Ad fungsionam : ad bonam Ad sanasionam : ad bonam

BAB II PENDAHULUAN

Anatomi Hidung Hidung merupakan saluran udara yang pertama, mempunyai dua lubang yang dipisahkan oleh sekat hidung. Bagian luar dinding hidung terdiri dari kulit, lapisan tengah terdiri dari otot-otot dan tulang rawan, lapisan dalam terdiri dari selaput lendir yang berlipat-lipat yang dinamakan konka hidung (konka nasalis) .

Gambar 1. Kerangka luar hidung Keterangan : 1. Kartilago lateralis superior 2. Septum 3. Kartilago lateralis inferior 4. Kartilago alar minor 5. Processus frontalis tulang maksila 6. Tulang hidung Pada gambar 1 tampak kerangka luar hidung yang terdiri dari dua tulang hidung, processus frontal tulang maksila, kartilago lateralis superior, sepasang kartilago lateralis inferior dan tepi anterior kartilago septum nasi. Tepi medial kartilago lateralis superior menyatu dengan

kartilago septum nasi dan tepi atas melekat erat dengan permukaan bawah tulang hidung serta processus frontal tulang maksila. Tepi bawah kartilago lateralis superior terletak di bawah tepi atas kartilago lateralis inferior. Hidung berbentuk piramid, kira-kira dua per lima bagian atasnya terdiri dari tulang dan tiga per lima dibawahnya tulang rawan. Bagian puncak hidung biasanya disebut apeks, agak ke atas dan belakang dari apeks disebut batang hidung atau dorsum nasi, yang berlanjut sampai ke pangkal hidung dan menyatu dengan dahi, yang disebut kolumela membranosa mulai dari apeks, yaitu di posterior bagian tengah bibir dan terletak sebelah distal dari kartilago septum. Titik pertemuan kolumela dengan bibir atas dikenal sebagai dasar hidung Dasar hidung dibentuk oleh processus palatina (1/2 bagian posterior) yang merupakan permukaan atas lempeng tulang tersebut (Bajpai, 1991)

Gambar 2. Rongga hidung pandangan bawah (Ballenger, 1994) Keterangan : 1. Kartilago alar a. Medial crus b. Lateral crus 2. Spins hidungis anterior 3. Fibro aleolar 4. Kartilago septal 5. Sutura intermaksilaris Pada tulang tengkorak, lubang hidung yang berbentuk segitiga disebut apertura piriformis. Tepi latero superior dibentuk oleh kedua tulang hidung dan processus frontal tulang maksila. Pada gambar dua memperlihatkan tonjolan di garis tengah hidung yang disebut spina hidungis anterior. Bagian hidung bawah yang dapat digerakkan terdiri dari dua tulang alar (lateral inferior) dan kadang-kadang ada tulang sesamoid di lateral atas. Tulang rawan ini melengkung sehingga membuat bentuk nares. Kedua krus medial dipertemukan di garis tengah oleh jaringan ikat dan permukaan

bawah septum oleh kulit. Di dekat garis tengah, krus lateral sedikit sedikit tumpang tindih dengan kartilago lateralis superior. Krus medial saling terikat longgar dengan sesamanya. Beberapa tulang rawan lepas, kecil-kecil (kartilago alar minor) sering ditemukan di sebelah lateral atau di atas krus lateral. Kulit yang membungkus hidung luar tipis dan mengandung jaringan sub kutan yang bersifat areolar. Tulang hidung merupakan tulang yang rata, yang satu dengan yang lain bersendi di garis tengah menuju jembatan hidung, masing-masing tulang berbentuk empat persegi panjang yang mempunyai dua permukaan dan empat pinggir. Nares anterior menghubungkan rongga hidung dengan dunia luar. Nares anterior lebih kecil dibandingkan dengan nares posterior yang berukuran kira-kira tinggi 2,5 cm dan lebar 1,25 cm.

Gambar 3. Permukaan medialis tulang hidung kiri (Bajpai, 1991) Keterangan : 1.Pinggir superior 2.Pinggir medialis dan krista maksilaris 3.Foramen vaskuler 4.Sulkus untuk nervus ethmoidalis 5.Pinggir lateral Permukaan eksternus sedikit cembung dan terdapat foramen vaskuler yang dilalui oleh sebuah vena kacil dari hidung. Sebagaimana gambar 3 terlihat permukaan internus yang sedikit cekung dalam bidang transversal dan terdapat sebuah alur tegak lurus untuk dilalui oleh nervus ethmoidalis anterior serta pembuluh-pembuluh darahnya. Pinggir superior merupakan pinggir yang paling tebal, tetapi sedikit lebih pendek daripada pinggir inferior dan bersendi dengan bagian medialis incisura hidungis tulang frontal. Pinggir lateralis bersendi dengan processus frontalis tulang maksila dan pinggir medialis membentuk sutura interhidungis, bersendi dengan tulang yang sama dari sisi yang berlawanan.tulang hidung ini berkembang dari penulangan membranosa dengan satu pusat primer

yang tampak pada umur 12 minggu dari kehidupan intrauterin (Bajpai,1991). Atap hidung terdiri dari kartilago lateralis superior dan inferior, tulang hidung, processus tulang maksila, korpus tulang ethmoid dan korpus tulang sphenoid. Sebagian besar atap hidung dibentuk oleh lamina kribosa yang dilalui filamen-filamen nervus olfaktorius yang berasal dari permukaan bawah bulbus olfaktorius yang berjalan menuju bagian teratas septum nasi dan permukaan kranial konka superior.

Gambar 4. Septum nasi tanpa mukosa (Ballenger,1994) Keterangan : 1. Tulang frontal 2. Spina frontalis 3. Tulang hidung 4. Kartilago septalis 5. Kartilago lateralis superior 6. Kartilago alar 7. Kartilago vomerohidung 8. Spina hidungis anterior 9. Incisura canal 10. Lamina perpendikularis tulang ethmoid 11. Sinus spenoid 12. Tulang vomer 13. Krista palatum 14. Krista maksila

Anatomi Sinus Paranasal Ada empat pasang sinus paranasal yaitu sinus maksila, sinus frontal, sinus etmoid dan sinus sfenoid kanan dan kiri. Sinus paranasal merupakan hasil pneumatisasi tulang-tulang kepala, sehingga terbentuk rongga di dalam tulang. Semua sinus mempunyai muara ke rongga hidung. Secara embriologik, sinus paranasal berasal dari invaginasi mukosa rongga hidung dan perkembangannya dimulai pada fetus usia 3-4 bulan, kecuali sinus sfenoid dan sinus frontal. Sinus maksila dan sinus etmoid telah ada saat anak lahir, sedangkan sinus frontal berkembang dari dari sinus etmoid anterior pada anak yang berusia kurang lebih 8 tahun. Pneumatisasi sinus sfenoid dimulai pada usia 8-10 tahun dan berasal dari bagian postero-superior rongga hidung. Sinus-sinus ini umumnya mencapai besar maksila 15-18 tahun.

Sinusitis Definisi Sinusitis didefinisikan sebagai inflamasi sinus paranasalis. Penyebab utamanya ialah infeksi virus yang kemudian diikuti oleh infeksi bakteri. Secara epidemiologi yang paling sering terkena adalah sinus etmoid dan maksilla. . Sinusitis bisa terjadi pada salah satu dari keempat sinus yang ada (maksilaris, etmoidalis, frontalis atau sfenoidalis). Sinusitis bisa bersifat akut (berlangsung selama 3 minggu atau kurang) maupun kronis (berlangsung selama 3-8 minggu tetapi dapat berlanjut sampai berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun). Bila mengenai beberapa sinus disebut multisinusitis, sedangkan bila mengenai semua sinus paranasal disebut pansinusitis.1,2 Yang paling sering ditemukan adalah sinusitis maxilla dan sinusitis ethmoid, sedangkan sinusitis frontal dan sinusitis sphenoid lebih jarang ditemukan. Pada anak hanya sinus maxilla dan sinus ethmoid yang berkembang sedangkan sinus frontal dan sinus sphenoid mulai berkembang pada anak berusia kurang lebih 8 tahun. Sinus maxilla merupakan sinus yang paling sering terinfeksi, oleh karena (1) merupakan sinus paranasal terbesar, (2) letak ostiumnya lebih tinggi dari dasar sehingga sekret dari sinus maxilla hanya tergantung dari gerakan silia, (3) dasar sinus maxilla adalah dasar akar gigi (processus alveolaris), sehingga infeksi pada gigi dapat menyebabkan sinusitis maxilla, (4) ostium sinus maxilla terletak di meatus medius, di sekitar hiatus semilunaris yang sempit, sehingga mudah tersumbat.

ETIOLOGI

Seperti yang diketahui, terdapat banyak faktor menjadi penyebab sesuatu penyakit timbul, antaranya faktor internal seperti daya tahan tubuh yang menurun akibat defisiensi gizi yang menyebabkan tubuh rentan dijangkiti penyakit dan faktor eksternal seperti perubahan musim yang ekstrim, terpapar lingkungan yang tinggi zat kimiawi, debu, asap tembakau dan lain-lain. Faktor-faktor lokal tertentu juga dapat menjadi predisposisi penyakit sinusitis, berupa deformitas rangka, alergi, gangguan geligi, benda asing dan neoplasma. Adapun agen etiologinya dapat berupa virus, bakteri atau jamur.4 Virus Sinusitis virus biasanya terjadi selama infeksi saluran napas atas, infeksi virus yang lazim menyerang hidung dan nasofaring juga menyerang sinus. Mukosa sinus paranasalis berjalan kontinyu dengan mukosa hidung dan penyakit virus yang menyerang hidung perlu dicurigai dapat meluas ke sinus. Antara agen virus tersering menyebabkan sinusitis antara lain: Rhinovirus, influenza virus, parainfluenza virus dan adenovirus. Bakteri Organisme penyebab tersering sinusitis akut mungkin sama dengan penyebab otitis media. Yang sering ditemukan antara lain: Streptococcus pneumonia, Haemophilus influenza, Branhamella cataralis, Streptococcus alfa, Staphylococcus aureus dan Streptococcus pyogenes. Penyebab dari sinusitis kronik hampir sama dengan bakteri

penyebab sinusitis akut. Namun karena sinusitis kronik berhubungan dengan drainase yang kurang adekuat ataupun fungsi mukosiliar yang terganggu, maka agen infeksi yang terlibat cenderung bersifat opportunistik, dimana proporsi terbesar merupakan bakteri anaerob (Peptostreptococcus, Corynobacterium, Bacteroides, dan Veillonella). Jamur Biasanya terjadi pada pasien dengan diabetes, terapi immunosupresif, dan immunodefisiensi misalnya pada penderita AIDS. Jamur penyebab infeksi biasanya berasal dari genus Aspergillus dan Zygomycetes.

EPIDEMIOLOGI Setiap 1 dari 7 orang dewasa di Amerika Serikat dideteksi positif sinusitis dengan lebih dari 30 juta manusia didiagnosa sinusitis setiap tahun. Sinusitis lebih sering terjadi dari awal musim gugur dan musim semi. Insiden terjadinya sinusitis meningkat seiring dengan meningkatnya kasus asma, alergi, dan penyakit traktus respiratorius lainnya. Perempuan lebih sering terkena sinusitis dibandingkan laki-laki karena mereka lebih sering kontak dengan anak kecil. Angka perbandingannya 20% perempuan disbanding 11.5% laki-laki. Sinusitis lebih sering diderita oleh anak-anak dan dewasa muda akibat rentannya usia ini dengan infeksi Rhinovirus.

KLASIFIKASI Berdasarkan beratnya penyakit, rinosinusitis dapat dibagi menjadi ringan, sedang dan berat berdasarkan total skor visual analogue scale (VAS) (0-10cm): - Ringan - Sedang - Berat = VAS 0-3 = VAS >3-7 = VAS >7-10

Untuk menilai beratnya penyakit, pasien diminta untuk menentukan dalam VAS jawaban dari pertanyaan:

Berapa besar gangguan dari gejala rinosinusitis saudara? _______________________________________________________________ Tidak mengganggu 10 cm Gangguan terburuk yang masuk akal

Nilai VAS > 5 mempengaruhi kulaitas hidup pasien Berdasarkan durasi penyakit, rhinosinusitis diklasifikasikan menjadi: Akut Kronik 12 minggu Tanpa resolusi gejala komplit Termasuk rinosinusitis kronik eksaserbasi akut Rinosinusitis kronik tanpa bedah sinus sebelumnya terbagi menjadi subgrup yang didasarkan atas temuan endoskopi, yaitu: 1. Rinosinusitis kronik dengan polip nasal Polip bilateral, terlihat secara endopskopi di meatus media 2. Rinosinusitis kronik tanpa polip nasal Tidak ada polip yang terlihat di meatus media, jika perlu setelah penggunaan dekongestan. < 12 minggu Resolusi komplit gejala

PATOFISIOLOGI Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium-ostium sinus dan kelancaran klirens dari mukosiliar di dalam kompleks osteo meatal (KOM). Disamping itu mukus juga mengandung

substansi antimikrobial dan zat-zat yang berfungsi sebagai pertahanan terhadap kuman yang masuk bersama udara pernafasan. 2 Bila terinfeksi organ yang membentuk KOM mengalami oedem, sehingga mukosa yang berhadapan akan saling bertemu sehingga silia tidak dapat bergerak dan lendir tidak dapat dialirkan karena ostium sinus tersumbat. Maka terjadi tekanan negatif di dalam rongga sinus terjadinya transudasi, yang mula-mua cairan serosa. Gangguan drainase dan ventilasi didalam sinus, sehingga silia menjadi kurang aktif dan lendir yang diproduksi mukosa sinus menjadi lebih kental dan merupakan media yang baik untuk tumbuhnya bakteri patogen. Kondisi inilah yang disebut rhinosinusitis non-bacterial.

Bila sumbatan berlangsung terus akan terjadi hipoksia dan retensi lendir sehingga timbul infeksi oleh bakteri anaerob. Selanjutnya terjadi perubahan jaringan menjadi hipertrofi, polipoid atau pembentukan kista. Polip nasi dapat menjadi manifestasi klinik dari penyakit sinusitis. Polipoid berasal dari edema mukosa, dimana stroma akan terisi oleh cairan interseluler sehingga mukosa yang sembab menjadi polipoid. Bila proses terus berlanjut, dimana mukosa yang sembab makin membesar dan kemudian turun ke dalam rongga hidung sambil membentuk tangkai, sehingga terjadilah polip.7 Perubahan yang terjadi dalam jaringan dapat disusun seperti dibawah ini, yang menunjukkan perubahan patologik pada umumnya secara berurutan:

1. Jaringan submukosa di infiltrasi oleh serum, sedangkan permukaannya kering. Leukosit juga mengisi rongga jaringan submukosa. 2. Kapiler berdilatasi, mukosa sangat menebal dan merah akibat edema dan pembengkakan struktur subepitel. Pada stadium ini biasanya tidak ada kelainan epitel. 3. Setelah beberapa jam atau sehari dua hari, serum dan leukosit keluar melalui epitel yang melapisi mukosa. Kemudian bercampur dengan bakteri, debris, epitel dan mukus. Pada beberapa kasus perdarahan kapiler terjadi dan darah bercampur dengan sekret. Sekret yang mula-mula encer dan sedikit, kemudian menjadi kental dan banyak, karena terjadi koagulasi fibrin dan serum. 4. Pada banyak kasus, resolusi terjadi dengan absorpsi eksudat dan berhentinya pengeluaran leukosit memakan waktu 10 14 hari. 5. Akan tetapi pada kasus lain, peradangan berlangsung dari tipe kongesti ke tipe purulen, leukosit dikeluarkan dalam jumlah yang besar sekali. Resolusi masih mungkin meskipun tidak selalu terjadi, karena perubahan jaringan belum menetap, kecuali proses segera berhenti. Perubahan jaringan akan menjadi permanen, maka terjadi perubahan kronis, tulang di bawahnya dapat memperlihatkan tanda osteitis dan akan diganti dengan nekrosis tulang. Perluasan infeksi dari sinus kebagian lain dapat terjadi melalui :
-

tromboflebitis dari vena yang perforasi Perluasan langsung melalui bagian dinding sinus yang ulserasi atau nekrotik terjadinya defek melalui jalur vaskuler dalam bentuk bakterimia.

Masih dipertanyakan apakah infeksi dapat disebarkan dari sinus secara limfatik.

GEJALA KLINIS Wald mencatat bahwa gejala flu biasa membaik dalam 5 sampai 7 hari, dan jika gejala menetap lebih dari 10 hari, gejala cenderung menjadi sekunder ke salah satu sinusitis akut atau

gejala persisten dari sinusitis kronis. Gejala sinusitis kronis berlangsung lebih dari 3 minggu. American Academy of Otolaryngology membagi kategori gejala untuk menegakan rinosinusitis, yaitu kategori gejala mayor dan minor. Menurut durasi gejala, rinosinusitis didefinisikan sebagai akut bila gejala berlangsung 4 minggu atau kurang, subakut bila gejala hadir selama 4 sampai 12 minggu, atau kronis untuk gejala yang berlangsung lebih dari 12 minggu.

Sinusitis akut Sinusitis akut umumnya dimulai dari infeksi saluran pernafasan atas oleh virus yang melebihi 10 hari. Organisme yang umum menyebabkan sinusitis akut termasuk Streptococcus pneumonia, Haemophilus influenza dan Moraxella catarrhalis. Diagnosis dari sinusitis akut dapat ditegakkan ketika infeksi saluran napas atas oleh virus tidak sembuh salama 10 hari atau memburuk setelah 5-7 hari. Penyebab utamanya ialah selesma (common cold) yang merupakan infeksi virus, terdapat transudasi di rongga-rongga sinus, mula-mula serous yang biasanya sembuh dalam beberapa hari tanpa pengobatan. Selanjutnya diikuti oleh infeksi bakteri , yang bila kondisi ini menetap, sekret yang terkumpul dalam sinus merupakan media baik untuk tumbuhnya dan multiplikasi bakteri. Sekret menjadi purulen. Sinusitis akut berulang tejadi gejala lebih dari 4 episode per tahun dengan interval bebas penyakit lain. Eksaserbasi akut rinosinusitis didefinisikan sebagai memburuknya gejala pada pasien yang sudah didiagnosis rhinosinusitis secara tiba-tiba, dengan kembali ke gejala awal setelah perawatan. Untuk mendiagnosis rhinosinusitis memerlukan 2 faktor mayor atau 1 faktor mayor 2 faktor minor. Jika hanya 1 faktor mayor atau 2 faktor minor ini harus dimasukkan dalam diagnosis diferensial.

SIGNS AND SYMPTOMS ASSOCIATED WITH DIAGNOSIS OF RHINOSINUSITIS (1996 RHINOSINUSITIS TASK FORCE)

Gejala Mayor Nyeri atau rasa tertekan pada muka Kebas atau rasa penuh pada muka Obstruksi hidung Sekret hidung yang purulen, post nasal drip

Gejala Minor Sakit kepala Demam (pada sinusitis kronik) Halitosis Kelelahan Sakit gigi

Hiposmia atau anosmia Batuk Demam (hanya pada rinosinusitis akut) Nyeri, rasa tertekan atau rasa penuh pada telinga

Sinusitis kronik Keluhan sinusitis kronik tidak khas sehingga sulit didiagnosis. Selama eksaserbasi akut, gejala mirip dengan sinusitis akut, selain itu gejala berupa suatu perasaan penuh pada wajah dan hidung, dan hipersekresi yang seringkali mukopurulen. Kadang-kadang hanya satu atau dua dari

gejala-gejala dibawah ini yaitu : sakit kepala kronik, post nasal drip, batuk kronik, gangguan tenggorok, gangguan telinga akibat sumbatan kronik muara tuba eustachius, gangguan ke paru seperti bronkitis (sino-bronkitis), bronkiektasi, dan yang penting adalah serangan asma yang meningkat dan sulit diobati. Hidung biasanya sedikit tersumbat, dan tentunya ada gejala-gejala faktor predisposisi, seperti rinitis alergika yang menetap, dan keluhan-keluhannya yang menonjol. Pasien dengan sinusitis kronik dengan polip nasi lebih sering mengalami hiposmia dan lebih sedikit mengeluhkan nyeri atau rasa tertekan daripada yang tidak memiliki polip nasi. Bakteri yang memegang peranan penting dalam patogenesis rinosinusitis kronik masih kontroversial. Organisme yang umum terisolasi pada sinusitis kronik termasuk Staphylococcus aureus, bakteri anaerob dan gram negatif seperti Pseudomonas aeruginosa.

REQUIREMENTS FOR DIAGNOSIS OF CHRONIC RHINOSINUSITIS (2003 TASK FORCE)

Durasi

Gejala

Pemeriksaan Fisik

>

12

minggu Satu atau lebih dari gejala terus tersebut

1. perubahan pada hidung, polip, atau polypoid rhinoskopi decongestion) endoskopi 2. Edema atau eritema di meatus tengah pada hidung endoskopi 3. Generalized atau lokal edema, pembengkakan anterior atau pada (dengan hidung

gejala menerus

eritema, atau jaringan granulasi di cavum melibatkan hidung. meatus Jika tidak

tengah,foto

diperlukan untuk diagnosis 4. Foto untuk memperjelas diagnosis (foto polos atau computerized

tomography)

Kennedy mengklasifikasikan rhinosinusitis kronik menjadi 4 bagian berdasarkan area yang terlibat : Stadium I Area kelainan anatomi Semua penyakit sinus unilateral Penyakit Bilateral terbatas pada sinus ethmoid II III IV ethmoid bilateral dengan keterlibatan satu sinus lainnya ethmoid bilateral dengan keterlibatan 2 atau lebih sinus lainnya Poliposis sinonasal Diffuse

DIAGNOSIS Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Gejala subyektif : Gejala sistemik yaitu : demam dan rasa lesu, serta gejala lokal yaitu :hidung tersumbat, ingus kental yang kadang berbau dan mengalir ke nasofaring (postnasal drip), halitosis, sakit kepala yang lebih berat pada pagihari, nyeri di daerahsinus yang terkena, serta kadang nyeri alih ke tempat lain. 1. Sinusitis Maksilaris Nyeri pipi menandakan sinusitis maksila. Gejala sinusitis maksilaris akut berupa demam, malaise dan nyeri kepala yang tak jelas yang biasanya reda dengan pemberian analgetik biasa seperti aspirin. Wajah terasa bengkak, penuh, dan gigi terasa nyeri pada

gerakan kepala mendadak, misalnya sewaktu naik atau turun tangga. Seringkali terdapat nyeri pipi khas yang tumpul dan menusuk, serta nyeri pada palpasi dan perkusi. Sekret mukopurulen dapat keluar dari hidung dan terkadang berbau busuk.7 2. Sinusitis Etmoidalis Sinusitis etmoidalis akut terisolasi lebih lazim pada anak, seringkali bermanifestasi sebagai selulitis orbita. Dari anamnesis didapatkan nyeri yang dirasakan di pangkal hidung dan kantus medius, kadang-kadang nyeri di bola mata atau di belakangnya, terutama bila mata digerakkan. Nyeri alih di pelipis, post nasal drip dan sumbatan hidung. Pemeriksaan fisik didapatkan nyeri tekan pada pangkal hidung. 3. Sinusitis Frontalis Nyeri berlokasi di atas alis mata, biasanya pada pagi hari dan memburuk menjelang tengah hari, kemudian perlahan-lahan mereda hingga menjelang malam. Pasien biasanya menyatakan bahwa dahi terasa nyeri bila disentuh dan mungkin terdapat pembengkakan supra orbita. Pemeriksaan fisik, nyeri yang hebat pada palpasi atau perkusi di atas daerah sinus yang terinfeksi merupakan tanda patognomonik pada sinusitis frontalis.

4. Sinusitis Sfenoidalis Sinusitis sfenoidalis dicirikan oleh nyeri kepala yang mengarah ke verteks kranium. Penyakit ini lebih lazim menjadi bagian dari pansinusitis dan oleh karena itu gejalanya menjadi satu dengan gejala infeksi sinus lainnya. Gejala Obyektif : Pembengkakan pada sinus maksila terlihat di pipi dan kelopak mata bawah, pada sinusitis frontal terlihat di dahi dan kelopak mata atas, pada sinusitis ethmoid jarang timbul pembengkakan kecuali jika terdapat komplikasi. Pada rhinoskopi anterior tampak mukosa konka hiperemis dan edema, pada sinusitismaksila, sinusitis frontal dan sinusitis ethmoid anterior tampak nanah di meatus medius, sedangkan pada sinusitis ethmoid posterior dan dansinusitis sphenoid nanah tampak keluar dari meatus superior.( Pada sinusitis akut tidak ditemukan polip,tumor maupun komplikasi sinusitis.Jika ditemukan maka kita harusmelakukan penatalaksanaan yang sesuai).

Pada rinoskopi posterior tampak pus di nasofaring (post nasal drip). Pada posisional test yakni pasien mengambil posisi sujud selama kurang lebih 5 menit, dan provokasi test, yakni suction dimasukkan pada hidung, pemeriksa memencet hidung pasien kemudian pasien disuruh menelan ludan dan menutup mulut dengan rapat. Jika positif sinusitis maksilaris, maka akan keluar pus dari hidung.

Gambaran Radiologis

Pemeriksaan radiologis untuk mendapatkan informasi dan untuk mengevaluasi sinus paranasal adalah; pemeriksaan foto kepala dengan berbagai posisi yang khas, pemeriksaan tomogram dan pemeriksaan CT-Scan. Dengan pemeriksaan radiologis tersebut para ahli radiologi dapat memberikan gambaran anatomi atau variasi anatomi, kelainan-kelainan patologis pada sinus paranasalis dan struktur tulang sekitarnya, sehingga dapat memberikan diagnosis yang lebih dini.

Pemeriksaan foto kepala Pemeriksaan foto kepala untuk mengevaluasi sinus paranasal terdiri atas berbagai macam posisi antara lain: a. Foto kepala posisi anterior-posterior ( AP atau posisi Caldwell) Foto ini diambil pada posisi kepala meghadap kaset, bidang midsagital kepala tegak lurus pada film. Idealnya pada film tampak pyramid tulang petrosum

diproyeksi pada 1/3 bawah orbita atau pada dasar orbita. Hal ini dapat tercapai apabila orbito-meatal line tegak lurus pada film dan membentuk 1500 kaudal.

Foto kepala posisi Caldwell

Foto konvensional caldwell posisi PA menunjukkan air fluid level pada sinus maxillaris merupakan gambaran sinusitis akut

b. Foto kepala lateral Dilakukan dengan film terletak di sebelah lateral dengan sentrasi di luar kantus mata, sehingga dinding posterior dan dasar sinus maksilaris berhimpit satu sama lain.15

Foto lateral menunjukkan gambaran air fluid level di sinus maksilla Pada sinusitis tampak : - penebalan mukosa - air fluid level (kadang-kadang) - perselubungan homogen pada satu atau lebih sinus para nasal

- penebalan dinding sinus dengan sklerotik (pada kasus-kasus kronik)

c. Foto kepala posisi waters Foto ini dilakukan dengan posisi dimana kepala menghadap film, garis orbito meatus membentuk sudut 370 dengan film. Pada foto ini, secara ideal piramid tulang petrosum diproyeksikan pada dasar sinus maxillaris sehingga kedua sinus maxillaris dapat dievaluasi sepenuhnya. Foto Waters umumnya dilakukan pada keadaan mulut tertutup. Pada posisi mulut terbuka akan dapat menilai dinding posterior sinus sphenoid dengan baik.

d. Foto kepala posisi Submentoverteks Foto diambil dengan meletakkan film pada vertex, kepala pasien menengadah sehingga garis infraorbito meatal sejajar dengan film. Sentrasi tegak lurus film dalam bidang midsagital melalui sella turcica kearah vertex. Posisi ini biasa untuk melihat sinus frontalis dan dinding posterior sinus maxillaris.

e. Foto posisi Rhese Posisi Rhese atau oblique dapat mengevaluasi bagian posterior sinus ethmoidalis, kanalis optikus, dan lantai dasar orbita sisi lain.

f. Foto kepala posisi Towne Posisi ini diambil dengan berbagai variasi sudut angulasi antara 300-600 ke arah garis orbitomeatal. Sentrasi dari depan kira-kira 8 cm diatas glabela dari foto polos kepala dalam bidang midsagital.proyeksi ini paling baik untuk menganalisis dinding posterior sinus maxillaris, fisura orbitalis inferior, kondilus mandibularis dan arkus zigomatikus posterior.

Pemeriksaan Tomogram Pemeriksaan tomogram pada sinus paranasal biasanya digunakan multidirection tomogram. Sejak digunakannya CT-Scan, pemeriksaan tomogram sudah jarang digunakan. Tetapi pada fraktur daerah sinus paranasal, pemeriksaan tomogram merupakan suatu teknik yang terbaik untuk menyajikan fraktur-fraktur tersebut

dibandingkan dengan pemeriksaan axial dan coronal CT-Scan. Pada Pemeriksaan Tomogram biasanya dilakukan pada kepala dengan posisi AP atau Waters.

Pemeriksaan Ct Scan Pemeriksaan CT-Scan sekarang merupakan pemeriksaan yang sangat unggul untuk mempelajari sinus paranasal, karena dapat menganalisis dengan baik tulangtulang secara rinci dan bentuk-bentuk jaringan lunak, irisan axial merupakan standar pemeriksaan paling baik yang dilakukan dalam bidang inferior orbitomeatal (IOM). Pemeriksaan ini dapat menganalisis perluasan penyakit dari gigi geligi, sinus-sinus dan palatum, terrmasuk ekstensi intrakranial dari sinus frontalis.

Foto normal CT Scan sinus Maxilla

Foto CT scan posisi coronal memperlihatkan gambaran sinusitis maxilla dengan penebalan dinding mukosa di sinus maxilla kanan

Pemeriksaan MRI MRI memberikan gambaran yang lebih baik dalam membedakan struktur jaringan lunak dalam sinus. Kadang digunakan dalam kasus suspek tumor dan sinusitis fungal. Sebaliknya, MRI tidak mempunyai keuntungan dibandingkan dengan CT Scan dalam mengevaluasi sinusitis. MRI memberi hasil positif palsu yang tinggi, penggambaran tulang yang kurang, dan biaya yang mahal. MRI membutuhkan waktu lama dalam penyelesaiannya dibandingkan dengan CT Scan yang relatif cukup cepat dan sulit dilakukan pada pasien klaustrofobia. 16 MRI mungkin merupakan pilihan terbaik untuk mendeteksi dan mengenali mukokel. MRI dengan kontras merupakan teknik terbaik untuk mendeteksi empiema subdural atau epidural. (11)

Foto MRI normal sinus

MRI menunjukkan ekstensi intraorbital sinus ethmoid bagian kanan

PENATALAKSANAAN

Mikrobiologi pada sinusitis orang dewasa

Acute Streptococcus pneumonia Haemophilus influenzae Moraxella catarrhalis Anaerobes Staphylococcus aureus Other streptococci

Chronic Staphylococcus aureus Streptococcus pneumonia Anaerobes Enteric gram-negative bacilli Coagulase-negative staphylococcus Haemophilus influenzae Pseudomonas aeruginosa Alpha streptococcus Moraxella catarrhalii

Antibiotik merupakan kunci dalam penatalaksanaan sinusitis supuratif akut. Amoksisilin merupakan pilihan tepat untuk kuman gram positif dan negatif. Vankomisin untuk kuman S. pneumoniae yang resisten terhadap amoksisilin. Pilihan terapi lini pertama yang lain adalah kombinasi eritromicin dan dulfonamide atau cephalexin dan sulfonamide. Terapi antibiotic harus diteruskan minimum 1 minggu setelah gejala terkontrol. Lama terapi rata-rata 10 hari. Karena banyaknya distribusi ke sinus-sinus yang terlibat, perlu mempertahankan kadar antibiotika yang adekuat bila tidak, mungkin terjadi sinusitis supuratif kronik. Tindakan lain yang dapat dilakukan untuk membantu memperbaiki drainase dan pembersihan secret dari sinus. Untuk sinusitis maxillaris dilakukan pungsi dan irigasi sinus, sedangkan untuk sinusitis ethmoidalis frontalis dan sinusitis sphenoidalis dilakukan tindakan pencucian Proetz. Irigasi dan pencucian dilakukan 2 kali dalam seminggu. Bila setelah 5 atau 6

kali tidak ada perbaikan dan klinis masih tetap banyak secret purulen, maka perlu dilakukan bedah radikal. Antibiotik parenteral diberikan pada sinusitis yang telah mengalami komplikasi seperti komplikasi orbita dan komplikasi intrakranial, karena dapat menembus sawar darah otak. Ceftriakson merupakan pilihan yang baik karena selain dapat membasmi semua bakteri terkait penyebab sinusitis, kemampuan menembus sawar darah otaknya juga baik. Pada sinusitis yang disebabkan oleh bakteri anaerob dapat digunakan metronidazole atau klindamisin. Klindamisin dapat menembus cairan serebrospinal. Antihistamin hanya diberikan pada sinusitis dengan predisposisi alergi. Analgetik dapat diberikan. Kompres hangat dapat juga dilakukan untuk mengurangi nyeri. Untuk pasien yang menderita alergi, pengobatan alergi yang dijalani bermanfaat. Pengontrolan lingkungan, steroid topical, dan imunoterapi dapat mencegah eksesarbasi rhinitis sehingga mencegah perkembangannya menjadi sinusitis. Dekongestan Dekongestan Oral (Lebih aman untuk penggunaan jangka panjang) Phenylproponolamine dan pseudoephedrine, yang merupakan agonis alfa adrenergik. Obat ini bekerja pada osteomeatal komplek Dekongestan topikal Phenylephrine Hcl 0 , 5 % d a n oxymetazoline Hcl 0,5 % bersifat vasokonstriktor lokal. Obat ini bekerja melegakan pernapasan dengan mengurangi oedema mukosa.

AntiHistamin dan Kortikosteroid Antihistamin serta kortikosteroid diberikan lebih khusus untuk penderita sinusitis yang dicetuskan karena keadaan rhinitis alergi.

Antihistamin Antihistamin golongan II yaitu Loratadine. Anti histamin golongan II mempunyai keunggulan, yaitu lebih memiliki efek untuk mengurangi rhinore, dan menghilangkan obstruksi, serta tidak memiliki efek samping menembus sawar darah otak

Kortikosteroid bisa diberi oral ataupun topikal, namun pilihan disini adalah kortikosteroid oral yaitu metil prednisolon, efek samping berupa retensi air sangat minimal, begitupula dengan efek terhadap lambung juga minimal.
Onset tiba-tiba dari 2 atau lebih gejala, salah sa tunya termasuk hidung tersumbat/ obstruksi/ kongesti atau pilek; sekret hidung anterior/ posterior; nyeri/ rasa tertekan di wajah; Penghidu terganggu/ hilang Pemeriksaan: Rinoskopi Anterior Foto Polos SPN/ Tomografi Komputer tidak Gejala kurang dari 5 direkomendasikan
hari atau membaik setelahnya

Keadaan yang harus segera di rujuk/ dirawat Edema periorbita Pendorongan letak bola mata Penglihatan ganda Oftalmoplegi Penurunan visus Nyeri frontal unilateral atau bilateral Bengkak daerah frontal Tanda meningitis atau tanda fokal neurologis

Gejala menetap atau memburuk setelah 5 hari

Common cold

Sedang

Berat

Pengobatan simtomatik

Steroid topikal

Antibiotik topikal

steroid

Tidak ada perbaikan setelah 14 hari

Perbaikan dalam 48 jam

Tidak ada perbaikan dalam 48 jam

Rujuk ke dokter spesialis

Teruskan terapi untuk 7-14 hari

Rujuk ke spesialis

dokter

Skema penatalaksanaan rinosinusitis akut pada dewasa untuk pelayanan kesehatan primer berdasarkan European Position Paper on Rhinosinusitisnand Nasal Polyps 2007

Tindakan bedah sederhana pada sinusitis maksilaris kronik adalah nasoantrostomi atau pembentukan fenestra nasoantral. Ekmoidektomi dilakukan pada sinusitis etmoidalis.

Frontoetmoidektomi eksternal dilakukan pada sinusitis frontalis. Eksplorasi sfenoid dilakukan pada sinusitis sfenoidalis. Pembedahan sinus endoskopik merupakan suatu teknik yang memungkinkan visualisasi yang baik dan magnifikasi anatomi hidung dan ostium sinus normal bagi ahli bedah, teknik ini menjadi populer akhir-akhir ini.

Sinusitis kronis
2 atau lebih gejala, salah satunya berupa hidung tersumbat/ obstruksi/ kongesti atau pilek; sekret hidung anterior/ posterior; nyeri/ rasa tertekan di wajah; Penghidu terganggu/ hilang Pemeriksaan: Rinoskopi Anterior Foto Polos SPN/ Tomografi Komputer tidak direkomendasikan
Tersedia Endoskopi

Pikirkan diagnosis lain : Gejala unilateral Perdarahan Krusta Gangguan penciuman Gejala Orbita Edema Periorbita Pendorongan letak bola mata Penglihatan ganda Oftalmoplegi Nyeri kepala bagian frontal yang berat Bengkak daerah frontal Tanda meningitis atau tanda fokal neurologis fokal

Polip

Tidak ada polip

Endoskopi tidak tersedia

Investigasi dan intervensi secepatnya

Pemeriksaan Rinoskopi Anterior Ikuti skema polip hidung Dokter Spesialis THT Ikuti skema Rinosinusitis kronik Dokter Spesialis THT Foto Polos SPN/ Tomografi Komputer tidak direkomendasikan Rujuk Dokter Spesialis THT jika Operasi Dipertimbangkan

Steroid topikal Cuci hidung Antihistamin jika alergi

Reevaluasi setelah 4 minggu

Perbaikan

Tidak ada perbaikan

Skema penatalaksanaan rinosinusitis kronik dengan atau tanpa polip hidung pada dewasa untuk pelayanan kesehatan primer dan dokter spesialis non THT berdasarkan European Position Paper on Rhinosinusitisnand Nasal Polyps

2 atau lebih gejala, salah satunya berupa hidung tersumbat atau pilek yang tidak jernih; nyeri bagian frontal, sakit kepala; Gangguan Penghidu Pemeriksaan THT termasuk Endoskopi: Pertimbangkan Tomografi Komputer Tes Alergi Pertimbangkan diagnosis dan penatalaksanaan penyakit penyerta; misal Asma

2007 Pertimbangkan diagnosis lain :

Gejala unilateral Perdarahan Krusta Kakosmia Gejala Orbita Edema Periorbita Penglihatan ganda Oftalmoplegi Nyeri kepala bagian frontal yang berat Edem frontal Tanda meningitis atau tanda fokal neurologis fokal

Ringan VAS 0-3

Sedang atau berat VAS >3-10

Steroid topikal Intranasal cuci hidung

Gagal setelah 3 bulan

Steroid topikal Cuci hidung Kultur & resistensi Kuman

Perlu investigasi dan intervensi cepat

Perbaikan

Makrolid jangka panjang

Gagal setelah 3 bulan Tindak lanjut Jangka Panjang + cuci hidung Steroid topikal Makrolide jangka panjang Tomografi Komputer

Operasi

Skema penatalaksanaan berbasis bukti rinosinusitis kronik tanpa polip hidung pada dewasa untuk dokter spesialis THT berdasarkan European Position Paper on Rhinosinusitis and Nasal Polyps 2007 6

2 atau lebih gejala, salah satunya berupa hidung tersumbat atau sekret hidung berwarnar; nyeri bagian frontal, sakit kepala; Gangguan Penghidu Pemeriksaan THT termasuk Endoskopi: Pertimbangkan Tomografi Komputer Tes Alergi Pertimbangkan diagnosis dan penatalaksanaan penyakit penyerta; misal ASA

Pertimbangkan diagnosis lain : Gejala unilateral Perdarahan Krusta Kakosmia Gejala Orbita Edema Periorbita Penglihatan ganda Oftalmoplegi Nyeri kepala bagian frontal yang berat Edem frontal Tanda meningitis atau tanda fokal neurologis fokal

Ringan VAS 0-3

Sedang VAS 3-7

Berat VAS > 10 Perlu investigasi dan intervensi cepat

Steroid topikal (spray)

Steroid topikal tetes hidung

Steroid oral jangka pendek Steroid topikal

Dievaluasi setelah 3 bulan

Evaluasi setelah 1 bulan

Perbaikan

Tidak membaik Perbaikan Tidak membaik

Lanjutkan Steroid Topikal

Tomografi Komputer

Skema penatalaksanaan rinosinusitis kronik dengan polip hidung pada dewasa untuk dokter spesialis THT berdasarkan European Position Paper on Rhinosinusitis and Nasal Polyps 2007
6

KOMPLIKASI Sinusitis merupakan suatu penyakit yang tatalaksananya berupa rawat jalan. Pengobatan rawat inap di rumah sakit merupakan hal yang jarang kecuali jika ada komplikasi dari sinusitis itu sendiri. Walaupun tidak diketahui secara pasti, insiden dari komplikasi sinusitis diperkirakan sangat rendah. Salah satu studi menemukan bahwa insiden komplikasi yang ditemukan adalah 3%. Sebagai tambahan, studi lain menemukan bahwa hanya beberapa pasien yang mengalami komplikasi dari sinusitis setiap tahunnya. Komplikasi dari sinusitis ini disebabkan oleh penyebaran bakteri yang berasal dari sinus ke struktur di sekitarnya. Penyebaraan yang tersering adalah penyebaran secara langsung terhadap area yang mengalami kontaminasi. Komplikasi dari sinusitis tersebut antara lain20 1. Komplikasi lokal a) b) 2. Mukokel Osteomielitis (Potts puffy tumor)

Komplikasi orbital a) b) c) d) Inflamatori edema Abses orbital Abses subperiosteal Trombosis sinus cavernosus.

3.

Komplikasi intrakranial

a) b)

Meningitis Abses Subperiosteal

Komplikasi sinusitis telah menurun secara nyata sejak ditemukannya antibiotik. Komplikasi berat biasanya terjadi pada sinusitis akut atau pada sinusitis kronis dengan eksaserbasi akut, berupa komplikasi orbita atau intracranial. CT scan merupakan suatu modalitas utama dalam menjelaskan derajat penyakit sinus dan derajat infeksi di luar sinus, pada orbita, jaringan lunak dan kranium. Pemeriksaan ini harus rutin dilakukan pada sinusitis refrakter, kronik atau berkomplikasi. Osteomielitis Infeksi sinus dapat menjalar hingga struktur tulang mengakibatkan osteomielitis baik di anterior maupun posterior dinding sinus. Penyebaran infeksi dapat berasal langsung atau dari vena yang berasal dari sinus. Osteomielitis paling banyak ditemukan pada dinding sinus frontal. Sekali tulang terinfeksi, bisa menyebabkan erosi pada tulang tersebut dan mempermudah terjadinya penyebaran infeksi di bawah subperiosteum yang berujung pembentukan abses subperiosteal. Erosi bisa mempengaruhi bagian anterior atau posterior dari dasar sinus yang mempermudah terjadinya penyebaran ekstrakranial atau intrakranial. Jika abses subperiosteal berbatasan dengan dasar anterior dari tulang frontal itu disebut dengan Pott`s puffy tumor. Pasien dengan Pott`s puffy tumor selalu muncul pada usia lebih dari 6 tahun karena sinus frontalis belum terbentuk pada usia di bawah 6 tahun. a) Etiologi Osteomielitis yang disebabkan karena komplikasi dari sinusitis memiliki organisme yang sama dengan penyebab sinusitis itu sendiri. Organisme tersering adalah Staphylococcus, Streptococcus dan bakteri anaerob. b) Gejala klinis Gejala klinis antara lain nyeri dan nyeri tekan dahi setempat sangat berat, gejala sistemik berupa sakit kepala, malaise, demam, dan menggigil. Pembengkakan diatas alis mata juga lazim terjadi dan bertambah hebat bila terbentuk abses subperiosteal, terbentuk edema supraorbita dan

mata menjadi tertutup. Timbul fluktuasi dan tulang menjadi sangat nyeri tekan. Jika disertai dengan Pott`s puffy tumor juga ditemukan penonjolan pada dahi.

Gambaran Pott`s puffy tumor pada osteomielitis

c)

Diagnosis Diagnosis ditegakkan dengan gambaran radiografi dimana tidak hanya untuk

mengkonfirmasi, tapi juga untuk mencari komplikasi intrakranial. Radiogram dapat memperlihatkan erosi batas-batas tulang dan hilangnya septa intrasinus dalam sinus yang keruh. Pada stadium lanjut, radiogram memperlihatkan gambaran seperti digerogoti rayap pada batasbatas sinus, menunjukkan infeksi telah meluas melampaui sinus. Dekstruksi tulang dan pembengkakan jaringan lunak, demikian pula cairan atau mukosa sinus yang membengkak paling baik dilihat dengan CT scan. Tes darah rutin seperti hitung sel memiliki nilai yang rendah dan tidak spesifik, tapi peningkatan laju endap darah mungkin mengindikasikan adanya osteomielitis. d) Penatalaksanaan Penatalaksanaan dari osteomielitis adalah pemberian antibiotik intravena selama 6-8 minggu. Antibiotik yang dipilih adalah antibiotik yang bisa mengeradikasi kuman aerob dan anaerob. Terapi empirik yang biasa digunakan adalah kombinasi generasi ketiga sefalosporin (ceftriaxon) dan metronidazol atau klindamisin, dan dapat ditambahkan vankomisin, atau linezolid jika ada Streptococcus pneumonia yang telah resisten. Terapi oral dengan amoxicillinclavulanat atau kombinasi cefixime dan metronidazol atau klindamisin juga bisa digunakan. Terapi pilihan sebaiknya sesuai dengan kultur. Jika ada abses, drainase abses adalah terapi pilihan.

PROGNOSIS

Sinusitis akut memiliki prognosis yang sangat baik, dengan perkiraan 70% penderita sembuh tanpa pengobatan. Sedangkan sinusitis kronik memiliki prognosis yang bervariasi. Jika penyebabnya adalah kelainan anatomi dan telah diterapi dengan bedah, maka prognosisnya baik.lebih dari 90% pasien membaik dengan intervensi bedah, namun pasien ini kadang mengalami kekambuhan.19

DAFTAR PUSTAKA

1. Efiaty, Nurbaiti, dkk. 2002. Buku Ajar Ilmu Kedokteran THT Kepala dan Leher, ed. 5. Balai Penerbit FK UI, Jakarta. 2. Peter A. Hilger, MD. 1997. BOIES, buku ajar Penyakit THT. Jakarta: buku kedokteran EGC. 3. Mangunkusumo, Endang dan Damajanti Soetjipto. 2007. Sinusitis dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala dan Leher. Edisi ke-6. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 150-3.

Anda mungkin juga menyukai